Anda di halaman 1dari 36

Adab Berbakti Kepada Kedua Orang Tua di Waktu

Hidup dan Setelah Matinya


Kedua orang tua, ibu-bapak kita, adalah manusia yang paling berjasa dan utama
bagi diri seseorang, Allah telah memerintahkan dalam berbagai tempat di dalam AlQuran agar berbakti kepada kedua orang tua. Allah menyebutkannya
berbarengan dengan pentauhidan-Nya dan memerintahkan para hamba-Nya untuk
melaksanakannya sebagaimana akan disebutkan berikut. Hak kedua orang tua
merupakan hak terbesar yang harus dilaksanakan oleh setiap Muslim. Baik ketika
keduanya masiih hidup maupun ketika sudah meninggal dunia.

A. Hak yang Wajib Dilaksnakan Ketika Orang Tua Masih Hidup


1. Mentaati Mereka Selama Tidak Mendurhakai Allah
Mentaati kedua orang tua hukumnya wajib atas setiap Muslim. Haram hukumnya
mendurhakai keduanya. Tidak diperbolehkan sedikit pun mendurhakai keduanya.
kecuali apabila mereka menyuruh untuk menyekutukan Allah atau mendurhakaiNya.


Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang
tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya,... (Q.S. Lukman: 15)
Tidak boleh mentaati makhluk untuk mendurhakai Allah, penciptanya, sebagaimana
sabda Rasulullah saw.

)
(


Tiada kewajiban untuk taat (kepada seseorang) yang memerintahkan untuk


durhaka kepada Allah I. Kewajiban taat hanya pada hal yang maruf. [1]
2. Berbakti dan Merendahkan Diri di Hadapan Kedua Orang Tua
Allah berfirman:




Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya, (Q.S. Al-Ahqaaf: 15),





Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.
Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, ... (Q.S. An-Nisa: 36)
Dan di dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda:"Sungguh merugi, sungguh
merugi, dan sungguh merugi orang yang mendapatkan kedua orang tuanya yang
sudah renta atau salah seorang dari mereka kemudian hal itu tidak dapat
memasukkannya ke dalam surga."[2]

Diantara bakti kepada kedua orang tua adalah:


- Menjauhkan ucapan dan perbuatan yang dapat menyakiti kedua orang tua
walaupun dengan isyarah atau ucapan "ah"
- Senantiasa membuat mereka ridha dengan melakukan apa yang mereka inginkan.
- Tidak mengeraskan suara melebihi suara kedua orang tua atau di hadapan mereka
berdua.
- Tidak boleh berjalan di depan mereka, atau mendahului mereka, atau masuk dan
keluar mendahului mereka, atau mendahului urusan mereka berdua.
3. Berbicara dengan Lembut di Hadapan Mereka
Firman Allah Ta'ala:
.....
"..... maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia. ". (Q.S. Al-Isra';23)
4. Menyediakan Makanan untuk Mereka
Sepantasnya disediakan untuk mereka makanan dan minuman yang terbaik dan
lebih mendahulukan mereka berdua daripada dirinya, anaknya, dan isterinya.
5. Meminta Izin kepada Mereka Sebelum Berjihad dan Pergi untuk Urusan
Lainnya
Izin kepada orang tua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan. Seorang lelaki
datang menghadap Rasulullah saw. dan bertanya: "Ya Rasulullah, apakah aku boleh
ikut berjihad ?" Beliau balik bertanya:'Apakah kamu masih mempunyai kedua orang
tua?" Laki-Laki itu menjawab: "masih". Beliau bersabda: "Berjihadlah (dengan cara
berbakti) kepada keduanya." [3]
Seorang Laki-laki berkata kepada beliau: "Aku membai'at Anda untuk berhijrah dan
berjihad semata-mata hanya mengharapkan pahala dari Allah swt." Beliau bersabda
kepada laki-laki tersebut: "Apakah salah satu kedua orang tuamu masih hidup?"
Laki-laki itu menjawab: "Masih, bahkan keduanya masih hidup." Beliau kembali
bersabda: "Apakah kamu ingin mendapatkan pahala dari Allah Ta'ala? Lelaki itu
menjawab: "Ya" Kemudian Nabi saw. bersabda: "Kembalilah kamu kepada kedua
orang tuamu dan berbaktilah kepada keduanya." [4]
6. Memberikan Harta kepada Orang Tua Menurut Jumlah yang Mereka Inginkan
Rasulullah saw. pernah bersabda kepada seorang laki-laki ketika ia berkata:
"Ayahku ingin mengambil hartaku." Nabi saw. bersabda: "Kamu dan hartamu milik
ayahmu."
Oleh sebab itu hendaknya seseorang jangan bersikap bakhil (kikir) terhadap orang
yang menyebabkan keberadaan dirinya, memeliharanya ketika kecil dan lemah,
serta telah berbuat baik kepadanya.
7. Membuat Keduanya Ridha dengan Berbuat Baik kepada Orang-Orang yang
Dicintai Oleh Mereka
Yakni dengan cara berbuat baik kepada para saudara, karib kerabat, teman-teman
dan selain mereka. Memuliakan mereka, menyambung tali silaturahim dengan
mereka, menunaikan janji-janji (orang tua) kepada mereka.
8. Memenuhi Sumpah Kedua Orang Tua
Apabila kedua orang tua bersumpah kepada anaknya untuk suatu perkara tertentu
yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak
memenuhi sumpah keduanya karena itu termasuk hak mereka.
9. Tidak Mencela Orang Tua atau Tidak Menyebabkan Mereka Dicela Orang
Lain.

Orang-orang sering bergurau dan bercanda dengan melakukan perbuatan yang


tercela ini, sadar atau tidak mereka terjerumus kepada saling membanggabanggakan orang tuanya/keturunannya hingga akhirnya saling mencela orang tua
mereka. Rasulullah saw. bersabda: "Termasuk dosa besar adalah seseorang
mencela orang tuanya. " Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, apa ada orang yang
mencela orang utanya?" Beliau menjawab: "Ada. Ia mencela ayah orang lain
kemudian orang itu membalas mencela orang tuanya. Ia mencela ibu orang lain
lalu orang itu membalas mencela ibunya." [5].
10. Mendahulukan Berbakti kepada Ibu daripada Ayah
Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah saw. :"Siapa yang paling
berhak mendapatkan perlakuan baik dariku?" Beliau menjawab: "Ibumu." Laki-laki
itu bertanya lagi: "Kemudaian siapa lagi?" Beliau kembali menjawab: "Ibumu." Lakilaki itu kembali bertanya: "Kemudian siapa lagi?" Beliau menjawab: "Ibumu." Lalu
siapa lagi?" Tanyanya. "Ayahmu" Jawab beliau." [6].
Maksud lebih mendahulukan berbuat baik kepda ibu, yaitu lebih bersikap lemahlembut, lebih berperilaku baik, dan memberikan sikap yang lebih halus daripada
ayah. Hal ini apabila keduanya berada di aatas kebenaran.

B. Hak Orang Tua Setelah Mereka Meninggal Dunia


1. Menshalati Keduanya
Maksud menshalati di sini adalah mendo'akan keduanya setelah meninggal duni,
karena ini termasuk bakti kepada mereka. Berdasarkan sabda Rasulullah
saw.:Apabila manusia sudah meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal:
sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo'akan dirinya.
[7].

2. Beristighfar untuk Mereka Berdua


Orang tua adalah orang yang paling utama bagi seorang Muslim untuk dido'akan
agar Allah mengampuni mereka karena kebaikan mereka yang besar. Allah Ta'ala
menceritakan kisah Nabi Ibrahim a.s. dalam Al-Qur'an:

.....

"Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku... " (Q.S. Ibrahim: 41)
3. Menunaikan Janji Kedua Orang Tua
Yakni menunaikan wasiat kedua orang tua dan melanjutkan secara
berkesinambungan amalan-amalan kebaikan yang dahulu pernah dilakukan
keduanya.
4. Memuliakan Teman Kedua Orang Tua
Disebutkan dalam sebuah hadits, Ibnu 'Umar r.a. pernah berpapasan dengan
seorang Arab badui di jalan menuju Makkah. Kemudian Ibnu 'Umar mengucapkan
salam kepdanya dan mempersilakannya naik ke atas keledai yang ia tunggangi.
Selanjutnya ia juga memberikan sorbannya yang ia pakai. Ibnu Dinar berkatan:
"Semoga Allah memuliakanmu, mereka itu orang Arab badui dan mereka sudah
terbiasa berjalan." Ibnu 'Umar berkata: "Sunguh, dulu ayahnya teman 'Umar bin
Khattab dan aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya bakti
anak yang terbaik ialah seorang anak yang menyambung tali persahabatan dengan
keluarga teman ayahnya setelah ayahnya tersebut meninggal." [8].
5. Menyambung Tali Silaturahim dengan Kerabat Ibu dan Ayah
Yakni menyambung tali silaturahim dengan semua kerabat yang silsilah
keturunannya bersambung dengan ayah dan ibu, seperti paman dari pihak ayah dan
ibu, bibi dari pihak ayah dan ibu, kakek, nenek, dan anak-anak mereka semua.

Rasuullah saw. bersabda: "Barangsiapa ingin menyambung silaturahim ayahnya


yang ada di kuburannya, maka sambunglah tali silaturahim dengan saudara-saudara
ayahnya setelah ia meninggal." [9].


Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada
Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.

Semoga bermanfaat.
Sumber: Ensiklopedia Adab Islam Menurut Al-Quran dan Sunnah jilid I hal.205-214, Adul Azizi
bin Fathias-Sayyid Nada, penerbit: Pustaka Imam Asy-Syafii, telah diedit untuk keselarasan.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------[1] HR. Bukhari (4340, 7145, 7257) dan Muslim (1840) dari 'Ali r.a.
[2] H.R. Muslim (2551) dari Abu Hurairah r.a.
[3] H.R. Bukhari (3004, 5972) dan Muslim (2549) dari Ibnu 'Amr r.a.
[4] H.R. Muslim (2549) dari Ibnu 'Amr r.a.
[5] H.R. Bukhari (5973) dan Muslim (90) dari Ibnu 'Amr r.a.
[6] H.R. Bukhari (5971) dan Muslim (2548) dari Abu Hurairah r.a.
[7] H.R. Muslim (1631) dari Abu Hurairah r.a.
[8] H.R. Muslim (2552) dari Ibnu 'Umar r.a.
[9] H.R. Ibnu Hibban (433) dari Ibnu 'Umar r.a.. hadits ini tertera dalam kitab Shahiihul Jaami' (5960).

Adab Dan Etika Jual-Beli Yang Sesuai Tuntunan Islam

Jual-beli yang Syar'i.


