Anda di halaman 1dari 16

ETIKA PROTESTAN (MAX WEBER)

Makalah

Disusun untuk memenuhi tugas Perubahan dan Pembangunan Sosial

Dosen Pengampu Dr. Pribowo, M.Pd

Oleh Kelompok 2

Chandra Frans Sitanggang (2004056)

Desty Fitriyana (2004229)

Fariq Ilham Hakim (2004126)

Moch ivan Febrian F (2004243)

Sella Puspita Arum (2004179)

Tania Nur Adila (2004023)

Tazkia Aulia Ramadhani (2004172)

KELAS D
PRODI PEKERJAAN SOSIAL
POLITEKNIK KESEJAHTERAAN SOSIAL BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat

dan ridho-Nya, yang senantiasa dilimpahkan kepada penyusun sehingga dapat menyelesaikan

makalah yang berjudul “Teori Modernisasi Max Weber Etika Protestan”. Makalah ini disusun

untuk memenuhi tugas mata kuliah Perubahan Sosial dan Pembangunan.

Dalam menyelesaikan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penyusun menyampaikan ucapan terima kepada

Dosen mata kuliah Perubahan Sosial dan Pembangunan yaitu Bapak Dr.Pribowo, M.Pd. dan

teman-teman yang banyak membantu dengan saran dan kritiknya serta semua pihak yang telah

membantu menyelesaikan makalah ini, kiranya Allah SWT memberikan balasan yang berlipat

ganda.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyajian makalah ini jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan guna perbaikan selanjutnya.

Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun, umumnya bagi

pembaca.

Bandung, 24 April 2021

Penulis

Kelompok 2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................iii

BAB I : PENDAHULUAN.................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................1

1.2 Identifikasi Masalah.....................................................................1

1.2 Tujuan.........................................................................................1

BAB II : PEMBAHASAN ..................................................................................2

2.1 Pengertian Etika Protestan...........................................................2

2.2 Pengaruh Pemikiran Max Weber Berdasar The Protestans Ethn....2

2.3 Hubungan Etika Protestan dengan Kapitalisme.............................4

2.4 Pemikiran Max Weber dalam Perspektif Islam).............................6

2.5 Mengenal Tokoh Max Webber………………………..............................8

BAB III : PENUTUP ........................................................................................12

3.1.Kesimpulan..................................................................................12

3.2 Saran...........................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................13


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyebutan etika atau dalam bahasa ekonomi membahasakannya sebagai etos, adalah
Max Weber yang menjadi pelopor pertama yang menganalisis studi relasi agama dan
ekonomi dalam karyanya yang berjudul Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme (Die
Protestantiche Ethik un der Giest Kapitalismus). Weber menolak pemahaman-pemahaman
sebelumnya yang menyebutkan bahwa agama hanya ritus semata, Weber menganggap
pemahaman tersebut hanya doktrin Gereja Roma yang ditanamkan kepada penganutnya
supaya penganut Agama Katolik tidak berpindah ke Agama Protestan. Weber pada kajiannya
meneliti Aliran Calvinisme.
Menurut Weber Calvinisme merupakan pengaruh utama munculnya aliran kapitalisme
modern. Aliran ini mencoba untuk menafsirkan ulang secara Sekuler dari dunia modern
sebagai sebuah hasil dari penafsiran kehidupan menurut Calvinisme. Aliran ini memberikan
gebrakan mengenai arti dari bekerja pada zaman sebelumnya, di mana Thomas Aquinas yang
menyebutkan bahwa bekerja itu hanya diperlukan untuk memelihara dan membiayai individu
dan komunitas semata. ketika hal tersebut sudah didapatkan maka perjuangan kedepannya
hanyalah sia-sia untuk dilakukan.

1.1 Identifikasi Masalah


1. Apa itu Teori Etika Protestan?
2. Bagaimana pengaruh pemikiran Max Weber berdasar The Protestans Ethnic
3. Bagaimana hubungan Etika Protestan dengan Kapitalisme
4. Bagaimana pemikiran Max Weber dalam perspektif Islam
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Teori Etika Protestan
2. Untuk mengetahui pengaruh pemikiran Max Weber berdasar The Protestans Ethnic
3. Untuk mengetahui hubungan Etika Protestan degan Kapitalisme
4. Untuk mengetahui pemikiran Max Weber dalam perspektif Islam
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika Protestan


Etika Protestan atau etika Kalvinis atau etik Puritan adalah sebuah konsep etika
kerja dalam teologi, sosiologi, ekonomi, yang menekankan bahwa kerja keras, disiplin,
dan hemat adalah hasil dari seseorang yang menerapkan nilai-nilai Protestanisme,
terkhusus Kalvinisme.

