Anda di halaman 1dari 8

Sejarah dan Teori Masuknya Hindu Budha ke Indonesia

Candi Borobudur merupakan salah satu candi Budha di Indonesia. Foto: Https://pixabay.com/

Teori masuknya Hindu Budha ke Indonesia sangatlah penting untuk diketahui karena merupakan
bagian sejarah dan identitas dari bangsa Indonesia yang tak terpisahkan. Berikut ini ulasan mengenai
teori masuknya Hindu Budha ke Indonesia yang perlu untuk diketahui.

Teori Masuknya Hindu Budha di Indonesia


Dalam buku Memahami Sejarah Untuk SMA dan MA, Taruna Sena M (2009), terdapat hipotesis
tentang teori masuknya Hindu-Buddha di Indonesia.

Hipotesis tersebut dibagi ke dalam dua kelompok besar yaitu teori kolonisasi dan teori arus balik.

1. Teori Kolonisasi
Teori Kolonisasi menjelaskan proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu -
Buddha di Indonesia dengan menekankan pada peran aktif dari orang-orang India dalam menyebarkan
pengaruhnya di Indonesia, sementara orang Indonesia pasif dan hanya menjadi obyek penerima
pengaruh kebudayaan India.

Beberapa hipotesis dalam Teori Kolonisasi, antara lain:

a./ Hipotesis Waisya, dimana hubungan antara India dan Indonesia karena adanya hubungan
perdagangan, sehingga orang-orang India yang datang ke Indonesia sebagian besar adalah para
pedagang (kasta Waisya).

Teori ini memiliki argumen yang lemah karena peninggalan Hindu-Budha di Indonesia banyak
menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa yang tidak dimengerti oleh kasta Waisya.

b./ Hipotesis Ksatria, yang menyebutkan bahwa masuknya Hindu-Budha di Indonesia dibawakan oleh
para kasta ksatria. Hipotesis ini cukup kuat karena semangat bertualang para kasta ksatria sangat sesuai
saat menyebarkan pengaruh ajaran Hindu-Budha, namun kasta ksatria juga tidak mengerti aksara
Pallawa dan bahasa Sansekerta.
c./ Hipotesis Brahmana, menyebutkan bahwa tradisi India yang menyebar ke Indonesia dibawa oleh
golongan Brahmana. Namun sayangnya, dalam ajaran agama Hindu, para brahmana tidak
diperbolehkan menyeberang lautan, sehingga tidak mungkin sampai ke Indonesia.

2. Teori Arus Balik


Menurut teori ini, yang pertama kali datang ke Indonesia adalah mereka yang memiliki semangat untuk
menyebarkan Hindu-Buddha, yaitu para intelektual yang ikut dalam kapal dagang.

Setelah tiba di Indonesia, mereka menyebarkan ajarannya, sehingga ada tokoh masyarakat yang tertarik
untuk mengikuti ajarannya tersebut.

Pada perkembangan selanjutnya banyak orang Indonesia sendiri yang pergi ke India untuk berkunjung
dan belajar agama Hindu-Buddha di India.
Sekembalinya di Indonesia, merekalah yang mengajarkannya kepada masyarakat Indonesia yang lain.
Bukti dari teori arus balik tersebut adalah adanya prasasti Nalanda yang menyebutkan bahwa
Balaputradewa (raja Sriwijaya) telah meminta kepada raja di India untuk membangun wihara di
Nalanda sebagai tempat untuk menimba ilmu para tokoh dari Sriwijaya.
5 Perkembangan Sejarah Kerajaan Hindu Budha di Indonesia

Salah satu kerajaan Hindu Budha di Indonesia yang pertama kali berdiri adalah kerajaan Kutai.
Kerajaan ini menjadi salah satu pelopor atau cikal bakal perkembangan sejarah kerajaan Hindu Budha
di Indonesia. Kerajaan Hindu Budha terakhir yang berdiri di wilayah Nusantara adalah Kerajaan
Majapahit. Simak penjelasan selengkapnya di sini. 