Jual beli adalah aktivitas yang telah dihalalkan Allah, sebagaimana yang
... (Q.S. Al-Baqarah: 275)
tercantum dalam firman Allah Taala:...
Sepanjang perjalanan sejarah, kaum Muslimin merupakan simbol sebuah
amanah di bidang perdagangan mereka berjalan di atas adab islamiyyah. Adab
yang banyak menyebabkan manusia memeluk agama Islam sehingga masuklah
berbagai ummat ke dalam agama yang lurus ini. Jual-beli merupakan sarana
untuk memilki sesuatu dan tentu dalam operasionalnya terdapat adab-adab
yang wajib untuk diperhatikan, antara lain:
1. Tidak Menjual Sesuatu yang Haram
Tidak boleh menjual sesuatu yang haram seperti khamar, majalah porno, nomor
undian dll. Hasil penjualan barang-barang ini hukumnya haram dan kotor.
2. Tidak Melakukan Sistem Perdagangan Terlarang.
Misalnya menjual sesuatu yang tidak ia miliki, berdasarkan sabda Rasulullah saw



Jangan engkau menjual sesuatu yang tidak engkau miliki [1]. Seperti seseorang ang
menjual buah-buahan yang belum jelas hasilnya (sistem tebasan-bhs. Jawa).
3. Tidak Terlalu Banyak Mengambil Untung
Hendaklah mengambil untung secara wajar-wajar saja, kasihanilah orang lain dan jangan
hanya berambisi mengumpulkan harta saja, orang yang tidak mengasihani orang lain tidak
berhak untuk dikasihani.
4. Tidak Membiasakan Bersumpah ketika Menjual Dagangan.
Janganlah bersumpah untuk sekedar melariskan dagangan atau
kekurangan/cacat dari barang dagangannya tersebut.Rasulullah saw. Bersbda:

menutupi




Janganlah kalian banyak bersumpah ketika berdagang sebab cara seperti itu melariskan
dagangan lalu menghilangkan keberkahannya. [2].
Juga termasuk di dalamnya adalah sumpah palsu; seperti ucapan: Demi Allah, aku
membelinya dengan harga sekian. Atau Demi Allah aku Cuma mengambil untung
sekian. dlsb. Dalam sebuah hadists Rasulullah saw. Bersabda:





:

tidak akan dilihaat oleh Allah, tidak akan dibersihkan Allah dan untuk mereka siksa yang
sangat pedih: Seorang yang menjulurkan pakaian hingga melewati mata kaki, orang yang
suka mengungkit-ungkit kebaikan yang telah ia lakukan, dan orang yang menjual barang
dagangannya disertai dengan sumpah palsu. [3].
5. Tidak Berbohong Ketika Berdagang
Misalnya menjual barang yang ada cacatnya dan hal itu tidak diberitahukan kepada si
pembeli.
Nabi saw. Pernah bersabda kepada pedagang yang menyembuyikan makanan yang basah,
beliau berkata:Mengapa engkau tidak meletakkannya di bagian atas agar orang-orang
dapat melihatnya. Barangsiapa yang melakukan penipuan, maka ia tidak termasuk
golongannku, [4].
6. Penjual Harus melebihkan Timbangan
Pedagang harus jujur dalam menimbang dan tidak boleh mengurangi timbangan tersebut,
sebagaimana ia suka jika barang yang ia beli diberikan dengan sempurna, maka ia pun
wajib memberikan/memenuhi hak-hak orang lain. Allah Ta'ala berfirman:

0
0 0
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang , (1) [yaitu] orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, (2) dan apabila mereka menakar
atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. (3) (Q.S. Al-Muthaffifiin: 1-3).
Rasulullah saw. Bersabda: Timbanglah dan lebihkan. [5].

7. Pemaaf, Mempermudah, dan Lemah Lembut dalam Berjual Beli


Rasulullah saw.bersabda:




Allah memasukkan ke dalam surga orang yang mudah dalam membeli, menjual, melunasi
dan
ketika
meminta
haknya.
[6]..
Beliau juga bersabda:




Semoga Allah merahmati orang yang pemurah ketika menjual, membeli, dan menuntut
haknya. [7].
8. Menjauhkan Sebab-Sebab Munculnya Permusuhan dan Dendam Kesumat
Misalnya membeli barang yang telah dibeli saudaranya, seperti jual beli jenis najasy dan
lain-lain yang diharamkan dalam syariat Islam. Perdagangan najasy ialah seseorang
datang seolah-olah ingin membeli sebuah barang dan iapun menawar barang tersebut.
Setelah itu ada yang meninggikan tawaran untuk barang itu agar dilihat oleh calon pembeli
sehingga kemudian ia membeli dengan harga yang tinggi di atas harga pasaran. Cara ini
banyak terjadi pada yang disebut mazaad atau lelang.
9. Penjual dan Pembeli Boleh Menentukan Pilihan Selama Mereka Belum Berpisah
kecuali Jual Beli Khiyaar.
Apabila penjual dan pembeli sudah sepakat untuk barang tertentu dan mereka berpisah di
tempat penjualan, maka barang tersebut tidak boleh dikembalikan, kecuali jual beli khiyaar,
yakni jual beli yang menetapkan saling rela sebagai syarat sempurnanya jual beli (jika salah
seorang ada yang tidak rela, boleh membtalkan jual belinya walaupun sudah berpisah dari
tempat penjualan). Atau setelah berpisah diketahui salah seorang dari mereka ada yang
merasa dibohongi.
Rasulullah saw. Bersabda:

.

.


Jual beli masih diberi pilihan (untuk meneruskan atau membatalkan) selama mereka
belum berpisah. Apabila mereka berdua jujur dan memperjelas jual beliny, maka jual beli
mereka akan diberkahi. Namun, apabila mereka berdua menyembunyik sesuatu dalam jual
belinya dan berbohong, maka keberkahan tersebut dihapuskan. [8].
10. Tidak Boleh menimbun atau memonopoli Barang Dagangan Tertentu.
Nabi saw. Melarang perbuatan ini dan bersabda:

Tidaklah seseorang menimbun barang, melainkan pelaku maksiat.[9].
Dengan berprinsip pada 10 adab jual-beli ini, insyaallah usaha kita adalah usaha yang halal
dan
mendapat
keberkahan,
amin.
Semoga bermanfaat.


Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan
Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.
Sumber: Ensiklopedia Adab Islam Menurut al-Qur'an dan as-Sunnah, Jilid I hal.215-222, 'Abdul 'Azis bin Fathi
as-Sayyid Nada, Penerbit: Pustaka Imam Syafi'i - telah diringkas .

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------[1].H.R.Ahmad (III/402), Abu Daud (3503), an-NasaI (VII/289), at-Tirmidzi (1232) Ibnu Majah (2187)
dari Hakim bin Hizam. Hadits ini terdapat dalam kitab Shahiihul Jaami (7206).
[2]. H.R.Muslim (1607) dari Abu Qatadah.
[3]. H.R.Muslim (106) dari Abu Dzar r.a.
[4]. H.R. Muslim (102) dari Abu Huhairah r.a.
[5]. H.R.Ahmad (IV/352), Abu Daud (3336), an-NasaI (724), at-Tirmidzi (1305), dan ia
menshahihkannya, Ibnu Majah (2220), ad-Darimi (II/260), Ibnu Hibban, dan al-Baihaqi dalam al-Kubra
(VI/33) dari Suwaid bin Qais.
[6]. H.R.Ahmad (I/58), an-NasaI (VII/319), dan Ibnu Majah (2202) dari Utsman, Hadits ini terdapat
dalam kitab Shahiihul Jami (4378).
[7]. H.R.Muslim (2564) dari Abu Hurairah r.a.
[8]. H.R.Bukhari (2079,2082, 2108) dan Muslim (1532) dari hakim bin Hizam.
[9]. H.R.Muslim (1605) dari Mamar bin Abdullah r.a.

Adab dan Etika Memperlakukan Pekerja, Bawahan dan


Anak Buah Menurut Islam

Para Pekerja Proyek.


Kadang kala seseorang berhajat menyewa tenaga orang lain, satu
ataupun lebih, atau mempekerjakannya untuk suatu pekerjaan tertentu,
baik karena memang ia membutuhkannya maupun karena ia tidak
mampu melakukan pekerjaan itu seorang diri. Pada kondisi itu, ia harus
mengetahui adab-adab Islami dan bimbingan yang berkaitan dengan
ijaarah (memperkerjakan orang). Bahasan dalam hal ini menyangkut juga
pekerja, karyawan, bawahan, anak buah hingga pekerja rumah
tangga .

Beberapa Adab Dalam Hubungan Kerja:


1. Hanya Mempekerjakan Sesama Muslim.
Nabi saw. pernah bersabda: ( falan asta'iinu bimusyrikin) ...Aku
tidak akan meminta bantuan kepada orang musyrik. [1]. Umar bin Khattab
r.a. sangat marah ketika Abu Musa al-Asyari r.a. mempekerjakan
seorang Nasrani sebagai juru tulis pada masa kepemimpinannya di Kufah.
Terkecuali jika ia tidak menemukan seorang Muslim hingga ia terpaksa
mengupah orang musyrik, itupun dengan syarat tidak memberikan
kekuasaan kepada orang tersebut atas aset-aset kaum Muslimin.
Karena Allah Taala berfirman:



... dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk
memusnahkan orang-orang yang beriman. (Q.S. An-Nisa: 141)
2. Mempekerjakan Orang Yang Kuat dan Terpercaya
Hendaknya mempekerjakan seseorang yang pada dirinya sifat amanah,
bagus agamanya, kuat dan layak, hal ini berdasarkan firman Allah Taala:



karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja [pada
kita] ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya" (Q.S. Al-Qashash: 26).
Sebab orang yang memiliki sifat-sifat seperti ini akan mampu
melaksanakan tugas dan lebih bertaqwa kepada Allah dalam tugasnya.
Adapun yang memiliki sebagian sifat di atas dan tidak memiliki sebagian
yang lain akan menyebabkan kekacauan sehingga pekerjaan tidak akan
sempurna hasilnya sebagaimana yang diharapkan. Disebutkan dalam satu
riwayat bahwa Umar r.a. berkata: Ya Allah aku mengadukan kepada-Mu
kelemahan orang yang amanah dan penghianatan orang yang kuat.
3. Kemudahan Dalam Muamalah
Yang dimaksud adalah muamalah antara majikan dan pekerja yang
diwarnai dengan kemudahan, kelembutan, dan penuh kerelaan hati.
Islam sangat menganjurkan kemudahan dalam semua muamalah.
Rasulullah saw. bersabda: Allah merahmati orang yang mudah jika menjual,
membeli dan menagih. [2]
4. Kesepakatan
Maksudnya adalah kesepakatan yang telah disetujui sebelumnya, yakni
tentang jenis pekerjaan, karakter dan perinciannya, serta upah yang
pantas sehingga tidak merugikan salah satu pihak. Kesepakatan ini akan
memutuskan sebab-sebab perselisihan, menutup pintu masuk syaitan,
serta mencegah kecurangan dan penipuan. Sebagaimana pula majikan
tidak boleh memanfaatkan kefakiran pekerja atau memaksanya
mengerjakan sesuatu hingga merugikan haknya, atau memberinya upah
yang tidak pantas dan tidak sesuai dengan pekerjaan. Rasulullah saw.
ketika ditanya tentang pekerjaan beliau menggembala kambing, Beliau
bersabda: Aku menggembala kambing millik penduduk Makkah dengan upah
beberapa Qirath. [3]
5. Tidak Boleh Mempekerjakan Seseorang untuk Perkara yang Haram
Seorang pekerja tidak boleh menerima pekerjaan yang di dalamnya
terkandung kemarahan Allah taala. Misalnya menjaga toko yang menjual

barang haram seperti makanan tidak halal, minuman keras, majalah dan
CD-CD porno, dan lain-lain. Demikian juga bagi majikan, janganlah
mempekerjakan seseorang untuk membantunya melakukan pekerjaan
yang haram. Hal demikian akan menambah dosa pada dosanya yang
pertama, yaitu melakukan perbuatan haram, dengan dosa baru, yaitu
mengikut sertakan orang lain dalam perkara haram tersebut.
Allah Ta'ala telah berfirman:







Dan tolong-menolonglah kamu dalam [mengerjakan] kebaikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Q.S. Al-Ma'idah: 2)
6 Amanah dalam Melaksanakan Tugas dan Pekerjaan
Sudah selayaknya seorang pekerja melaksanakan tugasnya dengan
penuh amanat dan tidak berkhianat. Hendaknya ia bertakwa kepada Allah
Taala, bahkan ketika majika tidak ada. Ia harus tetap muraqabah
(merasa dalam pengawasan) dengan Rabbnya dalam melaksanakan tugas
yang diberikan kepadanya.
Firman Allah Ta'ala:




Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan [menyuruh kamu] apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. (Q.S. An-Nisa: 58).
7. Menyerahkan Hasil Keuntungan kepada Majikan
Seorang pekerja tidak boleh mengambil sesuatupun untuk dirinya karena
itu merupakan penghianatan. Sebagaimana ia juga tidak boleh
menyerahkan keuntungan kepada selain majikannya. Sesungguhnya itu
adalah kedzaliman. Demikian juga hendaknya ia bersikap wara (berhatihati ) dalam menerima hadiah yang diserahkan kepadanya disebabkan
posisinya pada jabatan itu. Rasulullah saw. bersabda: "Seorang bendahara
yang amanah, yang menunaikan apa yang diperintahkan kepadanya dengan senang
hati, termasuk orang yang bershadaqah." [4].
8. Berbelas Kasih kepada Pegawai
Hendaknya seorang majikan tidak membebani pegawai dengan pekerjaan
diluar kemempuan atau memikulkan kepadanya pekerjaan yang tidak
sanggup ia kerjakan. Terkecuali jika majikan turun membantunya
mengerjakan tugas yang berat itu. Rasulullah saw. bersabda: Janganlah
kalian membebani mereka dengan sesuatu yang mereka tidak mampu. jika kalian
membebankan sesuatu kepada mereka, maka bantulah. [5]
9. Menunaikan Hak Pekerja
Hendaknya seorang majikan menunaikan hak-hak pekerja yang telah
disepakati sebelumnya, segera setelah ia menyelesaikan tugasnya,
berdasarkan sabda Rasulullah saw
.


Berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatnya. [6]
Rasulullah saw. juga bersabda:
Allah Taala berfirman: Ada tiga macam orang yang langsung Aku tuntut pada
hari Kiamat: Orang yang membuat perjanjian atas nama-Ku lalu ia langgar; orang
yang menjual orang merdeka lalu memakan hasil penjualannya; dan orang yang

mempekerjakan orang lain, yang orang itu telah menyempurnakan pekerjaannya,


tetapi ia tidak memberikan gajinya (upahnya). [7]
10. Menjaga Hak-Hak Pekerja yang Pergi (Tidak Hadir)
Hendaknya seorang majikan tetap menjaga hak-hak pekerja jika ia pergi
sebelum ditunaikan haknya, baik karena sakit, pergi tiba-tiba, atau sebab
lainnya. Seandanya upah pekerja itu bergabung dengan harta majikan
dan terus bertambah keuntungannya ketika si pekerja pergi, hendaknya
majikan menyerahkan upah itu berikut keuntungannya. Ini merupakan
amal shalih dan bentuk penunaian amanah.


Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan
Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.

Semoga bermanfaat.
Sumber: Ensiklopedia Adab Islam Menurut Al-Quran dan Sunnah jilid I hal.63-69, Adul Azizi bin
Fathias-Sayyid Nada, penerbit: Pustaka Imam Asy-Syafii, telah diedit untuk keselarasan.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------[1] H.R. Muslim (1817) dari Aisyah r.a.


[2] H.R. Bukhari (2976) dari Jabir r.a.
[3] H.R. Bukhari (2262) dari Abu Hurairah r.a.
[4] H.R. Bukhari (2260) dan Muslim (1023) dari Abu Musa r.a.
[5] H.R. Bukhari (30) dan Muslim (1661) dari Abu Dzar r.a.
[6] H.R. Ibnu Majah (2443) dari Ibnu Umar r.a.
[7] H,R. Bukhari (2227)

Amalan dalam Haji dan Umrah, Agar Menjadi Haji


Mabrur

Jaga Sikap dan Sifat.


Haji (Bahasa Arab: ;transliterasi: Hajj) adalah rukun (tiang agama) Islam yang
kelima setelah syahadat, salat, zakat dan puasa. Menunaikan ibadah haji adalah
bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia yang mampu
(material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa
kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai
musim haji (bulan Dzulhijah). Hal ini berbeda dengan ibadah umrah yang bisa
dilaksanakan sewaktu-waktu.
Melaksanakan haji ke Baitul Haram merupakan salah satu dari rukun Islam,
sebagaimana firman Allah Taala:

...

...



" ... mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu [bagi] orang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah;... (Q.S. Ali Imran: 97).

Rasulullah saw. bersabda:



..






Islam dibangun atas lima perkara: Syahadat Ashadu an laa ilaah illallah wa anna
Muhammad Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa di bulan
Ramadhan, dan haji ke Baitullah bagi yang mampu. [1].
Adapun umrah diperselisihkan hukum wajibnya. Yang tidak diperselisihkan wajibnya
ialah menyempurnakan umrah bagi yang telah memulainya. Allah Taala berfirman:

Dan sempurnakanlah ibadat haji dan umrah karena Allah.... (Q.S. Al-Baqarah:
196).
Akan tetapi umrah memiliki keutamaan yang sangat banyak. Diantara keutamaan
umrah sebagimana disebutkan dalam sabda Rasulullah saw.




Iringilah haji dengan umrah. Sebab, sesungguhnya mengiringi haji dengan umrah
menghapus kefakiran dan dosa seperti api menghilangkan kotoran pada besi. [2].
Demikian juga sabda beliau:

Umrah ke umrah berikutnya merupakan penebus dosa diantara keduanya,
sedangkan haji mabrur tidaklah dibalas kecuali dengan surga. [3].
Haji dan umrah memiliki adab-adab yang harus diperhatikan untuk menjaga
kesempurnaan ibadah serta meraih pahala yang dijanjikan oleh Allah bagi siapa saja
yang menunaikannya sesuai dengan tuntunan syariat. Diantara adab tersebut
adalah:
1. Mengikhlaskan Niat Hanya karena Allah Semata
Allah Ta'ala telah mewajibkan haji semata-mata untuk meraih keridhaan-Nya. Maka
dari itu, hendaknya niat seseorang menunaikan haji dan umrah adalah ikhlas karena
Allah Ta'ala, janganlah melakukannya karena riya', atau agar mendapat gelar "Haji"
dan lain sebagainya. Sebab melakukan amal karena manusia termasuk perbuatan
syirik.
2. Bertaubat kepada Allah Taala dengan Taubat Nashuha.
Wajib sebelum berangkat agar bertaubat kepada Allah dari segala dosa. Allah
berfirman:




Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang
semurni-murninya,... (Q.S. At-Tahrim: 8).
Orang yang hendak bepergian untuk haji dan umrah lebih ditekankan lagi dalam
bertaubat, karena ia tidak mengetahui apakah ia dapat kembali lagi atau tidak.
3. Berusaha Melaksanakan Umrah di Bulan Ramadhan.
Nabi saw. bersabda:

"Pahala umrah di bulan Ramadhan menyamai (pahala) haji." [4].
4. Menjaga Adab-Adab Safar berkaitan dengan Haji dan Umrah.
Diantara adab-adabnya antara lain: Melakukan istikharah untuk memilih waktu
keberangkatan, memilih saran transportasi, memilih tabiat kawan seperjalanan,
melunasi utang sebelum berangkat atau meminta izin kepada orang yang
menghutangkan, meminta izin kepada kedua orang tua, menulis wasiat, menunjuk
seseorang yang terpercaya untuk menjaga keluarganya, meninggalkan nafkah yang
cukup untuk keluarga yang ditinggalkan, membawa bekal dari nafkah yang halal,

berpamitan kepada keluarga dan sanak famili, berangkat di hari Kamis jika
memungkinkan, berangkat di pagi hari, memperbanyak dzikir dan do'a, dll.
5. Seorang Wanita Tidak Boleh Berangkat Haji atau Umrah kecuali Disertai
oleh Mahramnya.
Rasulullah saw.:
:
:
"Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali disertai oleh
mahramnya, dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali disertai oleh
mahramnya." Seorang laki-laki berkata: "Ya Rasulullah, isteriku hendak pergi
mengerjakan haji, sedangkan aku telah mendaftarkan diri dalam peperangan ini
dan ini." Rasulullah bersabda: "Berangkatlah haji bersama isterimu." [5]
Hadits ini menunjukkan lemahnya pendapat yang membolehkan seorang wanita
berangkat haji tanpa disertai mahram dengan ssyarat ada jaminan keamanan dan
bersama serombongan kaum wanita, atau dengan syarat wanita itu telah berusia
lanjut, dan lain sebagainya.
6. Mempelajari Hukum-Hukum yang Berkaitan dengan Haji dan Umrah.
Ilmu adalah imam bagi amal, sementara amal tanpa didasari ilmu adalah kesesatan
dan menyerupai amal kaum Nasrani. Wajib bagi orang yang hendak berhaji atau
umrah untuk mempelajaari perkara-perkara yang berkaitan dengannya, baik dari
buku, kaset, atau yang selainnya. Apabila ia tidak mampu melakukannya, maka
paling tidak ia harus ditemani oleh seorang yang paham tentang imu manasik haji
dan umrah, supaya ia bisa bertanya kepadanya bila membutuhkan.
7. Membawa Bekal yang Cukup dari Nafkah yang Halal
Hendaknya membawa bekal yang mencukupi agar bisa menjaga diri dari memintaminta kepada manusia dan mencoreng mukanya. Berapa banyak di antara jama'ah
haji yang kekurangan bekal sehingga mereka meminta-minta di pintu masjid, berdiri
di depan kemah-kemah meminta sedekah, dan perbuatan-perbuatan lain yang tidak
pantas. Dan, bekal itu harus berasal dari harta yang halal, karena Nabi saw. telah
bersabda: "Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik...lalu
beliau menyebutkan seorang laki-laki yang melakukan perjalanan panjang,
rambutnya acak-acakan, dan berdebu. Ia pun mengangkat kedua tangannya ke
langit seraaya berseru: Ya Rabbku! Ya Rabbku!' sementara makanannya haram,
minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi makan dari yang haram. Maka
bagaimana mungkin do'anya akan di kabulkan." [6]
8. Memperbanyak Sedekah
Selama dalam haji dan umrah, akan banyak dijumpai peminta-minta dan orang yang
membutuhkan uluran tangan, maka dari itu, selayaknya memperbanyak sedekah
sesuai dengan kemampuannya untuk mencari pahala dan balasan dari Allah Ta'ala.
9. Banyak memberikan Nafkah kepada Teman Seperjalanan.
Disamping memperoleh pahala besar dari Allah Ta'ala, juga akan menciptakan
perasaan gembira dan kasih sayang diantara mereka. Maka seharusnya ia
meniatkannya untuk mendekatkan diri kepada Allah.
10. Menolong Teman Seperjalan
Mujahid berkata: "Aku menemani Ibnu 'Umar r.a. dalam perjalanan agar aku
menolongnya dan ia menolongku."
11. Menghiasi Diri dengan Akhlak yang Mulia.
Diantara akhlak-akhlak yang mulia adalah: sifat santun, sabar, dermawan, serta
mengutamakan orang-orang yang lemah, kaum wanita, dan orang-orang yang

membutuhkan, menjaga kehormatan diri, pemaaf, bermuka ceria, menjaga kesucian


diri, dan lain-lainnya.
12. Selalu Bertaqwa kepada Allah.
Hendaknya ia merasa selalu muraqabah (merasa diawasi) oleh Allah serta menjauhi
segal perkara yang mendatangkan kemarahan dan kemurkaan-Nya.
Allah Ta'ala telah berfirman:





Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok [akhirat], dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (Q.S. Al-Hasyr: 18).
Juga firman-Nya:


Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam. (Q.S. Ali-Imran: 102)
13. Menjaga Lisan
Artinya menjaga dari keburukan seperti: mencaci maki ini dan itu, selalu
mengomentari perbuatan orang lain, ghibah (membicarakan orang lain),
namimah (mengadu domba), kesaksian palsu, sumpah palsu, senda gurau dan katakata yang sama sekali tidak mengandung kebaikan serta dusta yang diharamkan.
Allah Ta'ala telah berfirman:
.....
.....
..... maka tidak boleh rafats [2] berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam
masa mengerjakan haji...... (Q.S. Al-Baqarah: 197)
14. Menundukkan Pandangan
Hindari mengumbar pandangan, melihat kepada kaum wanita, apalagi mencari-cari
kesempatan terbukanya bagian tubuh mereka. Hendaknya bersungguh-sungguh
menjaga pandangan dari perkara yang diharamkan, sehingga terhindar dari
kemaraha Allah Ta'ala dan tidak merusak ibadahnya.
15. Menjauhi Semua Perbuatan Haram
Selain sudah disebutkan beberapa kemunkaran di atas, maka kemungkaran lebih
besar lagi yang harus dihindari adalah menginggalkan shalat!
16. Kaum Wanita Wajib Memakai Hijab Islami
Janganlah kaum wanita memakai pakaian yang tipis hingga menampakkan tubuh
atau pakaian dalamnya. Ada juga diantara kaum wanita yang memakai minyak
wangi dan pakaian yang menarik perhatian ketika haji dan umrah. Hanya saja,
apabila wanita berada di tempat yang tidak terlihat oleh laki-laki asing, maka ia boleh
membuka wajah dan telapak tanggannya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
saw.:




"Janganlah seorang wanita yang berihram mengenakan cadar dan sarung
tangan." [7].
Akan tetapi, apabila ia berada di tempat yang terlihat oleh laki-laki asing, hendaknya
ia menutup wajah dan kedua telapak tangannya dengan selain cadar dan sarung
tangan, misalnya dengan jilbab, kerudung, dan lain-lain.
17. Menghindari Berdesak-desakan dan Bercampur baur Antara Laki-laki dan
Wanita
Hindarilah berdesak-desakan saat thawwaf, si'i, melempar jumrah, di dalam masjid
al-Kheif, masjid Namirah; bahkan kadang-kadang sebagian kaum wanita tidur di

antara kaum laki-laki, sebagimana yang sering terlihat di masjid al-Kheif, Namirah,
dan sebagainya.
18. Menjauhi Rafats (Berkata Tidak Senonoh), Berbuat Fasik, dan BerbantahBantahan ketika Mengerjakan Haji.
Yang dimaksud rafats adalah jima' dan pendahuluannya. juga jauhi perbuatanperbuatan fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Allah
Ta'ala berfirman:
.....
.....
..... maka tidak boleh rafats [2] berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam
masa mengerjakan haji...... ((Q.S. Al-Baqarah: 197)
19. Selalu Tafakkur, Tadabbur, dan Sakinah (Tenang)
Amalan dimaksud akan selalu menyatukan hati dan akal orang yang menunaikan
haji dan umrah, juga akan membantunya untuk mengambil pelajaran dari manasik
haji. Dahulu, apabila mengenakan ihram, Syuraih r.a. seperti orang yang membisu
karena banyaknya diam, memperhatikan dan memfokuskan perhatian kepada Allah
swt. Adapun Anas r.a., apabila telah mengenakan ihram untuk haji dan umrah,
maka ia terus-menerus berdzikir, tenang dan tidak berbicara tentang urusan dunia
hingga selesai mengerjakan hajinya.
20. Terus-Menerus Berdzikir dengan Lisan maupun hati.
Hendaknya mengamalkan dzikir-dzikir yang berkaitan dengan haji dan umrah,
diantaranya talbiah dngan lafadz yang dicontohkan Nabi saw.:

:

"Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah. Aku penuhi panggilan-Mu, aku penuhi
panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat, dan
kerajaan adalah milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu." [8].
Demikian juga memperbanyak takbir pada hari-hari haji dan bersungguh-sungguh
berdzikir ketika menaiki Bukit shafa dan Marwah. ketika mendekati bukit Shafa dan
Marwah, Nabi saw. membaca:

.....


Sesungguhnya Shafaa dan Marwah adalah sebahagian dari syiar Allah..... (Q.S. AlBaqarah: 158). Kemudian membaca ( Abda'u bimaa bada'allaahu
bih) "Aku memulai dengan apa yang Allah memulai dengannya." Setelah itu beliau
memulai dari Bukit Shafa. Ketika Naabi saw. mendaki bukit shafa hingga melihat
baitullah, beliau pun menghadap kiblat, Sesudah itu beliau mengumandangkan
kalimat tauhid dan bertakbir seraya membaca: "Tiada ilah yang berhak disembah
dengan benar selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, pujian dan kerajaan
hanyalah milik-Nya, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada ilah yang
berhak disembah dengan benar selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Ia telah
menepati janji-Nya telah menolong hamba-Nya, dan mengalahkan musuh-MusuhNya." Demikian juga bentuk-bentuk dzikir lain seperti tasbih, tahmid, tahlil, istighfar
dan sebagainya.
21. Memperbanyak Doa
Diantaranya adalah saat-saat: thawaf, sa'i , di atas bukit Shafa, Marwah, hari
Arafah, melempar jumrah dan pada hari-hair Tasyrik.
22. Banyak Memberi Makan
Hendaknya banyak memberi makan, baik kepada rekan seperjalanan, atau yang
selainnya, yakni orang-orang fakir dan orang -orang yang membutuhkan, yang
banyak dijumpai selama haji, khususnya yang berasal dari negara-negara tertentu
yang berada di puncak kefakiran. Rasulullah saw. bersabda: "Kebajikan dalam haji
adalah memberi makan dan ucapan yang baik." [9].

23. Selalu Menegakkan Amar Maruf Nahi Munkar.


Jika menyaksikan berbagai kemunkaran, maka wajib kita menyeru kepada yang
ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, semampu mungkin. Allah swt. berfirman:

.....


Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka [adalah]
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh [mengerjakan]
yang maruf, mencegah dari yang mungkar, ... (Q.S. At-Taubah: 71).
24. Tidak Mengganggu Orang Lain.
25. Sabar Terhadap Gangguan Orang Lain.
26. Melazimi Sunnah dalam Seluruh Manasik Haji.
Sesungguhnya di antara syarat amal shalih yang diterima oleh Allah adalah harus
bersesuaian dengan petunjuk Nabi saw. Karena Rasulullah saw. bersabda:


"Barangsiapa mengamalkan sebuah amalan yang tidak ada contohnya dari kami,
maka
ia
tertolak."
[10].
Diantara sunnah Nabi saw. adalah: Memakai minyak wangi pada badan ketika
hendak ihram. idhthiba (membuka pundak kanan ketika melakukan thawaf Qudum
dalam haji dan thawaf umrah), raml (berjalan cepat dengan langkah pendek) pada
tiga putaran pertama thaawaf Qudum, mengusap/mencium hajar aswad dan Rukun
Yamani setiap putaran apabila berkesempatan, dll.
27. Menyibukkan Diri Mengajarkan Sunnah kepada Orang Lain
28. Menghindari kesalahan-Kesalahan dalam Pelaksanaan Haji dan Umrah
Beberapa sudah dibahas di atas, dan perlu ditambahkan kesalahan seperti tidur di
emperan-emperan atau di bawah jembatan, membuat arak-arakan dengan
mengangkat bendera putih ketika berangkat haji dan kembli darinya.
29. Segera Kembali kepada Keluarganya Setelah Menyelesaikan Ibadah Haji.
Rasulullah saw. bersabda: "Jika salah seorang dari kalian telah menyelesaikan
hajinya, hendaklah ia segera kembali kepada keluarganya. Sesungguhnya itu lebih
besar pahalanya." [11].
30. Kembali dari Haji dan Umrah dalam keadaan yang lebih Baik dari
Sebelumnya.


Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.
Semoga bermanfaat.
Sumber: Ensiklopedia Adab Islam Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, Jilid I- Pasal XI, hal. 397419, 'Adul 'Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, Penerbit: Pustaka Imam Asy-Syafi'i., telah diedit untuk
keselarasan.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------[1] H.R. Bukhari (1773) dan Muslim (16) dari Ibny Umar r.a.
[2] H.R. Ibnu Majah (2887) dari Umar r.a., Lihat kitab Sahahih Ibnu Majah (2334). Diriwayatkan juga
oleh Nasai (V/115) serta Tirmidzi (810) dan ia menshahihkannya dari hadits Ibnu Masud r.a.
[3] H.R. Bukhari (1773) dan Muslim (1349) dari Abu Hurairah r.a.
[4] H.R. Bukhari (1863) dan Muslim (1236) dari Ibnu 'Abbas r.a.
[5] H.R. Bukhari (3006) dan Muslim (1341) dari Ibnu 'Abbas r.a.
[6] H.R. Muslim (1015) dari Abu Hurairah r.a.
[7] H.R. Bukhari (1838) dan asalnya ada dalam riwayat Muslim (1177) dari Ibnu 'Umar r.a.
[8] H.R. Bukhari (1549) dan Muslim (1184) dari Ibnu 'Umar r.a.
[9] H.R. Hakim (II/483)
[10] H.R. Muslim (1718) dari 'Aisyah r.a.
[11] H.R. Baihaqi (V/259) serta Hakim (I/477) dan disetujui oleh Adz-Dzahabi dari 'Aisyah r.a.

Amalan dan Keutamaan dalam Berjihad Fi Sabilillah


Menegakkan Agama Allah.


Jihad memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam Islam. Nabi saw.
menjadikan jihad sebagai amal tertinggi dalam Islam. Telah pula
disebutkan tentang Keutamaan, dorongan (motivasi), serta perintah
untuk melaksanakan jihad dalam nash-nash yang sangat banyak. Akan
tetapi, terdapat adab-adab yang harus diperhatikan berkaitan
dengan jihad tersebut, diantaranya:.

1. Niat yang Tulus dan Ikhlas


Suatu amalan akan rusak dan tidak diterima apabila tidak dilakukan dengan niat
ikhlas karena Allah Taala. Allah berfirman:


......

...... dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu
adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Q.S.at-Taubah:41).

......
supaya
kamu
mendapat

......
dan
berjihadlah
pada
jalan-Nya,
keberuntungan. (Q.S.al-Maidah:35)
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. Bersabda: Allah menjamin orang yang
berjihad fisabilillah, tidak ada yang mendorongnya keluar dari rumahnya kecuali
jihad di jalan-Nya dan membenarkan kalimatNya. Yakni, dengan memasukkannya
ke dalam surge atau mengembalikannya ke tempat tinggal yang ia keluar darinya
dengan membawa pahala atau ghanimah (rampasan perang). [1].

2. Meminta Izin kepada Kedua Orang Tua Sebelum Berangkat


Izin kepada kedua orang tua berlaku untuk selain jihad fardhu ain. Seseorang tidak
boleh berangkat berjihad tanpa meminta izin kepada kedua orang tuanya. Adapun
untuk jihad fardhu ain, seperti jihad untuk mempertahankan negeri Muslim dari
serangan tentara kafir, maka tidak perlu meminta izin kepada kedua orang tua atau
yang selainnya untuk berjihad.

3. Bertaubat dari Segala Dosa Sebelum Berangkat


Hendaknya menyegerakan bertaubat agar tidak berperperang dalam keadaan
membawa dosa yang ia belum bertaubat darinya yang mengakibatkan pertolongan
Allah menjauh. Para mujahidin adalah orang yang paling membutuhkan untuk

bertaubat dan memohon ampunan untuk meraih pertolongan Allah Taala karena
mereka berada di ujung kematian.

4. Mengerjakan Amal Shalih Sebelum berangkat


Diantara amal shalih tersebut misalnya: taubat, sedekah, berbakti kepada kedua
orang tua, dan lain sebagainya.

5. Mempersiapkan Segala Sesuatu yang Diperlukan


Allah Taala berfirman:











Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi
dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang [yang dengan persiapan itu]
kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang
kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu
nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan
kamu
tidak
akan
dianiaya
[dirugikan]. (Q.S.Al-Anfal:
60)
Rasulullah saw. Bersabda:

Ketahuilah sesungguhnya kekuatan itu adalah memanah. Ketahuilah
sesungguhnya kekuatan itu adalah memanah. Ketahuilah, sesungguhnya kekuatan
itu adalah memanah.[2].

6. Mempersiapkan Bekal untuk Pasukan dan Mengurus Keluarga


Mereka dengan Baik
Rasulullah saw. Bersabda:











Barangsiapa mempersiapkan bekal untuk orang yang berperang di jalan Allah,
maka ia telah berperang dan barangsiapa yang mengurus keluarga orang yang
berperang di jalan Allah, maka ia telah berperang. [3].

7. Memilih Orang-Orang yang Paling Kuat dan Tangguh dalam


Menghadapi Musuhi
Hendaknya waliyyul amri (pemimpin) memilih orang-orang yang pemberani, kuat,
dan tangguh dalam peperangan menghadapi musuh, disamping mereka adalah
orang yang bertakwa dan shalih. Demikian juga hendaknya memilih orang-orang
yang berpengalaman dan ahli dalam menggunakan senjata-senjata baru, mengerti
tentang seluk-beluk perang, memahami kondisi musuh, dan lain-lain.