Istilah ini pertama kali dipakai oleh Max Weber dalam bukunya Etika Protestan


dan Semangat Kapitalisme (1905). Weber menyatakan bahwa etika dan nilai-nilai
Protestan, bersama-sama dengan doktrin Kalvinisme tentang predestinasi melahirkan
konsep kapitalisme, yaitu pemanfaatan kapital untuk diinvestasikan atau diakumulasikan,
alih-alih dipergunakan dengan sembrono/dihambur-hamburkan.  Sama halnya dengan
golongan rohaniawan yang dianggap memiliki panggilan dari Tuhan untuk pekerjaan
mereka, menurut etika kerja Protestan, pekerja kasar pun memiliki panggilan mulia
dalam pekerjaannya.

2.2 Pengaruh Pemikiran Max Weber Berdasar The Protestans Ethnic


Studi dan analisa Weber mengenai etika Protestan Calvinis serta pengaruhnya
dalam meningkatkan pertumbuhan kapitalisme menunjukkan pentingnya kepercayaan
agama (yang puritan) serta nilai dalam membentuk motivasi individu serta tindakan
ekonominya. Di sinilah sebenarnya tesis besar Weber, yakni ‘Relasi positif antara
pemikiran keagamaan puritan dan perkembangan kapitalisme’. Weber juga berjasa
menunjukkan tipe-tipe Protestanisme tertentu (yakni puritanisme) jelas bermanfaat
mendukung pengejaran rasional keuntungan ekonomi dan aktivitas duniawi (memupuk
kekayaan) yang telah diberikan arti rohani dan moral yang positif (yaitu ukuran-ukuran
sukses dunia sebagai jaminan seseorang masuk sorga). Menurut Weber ada banyak alasan
untuk mencari asal-usul kapitalisme modern di dalam gagasan-gagasan keagamaan yang
reformatoris. Secara khusus, dalam etika Protestan (atau lebih khusus dalam etika
calvinis) yang bermanfaat untuk memotivasi calvinis bekerja keras, menjadi sukses
dalam bisnis, dan menginvestasikan kembali keuntungan mereka dalam pengembangan
lebih lanjut daripada kesenangan yang sia-sia. Thesis inilah yang kemudian memang
dijalankan para calvinis dengan serius sehingga mereka menjadi semakin makmur. Jadi,
memang ada hubungan erat antara etika calvinisme dan kesuksesan dunia. Kesuksesan
dunia ini semakin dikejar dan digandakan sedemikian rupa setelah puritanisme
memberinya bingkai religius berupa ajaran ‘sukses duniawi menjadi penanda kodrat
sukses surgawi’. Juga, Weber telah memberikan corak tersendiri dengan verstehende
soziologienya, yang dalam perkembangan selanjutnya banyak dijadikan model dalam
analisaanalisa sosiologi oleh sosiolog-sosiolog modern. Sebagai salah satu pemikir utama
sosiologi, Weber mewariskan idealisme historisisme melalui pemikirannya sebagai
seorang sosiolog historis. Sudah kita ketahui bersama kalau Weber menawarkan model
analisis sistem simbol dengan pendekatan verstehen (pemahaman) yang memungkinkan
orang untuk bisa menghayati apa yang diyakini oleh pihak lain tanpa prasangka tertentu.
Dalam tradisi verstehen, jika obyeknya adalah sistem budaya, maka bisa dibedakan
antara tradisi agung (great tradition) dan tradisi rendah (litlle tradition).
Verstehen memungkinkan tindakan empatif seseorang. Melalui beberapa