1. Kerajaan Kutai 

Kerajaan Kutai berlokasi di Kalimantan Timur sekitar aliran Sungai Mahakam. Kerajaan ini menjadi
kerajaan Hindu tertua di Indonesia yang berdiri pada abad ke 4. 

Dalam beberapa sumber sejarah yang berhasil ditemukan, Kerajaan Kutai sempat dipimpin oleh 5 raja.
Hingga saat ini tidak diketahui pasti siapa pendiri dari Kerajaan Kutai namun satu nama yang diyakini
adalah Kudungga. 

Raja pertama yaitu Maharaja Kudungga diyakini sebagai pendiri kerajaan Kutai. Setelah
pemerintahannya, takhta pemimpin Kerajaan Kutai jatuh kepada Maharaja Asmawarman. 

Nama Asmawarman sangat kental dengan unsur agama Hindu yang berasal dari wilayah India Selatan.
Setelah dipimpin oleh Asmawarman, pemerintahan Kerajaan Kutai jatuh pada Mulawarman. 

Peninggalan sejarah berupa 7 prasasti ini menjadi satu bukti kemegahan sejarah kerajaan hindu budha
di Indonesia. Disana tertulis bahwa Raja Purnawarman telah menymbangkan 1000 ekor sapi sebagai
persembahan upacara. 

Jumlah ini bukanlah jumlah yang sedikit sehingga para ahli berpendapat bahwa saat itu rakyat Kutai
hidup dengan makmur dan sejahtera.

2. Kerajaan Sriwijaya 

Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan Budha terbesar yang berada di wilayah Sumatera.
Menurut para ahli, letak ibu kota Kerajaan Sriwijaya berada di Palembang. Kerajaan ini diperkirakan
berdiri pada abad ke 7. 

Kerajaan ini menjadi pusat perdagangan dan memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas serta
didukung dengan kekuatan maritimnya yang handal. 

Beberapa raja yang sempat berkuasa diantaranya adalah Dapunta Hyang (683 M) dan Indrawarman
(702 M). Puncak kejayaannya terjadi saat Balaputradewa dari dinasti Syailendra naik tahta pada tahun
860 M. Saat pemerintahan Balaputradewa, Kerajaan Sriwijaya banyak dikunjungi oleh para pendatang
yang hendak belajar agama Budha. 

Peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya sebagian besar adalah berupa prasasti seperti Prasasti Kedukan
Bukit, Prasasti Talang Tuo, Prasasti  Karang Birahi, dan masih banyak lagi.

Seluruh prasasti ini memuat kabar dan berita terkait dengan kejadian yang pernah ada saat Kerajaan
Sriwijaya berkuasa. 

3. Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan yang menjadi bagian sejarah kerajaan hindu budha di Indonesia selanjutnya adalah Kerajaan
Tarumanegara. Kerajaan ini didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman (358-382 M). 
Kerajaan ini belokasi di tepi Sungai Citarum yang saat ini telah masuk dalam wilayah Kabupaten
Lebak Banten. 

Masa Kejayaan Kerajaan Tarumanegara terjadi saat masa pemerintahan Purnawarman (395-434 M).
Kejayaan Tarumanegara pada masa pemerintahannya terlihat dari sebuah prasasti yang di dalamnya
memuat berita didirikannya pelabuhan sebagai pusat perekonomian serta keberhasilan Kerajaan
Tarumanegara menaklukkan beberapa kerajaan kecil di wilayah Jawa Barat.

Daftar raja yang pernah memimpin Kerajaan Tarumanegara adalah Wisnuwardhana (434-455 M),
Indrawarman (455-515 M), Candrawarman (515-535 M), dan masih banyak lagi hingga raja terakhir
yang bekuasa adalah Linggawarman (666-669 M). Peninggalan kerajaan ini diantaranya adalah Prasasti
Citereum, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Pasir Awi, dan lain sebagainya.

4. Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan yang masuk menjadi bagian sejarah kerajaan Hindu Budha di Indonesia adalah kerajaan
Mataram Kuno. Kerajaan ini eksis memimpin pada abad ke 8 hingga 10 masehi. 

Dikabarkan bahwa kerajaan ini merupakan kerajaan yang berdiri sebagai penerus Kerajaan Kalingga.
Pusat pemerintahannya sempat terbagi menjadi dua yaitu saat periode Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Saat berada di Jawa Tengah tepatnya di Bhumi Mataram, kerajaan ini dipimpin oleh Wangsa Sanjaya
dan Wangsa Sailendra pada tahun 732 hingga 929 Masehi. Setelah itu pada pemerintahan Wangsa
Istana, pemerintahannya berpindah ke Jawa Timur yaitu pada tahun 929 hingga 1016 Masehi. 
Pepindahan ini dipengaruhi faktor politik dan juga bencana alam.

Masa Kejayaan Kerajaan Mataram Kuno terjadi pada masa pemerintahan Raja Balitung (898-910 M).
Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Mataram Kuno berhasil memperluas kekuasaan hingga masuk
ke wilayah Malang Jawa Timur. Bukti peninggalan kerajaan ini diantaranya adalah Prasasti Kedu,
Prasasti Kalasan, Candi Borobudur, dan masih banyak lagi. 

5. Kerajaan Majapahit

Kerajaan Majapahit adalah kerajaan terakhir yang menjadi saksi sejarah kerajaan Hindu Budha di
Indonesia. Kerajaan Majapahit berdiri pada abad ke 13 dan didirikan oleh Raden Wijaya (1293-1309
M). 

Pusat pemerintahannya sempat berpindah beberapa kali di sekitaran Wilayah Jawa Timur. Beberapa
raja yang sempat berkuasa adalah Sri Jayanegara (1309-1328 M), Hayam Wuruk (1350-1389), dan
masih banyak lagi.

Periode keemasan Kerajaan Majapahit terjadi pada masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389 M)
karena beliau dengan patihnya yang bernama Gajahmada bertekad untuk menyatukan seluruh
nusantara. Peninggalan Kerajaan Majapahit di antaranya adalah Candi Cetho, Candi Sumberjati, Candi
Jabung, dan masih banyak lagi.
Contoh Akulturasi Budaya di Indonesia

Akulturasi merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin yaitu “acculturate”. Ini berarti tumbuh serta
berkembang bersama-sama. Pada dasarnya pengertian akulturasi merupakan perpaduan budaya yang
berlanjut hingga menghasilkan budaya baru. Tentunya dengan tidak menghilangkan unsur asli budaya
itu. Contohnya seperti proses percampuran kedua budaya bahkan bisa lebih yang bertemu dalam waktu
yang cukup lama yang menyebabkan saling memengaruhi satu dengan yang lainnya.

Menurut Koentjaraningrat, akulturasi sendiri merupakan proses sosial. Dimana kelompok sosial yang
memiliki kebudayaan tertentu bertemu dengan kebudayaan asing yang tentunya berbeda. Syarat yang
membuat terjadinya proses akulturasi yaitu adanya persenyawaan atau affinity. Ini berarti adanya
penerimaan kebudayaan dengan tidak disertai rasa terkejut. Yang kemudian menimbulkan keseragaman
atau homogenity menjadi sebuah nilai baru. Yang kemudian tercerna dikarenakan kesamaan tingkat
serta corak budayanya.  (baca juga: Macam-macam Kelompok Sosial)

Akulturasi dapat terjadi dengan melalui kontak budaya dalam bentuk yang bermacam-macam,
diantaranya sebagai berikut.

