Anda di halaman 1dari 21

Nama : Gustia Darti

Nim : 18004123

Program Studi : Filsafat dan Teori Pendidikan

Soal:

1. Pilih dua aliran dari aliran-aliran di bawah ini, kemudian bandingkan pandangan dua
aliran yang Saudara pilih tersebut tentang konsep pendidikan, tujuan pendidikan,
kurikulum, dan peran guru dalam proses pendidikan!
a. Perenialisme
1) Konsep pendidikan,
Aliran perenialisme beranggapan bahwa pendidikan harus didasari oleh
nilai-nilai cultural masa lampau, regressive road to culture, oleh karena kehidupan
modern saat ini banyak menimbulkan krisis dalam banyak bidang (Assegaf, 2011:
193). Parenialisme menganggap pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses
mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa
lampau yang dianggap sebagai kebudayaan ideal. Perenialisme memandang
pendidikan sebagai jalan kembali atau proses pengembalian keadaan sekarang.
Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh, baik berupa teori
maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang. Maka, dapat
dikatakan bahwa perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali,
yaitu sebagai suatu proses mengembalikan kebudayaan sekarang (zaman modern
atau modernistik) ini terutama pendidikan zaman sekarang ini perlu dikembalikan
kebudayaan pada masa lampau (Gandhi HW, 2013: 165).
Aliran ini meyakini bahwa pendidikan adalah transfer ilmu pengetahuan
tentang kebenaran abadi. Pengetahuan adalah suatu kebenaran sedangkan
kebenaran selamanya memiliki kesamaan. Oleh karena itu pula maka
penyelengaraan pendidikan pun di mana-mana mestilah sama. Pendidikan
mestilah mencari pola agar subjek-subjek didik dapat menyesuaikan diri bukan
pada dunia saja, tapi hendaklah pada hakikathakikat kebenaran. Penyesuaian diri
pada kebenaran merupakan tujuan belajar itu sendiri. Oleh karena itu, para
Perenialisme memandang, bahwa tuntutan tertinggi dalam belajar adalah latihan
dan disiplin mental.
2) Tujuan pendidikan
Pada dasarnya tujuan pendidikan parenialisme ini untuk meningkatkan
kualitas manusia sebagai manusia dalam kerangka nilai-nilai kebenaran yang
universal, tidak terikat oleh ruang dan waktu. Dengan demikian system
pendidikan apapun dan di dalam masyarakat manapun mesti mengacu pada nilai-
nilai kebenaran universal. Sedemikian rupa anak didik dalam pendidikan dibantu
untuk menemukan dan menjalin nilai-nilai universal ini dalam kehidupan mereka
(Knellr, 1972: 43).
Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai
kebenaran yang pasti, absolut, dan abadi yang terdapat dalam kebudayaan masa
lampau yang dipandang sebagai kebudayaan ideal tersebut. Sejalan dengan hal di
atas, penganut Perenialisme percaya bahwa prinsip-prinsip pendidikan juga
bersifat universal dan abadi.
Dengan menempatkan kebenaran supernatural sebagai sumber tertinggi,
oleh karena itu perenialisme selalu bersifat theosentris. Karena itu menurut
perenialisme, penyadaran nilai dalam pendidikan harus didasarkan pada nilai
kebaikan dan kebenaran yang bersumber dari wahyu dan hal itu dilakukan melalui
proses penanaman nilai pada peserta didik. Sedang kebenaran hakiki dapat
diperoleh dengan latihan intelektual secara cermat untuk melatih kemampuan
pikir dan latihan karakter untuk mengembangkan kemampuan spiritual
3) Kurikulum
Dalam aliran perenialisme ini, kurikulum pendidikan yang harus
dipelajari atau yang terfokus dalam kurikulum adalah tentang subject atau mata
pelajaran yang sulit dipahami oleh murid. Dan mempunyai intelegensi yang tinggi
untuk dapat mengembangkan kemampuan para murid. Jadi, siswa ditekankan
pertumbuhan intelektualnya untuk menjadi pelajar secara cultural dengan
mempelajari sains dan seni. Misalnya : Para siswa dihadapkan dengan mata
pelajaran sains dan seni yang memang mata pelajaran tersebut bisa meningkatkan
kreatifitas dan langsung terjun lapang mempraktekannya. Karena bidang sains dan
seni merupakan karya terbaik yang di ciptakan oleh manusia.
Kurikulum yang digunakan dalam perenilisme adalah yang berorientasi
pada mata pelajaran (subject centered). Bentuk kurikulum ini merupakan desaign
paling populer, paling tua dan paling banyak digunakan. Dalam subject centered,
kurikulum dipusatkan pada isi/materi yang akan diajarkan. Kurikulum tersusun
atas sejumlah mata-mata pelajaran dan mata- mata pelajaran tersebut diajarkan
secara terpisah-pisah. Karena lebih mengutamakan isi atau bahan ajar kurikulum
subject centered ini disebut juga subject academik curriculum.
4) Peran guru dalam proses pendidikan
Dalam aliran parenialisme, hakikat guru adalah orang-orang yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan
seluruh potensi peserta didik baik dari aspek kognitif, afektif maupun
psikomotoriknya.25 Senada dengan ini Moh. Fadhil Al Jamali menyebutkan,
bahwa pendidik adalah orang yang mengarahkan manusia pada kehidupan yang
lebih sesuai dengan kemampuannya.
b. Essensialisme
1) Konsep Esensialisme

Aliran Filsafat Esensialisme adalah suatu aliran filsafat yang


menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan lama. Mereka
beranggapan bahwa kebudayaan lama itu telah banyak memperbuat kebaikan-
kebaikan untuk umat manusia. Esensialisme modern dalam pendidikan adalah
gerakan pendidikan yang memprotes terhadap skeptisisme dan sinisme dari
gerakan progrevisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya/
sosial. Menurut Esensialisme, nilai-nilai kemanusiaan yang terbentuk secara
berangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah payah selama beratus-
ratus tahun, dan didalamnya berakar gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah
teruji dalam perjalanan waktu.

