Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN TEORETIS

Perspektif Antropologi
Antropologi Budaya
Istilah “antropologi” berasal dari bahasa junani asal kata
“anthropos” berarti “manusia”, dan “logos” berarti “ilmu atau wacana”,
dengan demikian secara harfiah “antropologi” adalah ilmu tentang
manusia yang dikaji dari berbagai sudut pandang ilmu 19 . Para ahli
antropologi (antropolog) sering mengemukakan bahwa antropologi
merupakan studi tentang manusia yang berusaha menyusun
generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, dan
untuk memperoleh pengertian ataupun pemahaman yang lengkap
tentang keanekaragaman manusia. (Haviland, 1999: 7;
Koentjaraningrat, 1987: 1-2) .
20

Koentjaraningrat (1980: 244) 21 , dapat membagi ilmu


antropologi ke dalam dua bagian, yakni antropologi fisik dan
antropologi budaya. Antropologi fisik dibagi menjadi dua lagi yaitu
paleontropologi dan antropologi biologis. Antropologi fisik
mempelajari manusia sebagai organisme biologis yang melacak
perkembangan manusia menurut evolusinya, dan menyelidiki variasi
biologisnya dalam berbagai jenis (specis). Sedangkan antropologi
budaya dibagi menjadi tiga yaitu etnolinguistik, etnologi dan
antropologi sosial. Antropologi budaya memfokuskan perhatiannya
pada kebudayaan manusia ataupun cara hidupnya dalam masyarakat.
Jika dalam antropologi fisik banyak berhubungan dengan ilmu-ilmu

19 . Pool, R, & W.Geissler, 2005. Medical Anthropology. Oven University Press.


McGrow-Hill Educatio. ISBN-10: 0 335 21850 4 (pb)/ISBN-13: 978 0 335 21850 9 (pb).
New York, NY 10121-2289, USA.
20 . William,A.H.,1999. Antopologi, Jilid 1, Alih Bahasa: R.G. Soekadijo, Jakarta:

Erlangga.
21 . Koentjaraningrat, 1981. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta

11
biologi lainnya, maka dalam antropologi budaya banyak berhubungan
erat dengan ilmu-ilmu sosial lainnya seperti sosiologi. Hal ini bisa
dipahami karena dua-duanya berusaha menggambarkan tentang
perilaku manusia dalam konteks sosialnya22.
Antropologi budaya merupakan salah satu cabang ilmu
pengetahuan yang berusaha menguraikan suatu permasalahan
berdasarkan faktor-faktor budaya dan interaksi masyarakat. Menurut
Greertz, antropologi sebagai pemaknaan tingkah laku manusia atau
hubungan sebab akibat, kebudayaan yang dipelajarinya terkait dengan
cara pandang masyarakat, cara merasakan, dan berfikir masyarakat
terhadap segala sesuatu yang ada di kelilingnya. Menurut K.Kuper,
kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadikan pedoman dan
pengarah bagi kehidupan manusia bersikap dan berperilaku, baik
individu maupun kelompok. Wiliam H. Havilan mengatakan bahwa
kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki
bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh
para aggotanya, akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan
dapat diterima oleh semua orang. Menurut Edward B.Taylor
mengatakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan,
moral, hukum, adat isti adat dan kemampuan lain yang didapat oleh
sebagian anggota masyarakat. Sugiarti mendefinisikan kebudayaan
keseluruhan gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
kehidupan masyarakat yang diperolehnya melalui pembelajaran23.
Sedangkan kebudayaan dalam arti sempit disebut kultur,
artinya keseluruhan sistem gagasan dan tindakan. Pengertian budaya
atau kultur dimaksud untuk menyebut nilai-nilai yang digunakan oleh
sekelompok orang dalam berpikir dan bertindak. Seperti halnya
kebudayaan sebagai suatu sistem yang berulang-ulang mengenai

22. Baker, P. T., 2014. Ekologi and Anthropologi: A Simposium The Application of
Ecological Theory to Anthropolo. The Pennsylvania State Universit. Wileyand
American Anthropological Associationare collaborating with JSTOR to digitize,
preserve and extend access to American Anthropologist.
23. Handayani, S. T.,” Kejian Kontemporer Ilmu Budaya Dasar”, dalam Y. Z Abidin & B.

A. Saeani (eds), (2014), Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia. Pustaka Setia
Bandung, Malang: UMM Prees.
12
permasalahan yang dihadapi manusia. Menurut Francis Marill,
kebudayaan adalah pola-pola perilaku yang dihasilkan dalam interaksi
sosial serta semua perilaku dan semua produksi yang dihasilkan oleh
seseorang sebaga anggota masyarakat yang ditemukan melalui interaksi
simbolis. Menurut Mitchell, kebudayaan adalah sebagai perulangan
dari keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia serta produksi yang
dihasilkannya yang diasosilisasikan. Menurut R.Soemono mengatakan
bahwa kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia berupa benda
dan buah pikiran dalam penghidupan 24 . Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan
menusia sebagai makluk sosial untuk memahami dan menginterpretasi
lingkungan serta pengalamannya, yang kemudian menjadi pedoman
bagi tingkah lakunya untuk bertahan hidup.
Unsur-Unsur Pembentuk Kebudayaan
Unsur-unsur budaya merupakan komponen yang telah terpola
menjadi sistem tersendiri membentuk suatu budaya atau kebudayaan
pada masyarakat. Unsur pembentuk kebudayaan ini dilihat sebagai
suatu unsur yang telah terpola pada masyarakat yang terbentuk dengan
adanya interaksi pada individu, kelompok dan masyarakat menjadi
suatu variasi tersendiri untuk mempelajari keberagaman suku, bahasa,
budaya dan adat yang terhadap pada suatu masyarakat. Adapun unsur-
unsur kebudayaan tersebut terdiri dari; (1) bahasa dan komunikasi, (2)
ilmu pengetahuan, (3) teknologi, (4) ekonomi, (5) organisasi sosial, (6)
agama, (7) tradisi dan (8) ideologi25.
Menurut Koentjaraningrat, unsur-unsur kebudayaan terdiri
dari (1) perlengkapan dan paralatan hidup sehari-hari manusia yang
terdiri dari pakaian, perumahan, alat rumah tangga dan sebagainya, (2)
sistem mata pencaharian dan sistem ekonomi, misalnya petani,

24 . Abidin, Y.Z.,& B.A.Saeani, 2014. Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia.


Pustaka Setia Bandung.
25 . Abidin, Y. Z & B.A.Saeani, 2014. Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia.

Pustaka Setia Bandung.


13
perternak dan produksi26 . Sedangkan menurut Melville J. Herskovist
menyebut kebudayaan ada tiga unsur pokok, yaitu; (a) alat-alat
teknologi, (b) sistem ekonomi dan (c) sistem keluarga. Menurut
Bronislow Milinowski mengemukakan beberapa unsur pokok yang
meliputi; (a) Sistem sosial yang memungkinkan kerja sama antar
anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam
sekelilingnya, (b) Organisasi ekonomi. Unsur-unsur budaya ini
merupakan suatu karakteristik pada masyarakat, termasuk peralatan,
pengetahuan, cara berpikir, dan bertindak yang terpolah pada
masyarakat secara kompleks untuk dapat dipelajari dan dikajinya27.
Sedangkan masyarakat memiliki pengertian yang berbeda dari
kebudayaan, yaitu Menurut Linton, masyarakat adalah setiap
kelompok manusia yang hidup bersama-sama dan bekerja bersama
mengorganisasikan diri sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas
tertentu. M.J. Herskovits, masyarakat merupakan kelompok individu
yang terorganisir dengan mengikuti pola hidup tertentu. J.L. Gillin dan
J.P. Gilin mengatakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia
dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan yang sama
dengan motivasi kesatuan. S.R. Steinmetz mengatakan bahwa
masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar, yang meliputi
pengelompokan manusia yang lebih kecil, yang mempunyai hubungan
erat dan teratur. Moclver mengatakan bahwa masyarakat adalah satu
sistem cara kerja dan prosedur dan otoritas dan saling membantu,
meliputi kelompok dan pembagian sosial lain, sistem pengawasan
tingkah laku manusia, dan kebebasan. Sistem kompleks yang selalu
berubah atau jaringan relasi sosial. Jadi, masyarakat timbul dari
kumpulan individu yang telah cukup lama hidup dan kerja sama.
Dalam waktu yang cukup lama itu, kelompok manusia yang belum
terorganisasikan mengalamai proses fundamental, yaitu; a) adaptasi dan
organisasi tingkah laku dari para anggota; b) timbulnya secara lambat,

26. Koendjaraningrat, “Manusia dan Kebudayaan di Indonesia” dalam Y. Z. Abidin & B.

A. Saeani, ( (eds), (2014), Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia. Pustaka Setia
Bandung, Malang: UMM Prees.

. Abidin, Y.Z., & B. A. Saeani, 2014. Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia.
27

Pustaka Setia Bandung.


