Anda di halaman 1dari 7

Nama : Gustia Darti

Nim : 18004123

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA SETELAH SALAH SATU ATAU KEDUANYA


MENINGGAL

A. Melaksanakan Janji-Janji dan Wasiatnya


Semasa hidup orang tua jika mereka mempunyai janji kepada seseorang maka anak-
anaknya harus berusaha menunaikan atau melaksanakan janjinya tersebut.

Janji yang dimaksud adalah seperti Wasiat, niat untuk Sedekah Jariyah, Waqof dan
lain sebagainya. Janji keburukan atau kejahatan kita tidak boleh melaksanakannya, atau
menyempurnakan.

Menunaikan kewajiban orang tua tidak bertentangan dengan firman Allah SWT:

‫از َرةٌ ِو ْز َر ُأ ْخ َر‬


ِ ‫َأاَّل ت َِز ُر َو‬
َ ‫َوَأن لَّي‬
‫ْس لِِإْل ن َسا ِن ِإاَّل َما َس َعى‬

)53(39-38[ ‫]النجم‬ 

Artinya: “(yaitu) Bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang
lain. Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya.”
Dalam hal ini dosa dan pahala setiap orang menanggung hasil perbuatannya masing-
masing dan mendapatkan pahala sesuai dengan yang diperbuat karena dia sendiri yang
berbuat sholeh, bukan orang lain yang berbuat sholeh.
wajib berbakti kepada orang tuanya, baik sewaktu keduanya masih hidup di dunia,
maupun sesudah meninggal dunia. Cara berbakti kepada orang tua yang sudah meninggal
dunia antara lain si anak hendaknya menjadi anak yang baik (waladun salihun) dan selalu
berbuat baik. Kemudian juga mendo’akan orang tuanya, termasuk memohonkan ampunan
bagi keduanya.
B. Mendoakan dan memohonkan ampunan untuk keduanya
Nabiyullah Nuh AS berucap:

ٰ
‫َّربِّٱ ْغفِرْ لِى َولِ ٰ َولِ َدىَّ َولِ َمن َد َخلَبَ ْيتِىَ ُمْؤ ِمنًا َولِ ْل ُمْؤ ِمنِينَ َو ْٱل ُمْؤ ِم ٰنَتِ َواَل ت َِز ِدٱلظَّلِ ِمينَِإاَّل تَبَا ۢ ًرا‬
(‫نوح‬: )28
Artinya : Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku
dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah
Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan"

Oleh karena itu yang pantas bagi anak adalah memint akan ampunan untuk orang tua
yang telah meninggal dunia.

C. Menyambung Tali Silaturahmi Dengan dan Berbuat Baik Kepada Sahabat Keduanya
Mengunjungi teman-teman orang tua yang telah dipertemukan kepada kita adalah
salah satu cara berbakti kepada orang tua setelah meninggal dunia, perbuatan baik tersebut
harus kita lakukan.

Alquran menjelaskan apabila orang tua kita menyuruh untuk melakukan hal-hal yang
melanggar kepercayaan tauhid, kita dilarang mentaatinya dan kita hanya berkewajiban
menjaga hubungan baik dengannya di dunia.