Bagi aliran ini “Education as Cultural Conservation”, Pendidikan Sebagai


Pemelihara Kebudayaan. Karena ini maka aliran Esensialisme dianggap para ahli
“Conservative Road to Culture” yakni aliran ini ingin kembali kekebudayaan
lama, warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikannya bagi
kehidupan manusia. Esensialisme percaya bahwa pendidikan itu harus didasarkan
kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia.
Karena itu esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-
nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama sehinga memberikan kestabilan dan
arah yang jelas

2) Tujuan pendidikan
Dalam konsep essensialisme, pendidikan bertujuan untuk meneruskan
warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan inti yang terakumulasi
dan telah bertahan dalam kurun waktu yang lama. Budaya tersebut merupakan
suatu kehidupan yang telah teruji oleh waktu dalam tempo lama. Selain itu tujuan
pendidikan esensialisme adalah mempersiapkan manusia untuk hidup. Namun
demikian bukan berarti sekolah lepas tanggung jawab, akan tetapi memberi
kontribusi tentang bagaimana merancang sasaran mata pelajaran sedemikian rupa,
yang pada akhirnya memenuhi kebutuhan peserta didik untuk mempersiapkan diri
dalam menghadapi kehidupan.
3) Kurikulum
Beberapa tokoh aliran esensialisme memandang bahwa kurikulum yang
digunakan adalah kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran atau subjek
matter centered dan berpangkal pada landasan ideal dan organisasi yang kuat.
Penguasaan materi kurikulum tersebut merupakan dasar yang bersifat
essensialisme general education yangdiperlukan dalam hidup. Belajar dengan
tepat berkaitan dengan disiplin yang diyakini akan mampu mengembangkan
pikiran peserta didik dan sekaligus membuatnya sadar akan dunia fisik di
sekitarnya (Barnadib, 1997).
Kaum eksistensialisme menilai kurikulum berdasarkan pada apakah hal itu
berkontribusi pada pencarian individu akan makna dan muncul dalam suiatu
tingkatan kepekaaan personal yang disebut Greene “kebangkitan yang luas”.
Kurikulum ideal adalah kurikulum  yang memberikan para siswa kebebasan
individual yang luas dan mensyaratkan mereka untuk mengajukan pertanyaan-
pertanyaan, melaksanakan pencarian-pencarian mereka sendiri, dan menarik
kesimpulan-kesimpulan mereka sendiri.
Menurut pandangan eksistensialisme, tidak ada satu mata pelajaran
tertentu yang lebih penting daripada yang lainnya. Mata pelajaran merupakan
materi dimana individu akan dapat menemukan dirinya dan kesadaran akan
dunianya. Mata pelajaran yang dapat memenuhi tuntutan di ats adalah mata
pelajaran IPA, sejarah, sastra, filsafat, dan seni. Bagi beberapa anak, pelajaran
yang dapat membantu untuk menemukan dirinya adalah IPA, namun bagi yang
lainnya mungkin saja bisa sejarah, filsafat, sastra, dan sebagainya.
Kurikulum eksistensialisme memberikan perhatian yang besar terhadap
humaniora dan seni. Karena kedua materi tersebut diperlukan agar individu dapat
mengadakan instrospeksi dan mengenalkan gambaran dirinya. Pelajar harus
didorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mengembangkan
keterampilan yang dibutuhkan, serta memperoleh pengetahuan yang diharapkan.
Eksistensialisme menolak apa yang disebut penonton teori. Oleh karena itu,
sekolah harus mencoba membawa siswa ke dalam hidup yang sebenarnya.

4) Peran guru dala proses pendidkan

Menurut pemikiran eksistensialisme, kehidupan tidak bermakna apa-apa,


dan alam semesta berlainan dengan situasi yang manusia temukan sendiri di
dalamnya. Kendatipun demikian dengan kebebasan yang kita miliki, masing-
masing dari kita harus commit sendiri pada penentuan makna bagi kehidupan kita.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Maxine Greene (Parkay, 1998), seorang
filosof pendidikan terkenal yang karyanya didasarkan pada eksistensialisme “kita
harus mengetahui kehidupan kita, menjelaskan situasi-situasi kita jika kita
memahami dunia dari sudut pendirian bersama”. Urusan manusia yang paling
berharga yang mungkin paling bermanfaat dalam mengangkat pencarian pribadi
akan makna merupakan proses edukatif. Sekalipun begitu, para guru harus
memberikan kebebasan kepada siswa memilih dan memberi mereka pengalaman-
pengalaman yang akan membantu mereka menemukan makna dari kehidupan
mereka. Pendekatan ini berlawanan dengan keyakinan banyak orang, tidak berarti
bahwa para siswa boleh melakukan apa saja yang mereka suka.