1. Kontak sosial yang terjadi pada seluruh lapisan masyarakat, atau sebagian masyarakat, bahkan
diantara individu atau dua masyarakat.
2. Kontak budaya yang berada didalam situasi bersahabat maupunu bermusuhan.
3. Kontak budaya yang terjadi diantara kelompok penguasa dengan yang dikuasai. Yang
mkencakup mulai dari seluruh unsur budaya, entah dalam ekonomi maupun bahasa. Bahkan dalam hal
teknologi, kemasyarakatan, agama, seni hingga dengan ilmu pengetahuan.
4. Kontak budaya diantara masyarakat dengan jumlah warga yang banyak maupun sedikit.
5. Kontak budaya yang baik diantara sistem budaya, atau sistem sosial, bahkan hingga unsur
budaya fisik.

Contoh-contoh akulturasi, ternyata akulturasi seringkali terjadi di banyak hal, berikut contoh-contoh
akulturai yang terjadi di Indonesia:

1. Seni Bangunan
Seni bangunan sebagai salah satu contoh akulurasi terlihat dari bangunan candi. Ini sebagai wujud
akulturasi antara budaya asli Indonesia dengan budaya Hindu-Budha. Candi sendiri adalah bentuk
perwujudan akulturasi yang terjadi diantara Indonesia dengan India. Candi yang termasuk hasil
bangunan pada zaman megalitikum yaitu bangunan punden berundak. Bagian ini mendapat pengaruh
langsung dari budaya Hindu Budha. Contoh lainnya seperti yang bisa kalian lihat pada candi
Borobudur. Di candi ini memiliki berbagai macam barang yang dikubur yang sering disebut dengan
bekal kubur. Ini yang membuat candi tidak hanya berfungsi sebagai makam saja tetapi juga sebagai
rumah dewa. Sedangkan pada candi Budha, malah dijadikan tempat pemujaan dewa, sehingga tidak
akan kalian temukan peti pripih maupun abu jenazah yang ditanam di sekitar candi atau didalam
bangunan stupa.

2. Seni Tarian
Selanjutnya adalah seni tarian, salah satunya adalah Tari Betawi. Orang Betawi tersebar dan tinggal di
berbagai daerah di Jakarta. Mulai tinggal di pesisir, tengah kota bahkan ada yang bertempat tinggal di
pinggir kota. Perbedaan tempat tinggal inilah yang membuat perbedaan kebiasaan serta karakter yang
menyebabkan dampak negatif penyimpangan sosial. Tidak hanya itu saja, interaksi dengan suku lain
juga mempengaruhi ciri khas bagi orang Betawi. Tidak heran jika tari yang diciptakan menjadi
berbeda. Yang paling terasa adalah contoh akulturasi budaya seni tari dianatar orang Betawi dengan
negara Cina dimana mereka berhasil menciptakan tari cokek, lenong, serta gambang kromong.

3. Seni Berpakaian
Selain seni tari, akulturasi juga bisa terjadi pada seni berpakaian. Seperti Adat Betawi, orang Betawi
biasanya mengenakan beberapa jenis pakaian. Tapi yang paling sering dipakai yaitu pakaian adat
dengan tutup kepala atau destar. Serta baju jas yang menutup leher dengan bawahannya berupa celana
panjang. Untuk melengkapi pakaiannya, pria Betawi akan memakai selembar kain batik yang
dilingkarkan pada pinggang. Tidak ketinggalan disematkan sebilah belati pada bagian depan perut.

Berbeda dengan para wanita yang menggunakan kebaya, selendang panjang serta dilengkapi dengan
penutup kepala dan juga kain batik. Untuk pakaian pengantin, akan lebih terlihat hasil akulturasinya.
Mengingat berbagai kelompok etnislah yang membentuk adat masyarakat Betawi. Pakaian untuk
penganti pria biasanya terdiri dari sorban, lalu ada jubah panjang serta celana panjang. Baju ini banyak
dipengaruhi dengan budaya Arab. Berbeda dengan pakaian pengantin wanita yang memakai syangko
atau penutup muka. Dengan baju model encim serta rok panjang, ini akan terlihat akulturasi dengan
kebudayaan Cina. Yang lebih unik lagi adalah terompah atau alas kaki untuk pengantin pria dan wanita
yang dipengaruhi kebudayaan Arab.

