Anda di halaman 1dari 15

SUMMARY ANTROPOLOGI SOSIAL

Dosen : Assoc. Prof.Drs.H.Syafrizal,M.Si.Ph.D

Disusun oleh :
Kesya Ivana (2303110180)

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
BAB III

UNSUR - UNSUR KEBUDAYAAN UNIVERSAL


3.1 Pendahuluan
Unsur – Unsur Kebudayaan alam Saebani (2012: 163) menjelaskan bahwa
beberapa ahli kebudayaan memiliki berbagai pendapat mengenai unsur-unsur
kebudayaan di antaranya: 1. Koentjaraningrat (2000: 203-204) menjelaskan
bahwa unsur-unsur kebudayaan terdiri dari (a) peralatan dan perlengkapan
hidup manusia sehari-hari, misalnya pakaian, perumahaan, alat rumah tangga,
senjata dan sebagainya: (b) sistem mata pencaharian dan sistem ekonomi,
misalnya pertanian, petemakan, dan sistem produksi, (Cc) sistem
kemasyarakatan, misalnya sistem kekerabatan, sistem perkawinan, dan sistem
warisan: (d) bahasa sebagai media komunikasi, bahasa lisan dan tulisan, (e)
ilmu pengetahuan, misalnya pengetahuan mereka tentang alam sekitar seperti
pengetahuan tentang bumi, flora dan fauna: (d) kesenian, misalnya seni Suara,
seni tari, seni drama dan sistem religi.
2. Melville J. Herkovits menyebutkan kebudayaan memiliki empat Unsur
pokok yaitu peralatan teknologi, sistem ekonomi, sistem keluarga dan sistem
beberapa ahli ke kekuasaan politik.
3. Bronislaw Malinowski, menyebutkan empat unsur kebudayaan yang
meliputi sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para
anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya,
organisasi ekonomi, alat-alat dan lembaga atau petugas untuk pendidikan
(keluarga adalah lembaga pendidikan utama),dan organisasi kekuatan (politik).

1. Bahasa Bahasa merupakan ciri utama lahirnya kebudayaan manusia


yang modem karena memalui bahasa, kita bisa melihat adanya perkembangan
manusia yang semakin sempurna, terutama saat menjalin hubungan antar
manusia, bahkan hubungan dengan Tuhan. Meliputi bahasa yang berbentuk lisan
ataupun tulisan.
2. Sistem Organisasi Sistem organisasi atau sistem kekerabatan merupakan bagian
yang sangat penting dalam struktur sosial.
Dimana kekerabatan memiliki arti unit-unit sosial yang terdiri atas beberapa
keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan ayah
ibu,kakek,nenek dll
3. Organisasi Sosial Organisasi sosial merupakan perkumpulan yang dibentuk oleh
kelompok masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan
hukum.Meliputi asosiasi (perkumpulan), sistem kenegaraan, dan sistem kesatuan
hidup.

4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi Sistem peralatan hidup merupakan wujud
kebudayaan yang dihubungkan dengan peralatan yang digunakan dalam
pemenuhan kebutuhan hidup seharihari,sedangkan teknologi meliputi cara-cara
atau teknik memproduksi, memakai,serta memelihara segala peralatan dan
perlengkapan.
5. Sistem Mata Pencaharian Hidup Sistem mata pencaharian ini berhubungan pada
kehidupan masyarakat yang masih tradisional,disesuaikan dengan tempat atau
daerah mereka tinggal,ada yang berkebun,berternak dll.
6.Sistem Religi Secara individual maupun sosial,manusia tidak terlepas dari religi
atau sistem kepercayaan yang mereka anut.Meliputi sistem kepercayaan,sistem
nilai,pandangan hidup,komunikasi keagamaan atau upacara keagamaan.
7.Kesenian dikaitkan dengan nilai estetika yang berasal dari ekspresi hartat manusia
akan keindahan yang dinikmati dengan mata atau telinga.Meliputi seni
patung/pahat,relief lukis dan gambar,seni tari,bangunan,kesusastraan,dan drama.

Menurut ahli antropologi Cateora (dalam Saebani, 2012: 174-175),berdasarkan


wujudnya,budaya memiliki beberapa komponen yaitu sebagai berikut:

1.Kebudayaan materiil
2.Kebudayaan non materiil
3.Lembaga sosial
4.Sistem kepercayaan
5.Estetika
6.Bahasa Merupakan alat pengantar dalam berkomunikasi

3.2 Metode menganalisis kebudayaan

(Menurut Ralp Linton)


Metode menganalisis kebudayaan merupakan kegiatan yang membentuk dan
mengabstraksikan pemahaman secara rasional empiris.Rapl Linton mengajukan
empat tahap untuk menganalisa kebudayaan,yaitu:

1.Pada tahap pertama,setiap sistem budaya dapat dibagi ke dalam “adat-


istiadat”,setiap sistem sosial ke dalam “aktivitas sosial”,dan himpunan setiap unsur-
unsur kebudayaan fisik dapat dibagi ke dalam “benda-benda kebudayaan”,yang
masing-masing disebut sesuai dengan nama-nama tersebut.
2.Tahap Kedua,setiap adat sebaiknya dibagi ke dalam “kompleks budaya”,dan
begitu juga setiap aktivitas sosial lebih lanjut dibagi ke dalam “kompleks
sosial”,sedangkan benda kebudayaan tentu tidak berubah.
3.Tahap Ketiga,disarankan agar tiap-tiap komplek budaya dibagi-bagi menjadi
“tema-tema budaya”,tiap-tiap kompleks sosial lebih lanjut diuraikan menjadi
berbagai jenis “pola sosial”,dan seperti pada tahap kedua,benda kebudayaan tidak
mengalami perubahan,begitu juga pada tahap selanjutnya
4.Tahap terakhir,setiap tema budaya dapat dirinci lagi ke dalam “gagasan” dan
setiap pola sosial ke dalam “tindakan”.

BAB IV
METODE -METODE ANTROPOLOGI
4.1 Pendahuluan

Dalam sejarah dan perkembangan ilmu antropologi, telah terjadi perkembangan


yang pesat dan unik dalam metode. Bahkan metode etnografi, metode khas
antropologi, telah banyak dikritik oleh kalangan antropolog sendiri sehingga
keberadaanya terus mengalami perkembangan dan modifikasi, selain penggunaan
metode tersebut dalam berbagai bidang ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Pada satu
sisi, perkembagnan metode-metode tersebut saja dipengaruhi oleh atau sejalan
dengan perkembangan orientasi teoritis atau pendekatan dalam antropologi dan
ilmu-ilmu sosial secara umum.

Pada sisi lain, perkembangan metode-metode tersebut berkaitan dengan karakter


khas antropologi sebagai disiplin ilmu, yakni holism atau pandangan yang
menyeluruh tentang berbagai aspek kehidupan umat manusia. Dengan demikian,
metode-metode antropologi telah menjadi sangat variatif, mulai dari metode
tradisional khas antropologi sampai metode-metode yang dipinjam dari ilmu-ilmu
lain seperti sosiologi, psikologi dan komunikasi.

Masalah metode-metode dalam antropologi berkaitan dengan tujuan ilmu


antropologi itu sendiri. artinya, metode itu tidak berdiri sendiri tetapi disesuaikan
dengan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan utama antropologi mencakup empat hal,
yaitu deskripsi, klasifikasi, komparasi, dan penjelasan. "Cultural anthropologist are
to describe, classify, compare, and explain these similarities and differences"
(Spradley and Mc.Curdy 1972:6). Etnografi diarahkan untuk melakkukan deskripsi,
sementara etnografi diarahkan untuk melakukan klasifikasi, perbandingan dan
penjelasan. Hal ini dapat diperhatikan dalam bagan berikut ini (Spradley and
Mc.Curdy 1972:6).

Inti ilmu antropologi adalah etnografi yang secara harfiah berarti tulisan atau
laporan tentang suatu suku bangsa berdasarkan penelitian lapangan dalam waktu
yang relatif lama. Secara etimologis, etnografi berasal dari kata Yunai ethnos berate
orang, suku atau kelompok kultural yang digabungkan dengan kata graphic dapat
diartikan lukisan, deskripsi.

Jadi etnografi ialah tulisan tentang masyarakat. Dalam antropologi, etnografi


merujuk pada metode kerja penelitian lapangan sekaligus laporan hasil penelitian
atau deskripsi tentang masyarakat. Antropolog biasanya menghabiskan waktu lama
di lapangan melakukan observasi, berdialog dan berinteraksi dengan suatu
kelompok masyarakat yang menjadi subjek studinya.

2.2 Pandangan koentjaraningrat tentang batas masyarakat


Di bawah ini adalah pandangan Koentjaraningrat dalam menentukan batas
masyarakat yang menjadi bagian dari suku bangsa yang menjadi pokok dan lokasi
konkret deskripsi etnografi, yakni:

• kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh satu desa atau lebih;


• kesatuan masyarakat yang terdiri atas penduduk yang menggunakan satu
bahasa atau satu dialek bahasa;
• kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh garis batas suatu daerah politikal-
administratif;
• kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh rasa identitas penduduk itu
sendiri:
• kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh wilayah geografis secara fisik:
• kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh kesatuan ekologi;
• kesatuan masyarakat yang dibatasi dengan kesamaan pengalaman s
sejarah;
• kesatuan masyarakat yang memiliki penduduk dengan kesamaan
frekwensi interaksi yang tinggi dengan penduduk lain; dan
• kesatuan masyarakat dengan keseragaman susunan sosial.