Guru hendaknya member semangat kepada siswa untuk memikirkan


dirinya dalam suatu dialog. Guru menyatakan tentang ide-ide yang dimiliki siswa,
dan mengajukan ide-ide lain, kemudian membimbing siswa untuk memilih
alternative-alternatif, sehingga siswa akan melihat bahwa kebenaran tidak terjadi
pada manusia melainkan dipilih oleh manusia. Lebih dari itu, siswa harus menjadi
factor dalam suatu drama belajar, bukan penonton. Siswa harus belajar keras
seperti gurunya.

Guru harus mampu membimbing dan mengarahkan siswa dengan seksama


sehingga siswa mampu berpikir relative dengan melalui pertanyaan-pertanyaan.
Dalam arti, guru tidak mengarahkan dan tidak member instruksi. Guru hadir
dalam kelas dengan wawasan yang luas agar betul-betul menghasilkan diskusi
tentang mata pelajaran. Diskusi merupakan metode utama dalam pandangan
eksistemsialisme. Siswa memiliki hak untuk menolak interpretasi guru tentang
pelajaran. Sekolah merupakan suatu forum dimana para siswa mampu berdialog
dengan teman-temannya, dan guru membantu menjelaskan kemajuan siswa dalam
pemenuhan dirinya.

c. Progressivisme
d. Rekonstruksionisme

2. Memahami filsafat sangat penting bagi seorang pendidik. Jelaskan berikut ini:
a. Coba Saudara jelaskan dan berikan argumentasi atas pernyataan di atas.

Bagi guru filsafat pendidikan itu sangat perlu karena filsafat pendidikan
akan mempengaruhi bagaimana cara mengajar dan mendidik siswanya melalui
filsafat pendidikan yang dianutnya. Seorang guru seharusnya memiliki filsafat hidup
dan filsafat pendidikan yang jelas yang merupakan bagian dari kepribadiannya. Oleh
karena itu, bagi seorang mahasiswa calon guru seperti saya mempelajari ilmu filsafat
dan ilmu filsafat pendidikan adalah perlu. Bukan saja memperluas wawasannya
mengenai pendidikan serta membantunya dalam memahami siswa dan
mengembangkannya gaya belajar yang tepat, tetapi juga dapat menyadarkannya
mengenai makna dari berbagai aspek kehidupan manusia.

Dan yang lebih penting lagi bahwa sikap dan tindakanya yang
mencerminkan filsafatnya akan berpengaruh kepada siswanya, seperti jika guru
tersebut mengajar dan mendidik siswanya dengan cara yang salah maka akan
berdampak buruk bagi perkembangan siswanya. Sebaliknya, jika seorang guru
mendidik dan mengajar siiswanya dengan cara yang benar maka akan berdampak
baik bagi siswanya. Itulah mengapa perlunya guru memahami filsafat pendidikan itu
seperti apa agar ia dapat mendidik dan mengajar siswanya dengan baik dan benar.

b. Bagaimana hubungan filsafat dalam penyelenggaraan pendidikan.

Manusia berhubungan dengan filsafat dalam proses pendidikan karena


manusia harus mampu berfilsafat dalam dunia pendidikan. Mampu menjalankan
proses pendidikan dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
canggih. Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan tersebut, dapat
diuraikan sebagai berikut:

Pengertian filsafat dalam arti analisa adalah salah satu cara pendekatan yang
digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan
dan menyusun teori-teori pendidikannya, di samping menggunakan metoda-metoda
ilmiah lainnya.

Filsafat juga berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah
berkembang oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran
filsafat tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata. Artinya mengarahkan
agar teori-teori dengan pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan
tersebut bisa diterapkan dalam praktik kependidikan sesuai dengan kenyataan dan
kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat.
Filsafat termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk
memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi
ilmu pendidikan atau pedagogik.

Di samping hubungan fungsional tersebut, antara filsafat dan teori


pendidikan, juga terdapat hubungan yang bersifat suplementer, sebagaimana
dikemukakan oleh Ali Saefullah dalam bukunya antara Filsafat dan pendidikan,
sebagai berikut:

1. Kegiatan merumuskan dasar-dasar, dan tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang


sifat hakikat manusia, serta konsepsi hakikat dan segi-segi pendidikan serta ini
moral pendidikannya.
2. Kegiatan merumuskan sistem atau teori pendidikan yang meliputi politik
pendidikan, kepemimpinan pendidikan atau organisasi pendidikan, metodologi
pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola akulturasi dan peran pendidikan
dalam pembangunan masyarakat dan negara.

Definisi diatas merangkum dua cabang ilmu pendidikan, yaitu: filsafat


pendidikan dan sistem atau teori pendidikan dan hubungan antara keduanya adalah
bahwa yang satu suplemen terhadap yang lain dan keduanya diperlakukan oleh setiap
guru sebagai pendidik dan bukan hanya sebagai pengajar bidang studi tertentu.

3. Jelaskan bagaimana pemikiran Saudara tentang konsep penyelenggaraan pendidikan


di Indonesia!
Menurut saya penyelenggaraan pendidikan di Indonesia Kondisi penyelenggaraan
pendidikan Indonesia dinilai masih belum ideal, karena belum mampu menjawab
tantangan masa depan yang penuh persaingan dan kompleks. Perkembangan dunia
pendidikan sangat cepat, karena itu Indonesia harus menyesuaikan kurikulum agar dapat
bersaing di era global. Sekolah harus mampu mempersiapkan anak didik menghadapi
dunia nyata yang penuh masalah agar siap dalam persaingan global, pada kenyataannya
masih banyak sekolah-sekolah di Indonesia masih jauh dikatakan dari pendidikan ideal,
kesempataan dan pemerataan pendidikan di seluruh Indonesia belum sepenuhnya merata.
Penyelenggaraan pendidikan didesa dan dikota masih berbeda. Pada penyelenggaraan
pendidikan sekarang ini masih belum bisa mencapai tujuan pendidikan dimana tujuan
pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, agar
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa,
berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.