4. Adat Kebiasaan
Tidak hanya itu, adat kebiasaan juga ada yeng terkena contoh akulturasi budaya. Seperti halnya
membagi rezeki pada saat hari raya. Ini merupakan hasil dari proses akulturasi dengan budaya
Tionghoa serta Islam. Memberikan dengan ketulusan hati adalah bagian terpenting saat menjalankan
kewajiban menjadi manusia. Bahkan lebih indah lagi kalau segala kebajikan yang kalian lakukan di
hari raya. Menjalankan tradisi ini menjadi bagian dari melakukan kebajikan. Tradisi ini bahkan
diwariskan leluhur serta terus berlangsung karena memilikig nilai-nilai moral bertujuan baik. Salah satu
yang menjadi tradisi pada saat Lebaran yaitu berbagi rezeki.

5. Makam
Makam juga menjadi salah satu contoh dari proses akulturasi. Terlebih lagi bagi para raja yang
memiliki bentu seperti istana bahkan disamakan dengan orangnya. Serta dilengkapi dengan keluarga,
pembesar, bahkan pengiring terdekat. Budaya asli Indonesia ini terlihat pada gugusan cungkup yang
diberikan berdasarkan hubungan keluarga. Pengaruh budaya Islam bisa kalian lihat pada huruf serta
bahasa Arab, seperti pada Makam Puteri Suwari di Leran, Gresik serta pada Makam Sendang Dhuwur
di atas bukit, Tuban. (baca juga: Alat Komunikasi Zaman Sekarang)

6. Seni Rupa
Akulturasi pada bidang seni rupa juga bisa kalian lihat pada seni kaligrafi maupun seni khot. Yang
merupakan seni dari perpaduan seni lukis dengan seni ukir. Yang biasanya memakai huruf Arab indah
serta penulisan yang bersumber kepada ayat-ayat suci pada Al Qur’an. Sedangkan fungsi seni kaligrafi
yaitu buat motif batik, serta hiasan pada masjid-masjid. Tidak ketinggalan keramik, keris, nisan,
bahkan hiasan pada mimbar serta masih banyak lagi.

7. Aksara dan Sastra


Seni sastra yang ada Indonesia pada zaman Islam juga banyak terpengaruh sastra Persia. Di Sumatra,
contohnya mempunyai karya sastra berisikan pedoman-pedoman hidup. Seperti cerita Amir Hamzah,
Bayan Budiman serta 1001 Malam yang terkenal itu. Hasil akulturasi pada seni sastra, diantara lain
sebagai berikut. Suluk merupakan kitab yang membentangkan serta menekankan pada ajaran tasawuf,
seperti Suluk Wujil, Suluk Sukarsa. Lalu ada Hikayat yang merupakan saduran cerita wayang.
Selanjutnya ada Babad, merupakan hikayat yang berisikan sejarah. Seperti Babad Tanah Jawi yang
berisikan sejarah Pulau Jawa. Dan terakhir adanya Kitab-kitab lain yang berisikan ajaran moral serta
tuntunan hidup, misalkan Taj us Salatin.
8. Sistem Kalender
Pada zaman Khalifah Umar bin Khatab telah ditetapkan kalender Islam yang menggunakan
perhitungan berdasar peredaran bulan yang lebih dikenal dengan tahun Hijriah. Tahun 1 Hijrah (H)
sama dengan tahun 622 M, sementara pada saat yang sama di Indonesia juga sudah memakai
perhitungan tahun Saka (S) yang didasari dengan peredaran matahari. Tahun 1 Saka merupakan tahun
yang bertepatan dengan dengan tahun 78 M.

9. Seni Musik dan Tari


Akulturasi juga terjadi pada seni musik yang bisa kalian lihat pada musik qasidah atau gamelan saat
upacara Gerebeg Maulud. Untuk seni tari kalian bisa melihatnya pada tari Seudati, dimana tarian ini
diiringi sholawat nabi. Lalu ada kesenian Debus yang biasanya diawali dengan pembacaan Al Qur’an
serta berkembang pesat di Banten, Aceh, dan Minangkabau.