ُs‫َّ ث‬s‫ي‬sۚ sَ‫ ِإ ل‬sَ‫ب‬s‫ ا‬sَ‫ َأ ن‬s‫ ْن‬s‫ َم‬sَ‫ل‬s‫ ي‬sِ‫ ب‬ss‫س‬
sَ s‫ ْع‬sِ‫َّ ب‬s‫ت‬s‫ ا‬s‫ َو‬s‫ ۖا‬sً‫ف‬s‫ و‬s‫ ُر‬s‫ع‬sْ s‫ َم‬s‫ ا‬sَ‫ ي‬s‫ ْن‬s‫ ُّد‬s‫ل‬s‫ا‬s‫ ي‬sِ‫ف‬s‫ ا‬s‫ُ َم‬s‫ ه‬s‫ ْب‬s‫ح‬sِ s‫ ا‬s‫ص‬
sَ s‫و‬sَ s‫ ۖا‬s‫ُ َم‬s‫ ه‬s‫ ْع‬s‫ُ ِط‬s‫ اَل ت‬sَ‫ ف‬s‫ ٌم‬s‫ ْل‬s‫ع‬sِ s‫ ِه‬sِ‫ ب‬s‫ َك‬sَ‫ ل‬s‫ َس‬s‫ ْي‬sَ‫ل‬s‫ ا‬s‫ َم‬s‫ ي‬sِ‫ ب‬s‫ َك‬s‫ ِر‬s‫ُ ْش‬s‫ ت‬s‫ َأ ْن‬s‫ ٰى‬sَ‫ ل‬s‫ َع‬s‫ َك‬s‫ ا‬s‫ َد‬sَ‫ه‬s‫ ا‬s‫ج‬sَ s‫ ِإ ْن‬s‫َو‬
s‫ َن‬s‫ُ و‬s‫ ل‬s‫ َم‬s‫ ْع‬sَ‫ ت‬s‫ُ ْم‬s‫ ت‬s‫ ْن‬sُ‫ك‬s‫ ا‬s‫ َم‬sِ‫ ب‬s‫ ْم‬sُ‫ ُئ ك‬sِّs‫ ب‬sَ‫ ُأ ن‬sَ‫ ف‬s‫م‬sْ sُ‫ ك‬sُ‫ ع‬s‫ج‬sِ s‫ر‬sْ s‫َّ َم‬s‫ ي‬sَ‫َّ ِإ ل‬s‫م‬

Artinya : Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku


sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang
kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu, maka Ku beritakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS Luqman31 : 15)

Jadi doa anak terhadap orang tua yang telah meninggal dunia mempunyai arti yang
sangat penting, sehingga bias menyelamatkan orang tua untuk kedudukan surga yang lebih
tinggi. Tentu saja apabila anak dan orang tua dalam satu ikatan agama dan tidak melakukan
kesyirikan selama hidupnya.

D. Bersedekah Atas Nama Keduanya


Berbakti kepada orang tua sangat dianjurkan Islam. Bahkan, dalam beberapa ayat
disebutkan bergandengan dengan perintah ibadah kepada Allah Ta'ala. Hal ini untuk
menunjukkan besarnya urusan berbakti kepada orang tua. Allah Ta'ala berfirman,

َ ‫ىر ُّب َكَأاَّل تَ ْعبُدُواِإاَّل ِإيَّا ُه َوبِا ْل َوالِ َد ْينِِإ ْح‬


‫سانًا‬ َ ‫ض‬َ َ‫َوق‬
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya." (QS. Al Isra':
23)

Ringkasnya, berbakti kepada kedua orang tua ketika masih hidup adalah berbuat baik
kepada mereka dengan lisan, sikap, bantuan fisik dan harta. Semua Ini hukumnya wajib.
Tidak boleh seseorang cuek tidak perhatian kepada kedua orang tuanya, apalagi sampai
menyakiti keduanya.

Adapun sesudah meninggal, maka cara berbakti kepada orang tua sebagai bentuk
terimakasih kepada keduanya adalah dengan mendoakan dan memohonkan ampunan bagi
mereka, melaksanakan wasiat mereka, menghormati teman-teman mereka, dan memelihara
hubungan kekerabatan yang hanya bias disambung melaului keduanya. Itulah lima perkara
yang merupakan bakti kepada kedua orang tua setelah mereka meninggal dunia.

Bersedekah atas nama keduanya hukumnya boleh. Tapi tidak harus, misalnya dengan
mengatakan kepada sang anak, "Bersedekahlah." Namun yang lebih tepat, "Jika engkau
bersedekah, maka itu boleh." Jika tidak bersedekah, maka mendoakan mereka adalah lebih
utama, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihiwasallam,

َ ‫ص َدقَ ٍة َجا ِريَ ٍةَأ ْو ِع ْل ٍميُ ْنتَفَ ُعبِ ِهَأ ْو َولَ ٍد‬
‫صالِ ٍحيَ ْدع ُْولَه‬ َ ‫ِإ َذا َماتَاِْإل ْن‬
َ ‫سانُا ِ ْنقَطَ َع َع ْن ُه َع َملُ ُهِإالَّ ِم ْنثَالَثَ ٍةِإالَّ ِم ْن‬
"Jika seorang manusia meninggal, terputuslah semua amalnya kecuali dari tiga;
Shadaqah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya." (HR.
Muslim dalam al-Washiyah no. 1631).

