Anda di halaman 1dari 10

BUDAYA PERUSAHAAN

MAKALAH TEORI

BUDAYA DALAM PERSPEKTIF ANTROPOLOGI

Kelompok 3
Dandi 20311196
Raudah Rakhmah Yumi 20311247
Muhammad Akmal Alba 21311026

Kalas I

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS BISNIS DAN EKONOMIKA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2022/2023
Teknologi informasi menyebabkan setiap kelompok masyarakat mudah berinteraksi
dengan kelompok masyarakat lain sehingga mereka bisa dengan cepat saling meniru perilaku
masing-masing. Lingkungan tempat sekelompok orang tinggal, dibesarkan dan bergaul dengan
sesama dalam kurun waktu yang relatif lama menjadi faktor penting faktor penting yang
mempengaruhi cara pandang, cara berpikir dan cara bertindak mereka.

SEKILAS TENTANG BUDAYA DAN ANTROPOLOGI BUDAYA


Budaya menurut kamus besar bahasa Indonesia berasal dari bahasa sansekerta bodhya
yang artinya akal budi. Sinonim dari kata tersebut adalah kultur. Dalam bidang studi antropologi
kultur mempunyai pengertian yang sangat luas, bukan semata-mata dikaitkan dengan kegiatan
pertanian dan peternakan saja tetapi juga dengan berbagai aspek kehidupan manusia. Konsep
budaya pada bidang studi antropologi mulanya diorientasikan untuk menjawab pertanyaan apa
yang menyebabkan kita (manusia) disebut manusia? Pertanyaan ini dijawab antropolog
pertama-tama dengan mencoba membandingkan dan membedakan manusia dengan binatang.
Konsep budaya pada awalnya sangat generic yakni hanya melihat apa yang menyebabkan
sekelompok manusia memiliki kesamaan dan apa yang membedakan satu kelompok dengan
kelompok lainnya. Adanya perbedaan pengalaman dan preferensi para antropolog dalam
menyikapi kehidupan manusia tersebut menyebabkan ilmu antropologi juga terus mengalami
perubahan. Akibatnya, budaya tidak hanya semata-mata dipahami secara generik. Di dalam
antropologi budaya juga terdapat berbagai macam pendekatan (mazhab) diantaranya
functionalism, structural functionalism, ethnoscience, symbolic anthropology dan structuralism.