Prinsip kesatuan biasanya mencakup prinsip-prinsip yang lain sedang prinsip-


prinsip yang lain barangkali tidak dapat saling mencakupi. Dengan
demikian.prinsip kesatuan dapat dijadikan dasar pijakan awal dalam meneliti dan
menyusun etnografi

Penduduk suatu dess atau beberapa desa yang berdekatan, biasanya juga
merupakan segabungan manusia yang mengucapkan satu bahasa, biasanya juga
merupakan suatu kesatuan administratif, dan mempunyai suatu rasa identitas
komunitas yang khusus, tinggal di satu wilayah geografi dengan ciri-ciri ekologi
yang sama, mempunyai pengalaman sejarah yang biasanya sama, biasanya saling
berinteraksi secara intensif dan dengan frekwensi yang tinggi. sedangkan seluruh
desa biasanya mempunyai suatu organisasi sosial yang tertentu (Koentjaraningrat
1990a:331).

Kerangka etnografi dapat ditulis berdasarkan tujuh unsur kebudayaan universal


yang dikemukakan dalam bahasan tentang kebudayaan,yakni:
1) bahasa
2) sistem teknologi
3) sistem ekonomi
4) organisasi sosial
5) sistem pengetahuan 6) sistem agama
7) kesenian
Unsur-unsur tersebut dikembangkan ke dalam uraian tentang tiga wujud
kebudayaan, yakni sistem kultural dalam bentuk adat-istiadat, sistem sosial
termasuk pranata-pranata sosial.dan benda-benda kebudayaan. Kerangka etnografi
dimaksud mencakup:
1) lokasi, lingkungan alam dan demografi 2) asal mula dan sejarah suku bangsa
3) bahasa
4) sistem teknologi
5) sistem mata pencaharian
6) organisasi sosial
7) kesenian
8) sistem agama (Koentjaraningrat 1990a:334-335)

Dengan kerangka tersebut deskripsi etnografi betul-betul menggambarkan suatu


kebudayaan dan masyarakat secara lengkap dan holistik. Etnografi adalah langkah
awal untuk menjadi ahli antropologi, langkah berikutnya adalah comparative study,
Fase ini dikenal dengan istilah etnologi yang secara harfiah, berarti ilmu bangsa-
bangsa.

Dengan demikian, secara keseluruhan, metode penelitian antropologi dapat dibagi


menurut ruang atau wilayah dan menurut cakupan waktu. Berdasarkan wilayah,
penelitian antropologi meliputi penelitian non-historis yang berbentuk etnografi,
controlled comparison, dan cross-cultural. Berdasarkan cakupan waktu, ia
mencakup etnohistori, controlled comparison, dan cross-historical Pemilihan metode
tidak dilakukans ecara subjektif dan tidak berdiri sendiri tetapi bergantung pada
dan mengikuti topic dan tujuan yang ingin dicapai oleh seorang peneliti.

BAB V
ORIENTASI TEORITIS

5.1 Pendahuluan
Secara sederhana orientasi teoritis dapat diartikan sebagai cara
seleksi,konseptualisasi dan penataan data dalam menanggapi jenis pertanyaan atau
permasalahan tertentu.Konsep orientasi teoritis memiliki pengertian yang mirip
dengan istilah pendekatan,yakni suatu kerangka anggapan yang diterima oleh
peneliti untuk mengkaji suatu masalah yang dapat dipertentangkan dengan
pendekatan lain.konsep orientasi teoritis atau pendekatan berbeda dengan konsep
teori tetapi dapat menciptakan teori.

Teori adalah prinsip-prinsip umum dasar yang berupa rumus-rumus atau aturan-
aturan yang berlaku umum yang berfungsi menjelaskan hakikat suatu gejala atau
hakikat hubungan antara dua gejala atau lebih.pengertian dari teori dalam ilmu
pengetahuan berbeda dengan pengertian teori dalam masyarakat awam.bagi
masyarakat awam,teori biasanya dianggap sebagai pikiran-pikiran yang musykil
dan jauh dari realitaas sedang dalam ilmu pengetahuan teori adalah sesuatu yang
relevan dengan realitas yang operasional sebagai alat untuk menjelaskan atau
memahami suatu realitas.oleh sebab itu,suatu teori yang tidak sesuai dengan realitas
dianggap tidak berlaku lagi.

Hakikat dan tujuan ilmu pengetahuan itu adalah teori dan teori tersebut dapat
berkembang dengan adanya penelitian ilmiah. Dalam penelitian ilmiah diperlukan
metode Ilmiah yang merupakan seperangkat prosedur dalam melaksanakan
kegiatan penelitian yang dalam batas-batas tertentu terikat dengan pendekatan
ataau orientasi teoritis.

5.2 Evolusionisme
Orientasi teoritis ini berkembang pada akhir abad XIX seiring dengan kemunculan
antropologi sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Aliran ini pada dasarnya
berupaya menelusuri perkembangan kebudayaan manusia sejak yang paling awal,
yakni asal usul kebudayaan primitif hingga yang paling mutakhir dan paling
kompleks. Tokoh utamanya adalah E.B.Tylor (1832- 1917) dan Lewis Henry Morgan
(1818-1881). E.B. Tylor adalah orang Inggris yang pada awalnya belajar kesusastraan
dan peradaban Yunani dan Romawi klasik dan kemudian
tertarik pada arkeologi.