karyanya, kita bisa mengetahui jika Weber adalah seorang ilmuwan sosial yang
antipositivisme metodologis. Itu ia tunjukkan dengan studi aksi sosial melalui penafsiran
(bukan murni empiris) untuk mencapai pemahaman dan kemudian empati dangan cara
mendasarkan pada pemahaman tujuan dan makna bahwa individu menjalankan tindakan
mereka sendiri. Weber tidak percaya pada monokausalitas (penyebab tunggal atas adanya
aksi tertentu) dan –karena itu- ia mengusulkan bahwa untuk hasil apapun bisa ada
beberapa penyebab. Menilik studi-studi dan karya-karya Weber selanjutnya yang
cenderung mengambil obyek agama, jelas jika The Protestan Ethic membentuk bagian
paling awal dalam penyelidikan Weber yang lebih luas ke dalam agama dunia.
Penelitianpenelitian selanjutnya mengenai agama-agama dunia seringkali –bahkan selalu-
menggunakan metode dan kerangka kerja The Protestant Ethic.
Sumbangan keilmuan semacam ini sangat mempengaruhi perkembangan ilmu-
ilmu yang mencakup studistudi Weber, seperti ilmu hukum, ilmu ekonomi, ilmu sejarah,
ilmu agama dan lain-lain.
2.3 Hubungan Etika Protestan dengan Kapitalisme
Adalah suatu hal yang alamiah apabila seseorang memiliki hasrat untuk
memperoleh kapital. Kapital tersebut nantinya dijadikan sebagai alat pemenuhan
kebutuhan sehari-hari. Kapitalisme tidaklah sesederhana itu. Kapitalis akan berusaha
mendapatkan modal sebanyak-banyaknya untuk dikembangkan lagi menjadi tambahan
kapital yang lain. Kapitalis mencari uang untuk mengembangkan uang itu sendiri, bukan
sekadar memenuhi kebutuhan pokok seharihari. Dalam hal ini, uang tidak lagi menjadi
sekadar alat pemenuhan kebutuhan, namun sebagai sebuah tujuan dalam mencapai
kesuksesan. Dalam arti, kapitalisme modern menuntut untuk membatasi konsumsi
supaya uang yang ada itu dapat diinvestasikan kembali dan untuk pertumbuhan modal.
Menuntut kesediaan untuk tunduk pada disiplin perencanaan yang sistematis untuk
tujuan-tujuan di masa mendatang, bekerja secara teratur dalam suatu pekerjaan dan
sebagainya. Di sini juga terdapat semangat untuk berkerja secara disiplin, jujur, dan kerja
keras untuk menghasilkan apa yang diinginkan.
Menurut Weber, keliru jika dikatakan bahwa kapitalisme bisa berkembang dengan
pesat dengan menyingkirkan nilai-nilai agama dan moralitas. Justru sebaliknya, agama
menjadi sumbu utama dalam menyulut api semangat kapitalisme. Keberhasilan
kapitalisme tak lain dipengaruhi oleh semangat dari nilai-nilai agama yang mendorong
seseorang untuk menjadi kapitalis.
Hal itu dijelaskan secara panjang lebar oleh Max Weber dalam karya masterpiece
-nya The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. 12 Dalam buku tersebut, dikatakan
bahwa titik tolak Weber dalam mengemukakan tesisnya adalah sebuah survey statistik
yang dilakukan pada 1900 oleh sosiolog Jerman Max Offenbacher, tentang ‚kondisi
ekonomi umat Katolik dan Protestan‛ di Grand Duchy of Baden yang dari segi agama
merupakan campuran (60 persen pemeluk Katolik). Offenbacher menemukan bahwa