8. Meneladani Nabi saw. dalam Berjihad


Salah satu cara Rasul dalam berjihad adalah dengan menggunakan tipu muslihat
jika khawatir musuh mengetahui tujuan mereka. Sebab Nabi saw. Apabila hendak
pergi berperang, beliau saw. Berpura-pura berjalan ke arah lain. Misalnya juga

memperdaya musuh dengan cara apapun yang disyariatkan. Sebab Nabi saw.
Bersabda:


Perang adalah tipu muslihat. [4].

9. Amir (Pemimpin) Beserta Kaum Muslimin Melepas Keberangkatan


Pasukan
Nabi saw. Apabila hendak melepas keberangkatan pasukan, beliau bersabda:


Aku titipkan agama, amanah, dan penutup amal kalian kepada Allah. [5].

10. Memberikan Nasihat, Menyuruh Berbuat Taat, Meninggalkan


Maksiat dan Menjelaskan Hukum-Hukum yang Berkaitan dengan
Jihad
Apabila melepas keberangkatan para sahabat ke medan perang, Nabi saw.
Bersabda kepada mereka:















Berperanglah dengan nama Allah, di jalan Allah, dan perangilah orang-orang yang
kafir kepada Allah. Berperanglah dan jangan menyembunyikan harta rampasan
perang, jangan berkhianat, jangan mencincang musuh, dan jangan membunuh
anak-anak. Jika kalian bertemu dengan musuh kalian dari kaum
musyrikindakwailah mereka kepada tiga perkara, apa saja yang mereka jawab dari
tiga perkara itu maka terimalah dari mereka dan tahanlah (tangan) terhadap
mereka ; serulah mereka kepada Islam apabila mereka menerima maka terimalah
dari mereka dan tahanlah (tangan) terhadap mereka, apabila mereka menolak
maka mintalah jizyah (upeti) dari mereka dan apabila mereka memberi maka
terimalah dari mereka dan tahanlah (tangan) terhadap mereka, apabila mereka
menolak maka mintalah pertolongan kepada Allah kemudian perangi mereka [6].

11. Tidak Takjub dengan Banyaknya Jumlah Pasukan


Allah Taala berfirman kepada kaum Mukminin
( )




... (dan [ingatlah] peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak
karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi
manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit
olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai. (25) Kemudian
Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang
beriman,.... (Q.S. at-Taubah: 25-26).

12.Pasukan Menjaga Adab-Adab Safar

Diantara adab safar adalah: berkumpul ketika hendak tutun ke jalan, tolongmenolong, saling menyayangi, dll.

13. Mentaati Amir Selama Bukan dalam Maksiat


Mentaati amir (pemimpin) termasuk perkara yang sangat penting yang wajib
dilaksanakan untuk mendapatkan pertolongan Allah. Ketika sebagian kaum Muslimin
membangkang perintah Nabi saw. Pada perang Uhud, hal itu pun menyebabkan
malapetaka.

14. Mengharapkan Mati Syahid dengan Sungguh-Sungguh


Nabi saw. Bersabda: Demi Allah yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh aku
berangan-angan dapat terbunuh di jalan Allah, lalu aku dihidupkan, lalu terbunuh,
lalu dihidupkan, lalu terbunuh, lalu dihidupkan, lalu terbunuh. [7].

15. Pemimpin Bermusyawarah dengan Pasukan


Allah Taala berfriman: (Q.S.Ali-Imran: 159)

16. Pemimpin Mengirim Mata-Mata dan Spionase


Hal ini akan membantu pemimpin pasukan untuk memilih strategi perang yang tepat.
Rasulullah saw. Juga melakukan hal itu. Beliau mengirim Busaisah untuk mematamatai kafilah Abu Sufyan. [8].

17. Tidak Mengharap Bertemu Musuh


Rasulullah saw. Melarang kita berharap bertemu dengan musuh dengan sabdanya:






Janganlah kalian berharap bertemu dengan musuh. Namun, jika kalian bertemu
dengan mereka, maka bersabarlah., & ketahuilah bahwa Surga di bawah naungan
pedang. Kemudian beliau berdoa: Ya Allah, Yang menurunkan Al Qur'an, Yang
menjalankan awan, & Yang mengalahkan kelompok-kelompok musuh, kalahkan
mereka & menangkan kami atas mereka! [9].

18. Menampakkan Kekuatan di Depan Musuh


19. Berdoa Sebelum Berperang
Sesungguhnya apabila berperang Nabi saw. Berdoa:




Ya Allah, Engkau adalah pelindungku dan penolongku. Dengan-Mu aku bergerak,
menyerang dan berperang.[10].

20. Memulai Perang pada Pagi Hari atau Ketika Matahari Tergelincir
21. Sambil Berdzikir ketika Berperang

Allah Taala berfirman: (Q.S. al-Anfal: 45)

Adapun Adab-adab selanjutnya cukuplah kalau saya tuliskan inti


substansinya saja, sbb.:
22. Teguh Menghadapi Musuh dan Tidak Melarikan Diri
23. Diam dan Tidak Berbicara ketika Berhadapan dengan Musuh
24. Berusaha Mengumpulkan Jumlah yang Disebutkan dalam hadits Nabi saw.
25. Bertawakkal, Yakin serta mengharapkan Pertolongan-Nya.
26. Mencari Pertolongan dengan Berniat Menolong Agama Allah
27. Tidak Melakukan Tamsil (Merusak Jasad Musuh yang Tewas)
28. Tidak Membunuh Kaum Wanita, Anak-Anak, dan Orang yang Lemah
29. Berlaku Baik kepada Tawanan
30. Membagi Tugas dai Antara Anggota Pasukan
31. Mujahid Memiliki Akhlak lebih Mengutamakan Orang Lain.
32. Tidak Merusak Negeri yang Berhasil Ditaklukkan
33. Tidak Melakukan Ghulul
34. Tidak Melakukan Nuhbah
35. Tidak Melanggar Perlindungan yang Diberikan Seorang Muslim.
36. Menepati Perjanjian dan Tidak Berkhianat
37. Jika Pasukan Berdamai dengan Musuh
38. Tidak Berpaling dan melarikan Diri dari Pertempuran
39. Menyeru Musuh kepada Salah Satu dari Tiga Perkara
40. Tinggal di Negeri Musuh setelah Mendapatkan Kemenangan
41. Tidak Memisahkan Ibu dan Anaknya yang Tertawan
42. Mengikuti Karunia Allah ketika Mendapatkan Kemenanagan
43. SujudSyukur Ketika Mendapat Kemenangan
44. Pemimpin Mengirim Utusan Menyampaikan Kabar Kemenangan Kepada
Kaum Muslimin.
45. Kaum Muslimin Keluar untuk Menyambut para Mujahidin yang Kembali.
Semoga bermanfaat.


Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.
Sumber: Ensiklopedia Adab islam Menurut al-Quran dan as-Sunnah hal. 361-385, Abdul Azis bin
Fathi as-Sayyid Nada, Penerbit: Pustaka Imam Syafii. Telah diringkas dari buku aslinya.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- ------------------------[1]. H.R.Bukhari (123, 2810) dan Muslim (1904) dari Abu Musa r.a.
[2]. H.R.Muslim (1917) dari Uqbah bin Amir.
[3].H.R.Bukhari (2843) dan Muslim (1890) dari Zaid bin Khalid.
[4]. H.R.Bukhari (3030) dan Muslim (1739) dari Jabir r.a., ini adalah hadits mutawatir.
[5]. H.R.Abu Daud (2601), al-Hakim (II98), dari Abdullah bin Yazid.
[6]. H.R.Muslim (1730) dari Buraidah
[7]. H.R. Bukhari (2797) dan Muslim (1876) dari Abu Hurairah r.a.
[8]. H.R.Muslim (1901) dari Anas r.a., ada yang mengatakan namanya Basbas, Allahu alam.
[9]. H.R.Bukhari (3026) dan Muslim (1741) dari Abu Hurairah r.a.
[10]. H.R.Ahmad (III/184), Abu Daud (2632) at-Tirmidzi (3584), Ibnu Hibban (4741) dari Anas r.a.

Cara Membaca Al-Quran Yang Benar Sesuai Sunnah

Al-Quran adalah kalamullah Taala. Kalam-Nya secara hakiki yang


diturunkan melalui Malaikaat Jibril yang terpercaya kepada Nabi
Muhammad saw. Allah berbicara dengannya secara hakiki, bukan katakata hati atau yang selainnya. Contoh: Allah Taala berfirman dalam salah
satu ayat Al-Qur'an:



Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan
kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah,... (Q.S.
At-Taubah: 6).
Tilawah/membaca Al-Quraan wajib atas setiap Muslim, sebagaimana
firman Allah Taala: yang artinya: "... karena itu bacalah apa yang mudah
[bagimu] dari Al Quran....:" (Q.S. Al-Muzammil: 20). Membaca Al-Quran
sesuai adab akan mendapat berkah dari bacaannya serta meraih pahala
yang sempurna.
Beberapa Adab Membaca Al-Qur'an yang Diajarkan Diantaranya:

1. Niat yang Benar


Maksudnya adalah ikhlas karena Allah Ta'ala semata. Karena Allah telah
bersabda:
......

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam [menjalankan] agama dengan lurus..(Q.S. Al-Bayyinah: 5)

Rasulullah saw. juga telah bersabda:






"Sesungguhnya Allah Ta'ala tidak menerima suatu amal kecuali yang dilakukan
dengan ikhlas semata-mata mengharapkan wajah-Nya." [1]

2. Mengharapkan Pahala
Rasulullah saw. bersabda:






"Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitabullah, maka baginya satu kebaikan.
Setiap kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan
alif laam miim satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan miim satu
huruf." [2]

3. Membaca al-Quran dalam Keadaan Suci


Pahala menjadi lebih sempurna apabila seseorang membaca al-Qur'an dalam
keadaan bersuci. Meskipun demikian, ia juga boleh membaca al-Qur'an tanpa
berwudhu' jika ia membacanya dengan hafalan.

4. Bersuci ketika Hendak Menyentuh Mus-haf al-Quran


Nabi saw. bersabda:



"Janganlah menyentuh al-Qur'an kecuali dalam keadaan bersuci." [3]
Adapun menyentuh al-Qur'an tanpa berwudhu, terdapat perbedaan pendapat
tentang hukumnya. Untuk kehati-hatian hendaknya berwudhu' ketika ingin
menyentuh mushaf al-Qur'an. Mayoritas ulama mensyaratkan hal ini, meskipun ada
sebagian ulama yang berpendapat bolehnya menyentuh mushaf tanpa berwudhu'.

5. Menghadap Kiblat
Boleh juga membaca al-Quran tanpa menghadap kiblat, tidak ada salahnya.
Namun, menghadap kiblat lebih mendorong untuk khusu dan lebih utam daripada
tidak menghadap kearahnya.

6. Membaca al-Quran dengan Duduk.


Maksudnya adalah untuk lebih menghormati kitabullah Taala dan mengagungkan
syair-syairnya Jika seseorang membacanya dengan berdiri atau sambil berjalan,
hal itu juga diblolehkan. Sebab Rasulullah saw. Selalu berdzikir kepada Allah dalam
setiap keadaan.

7. Bersiwak
Tujuannya adalah untuk mengharumka bau mulut yang keluar darinya
kalamullah Taala. Dalam sebuah hadits Nabi saw. Bersabda: Jika salah seorang
dari kalian melakukan shalat malam, maka bersiwaklah. Sesungguhnya apabila
salah seorag dari kalian membaca dalam shalatnya, maka Malaikat meletakkan
mulutnya pada mulut orang tersebut. Tidaklah keluar sesuatu (bacaan al-Quran)
dari mulutnya, melainkan akan masuk ke mulut Malaikat. [4].

