PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat pendidikan merupakan hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam
sampai ke akar-akarnya mengenal pendidikan. Para filsuf melalui karya filsafat
pendidikannya, berusaha menggali ide-ide baru tentang pendidikan, yang menurut
pendapatnya lebih tepat ditinjau dari kewajaran keberadaan peserta didik dan pendidik
maupun ditinjau dari latar geografis, sosiologis, dan budaya suatu bangsa. Dari sudut
pandang keberadaan manusia akan menimbulkan aliran Perenialis, Realis, Empiris,
Naturalis, dan Eksistensialis. Sedangkan dari sudut geografis, sosiologis, dan budaya akan
menimbulkan aliran Esensialis, Tradisionalis, Progresivis, dan Rekonstruksionis. Filsafat
pendidikan adalah studi ihwal tujuan, hakikat dan isi yang ideal dari pendidikan. Pada intinya
filsafat pendidikan mempertanyakan sejumlah pertanyaan penting sebagai berikut:
pengetahuan apa yang paling berharga, pengetahuan apa yang mesti diajarkan, apa yang
seharusnya menjadi tujuan pendidikan, bagaimana manusia belajar, bagaimana sebaiknya
hubungan antara guru dan siswa. Untuk menjawab kelima pertanyaan di atas ada sejumlah
mazhab atau aliran filsafat yang lazim dirujuk dalam pendidikan, yaitu: esensialisme,
perrenialisme, progresivisme, eksistensialisme, rekonstruksi dan pedagogi kritis.
Berbagai aliran filsafat pendidikan tersebut di atas, memberi dampak terciptanya
konsep-konsep atau teori-teori pendidikan yang beragam. Masing-masing konsep akan
mendukung masing-masing filsafat pendidikan itu. Dalam memangun teori-teori
pendidikan, filsafat pendidikan juga mengingatkan agar teori-teori itu diwujudkan di atas
kebenaran berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan. Dengan kata lain, teori-teori pendidikan
harus disusun berdasarkan hasil-hasil penelitian ilmiah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan aliran filsafat esensialisme, perrenialisme, progresivisme,
eksistensialisme, rekonstruksi dan pedagogi kritis?
2. Bagaimana konsep pendidikan aliran filsafat esensialisme, perrenialisme,
progresivisme, eksistensialisme, rekonstruksi dan pedagogi kritis?
3. Bagaimana implikasi aliran filsafat esensialisme, perrenialisme, progresivisme,
eksistensialisme, rekonstruksi dan pedagogi kritis di dunia pendidikan Indonesia?
4. Apa saja contoh penerapan aliran filsafat esensialisme, perrenialisme, progresivisme,
eksistensialisme, rekonstruksi dan pedagogi kritis?
C. Tujuan Penulisan
1. Dapat menjelaskan pengertian dari aliran filsafat esensialisme, perrenialisme,
progresivisme, eksistensialisme, rekonstruksi dan pedagogi kritis.
2. Dapat mengemukakan konsep pendidikan aliran filsafat esensialisme, perrenialisme,
progresivisme, eksistensialisme, rekonstruksi dan pedagogi kritis.
3. Dapat menjabarkan implikasi aliran filsafat esensialisme, perrenialisme, progresivisme,
eksistensialisme, rekonstruksi dan pedagogi kritis di dunia pendidikan Indonesia.
4. Mampu menyebutkan contoh penerapan aliran filsafat esensialisme, perrenialisme,
progresivisme, eksistensialisme, rekonstruksi dan pedagogi kritis.
BAB II
PEMBAHASAN
Filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, yang berarti bahwa filsafat pendidikan
pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil kajian dari
filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai, khususnya
yang berkaitan dengan praktek pelaksanaan pendidikan. Dalam filsafat pendidikan terdapat
berbagai aliran sesuai dengan aliran yang terdapat dalam filsafat. Tinjauan filsafat dapat berwujud
sebagai upaya penemuan kongruensi antara aliran-aliran filsafat pendidikan dengan filsafat
pancasila. Berikut ini akan diuaraikan berbagai aliran filsafat pendidikan yang menjelaskan
tentang pengkajian terhadap fenomena atau gejala dan eksistensi manusia dalam pengembangan
hidup dan kehidupannya dalam alam dan lingkungannya yang tercakup dalam esensialisme,
perrenialisme, progresivisme, eksistensialisme, rekonstruksi dan pedagogi kritis (Edward dan
Yusnadi, 2015: 18-19).