warga negara Protestan Grand Duchy memiliki persentase aset modal yang sangat besar
dan menduduki jabatan-jabatan pimpinan, kualifikasi pendidikanga, posisi akademis, dan
pekerjaan-pekerjaan yang menuntut keterampilan.
Hal tersebut mendorong Weber untuk melakukan penelitian lebih mendalam lagi
tentang pengaruh semangat agama dalam kapitalisme. Untuk sampai pada penemuan atas
penelitiannya itu, semula yang menjadi pokok pikiran utama Weber adalah latar belakang
lahirnya kapitalisme dan bagaimana ia bisa bertahan secara terus menerus. Dalam hal ini
logika Weber ada tiga: pertama , bila kapitalisme merupakan hasil tindakan manusia
maka tentulah ada tindakan khusus yang dilakukan oleh kelas tertentu. Siapakah pendiri
kapitalis? Jawaban Weber adalah tipe baru kewirausahaan dan tenaga kerja.
Yang membedakan kedua tipe tersebut dengan yang lainnya adalah adanya etos
atau mental khusus, ‚semangat kapitalis‛. Inilah tahapan kedua Weber. Campuran unik
antara motivasi dan nilai ini mencakup keuntungan dalam arti menghasilkan pendapatan
dan khususnya mencari uang sebagai tujuan utama, dan tidak lagi disubordinasikan pada
pemenuhan kebutuhan lain. Apa yang semula dijadikan alat untuk memenuhi tujuan,
menjadi tujuan itu sendiri.
Ketiga, bila semangat kapitalis itu merupakan syarat kelahiran kapitalis dari mana
datangnya semangat itu.di sini lah sumbangan pemikiran asli weber, yakni semangat
kapitalisme yang banyak ditemukan dalam etika protestan khususnya Calivinis.
Weber melihat adanya keterkaitan antara penganut kehidupan Calvinis yang
diberi pedoman oleh agama mereka dan jenis prilaku dan sikap yang diperlukan bagi
kapitalisme agar bekerja secara efektif. Calvinis mendorong memusatkan diri pada
pekerjaan duniawi dan pada saat yang sama juga mewujudkan kehidupan asketik:
sederhana, rajin beribadah, dan hidup hemat. Calvinis meyakini bahwa mereka tidak akan
diberi ganjaran oleh tuhan kecuali mereka sukses dalam kehidupan. Bekerja tekun bukan
alat untuk keselamatan tetapi merupakan tanda lahiriah bahwa ia telah dirahmati oleh
Tuhan.
Konsep semangat kapitalisme yang digunakan, dimengerti dalam pengertian
khusus yakni sebagai semangat kapitalisme modern. Oleh karena itu berkaitan dengan
kapitalisme modern Eropa Barat dan Amerika. Kapitalisme menurut Weber memang ada
di Negara-negara non-Eropa dan Amerika seperti di Cina, India dan Babilon serta di
dunia maju abad-abad pertengahan, akan tetapi dalam wilayah-wilayah itu etos kerja
khusus semacam Protestan berkurang di mana kerja harus ditunjukkan, seolah-olah kerja
merupakan suatu tujuan yang pasti dalam kerja itu sendiri, semacam panggilan. Sistem
kapitalis begitu membutuhkan kepatuhan terhadap suatu panggilan untuk mencari uang.
Oleh karenanya, konsepsi bahwa mencari uang sebagai tujuan di dalamnya yang
mengikat manusia sebagai suatu panggilan menjadi berlawanan dengan perasaan etis
pada keseluruhan periode sejarah.