14
perasaan kelompok, proses ini biasanya bekerja tanpa disadari dan
diikuti oleh semua anggota kelompok. 28 Menurut Linton, ada satu
faktor penting dalam pembentukan masyarakat dari kelompok
individu, yaitu faktor waktu. Hal ini dikarenakan waktu memberi
kesempatan pada individu untuk bekerja sama, menemukan pola
tingkah laku dan sikap yang bersifat timbal balik, serta menemukan
teknik-teknik hidup bersama29.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa unsur pembentuk
kebudayaan dan masyarakat memiliki batasan yang berbeda, yaitu
kebudayaan dilihat dari hubungan masyarakat yang sudah terpola
berdasarkan unsur-unsur budaya membentuk karakteristik kehidupan
manusia. Sedangkan masyarakat sebagai suatu anggota masyarakat
hudup bersama dalam keadaan yang sudah terpola dan merupakan
suatu hubungan dapat menyesuaikan diri sesuai dengan pola-pola
budaya pada masyarakat. Kebudayaan terbentuk dalam proses waktu
yang lama sedangkan masyarakat baru dapat beradaptasi dan dapat
dipelajari. Hal ini terjaadi dengan masa proses interaksi sosial pada
masyarakat dan lingkungannya.

Antropologi Kesehatan (Medical Antropology)


Permasalahan kesehatan manusia merupakan resultan dari
berbagai faktor, yaitu; lingkungan fisik, sosial budaya, psikologis,
ekonomi, pengatahuan dan berbagai faktor lainnya yang
mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Hal ini menjadi suatu
kajian dalam antropologi kesehatan untuk menggambarkan pola-pola
kehidupan masyarakat yang berpengaruh terhadap kesehatannya. Hal
ini juga dikatakan oleh Solita Sarwono (301993) antropologi kesehatan
merupakan studi tentang pengaruh unsur-unsur terhadap penghayatan

28. Abidin, Y.Z., & B. A. Saeani, 2014. Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia.

Pustaka Setia Bandung.


29. Raflizar.,dkk, 2012. Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak Etnik Manggarai

Desa Wae Codi Kecematan Cabal. Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara
Timur.
30 . Sarwono, S., 1993. Sosiologi Kesehatan (Beberapa Konsep Beserta
Aplikasinya).Yogyakarta : Gajah Mada Press.
15
masyarakat tentang penyakit dan kesehatan, maka antropologi lebih
luas lagi mengkaji dari aspek fisik, sosial, dan budaya.
Menurut Anderson (1978)31 , antropologi kesehatan mengkaji
masalah kesehatan dan penyakit dua aspek yang berbeda, yaitu kutub
biologis dan kutub sosial budaya. Kutub biologis, perhatiannya pada
pertumbuhan dan perkembangan fisik manusia, peranan penyakit
dalam evolusi manusia, adaptasi biologi terhadap perubahan
lingkungan alam, dan pola penyakit pada perkembangan manusia.
Ketub sosial-budaya perhatiannya pada sistem kesehatan tradisional
yang mencakup aspek-aspek etiologis, terapi, ide, dan praktis
pencegahan penyakit, serta peranan praktis medis tradisional, masalah
perawatan kebutuhan biomedik, perilaku kesehatan, peranan pasien,
perilaku sakit dan masalah inovasi kesehatan.
Antropologi kesehatan menurut Landy yaitu mengombinasikan
dalam satu disiplin ilmu pendekatan-pendekatan ilmu biologi, ilmu
sosial, humanior dalam menstudi manusia. Dalam proses
perkembanganya merupakan perpaduan antara aspek biologi dan aspek
sosio-bidaya. Foster dan Anderson (1978), mendefisinikan antropologi
kesehatan adalah suatu disiplin biobudaya yang mempengaruhi aspek
biologi dan budaya berkenaan dengan perilaku manusia, khususnya
bagaimana cara kedua aspek ini berinteraksi sehingga berpengaruh
terhadap kesehatan dan penyakit. Mc Elroy dan Townsend,
mendefinisikan bagaimana faktor-faktor sosial dan lingkungan
mempengaruhi kesehatan. Dari ahli antropologi mendeskripsikan
secara luas interpretasi mengenai hubungan bio-budaya, antara
perilaku manusia dimasa lalu dan dimasa kini, dengan derajat
kesehatan dan penyakit.
Menurut Fabrega (1972;176) kesehatan adalah studi yang
menjelaskan berbagai faktor, mekanisme dan proses yang memainkan
peranan atau mempengaruhi cara-cara dimana individu-individu dan

31. Foster, G. M.,and B. G. Anderson,1978. Medical Anthropology. New York: Wiley.


Robert Pool & Wenzel, Geissler (2005). Medical Anthropology. Oven University
Press. McGrow-Hill Educatio. ISBN-10: 0 335 21850 4 (pb)/ISBN-13: 978 0 335 21850 9
(pb). New York, NY 10121-2289, USA.
16
kelompok terkena oleh atau berespons terhadap sakit dan penyakit.
Menekankan masalah-masalah sakit dan penyakit dengan penekanan
terhadap pola-pola tingkah lakunya. Dari definisi para antropologi
kesehatan diatas ini dapat disimpulkan, bahwa pertama secara
komprehensip dan interprestasi berbagai macam masalah tentang
hubungan timbal-balik biobudaya, antara tingkah laku manusia dimasa
lalu dan masa kini dengan derajat kesehatan dan penyakit, tanpa
mengutamakan perhatian pada penggunaan praktis pengetahuan
tersebut.
Kesehatan Masyarakat
Kesehatan adalah suatu keadaan seimbang yang dinamis antara
bentuk dan fungsi tubuh dengan berbagai faktor yang berusaha
mempengaruhinya (Perkin, 1938). Menurut WHO, kesehatan adalah
kondisi dinamis meliputi kesehatan jasmani, rohani, sosial, dan tidak
hanya terbebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Menurut batasan
ilmiah sehat atau kesehatan telah dirumuskan dalam Undang-Undang
Kesehatan No 2 tahun 1992, yaitu keadaan sempurna baik fisik, mental
dan sosial dan tidak hanya bebas penyakit dan cacat serta produktif
secara ekonomi dan sosial (Notoatmojo, 2005). Sedangkan dari sudut
pandangan kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengan kesakitan
dan penyakit yang disebabkan karena vektor lingkungan. Secara
fisiologis dan biologis tubuh manusia selalu berinteraksi dengan
lingkungannya. Manusia mempunyai daya adaptasi terhadap
lingkungan yang selalu berubah, yang sering membawa serta penyakit
baru yang belum dikenal atau perkembangan dan perubahan penyakit
yang sudah ada32.
Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat yaitu terdiri dari; faktor lingkungan, sosial budaya,
perilaku, populasi penduduk, faktor genetika, pengetahuan dan
sebagainya. Lingkungan menyediakan sumber daya alam dimana
manusia yang hidup bermasyarakat mengelola sumber daya tersebut

32 . Soejoeti, S. Z (2012). Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit dalam Konteks Sosial

Budaya. Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
17
sedemikian rupa berdasarkan kemampuan dan pengetahuan yang
diwarisinya secara turun-temurun. Manusia dengan pengetahuannya
dapat mengubah, mempengaruhi dan membentuk lingkungan yang
dapat memberikan sumber kehidupan sesuai dengan apa yang
dibutuhkan. Seringkali manusia mendayagunakan alam lingkungannya
dan berusaha melakukannya dengan cermat dan penuh kehati-hatian,
namun disisi lain manusia kadang tidak menyadari bahwa lingkungan
dapat menyebabkan sumber penyakit bagi mereka (Notoatmodjo, S.,
2003)33.
Hal ini dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Pawenari
Hijjang, dkk 2012, menunjukan bahwa masyarakat Lindu Sulawesi
Tengah, telah mengetahui penyebab, gejala-gejala dan penularanan
penyakit Schistosomiasis. Namun perilaku masyarakat dalam hal
pencegahan Schistosomiasis masih kurang menunjukkan perilaku yang
positif, terutama untuk mencegah diri agar tidak tertular
Schistosomiasis. Hasil observasi rata-rata masyarakat tidak
menggunakan alat pelindung diri seperti sepatu boot saat beraktivitas
di sawah maupun di kebun. Tetapi ketika sakit, maka masyarakat
memerlukan tenaga medis dalam memperoleh pengobatannya 34 .
Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik seperti sanitasi
lingkungan, kebersihan diri, tempat pembuangan limbah atau kotoran
serta rumah yang kurang memenuhi persyaratan kesehatan yang dapat
mempengaruhi perilaku hidup sehat dan sakit 35 . Perilaku pada
dasarnya berorientasi pada tujuan. Dengan perkataan lain, perilaku kita
pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai
tujuan tertentu. Tujuan spesifik tersebut tidak selalu diketahui secara
sadar oleh individu yang bersangkutan (Winardi, 2004).
Perilaku masyarakat dalam mendukung ataupun mencegah
terjadinya penularan penyakit sangat dipengaruhi oleh pengetahuan
masyarakat terhadap penyakit tersebut. Dengan pengetahuan yang

33 . Soekidjo, N., (2005). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.