Lalu dia tertarik pada etnografi karena dia sering ikut keluarganya berpetualang ke
Afrika dan Asia. Dia dianggap sebagai ahli antropologi professional pertama karena
dialah yang menduduki posisi pertama di bidang antropologi di Universitas. Dia
adalah tokoh yang pertama kali menduduki posisi reader (setingkat di bawah
professor) dalam bidang antropologi di Oxford (Inggris) pada 1884. Dia menulis
ratusan buku dan yang paling berpengaruh adalah Primitif Culture: Research into
the Development of Mythology, Phylosophy Religion, Language, Arts, and Customs,
yang terbit pertama kali pada 1871. Dalam buku ini. Tylor pertama kali
menggunakan istilah "culture" dalam bahasa Inggris dalam pengertian yang
digunakan oleh kebanyakan antropolog

Tingkat evolusi tersebut dapat dikembangkan secara lebih rinci menjadi zaman liar
tua, zaman liar madya, zaman liar muda, zaman barbar tua, zaman barbar madya,
zaman barbar muda, zaman peradaban purba, dan zaman peradaban masa kini
(Koentjaraningrat 1987: 44-45).
Baik aliran teori evolusi kebudayaan Tylor maupun Morgan mendapat banyak kritik
tajam di Inggris maupun di Amerika. Kritik terhadap Tylor. misalnya, ditujukan
pada konsep survivals, terutama karena tidak adanya catatan tertulis sehingga tidak
bias membuktikan apakah suatu kebudayaan benar-benar merupakan sisa
kebudayaan masa lampau.

Secara sadar atau tidak semua antropolog dan juga ahli ilmu sosial lainnya,
menggunakan ungkapan-ungkapan evolusionistik dalam menanggapi gejala sosial
tertentu. Istilah-istilah seperti "sederhana-kompleks", "kemajuan- kemunduran",
"tradisional-modem, atau "desa-kota", jelas menunjukkan cara berpikir yang
merujuk proses perubahan atau perkembangan dari satu tahap ke tahap lain, yang
dalam banyak hal adalah evolusionistik

Dengan kata lain, banyak pikiran dalam evolusionistik. Dengan kata lain, banyak
pikiran dalam evolusionisme tetap hadir mungkin secara tersirat dalam paradigma-
paradigma antropologi sosial budaya masa kini, dan membayang. bayangi
paradigma-paradigma tersebut (2005:99).

5.3 Difusionisme

Teori ini popular di Inggris dan Jerman-Australia pada akhir abad XIX dan awal
abad XX. Sesuai dengan namanya,teori ini mengutamakan peranan penyebaran atau
difusi dalam rangka menjelaskan kesamaan-kesamaan di antara berbagai
kebudayaan didunia. Difusi adalah proses historis dari perubahan kebudayaan
melalui transmisi lintas budaya dari objek-objek materi dan perilaku keyakinan
yang dipelajari

Tokoh utama difusionis inggris adalah G.Eliot Smith (1871-1937), William J.Perry
(1887-1949),dan W.H.R Rivers (1864-1922). Mereka berpendapat bahwa kebanyakan
aspek kebudayaan pada tahap tinggi pertama kali berkembang di Mesir dan dari
sana unsur-unsur kebudayaan tersebut menyebar ke bagian dunia lain karena
adanya kontak dengan orang Mesir.

Adapun pendiri aliran difusi di Jerman dan Austria adalah Fritz Graebner (1877-
1934) dan Peter Wilhelm Schmidt (1868-1954) sama dengan difusionis
Inggris,mereka berpandangan bahwa ciri khas kebudayaan tertua di dunia dapat
direkontrusi dari unsur-unsur kebudayaan yang masih dipertahankan masyarakat
primitive sebagai masyarakat paling tua.

Adapun pelopor aliran difusi di Amerika adalah Clark Wissler (1879-1947) dan
Alfred Kroeber (1876-1960).ide mereka lebih mirip dengan pandangan difusionis
jerman dan Austria dibandingkan pandangan difusionis Inggris dalam banyak hal.

5.4 Partikularisme Historis

Aliran ini dibangun oleh bapak Antropologi Amerika,Franz Boas (1858-1942). Yang
secara tegas menolak teori-teori evolusionisme yang dikemukakan oleh
Tylor,Morgan, dan lain-lain yang cenderung spekulatif,sangkalan Boas
dituangkannya dalam buku The Limitation of the Comparative Method of
Anthropology yang terbit pada 1896.

Menurut Boas,mereka tidak memiliki cukup data untuk membuat


generalisasi,apalagi generelisasi yang disusun itu berdasarkan atas data tangan
kedua yang metode pengumpulannya tidak dapat dipertanggung jawabkan secara
objektif dan ilmiah.Boas berpandangan bahwa ciri-ciri kebudayaan harus dipelajari
dalam konteks masyarakat tertentu saja.Berupaya mengidentifikasi proses-proses
historis yang bertanggung jawab untuk perkembangan suatu kebudayaan
tersebut.untuk itu,diperlukan penelitian lapangan tangan pertama yang lengkap dan
komperhensif agar dapat menyusun suatu deskripsi yang lengkap mengenai
kehidupan suatu masyarakat.