4. Masa menjadi orang tua (parenthood) merupakan masa yang alamiah terjadi dalam
kehidupan seseorang. Jelaskanlah cara-cara nabi dalam mendidik anak!
Nabi Muhammad dikenal sebagai sosok yang penyayang dan penyabar. Ia tidak
pernah membentak anak namun juga tegas dalam urusan agama. Dari Aisyah radhiyallahu
‘anha berkata, Rasulullah Shallallau ‘Alaihi Wasallam berasabda: “ Sebaik-baik kalian
adalah (suami) yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik
terhadap keluargaku.” (HR.Tirmidzi). Dalam mendidik anak, Rasulullah tidak selalu
mengekang. Beliau suka melihat anak bermain. Sebagaimana dijelaskan dalam riwayat yang
disampaikan oleh Aisyah R.A.
“ Aku dahulu pernah bermain boneka di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam.
Aku memiliki beberapa sahabat yang biasa bermain bersamaku. Ketika Rasululah
shallallahu ‘alaihi wa salam masuk dalam rumah, mereka pun bersembunyi dari beliau.
Lalu beliau menyerahkan mainan padaku satu demi satu lantas mereka pun bermain
bersamaku.” (HR. Bukhari). Hal terpenting dan yang harus dikenalkan pada anak sejak kecil
adalah dekat dengan Allah SWT.
Dalam hal ini, orangtua harus mulai mengenalkan ketauhidan. Ilmu ini sangat
penting untuk diajarkan kepada anak semenjak dini. Sebagaimana yang dilakukan oleh
Rasulullah. Belia mengajarkan anak-anaknya untuk mengucapkan Lailaha illaallah yang
mana berarti tidak ada Tuhan selain Allah. Dan Allah itu Maha Esa.
Dijelaskan dari Ibn Abbas, Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “
Bukalah lidah anak-anak kalian pertama kali dengan kalimat “ Lailaha-illaallah”. Dan saat
mereka hendak meninggal dunia maka bacakanlah, “ Lailaha-illallah. Sesungguhnya
barangsiapa awal dan akhir pembicaraannya “ Lailah-illallah”, kemudian ia hidup selama
seribu tahun, maka dosa apa pun, tidak akan ditanyakan kepadanya.” (sya’bul Iman).
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengajarkan ilmu agama
kepada anak semenjak dini. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perintahlah
anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka jika
enggan melakukannya pada usia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR.
Ahmad). Diriwayatkan dari Ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz, salah satu perempuan shalehah
sahabat rasul. Ia berkata: “Kami menyuruh puasa anak-anak kami. Kami buatkan untuk
mereka mainan dari perca. Jika mereka menangis karena lapar, kami berikan mainan itu
kepadanya hingga tiba waktu berbuka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga kerap melatih kepada anak-anaknya
untuk rutin membaca doa harian. Misalnya doa bercermin, doa keluar-masuk toilet, doa
sebelum dan sesudah makan, doa keluar rumah dan sebagainya. Ini penting agar diri kita
senantiasa dijaga oleh Allah Ta’ala dan terlindungi dari bahaya.
Mengajarkan anak untuk berbakti kepada orang tua, Berlaku adil kepada anak
perempuan dan laki-laki, Mendidik anak dengan akhlak mulia, Mengajarkan cara
berpakaian yang sesuai syariat agama, Mengajarkan batasan pergaulan antara perempuan
dan laki-laki, Mengajarkan pekerjaan rumah tangga untuk anak perempuan, Mengajari
adzan untuk anak laki-laki, Menganyomi dengan baik, Bersikap lemah lembut terhadap
anak, Mencintai dan bergantung pada Allah, Tidak memisahkan anak dan ibunya,
Memberikan hadiah.

5. Orang tua memiliki kewajiban memberikan pembinaan kepribadian anak-anaknya.


Jelaskanlah pembinaan kepribadian anak dari usia dua tahun hingga baligh (4
pembinaan di bawah ini) dengan rinci beserta contoh yang disunnahkan dalam ajaran
agama Islam!
a. Pembinaan akidah.
Aqidah Islamiyah dengan enam pokok keimanan, yaitu beriman kepada Allah
‘azza wa jalla, para malaikatnya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, beriman kepada
hari akhir dan beriman kepada qadha’ dan qadar yang baik maupun buruk,
mempunyai keunikan bahwa kesemuanya itu merupakan perkara yang ghaib.
Seseorang akan menghadapi kebingungan bagaimana ia mesti
menyampaikannya kepada anak dan bagaimana pula anak bisa berinteraksi dengan
itu semua ? bagaimana cara menjelasakan dan memaparkannya? Di hadapan
pertanyaan ini atau pertanyaan sejenis lainnya, kedua orangtua bisa kelabakan dan
mencari tahu bagaimana caranya. Akan tetapi melalui penelaahan terhadap cara Nabi
shalallahu’alaihi wassalam dalam bergaul dengan anak-anak, kita temukan ada lima
pilar mendasar di dalam menananmkan aqidah ini.
1. Pendiktean kalimat tauhid kepada anak.
2. Mencintai Allah dan merasa diawasi oleh-Nya, memohon pertolongan kepadaNya,
serta beriman kepada qadha’ dan qadar.
3. Mencintai Nabi dan keluarga beliau.
4. Mengajarkan Al-Qur’an kepada anak.
5. Menanamkan aqidah yang kuat dan kerelaan berkorban karenanya.
Pendiktean kalimat tauhid kepada anak