34 . Hijjang, P.,dkk, 2012. Pengetahuan dan Perilaku Kesehatan Masyarakat Lindu
Terkait Kejadian Schistosomiasis di Kab. Sigi Sulawesi Tengah. Balai Litbangkes P2B2
Donggala Bagian Antropologi. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Hasanudin.
35. Maulana, N., 2014. Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan . Yogyakarta.

18
baik terhadap suatu penyakit akan memberikan pengaruh untuk
bersikap dan bahkan melakukan tindakan yang mendukung upaya
pencegahan penularan terhadap penyakit (Kasnodihardjo, 1994).
Pengetahuan kesehatan mencakup apa yang diketahui oleh
seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan, seperti
pengetahuan tentang penyakit menular, pengetahuan tentang faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan, pengetahuan tentang
fasilitas pelayanan kesehatan, dan pengetahuan untuk menghindari
penyakit. Perilaku kesehatan untuk hidup sehat yaitu semua kegiatan
atau aktivitas orang dalam rangka memelihara kesehatan, seperti
tindakan terhadap penyakit menular dan tidak menular, tindakan
terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan dan tindakan
untuk menghindari penyakit (Notoatmodjo, S., 2007)36.
Menurut J.E.Engel., et all (1995), mengambarkan kompleksitas
faktor-faktor pembentuk perilaku kesehatan masyarakat yaitu
pengaruh lingkungan meliputi; budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi,
sikap dan situasi, motivasi keterlibatan, pengetahuan, sikap,
kepribadian, gaya hidup dan demografi37. Dalam teori WHO, dijelaskan
bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh pengalaman seseorang, faktor-
faktor di luar orang tersebut seperti lingkungan, baik lingkunga fisik
maupun nonfisik dan sosial budaya yang kemudian pengalaman
tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini sehingga menimbulkan
motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya menjadi perilaku
(Marimbi H, 2009). Namun teori WHO tersebut tidak selamanya
berhubungan dengan kenyataan bahwa dengan pengetahuan yang baik
tentang kesehatan, belum tentu memberikan perilaku yang baik dalam
upaya pencegahan penyakit 38 . Berbicara mengenai pengetahuan dan
perilaku kesehatan sedikitnya terkait dengan masalah nilai-nilai
budaya dan lingkungan masyarakat. Faktor-faktor sosial-psikologi dan
faktor budaya sering memainkan peran dalam mencetuskan penyakit

36. Maulana, V., 2014. Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan . Yogyakarta.
37. Arif, S.,2000. Relevansi Teori Perilaku Terencana dalam Penelitian Niat Perilaku
Konsumen Pengguna Kereta Api “Orgi Muria”. Program Studi Magister Manajemen
Universitas Diponegoro.
38 . Maulana, V., 2014. Buku Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan. Yogyakarta.

19
(Djeky, R 2002). Sebagai masyarakat yang masih memegang nilai-
nilai budaya, tentunya pola kebiasaan semacam ini bagi mereka
adalah suatu tindakan positif, yang sifatnya mengikat. Walaupun
diakui banyak hal yang tidak dapat diterima oleh akal orang lain.
Dengan demikian masyarakat berpikir dan melakukan tindakan sesuai
pemahaman dan pengalaman yang mereka rasakan (Boedihartono,
1997).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa status kesehatan
masyarakat dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terpola
dengan interaksinya terhadap lingkungan. Faktor-faktor tersebut dapat
mempengaruhi kehidupan masyarakat dari segi sosiologi dan budaya,
sehingga untuk memahami kesehatan masyarakat, maka dapat
digambarkan dari unsur-unsur pembentuk budaya dan faktor
kesehatan yang mempengaruhi perilaku sehat dan sakit.
Perilaku Sehat dan Sakit
Dari sudut pandang biologis, perilaku adalah suatu kegiatan
atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara
langsung maupun tidak langsung. Secara oprasional, perilaku sebagai
suatu respons organism atau seseorang terhadap rangsangan dari luar
subjek tersebut (Soekidjo, 1993) 39 . Perilaku baru terjadi apabila ada
sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, melalui
rangsangan yang dapat menghasilkan perilaku tertentu (Notoatmodjo,
1997)40. Menurut Robert Kwich (1974), perilaku merupakan tindakan
organisme yang dapat diamati dan dipelajari. Perilaku manusia pada
dasarnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya
sebagai manifestasi hayati (Kusmiyati & Desminiarni, 1990). Menurut
Skinner, 1938 perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulasi (rangsangan dari luar). Perilaku sebagai tindakan
aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang
sangat luas. Dari semua uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksuk perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas

39 . Soekidjo, N.,1993. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta ; Reneka Cipta.


40 . Soekidjo, N.,1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta ; Reneka Cipta.
20
manusia, baik dapat diamati langsung, maupun yang tidak diamati oleh
pihak luar (Notoatmodjo, 2003)41.
Perubahan perilaku dapat terjadi karena faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhinya. Faktor internal merupakan tingkah
laku manusia yang sanggat dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam
dirinya. Faktor-faktor internal yang dimaksud antara lain jenis
ras/kuturunan, jenis kelamin, sifat fisik, kepribadian, bakat, dan
intelegensia. Faktor ekternal, yaitu terdiri dari pendidikan, agaman,
kebudayaan, lingkungan, dan sosial ekonomi. Menurut Green, (1980),
menganalisa perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan
menjadi dua, yaitu faktor perilaku (behavior couses) dan faktor luar
(non behavior couses). Perilaku ini dapat dipengaruhi oleh faktor
predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai dan sebagainya42.
Perilaku sehat menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu
respon seseorang terhadap stimulasi atau objek yang berkaitan dengan
sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan
lingkungan. Menurut Maulana (2014) perilaku sehat adalah segala
bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya,
khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikat terhadap
kesehatan, serta tindakan yang berhubungan dengan kesehatan. Jika
tindakan tersebut dilakukan secara berulang-ulang dengan waktu yang
lama akan menghasilkan pola hidup (way of life) kebiasaan menjadi
budaya pada masyarakat. Individu-individu dalam masyarakat
memiliki kepribadian dari segala corak kebiasaan manusia yang
terhimpun dalam dirinya yang digunakan untuk bereaksi
menyesuaikan diri terhadap segala respon yang datang dari dirinya
maupun dari lingkungan, sehingga corak kebiasaan itu merukan suatu
kesatuan fungsional yang khas untuk manusia itu.
Perilaku manusia terhadap lingkungan disebabkan karena
perilaku manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor dasar, pendukung,
pendorong dan persepsi, serta faktor lingkungan baik lingkungan fisik

41 . Soekidjo, N., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta ; Reneka Cipta.


42 . Maulana, N., 2014. Buju Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan . Yogyakarta.
21
maupun lingkungan sosial. Di antara faktor-faktor pengaruh adalah
faktor dasar yang meliputi pandangan hidup, adat istiadat, kepercayaan
dan kebiasaan masyarakat. Faktor pendukung meliputi pendidikan,
pekerjaan,kebudaya dan strata sosial. Sebagai faktor pendorong
meliputi sentuhan media massa baik elektronik maupun tertulis,
penyuluhan, tokoh-tokoh agama dan masyarakat. Sejauh mana
penyerapan informasi oleh seseorang tergantung dimensi kejiwaan dan
persepsi terhadap lingkungan, untuk selanjutnya akan direfleksikan
pada tatanan perilakunya (Su Ritohardoyo, 2006:51)43.
Penyakit atau sakit merupakan suatu fenomena kompleks yang
berpengaruh negatif terhadap kehidupan manusia. Dari segi biologis
penyakit merupakan kelainan berbagai organ tubuh manusia,
sedangkan dari segi kemasyarakatan keadaan sakit dianggap sebagai
penyimpangan perilaku dari keadaan sosial yang normatif.
Penyimpangan itu dapat disebabkan oleh kelainan biomedis organ
tubuh atau lingkungan manusia, tetapi juga dapat disebabkan oleh
kelainan emosional dan psikososial individu bersangkutan. Faktor
emosional dan psikososial ini pada dasarnya merupakan akibat dari
lingkungan hidup atau ekosistem manusia dan adat kebiasaan manusia
atau kebudayaan. Para ahli antropologi kesehatan definisinya dapat
disebutkan berorientasi ke ekologi, menaruh perhatian pada hubungan
timbal balik antara manusia dan lingkungan alamnya, tingkahlaku
penyakitnya dan cara-cara tingkah laku penyakitnya mempengaruhi
kehidupan masyarakat melalui proses umpan balik (Foster, Anderson,
1978 44 ). Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa perilaku dapat
dipengaruhi, karena faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal
yang mempengaruhi perilaku manusia.

43. Suhartini, 2009. Kajian Kearifan Loakl Masyarakat Dalam Pengelolahaan


Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jurusan Pedidikan Biologi FMIPA Universitas
Negeri Yogyakarta
44. Maulana, N., 2014. Buju Ajar Sosiologi dan Antropologi Kesehatan. Yogyakarta.