2.4 Pemikiran Max Weber dalam Perspektif Islam


Kingsley Davis menyatakan bahwa perubahan sosial adalah perubahanperubahan
yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya timbul pengorganisasian
buruh dalam masyarakat kapitalisme telah menyebabkan perubahan-perubahan dalam
hubungan antara buruh dengan majikan dan seterusnya. Gillin menyatakan bahwa
perubahanperubahan sosial adalah suatu variasi dari cara hidup yang telah diterima, baik
karena perubahan-perubahan kondisi georafis, kebudayaan, material, komposisi
penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuanpenemuan baru
dalam masyarakat.
Soekanto (2000) memerinci faktor internal yang mendorong perubahan sosial ke
dalam beberapa hal seperti sistem pendidikan, toleransi atas penyimpangan perilaku,
keterbukaan kelas-kelas sosial, kemajemukan masyarakat, ketidakpuasan masyarakat,
orientasi masa depan dan nilai sosial untuk berubah ke arah lebih baik (Soerjono
Soekanto, 2000: 361-365). Lebih lanjut Soekanto menjelaskan bahwa perubahan sosial
lazimnya dilakukan melalui saluran-saluran perubahan sosial (channel of change).
Saluran tersebut berfungsi agar suatu perubahan dikenal, diterima, diketahui, serta
digunakan oleh masyarakat yang dalam bahasa sosiologi proses ini disebut sebagai
institutialization. Salah satu perubahan yang dimaksud di atas yakni lembaga agama
(Soerjono Soekanto, 2000: 369-370). Artinya dalam konteks perubahan sosial, institusi
agama merupakan salah satu saluran sekaligus agen perubahan sosial.
Max Weber mengamati aliran Calvinisme yang menekankan pada tradisi
penyelamatan bahwa segala kehidupan di dunia merupakan pengabdian terhadap Tuhan.
Kaum Calvinis mengajarkan kepada pengikutnya untuk gigih dalam menggapai kejayaan
hidup di dunia. Dan hal itu hanya akan bisa diwujudkan dengan spirit dan etos kerja
keras. Gerakan etik keagamaan rasional ini mengajarkan bahwa kesuksesan hidup di
dunia merupakan tolok ukur bahwa ia sebagai manusia terpilih. Menurut Calvinis kerja
keras adalah panggilan hidup yang bernilai ibadah (Muhtadi Ridwan, 2012: 55).
Dalam penelitiannya sebagian dari nilai keberagamaan Protestan memiliki aspek
rasionalitas ekonomi yang nilai-nilainya dirujukkan pada spirit keagamaan. Semangat
membangun kemandirian ekonomi secara individual dari doktrin-doktrin tersebut telah
ikut membangun peradaban kapitalisme awal secara massif, padahal semangat etik ini
bukan sebuah gerakan sistemik dan terorganisir yang memunculkan Protestanisme dan
Calvinisme dengan doktrinnya yang menekankan sikap puritan dan asketis
memungkinkan terrjadinya perubahan struktur ekonomi yang mendasar (Muhtadi
Ridwan, 2012: 54-55). Perubahan pada sistem dan sikap keberagamaan itu menurut
Weber telah menyebabkan banyak orang bisa keluar dari lilitan kemiskinan. Doktrin
Protestanisme dan Calvinisme itu bertitik tolak dari prinsip yang menempatkan manusia
sebagai “petugas” Tuhan yang harus mengelola harta benda Tuhan di dunia ini seefisien
dan seefektif mungkin dan karena itu manusia harus bekerja keras, disiplin, dan hemat
atau tidak boros.
Weber juga mengemukakan bahwa perilaku ekonomi berupa etos kerja,
kedisiplinan, dan tidak konsumtif, merupakan faktor determinan dalam pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi. Perilaku ekonomi yang positif akan mendorong terbukanya
kesempatan kerja dan penataan ekonomi yang lebih baik. Kalangan pengusaha progressif
merupakan perintis keberdayaan ekonomi masyarakat. Dalam konteks masyarakat
Muslim, penelitian Clifford Geertz yang diterjemahkan dalam Penjaja dan Raja:
Perubahan Sosial dan Modernisasi Ekonomi di Dua Kota di Indonesia (1977) bisa
dijadikan satu rujukan lainnya. Dalam salah satu riset di Kediri Jawa Timur pada sekitar
1960an, Geertz menemukan banyak pengusaha di kota kecil tersebut yang berafiliasi
pada organisasi Islam Modernis. Mereka adalah kaum santri yang sangat taat
menjalankan ibadah. Istilah santri memang lazim digunakan oleh kalangan muslim yang
memiliki keberagamaan lebih dalam. Santri biasanya dilekatkan pada anak didik atau
lulusan pesantren yang memiliki wawasan Islam di atas orang kebanyakan. Kacamata
Geertz santri menjadi salah satu kategori sosial yang secara antropologis berbeda dengan
kategori abangan dan priyayi. Disamping itu, dalam bekerja mereka memiliki tingkat
kedisiplinan yang tinggi, senantiasa bekerja keras, hemat atau jauh dari perilaku
konsumtif.
2.5 Mengenal Tokoh Max Webber

