Anda di halaman 1dari 16

PERAN MUSEUM DALAM

PEDAGOGIK
TRANSFORMATIF
PEMBELAJARAN SEJARAH
DARI PARADIGMA PENDIDIKAN TRANSAKSIONAL KE PENDIDIKAN KRITIS

PARADIGMA PARADIGMA
PENDIDIKAN PENDIDIKAN
TRANSAKSIONAL KRITIS
Banking
concept ANOMALI KRISIS Pembelajaran
aducation emansipataoris
Jiwa Nekrofili AMNESIA
Pembelajaran Kesadaran SEJARAH
figuratif Pembelajaran
misitis
Operatif

REVOLUSI
PEMBONGKARAN ESSENSIALISME
FILOSOFIS PENDIDIKAN PERENIALISME
ESSENSIALISME
PRAGMATISME
PERENIALISME
REKONSTRUKSIONISME
FILSAFAT PENDIDIKAN ESSENIALISME
FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME

KEMAMPUAN
AKADEMIK
DISIPLIN ILMU

MEMAHAMI ISI MATERI DISIPLIN ILMU


FILSAFAT PENDIDIKAN PRAGMATISME
FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTRUEKSIONISME

KEMAMPUAN
PRAKSIS KRITIS

KEMAMPUAN DALAM BERPIKIR


REFLEKTIF BAGI PENYELESAIAN
MASALAH SOSIAL DI MASYARAKAT DAN
MEMBANGUN KEHIDUPAN
MASYARAKAT DEMOKRATIS
KURIKULUM 2013
TONGGAK PEMBELAJARAN BERPARADIGMA PENDIDIKAN KRITIS
(Pembelajaran merupakan pembongkaran terhadap semua bentuk kesadaran
budaya dalam rangka menumbuhkan kesadran baru yaitu subjek yang tumbuh dan
berkembang sebagai humanagency atau persona crativita . Subjek memiliki
kemampuan untu mengubah (transform) dan bertindak kritis

Essensialisme
LANDASAN PEDAGOGIK
Perenialisme
TRANSFORMATIF
Pragmatisme
Rekonstruksionisme

PERMENDIKBUD TENTANG KERANGKA DASAR


DAN STRUKTUR KURIKULUM
(SD/MI Permendikbud Nomor 57 Tahun 2014)
(SMP/MTs Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014)
(SMA/MA) Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014)
Tabel 1. Rumusan Kompetensi Dasar Kompetensi Pengetahuan dan Kompetensi Keterampilan
Sumber:Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran Pada Kurikulum 2013 Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah

KURIKULUM 2013
PENDIDIKAN BERPARADIGMA KRITIS
(Pendidikan yang tidak memisahkan antara teori dan
praksis kritis dengan tujuan adalah memberdayakan
peserta didik agar memiliki kesadaran bertindak
melalui praksis emansipatoris

KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR


3.3menganalisis kehidupan manusia 4.3menyajikan informasi mengenai
purba dan asal-usul nenek moyang kehidupan manusia purba dan asal-
bangsa Indonesia (melanesoid, proto, usul nenek moyang bangsa indonesia
dan deutero melayu) (melanesoid, proto, dan deutero
melayu) dalam bentuk tulisan
3.4 memahami hasil-hasil dan nilai-nilai 4.4 menyajikan hasil-hasil dan nilai-
budaya masyarakat praaksara nilai budaya masyarakat praaksara
Indonesia dan pengaruhnya dalam Indonesia dan pengaruhnya dalam
kehidupan lingkungan terdekat kehidupan lingkungan terdekat
dalam bentuk tulisan
PEDAGOGIK TRANSFORMATIF PEMBELAJARAN SEJARAH
MENGEMBANGKAN PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN SEBAGAI
BERIKUT

•dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu;
• dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber
belajar;
•dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan
ilmiah;
•dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi;
•dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;
• mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar
sepanjang hayat;
•menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo),
membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas
peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);
•pembelajaran berlangsung di rumah di sekolah, dan di masyarakat;
•dalam pembelajaran adalah bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah peserta
didik, dan di mana saja adalah kelas;
•Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pembelajaran.
PEDAGOGIK TRANSFORMATIF PEMBELAJARAN SEJARAH
MENEKANKAN AKTIVITAS BELAJAR