22
Antropologi Ekologi (Ecology Antropology)
Ekologi (Ecology)
Kata ekologi berasal dari bahasa yunani, terdiri dari dua kata,
yaitu oikos artinya rumah, dan logos artinya ilmu. Jadi secara harfiah
ekologi adalah ilmu tentang mahkluk hidup dalam rumahnya atau
dapat dikatakan sebagai ilmu tentang rumah tangga mahluk hidup45.
Menurut David Bornie, (1999), konsep oikos amat berkaitan dengan
karakteristik akan makhluk hidup 46 . Menurut Nirhayanit (2009),
ekologi adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan kehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Di dalam ekologi
terdiri dari beberapa komponen, yaitu unsur-unsur abiotik, bioitik,
sosial budaya (culture), dan konservasi47. Unsur-unsur ini berinteraksi
secara timbal-balik, misalnya hubungan manusia dengan lingkungan
alam untuk memenuhi kebubutuhan hidupnya melalui matari, energi,
impormasi dan sumberdaya yang terdapat pada lingkungan48.
Hubungan manusia dengan lingkungan tersebut dari sudut
pandang ekologi kebudayaan, mengkaji bagaiman mempelajari proses
adaptasi masyarakat pada lingkungannya. Menurut Vayda dan
Rappaport dalam Mulyadi (2007), adaptasi manusia dapat dilihat secara
fungsional dan prosesual. Adaptasi fungsional merupakan respon suatu
organisme atau sistem yang bertujuan untuk mempertahankan kondisi
stabil (homostatis). Sedangkan adaptasi prosesual merupakan sistem
tingkah laku yang dibentuk sebagai akibat dari proses penyesuaian
manusia terhadap perubahan-perubahan lingkungan disekitarnya.
Proses adaptasi merupakan salah satu bagian dari proses evolusi
kebudayaan, yakni proses yang mencakup rangkaian usaha-usaha

45 . Wardhana, W.,1999. Dasar-Dasar Ekologi . Jurusan Biologi FMIPA-UI. Depok


16424.
46. Bournie, D., 1999. Bengkel Ilmu Ekologi , Hal 7-8. Erlangga Jakarta.
47 . Wardhana, W., 1999. Dasar-Dasar Ekologi . Jurusan Biologi FMIPA-UI. Depok

16424.
48. Riberu, P., 2002. Pembelajaran Ekologi (Ecology). Dosen Pascasarjana UNJ, Jakarta.

Jurnal Pendidikan Penabur - No.01 / Th.I.


23
manusia untuk menyesuaikan diri atau memberi respon terhadap
perubahan lingkungan fisik maupun sosial yang terjadi secara
temporal49.
Menurut Julian H. Steward (1955:41-42), mempunyai tiga
unsur dasar dalam mengkaji hubungan manusia dengan lingkungan,
yaitu; (1) Hubungan antara eksploitasi atau teknologi produksi dengan
lingkungannya. (2) Pengamatan pada pola-pola perilalu dalam
mengeksploitasi suatu wilayah tertentu dengan mempergunakan
teknologi yang khusus. (3) Pengamatan pada pola perilaku yang
diperlukan dalam eksploitasi yang mempengaruhi aspek-aspek
kebudayaan yang lain. Hal ini sebagai tatanan eko sosial yang dapat
dilihat secara holistik melalu pola demografi, pola pemukiman,
struktur kekerabatan, kepemilikan tanah, tata guna lahan, dan lapisan
dari aspek kebudayaannya 50 . Cara pengamatan ini dipandang oleh
(Heider. 1972:208) sebagai sebuah kontruksi berfikir dalam mengamati
hubungan timbal balik manusia dan lingkungan51. Pendekatan secara
holistik mengenai hubungan manusia dengan lingkungannya ini
diartikan sebagai suatu cara memandang unsur-unsur dalam
lingkungan hidup (biotis dan abiotis) secara terintegrasi sebagai
komponen yang berkaitan dalam suatu sistem (Soemarwoto 1983:17)52.
Pendekatan holistik dalam suatu analisis diartikan sebagai usaha untuk
mengikut sertakan sebanyak mungkin aspek kehidupan masyarakat,
kebudayaan, dan lingkungan dalam suatu analisis (53Steward 1955:37).

. Arianto, N.T.,2012. Pola Penggunaan Lahan Alang-alang di Lereng Tambora-


49

Sumbawa: Kajian Ekologi Kebudayaan di Tiga Desa. Departemen Antropologi, FISIP


Unair.
50 . Arianto, N.T., 2012. Pola Penggunaan Lahan Alang-alang di Lereng Tambora-

Sumbawa: Kajian Ekologi Kebudayaan di Tiga Desa. Departemen Antropologi, FISIP


Unair.
51. Karl, H. G. 1972. Environment, Subsistence, and Society. Annual Review of

Anthropology. 1: 207-266.
52. Otto, S., 1983. Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan. Jakarta, Djambatan.
53. Julian, S. H. 1955. Theory of Culture Change: The Methodology of Multilinear

Evolution. Urbana: University of Illinois Press. 1972. Ecology: Cultural Ecology.


International Encyclopedia of the Social Science. 4 : 337-344.
24
Boserup (1965:43-48) 54 . Melihat hubungan ekologi budaya
sebagai suatu hubungan antara perubahan populasi manusia dengan
perubahan sifat suatu lingkungan, seperti dikemukakan seperti di
bawah ini. Pertama, karena populasi manusia berubah, maka
kebutuhan hidup manusia juga berubah. Kedua, karena kebutuhan
hidup manusia berubah maka cara manusia dalam mengeksploitasi
lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya itu juga
berubah. Ketiga, karena sistem mengeksploitasi lingkungan berubah,
maka sifat dan kondisi lingkungan juga berubah. Keempat, perubahan
yang terakhir ini kemungkinan besar dapat mengarah ke perubahan
populasi manusia, yang memang diinginkan ataupun tidak diinginkan
oleh manusia itu sendiri (Soemarwoto 1983:125)55 . Fakta ini dilihat
dari beberapa studi yang dilakuka, dengan konversi lahan pertanian
di Desa Tugu Utara baik di Kampung Sampay maupun Kampung
Sukatani memberikan dampak negative pada aspek sosio-ekonomis
seperti perubahan penguasaan lahan, kesempatan kerja, perubahan
pola kerja, kondisi tempat tinggal, dan hubungan antar warga (konflik
dan prostitusi), serta memberikan dampak negatif pada aspek sosio-
ekologis seperti akses terhadap sumberdaya air, cara warga membuang
limbah rumah tangga yang merupakan dampak tidak langsung akibat
konversi lahan pertanian, dan terjadinya degradasi lingkungan seperti
banjir, longsor dan kebisingan56.
Selain itu dari perfektif ekologi manusia, melihat hubungan
manusia dan lingkungan secara antologis mengkaji konsep adaptasi dan
meladaptasi ekologi untuk mengkaji sekelompok masyarakat dalam
bertahan hidup di suatau kawasan, menjadi suatu gagasan dasar untuk
menjelaskan perkembangan sistem sosial masyarakat terhadap
interaksinya dengan alam. Interaksi tersebut berlangsung sebagai
bentuk dinamika sosial-ekologis yang berlangsung, sebagai proses
kompetisi, suksesi, dan konflik atas sumber daya alam yang menyertai

54. Ester, B., 1965. The Conditions of Agricultural Growth . The Economics of
Agrarian Change Under Population Pressure. Chicago, Aldine.
55. Otto, S.,1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta, Djambatan.
56. Lestari, A dan A. H. Dharmawan, 2011. The Socio-Economic and Socio-Ecological

Impact of Land Conversion. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan


Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia, IPBISSN : 1978-4333, Vol. 05, No. 01
25
menuver-manuver sekelompok orang dalam mempertahankan proses
survival disuatu kawasan. Secara axiology, ekologi manusia diperkaya
dengan munculnya fenomena risk society dalam sistem etika dan
estetika perabadan moderen. Sistem masyarakat beresiko terbentuknya
sebagai akibat pegunaan teknologi dan gaya hidup moderen yang
eksploitatif terhadap sumberdaya alam, tanpa mengindahkan
dampaknya pada generasi mendatang. Hal ini menjadi salah satu isu
utama pada stekolder ekologi untuk dikampanyekan untuk melawan
sistem modernisasi, melalui; studi tentang daya tahan hidup, sistem
pengetahuan lokal, sistem budaya dan kearifan lokal melawan
perkembangan dari paradigma eksploitatif kapitalisme terhadap alam 57.
Perkembangan kapitalisme modern, seringkali merusak
kearifan lokal masyarakat sebagai bentuk alienasi terhadap eksistensi
kehidupan masyarakat dan lingkungan. Hal ini dilihat dari penelitian
yang dilakukan oleh Rita Rahmawati dkk (2008), menunjukan bahwa
Pembangunan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS),
dengan diterbitkannya SK Menteri No 175/Kep II/2003 dapat merubah
status tanah yang dahulu dikuasai oleh masyarakat berlalih ke tanggan
pemerintah, kondisi ini menempatkan masyarakat pada kondisi dilihat
sebagai komplik masyarakat sekitarnya terhadap pengelolah TNGHS
dan merusak kearifan lokal masyarakat sekitarnya58.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ekologi sebagai
studi yang mengkaji interaksi manusia dengan lingkungan. Dimana
lingkungan menyediakan sumber penghidupan bagi masyarakat.
Namun susuai dengan perkembangan akan kebutuhan pemanfaatan
sumberdaya tersebut, seringkali menimbulkan permasalahan tersendiri
dari perilaku manusia dalam memanfaatkan lingkungannya. Studi ini
kaji dari bidang studi antropologi ekologi.