Dari ibnu ‘Abbas bahwa Nabi shalallahu’alaihi wassalam bersabda,


“Ajarkan kalimat laailaha illallah kepada anak-anak kalian sebagai kalimat pertama
dan tuntunkanlah mereka mengucapkan kalimat laa ilaha illallah ketika menjelang
mati.” (HR. Hakim)
Abdurrazaq meriwayatkan bahwa para sahabat menyukai untuk
mengajarkan kepada nak-anak mereka kalimat laa ilaha illallah sebagai kalimat yang
pertama kali bisa mereka ucapkan secara fasih sampai tujuh kali, sehingga kalimat
ini menjadi yang pertama-tama mereka ucapkan.
Ibnu Qayyim dalam kitab Ahkam Al-Maulud mengatakan, “Diawal waktu
ketika anak-anak mulai bisa bicara, hendaknya mendiktekan kepada mereka kalimat
laa ilaha illa llah muhammadurrasulullah, dan hendaknya sesuatu yang pertama kali
didengar oleh telinga mereka adalah laa ilaha illallah (mengenal Allah) dan
mentauhidkan-Nya. Juga diajarkan kepada mereka bahwa Allah bersemayam di atas
singgasana-Nya yang senantiasa melihat dan mendengar perkataaan mereka,
senantiasa bersama mereka dimanapun mereka berada.”
Oleh karena itu, wasiat Nabi shalallahu’alaihi wassalam kepada Mu’adz
radhiyallahu’anhu sebagimanan yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah dan Bukhari dalam Adabul Mufrad, adalah,
“Nafkahkanlah keluargamu sesuai dengan kemampuanmu. Janganlah kamu angkat
tongkatmu di hadapan mereka dan tanamkanlah kepada mereka rasa takut kepada
Allah.”
Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam sejak pertama kali mendapatkan
risalah tidak pernah mengecualikan anak-anak dari target dakwah beliau. Beliau
berangkat menemui Ali bin Ab Thalib yang ketika itu usianya belum genap sepuluh
tahun. Beliu shalallahu’alaihi wassalam mengajaknya untuk beriman, yang akhirnya
ajakan itu dipenuhinya. Ali bahkan menemani beliau dalam melaksanakan shalat
secara sembunyi-sembunyi di lembah Mekkah sehingga tidak diketahui oleh
keluarga dan ayahnya sekalipun.
Orang yang pertama-tama masuk Islam dari kalangan budak yang
dimerdekakan adalah Zaid bin Haritsah. Di bawa oleh paman Khadijah, yaitu Hakim
bin Hizam dari Syam sebagai tawanan, lalu ia diambil sebagai pembantu oleh
Khadijah. Rasulullah kemudian memintanya dari Khadijah lalu memerdekakannya
dan mengadopsinya sebagai anak dan mendidiknya ditengah-tengah mereka.
Demikianlah Rasulullah memulai dakwah beliau yang baru dalam
menegakkan masyarakat Islam yang baru dengan memfokuskan perhatian terhadap
anak-anak dengan cara memberikan proteksi dengan menyeru dan dengan
mendo’akan sehingga akhirnya si anak ini (Ali bin Abi Thalib) kelak memperoleh
kemuliaan sebagai tameng Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam dengan tidur di
rumah beliau pada malam hijrah ke Madinah.
Ini merupakan buah pendidikan yang ditanamkan nabi kepada anak-anak
yang sedang tumbuh berkembang agar menjadi pemimpin-pemimpin dimasa depan
dan menjadi pendiri masyarakat Islam yang baru.

b. Pembinaan ibadah.
1. Sholat
Salah kewajiban yang harus dilakukan di dalam agama Islam adalah
sholat, karena sholat merupakan salah satu pilar dalam agama Islam. Dengan sholat
5 waktu, anak akan terbiasa disiplin dan memiliki karakter yang baik. Hal ini
dikarenakan dalam solat anak akan berlatih konsentrasi, khusyu, dan bersabar
dalam menjalankannya. Sholat sendiri haruslah dilatih sejak anak usia dini,
sehingga dewasa kelak akan menjadi kebutuhan yang tidak pernah ditinggalkan.
Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang paling penting dalam fase
kehidupanl.