8. Membaca Secara Tartil


Tartil maksudnya adalah membaca secara perlahan-lahan (tidak terburu-buru),
membetulkan lafadz dan huruf-hurufnya, serta menjaga hukum-hukum tilawah.
Allah Taala berfirman:

... Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan..... (Q.S.Al-Muzammil: 4)

.... mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya......,(Q.S.AlBaqarah:121)

9. Membaguskan Suara Saat Membaca al-Quran


Nabi saw. Bersabda:





Hiasilah al-Quran dengan suara kalian. Sesungguhnya suara yang bagus
menambah
bagus
al-Quran[5].
Beliau saw. Juga bersabda:






Tidaklah Allah mendengarkan sesuatu seperti mendengarkan seorang Nabi yang
bersuara merdu ketika membaca al-Quran dan mengeraskannya.[6].

10. Menampakkan Rasa Sedih dan Khusyu


Yakni berusaha untuk semampunya sedih dan khusyu, bukan riya dan sumah serta
bukan untuk dilihat orang lain. Sebab, perbuatan tersebut merupakan riya, bahkan
syirik yang dapat menghancurkan amal. Nabi saw. Bersabda:
:



Orang yang paling baik bacaan al-Qurannya adalah yang jika ia membaca engkau
melihatnya takut kepada Allah. [7].

11. Menangis atau Menampakkan Seolah-olah Menangis


Selayaknya bagi seorang qaari untuk menangis semampunya ketiak ia membaca
kalamullah Taala. Jika ia tidak mampu, maka tunjukkan sikap seolah-olah ia
menangis, yaitu berusaha menangis.
Allah Taala berfirman:

()

( )

Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran


dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, (107)
dan mereka berkata: "Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti
dipenuhi". (108) Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka
bertambah khusyu. (109) (Q.S. al-Isra: 107-109)

Tangisan itu merupakan bukti hadirnya hati ketika membaca al-Quran.

12. Tadabbur (Menghayati) dan Tafakkur (Merenungi Maknanya)


Yakni mengambil faedah dari bacaan al-Qurannya, kemudian merenungkannya.
Allah Taala berfirman:


Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka
terkunci? (Q.S.Muhammad: 24)

13. Memohon Rahmat, meminta Perlindungn Diri, dan Sejenisnya


Disebutkan bahwasanya apabila Nabi saw. Membaca ayat berisi ancaman, maka
beliau berlindung darinya; apabila membaca ayat yang berisi rahmat, beliaupun
memohonnya; dan apabila membaca ayat yang berisi pensucian Allah, beliau saw
bertasbih.

14. Membaca denga Lisan Disertai Kehadiran Hati


Al-Quran merupakan jenis dzikir yang paling afdhal dan paling tinggi secara mutlak,
karena itu bacalah al-Quran dengan hati dan lisan, hingga anggota badan ini turut
berdzikir kepada Allah Taala.

15. Memanjangkan Suara Saat Membaca (Sesuai Tajwid)


Ini akan membantu mentadaburi dan memikirkannya, serta menjauhkan kita dari
sikap tergesa-gesa ketika membaca Al-Quran. Dikatakan dalam sebuah hadits,
bahwa Nabi saw. Memanjangkan suara beliau ketika membaca al-Quran. [8].

16. Tidak Berlebihan Ketika Membaca al-Quran


Seseorang yang terlalu memaksakan diri dalam membaca, ia membuka mulut lebarlebar dan berlebih-lebihan dalam mempraktikan hukum-hukum bacaan (menurut
anggapannya), maka rusaklah bacaannya, disamping berat bagi orang yang
mendengarnya.

17. Tidak Menghatamkan al-Quran Kurang dari Tiga Hari


Nabi saw. Pernah bersabda kepada Ibu Amr r.a.
.... .


Khatamkan al-Quran dalam setiap bulan... tidak akan dapat memahaminya orang
yang menghatamkannya kurang dari tiga hari. [9]. Diriwayatkan juga dari
Rasulullah saw. Bahwasanya beliau tidak pernah menghatamkan al-Quran kurang
dari tiga hari.[10].

18. Menjaga al-Quran dengan Selalu Membacanya


Rasulullah saw. Bersabda:



Ulang-ulangilah (hafalan) al-Quran. Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya,
sesungguhnya al-Quran itu lebih cepat hilang dari hati manusia daripada unta yang
terlepas dari ikatannya. [11].

19. Mengamalkan al-Quran


Pada dasarnya al-Quran diturunkan untuk diamalkan. Oleh sebab itu, barangsiapa
membaca al-Quran namun tidak mengamalkannya, berarti ia telah meninggalkan alQuran. Allah Taala berfirman:

...


Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka
tiada memikulnya [1] adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang
tebal... (Q.S.Al-Jumuah: 5)

20. Berkumpul untuk Membaca al-Quran dan Mempelajarinya


Nabi saw. Bersabda:


Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah diantara rumah-rumah Allah,
membaca kitabullah, dan mempelajarinya diantara mereka kecuali akan turun
kepada mereka sakinah (ketenangan), mereka dinaungi rahmat, dikelilingi para

malaikat, dan Allah memuji mereka di hadapan para Malaikat yang ada di sisiNya.[12].

21. Membubarkan Diri Jika Terjadi Perselisihan Tentang al-Quran


Rasulullah saw bersabda:



Bacalah al-Quran yang akan menyatukan hati-hati kalian. Jika kalian berselisih,
maka bubarlah. [13].

22. Tidak Mencari Dunia dengan al-Quran


Rasulullah saw. Bersabda: "Bacalah al-Quran, amalkanlah, jangan kalian
remehkan dan berlebih-lebihan di dalamnya, serta jangan mencari makan dan
memperbanyak kekayaan dengannya.[14].

23. Mengambil
Meremehkan

Sikap

Pertengahan

Antara

Berlebihan

dan

Maksudnya pertengahan dalam hal jumlah bacaan maupun tata caranya. Jika
berlebihan dikhawatirkan akan bosan dan terputus (berhenti membaca lagi),
sementara jika meremehkan, dikhawatirkan akan mendapat akibat buruk berupa
terputus (ketidakpedulian) dari kitabullah Taala.
Rasulullah saw. Bersabda:



Amal yang paling disukai oleh Allah adalah yang dilakukan secara
berkesinambungan meskipun sedikit.[15].

24. Memperbanyak Membaca Surat-Surat yang Telah Disebutkan


Keutamaannya.
Diantaranya: surat al-Baqarah, Ali-Imran, al-Kahfi, Bani Israil (al-Isra), az-Zumar,
Tabaarak (al-Mulk), al-Falaq, an-Nas, dan sebagainya.
Allaahu alam.

Etika dan Kunci Sukses dalam Berdawah / Menasihati


Orang lain

Pengertian Dakwah Islam,- Secara etimologis, kata dakwah berasal dari bahasa
Arab yang mempunyai arti: panggilan, ajakan, dan seruan. Sedangkan dalam ilmu
tata bahasa Arab, kata dakwah adalah bentuk dari isim masdar yang berasal dari
kata kerja : , , artinya : menyeru, memanggil, mengajak.
Dalam pengertian yang integralistik dakwah merupakan suatu proses yang
berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban dakwah untuk mengubah
sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah, dan secara bertahap menuju
perikehidupan
yang
Islami.
Diantara kewajiban yang terpenting, teragung dan ciri khusus yang paling menonjol,
juga penyebab ummat ini menjadi baik adalah amar maruf nahi munkar
(menyuruh berbuat maruf dan melarang berbuat munkar). Allah Taala berfirman:
.....


Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang maruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.....
(Q.S. Ali-Imran: 110).
Ini kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seluruh kaum Muslimin sesuai dengan
kemampuan masing-masing, menyuruh berbuat maruf dan melarang berbuat
munkar memiliki adab dan tatacara tertentu. Diantaranya ialah:
1. Niat yang Benar
Dengan niat yang lurus dan ikhlas semata karean Allah Ta'ala, orang akan meraih
pahala yang sempurna, dan Allah akan menjadikan kebaikan tersebut terus mengalir
melalui usahanya. Seseorang harus berusaha untuk mendapat niat yang baik
tersebut, walaupun mendapatkan tugasa amar ma'ruf itu berasal dari pemerintah
yang memberinya gaji. Tetaplah membersihkan niatnya dari kotoran dunia sebelum
melaksanakan tugas tersebut.
2. Memiliki Ilmu Tentang Amar Maruf Nahi Munkar
Seseorang wajib memiliki ilmu tentang apa yang ia perintahkan dan apa-apa yang ia
larang, Ia dilarang menyuruh dan melarang sesuatu yang ia tidak ketahui. Sebab,
bisa jadi ia akan menyuruh sesuatu yang tidak disyari'tkan, mewajibkan sesuatu
yang tidak diwajibkan oleh Allah swt., atau melarang sesuatu yang tidak dilarang
syari'at sehingga mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah Ta'ala. Maka
jadilah ia orang yang sesat dan menyesatkan (orang lain).
3. Bersikap Lemah Lembut dalam Menyuruh dan Melarang
Sifat ini merupakan yang dicintai Allah Ta'ala dan manusia. Bahkan, sebagai sebab
yang cukup penting diterimanya dakwah di tengah masyarakat.
Rasulullah saw. bersabda:






"Sesungguhnya Allah itu Mahalembut menyukai kelembutan dalam segala urusan
dan Dia memberikan pada kelembutan sesuatu yang tidak diberikan kepada
kekerasan dan selainnya." [1].
Rasulullah saw. juga bersabda:


"Barangsiapa dijauhkan dari sifat lembut, berarti ia dijauhkan dari kebaikan." [2].
Juga firman Allah swt. kepada Musa dan Harun ketika Dia menugaskan mereka
berdua untuk mendatangi Fir'aun.


maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut,
mudah-mudahan ia ingat atau takut.(Q.S. Thaha: 44).
4. Sabar
Siapa saja menyuruh dan melarang wajib menghiasi dirinya dengan sifat sabar,
jangan sampai ia menjadi seorang pemarah. Sebab, jika ia tidak sabar, ia tidak akan
mampu menghadapi bantahan orang banyak. Bahkan, ia sama sekali tidak akan
sabar menahan dirinya dari perbuatan maksiat, yang pada gilirannya ia sendiri akan
terjerumus dalam kemunkaran yang lain. Kemarahannya dapat menjauhkannya dari
kebenaran dan mungkin juga kemarahannya itu menjadi sebab orang-orang benci
kepadanya dan tidak menerima dakwahnya.
5. Melaksanakan Apa yang Allah Perintahkan dan Meninggalkan Apa yang Dia
Larang
Seharusnya seorang juru dakwah terlebih dahulu menjadikan dirinya bertakwa
kepada Allah, sehingga ia sendiri melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan
menjauhi larangan-Nya, khususnya pada masalah-masalah yang sedang ia
dakwahkan.
Allah Ta'ala berfirman:




Mengapa kamu suruh orang lain [mengerjakan] kebaikan, sedang kamu melupakan
diri [kewajiban]mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab [Taurat]? Maka
tidakkah kamu berpikir? (Q.S.Al-Baqarah: 44)
Juga firman-Nya

( )

Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu
perbuat? (2) Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa
yang tiada kamu kerjakan.(Q.S. Ash-Shaff: 2-3)
Rasulullah
saw.
bersabda:





"Pada hari Kiamat nanti akan didatangkan seorang lelaki, kemudian dia
dilemparkan ke dalam api Neraka sehingga ususnya terburai. Lantas, ia berputarputar di dalam Neraka seperti keledai mengelilingi gilingan sehingga penduduk
Neraka berkumpul di sekitarnya dan berkata: 'Wahai, Fulan, mengapa kamu sampai
di sini ? Bukankah kamu yang memerintahkan kami untuk berbuat baik dan
melarang kami untuk berbuat munkar ?' Ia menjawab: "Benar, dahulu aku
menyuruh kalian berbuat baik, namun aku sendiri tidak melakukannya, dan aku
melarang kalian berbuat munkar, tetapi aku sendiri melakukannya." [3].
6. Menghiasi diri dengan Akhlak yang Mulia
Diantara yang termasuk akhlak mulia adalah: pemaaf, menunjukkan wajah berseriseri, dermawan, berani, baik, jujur, amanah, dan lain sebagainya. Sikap-sikap
semacam ini dapat membantu seseorang yang menyuruh berbuat ma'ruf dan
melarang perbuatan munkar.
7. Tidak Memiliki Pamrih
Di dalam kitab Minhaajul Qaashidiin tercantum pembicaraan mengenai akhlak juru
dakwah:, diantaranya: memperkecil ketergantungan kepada orang lain dan bekerja

tanpa pamrih agar terhindar dari sifat penjilat. Atau hindari mengikuti kehendak
mereka, suka jika mereka ridha dan senang mendapat pujian mereka.
8. Tidak Mempermasalahkan Perkara Khilafiyyah
Terlebih lagi jika ikhtilaf (perbedaan pendapat) tersebut adalah ikhtilaf tanawwu'
(variatif) yang masing-masing memiliki dalil dan tafsir. Dalam kondisi seperti ini, tidak
dibolehkan mempermasalahkannya. Sebab, mempermasalahkan sesuatu hanyalah
ditujukan untuk perkara yang sudah disetujui keharamannya, atau jika terdapat
perbedaan pendapat dengan orang yang tidak perlu diperdulikan karena bukan
termasuk ulama, atau karena adanya dalil yang sangat jelas bertentangan dengan
pendapat itu dan yang semisalnya.
9. Memilih Waktu yang Tepat untuk Menentang Kemunkaran
Contohnya, menentang perkara kecil yang dilakukan seorang penguasa di depan
khalayak ramai atau menentangnya dengan nada yang kasar sehingga penguasa
merasa tersinggung.
10. Meluruskan Sesuatu Secara Bertahap
Rasulullah saw. bersabda:

"Barangsiapa melihat kemunkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya,
jika ia tidak sanggup, maka ubahlah denan lisannya. Apabila tidak sanggup juga,
maka dengan hatinya, . Yang demikian itu merupakan selemah-lemah keimanan."
[4].

Selama nasihat bermanfaat maka hal ini lebih dikedepankan daripada celaan. Jika
melarang dengan lisan memiliki pengaruh, maka hal itu sudah cukup, tidak perlu lagi
meluruskannya dengan tangan (kekuasaan).
11. Memiliki Skala Prioritas dalam Berdawah
Banyak juru dakwah yang tidak memperhatikan perkara ini sehingga mereka lebih
dahulu mempermasalahkan perkara kecil daripada perkara besar. Ini merupakan
kejahilan, kekurangan, dan kelaemahan yang tidak diketahui kecuali oleh Allah
Ta'ala.
12. Mengingatkan dengan Cara Berbicara Empat Mata
Mengingatkan secara personal dilakukan menurut keadaan, selama mengingatkan
secara terang-terangan tidak membawa maslahat. Asy-Syafi'i berkata: "Barangsiapa
mengingatkan saudaranya secara rahasia, berarti ia telah menasihati dan menjaga
nama baiknya dan barangsiapa menasihati secara terang-terangan, berarti ia telah
membuka kejelekkannya dan merusak nama baiknya."[5].
13. Tidak Mencari-Cari Aib Orang Lain
Jangan memberikan pengingkaran kecuali pada kemunkaran yang tampak. Tidak
diperintahkan pula untuk menyelidiki rumah seseorang atau sampai memanjat
dinding untuk membuktikan kemunkaran tersebut. Al-Mawardi berkata: "Seseorang
juru dakwah atau aparat tidak dibenarkan menyelidiki perbuatan haram yang tidak
dilakukan secara terang-terangan, kecuali berdasarkan tanda-tanda dan bukti yang
jelas, yang disinyalir bahwa kaum tersebut terus melakukan kemunkaran."
14. Menjauhkan Sifat Kagum Terhadap Diri Sendiri

Sifat buruk ini dapat mendorong untuk berlebihan dalam menyuruh berbuat ma'ruf
dan melarang berbuat munkar terhadap orang lain, timbullah perasaan sombong
hingga akhirnya akan merusak amalannya sendiri.

Jenis, Arti Mimpi, Serta Adab Menyikapinya Menurut


Tuntunan Sunnah

Mimpi adalah pengalaman bawah sadar yang melibatkan penglihatan, pendengaran,


pikiran, perasaan, atau indra lainnya dalam tidur, terutama saat tidur yang disertai gerakan
mata
yang
cepat
(rapid
eye
movement/REM
sleep).
Seorang manusia hampir-hampir tidak terlepas dari mimpi yang ia saksikan dalam tidurnya.
Islam pun telah mensyariatkan adab-adab yang berkaitan dengan mimpi. Ini merupakan
bukti agung yang menunjukkan bahwasanya Islam adalah agama yang meliputi seluruh
perkara agama dan dunia. Apakah mimpi itu baik ataupun buruk, selayaknya seorang
Mukmin beradab dengan adab-adabnya. Diantara beberapa kaidahnya adalah:
A. Adab yang Berkaitan dengan Mimpi Baik
1. Memuji Allah Taala
Rasulullah saw. bersabda:







"Jika salah seorang diantara kalian bermimpi sesuatu yang ia sukai, sesungguhnya itu
berasal dari Allah, maka hendaklah ia memuji Allah dan menceritakan mimpi tersebut.
Adapun jika ia bermimpi yang selain itu, yang tidak ia sukai, maka itu berasal dari
syaitan." [1]
2. Bergembira dengan Mimpi Baik
3. Tidak Mencerikatan Mimpi Baik kecuali kepada Orang yang Menyukainya
Nabi saw. memberi petunjuk:











.........

"Mimpi yang baik berasal dari Allah dan mimpi yang buruk berasal dari syaitan.
Barangsiapa melihat mimpi buruk, hendaklah ia meludah ke kiri dan meminta perlindungan
kepada Allah dari syaitan. Niscaya (dengannya) mimpi buruk itu tidak akan
memudharatkannya. Janganlah ia memceritakan mimpi itu kepada siapapun. Jika ia
melihat mimpi yang baik, hendaklah ia bergembira dan janganlah menceritakannya kecuali
kepada orang yang menyukai dirinya." [2].
4. Menafsirkan Mimpi Baik dengan Sebaik-Baik Penafsiran.
Menafsirkan mimpi dengan sebenar-benarnya akan melapangkan dada orang yang
bermimpi, Seorang Muslim dituntut untuk berharap baik dan berbaik sangka kepada Allah
Ta'ala dalam setiap keadaan. Adapun penafsiran yang baik akan mendukung hal itu.
B. Adab yang Berkaitan dengan Mimpi Buruk
1. Meludah ke Kiri Tiga kali.
Ini dimaksudkan untuk mengusir syaitan karna mimpi tersebut berasal darinya.
2. Berlindung kepada Allah dari Syaitan yang Terkutuk
Yakni membaca ta'awudz, lafadnya: ( A'uudzu billaahi minasySyaithaanirrajiim) "Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk."
3. Mengubah Posisi Tidur dari Posisi Semula
Ketika syaitan mendatangi manusia, ia pun menghembuskan mimpi itu, sementara orang itu
sedang berada pada posisi tersebut. Maka dari itu, sebaiknya mengubah posisi semula ke
posisi yang lain. Mudah-mudahan perbuatan itu dapat mengusir syaitan.
4. Memohon kepada Allah kebaikan Mimpi Buruk dan Berlindung kepada Allah dari
Keburukannya
Kadang-kadang mimpi itu zhahirnya jelek, tetapi pada hakikatnya baik. Rasulullah saw.
bersabda:





"Jika salah seorang dari kalian mimpi yang tidak ia suka, hendaklah ia mengubah posisi
tidurnya, meludah ke kiri tiga kali, memohon kepada Allah kebaikan mimpi itu, dan
berlindung kepada Allah dari keburukannya." [3].
5. Bangun dan Mengerjakan Shalat Dua Rakaat
Rasulullah memerintahknnya dalam sebuah hadits, beliau bersabda:










.....


"Mimpi itu ada tiga macam: Mimpi baik merupakan kabar gembira dari Allah, mimpi sedih
berasal dari syaitan, dan mimpi biasa yang dialami seseorang. Maka jika salah seorang dari
kalian melihat mimpi yang tidak disukai, hendaklah ia bangun dan mengerjakan shalat,
serta jangan menceritakan mimpi itu kepada orang lain." [4]

6. Jangan Menafsirkan Mimpi Buruk


Nabi saw. melarang menafsirkan mimpi buruk, sebagaimana telah dijelaskan pada adab
keempat .
7. Jangan Menceritakan Mimpi Buruk kepada Seorangpun
Juga sabda Rasulullah saw.







"Jika salah seorang dari kalian melihat mimpi yang tidak ia sukai, hendaklah ia meludah ke
kiri tiga kali, meminta perlindungan kepada Allah dari godaan syaitan tiga kali, dan
mengubah posisi tidurnya dari posisi semula." [5].
C. Adab-adab lain yang Berkaitan dengan Mimpi
1. Tidak Menceritakan Mimpi kecuali kepada Seorang Ulama atau Penasihat.
Rasulullah saw. bersabda: "Janganlah menceritakan mimpi kecuali kepada seorang ulama
atau orang yang bisa memberi nasihat." [6].
2. Tidak Terburu-buru Menafsirkan Mimpi
Rasulullah saw. bersabda:



"Mimpi itu berada di kaki burung selama tidak ditakwilkan. Maka jika ditakwilkan, niscaya
ia akan jatuh (terjadi)." Beliau bersabda: "Janganlah menceritakan mimpi kecuali kepada
orang yang menyukai dan bijaksana." [7].
3. Tidak Berdusta dalam Menceritakan Mimpi
Rasulullah saw. bersabda:





"Barangsiapa menceritakan mimpi yang tidak ia lihat, niscaya ia akan dibebani untuk
mengikat dua biji gandum dan ia tidak akan mampu melakukannya." [8].
4. Janganlah Seorang Hamba Mengabarkan kepada Orang Lain Permainan Syaitan
ataas Dirinya dalam Mimpi.
Nabi saw. bersabda:



"Jika syaitan mempermainkan salah seorang dari kalian dalam mimpi, maka janganlah ia
menceritakannya kepada seorang pun." [9].
Beliau juga bersabda kepada seorang Arab badui yang bermimpi seakan-akan kepalanya


terputus lalu mengggelinding dan ia mengikutinya:

"Janganlah engkau menceritakan kepada seorangpun permainan syaitan atas dirimu dalam
mimpi." [10].
5. Barangsiapa Melihat Nabi saw. Maka Sungguh ia Telah Melihatnya.
Nabi saw. bersabda:



"Barang siapa melihatku di dalam mimpi, maka sungguh ia telah melihatku. Sesungguhnya
syaitan tidak mampu menyerupai bentukku."
6. Hendaknya Orang yang Menafsirkan Mimpi Mengambil Faedah dari al-Quran dan
as-Sunnah
Bahwasanya Nabi saw. telah menakwilkan susu dengan ilmu dan menakwilkan tali dengan
keteguhan memegang agama dan lain sebagainya. Maka seharusnya seorang yang
menjelaskan mimpi mengikuti Nabi saw. dalam hal ini semampunya. Demikian juga
mengambil faedah dari apa yang disebutkan dalam kitabullah, berkaitan dengan takwil
mimpi yang disebutkan dalam surah Yusuf.


Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan
Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.

Semoga bermanfaat.
Sumber: Ensiklopedia Adab Islam Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, Jilid I- Pasal XI, hal. 529539, 'Adul 'Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, Penerbit: Pustaka Imam Asy-Syafi'i., telah diedit untuk
keselarasan.
Teks hadits dari www.mutiarahadits.com
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------[1] H.R. Bukhari (6985) dari Abu Sa'id r.a.
[2] H.R. Muslim (2261) dari Abu Qatadah r.a.
[3] H.R. Ibnu Majah (3910) dari Abu Hurairah r.a.
[4] H.R. Muslim (2263) dari Abu Hurairah r.a.
[5] H.R. Muslim (2262) dari jabir r.a.
[6] H.R. Ad-Darimi (II/126), Tirmidzi (2280) dan ia mensahihkannya dari Abu Hurairah r.a.
[7] H.R. Abu Daud (5020) dan Ibnu Majah (3914) dari abu Razin.
[8] H.R. Bukhari (7042) dari Ibnu 'Abbas r.a.
[9] H.R. Muslim (2268) dari Jabir r.a.