•Belajar tidak hanya di dalam kelas, melainkan juga


belajar di luar kelas.
•Melakukan small research
•Usaha mencari tahu, bukan diberitahu
•Pemanfaatan berbagai sumber belajar.
•Pengembangan kompetensi pengetahuan 6 M
(mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,
mengevaluasi, mencipta) dan kompetensi
keterampilan 6 M (mengamati, menanya, mencoba,
menalar, menyaji, dan mencipta)
PERAN MUSEUM SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DALAM
PUSARAN PEDAGOGIK TRANSFORMATIF

Museum adalah tempat yang tepat bagi kegiatan belajar di luar kelas khususnya
untuk pembelajaran sejarah dan IPS pada umumnya. “A trip a museum or
restoration is often reported as a positive memory of the study of history

Di museum peserta didik dapat melakukan small research menyelesaikan


tugas-tugas yang diberikan gurunya. Menurut hasil Musyawarah Umum ke 11
International Council of Museums (ICOM) 14 Juni 1974 “A museum is a non-
profit making, permanent institution in the service of society and of its
development, and open to the public, which acquires, conserves, researches,
communicates and exhibits, for purposes of study, education and enjoyment,
material evidence of people and their environment
Faktisitas objektif museum adalah sumber belajar. Museum lebih banyak
dikunjungi peserta didik dan guru dari berbagai sekolah jika dibandingkan dengan
komunitas lainnya. Lewat pendekatan pembelajaran warisan budaya peserta didik
dengan mempelajari benda-benda cagar budaya yang terdapat di museum peserta
didik bisa belajar tentang kebudayaan beserta nilai-nilai kehidupan masyarakat di
masa lampau sebagai bekal di masa kini dan gambaran untuk kehidupan di masa
mendatang. Peserta didik juga memperoleh pemahaman tentang konsep dan hasil
seni, kecerdasan teknologi, peran sosial dan ekonomi pria - wanita dari berbagai
kelompok sosial. “The heritage education approach is intended to strengthen
student’s understanding of concepts and the artistic achievements, technological
genius, and social and economic contribution of men and women from diverse
group
Banyak museum didirikan, namun belum memberikan makna yang signifikan
khususnya bagi dunia pendidikan di persekolahan. Secara spesifik guru dan
peserta didik sebagai pelaku studi belum mendapatkan manfaat optimal dari
museum sebagai sumber belajar.

Potret kunjungan peserta didik ke museum menggambarkan pembelajaran


pasif atau figuratif. Belajar di museum diwarnai oleh aktivitas peserta didik
melihat, mengamati tanpa intensi, mendengar, mencatat, memfoto koleksi
benda-benda cagar budaya, dan selfie. Kegiatan belajar cenderung non
produktif, peserta didik hanya sebagai responden bukan subjek pengkonstruksi
pengetahuan
Potret belajar di mueseum tidak menunjukkan praksis kritis pendidikan. Guru
tidak menyusun perangkat pembelajaran yang spesifik untuk kebutuhan
pembelajaran di museum. Pada umumnya pembelajaran di museum adalah
curriculum in action. Dalam perspektif pendidikan kritis pembelajaran di
museum membutuhkan pengembangan perangkat pembelajaran yang spesifik,
dituliskan menjadi sebuah curriculum in document. Praksis pendidikan kritis,
pembelajaran trasnformatif adalah praksis pendidikan yang mengintegrasikan
curriculum in document dan curriculum in action
Pembelajaran di museum adalah pembelajaran di luar kelas, memanfaatkan
museum sebagai laboratorium. Impelementasi pembelajaran sejarah dan IPS di
museum memerlukan ketersediaan dokumen kurikulum berbasis museum.
Penyusunan dokumen kurikulum untuk pembelajaran di luar kelas adalah
tuntutan profesionalisme guru. “Menyusun rancangan pembelajran yang lengkap
baik untuk kegiatan di dalam kelas, laboratorium,maupun lapangan dan
melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas, di laboratorium dan di
lapangan