Pada fase ini sangat cocok untuk orangtua atau pun pendidik
mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki anak. Potensi-potensi ini dapat
berkembang apabila seluruh kegiatan anak mendapatkan arahan dan bimbingan
dari orangtua atau pun guru.

a. Fase anak usia (0-7 tahun)


Fase anak usia dini (0-7 Tahun) merupakan fase yang sangat menentukan pada
fase-fase perkembangan anak di usia berikutnya terutama dalam pembelajaran
sholat. Pada fase ini pengenalan solat kepada anak haruslah dikenalkan dan
lakukan pembiasaan kepada anak. Pada fase ini disebut sebagai fase anak usia dini.
Pada fase ini juga pendidikan sangatlah penting untuk dikembangkan. Dengan
demikian, perkembangan anak-anak berlangsung secara optimal.
b. Fase 7-10 Tahun
Usia 7-10 tahun, anak berada dalam masa transisi dan menunjukkan sebagian ciri-
ciri dari tahap pertama perkembangan moral dan sebagian ciri dari tahap kedua
yaitu moralitas otonom. Anak mulai sadar bahwa peraturan dan hukum dibuat oleh
manusia, dan ketika menilai sebuah perbuatan, anak akan mempertimbangkan
niat dan konsekuensinya. Moralitas akan muncul dengan adanya kerjasama
atau hubungan timbal balik antara anak dengan lingkungan dimana anak berada.
Pada masa ini anak percaya bahwa ketika mereka melakukan pelanggaran, maka
otomatis akan mendapatkan hukumannya. Hal ini seringkali membuat anak merasa
khawatir dan takut berbuat salah (Khusnul Khasanah t.t.) Namun, ketika anak
mulai berpikir secara heteronom, anak mulai menyadari bahwa hukuman terjadi
apabila ada bukti dalam melakukan pelanggaran. Piaget yakin bahwa dengan
semakin berkembang cara berpikir anak, anak akan semakin memahami tentang
persoalan-persoalan sosial dan bentuk kerjasama yang ada di dalam lingkungan
masyarakat.

c. Fase 10 Tahun Keatas


Fase ini seringkali dinamakan sebagai fase pasca konvensional, dimana pada fase
ini anak mulai mengenal tindakan-tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan-
pilihan dan kemudian anak memutuskan satu kode moral pribadi. Dalam hal
ini, anak diharapkan sudah membentuk keyakinan sendiri, bisa menerima orang
lain memiliki keyakinan yang berbeda dan tidak mudah dipengaruhi oleh orang
lain (Mansur 2005, 46–47).
2. Anak Dan Masjid
Boleh-boleh saja membawa balita ke masjid asal sudah memastikan dulu
beberapa hal berikut :
1. Usia Dini
Memang tak ada syarat masuk masjid anak harus usia sekian, tapi Islam sudah
memberikan tatanan nya, anak diberikan hukuman bila tidak melaksanakan shalat
disaat usia 7 tahun. So usia balita masih jauh dari pemahaman bahwa di dalam
masjid tidak boleh ribut, bahwa masjid adalah rumah ibadah. Anak masih berusia 2
dan 4 tahun bagi mereka apapun iming-iming atau ancaman yang aku buat
tampaknya tidak berpengaruh. Karenanya ajak anak ke mesjid ketika dia berusia
lewat dari 5 tahun.

2. Komunikasi
Terkadang meski anak masih usia balita, selalu ada anak yang paham
komunikasi dua arah, ada anak yang bisa paham bahwa orang tuanya marah bila dia
melakukan hal yang tak disenanginya, bisa jadi boleh kita ajak. Karena selalu ada
kok anak yang baik budi untuk duduk tenang selama orang tuanya shalat.

3. Mengenalkan Masjid bisa kapan saja


Saat momen Ramadan, kita mempunyai keinginan untuk melakukan shalat
berjamaah sebab pahala yang berlipat ganda. Tapi jangan egois, meski suara gaduh
anak-anak ada yang meyakini tidak merusak shalat kita namun yakinlah ada
ketidaknyamanan dihati jamaah lain, mereka hanya bertoleransi saja. Kenalkan
masjid kepada anak di waktu shalat lainnya misalnya di waktu zuhur dan ashar
membawa anak ke masjid, karena biasanya isi mesjid sepi, sehingga diharapkan bila
mereka gaduh maka yang terganggu hanya sedikit.

Kita juga dapat menjelaskan bahwa masjid adalah rumah ibadah, kita wajib
mencintainya dengan cara yang baik. Boleh ke mesjid tapi bukan untuk bermain,
tapi kalau mau ikut harus sholat bukan bermain. Semoga semakin sering nasehat ini
mereka dengar semakin mereka sadar bahwa masjid adalah rumah ibadah.

4. Orang Dewasa dan Berakal


Rasul pernah bilang bahwa orang yang berada dibelakangnya ketika shalat
adalah orang dewasa dan berakal. Artinya selama masih anak-anak maka ketika
mereka membuat gaduh itu bukan masalah, tapi meski tak masalah, apakah kita
boleh membuat orang lain menjadi tak nyaman.

5. Carilah Masjid yang Ramah Anak


Nyatanya ada masjid-masjid yang peduli terhadap usaha kita untuk mengajarkan
anak-anak cinta masjid, masjid seperti ini biasanya memiliki remaja masjid yang
mau mengurus anak-anak. Jadi ada masjid yang memisahkan wilayah sholat anak
dan orang tua.

3. Puasa
Setiap anak dikaruniai kemampuan jasmani maupun rohani yang berbeda.
Oleh sebab itu, orang tua hendaklah mampu menyadari seberapa siapkah anak
mereka untuk dilatih berpuasa. Tidak menutup kemungkinan seorang anak berusia
3 tahun sudah mampu menahan lapar dan dahaga sejak terbit fajar hingga
matahari terbenam. Sebaliknya, boleh jadi ada anak berusia 6 tahun yang hanya
mampu berpuasa “beduk” (latihan berpuasa sampai waktu zuhur). Sepatutnya
orang tua menanamkan kepada anak tentang rasa cinta terhadap ibadah kepada
Allah.