57 . Dharmawan, A. H., 2007. Dinamika Sosial Ekonomi Pedesaan: Perfektif dan


Pertautan Keilmuan Ekologi Manusia, Sosial Lingkungan dan Ekologi Politik. Jurnal
Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia IPB. ISSN: 1978-4333, Vol.
01, No. 01.
58 . Rahmawati, R., 2008. Pengetahuan Lokal Masyarakat Adat Kesepuhan: Adaptasi

Konflik dan Dinamika Sosal Ekologi. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan
Ekologi Manusia IPB. ISSN: 1978-4333, Vol. 02, No. 02.
26
Antropologi Ekologi
Dari berbagai studi berbagai studi literatur yang dilakukan,
menunjukan bahwa hubngan manusia dengan lingkungan merupakan
suatu gejala ekosistem yang tidak bisa dapat dipisahkan, dari aktivitas
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan sosial-
ekonomi yang didukung oleh ketersediaan sumber daya alam yang
memadai (59Merrill, dalam Azariah, 2009). Hal ini juga dipandang oleh
Ramli Utina (2009), hubungan manusia dan lingkungan sebagai suatu
sistem (ekosistem) yang membentuk suatu jaringan kehidupan. Posisi
manusia dalam hal ini tidak mengabaikan peran mahluk hidup
lainnya, juga tidak memandang manusia berada di luar sistem,
tetapi ini berarti bahwa manusia beserta perilakunya adalah bagian
dari suatu ekosistem 60 . Sistem ekonomi dan mata pencaharian
(livelihood), dari kajian sebelumnya menunjukan sebagai unsur
pembentuk kebudayaan pada manusia yang tergantung pada
sumberdaya alam (resource) dalam memanfaatkan resource, dengan
strategi adaptasi dalam bertahan hidup pada lingkungannya. Misalnya
strategi keluarga Nelayan di Sukabumi dalam mencari nafka sebagai
upaya untuk bertahan hidup (livelihood strategy) terhadap kondisi
kehidupan61. Cara pemanfaatan sumberdaya alam juga dikenal dengan
pola subsistem masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam,
konsep subsistensi ini dikaitkan dengan ekologi kebudayaan, yaitu
berhubungan studi masalah perilaku dan pengetahuan kebudayaan
manusia dalam hubungannya dengan lingkungan atau ekologi
manusia62.
Ekologi manusia dari semula berkembang sebagai keniscayaan
interaksi manusia (man and cul ture) dan alam (natural) hingga

59. Jayapaul, A., 2009. Ethical Management of Natural Resources.


60 . Ramli Utina, R., 2009. Kecerdasan Ekologis: Strategi Membangun Lingkungan
Hidup Berkualitas. Universitas Negeri Gorontalo.
61. Zid, M., 2011. Fenomena Stategi Nafkah Keluarga Nelayan : Adaptasi Ekologis di

Cicahuripan-Cisolok, Suka Bumi. Junal Sosialita Vol 09. No 01. Program Studi
Geografi, Faku ltas Ilmu Sosial , Universit as Negeri Jak arta (FIS UNJ). ISSN:1411-
7134.
62 . Usman, M., 2008. Ekologi Kebudayaan: Subsistensi Nelayan Suku Bajo Torosiaje

Teluk Somini di Provinsi Gorontalo (Studi Kajian Tentang Sumberdaya Alam dan
Masyarakat). Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin.
27
sekarang. Hal ini menjadi suatu kajian tersendiri dalam ilmu ekologi
manusia, karena kemampuannya dalam memberikan landasan teoritis
dan konseptual yang berguna untuk memaknai dan memahami
fenomena dan fakta hubungan interaksi manusia dan lingkungan. Dari
sudut pandang ekologi, manusia memerlukan energi, materi dan
informasi dari alam untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan
sebagai kebutuhan dasar manusia. Sistem sosial manusia dibangun
berdasarkan; organisasi sosial atau sistem pengendali, kelembagaan,
teknologi, populasi (demografi), norma dan nilai yang dibangun pada
masyarakat. Sedangkan sistem ekologi terdiri dari komponen biotik
dan abiotik63, yaitu udara, air, materi, tumbuhan, dan hewan. Interaksi
antara kedua sub-sistem tersebut berlangsung dengan adanya
pertukaran dengan melibatkan energi, materi, dan informasi yang
berinteraksi secara timbal balik pada kedua sub-sistem melalui
transaksi ekologi-ekonomi. Hal ini dikatan oleh Marten, (2001) 64 ,
ekologi manusia sebagai ilmu yang memberikan landasan analisis yang
berguna untuk memahami konsekuensi aktivitas manusia pada sistem
sosial dan sistem ekologi.

Strategi Bertahan Hidup (Survival Strategy)


Strategi merupakan rencana yang cermat mengenai kegiatan
untuk mencapai sasaran khusus. Kedua, strategi yaitu tatacara yang
merupakan alternative untuk berbagai langkah perundingan, yang
bertujuan untuk mengubah batas-batas kekuatan, kerangka teori dan
teknik yang memungkinkan ilmu pengetahuan dapat memecahkan
persoalan Wasburn, dalam Ruslie Munthe (2010), ketiga, yakni
rencana, metode, atau serangkaian manuver, atau siasat untuk
mencapai tujuan atau hasil tertentu, atau strategi adalah cara terbaik
untuk mencapai beberapa sasaran (Fauzi 2006 dalam Ruslie Munthe

63. Dharmawan, A. H., 2007. Dinamika Sosial Ekologi Pedesaan; Perfektif dan
Pertautan Keilmuan Ekologi Manusia, Sosiologi Lingkungan dan Ekologi Politik . Jurnal
Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. ISSN: 1978-4333, Vol 01.
No 10.
64. Marten, G. G., 2000. Human Ekologi: Basic Concept to for Sustainable Development .

Earthscan . London and Sterling.


28
2010). Snel dan Staring dalam Resmi Setia (2005;6) mengemukakan
bahwa strategi bertahan hidup adalah sebagai rangkaian tindakan yang
dipilih secara standar oleh individu dan rumah tangga yang miskin
secara sosial ekonomi untuk bertahan hidup65. Konsep strategi berasal
dari istilah militer, yang berasal dari kata Yunani strategia, yang berarti
seni atau ilmu menjadi jendral. Dalam perkembangannya istilah
strategi dipakai di bidang ilmu lain. Menurut Stephenie K. Marrus,
seperti yang dikutip Sukristono (1995), strategi didefinisikan sebagai
suatu proses penentu rencana para pemimpin puncak yang berfokus
pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara
atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Dan
pemilihan alternative tindakan serta alokasi sumberdaya yang
diperlukan untuk mencapai tujuan. Hamel dan Prahalad (1995), yang
mengangkat kompetensi inti sebagai hal yang penting. Mereka berdua
mendefinisikan strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental
(senantiasa meningkat) dan terus menerus, serta dilakukan berdasarkan
sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh manusia di masa
depan. Sedangkan Usman, mendefinisikan strategi adalah hal
menciptakan suatu posisi yang unik dan bernilai, yang melibatkan
berbagai aktivitas perusahaan.
Dalam konteks sosial ekonomi kelas bawah, masyarakat
seringkali mengalami perubahan dalam menghadapi dimanika
kehidupan dengan berbagai tuntutan untuk tetap bertahan
kehidupannya ( live survival) atau menemukan cara-cara baru dalam
bertahan hidup. Cara bertahan hidup pada masyarkat sudah terkenal
sejak lama, yaitu bagaiman mekanisme masyarakat dalam memperoleh
sumber mata pencahariannya dan bagaiman sumber mata pencaharian
tersebut mengalami perkembangan. Dari berbagai studi litetarur,
menunjukan bahwa kearifan lokal pada masyarakat mengatur tentang
bagaimana pemanfaatan sumberdaya alam dapat memberikan manfaat
untuk kehidupan masyarakat. Namun dengan adanya kebijakan