Adapun tentang bolehnya yang tidak utama, disebutkan dalam hadits Sa'd bin
Ubaidillah, yaitu saat ia meminta izin kepada Nabi shallallahu 'alaihiwasallam untuk
bershadaqah atas nama ibunya, lalu beliau mengizinkan. (HR. Al-Bukhari dalam al-
Washaya no.2760).
Juga seorang laki-laki yang berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihiwasallam, "Wahai
Rasulullah, ibuku meninggal tiba-tiba, dan aku lihat, seandainya ia sempat bicara, tentu ia
akan bersedekah. Bolehkah aku bersedekah atas namanya?" Beliau menjawab, "Boleh."
(HR. Al-Bukhari dalam al-Jana'iz no.1388; Muslim dalam al-Washiyah no. 1004).

Namun demikian, perlu diketahui, bahwa yang lebih utama bagi seseorang adalah
mendoakan ibu bapaknya dan menjadikan pahala amal shalihnya untuk dirinya sendiri,
karena seperti itulah yang dilakukan oleh para penghulu umat ini, bahkan itulah yang tersirat
dalam sabda Nabi sallallahu 'alahiwasallam:

َ ‫ َأ ْو َولَ ٌد‬،‫ َأ ْو ِع ْل ٌميُ ْنتَفَ ُعبِ ِه‬،ٌ‫ص َدقَةٌ َجا ِريَة‬


ُ‫صالِ ٌحيَ ْدع ُْولَه‬ ٍ ‫ِإ َذا َماتَا ْبنُآ َد َما ْنقَطَ َع َع َملُ ُهِإاَّل ِم ْنثَاَل‬
َ :‫ث‬
"Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya,
kecuali tiga hal: Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang
mendoakannya." (HR. Muslim). (Kitab ad-Da’wah (5), Syaikh Ibnu Utsaimin, 2/151)

E. Menghajikan Orang Tua


Orang tua yang sudah meninggal dunia, yang ketika masa hidupnya mempunyai
harta yang cukup untuk menunaikan ibadah haji dan belum melaksanakannya, maka orang
tua tersebut dapat dikategorikan sebagai orang yang mempunyai tanggungan kewajiban
(hutang) menunaikan ibadah haji. Dalam masalah ini, mayoritas imam madzahib, seperti
madzhab Ibn Abbas, Zaid bin Tsabit, Abu Hurairah Imam Syafi’i berpendapat bahwa
menghajikan kedua orang tua tersebut adalah wajib, karena hutang itu wajib dibayar seperti
halnya kewajiban-kewajiban lain mengenai harta, seperti kafarat, zakat nadzar dan lain-lain.
Pendapat ini di dasarkan pada hadith yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas “Seorang
perempuan dari bani Juhainah datang kepada Nabi SAW, Ia bertanya: “Wahai Nabi, Ibuku
pernah bernadzar ingin melaksanakan ibadah haji, hingga beliau meninggal padahal dia
belum melaksanakan ibadah haji tersebut, apakah aku bisa menghajikannya? Rasulullah
menjawab: Ya, hajikanlah untuknya, kalau ibumu punya hutang kamu juga wajib
membayarnya bukan? Bayarlah hutang Allah, karena hak Allah lebih berhak untuk
dipenuhi” (riwayat bukhari dan Nasa’i).