[10] H.R. Muslim (2268) dari Jabir r.a.

Tatacara dan Kriteria Memilih Pemimpin Menurut


Tuntunan Islam

Kampanye, Menjual Diri.


Terkadang manusia diserahi tanggung jawab kepemimpinan dalam lingkup kecil
ataupun besar. Semisalnya diangkat menjadi pemimpin masyarakat umum atau
masyarakat tertentu, dipercaya memimpin suatau pekerjaan, atau ia ditunjuk
sebagai pemimpin daerah tertentu. Allah pasti akan meminta pertanggung-jawaban
atas apa saja yang mereka pimpin. Salah memilih kriteria pemimpin bisa berakibat
fatal. Lihatlah negeri Indonesia yang sudah kondang sebagai surganya koruptor ?
apakah ini semata-mata salah si koruptor ? tentu tidak !!! Rakyat yang memilih
juga harus dimintai pertanggung jawaban; atas dasar kriteria apa kita memilih
seseorang? Oleh karena itu, Allah menetapkan hukum syari sebagai kode etik dan
adab di dalam pemerintahan (al-Imaarah). yang harus dipahami dan dilaksanakan
agar kepemimpinan tersebut tidak menjadi malapetaka bagi pemimpin dan yang
dipimpin.

Beberapa Adab Memilih Pemimpin:


1. Niat yang Baik
Dalam menerima jabatan pemerintahan, hendaklah ia berniat semata-mata untuk
menegakkan apa yang telah ditetapkan Allah, demi meraih ganjaran yang besar dan
menggapai apa yang dijanjikan Allah kepadanya jika ia melaksanakan tanggung
jawab tersebut dengan baik. Sebab semua pekerjaan tergantung kepada niat
pelakunya.
Rasulullah
saw.
bersabda:
.

Sesungguhnya amal perbuatan tergantung kepada niyatnya, dan bagi seseorang


tergantung apa yang ia niyatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah
dan Rosulnya [mencari keridhoannya] maka hijrahnya itu kepada Allah dan
Rosulnya [keridhoannya]. Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk mendapatkan
dunia atau untuk menikahi wanita maka hijrahnya itu tertuju kepada yang
dihijrahkan. " Sesungguhnya setiap perbuatan itu tergantung kepada niatnya" [1]
2. Pemimpin Diangkat Dari Kaum Laki-laki
Seorang wanita tidak boleh diangkat menjadi seorang pemimpin, baik untuk
masyarakat umum maupun masyarakat tertentu, hal ini berdasarkan sabda
Rasulullah saw.:

"Tidak akan berjaya suatu kaum yang menyerahkan kepermimpinannya kepada


seorang wanita."[2]
3. Tidak Meminta Jabatan Pemerintahan
Orang yang meminta dan menginginkan sebuah jabatan pemerintahan, ia akan
berusaha keras untukk mendapatkannya hingga dapat, kemudian ia akan
merendahkan agamanya demi mencapai jabatan tersebut, serta melakukan apa saja
meskipun perbuatan maksiat untuk mendapatkannya atau untuk mempertahankan
kedudukan
yang
telah
ia
raih.
Rasulullah saw. telah mengingatkan :





.
"Kalian akan berambisi untuk menjadi penguasa sementara hal itu akan membuat
kalian menyesal dan merugi di hari Kiamat kelak. Sungguh hal itu (ibarat) sebaikbaik susuan dan sejelek-jelek penyapihan."[3]
Bahkan, beliau saw. pernah menolak permintaan salah seorang sahabat yang
datang
memohon
agar
diberi
suatu
jabatan.
Rasulullah saw. bersabda:

- - .

"Kami - demi Allah - tidak akan memberikan jabatan pemerintahan ini kepada
orang yang memintanya dan orang yang berambisi untuk mendapatkannya." [4]
4. Berhukum dengan Hukum yang Diturunkan Allah Taala
Tugas ini merupakan kewajiban terbesar yang harus dilaksanakan oleh seorang
pemimpin dan penguasa. Allah Ta'ala berfirman:



Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.... (Q.S. AlMa'idah: 49).
5. memberikan keputusan yang Adil Antara Sesama Manusia
Seorang pemimpin wajib bersikap adil terhadap rakyatnya dan memberikan
perlakuan yang sama diantara mereka. Allah berfirman :
...
...

Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa...(Q.S. Al-Ma'idah: 8).
Rasulullah saw. bersabda:



"Tidaklah seseorang memimpin sepuluh orang, melainkan ia akan didatangkan
dalam keadaan tangn yang terbelenggu pada hari Kiamat, hingga keadilanlah yang
akan melepaskannya dari ikatan atau kedzalimanlah yang akan membuat dirinya
celaka."[5]
6. Tidak Menutup Diri untuk Memenuhi Kebutuhan Rakyat

Pemilih Salah Kriteria.


Seharusnya seorang pemimpin tetap membuka pintunya untuk memenuhi semua
kebutuhan masyarakan dan pengaduan orang-orang yang teraniaya, mendekati dan
mendengarkan keluhan mereka, serta tidak menutup diri dan mengunci pintu dari
mereka
yang
ia
pimpin.
Rasulullah
saw.
bersabda:

"Tidaklah seorang pemimpin atau seorang penguasa menutup pintunya dari orangorang yang memiliki kebutuhan, keperluan, serta orang-orang fakir, melainkan
Allah akan menutup pintu langit dari keperluan, kebutuhan, dan hajatnya." [6]
7. Senantiasa Menasihati Rakyatnya dan Tidak Menghianati Mereka.
Seorang pemimpin seharusnya senantiasa menasehati rakyatnya tentang kebaikan
apa saj a yang ia ketahui berkaitan dengan urusan agama mereka. Rasulullah saw.
bersabda:



"Tidaklah seorang pemimpin yang mengurusi urusan kaum Muslimin kemudian ia
tidak pernah meletihkan diri untuk mengayomi dan menasehati mereka, melainkan
ia tidak akan masuk surga bersama mereka." [7]
8.Tidak Menerima Hadiah
Jika ada rakyat yang memberikan hadiah kepada seorang penguasa atau seorang
pemimpin, hampir bisa dipastikan dibalik ini mereka ingin agar pemimpin tersebut
dekat dengannya dan menyukai dirinya. Rasulullah saw. bersabda:

"Hadiah yang diberikan kepada seorang pemimpin adalah penghianatan." [8].
Dikisahkan dalam sebuah hadits, bahwa seorang petugas Rasulullah saw. berkata:
"Yang ini untuk kalian dan yang ini dihadiahkan untukku." Lantas Rasulullah saw.
bersabda:



.
"Amma ba'du, mengapa pejabat yang kami angkat berkata: 'Yang ini dari hasil
pekerjaan kalian sementara yang iani khusus dihadiahkan untukku?' Mengapa ia
tidak duduk saja di rumah ayah dan ibunya lalu menunggu apakah ada orang-orang
yang memberinya hadiah atau tidak ?" [9]
9. Mengambil Penasihat dari Kalangan Orang-Orang yang Baik.
Yang dimaksud orang-orang baik adalah mereka yang mampu mengingatkannya di
saat ia lupa, membantunya di saat teringat, selalu mengontrolnya agar senantiasa
bersikap baik dan berlaku adil, memberinya nasihat dan pengarahan serta
mendorongnya untuk berbuat baik dan menjaga ketakwaan, sehingga semua urusan
akan
lurus.
Rasulullah saw. bersabda:













"Tidak ada Nabi yang Allah utus dan tidak pula ada seorang pemimpin yang Dia
angkat kecuali mereka mempunyai dua jenis teman dekat; teman yang
menyuruhnya untuk berbuat baik serta selalu membantunya dalam berbuat baik
dan teman yang menyuruhnya berbuat jahat serta selalu mendorongnya untuk
melakukan tindak kejahatan. Orang yang selamat adalah orang yang dijaga oleh
Allah Ta'ala." [10]
10. Bersikap Ramah Terhadap Rakyat
Seorang pemimpin hendaknya bersikap sebagai anak terhadap orang tua, sebagai
saudara untuk yang sebaya, dan sebagai orang tua terhadap anak. Ia harus
bersikap lembut, ramah serta menyayangi mereka dan tidak membebani mereka
dengan urusan yang mereka tidak sanggupi. Pemimpin yang memiliki sikap seperti
ini
berhak
mendapat
do'a
Rasulullah
saw.




"Ya Allah, bagi siapa yang menjadi penguasa ummatku lalu ia menyulitkan mereka,

maka timpakanlah kesulitan kepadanya dan siapa saja yang menjadi penguasa
ummatku lalu ia menyayangi mereka maka sayangilah ia." [11]
11.Tidak Boleh Merusak Rakyat dengan Meragukan Kesetiaan Mereka dan
dengan memata-matai Mereka.
Rasulullah
saw.
bersabda:
"Apabila seorang pemimipin curuga terhadap rakyatnya, berarti ia telah merusak
mereka." [12]
Hal ini bisa merusak hubungan baik antar pemimpin dan rakyatnya. Lihatlah,
pertentangan antara penguasa dan rakyatnya yang sudah merebak di seluruh negeri
Islam pada saat-saat sekarang, Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun.
12. Jujur dalam Menjalankan Semua Urusan yang Berkaitan dengan Kaum
Muslimin.
Hendaknya seorang pemimpin membantu Ahlus Sunnah dan orang baik, membasmi
ahli bid'ah dan pembuat kerusakan, mengibarkan panji 'amar ma'ruf nahi munkar
dan jihad fi sabilillah, serta berusaha dengan sekuat tenaga untuk menjaga
kehormatan, agama, harta kaum Muslimin, dan sebagainya. Demikian juga ia
berkesinambungan mengevaluasi semua pejabat dan pegawainya, memperhatikan
bagaimana cara mereka menjalankan tugas, menyelesaiakn berbagai problema
masyarakat, walaupun dengan membentuk tim khusus, misalnya, demi
kemaslahatan, karena sesungguhnya ia akan mempertanggung-jawabkan semua
bawahannya d hadapan Allah Ta'ala, sebagaimana yang telah dilakukan Nabi saw.
dan para khalifah setelah beliau.


Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.
Semoga bermanfaat.
Sumber: Ensiklopedia Adab Islam Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, Jilid I- Pasal XI, hal. 165177, 'Adul 'Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, Penerbit: Pustaka Imam Asy-Syafi'i., telah diedit untuk
keselarasan.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- -----[1] H.R. Bukhari, Muslim, dari 'Umar bin Khattab r.a.
[2]H.R. Bukhari (no.4425, 7099) dari Abu Bakrah
[3] H.R.Bukhari (no.7148) dari Abu Hurairah r.a.
[4] H.R Bukhari (no. 7149) dan Muslim (1733), lafadz hadits di atas diambil dari lafadz Muslim dari
Abu Musa r.a..
[5] H.R. Albaihaqi dalam al-Kubraa (X/96) dari Abu Hurairah r.a., hadits ini tertera dalam Shahihul
Jami' (5695)
[6] H.R Ahmad (IV/231) dan At-Tirmidzi (1332) dari 'Amr bin Murrah, At-Tirmidzi (1332) dari Maryam.
Hadits ini tertera dalam Shahihul Jaami' (5685)
[7] H.R. Muslim (142) dari Ma'qil bin Yasar r.a.
[8] H.R. At-Tabarani dalam al-Kabiir (XI/11486) dari Ibnu 'Abbas r.a.,hadits ini tertera dalam Shahihul
Jaami' (7054).
[9] H.R. Muslim (1833) dari 'Adi bin Umair r.a.
[10] H.R. Bukhari (6611, 7198) dari Abu Sa'ad r.a.
[11] H.R. Muslim (1848) dari 'Aisyah r.a.
[12] H.R. Abu Daud (4889), Ahmad (VI/4), Hakim (IV/378), dari al-Miqdam, Abu Umamah dll

Anda mungkin juga menyukai