65. Sugihardjo., dkk, 2012. Strategi Bertahan dan Strategi Adaptasi Petani Samin
Terhadap Dunia Luar (Petani Samin Di Kaki Pegunungan Kendeng Di Sukolilo
Kabupaten Pati). Staf Pengajar Program Sudi Agribisnis, Fakultas Pertanian UNS. SEPA
: Vol. 8 No. 2. ISSN : 1829-9946.
29
pemerintah dan perkembang industri kapitalis, seringkali
menghancurkan kearifan lokal sebagai suatu konflik pada masyarakat66.
Hal ini berbeda dengan stategi adaptasi petani Samin terhadap dunia
luar memiliki strategi tersendiri dalam menghadapi dunia luar yang
akan menghancurkan nilai-nilai budaya lokal yang merupakan warisan
dari leluhurnya. Salah satu karakter yang ditonjolkan oleh masyarakat
Samin adalah kolektivisme yang kuat baik dalam tataran keluarga
maupun dalam masyarakat, kekuatan kelembagaan lokal ini
menghambat kapitalisme masuk di wilayah mereka67.
Studi dari D.R.Sulistyastuti dan Faturochman (2000),
Menunjukan bahwa masyarakat tiga desa, yaitu Desa Keboansikep
Sidoarjo, Kalitengah Klaten dan Sriharjo Bantul, tiap lapisan
masyarakat yang berbeda memiliki cara dan dinamika bertahan hidup
yang berbeda dengan lapisan yang lain. Hal ini dilihat dari semakin
rendah tingkat status ekonomi, semakin berat upaya untuk bertahan
hidup. Yang membanggakan dari kelompok ini adalah kegigihannya
untuk tetap bertahan dengan menggunakan usaha yang semakin
banyak meskipun hanya untuk mendapatkan sedikit uang 68 .
Masyarakat di kabupaten Bengkalan dengan rendahnya akses terhadap
modal terutama modal finansial merupakan penyebab kemiskinan, dan
menyebabkan nelayan tidak mampu mengakses modal fisik berupa
teknologi penangkapan yang lebih moderen. Kondisi ini semakin
diperparah dengan adanya konflik perebutan sumber daya dengan
nelayan dari daerah lain. Strategi yang dilakukan untuk bertahan
hidup adalah stetegi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga nelayan
miskin melalui trategi ekonomi dan sosial, melalui pola nafkah ganda,
pemanfaatan tenaga kerja rumah tangga dan migrasi, strategi sosial

. Rahmawati, R., dkk, 2008. Pengetahuan Lokal Masyarakat Adat Kasepuan: Adaptasi,
66

Konflik dan Dinamika Sosisla-Ekonomi.. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi,


dan Ekologi Manusia. ISSN: 1978-4333, Vol.02, No.02
67 . Sugihardjo.,dkk, 2012. Strategi Bertahan dan Strategi Adaptasi Petani Samin

Terhadap Dunia Luar (Petani Samin Di Kaki Pegunungan Kendeng Di Sukolilo


Kabupaten Pati). Staf Pengajar Program Sudi Agribisnis, Fakultas Pertanian UNS. SEPA
: Vol. 8 No. 2. ISSN : 1829-9946.
68. Sulistyastuti, D. R.,dan Faturochman, 2000. Stategi Bertahan Hidup di Tiga
Wilayah., Asisten peneliti pada Pusat Penelitian. Kependudukan, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta. ISSN: 0853-0262
30
dengan memanfaatkan ikatan kekerabatan yang ada69. Konsep strategi
digunakan dalam beberapa aspek disiplin ilmu, seperti; di ilmu
ekonomi, ekologi, hukum, sosial, dan kesehatan. Kajian studi dari Zak
Le Rouk, (1992) di South Africa, menemukan menunjukan beberap
stategi yang diperlukan untuk konservasi sumberdaya ekologi
digunakan dimanfaatkan secara lestari yang diberlukan dalam berbagai
upaya stetegi secara berkelanjutan, seperti yang digambarkannya;
konservasi menjaga cadangan, promosi perubahan penggunaan lahan
untuk konservasi, penegakan hukum, perencaan penggunaan sumber
daya nasional, dan pemanfaatan tanah secara etik70.
Dari serangkan penejelasan diatas tentang stetegi nafka,
eksistensi masyarakat, peralihan matapencaharian, stategi konservasi
dan kearifan lokal masyarakat sebagai pola stategi masyarakat dalam
bertahan hidup. Faktor migrasi juga merupakan upaya stategi untuk
bertahan hidup. Hal ini dikatakan Ibrahim, Fouad & Ruppert, Helmut
(1991) di zona Sahel, mingrasi dari desa-desa ke kota memainkan
peranan besar dibanding migrasi dari kota desa dengan adanya
pertumbuhan penduduk dan kekeringan untuk bekerja sebagai buruh
ke daerah selatan basah Darfur71.

Mata Pencaharaian (Livelihood)


Konsep mata pencarian (livelihood) sangat penting dalam
memahami coping strategis karena merupakan bagian dari atau bahkan
kadang-kadang dianggap sama dengan strategi mata pencarian
(livelihood strategies). Suatu mata pencarian meliputi pendapatan (baik
yang bersifat tunai maupun barang), lembaga-lembaga sosial, relasi

. Widodo, S., 2011. Trategi Nafkah Berkelanjutan Bagi Rumah Tangga Miskin di
69

Daerah Pesisir. Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo,


Bangkalan 69162, Indonesia. Maraka, Sosial Humaniora, Vol. 15, No. 1
70. Rouk, Z. L., 1993. Conservation at Landscape Level: A Strategy for Survival: The

Role of Research. Natal Parks Board, PO Box 662, Pietermaritzburg 3200, South
Africa. The Environmentalist, Volume 13, Number 2, 105-110.
71. Helmut, R., 1991. The Role of Rural-Rural Migration as a Survival Strategy in the

Sahelian Zone of the Sudan-A Case-Study in Burush, N Darfur. University of


Bayreuth, Institute of Geosciences, POB 101251, 8580 Bayreuth, Germany.
31
gender, hak-hak kepemilikan yang diperlukan guna mendukung dan
menjamin kehidupan 72 (Ellis, 2000). Sedangkan menurut, Chambers
dan Conway (1992) mendefisikan livelihood sebagai, kemampuan, aset
(termasuk bahan dan sumber daya sosial) dan kegiatan yang
dibutuhkan untuk sarana hidup 73 . Meski sumberdaya tersebut
seringkali mengalami kerentanan untuk memenuhi kehidupan
masyarak miskin di pedesaan dari cengkraman pemerintah dan
kapitalis moderen, yang kurang mendapatkan perhatian dan
pemerataan sumberdaya ekonomi. Hal ini dilihat dari beberapa kajian
yang dilakukan dari Quicksilver Drive, Sterlin (2002) bagaimana
kebijakan alternatif yang diperlukan untuk menjamin mata
pencaharian bagi keluarga miskin dan memberikan sumberdaya
ekonomi bagi masyarak dengan memberikan akses sumberdaya alam,
sebagai faktor kemiskinan yang perlu diperhatian melalu kebijakan
pemerintah74.
Konsep livelihood sesungguhnya dikembangkan pertama kali
di Inggris pada akhir dekade 90-an, namun didesain sedemikian rupa
sehingga sangat relevan untuk kawasan sedang berkembang. Hal ini
dilakukan untuk memahami pendekatan pembangunan kontemporer
yang berusaha mengoreksi pendekatan pembangunan modernisasi
yang dikenal sangat tidak akrab terhadap lingkungan dan masyarakat
lokal. Pendekatan nafkah berkelanjutan berusaha mencapai derajat
pemenuhan kebutuhan sosial, ekonomi, dan ekologi secara adil dan
seimbang. Pencapaian derajat kesejahteraan sosial didekati melalui
kombinasi aktivitas dan utilisasi modal-modal yang ada dalam tata
nafkah untuk kelas ekonomi masyarakat bawah (Ellis, 2000)75.

72 . Freeman, E. F, (eds), (2005). Rural livelihoods and poverty reduction policies.


Routledge, London.
73 . Chambers, R and G. Conway, 1992. Sustainable Rural Livelihoods: Practical

Concepts for the 21st Century. University of Sussex, Institute for Development Studies,
DP 296, Brighton.
74. Sterlin, Q. D., 2002. Urban Livelihoods: A People-centred Approach to Reducing

Poverty. ISBN: 1 85383 861 6 paperbac. ISBN: 1 85383 860 8 hardback. Earthscan
Publications Limited London.
75 . Freeman, E. F., (eds), (2005). Rural livelihoods and poverty reduction policies .

Routledge, London.
32
Menurut kajian dari (Sayogya, 1982), perkembangan sistem
penghidupan dan nafka bagi wilayah pedesaan tidak bisa lepas dari
proses sistem sosial ekonomi yang senantiasa melanda pedesaan. Proses
adaptasi ekonomi dan ekologi dibentuk oleh petani aras individu,
rumah tangga (aras kelompok), aras kelompok serta komunitas lokal
aras sistem sosial sebagai upaya menyelaraskan eksistensi mereka
terhadap arus perubahan sosial, menghasilkan sejumlah gambaran
dinamika sistem penghidupan dan nafka pedesaan 76 . Sistem mata
pencaharian masyarakat pedesaan terdiri dari pola ekonomi tradisional
yang dilakukan melalui kegiatan produksi, untuk memenuhi
kehidupan ekonominya. Dari hasil penelitian yang dilakukan di 17
desa kabupaten Chamoli dan 12 desa di kabupaten Pauri India,
menunjukan bahwa subsistensi pemenuhan kebutuhan mata
pencaharian masyarakat desa dari berbagai kombinasi mata
pencaharian yaitu, melalui pertanian, perternakan, pengrajin, dan
pemanfaatan non-kayu hasil hutan (HHBK) memberikan dasar untuk
ekonomi pasar yang dilakukan untuk menambah pendapatan ekonomi
keluarga77.