Nama lengkap Max Weber adalah Karl Emil Maximillian Weber. Secara bebas kempat
kata pembentuk nama Weber itu dapat dipahami demikian: Karl (Jerman, Charles dalam
bahasa Inggris, berarti lelaki yang bebas) Emil (dari tradisi Inggris berarti rajin bekerja
dan diberkati). Maximillian (berarti ‘yang terhebat, terkuat, terbesar’) Weber (Jerman,
berarti penenun). Weber lahir di Erfrut, Jerman pada Kamis, 21 April 1864, dari keluarga
kelas menengah. Kedua orang tuanya memiliki latar belakang dan kecenderungan berbeda,
dan itu membentuk karakter pemikiran Weber. Pada usia lima tahun, Weber dan
keluarganya pindah dan menetap di Berlin, Jerman. Weber tinggal bersama ayah dan
ibunya. Ayah Weber, Max Weber Sr., adalah seorang hakim di Erfurt. Ia seorang politikus
liberal yang kaya, pegawai sipil, dan seorang birokrat yang menduduki posisi politik. yang
relatif penting dan menjadi bagian dari kekuasaan politik yang mapan. Hal itu bisa
diketahui ketika keluarga mereka pindah ke Berlin, ayahnya menjadi penasehat di
pemerintahan kota hingga kemudian menjadi anggota Prussian House of Deputies dan
German Reichstag. Ayah Weber cenderung senang dengan kompromi politik dan
kesenangan borjuis. Weber Sr. adalah sosok ayah yang sangat mudah menggunakan
tangan besi dalam rumah tangganya yang sering sekali melakukan kekerasan kepada
istrinya Ibu Weber, adalah seorang Calvinis yang sangat saleh. Ia bernama Helene
Eallenstein Weber.

Perempuan yang sangat saleh ini, sangat berbeda dengan ayah Weber. Helene berupaya
menjalani kehidupan prihatin (ascetic) tanpa kesenangan yang merupakan kebalikan selera
dan gaya hidup suaminya. Perhatiannya kebanyakan tertuju pada aspek kehidupan akhirat;
ia terganggu oleh kenyataan ketidaksempurnaan dirinya yang dianggapnya menjadi
pertanda bahwa ia tak ditakdirkan akan mendapat keselamatan di akhirat. Sebuah tafsir
dan implementasi pengajaran predestinasi Calvinisme yang lugas dari seorang awam
semacam Helene dan kebanyakan awam lainnya. Perbedaan yang ekstrem di antara ayah
dan ibunya yang demikian turut membentuk kepribadian dan pandangan hidup Weber
kecil hingga kelak terekspresikan dalam pemikiran-pemikiran, ide-ide, ajaran-ajaran, dan
teori-teori yang dihasilkannya.
Belakangan bahkan Weber terpaksa harus mengusir ayahnya karena menurutnya ia sudah
terlampau keras kepada ibunya. Di usia sekecil itu, pada awalnya, jelas, perbedaan itu
menyebabkan Weber bingung dan kehilangan identitas. Sebab, Weber kecil terpaksa larut
dalam jebakan pilihan yang sulit: menentukan ayah atau ibunya yang menjadi anutan dan
panutan hidupnya! Lebih parah lagi, ternyata, kemudian perbedaan mendalam antara
Weber Sr dan Helene menimbulkan ketegangan pernikahan dan keluarga mereka. Konflik
demi konflik tak terhindarkan. Kekompakan dan kedamaian tak Nampak lagi. Situasi itu
sangat berdampak besar terhadap Weber. Weber semakin jatuh larut ke jurang kesulitan,
karena itu Weber juga bingung menentukan pilihan hidupnya. Namun, Weber kecil adalah
anak yang cerdas, ia berkesimpulan bahwa karena tak mungkin menyamakan diri terhadap
pembawaan dan perilaku orang tuanya yang bertolak belakang itu, ia lalu menempuh jalan
kompromis.

Awalnya dengan cerdik ia memilih orientasi hidup yang mengacu ayahnya (untuk
menghilangkan sifat pemalu dan introvetnya hingga menjadi mahasiswa yang aktif dan
cerdas), baru kemudian mendekati orientasi hidup ibunya (setelah masa 8 tahun
kehidupanannya ditopang ayahnya, keadaan yang kemudian ternyata tidak disukainya.
Ketika beralih menganut karakter ibunya, ia menjadi mahasiswa yang mandiri, hidup
prihatin, sangat disiplin, ketat dalam memanfaatkan waktu, bahkan bekerja begitu
kerasnya). Meski demikian, apapun pilihan Weber itu, ketegangan yang dihasilkan oleh
kebutuhan memilih antara pola yang berlawanan itu berpengaruh negatif terhadap
kejiwaan Weber. Dalam karya-karyanya, terdapat ketegangan antara pikiran birokratis
(yang mewakili sang ayah), dengan religiosistas (yang mewakili ibunya). Ketegangan
yang tak henti itu menjadi alam bawah sadarnya yang kemudian masuk ke dalam
kehidupan pribadinya dan dalam karya Weber.