Museum adalah penyedia sumber belajar sejarah dan IPS. Di era


paradigma pendidikan kritis optimalisasi dan funsionalisasi pengelolaan
museum sebagai sumber belajar dapat dkembangkan melalui
pengembangan manajemen museum berorientasi pada paradigma
pendidikan yang berlaku. Dalam konteks paradigma pendidikan kritis,
pedagogik transformatif pembelajaran sejarah di museum dokumen
kurikulum pembelajaran berbasis museum dibutuhkan . Untuk
menghasilkan dokumen kurikulum itu diperlukan sinergi antara pengelola
museum, perguruan tinggi yang memiliki program studi pendidikan sejarah
dan pendidikan IPS, serta MGMP Sejarah dan MGMP IPS..
Dokumen kurikulum berbasis museum dapat berwujud RPP, Modul, maupun
LKPD. Dokumen kurikulum berbasis museum diaksentuasikan pada
pengembangan komponen epistimologi pembelajaran yang mengkondisikan
terjadinya kegiatan belajar interaktif antara peserta didik dengan koleksi benda
cagar budaya yang ada di museum, guru, dan pemandu museum. Epistimologi
pembelajaran yang menekankan pada prinsip everyone is teacher here. Tentu,
koleksi cagar budaya yang dimanfaatkan sebagai sumber belajar sudah dipilih
berdasarkan hasil analisis instruksional sehingga benda cagar budaya itu sesuai
dengan materi sejarah yang sedang dipelajari peserta didik, mendukung
tercapaianya indikator pencapaian kompetensi, kompetensi dasar , dan
kompetensi inti.
Pengembangan epistimologi pembelajaran berbasis museum menjadi tantangan
bagi pihak pengelola museum. Museum sebagai sumber belajar sebaiknya dapat
menciptakan suasana belajar sejarah yang membawa peserta didik menjadi
remember (Re= kembali, Member = anggota). Peserta didik belajar di museum
seolah mereka menjadi bagian dari komunitas masyarakat dan kebudayaan masa
lampau yang sedang dipelajarinya. Dalam perspektif teori-teori belajar kognitif
museum seharusnya memberikan pengalaman vikarius. Bandura mendefinisikan
vicarious experience sebagai pengalaman yang disubstitusikan. Seakan-akan
peserta didik menglami sendiri
Untuk memberikan pengalaman vikarius maka selayaknya museum sebagai
sumber belajar menyajikan berbagai model. Kaitannya dengan pembelajaran ada
tiga jenis model yakni live model, symbolic model, verbal description model.

Belajar dengan memanfaatkan model-model itu peserta didik tidak hanya


meniru perilaku-perilaku, pesan-pesan, informasi-informasi pada model, karena
pemodelan melibatkan proses-proses kognitif yang melibatkan perepresentian
informasi secara simbolis dan menyimpannya untuk digunakan di masa depan.
Fungsionalisasi museum sebagai sumber belajar yang memberikan
pengalaman vikarius dapat menumbuhkembangkan kesadaran sejarah,
imajinasi sejarah, dan kreativitas peserta didik.
REKOMENDASI
•Pengelolaan museum sebagai sumber belajar dan wahana pendidikan
hendaknya beradaptasi terhadap paradigma pendidikan yang menjadi
landasan pengembangan kurikulum pendidikan di persekolahan. Lewat upaya
ini diharapkan museum sebagai sumber belajar berfungsi. Tidak terjadi
disparitas antara fungsi museum sebagai sumber belajar dengan tujuan
pendidikan yang hendak dicapai dan telah dirumuskan dalam kurikulum.
•Museum sebagai sumber belajar dapat menjadi tempat memproduksi
dokumen kurikulum pembelajaran berbasis museum. Pihak pengelola
museum bisa menjadi pengembang kurikulum secara bersama-sama bekerja
dengan perguruan tinggi, organisasi profesi guru, sekolah, dan dinas
pendidikan.
•Dibutuhkan ketersediaan sumber daya manusia berkompeten di bidang
pendidikan khusunya ilmu-ilmu sosial. Museum membutuhkan sarjana-
sarjana pendidikan. Dengan ketersediaan SDM ini, maka museum sebagai
sumber belajar dapat beradaptasi dengan kurikulum pendidikan yang berlaku
dan mengembangkan program kegiatan-kegiatan berorientasi pada misi
pedagogik museum.

Anda mungkin juga menyukai