10. Sistem Pemerintahan


Pada zaman Hindu pusat kekuasaan adalah raja sehingga raja dianggap sebagai titisan dewa. Oleh
karena itu, muncul kultus “dewa raja”. Apa yang dikatakan raja adalah benar. Demikian juga contoh
perilaku anti sosial pada zaman Islam, pola tersebut masih berlaku hanya dengan corak baru. Raja tetap
sebagai penguasa tunggal karena dianggap sebagai khalifah, segala perintahnya harus dituruti.

11. Bahasa
Selain itu kalian bisa melihat permasalahan lingkungan hidup dalam menyaksikan contoh akulturasi
budaya bahasa, seperti pada penggunaan bahasa sansekerta. Dimana masih bisa kalian temukan hingga
sekarang yang mana bahasa Sansekerta salah satu yang memperkaya perbendaharaan pada bahasa
Indonesia. Penggunaan bahasa Sansekerta bisa kalian temukan pada prasasti seperti batu bertulis, yang
merupakan peninggalan kerajaan Hindu dan Budha pada abad 5 – 7 M, Sedangkan buat aksara bisa
kalian  lihat penggunaan huruf Pallawa, dari huruf Pallawa inilah yang kemudian berkembang menjadi
huruf Jawa Kuno atau kawi serta huruf aksara pada Bali dan Bugis.

12. Religi/Kepercayaan
Sistem kepercayaan di Indonesia ternyata juga mengalami akulturasi. Hal ini terjaadi sebelum agama
Hindu-Budha berkembang ke Indonesia yaitu kepercayaan berdasarkan Animisme serta Dinamisme.
Dengan hadirnya agama Hindu – Budha masuk ke dalam Indonesia, masyarakat Indonesia pun
memutuskan untuk mulai menganut serta mempercayai agama tersebut.

Tetapi, agama Hindu – Budha yang berkembang ternyata mengalami akulturasi dari perpaduan
kepercayaan Animisme dengan Dinamisme. Sehingga agama Hindu serta Budha yang berkembang di
Indonesia tidak sama dengan agama Hindu dan Budha pada bangsa India.

13. Organisasi Sosial Kemasyarakatan


Wujud akulturasi juga ternyata sampai pada bidang organisasi sosial kemasyarakatan. Yang bisa kalian
lihat pada organisasi politik. Yaitu pada sistem pemerintahan di Indonesia, setelah hadir serta pengaruh
bangsa India. Dengan pengaruh kebudayaan India inilah yang membuat sistem pemerintahan di
Indonesia pada awalnya bentuk kerajaan. Dimana kerajaan biasanya diperintah oleh seorang raja dan
juga turun temurun.

14. Peralatan Hidup


Yang terakhir mendapatkan akulturasi adalah peralatan hidup, peralatan hidup sendiri terdiri dari
rumah serta perabotan didalamnya. Dimana perabotan serta bentuk rumah di Indonesia dihasilkan dari
proses akulturasi Indonesia dengan bangsa China. Yang mana kalian bisa menemukan berbagai macam
porselen mulai dari peralatan makan hingga guci.

Jalur masuk Hindu-Buddha ke Indonesia

Masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke nusantara dibawa oleh pedagang dan pendeta dari India serta
Cina dari dua jalur.

1. Jalur darat
Penyebaran pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia melalui jalur darat mengikuti para pedangang
lewat Jalur Sutra. Yakni membentang dari India utara menuju Bangladesh, Myanmar, Thailand,
Semenanjung Malaya, kemudian ke Indonesia.

2. Jalur laut
Penyebaran pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia melalui jalur laut dilakukan dengan
mengikuti rombongan kapal pedagang yang biasa beraktivias pada jalur India-Cina. Rute
pelayaran dimulai dari India menuju Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, dan berakhir di
Indonesia.  

Anda mungkin juga menyukai