Weber kecil adalah kanak-kanak yang pemalu. Ia sakit-sakitan sekaligus sangat jenius.
Bahkan ketika ia masuk universitas pun masih tergolong terbelakang dan pemalu dalam
bergaul. Weber mulai menampakkan kegeniusannya saat remaja, saat ia mulai membaca
dan menulis sesuatu secara ilmiah. Weber remaja adalah Weber yang berpengetahuan dan
berwawasan luas karena kemampuan dan kemauannya memahami pengalaman hidup
ilmuwan-ilmuwan besar seperti Goethe, Spinoza, Kant, Schopenhauer, dan lain-lain.
Puncaknya adalah ketika pada usia 13 tahun, tepatnya pada saat Perayaan Krismas tahun
1876. Dalam tradisi Jerman, di Perayaan Krismas, orang-orang tua selalu menghadiahkan
Adventskalender (kalender masa Adven, yaitu masa penantian selama empat minggu
untuk menyambut Natal Tuhan Yesus Kristus, pen). Adventskalender adalah kotak
semacam kotak catur yang berhiaskan penanggalan selama empat minggu Adven dengan
berbagai permen atau gula-gula (kadang juga mainan kecil) di setiap tanggalnya.
Sementara, sejak abad XVI timbul tradisi Pohon Natal (Tannenbaum) dengan kegiatan
ikutan, seperti: cuti keluarga, kumpul keluarga, dan pemberian hadiah. Pada Perayaan
Krismas tahun 1876 itu, Weber menghadiahi orang tuanya dua essai sejarah yang bertajuk
“About the course of German history, with special references tp the positions of emperor
and the pope” dan “About the Roman imperial period from Constantine to the migration
of nations”!

Pada 1881, di usia delapan belas tahun, Weber meninggalkan rumah dan mendaftarkan
diri ke Universitas Heidelberg sebagai mahasiswa hukum. Namun, meskipun ia
mahasiswa hukum, Weber juga meghadiri kuliah ekonomi, belajar Sejarah Abad
Pertengahan dan Teologi. Studi formalnya harus disela wajib militer yang dijalaninya
selama setahun saat Perang dunia Pertama. Dia menjadi direktur Rumah Sakit tentara di
Heidelberg dan pada tahun 1915-1916 Weber duduk di lembaga yang berusaha
mempertahankan supremasi Jerman di Belgia dan Polandia setelah perang. Pada masa
wajib militer inilah Weber berkesempatan menjalin hubungan yang erat dengan paman
dan bibinya di Strassbourg yang kehidupannya sangat berbeda dibanding kehidupan
keluarga Weber sendiri. Bibi Weber (adik dari Helene) juga seorang Calvinis seperti ibu
Weber. Namun, pamannya sangat meghargai pilihan bibinya, berbeda dengan ayah Weber
yang sering melakukan kekerasan. Sejak itu, Weber lebih banyak mengacu ibunya
daripada ayahnya.Setelah wajib militer, dia meneruskan studinya di Berlin dan tinggal
bersama kedua orang tuanya. Tahun 1884 ia kembali kuliah di Universitas Berlin.
Setelah lulus, ia menjadi pengacara dan pengajar (dosen) di universitas. Tahun
1889, Weber menyelesaikan disertasinya kemudian dia mengajar di Universitas
Berlin sekaligus tetap menjalani pekerjaannya sebagai pengacara. Sekarang minat
Weber praktis berubah ke sosiologi dan ekonomi. Weber lalu mengalami fase gila
kerja hingga mengantarkannya menjadi professor ekonomi di Universitas Herlburg
(1896, di usia 30 tahun). Weber juga pernah menjadi dosen di Universitas Freiburg
dan pindah ke Universitas Heidelberg sebagai professor ekonomi.Weber menikahi
Marianne Schnitzer pada tahun 1893. Kehidupan pernikahan mereka tidak mudah
untuk dilacak sekadar untuk mengetahui apakah lebih harmonis dibanding
pernikahan orang tuanya atau tidak. Ayahnya semakin kasar terhadap ibunya
sehingga dianggap Weber telah melampaui kewajaran. Maka, seperti kita ketahui
sebelumnya, Weber mengusir ayahnya itu. Kurang lebih satu bulan setelah diusir
Weber, pada 1897 itu ayahnya meninggal, Hampir selama sepuluh tahun sejak 1899
weber harus dirawat dirumah sakit (karena pengalamannya yang sering tak bisa
tidur atau bekerja, dan enam atau tujuh tahun berikutnya dilaluinya dalam keadaan
mendekati kehancuran total).