4. Haji
Pendidikan anak usia dini merupakan suatu upaya pembinaan yang di tujukan
kepada anak anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun.dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani, agar anak memiliki kesiapan dengan memasuki
pendididkan lebih lanjut (sisdiknas 1 :14). Salah satu kompetensi yang harus
dimiliki anak usia dini adalah terbiasa melakukan gerakan ibadah seperti peragaan
manasik haji Tujuan kegiatan peragaan manasik haji ini adalah untuk menanamkan
sikap religius terhadap anak usia dini, sekaligus mengenalkan rukun islam yang ke
lima yakni menjalankan  ibadah haji ,
5. Zakat
Zakat berbeda dengan haji.Zakat murni lahir dari kepedulian seseorang kepada
orang lain yang membutuhkan dengan kekayaan yang dimiliki. Oleh sebab itu,
gerakan sadar zakat harus dimulai sejak dini, dari anak-anak yang ada dalam
keluarga. Semua orangtua bertanggung jawab menjaga seluruh anggota keluarganya
dari siksa api neraka. Nabi menyuruh orangtua memerintahkan anaknya melakukan
shalat pada usia tujuh tahun dan memberikan sanksi yang tegas ketika pada usia
sepuluh tahun bila anaknya meninggalkan shalat. Hal ini bertujuan untuk melatih
dan membudayakan shalat sejak dini. Zakat status hukumnya disamakan dengan
shalat karena keduanya sama-sama berstatus hukum wajib. Dalam kaidah agama
ada keterangan maa adda ila al-wajibi wajibun (segala sesuatu yang mendorong
terlaksananya kewajiban, hukumnya wajib).

c. Pembinaan kemasyarakatan.
1. Mengajak Anak Menghadiri Majelis Kaum Dewasa
2. Menyuruh Anak Melaksanakan Tugas Rumah.
Agar anak rajin melakukan pekerjaan rumah tangga, berikut cara-cara yang bisa
orang tua lakukan:
1. mulai dari hal kecil
2. Berikan Arahan dan Alasan
3. Bekerja sebagai tim
4. Bermain sambil bekerja
5. Berikan penghargaan pada anak
3. Membiasakan Anak Mengucapkan Salam
4. Menjenguk Anak Yang Sakit

Menjenguk orang sakit adalah salah satu aktivitas yang bermanfaat, baik
bagi Urban Mama sebagai orangtua maupun anak-anak. Bagi anak, nilai moral
yang paling utama adalah menanamkan rasa belas kasih kepada si sakit dan agar
anak dapat mengambil hikmah bahwa kondisi badan sehat patut disyukuri
karena sehat itu mahal harganya.

Ada 10  keutamaan menjenguk orang sakit :


1. Kebun Surga
2. Membuahkan Pahala Dari Allah
3. Memperoleh Doa Dari Malaikat
4. Waktu Tepat Untuk Bersyukur
5. Mengingatkan Pada Akhirat
6. Jaminan Kebaikan Allah
7. Mendapatkan Banyak Rahmat
8. Kelancaran Urusan Dunia
9. Amalan Penduduk Surga
10. Amalan Penduduk Surga
Dalam memilih teman hendaknya memang harus diperhatikan dengan baik.
Karena lingkungan pergaulan yang anda pilih akan menentukan perkembangan diri
anda sendiri tentunya. Lingkungan yang baik akan menciptakan pribadi baik dan
sebaliknya lingkungan yang buruk akan menciptakan pribadi buruk tentunya.
Teman yang baik akan membentuk anak kita baik. Dan tentu saja sebaliknya.
Sehingga teman yang baik akan menjadi teman yang utuh dan teman yang utuh ini
yang bisa memberikan pencerahan.
5. Melatih Anak Berdagang

Manfaatnya bagi anak,


1. Anak belajar berinteraksi dengan teman sebaya
2. Membiasakan diri terus berkembang
3. Memanfaatkan waktu untuk hal-hal berguna
 4. Memperoleh kepercayaan diri
 5. Belajar bersusah payah, terbiasa memberi dan menerima serta memahami
kehidupan dengan baik dan benar.

6. Menghadiri Acara Yang Disyariatkan


7. Bermalam Di Rumah Keluarga Yang Saleh

Mengajak anak-anak untuk menginap atau bermalam di rumah kerabat atau


saudara yang saleh. Dengan hal tersebut, mereka bisa belajar berinteraksi sosial di
luar keluarga inti mereka. Seperti halnya berinteraksi dengan kakek, nenek, paman,
bibi, dan sepupu. Dalam riwayat dari Ibnu Abbas r.a., Beliau mengajarkan kepada
para anak untuk bersemangat bermalam di rumah kerabatnya yang saleh serta
mengambil faedah dari mereka. Ibnu Abbas r.a. berkata, “Saya bermalam di rumah
bibiku, Maimunah binti Al-Harits, istri Nabi saw.” (HR. Al-Bukhari)

8. Contoh Konkrit Tentang Kehidupan Sosial Rasulullah Dengan Anak

Beliau memperlakukan anak-anaknya dengan kasih sayang yang besar, dan


membimbing mereka menuju akhirat dan mengajak beramal baik. Dan sangat
mencintai mereka.