PENGERTIAN BUDAYA
BUDAYA MENURUT EDWARD TYLOR
Edward B. Taylor, orang pertama yang menggunakan istilah budaya dalam karya
antropologi misalnya menyatakan budaya adalah hasil karya manusia dalam kedudukannya
sebagai anggota masyarakat. Kultur atau peradaban adalah kompleksitas menyeluruh yang terdiri
dari pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat kebiasaan dan berbagai kapabilitas
lainnya serta kebiasaan apa saja yang diperoleh seorang manusia sebagai bagian dari sebuah
masyarakat. Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa kultur adalah keseluruhan kehidupan
manusia yang integral terdiri dari berbagai peralatan dan barang-barang konsumen, berbagai
peraturan untuk kehidupan masyarakat, ide dan hasil karya manusia, keyakinan dan kebiasaan
manusia. Melville Herskovits menjelaskan budaya adalah sebuah kerangka pikir (construct) yang
menjelaskan tentang keyakinan, perilaku, pengetahuan, kesepakatan, nilai, tujuan yang
kesemuanya membentuk pandangan hidup (way of life) sekelompok orang. Dari ketiga definisi
di atas, ada tiga hal penting yang perlu memperoleh elaborasi lebih lanut yakni:
1. Tentang cakupan budaya. Definisi di atas mengartikan budaya dalam perspektif yang
cukup luas, mencakup semua aspek kehidupan manusia yaitu semua yang berkaitan
dengan berbagai macam hasil karya manusia mulai dari ilmu pengetahuan, keyakinan,
seni, moral, hukum, adat kebiasaan dan segala bentuk kapabilitas manusia lainnya.
2. Tentang wadah terbentuknya budaya. Penegasan lain yang ingin disampaikan definisi
di atas adalah hasil kreasi manusia yang dimaksudkan bukan sekadar hasil kreasi
individual malainkan merupakan kesepakatan dari sekelompok orang atau
masyarakat.
3. Tentang hubungan antara budaya, masyarakat dan peradaban. Kroeber dan Pearson
mengatakan bahwa budaya dan masyarakat pengertiannya harus dibedakan. Menurut
mereka masyarakat atau sistem sosial merupakan sebuah sistem yang
menghubungkan interaksi seseorang dengan kelompoknya.
Peradaban (tamaddun dalam bahasa arab) adalah produk dari kehidupan masyarakat dalam
sebuah wilayah negara. Peradaban merupakan indikator kualitas budaya sekelompok orang
(masyarakat).
BUDAYA MENURUT RUTH BENEDICT
Ruth Benedict lebih melihat budaya dari hasil karya manusia melainkan dari aspek
behavioral yaitu pola pikir, perilaku dan tindakan manusia seperti yang diungkapkannya kultur
adalah pola pikir dan tindakan tertentu yang terungkap dalam aktivitas manusia. Talcott Parsons
menyatakan kulur terdiri dari suatu pola yang terkait dengan perilaku dan hasil tindakan manusia
yang berlaku turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya yang terpisah dan tidak
terkait dengan hubungan biologis.
Pola pikir bersama kadang-kadang datang dari diri seseorang yang dalam contoh peta
Indonesia secara turun temurun, entah siapa yang memulai, datang dari guru geografi. Dalam
masyarakat tradisional pola pikir tersebut boleh jadi datang dari seorang tokoh masyarakat yang
berpengaruh, dianggap sakti, mempunyai kelebihan dibandingkan masyarakat pada umumnya
atau mempunyai indera keenam. Namun pola pikir tersebut kemudian diterima oleh banyak
orang dan menjadi pola pikir bersama. Oleh Hofstede, pola pikir bersama semacam ini disebut
sebagai collective mentol programming Hofstede selanjutnya mengatakan, jika pola pikir ini
tersistem dan terkristalisasi kedalam diri para anggota sebuah masyarakat maka pola pikir ini
akan menjadi tradisi yang kukuh dan dipertahankan dalam kurun waktu yang relatif lama, tidak
hanya bertahan dalam satu generasi melainkan juga menjadi pola pikir generasi berikanya.
BUDAYA MENURUT CLIFFORD GEERTZ
Dalam pemahaman ini budaya bersifat simbolik yang memiliki dua komponen yakni
komponen yang implisit dan eksplisit. Komponen pertama bersifat tersembunyi (hidden) yang
hanya bisa dipahami oleh sekelompok orang tertentu sehingga perlu interpretasi, komunikasi dan
perjelasan lebih jauh agar esensi dari budaya bisa dipahami maksudnya. Sedangkan komponen
kedua bersifat kasat mata (overt) yang bisa diketahui dan dirasakan orang lain meski
kadang-kadang crang lain tersebut tidak bisa memahami makna yang sesungguhnya. Oleh
karenanya, dalam definisi ini sering digunakan istilah budaya eksplisit dan budaya implisit
masing-masing untuk menunjukkan komponen budaya yang tampak dan komponen yang
tersembunyi. Definisi psikologis, definisi ini menekankan pada berbagai macam ciri atau
karakteristik psikologis seperti penyesuaian diri, pola pembelajar (learn) dan kebiasaan, sebagai
ungkapan budaya.
BUDAYA MENURUT KROEBER dan KLUCKHOHN
Definisi-definisi budaya yang sangat variatif ini oleh Kroeber dan Kluckhohn kemudian
berkembang menjadi 6 (enam) kelompok yakni:
1.Definisi, yang masuk dalam kelompok ini merupakan definisi dari pandangan "budaya sebagai
suatu totalitas yang komprehensif".
2.Definisi historis, definisi ini cenderung lebih pada akumulasi pada akumulasi tradisi yang
terjadi dari waktu ke waktu dengan mempertimbangkan totalitas atau fenomena budaya.
3.Definisi normatif, definisi ini pada pentingnya peran norma bersama - kaidah-kaidah yang
dipahami dan dijiwai bersama sebagai pengatur laku bagi sekelompok manusia (masyarakat).
4.Definisi psikologi, definisi dalam berbagai macam atau psikologi seperti penyesuaian diri, pola
pembelajar (belajar) dan kebiasaan, sebagai ungkapan budaya.
5.Definisi struktural, kelompok definisi ini menekankan pada pertingnya pola, struktur atau
organisasi budaya.
6.Definisi genetik, kelompok definisi ini menekankan pada pentingnya genesis atau keaslian
budaya.
Beberapa Catatan Tentang Pengertian Budaya
1.Para antropolog yang mesunya memiliki legitimasi untuk mendefinisikan budava ternyata tidak
memiliki kesepakatan untuk memberi pengertian budaya secara baku.
2.Akibat udak-adanya kesepakatan budaya tersebut diterima secara berbeda. Boleh jadi budaya
tersimpan dibenak masing-masing individu, atau dalam bentuk artefak atau muncul dalam bentuk
perilaku.
3.Terjadinya ketidaksepakatan yang mengakibatkan munculnya pemahaman budaya dalam
berbagai perspektif, pada dasarnya karena perbedaan pengalaman dan preferensi para antropolog
dalam mensikapi realitas kehidupan manusia.
4.Tidak-adanya kesepakatan tersebut sekaligus juga menunjukkan bahwa realitas aspek
kehidupan manusia secara kultural tidak dapat dianalisis secara parsial terapi harus dianalisis
secara inenyeluruh (bolistik) dan polycular.