Sedangkan apabila orang tua tersebut pada masa hidupnya tidak mempunyai
kemampuan harta untuk menunaikan ibadah haji, maka bagi anak atau ahli waris boleh
untuk membadalkan haji untuk kedua orang tua tersebut, dan bukan merupakan kewajiban.
Pada sisi ini, akan lebih baik bagi anak untuk mendahulukan dirinya sendiri dalam
menunaikan ibadah haji, apabila mempunyai kemampuan, karena kewajiban ibadah haji
adalah kewajiban dengan persyaratan tertentu. Dengan demikian, perbuatan berbakti kepada
orang tua dalam bentuk menghajikan keduanya yang sudah meninggal, juga harus melihat
sisi hukum dan kewajibannya sendiri.

F. Bergegas Melaksanakan Amalah Shalih Untuk Membahagiakan Orang Tua Yang Meninggal
Cara Membahagiakan Orang Tua yang sudah Meninggal

“Katakanlah: Beramallah karena sesungguhnya Allah akan melihat amalanmu, begitu juga
RasulNya dan orang-orang beriman” (QS. At-Taubah 105)

Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan:

Disebutkan bahwa perbuatan orang-orang yang masih hidup itu akan diperlihatkan pada
orang-orang yang telah meninggal dari saudara-saudara dekatnya yang sudah berada di
alam barzah.Selanjutnya Ibnu Katsir rahimahullah menampilkan hadits Abu Dawud At-
Thayalisi dengan isnadnya sendiri dari Jabir radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata,

Jika kita adalah seorang suami, maka jadilah suami yang baik. Penuhilah hak-hak
ibu, istri dan anak-anak.Jika kita adalah seorang istri, maka jadilah istri yang salihah.
Perbanyaklah di rumah, semakin taatlah kepada suami serta rawatlah rumah dan anak-
anakmu dengan baik.Jika kita adalah seorang anak yang masih menempuh pendidikan,
maka bersungguh-sungguhlah untuk menuntut ilmu dien dan dunia untuk kemudian
beramal demi kemaslahatan umat Islam.

Dan peran-peran lainnya yang senantiasa menunjukkan amalan-amalan


salih.Sehingga dengannya, orangtua atau karib kerabat kita merasa bergembira dan
mendapatkan balasan yang baik atasnya

G. Menziarahi kuburan orang tua


Bakti kepada orang tua tidak terbatas hanya semasa mereka hidup.Mereka juga tetap
memiliki hak dibakti nak-anak mereka, meski telah meninggal dunia.Caranya adalah dengan
memintakan ampunan untuk mereka, dan mendoakan mereka agar dikasihi, diampunkan
dosanya, dimasukkan surga dan diselamatkan dari siksa kubur dan neraka jahannam.
(Mahmud Muhammad Aljauhari dan Muhammad Abdul Hakim 2000: 215)

Muhammad Arifuddin (2009: 30) berdoa adalah perbuatan berbakti yang paling
mudah.Kita bisa melaksanakannya setiap waktu, terutama setelah shalat fardhu.Mendoakan
orang tua menempati posisi istimewa di hati Rasulullah.Doa anak untuk ibu bapaknya akan
menjadi ladang amal bagi ibu bapaknya. Amal ini tidak pernah tidak akan pernah terputus,
meski telah meninggal dunia

H. Melaksanakan sumpah dan jangan membiarkan orang lain mencaci keduanya


Apabila kedua orang tua bersumpah kepada anaknya untuk suatu perkara tertentu
yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak untuk
memenuhi sumpah keduanya karena itu termasuk hak mereka. Misalnya, mereka bersumpah
jika tanah saya laku dijual denga harga Rp 1M maka saya akan memberikan 1/3 dari uang
saya tersebut tetapi sebelum itu dilaksanakan kedua orang tua tersebut sudah meninggal
dunia, maka sumpah ini harus dipenuhi oleh ahli warisnya.Hendaknya seseorang
menunaikan wasiat kedua orang tua dan melanjutkan secara berkesinambungan amalan-
amalan kebaikan yang dahulu pernah dilakukan keduanya.Sebab, pahala akan terus mengalir
kepada mereka berdua apabila amalan kebaikan yang dulu pernah dilakukan dilanjutkan
oleh anak merekaHal ini pernah dilakukan oleh para sahabat ketika Nabi Bersabda “ saya
akan berpuasa pada bulan asyura” tetapi sebelum bulan itu datang Nabi telah wafat terlebih
dahulu, tetapi dengan ijtihad para sahabat tetap melaksankan ritual puasa tersebut sampai
sekarang.