Menurut pandangannya,semua budaya terbentuk dari sekumpulan ciri perangai


yang rumut dan merupakan akibat dari kondisi lingkungan,faktor psikologis,dan
kaitan historis.dengan mengandalkan secara khusus kajian-kajiannya mengenai
lingkup wilayah penyebaran mite,kisah rakyat,dan folklore. Boas menyatakan
bahwa unsur-unsur suatu budaya merupakan produk proses historisyang rumit dan
banyak melibatkan penyebaran serta pengambil alihan perangai serta kompleks
perangai dari budaya lain disekitarnya.

5.5 Struktural Fungsionalisme

Fungsionalisme dipelopori oleh Bronislaw Malinowski (1884-1942).yang mendapat


pendidikan matematika di Polandia dan kemudian mempelajari antropologi di
Inggris. Ia melakukan penelitian lapangan di kepulauan Trobriand,Papua New
Guinea dalam masa perang Dunia I.Metode penelitian yang dipakai adalah
participant observation yang sangat berpengaruh dalam antropologi hingga masa
kini
Formulasi orientasi teoritis yang dikenal dengan sebutan fungsionalisme yang
berasumsi bahwa semua unsur kebudayaan memiliki fungsi penting dan memenuhi
beberapa fungsi mendasar bagi keseluruhan kebudayaan yang bersangkutan.
Fungsi tersebut dipahami sebagai kemampuannya untuk memenuhi beberapa
kebutuhan dasar atau kebutuhan lainnya bagi individu dalam suatu
masyarakat.kebutuhan pokok mencakup
makanan,pakaian,reproduksi,keamanan,dan sebagainya.

Arthur Reginald Radcliffe-Brown (1881-1955) seorang antropolog kelahiran


Inggris,dia melakukan penelitian lapangan di kepulauan Andaman dari tahun 1906
sampai 1908 dalam rangka penulisan disertasi yang tampaknya dipengaruhi oleh
Rivers.tetapi tak lama kemudian dia nerpaling ke pandangan sosiologi Emile
Durkheim yang sangat kuat mempengaruhi pemikirannya
Redcliffe-Brown berpandangan bahwa aspek-aspek perilaku social muncul untuk
mempertahankan struktur social masyarakat,bukan untuk memenuhi kebutuhan
indvidu,menurut Radcliffe Brown,upacara keagamaan masyarakat Andaman adalah
untuk memelihara kohesi social.struktur social itu menunjukkan kepada seluruh
jaringan hubungan social yang terjadi antar individu dan kelompok.

Fungsionalisme atau fungsionalisme structural bertumpu pada analogi dengan


argonisme.ia memandang system social dan budaya sebagai organisme yang bagian-
bagiannya saling berhubungan satu sama lain dan memberikan andil bagi
kelestarian hidup organisme secara keseluruhan.sistem tersebut memiliki syarat
fungsional bagi pemeliharaan integritas dan stabilitas keseluruhan eksistensinya.

5.6 Antropologi Psikologi

Pada awal tahun 1920 di Amerika muncul interest di kalangan beberapa antropolog
untuk mengkaji hubungan antara kebudayaan dan kepribadian. Pada mulanya
mereka tertarik pada pengalaman masa kanak-kanak dan pengaruhnya pada
perilaku masa dewasa.karena pengaruh pemikiran Sigmund Frued dan John
Dewey,mereka kemudian tertarik pada lingkungan kebudayaan bayi atau kanak-
kanak dan pengaruhnya pada pembentukan kepribadian seseorang.

Pada masa berikutnya, muncul upaya kalangan antropolog untuk mengkaji faktor-
faktor penyeebab perbedaan pola pengasuhan anak dalam masyarakat yang
berbeda. Antropolog psikolog juga berusaha memahami faktor-faktor dan proses
psikologis terhadap praktik-praktik budaya (Ember and Ember 1981 : 45-47) salah
satu tokoh antropolog psikologis adalah Ralph Linton.

Mengenai pandangan Linton, Koentjaranigrat menulis :


Adat istiadat pengasuhan anak dalam suatu kebudayaan menyebabkan bahwa
hamper semua individu dalam kebudayaan tersebut sewaktu kecilnya diasuh
dengan cara sama. Akibatnya ialah bahwa mereka kelak mengembangkan beberapa
ciri watak yang sama.
Tokoh kunci lain dalam Orientasi teoritis ialah Ruth Benedict dan Margareth Mead.
Dalam bukunya, Patterns of Culture,Benedict, seorang murid Boas,
mengembangkan metode Content analysis,dalam mengkaji Ethos, yakni “watak
khas yang dipacarkan oleh suatu kebudayaan dan komuniti”
Dalam rangka menguji konsep psikologis pada masyarakat non- Eropa ,Mead
memfokuskan kajiannya pada masalah pubertas dikalangan remaja di Samoa dan
perbedaan psikologis antara pria dan wanita di kalangan remaja tersebut. Dia
memberi kesimpulan bahwa remaja di Samoa tidak mengalami pubertas dan
perbedaan kepribadian antara wanita dan pria bukan merupakan perbedaan
biologis yang universal tetapi perbedaan yang ditentukan oleh
kebudayaan,sejarah,dan struktur social masyrakat yang bersangkutan.