MANUSIA dan BUDAYA


Penegasan tentang hubungan antara budaya dan masyarakat ini, misalnya, dikemukakan
oleh Jocano” “sekelompok orang hanyalah kumpulan individu jika kelompok orang itu tidak
memiliki budaya, dan sebaliknya budaya tidak akan pernah ada jika ada tidak ada sekelompok
orang/masyarakat". Budaya dan masyarakat demikian seperti dua sisi mata uang. Selama ada
budaya pasti ada masyarakat dan sebaliknya jika ada masyarakat pasti ada budaya. Karena
budaya adalah sebuah fenomena kolektif, hak milik budaya bukan milik komunitas individu per
individu tetapi berada pada masyarakat. Eksistensi dan pelestarian budaya: dengan demikian
sangat tergantung pada berbagi (pemahaman, pengakuan, berbagi dan praktik) anggota
masyarakat dan sosial mereka (kesadaran sosial) akan pentingnya melestarikan dan memelihara
budaya. Semakin banyak anggota masyarakat memahami, mengakui, menjiwai dan
mengamalkan kepercayaan, nilai, atau adat istiadat tersebut dan semakin tinggi tingkat
kesadarannya, maka akan semakin eksis dan lestari budaya masyarakat, dan sebaliknya.
Dalam rangka mempertahankan keyakinan, tata nilai atau kebiasaan yang diyakininya,
tentunya seseorang tidak akan berdiam diri, sebaliknya ia tidak akan berusaha memberikan
argumen mengapa ia teguh terhadap keyakinannya. Penjelasan ini secara tidak langsung
menegaskan bahwa proses pembentukkan budaya sering kali bermula dari keyakinan, tata nilai
atau kebiasaan seseorang. Melalui sebuah proses panjang, bukan secara instan, keyakinan dan
tata nilai tersebut kemudian ditransmisikan, dalam berbagai bentuk dan cara, kepada orang lain
dar masyarakat pada umumnya.

Gambar 3.2 menjelaskan bahwa manusia, tanpa membedakan tempat tinggal (apakah
mercka tinggal di pedalaman atau di perkotaan); warna kulit (apakah orang tersebut berkulit
hitam, sawo matang atau berkulit putih); status sosial (apakah orang tersebut adalah seorang
ningrat atau orang awam), atau atribut-stribut lainnya, pada casarnya memiliki sifat-sifat yang
universal (sifat azasi manusia) seperti rasa takut, marah, sedih dan senang. Setiap orang juga
memiliki keinginan untuk mencintai dan memiliki kebutuhan untuk berhubungan dan
berkomunikasi dengan orang lain. Seinua sifat-sifat tersebut secara alami telah dimiliki setiap
orang sejak lahir, oleh karena itu orang tidak perlu belajar hanya untuk takut, sedih atau senang.
Perbedaan cara seseorang ini disebabkan karena masing-masing individu memiliki
karakter dan perilaku yang berbeda karena perbedaan tersebut berbeda dengan kepribadian
(personality). Kepribadian dengan demikian merupakan pedoman bagi seseorang untuk berpikir,
berperilaku, bertindak dan mengungkapkan perasaan. Sedangkan kepribadian itu sendiri di
tentukan oleh dua faktor utama yakni nature (faktor keturunan) yang bersifat internal dan nurture
(pengalaman hidup) yang bersifat eksternal. Dengan demikian, seperti tampak pada Gambar 3.2,
disatu sisi kepribadian berasal dari faktor keturunan (gen) dan disisi lain terjadi melalui proses
pembelajaran (learned). Yang perlu kita pahami adalah meski kedua faktor ini merupakan faktor
pembentuk kepribadian, namun faktor utamanya tetap saja faktor keturunan karena sifatnya yang
internal (berasal dari dalam diri manusia). Artinya kita tidak bisa berharap bahwa kepribadian
seseorang mudah berubah hanya karena interaksi sosial dengan lingkungan.
Budaya merupakan atribut manusia dalam kedudukannya sebagai anggota masyarakat
yang dalam jangka pendek juga tidak banyak mengalami perubahan. Meski budaya dan
kepribadian terkait dengan diri manusia dan tidak mengalami perubahan dalam pendek, namun
seperti dikatakan oleh Hofstede, keduanya harus dipahami secara berbeda. Manakala kita hendak
memahami diri manusia dalam kedudukannya sebagai individu maka rujukannya adalah
kepribadian, Sedangkan untuk memahami manusia dalam kedudukannya sebagai bagian dari
masyarakat rujukannya adalah budaya. Kedua atribut ini akan tetap melekat pada diri manusia
dan hanya akan berubah jika dalam keadaan terpaksa.
Sebagai individu, manusia tentu akan menggunakan kepribadian sebagai faktor pembenar
(pedoman) untuk bertindak, berpikir, berperilaku dan mengungkapkan perasaannya, namun
kepribadian bukan satu-satunya faktor pembenar karena di sisi lain manusia, sebagai makhluk
sosial, memiliki beberapa keterbatasan. Di samping kepribadian, manusia memerlukan faktor
pembenar lain yakni budaya khususnya ketika ia menjadi bagian dari sebuah masyarakat.
Kepribadian dan budaya dengan demikian merupakan atribut yang selalu melekat pada diri
seseorang namun masing-masing memiliki fungsi yang berbeda.