Menyebabkan mereka dicela orang lain termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah
saw bersabda: "Termasuk dosa besar adalah sesorang mencela orang tuanya." Para Sahabat
bertanya: "Ya, Rasulullah, apa ada orang yang mencela orang tuanya?" Beliau menjawab:
"Ada. Ia mencela ayah orang lain kemudian orang itu membalas mencela orang tuanya. Ia
mencela ibu orang lain lalu orang itu membalas mencela ibunya.

I. Melaksanakan puasa orang tua


Dalam hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Ada seseorang
pernah menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas ia berkata,
.» ‫ضيَهُ َع ْنهَا‬ ِ ‫ك َدي ٌْن َأ ُك ْنتَ قَا‬ َ ‫ضي ِه َع ْنهَا فَقَا َل « لَوْ َكانَ َعلَى ُأ ِّم‬
ِ ‫صوْ ُم َشه ٍْر َأفََأ ْق‬ ْ ‫ا َرسُو َل هَّللا ِ ِإ َّن ُأ ِّمى َمات‬
َ ‫َت َو َعلَ ْيهَا‬
َ ‫ق َأ ْن يُ ْق‬
‫ضى‬ ُّ ‫قَا َل « فَ َديْنُ هَّللا ِ َأ َح‬. ‫ال نَ َع ْم‬
َ َ‫» ق‬

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan ia masih


memiliki utang puasa sebulan. Apakah aku harus membayarkan qodho’ puasanya atas nama
dirinya?”Beliau lantas bersabda, “Seandainya ibumu memiliki utang, apakah engkau akan
melunasinya?”“Iya”, jawabnya.Beliau lalu bersabda, “Utang Allah lebih berhak untuk
dilunasi.”(HR. Bukhari no. 1953 dan Muslim no. 1148).

Sedangkan bagi yang tidak berpuasa karena uzur lantas tidak memiliki kemampuan
untuk melunasi utang puasanya dan ia meninggal dunia sebelum hilangnya uzur atau ia
meninggal dunia setelahnya namun tidak memiliki waktu untuk mengqodho’ puasanya,
maka tidak ada qodho’ baginya, tidak ada fidyah dan tidak ada dosa untuknya.Demikian
keterangan dari Syaikh Musthofa Al Bugho yang penulis sarikan dari At Tadzhib fii Adillati
Matan Al Ghoyah wat Taqrib, hal. 114.

orang yang dilunasi utang puasanya adalah orang yang masih memiliki kesempatan
untuk melunasi qodho’ puasanya namun terlanjur meninggal dunia. Sedangkan orang yang
tidak memiliki kesempatan untuk mengqodho’ lalu meninggal dunia, maka tidak ada
perintah qodho’ bagi ahli waris, tidak ada kewajiban fidyah dan juga tidak ada dosa.

Namun ukuran mud ini bukanlah ukuran standar dalam menunaikan fidyah. Syaikh
Musthofa Al Bugho berkata, “Ukuran mud dalam fidyah di sini sebaiknya dirujuk pada
ukuran zaman ini, yaitu ukuran pertengahan yang biasa di tengah-tengah kita menyantapnya,
yaitu biasa yang dimakan seseorang dalam sehari berupa makanan, minuman dan buah-
buahan.Karena saat ini makanan kita bukanlah lagi gandum, kurma, anggur atau
sejenisnya.Fakir miskin saat ini biasa menyantap khubz (roti) atau nasi dan kadang mereka
tidak menggunakan lauk daging atau ikan.Sehingga tidaklah tepat jika kita mesti
menggunakan ukuran yang ditetapkan oleh ahli fikih (fuqoha) di masa silam.Karena apa
yang mereka tetapkan adalah makanan yang umum di tengah-tengah mereka.”(At Tadzhib,
hal. 115).

Anda mungkin juga menyukai