Ciri-ciri filsafat pendidikan esensialisme yang disarikan oleh William C. Bagley adalah
sebagai berikut:
1. Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal
yang memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam diri siswa.
2. Pengawasan, pengarahan, dan bimbingan orang yang dewasa adalah melekat dalam
masa balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada spsies
manusia.
3. Oleh karena kemampuan untuk mendisiplin diri harus menjadi tujuan pendidikan, maka
menegakan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
4. Esensialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat tentang pendidikan,
sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah teori yang
lemah.
Implikasi filsafat Esensialisme Terhadap Lingkungan Pendidikan
Pengawasan pengarahan dan bimbingan orang yang belum dewasa akan melekat pada
masa balita yang penjang. Dalam hal ini keluarga menjadi lingkungan pertama yang
sangat berpengaruh terhadap tingkah laku anak nantinya. Ajaran dan didikan dalam
keluarga sangat berpengaruh pada anak.
Dalam esensialisme sekolah menyampaikan warisan budaya kepada pelajar. Di
lingukngan ini siswa dibebankan pada aturan-aturan, tugas-tugas, disini siswa akan
berlatih untuk bertanggungjawab atas tugas yang sudah dibebankan. Guru memiliki
perananpenting dalam membentuk kepribadian anak, guru adalah contoh dalam
penguasaan pengetahuan, dalam hal ini sikap dan tingkah laku sesorang guru harus bisa
menjadi teladan bagi anak didiknya.
Generasi muda harus belajar setinggi-tingginya dan kesejateraan sosial, disini perlu
adanya sikap yang positif agar anak bisa diterima dalam masyarakat.
B. Filsafat Pendidikan Perrenialisme
Filsafat ini muncul pada abad pertengahan pada zaman keemasan agama Katolik-
Kristen. Pada zaman itu tokoh-tokoh agam menguasai hamper semua bidang
kemasyarakatan. Sehingga sangat logis kalau sekolah-sekolah yang berintikan ajaran agama
muncul di sana-sini. Ajaran agam itulah merupakan suatu kebenaran yang patut dipelajari
dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Tokoh filsafat ini ialah Agustinus dan Thomas
Aquino.
Ajaran Plato tentang dunia ide dalam filsafat Idealis, yang muncul lebih dahulu dari
perenialis, mirip dengan paham Agustinus. Sebab menurut Plato kebenaran hanya ada di
dunia ide, diluar itu adalah semu saja. Sebab iti Plato sering dimasukkan sebagai penganut
perenialis.
Pengaruh filsafat ini menyebar ke seluruh dunia. Bukan saja di kalangan Katolik dan
Protestan, tetapi juga pada agama-agama lain. Demikianlah kita lihat di Indonesia banyak
sekolah diwarnai keagaam seperti Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama di samping sekolah-
sekolah Katolik dan Kristen (Pidarta, 2007:91-92).
Perrenialisme merupakan aliran yang menentang ajaran progesivisme. Perrenialisme
mengambil jalan regresif karena mempunyai pandangan bahwa tidak ada jalan kecuali
kembali kepada prinsip-prinsip umum yang telah menjadi dasar tingkah laku dan perubahan
zaman kuno dan abad pertengahan. Motif perenialisme dengan mengambil jalan regresif
bukanlah hanya nostalgia atau rindu akan nilai-nilai lama untuk diingat atau dipuja,
melainkan berpendapat bahwa nilai tersebut mempunyai kedudukan vital bagi pembangunan
kebudayaan abad kedua puluh. Prinsip-prinsip aksiomatis yang terikat oleh waktu
terkandung dalam sejarah.
Berikut ini ada beberapa prinsip pendidikan perenialisme, sebagai berikut:
a. Pada hakekatnya manusia adalah sama dimanapun dan kapanpun ia berada, yang walau
lingkungannya berbeda.
b. Tujuan pendidikan adalah sama dengan tujuan hidup, yaitu untuk mencapai kebijakan
dan kebajikan, untuk memperbaiki manusia sebagai manusia atau dengan kata lain
pemuliaan manusia. Oleh karena itu maka pendidikan harus sama bagi semua orang
kapanpun dan dimanapun.
c. Bagi manusia, pikiran adalah kemampuan yag paling tinggi. Karena itu manusia harus
menggunakan pikirannya untuk mengembangkan bawaannya sesuai dengan tujuannya.