Singkatnya ada tiga topic besar dalam antropologi psikologi,yaitu hubungan antara
kebudayaan dan hakikat manusia, hubungan antara kebudayaan dan kepribadian
individu,hubungan antara kebudayaan dan tipe kepribadian khas masyarakat,
Konsep dan Teknik yang dipakai dalam penelitian antropologi ini juga berasal dari
psikologi.
5.7 Strukturalisme

Aliran strukturalisme dibangun oleh antropolog Prancis Claude Levi- Strauss. Levi
Strauss berpandangan bahwa kebudayaan manusia sesungguhnya merupakan
perwalian lahiriah dari struktur pikiran manusia yang mendasarinya. Struktur
pikiran manusia itu dipandang sama secara lintas batas budaya atau bersifat
universal. Kaum strukturalis berasumsi bahwa pikiran manusia senantiasa
distrukturkan menurut oposisi biner dan mengklaim bahwa oposisi biner tersebut
termanifestasi dalam berbagai aspek kebudayaan manusia seperti Bahasa, makanan,
metologi. dan kekerabatan (Saifuddin, 2005:65). Tentang konsep oposisi biner Levi-
Strauss.

Kita kutip uraian Koentjaraningrat berikut ini:

Salah satu cara yang paling elementer adalah membagi alam semesta ke dalam dua
golongan berdasarkan ciri-ciri yang saling kontras, bertentangan, atau merupakan
kebalikannya, yaitu cara yang disebut binary opposition, atau oposisi pasangan. Dua
golongan ini bisa bersifat mutlak berupa gejala alam seperti bumi langit, suatu
keadaan seperti hidup/maut, makhluk seperti manusia binatang, manusia/dewa,
Pria/Wanita, atau warna hitam/putih, tetapi bisa juga bersifat relatif seperti kiri
kanan, depan belakang, kerabat/orang luar, kaum kerabat pemberi gadis/kaum
kerabat penerima gadis dan sebagainya.

Strukturalisme berpengaruh di Belanda, Inggris, dan Amerika. Di Belanda muncul


beberapa karya etnografi tentang kekerabatan suku-suku di Indonesia seperti sistem
kekerabatan di Kepulauan Nusa Tenggara Timur oleh F. D. E. Van Wouden yang
mengajar di Universitas Indonesia. Dari antropolog- antropolog Belanda, pengaruh
strukturalisme samapai ke Indonesia melalui mahasiswa yang belajar di Indonesia
atau Negeri Belanda (Koentjaraningrat 1987: 233-236).

Di Inggris, antropolog terkenal yang pernah menjadi guru besar di Oxford seperti R.
Nedham atau R. H. Barnes menggunakan konsep-konsep strukturalisme
LeviStrauss. Yang terakhir ini menulis etnografi kebudayaan Kedang di bagian
timur laut Pulau Lembata di Nusa Tenggara Timur (Koentjaraningrat, 1987: 236-
238).

Selain itu, strukturalisme berkembang pada 1960-an dengan tokohnya yang paling
berpengaruh adalah Mary Douglas melalui bukunya, Purify and Danger. Dia
berpendapat bahwa ajaran kitab suci tentang ketidakmurnian dapat diiluminasikan
dengan mengkaji posisi yang mumi' dan 'yang tidak murni dalam agama yang
dianut masyarakat berskala kecil.

Argumentasinya adalah bahwa keyakinan tentang kemurnian itu merupakan


rangkaian simbol yang terdapat dalam sistem struktural, bukan evolusi
pengetahuan tentang hygiene (Saifuddin 2005: 211). Strukturalisme juga
berpengaruh kuat di kalangan antropolog Amerika, Clyde Kluckhohn sejak awal
telah tertarik kepada konsep-konsep Levi-Strauss, namun pengaruh strukturalisme
juga tampak dalam antropologi kognitif di Amerika yang disebut juga etnosains.

5.8 Materialisme Dialektik

Aliran ini pertama kali diusung oleh Karl Marx pada pertengahan abad XIX. Tujuan
utama materialism dialektik adalah penjelasan tentang alas an terjadinya perubahan
dan perkembangan sistem sosial budaya yang berfokus pada asumsi bahwa struktu
dan ideologi suatu masyarakat ditentukan oleh mode produksi. Masyarakat
kapitalis memiliki karakter destruktif yang inheren karena keinginan untuk
mengeksploitasi kaum buruh dalam rangka mengakumulasi keuntungan. Salah
seorang antropolog terkenal yang dipengaruhi oleh aliran ini adalah Marshall
Sahlins (Saifuddin, 2005:65).