Pertukaran Ekonomi dan Sosial


Pertukaran Ekonomi (Pertukaran Langsung)
Pertukaran merupakan suatu pertukaran yang terjadi melalui
unsur biaya (cost), imbalan (reword) dan keuntungan (profit) yang
dilakukan untuk menjalin hubungan dengan orang lain secara langsung
maupun tidak langsung 78 . Perturan ekonomi merupakan pertukaran
yang terjadi secara langsung. Pertukaran secara langsung terjadi apabila
hubungan antar berbagai pihak baik individu dan kelompok yang
memiliki posisi dan peranan yang relative sama dalam proses

76. Sayogya, 1982. Bunga Rampai Perekonomian Desa. Gajah Mada Universitas Press.
Yogyakarta.
77 . Sati, V. P., 2014. Towards Sustainable Livelihoods and Ecosystems in Mountain

Regions. Geography and Resource Management School of Earth Sciences Mizoram


University Aizawl, Mizoram India.
78 . Teori Pertukaran Sosial dan Teori Pertukaran Sosial Dalam Pandangan Peter M.

Blau. UKSW
33
pertukaran. Meskipun diantara mereka memiliki derajat harkat
kekayaan dan fungsionaris adat yang berbeda-beda. Dalam hubungan
seperti ini, pertukaran langsung merupakan kewajiban membayar atau
membalas kembali kepada orang atau kelompok lain atas apa yang
mereka berikan atau lakukan sesuai dengan nilai yang sama79.
Pertukaran ekonomi ini terjadi dengan adanya barang atau
komoditas yang memiliki nilai jual. Komoditas merupakan hasil karja
manusia yang diproduksi dalam bentuk barang dan jasa untuk
dipertukarkan melalui mekanisme pasar. Komoditas tersebut dalam
bentuk barang dan jasa umumnya diproduksi secara massal untuk
malayani kebutuhan banyak konsumen dan juga produksi berulang-
ulang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen yang
menjadi target pasarnya 80 . Aspek penting dari komoditas yaitu
komoditas tersebut memiliki nilai guna dalam hal barang dan jasa
untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Selain itu komoditas juga
merupakan sebuah komoditas yang dipertukarkan dengan barang atau
jasa lain yang berbeda kegunaannya atau disebut sebagai nilai tukar.
Mekanisme berlangsungnya proses pertukaran komoditas (barang)
dapat dikategorikan menjadi beberapa bagian yaitu81;
1 Tipe K-K, yaitu suatu komoditas ditukar langsung dengan
komoditas lainnya, misalnya seorang petani menukar sesumpit
jagung dengan sejerat ikan kepada seorang nelayan atau
disebut dengan barter sebagai bentuk pertukaran komoditi
yang pertama dalam sejara umat manusia. Dalam hal ini para
actor melakukan interaksi sosial dan saling mengontrol
perilaku mereka.
2 Tipe K-U-K, yaitu komoditi dikonversikan ke dalam uang,
kemudian uang dikonversikan lagi ke dalam komoditi,

79. Damsar & Indrayani, 2009.Pengantar Sosiologi Ekonomi Edisi Ke Dua. Hal;104-
107.Kencana Prenamedia Group. Jakarta.
80. Suyanto, B., 2002. Sosiologi Ekonomi (Kapitalisme dan Konsumsi di Era-Masyarakat

Post-Modernisme. Hal 175.Kencana Prenada Media Group.


81 . Damsar & Indrayani, 2009. Pengantar Sosiologi Ekonomi Edisi Ke Dua. Hal;94-

95.Kencana Prenamedia Group. Jakarta.


34
misalnya nelayan menjual hasil tangkapnya kemudian uang
hasil penjualannya tersebut digunakan untuk membeli beras.
3 Sedangkan tipe yang ketiga yaitu tipe masyarakat kapitalis
dengan tipe sirkulasi komoditas berubah menjadi U-K-U yaitu
uang digunakan untuk membeli komoditas kemudian
komoditas dijual untuk memperoleh uang. Uang tersebut
sebagai modal yang dapat dikonversi lagi untuk membeli
barang lalu dijual.
Perutukaran (exchange) merupaka distribusi yang dilakukan
atau terjadi melalui pasar. Sedangkan konsep pasar (market) berasal
dari kata Latin “marcatus”, yang artinya berdagang atau tempat
berdagang. Dengan demikian, terkandung tiga arti yang berbeda
didalam makna tersebut, yaitu; 1) pasar dalam arti secara fisik, 2) pasar
sebagai tempat pengumpulan, 3) sebagai hak atas ketentuan yang legal
tentang suatu pertemuan pada suatu tempat (marketplace). Dengan
demian, pasar merupakan bentuk fisik atau tempat dimana barang dan
jasa dibawa untuk dijual dan di mana pembeli bersedia membeli barang
dan jasa tersebut. menurut Sanderson (2003:131), tempat pasar adalah
tempat fisik yang terdapat disejumlah tempat yang ditentukan dalam
masyarakat. pembedaan pasar menurut Sanderson dalam konteks
masyarakat lokal, dapat dipahami sebagai tempat pertukaran pada
masyarakat yang ada pada lingkungan masyarakat.
Menurut Marx, setiap komoditas sebetulnya memiliki nilai-
nilai guna komoditas, yaitu ketika barang-barang yang diproduksi
digunakan sendiri atau digunakan orang lain untuk bertahan hidup.
Namun di ere kapitalisme, setiap komoditas yang sengaja dihasilkan
untuk dijual ke pasar, produk-produk tersebut tidak hanya memiliki
nilai guna melainkan juga memiliki nilai tukar. Diera kapitalisme,
sering terjadi masyarakat yang menghasilkan produk-produk secara
budaya, kemudian produk itu dipuji sendiri oleh masyarakat yang
menghasilkannya layaknya dewa-dewa. Marx menyebut proses ini
sebagai pemberhalaan komoditas (fetishism of commodity). Masyarakat
memperlakukan komoditas yang dipuji, diburu, dan melahirkan
fanatisme yang acap kali berlebihan yang kemudian diikuti dengan
35
munculnya kelas konsumen yang cenderung berlebihan 82. Walaupun
teori ini lebih ini lebih menekankan pada aspek ekonomi. Aktivitas
ekonomi bukanlah realitas sosial yang soliter dan hanya berkaitan
dengan transaksi jual beli barang yang menekankan untung rugi
semata, melainkan didalamnya juga berjalin temali dengan aspek-aspek
sosial budaya yang kompleks seperti; kelas sosial, gaya hidup, alienasi,
anomaly dan lain-lain. Hal merupakan suatu persoalan yang luas dalam
mengkaji aspek sosiologi ekonomi pada masyarakat. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pertukaran tidak langsung, terjadi dengan
adanya imbalan yang sama secara timbal balik, melalui komoditas atau
barang bernilai yang dapat dipertukaran dengan uang untuk
memenuhi kehidupan ekonomi pada masyarakat.
Pertukaran Sosial Masyarakat (Pertukaran Tidak Langsung)
Pertukaran sosial berlangsung dengan adanya relasi dan
hubungan yang terpola pada masyaarakat dalam mekanisme
pertukaran. Pertukaran sosial ini terjadi secara tidak langsung.
Pertukaran secara tidak langsung merupakan, kewajiban memberi atau
membantu orang kelompok lain tanpa mengharapkan pengembalian,
pembayaran atau balasan yang setara dan langsung83. Pertukaran tidak
langsung ini juga biasanya terjadi dalam bentuk jaringan sosial melalui
para aktor atau kelompok dalam membangun suatu relasi pada
masyarakat. B.F.Skinner, melihat pertukaran sosial terjadi melalui
adanya perilaku aktor terhadap lingkungan dan selanjutnya dilihat
dampak dari tanggapan lingkungan terhadap perilaku seorang aktor
dalam tindakan selanjutnya 84 . Maka tanggapan lingkungan terhadap
tindakan seseorang menentukan apakah tindakan yang sama akan
diulangi atau dihentikan pada waktu kemudian. Dalam masyarakat
etnik di Indonesia terdapat berbagai kearifan lokal yang mengandung
nilai dan norma yang menyuruh orang untuk berbuat baik kepada
semua orang tanpa menegaskan bentuk waktu pengembalikannya.