1. Beliau tersenyum kepada putra-putrinya, merawat, mencintai mereka.


2. Dalam persoalan duniawi sangat terbuka, tetapi jika berhubungan dengan Allah,
beliau sangat serius dan bermartabat.
3. Tidak pernah membiarkan anak-anaknya mengabaikan kewajiban-kewajiban agama
dan menjadi manja.
Beliau menunjukkan kepada putra-putrinya untuk hidup secara manusiawi.

a. Beliau suka memeluk, mencium, membelai anak- anaknya bahkan menggendong di


punggungnya.
b. Beliau menangis ketika anaknya Ibrahim wafat sambil berkata : “Hati boleh
menangis dan hati boleh sedih, tetapi kita tidak mengatakan apa pun kecuali apa
yang Allah ridhai.”
c. Meluruskan kesalahan putra-putrinya dari usia dini dengan penuh cinta dan
ketegasan.
d. Menghasung putra-putrinya untuk mencapai derajat taqwa yang tertinggi dengan
mengabaikan kesenangan dunia yang mubah.

d. Pembinaan moral pendidikan akhlak.


1. Adab Sopan Santun
a. Menanamkan Adab Kepada Anak
Setidaknya ada enam langkah yang bisa dilakukan orangtua dalam
menanamkan adab kepada anak-anaknya. Diantaranya adalah:
1. Menanamkan akidah.
2. Mengenalkan kepribadian dan sosok Rasulullah saw.
3. Teladan dari orangtua.
4. Mengenalkan dan membiasakan mengucapkan kalimat-kalimat thoyibah
5. Jauhkan anak dari lingkungan buruk.
6. Orangtua harus senantiasa selektif dalam milih tayangan media.
b. Contoh Kehidupan Salafus Sholeh

Berikut ada contoh perilaku salah satu dari salafus soleh yaitu kisah Bakar Bin
Abdullah al-Muzani (w. 106 H) :

Suatu hari, Bakar Bin Abdullah al-Muzani dimaki-maki oleh seseorang


dengan makian yang melampaui batas. Meski begitu, dia hanya terdiam.
Seseorang lalu bertanya kepadanya, “Mengapa engkau tidak membalas
makiannya sebagaimana ia memaki-makimu?” Bakar menjawab, “Sungguh aku
tidak mengetahui ada keburukan pada dirinya sebagai bahan makian. Lagi pula,
sama sekali tidak halal bagiku melontarkan celaan bohong (mencela tanpa
bukti).” (Idah Mahmudah).
c. Adab Yag Dianjurkan Nabi Untuk Anak
1. Adab Terhadap Orang Tua
2. Adab Terhadap Ulama
3. Adab Menghormati dan Memuliakan
4. Adab Berukhuwah
5. Adab dengan Tetangga
6. Adab Meminta Izin
7. Adab Makan dan Minum
8. Adab dalam Penampilan Anak
a. Adab Memotong dan Menyisir Rambut
b. Adab Berpakaian
9. Adab Mendengar Bacaan Al-Qur‟an
2. Perilaku Jujur
Perilaku jujur (akhlakul karimah) merupakan kepribadian muslim yang
sempurna. Jujur adalah kebenaran,yaitu sesuainya antara perkataan dan kenyataan
atau i'tikad yang ada didalam hati.
Kejujuran sebagian dari iman. Kejujuran sebagai cermin kehidupan. Menurut
Zuriah (2008: 49), jujur adalah suatu nilai dan prinsip yang harus ditanamkan
dalam diri seseorang sejak pendidikan dasar. Ya, sejak pendidikan dasar,
sepenting itulah penanaman perilaku jujur pada seseorang, dalam hal ini anak-
anak.
Disini ada 6 cara yang dapat dilakukan untuk menanamkan perilaku jujur
kepada anak, diantaraya yaitu:
1. Beri pemahaman tentang pentingnya kejujuran
2. Jangan menekan anak
3. Memberi kepercayaan
4. Hindari pemberian label pembehong
5. Beri pujian
3. Perilaku Menjaga Rahasia
Rasulullah SAW merasakan pentingnya menumbuhkan anak dengan perilaku
menjaga rahasia. Seorang anak yang terbiasa menjaga rahasia, dia akan tumbuh
dengan memiliki keinginan kuat, tabah dan tertata lidahnya. Dengan demikian,
akan tumbuh kepercayaan dalam masyarakat dengan masing-masing menjaga
rahasia satu sama lain.
Hal ini mengajarkan kepada kita untuk mengajarkan tentang pentingnya
sebuah amanah yang diberikan orang lain. Hal ini harus ditanamkan kepada anak,
agar sang anak tumbuh menjadi anak yang memiliki kepribadian baik, terpercaya.
Anak yang terpercaya akan tumbuh menjadi orang besar yang hebat .

4. Perilaku amanah
Amanah adalah perilaku dasar yang harus dimiliki setiap anak. Nabi saw. dari
masa kaanak-kanaknya hingga masa kenabian disifati dengan sifat ini. Menurut
Suwaid, ini menjadi pelajaran bagi anakanak muslim untuk selalu mencontoh
perilaku Rasulullah dalam menjaga amanah agar nantinya bisa membantu ketika
ia menyampaikan risalah Islam. Seorang anak tidak akan selamanya menjadi
anak-anak. Rasulullah saw. telah menegaskan tanggung jawab seseorang atas
harta orang tuanya. Oleh karena itu, hendaklah ia amanah dalam 60
menggunakannya, tidak boros dan berlebih-lebihan. Nabi selalu menekankan sisi
amanah pada diri sang anak agar sifat amanah mengakar dalam dirinya (Jamal
Abdurrahman, 2010:259).

Anda mungkin juga menyukai