5.9 Materialisme Kultural

Aliran ini pertama kali dikembangkan oleh Leslie White dan Julian Steward dan
dikenal juga sebagai 'neo-evolusionisme' atau 'ekologi budaya. Sekarang, aliran ini
identik dengan karya-karya Marvin Harris. Menurut materialis kultural, struktur
sosial dan suprastruktur ideologi ditentukan oleh mode produksi dan mode
reproduksi masyarakat, sambil menolak konsep metafisika dialektika Hegel yang
dianut materialisme dialektika (Saifuddin, 2005:65). Fokus kajian aliran ini adalah
penjelasan tentang cara-cara manusia dengan sarana kebudayaan yang dimilikinya
memanipulasi dan membentuk ekosistem sendiri. Aliran ini menekankan bahwa
corak manipulasi lingkungan menghasilkan keragaman konfigurasi dan sistem
budaya.
Ada dua konsep sentral dalam aliran ekologi budaya, yakni lingkungan dan
adaptasi. Lingkungan dipahami sebagai ciri-ciri atau hal yang berkenaan dengan
habitat alami yang oleh para ekolog budaya dianggap sebagai environmental
possibilism (posibilisme lingkungan), alih-alih sebagai penentu variasi pengaturan
kebudayaan. Para ekolog budaya pada umumnya berpendapat bahwa faktor-faktor
lingkungan dan budaya merupakan bagian dari suatu sistem yang saling
berinteraksi.

Mereka kebanyakan beranggapan bahwa variabel budaya lebih besar bobot


pengaruhnya terhadap variabel lingkungan, terutama karena habitat itu mencakup
habitat asli dan habital yang telah dimodifikasi dan dimanfaatkan manusia. Jenis
habitat yang terakhir semakin bertambah jumlahnya. Adapun adaptasi diartikan
sebagai "proses yang menghubungkan sistem budaya dengan lingkungannya"
(Kaplan and Manners, 1999: 112).

Ekologi-budaya termasuk orientasi yang sugestif dan banyak membuahkan hasil


dalam antropologi. Pendekatan atau ancangan ini telah mmeunculkan wawasan
tentang manusia sebagai suatu spesies yang seperti makhluk hidup lainnya
menghadapi keharusan untuk beradaptasi terhadap lingkungan dan
mengeksploitasinya.
Menurut para ekolog-budaya, cara-cara khas yang digunakan masyarakat untuk
menghadapi keharusan itu pada tempat dan waktunya yang berlainan. setidaknya
dapat memberikan Sebagian jawaban tentang cara masyarakat tersebut
mengorganisasikan kehidupan ekonomi dan sosial, menciptakan ritual keagamaan,
dan mengembangkan pandangan serta keyakinan artistik di samping
mengembangkan falsafahnya.

Ekolog yang berwawasan antropologis niscaya adalah ekolog-budaya. Itu karena


antropolog yang bersangkutan selalu memperhatikan fakta bahwa manusia
melakukan adaptasi terutama lewat mekanisme budayanya, dan oleh sebab itu cara
adaptasinya unik (Kaplan and Manners, 1999:116).

5.10 Etnosains

Aliran antropolog kognitif atau ctnosains berkembang di Amerika pada 1950-an dan
1960-an. Pertumbuhannya dirangsang oleh linguistic, seperti halnya strukturalisme
Levi-Strauss. Arsitek utamanya adalah Harold Conklin, Ward Goodenough, dan
Charles Frake. Aliran ini berupaya mengidentifikasi aturanaturan kebudayaan yang
mendasari tingkah laku manusia melalui analisis konsep komponensial.

Sebagai aliran yang menggunakan pendekatan interpretif, antropolog dan ilmu-ilmu


sosial lain memiliki beberapa karakteristik pokok yang saling berkaitan. Pertama,
dalam pendekatan interpretif, yang ditekankan adalah partikularitas berbagai
kebudayaan dan objek kajian antropologi difokuskan pada interpretasi terhadap
perilaku yang bermakna bagi pelaku tersebut Konsep eksplanasi dibedakan dengan
konsep permaknaan. Kalau eksplanissi merupakan upaya identifikasi sebab
musabab suatu kejadian, pemahaman merupakan upaya menemukan makna
perilaku sosial dalam konteks sosial tertentu.

Model dan konsepsi yang digunakan suatu masyarakat betul-betul mencerminkan


realitas menurut versi warga masyarakat tersebut. Antropolog kognitif berasumsi
bahwa setiap masyarakat memiliki suatu kode kognitif atau seperangkat kaidah
kognitif yang mencakup semua domain budaya dan menandai masyarakat tersebut.