CARA MEMANDANG (MEMAHAMI) KOMPLEKSITAS BUDAYA


Karena budaya merupakan fenomena kolektif dan terkait langsung dengan lingkungan
kehidupan sosial masyarakat maka untuk bisa memahami budaya dengan baik terlebih dahulu
harus bisa memahami konsep masyarakat dengan benar karena sekali lagi masyarakat merupakan
locus of culture yaitu tempat tumbuh dan berkembangnya budaya. pertanyaannya Siapakah
masyarakat itu? Pertama, Batasan tentang masyarakat Seperti telah disebutkan pada halaman 66
terkesan begitu longgar atau setiap kelompok orang pada dasarnya bisa disebut sebagai
masyarakat selama kelompok orang tersebut terorganisir, memiliki karakteristik dan tujuan
publik. Dikarenakan longgarnya pengertian tersebut menjadikan siapapun bisa membentuk
masyarakat sehingga menjadikan banyaknya jenis dan variasi dalam masyarakat. Hal tersebut
menjadikan sering terjadinya kerancuan dalam mengidentifikasi masyarakat. Kedua, terkait
dengan persoalan pertama, kerancuan dalam mengidentifikasi masyarakat secara tidak langsung
juga berakibat pada kerancuan dalam mengidentifikasi budaya, utamanya karena budaya selalu
melekat pada kehidupan sebuah masyarakat. Akibatnya jika seseorang terlibat dalam beberapa
kelompok masyarakat maka orang tersebut juga sekaligus bisa terlibat ke dalam beberapa
kelompok budaya.

Seperti tampak pada gambar 3.3, Masing-masing lingkaran A, B, C, dan D Adalah


sebuah masyarakat yang terorganisir, memiliki karakteristik tersendiri dan masing-masing
memiliki tujuan publik. namun seperti juga tampak pada gambar di atas terjadi overlapping
antara masyarakat A dengan B, C dan D. Akibatnya bukan hal yang mengejutkan jika nanti
budaya masyarakat A juga overlapping dengan budaya masyarakat yang lain. Artinya
karakteristik budaya masyarakat A boleh jadi dipengaruhi oleh budaya masyarakat lain. Itulah
sebabnya perlu ada media untuk mengidentifikasi masyarakat yang sekaligus bisa digunakan
pula untuk mengidentifikasi budaya.