82. Suyanto, B., 2002. Sosiologi Ekonomi (Kapitalisme dan Konsumsi di Era-Masyarakat
Post-Modernisme. Hal 18.Kencana Prenada Media Group.
83 . Sanderson, S. K., 2003. Makro Sosiologi. Hal; 118. Jakarta; Raja-Grafindo Persada..
84. Suyanto, B., 2002. Sosiologi Ekonomi (Kapitalisme dan Konsumsi di Era-Masyarakat

Post-Modernisme. Hal 18.Kencana Prenada Media Group.


36
Seperi hubungan kekerabatan dan kekeluargaan yang berlangsung pada
masyarakat dengan tingkat solidaritasnya yang tinggi. Hal ini biasa
terlihat dalam relasi kekerabatan melalu berbagai tindakan, ungkapan
dalam hal saling memberi salam dan saling yang membentuk hubungan
solidaritas masyarakat yang kuat 85 . Interaksi sosial merupakan suatu
proses yang berlangsung secara timbal-balik pada individu dan
kelompok untuk membangun relasi antar sesamanya. Berlangsungnya
interaksi tersebut, sebagai suatu proses yang kompleks yang
mengorganisasi dan menginterpretasikan persepsi tentang diri
seseorang terhadap orang lain tentang apa yang dilakukan pada
lingkungan interaksi sosialnya. Interaksi juga dapat dipahami sebagai
sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk menyatakan
identitas dirinya kepada orang lain, dan menerima pengakuan atas
indentitas diri tersebut agar terbentuk perbedaan identitas antar
seseorang kepada orang lain 86 . Hubungan kedua perutukaran ini,
merupakan interaksi pada masyarakat yang dilakukan untuk bertahan
hidup. Dimana proses interaksi tersebut berlangsung dengan
pertukaran antar masyarakat dan proses ini tidak semata-mata terjadi
tehadap apa yang dimiliki oleh seseorang, namun berlangsung sebagai
pengakuan atas apa yang dilakukan seseorang terhadap orang lain
dalam menjalin relasi tukar menukar secara timbal balik dan pada
kehidupan sosialnya.
Berhubungan dengan ikatan solidaritis, Durheim menyatakan
sebagai fakta-fakta sosial yang bersifat eksternal, tetapi mempengaruhi
perilaku individu. Fakta sosial tersebut merupakan cara-cara bertindak,
peripikir, dan berperasaan yang berada diluar individu, dan
mempunyai kekuatan memaksa yang mengendalikannya. Fakta sosial
tersebut tidak hanya bersifat material, tetapi juga nonmaterial, seperti
kultur, agama atau intitusi sosial87. Meskipun demikian pandangan ini

. Wakerkwa, H., 2009. Perang Antar Suku (Tinjauan Terhadap Penanganan Perang
85

Antar Suku Dani dan Suku Amungme Tahun 2007-2008 di Distrik Tembagapura
Kabupaten Mimika. Hal 55.Program Studi Magister Sosiologi Agama Universitas
Kristen Satya Wacana.
86. Kum, K., 2012. Konflik Etnik.Telaah Kritis dan Kontruktif Atas Konflik Etnik di

Tanah Papua.Hal 13.Litera Buku, Yogyakata.


87 . Abidin Y. Z & B.A.Saeani, 2014. Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia.

Pustaka Setia Bandung.


37
berbeda dengan pandangan Homans yang mengatakan, bahwa bukan
masyarakat yang mempengaruhi individu melainkan individulah yang
mempengaruhi masyarakat. Walaupun Homans membahas prinsip
psikologi, namun Ia tak membayangkan individu dalam keadaan
terisolasi. Ia mengakui bahwa manusia adalah makhluk sosial dan
mengunakan sebagian besar waktu mereka berinteraksi dengan
manusia lain. Ia mencoba menerangkan perilaku sosial dengan prinsip-
prinsip psikologi.’pendiriannya adalah bahwa proposisi umum
psikologi terhadap perilaku manusia tidak berubah karena interaksi
lebih berasal dari manusia lain ketimbang dari lingkungan fisik.
Dengan demikian Homans tidak menolak pendirian Durheim dan
Marcel Mauss yang menyatakan interaksi menimbulkan sesuatu yang
baru. Ia malah menyatakan bahwa ciri-ciri yang baru muncul itu dapat
dijelaskan dengan prinsip psikologi88. Meski kedua teori ini mimiliki
pandangan yang berbeda tentang pertukaran pada tingkat subtansial
dan kolektif. Argument mereka tidak terlepas dari objek pengamatan
mereka pada realitas individu dan sosial.
Sedangkan Max Weber memiliki pendekatan yang berbeda
dengan Durheim, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi dalam
masyarakat tersebut tidak semestinya berkutat pada soal-soal
pengukuran yang sifatnya kuantitatif dan sekedar mengkaji
pengukuran-pengukuran faktor eksternal, tetapi yang lebih penting
sosiologi bergerak pada upaya memahami di tingkat makna, dan
mencoba mencari penjelasan pada faktor-faktor internal yang ada di
masyarakat itu sendiri89.
Pola pertukaran seperti ini biasanya terjadi pada masyarakat di
distrik Tembagapura kampung Waa, dinama mereka bertahan hidup
dipinggiran sunggai Wanagon untuk mendulang Emas. Emas tersebut
kemudian mereka dapat menjualnya sesuai dengan nilainya untuk
dipetukarkan dengan uang, kemudian uang tersebut digunakan untuk
mempertukarkan dengan membeli kebutuhan konsumennya. Selain

88. Goodman, G. R. D.J., 2004.Teori Sosiologi Modern Edisi Ke Enam. Hal 359. Fajar
Interpratama Offset. Jakarta.
89. Suyanto, B., 2002. Sosiologi Ekonomi (Kapitalisme dan Konsumsi di Era-Masyarakat

Post-Modernisme. Hal 9. Kencana Prenada Media Group.


38
itu, mereka mensisikannya untuk disimpan sebagai investasi maupun
dipertukarkan dalam hubungan sosialnya dalam hal saling memberi
dan memperhatikan secara langsung maupun tidak langsung.
Berhubungan dengan hal ini juga pernah dikatakan oleh Soyanto
bahwa,”Dalam kehidupan sosial manusia, barang-barang komoditas
dibutuhkan masyarakat konsumen untuk menjadikan kategori-kategori
budaya tampil kemuka dan tampak stabil bagi individu-individu yang
terlibat didalamnya. Dengan kata lain, seorang memilih mengonsumsi
komoditas tertentu, sebetulny bukan sekedar karena ia membutuhkan
fungsi inheren komoditas itu sebagai sebuah produksi, tetapi juga
karena ia membutuhkan komoditas itu sebagai sebuah simbol, tanda
untuk mengukuhkan posisi dan kelas sosial dimana ia berada90.
Menurut Marx, setiap komoditas sebetulnya memiliki nilai-
nilai guna komoditas, yaitu ketika barang-barang yang diproduksi
digunakan sendiri atau digunakan orang lain untuk bertahan hidup.
Namun di ere kapitalisme, setiap komoditas yang sengaja dihasilkan
untuk dijual ke pasar, produk-produk tersebut tidak hanya memiliki
nilai guna melainkan juga memiliki nilai tukar. Diera kapitalisme,
sering terjadi masyarakat yang menghasilkan produk-produk secara
budaya, kemudian produk itu dipuji sendiri oleh masyarakat yang
menghasilkannya layaknya dewa-dewa. Marx menyebut proses ini
sebagai pemberhalaan komoditas (fetishism of commodity). Masyarakat
memperlakukan komoditas yang dipuji, diburu, dan melahirkan
fanatisme yang acap kali berlebihan yang kemudian diikuti dengan
munculnya kelas konsumen yang cenderung berlebihan91.
Walaupun teori ini lebih ini lebih menekankan pada aspek
ekonomi. Aktivitas ekonomi bukanlah realitas sosial yang soliter dan
hanya berkaitan dengan transaksi jual beli barang yang menekankan
untung rugi semata, melainkan didalamnya juga berjalin temali dengan
aspek-aspek sosial budaya yang kompleks seperti; kelas sosial, gaya
hidup, alienasi, anomaly dan lain-lain. Hal merupakan suatu persoalan

90. Suyanto, B., 2002. Sosiologi Ekonomi (Kapitalisme dan Konsumsi di Era-Masyarakat
Post-Modernisme. Hal 177.Kencana Prenada Media Group.
91. Suyanto, B., 2002. Sosiologi Ekonomi (Kapitalisme dan Konsumsi di Era-Masyarakat

Post-Modernisme). Hal 18.Kencana Prenada Media Group.


39
yang luas dalam mengkaji aspek sosiologi ekonomi pada masyarakat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pertukaran tidak langsung
(sosial), tidak terjadi secara timbal balik atau komoditas dan barang
bernilai yang diberikan kepada orang lain, tidak harus mengharapkan
pengembalikannya secara setimpal. Pertukaran seperti ini biasanya
berlangsung dalam relasi hubungan sosial masyarakat melalui toleransi
pada relasi yang dimiliki atau dibangun pada masyarakat.

40

Anda mungkin juga menyukai