Manusia memiliki kebebasan namun harus belajar untuk mempertajam pikiran dan
dapat mengontrol hawa nafsunya. Kegagalan yang dialami peserta didik jangan dengan
cepat menyalahkan lingkungan yang kurang menguntungkan atau nuansa psikologis
yang kurang menyenangkan, namun guru hendaknya dapat mengatasinya dengan
pendekatan intelektual yang sama bagi semua peserta didik.
d. Fungsi utama pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang kebenaran yang pasti
dan abadi. Pengetahuan yang penting diberikan kepada peserta didik adalah mata
pelajaran pendidikan umum atau general education, bukan mata pelajaran yang hanya
penting sesaat atau menarik minat pada saat tertentu saja atau seketika. Mata pelajaran
yang esensi adalah pelajaran bahasa, sejarah, matematika, IPA, filsafat dan seni, dan 3
R’s; membaca, menulis, dan menghitung.
e. Pendidikan adalah persiapan untuk hidup bukan peniruan untuk hidup.
f. Peserta didik harus mempelajari karya-karya besar dalam literature yang menyangkut
sejarah, filsafat, seni, kehidupan sosial terutama politik dan ekonomi (Edward dan
Yusnadi, 2015:30).
1. Pendidikan
Perenialisme memandang education as cultural regresion: pendidikan sebagai jalan
kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam
kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan yang ideal. Tugas
pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang pasti,
absolut, dan abadi yang terdapat dalam kebudayaan masa lampau yang dipandang
kebudayaan ideal tersebut. Sejalan dengan hal diatas, perenialis percaya bahwa prinsip-
prinsip pendidikan juga bersifat universal dan abadi. Robert M. Hutchins
mengemukakan “Pendidikan mengimplikasikan pengajaran, pengajaran
mengimplikasikan pengetahuan. Pengetahuan adalah kebenaran. Kebenaran dimana pun
dan kapan pun adalah sama”. Selain itu, pendidikan dipandang sebagai suatu persiapan
untuk hidup, bukan hidup itu sendiri.
2. Tujuan pendidikan
Bagi perenialist bahwa nilai-nilai kebenaran bersifat universal dan abadi, inilah
yang harus menjadi tujuan pendidikan yang sejati. Sebab itu, tujuan pendidikannya
adalah membantu peserta didik menyingkapkan dan menginternalisasikan nila-nilai
kebenaran yang abadi agar mencapai kebijakan dan kebaikan dalam hidup.
3. Sekolah
Sekolah merupakan lembaga tempat latihan elite intelektual yang mengetahui
kebenaran dan suatu waktu akan meneruskannya kepada generasi pelajar yang baru.
Sekolah adalah lembaga yang berperan mempersiapkan peserta didik atau orang muda
untuk terjun kedalam kehidupan. Sekolah bagi perenialist merupakan peraturan-
peraturan yang artificial dimana peserta didik berkenalan dengan hasil yang paling baik
dari warisan sosial budaya.
4. Kurikulum
Kurikulum pendidikan bersifat subject centered berpusat pada materi pelajaran.
Materi pelajaran harus bersifat uniform, universal dan abadi, selain itu materi pelajaran
terutama harus terarah kepada pembentukan rasionalitas manusia, sebab demikianlah
hakikat manusia. Mata pelajaran yang mempunyai status tertinggi adalah mata pelajaran
yang mempunyai “rational content” yang lebih besar.
5. Metode
Metode pendidikan atau metode belajar utama yang digunakan oleh perenialist
adalah membaca dan diskusi, yaitu membaca dan mendikusikan karya-karya besar yang
tertuang dalam the great books dalam rangka mendisiplinkan pikiran.
6. Peranan guru dan peserta didik
Peran guru bukan hanya sebagai perantara antara dunia dengan jiwa anak,
melainkan guru juga sebagai “murid” yang mengalami proses belajar serta mengajar.
Guru mengembangkan potensi-potensi self-discovery, dan ia melakukan moral
authority (otoritas moral) atas murid-muridnya karena ia seorang profesional yang
qualifiet dan superior dibandingkan muridnya. Guru harus mempunyai aktualitas yang
lebih, dan perfect knowladge.
Contoh aliran perenialisme pada pendidikan di Indonesia yaitu berdirinya sekolah-
sekolah yang berbasis agama seperti Muhammdiyah, Nahdatul Ulama, sekolah-sekolah
Kristen, dan Pondok Pesantren. Sekolah-sekolah seperti ini biasanya memiliki kurikulum
yang sedikit berbeda dan lebih mengedepankan ilmu agama karena agama dianggap sebagai
sesuatu yang memiliki nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan
hidup.