MENGIDENTIFIKASI MASYARAKAT
Beberapa faktor pembeda di masyarakat antaranya wilayah geografis, etnik agama atau
religi, kelas sosial, pekerjaan, gender dan batasan-batasan lain yang relevan. Berdasarkan
batasan-batasan di atas, sebuah masyarakat terkadang memiliki skala cukup besar dengan jumlah
anggota yang sangat banyak. negara adalah salah satu contoh masyarakat yang skala sangat
besar dan anggotanya (warga negara) sangat banyak. Skala sebuah masyarakat juga bisa cukup
sempit seperti organisasi yang anggotanya cukup terbatas bahkan sub-organisasi dan
kelompok-kelompok kecil lainnya.
Bagi kelompok masyarakat yang skalanya cukup besar dengan jumlah anggota kata yang
begitu banyak, hampir pasti di dalam kelompok masyarakat tersebut terdapat
kelompok-kelompok masyarakat lain dengan skala yang lebih kecil. Ambillah contoh Indonesia.
Berdasarkan faktor geografis Indonesia karena memenuhi kualifikasi sebagai masyarakat yakni
terorganisir, memiliki karakteristik dan tujuan publik. Meskipun begitu di dalam Indonesia
sendiri terdapat beberapa teritori mulai dari provinsi sampai desa bahkan RW dan RT.
Masing-masing teoritori tersebut juga memiliki kriteria sendiri untuk bisa disebut sebagai
masyarakat meskipun skalanya lebih sempit. contoh ini sekaligus menunjukkan bahwa sebuah
masyarakat dengan skala yang cukup besar, di didalamnya hampir pasti terdapat
kelompok-kelompok masyarakat lain yang lebih kecil di mana masing-masing kelompok
memiliki budaya tersendiri. Taylor Cox. jr membedakan kedua kelompok budaya ini sebagai
macroculture dan microculture.

Gambar di atas menjelaskan bahwa lingkaran luar (lingkaran nomor 1) adalah Gambaran
tentang masyarakat Indonesia. dengan demikian semua orang yang tinggal di dalam lingkaran
tersebut termasuk mereka yang berada pada lingkaran 2, 3 dan 4 adalah anggota masyarakat
Indonesia. Namun demikian karena masing-masing lingkaran juga memiliki kriteria untuk
disebut sebagai masyarakat maka lingkaran nomor 2 (wilayah provinsi) juga bisa disebut
sebagai masyarakat. pada saat yang sama anggota masyarakat nomor 2 secara otomatis juga
menjadi anggota masyarakat lingkaran nomor 1 (masyarakat Indonesia) dan demikian
seterusnya.
Contoh diatas menjelaskan kompleksitas masyarakat hanya dari satu batasan wilayah
geografi. Selain berdasarkan wilayah geografis, sebuah masyarakat juga bisa dinilai dari sisi
etnik dan lain-lainnya. Hal tersebut juga memberi gambaran bahwa wilayah geografi bukan
satu-satunya batasan yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi sebuah masyarakat. Namun
akibat dari beragamnya batasan yang ada, sering terjadi overlapping antara satu kelompok
masyarakat dengan masyarakat lainnya. Hal ini bisa terjadi karena anggota salah satu masyarakat
juga menjadi anggota masyarakat lainnya dalam waktu bersamaan.

OVERLAPPING antar KELOMPOK BUDAYA


Karena masyarakat merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya budaya maka
terjadinya overlapping antar kelompok masyarakat secara tidak langsung juga akan menjadi
overlapping antara berbagai kelompok budaya. Ketika sebuah kelompok masyarakat
bersinggungan dengan kelompok masyarakat lain hal yang sama juga terjadi pada budaya. Oleh
sebab itu agar tidak terjadi kerancuan dalam memahami budaya, pertama-tama perlu terlebih
dahulu diberi batasan yang jelas baik terhadap masyarakat maupun budaya itu sendiri. Atau
dengan kata lain, untuk bisa memberi batasan tentang budaya maka perlu terlebih dahulu
ditetapkan locus of culture.
Dari Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya overlapping antara satu
masyarakat dengan masyarakat yang lain tidak bisa terhindarkan sehingga diperlukan batasan
yang jelas agar tidak terjadi kerancuan antara budaya masyarakat. Artinya Pada saat kita
membatasi sebuah masyarakat tertentu atau menetapkan locus of culture dalam rangka
memahami lebih dalam tentang budaya masyarakat tersebut kita perlu mengabaikan sementara
masyarakat dan budaya lainnya. Diabaikannya masyarakat dan budaya lain ini sekali lagi lagi di
mata-mata agar kita bisa memahami budaya tertentu dan bisa membandingkan dengan budaya
lain. Berdasarkan batasan ini, Hofstede misalnya sering menggunakan istilah “budaya nasional”
untuk masyarakat yang dibatasi oleh wilayah negara. Hal tersebut juga terdapat pada ada
faktor-faktor yang lain misal “budaya etnik” untuk etnik dan budaya akademik untuk
masyarakat berpendidikan.

Anda mungkin juga menyukai