5.11 Antropologi Simbolik

Antropologi simbolik kadang-kadang disebut juga antropologi interpretif yang


diasosiasikan dengan antropolog Amerika terkenal Clifford Geertz Aliran ini
berupaya untuk mengungkapkan cara-cara simbolik dimana manusia secara
individual dan kolektif memberikan makna kepada kehidupannya (Saifuddin,
2005:66).

Sebagai aliran yang menggunakan pendekatan interpretif, antropolog dan ilmuilmu


sosial lain memiliki beberapa karakteristik pokok yang saling berkaitan. Pertama,
dalam pendekatan interpretif, yang ditekankan adalah partikularitas berbagai
kebudayaan dan objek kajian antropologi difokuskan pada interpretasi terhadap
perilaku yang bermakna bagi pelaku tersebut Konsep eksplanasi dibedakan dengan
konsep permaknaan. Kalau eksplanissi merupakan upaya identifikasi sebab
musabab suatu kejadian, pemahaman merupakan upaya menemukan makna
perilaku sosial dalam konteks sosial tertentu.

Penelitian sosial bertujuan untuk merekonstruksi makna atas perilaku sosial Kedua,
ilmu-iulmu sosial harus interpretif dan hermeneutik, berbeda dengan ilmuilmu
alam. Ketiga, beberapa pokok yang menjadi program interpretif dalam ilmuilmu
sosial mencakup:

1) hanya dengan interpretasi perilaku dan keyakinan individu dapat dipahami dan
hanya dengan interpretasi makna atau signifikansi suatu tindakan atau keyakinan
dapat ditemukan.

2) terdapat keanekaragaman kebudayaan mengenai konseptualisasi cara hidup


sosial.

3) perilaku sosial diwujudkan oleh makna yang diberikan oleh pelaku pada
perilaku tersebut dan.

4) dalam ilmu-ilmu sosial, tidak ada fakta yang bebas dari makna spesifik dalam
kebudayaan (Saifuddin, 2005:287-288).
Antropologi simbolik memandang manusia sebagai subjek dan objek sekaligus dari
suatu sistem simbol sebagai sarana komunikasi. Simbol menjadi fondasi bagi
gagasan, nilai, dan perilaku. Simbol dapat berupa apa saja yang diberi makna oleh
manusia seperti tanda, Bahasa, kejadian, Tindakan, atau objek yang berkaitan
dengan gagasan atau emosi. Sistem simbol itu dikaji dalam konteks interaksi
manusia dengan manusia lain dan dengan lingkungan alaminya (Saifuddin,
2005:291).

Secara ringkas, antropologi simbolik didasarkan pada konsep bahwa para anggota
masyarakat memiliki Bersama sistem simbol dan makna yang disebut kebudayaan.
Sistem tersebut mempresentasi realitas dimana manusia hidup. Antropologi
simbolik menekankan sistem, apakah sistem itu terintegrasi secara ketat atau
longgar. karena para anggota suatu masyarakat harus mengartikulasikan dan
memiliki Bersama hingga tingkatan tertentu.

5.12 Sosiobiologi

Sosiobiologi dikembangkan oleh Edward Wilson sesuai dengan judul bukunya,


Sociobiology yang terbit pada 1975. Ini merupakan tradisi evolusi baru yang
mempengaruhi ilmu-ilmu sosial di Amerika Serikat. Aliran ini berusaha
menerapkan prinsip-prinsip evolusi biologi terhadap fenomena sosial dan
penggunaan pendekatan genetika dalam memahami perilaku kebudayaan
(Saifuddin, 2005:66). Sosiobiologi memandang bahwa masyarakat dan kebudayaan
manusia hanya merupakan pengembangan dari makhluk hewan yang berwujud
manusia.
Wilson mensintesiskan bersama sejumlah arus pemikiran biologi, danseperti
Darwin, ia memperhatikan implikasi bagi pemahaman mengenai manusia. Tetapi,
berbeda dengan Darwin, ia membicarakan keseluruhan kebudayaan manusia.
Wilson berargumen bahwa penerapan prinsip-prinsip Darwin memungkinkan
untuk menjelaskan kebudayaan dengan cara yang banyak kesamannya dengan
Ketika orang menjelaskan kehidupan sosial rayap. kodok atau serigala.

Gerakan sosiobiologi kemudian dikembangkan oleh antropolog Robin Fox yang


berpandangan bahwa "masyarakat manusia itu memiliki dasar-dasarnya dalam
sosialitas hewan". Salah satu bukti yang dikemukakan Fox adalah bahwa
aspekaspek sistem kekerabatan pada manusia juga terdapat dikalangan primat
(Saifuddin, 2005: 133). Tentu saja aliran ini banyak dikecam oleh para antropolog
terutama karena dianggap sebagai reduksionisme biologi.

Demikian garis besar orientasi teoritis dalam ilmu antropologi. Tentu saja, orientasi
teoritis tersebut jauh lebih banyak jumlahnya daripada yang dikemukakan di atas
dan uraian yang lebih rinci disajikan dalam pembahasan tentang objek kajian
tertentu seperti tentang konsep kebudayaan dan agama.

Anda mungkin juga menyukai