Contoh penerapan aliran filsafat progresivisme dapat terlihat dari perubahan sistem
mengajar di sekolah. Dulu sekolah-sekolah di Indonesia menerapkan pembelajaran Teacher
Learning Centre (TLC), dimana guru menjadi pusat pembelajaran. Namun karena
perkembangan zaman dan kesadaran akan perlunya mempersiapkan peserta didik yang
mampu mengatasi masalah-masalah baru yang muncu di kehidupan yang akan datang maka
diterapkanlah Student Learning Centre (SLC), diman peserta didik memiliki kesempatan
luas untuk bereksplorasi, menemukan hal-hal baru, serta mengembangkan pendapat dan
pikiran mereka. Pada pembelajaran SLC, guru hanya berperan sebagai pembimbing dan
fasilitator untuk peserta didik.
J.P Sartre menyatakan eksistensi manusia mendahului esensinya. Pandangan ini amat
janggal sebab biasanya sesuatu harus ada esensinya lebih dulu sebelum keberadaannya.
Menurut ajaran eksistensialisme, eksistensi manusia mendahului esensinya. Hal ini berbeda
dari tumbuhan, hewan, dan bebatuan yang esensinya mendahului eksistensinya, seandainya
mereka punya eksistensi. Di dalam filsafat idealism, wujud nyata (existence) dianggap
mengikuti hakikat (essence). Jadi hakikat manusia mempunyai ciri khas tertentu, dan ciri itu
menyebabkan manusia berbeda dari makhluk lain. Oleh karena itu, dikatakan bahwa
manusia itu eksistensinya mendahului esensinya. Dan formula ini merupakan prinsip utama
dan pertama di dalam filsafat eksistensialisme (Fuad, 2010:180-181).
Ada beberapa pandangan penganut filsafat ini sehubungan dengan eksistensi, yakni:
1. Tujuan pendidikan
Pendidikan memberikan bekal pengalaman yang luas dan komperhensif dalam
semua bentuk kehidupan.
2. Status peserta didik
Peserta didik adalah manusia yang rasional, bebas memilih dan bertanggung
jawab atas pilihannya. Membutuhkan komitmen akan pemenuhan tujuan pribadi.
3. Kurikulum
Kurikulum bersifat liberal, yakni memiliki kebebasan menmilih dan menentukan
aturan-aturan serta pegalaman belajar sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik
dari kehidupan mereka. Di sekolah dibina agar terbentukpada diri peserta didik rasa
hormat (respek), respek terhadap kebebasan bagi yang lain seperti dalam dirinya,
karena itu diajarkan pendidikan sosial.
4. Peranan guru
Guru berperan melindungi dan memelihara kebebasan akademik, tidak jarang
terjadi bahwa mungkin suatu hari ini adalah guru, besok lusa mungkin mejadi peserta
didik.
5. Metode
Yang diutamakan dalam praktik pembelajaran adalah pencapaian tujuan yakni
mencapai kebahagiaan dan kepribadian yang baik, sedangkan metode merupakan cara
untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu, penggunaan metode tidak terlalu
dipikirkan secara mendalam.
SIMPULAN
Dari uraian makalah di atas dapat disimpulkan bahwa aliran filsafat pendidikan yang kita
gunakan dalam proses pembelajaran sangat mempengaruhi karakter peserta didik kedepannya.
Masing-masing aliran memiliki ciri-ciri dan pengaruh terhadap pendidikan. Dalam pandangan
aliran essensialisme, tujuan pendidikan ialah untuk meneruskan warisan budaya dan warisan
sejarah melalui pengetahuan inti yang terakumulasi dan telah bertahan dalam kurun waktu yang
lama, serta merupakan suatu kehidupan yang telah teruji oleh waktu dan dikenal oleh semua orang.
Tugas siswa adalah menginternalisasikan atau menjadikan milik pribadi elemen-elemen tersebut
(Uyoh Sadulloh, 2007: 161).
Aliran Progresivisme merupakan aliran yang mengedepankan peran siswa yang aktif dalam
pembelajaran. Karena pada hakekatnya siswa merupakan subjek yang utama dalam proses
pembelajaran.
Alwasilah, A. Chaedar. 2008. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: UPI dan Rosdakarya.
Barnadib, Imam. 1987. Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode. Yogyakarta: Andi Offset.
Muis, Imam. 2004. Pendidikan Partisipatif Menimbang Konsep Fitrah dan Progresivisme John
Dewey. Yogyakarta: Safira Insani Press.
Purba, Edward & Yusnadi. 2015. Filsafat Pendidikan. Medan: UNIMED PRESS.