Kekuatan dan kesehatan Weber baru mulai pulih pada 1903, tapi baru pada 1904,
ketika ia memberikan kuliah pertamanya (di Amerika) yang kemudian berlangsung
selama 6,5 tahun Weber benar-benar mampu kembali aktif dalam kehidupan
akademis. Pada 1904 dan 1905 ia menerbitkan salah satu karya terbaiknya yaitu The
Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Menjelang kematiannya ia menulis
karya yang –juga sangat penting- meski sesungguhnya karya ini belum selesai,
Economy and Society. Karya ini diterbitkan, dan telah diterjemahkan ke dalam
beberapa bahasa. Ia membantu mendirikan German Sociological Society (1910).
terasa jelas ada ketegangan dalam kehidupan dan dalam karyanya, antara pemikiran
birokratis seperti yang dicerminkan oleh ayahnya dan rasa keagamaan ibunya.
Ketegangan yang tak terselesaikan ini merasuk ke karya Weber maupun kehidupan
pribadinya. Pada tahun 1918 ia dinyatakan sembuh dan dapat mengajar di
Universitas Wina. Max Weber meninggal dunia pada tanggal 14 Juni 1920 karena
menderita pneumonia.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Harus diakui, tesis Weber telah berhasil memberikan pemahaman bahwa agama
mempunyai kontribusi penting dalam kapitalisme. Agama dalam hal ini etika Protestan
menciptakan prakondisi yangg memungkinkan terhadinya pengembangan kapitalisme.
Menurut Weber, kapitalisme tidak melulu karena sumbangsi pengusaha dan pemodal,
namun juga ada peran serta agama di dalamnya yang memungkinkan seseorang bekerja
keras, tekun, jujur, disiplin sehingga memungkinkan terkumpulnya kapital sebanyak-
banyaknya.

Dalam etika protestan, bekerja dan berusaha merupakan panggilan agama.


Kesuksesan di dunia dikatakan sebagai representasi dari kebahagiaan hidup di akhirat.
Karenanya, penganut Protestan Calvinis ini berusaha semaksimal mungkin untuk bisa
bekerja sekuat tenaga dengan keras demi mencapai kesuksesan di dunia sehingga juga
bisa sukses nantinya di kehidupan akhirat. Hanya saja, hanya fokus kepada agama
Protestan Calvinis dan tidak mengakui bahwa agama lain mempunyai pengaruh juga
dalam perilaku ekonomi. Padahal, dalam Islam misalnya, juga ada dorongan yang kuat
untuk membangun etos kerja yang tinggi.
Dalam Islam, bekerja adalah ibadah, bagian tak terpisahkan dari tugas dan
tanggung jawab seorang hamba Allah. Inilah yang tidak mendapatkan perhatian yang
memadai dari Max Weber.

3.2 Saran
Kami sebagai penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan baik dalam
penulisan atau penyampaian dalam makalah yang telah kami susun bersama. Oleh karena
itu, untuk memperbaiki kesalahan dalam penyusunan makalah, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi terciptanya makalah yang lebih
baik. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Rahayu,Teguh Imam. 2014. “Teori Pembangunan Dunia Ke-3”.

Melalui https://media.neliti.com/media/publications/218025-none.pdf (diakses pada


tanggal 20 April 2021).

Setiawan, Ferry. 2019. “Pengaruh Teori Pembangunan Dunia Ke-3 Dalam Teori Modernisasi
Terhadap Administrasi Pembangunan di Indonesia”. Dalam Jurnal Ilmu Sosial, Politik,
dan Pemerintahan, Vol 8.

Indra. 2018. “Paradigma Utama Teori Pembangunan”.

Melalui http://digilib.uinsgd.ac.id/10890/4/4_bab1.pdf (diakses pada tanggal 20 April


2021).

Anda mungkin juga menyukai