Anda di halaman 1dari 11

Adab Terhadap Orang Tua

Diriwayatkan oleh Imam Muslim, suatu ketika Abu Hurairah menghadap Nabi karena ibunya menolak untuk
masuk Islam. Maka ia meminta Nabi mendoakan supaya ibunya masuk Islam. Sehingga pulanglah ia ke rumah,
dan ibunya ternyata baru saja mendapat hidayah, lalu berkata wahai Abu Hurairah: aku bersaksi tiada tuhan
selain Allah dan Muhammad Saw adalah utusan-Nya.
Kedua orang tua merupakan sebab adanya manusia. Keduanya telah merasakan kelelahan karena mengurus anak
dan menyenangkan mereka. Allah Swt. mewajibkan hamba-hamba-Nya berbakti kepada kedua orang tua. Bahkan
memposisikan bakti pada orang tua setelah taat kepada Allah Swt dan Rasulullah juga bersabda:

Artinya: "Barang siapa yang senang dipanjangkan umurnya dan ditambahkan rezekinya, maka berbaktilah
kepada kedua orang tuanya dan sambunglah tali silaturrahim." (HR. Al-Haitami)
Beliau Saw. juga bersabda,

Artinya: "Hinalah ia, hinalah ia dan hinalah ia." Lalu ada yang bertanya, "Siapa wahai Rasulullah?" Beliau
menjawab, "Yaitu orang yang mendapatkan orang tuanya sudah tua; salah satunya atau kedua-duanya tetapi ia
tidak masuk surga." (HR. Muslim).
Oleh karena itu, wajib bagi setiap muslim berbakti kepada kedua orang tuanya dan bergaul dengan sikap yang
baik. Di antara adab bergaul dengan orang tua adalah sebagai berikut.:
1. Mencintai dan sayang kepada kedua orang tua
Seorang muslim menyadari bahwa kedua orang tuanya memiliki jasa yang besar terhadapnya, karena
keduanya telah mengerahkan pikiran dan tenaga untuk menyenangkan anaknya. Oleh karena itu, meskipun
seorang muslim telah mengerahkan segala kemampuannya dalam berbakti kepada kedua orang tuanya,
namun tetap saja ia belum dapat membalasnya
2. Menaati keduanya
Seorang muslim hendaknya menaati perintah kedua orang tuanya, kecuali apabila kedua orang tua menyuruh
berbuat maksiat kepada Allah Swt. Allah Swt. berfirman: "Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali
kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan." (Q.S. Luqman: 15)
3. Menanggung dan menafkahi orang tua
Seorang muslim juga hendaknya menanggung dan menafkahi orang tua agar ia memperoleh keridhaan Allah.
Jika ia seorang yang berharta banyak, lalu orang tuanya, butuh kepada sebagian harta itu, maka ia wajib
memberikannya. Hal ini berdasarkan hadis berikut:

Artinya: Dari Jabir bin Abdillah, bahwa seseorang berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai
harta dan anak, sedangkan bapakku ingin menghabiskan hartaku." Maka Beliau bersabda, "Engkau dan
hartamu adalah milik bapakmu." (HR. Ibnu Majah).
4. Menjaga perasaan keduanya dan berusaha membuat ridha orang tuanya dengan perbuatan dan ucapan
Seorang muslim juga harus menjauhi ucapan atau tindakan yang menyakitkan hati orang tuanya meskipun
sepele, seperti berkata "Ah." Allah Swt. berfirman yang artinya:
"Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka, sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (Q.S. al-Israa': 23)
Hendaknya ia mengetahui, bahwa ridha Allah ada pada keridhaan orang tua, dan bahwa murka-Nya ada pada
kemurkaan orang tua. Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya: "Ridha Allah ada pada keridhaan orang tua dan murka Allah ada pada kemurkaan orang tua." (HR.
Tirmidzi dan Hakim dari Abdullah bin `Amr).
5. Tidak memanggil orang tua dengan namanya
Bagaimanapun, seorang anak tidaklah pantas memanggil kedua orang tuanya dengan menyebut namanya
secara langsung. Keduanya adalah orang yang harus dimuliakan atau dihormati. Logikanya, tidaklah mungkin
kita memanggil seorang pejabat walaupun dia bukan apa-apa kita dengan langsung menyebut namanya.
Tentu hal itu akan dirasa sangat tidak sopan. Apalagi kita memanggil kedua orang kita. Tentunya akan sangat
tidak sopan jika langsung menyebut namanya. Bahkan akan menimbulkan dosa jika diniati mencernooah
atau Inerendahkan keduanya.
6. Tidak duduk ketika keduanya berdiri dan tidak mendahuluinya dalam berjalan
Tidaklah termasuk adab yang baik kepada kedua orang tua jika seorang anak duduk sedangkan ibu-bapaknya
berdiri atau meluruskan kedua kakinya, sedangkan keduanya duduk di hadapannya. Bahkan hendaknya ia
memiliki adab yang baik di hadapannya dan merendahkan diri kepada keduanya. Allah Swt. berfirman dalam
Alqur’an Surat Al Isra ayat 24 yang artinya:

"Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, "Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil."
7. Tidak mengutamakan istri dan anak daripada kedua orang tua
Hal ini berdasarkan hadis yang menyebutkan tentang tiga orang Bani Israil yang berjalan-jalan di gurun, lalu
mereka terpaksa bermalam di gua. Ketika mereka masuk ke dalamnya, tiba-tiba ada sebuah batu besar yang
jatuh dari atas gunung sehingga menutupi pintu gua itu, lalu mereka berusaha menyingkirkan batu tersebut,
tetapi mereka tidak bisa, maka akhirnya mereka berdoa kepada Allah dengan menyebutkan amal saleh yang
pernah mereka lakukan. Salah seorang di antara mereka berkata, "Ya Allah, saya memiliki kedua orang tua
yang sudah lanjut usia dan saya biasanya tidak memberi minuman kepada keluarga dan harta yang saya
miliki (seperti budak) sebelum keduanya. Suatu hari saya pernah pergi jauh untuk mencari sesuatu sehingga
saya tidak pulang kecuali setelah keduanya tidur, maka saya perahkan susu untuk keduanya, namun saya
mendapatkan keduanya telah tidur dan saya tidak suka memberi minum sebelum keduanya baik itu keluarga
maupun harta (yang aku miliki). Aku menunggu, sedangkan gelas masih berada di tanganku karena
menunggu keduanya bangun sehingga terbit fajar. Keduanya pun bangun lalu meminum susu itu. Ya Allah,
jika yang aku lakukan itu karena mengharapkan wajah-Mu, maka hilangkanlah derita yang menimpa kami
karena batu ini," yang lain juga menyebutkan amal saleh mereka yang ikhlas yang pernah mereka lakukan,
sehingga batu besar itu pun bergeser dan mereka dapat keluar.
8. Mendoakan keduanya baik mereka masih hidup atau sudah wafat
Demikianlah seharusnya sikap yang seharusnya dilakukan seorang muslim terhadap kedua orang tuanya,
yakni banyak mendoakan kedua orang tuanya, dan itulah akhlak para nabi; mereka berbakti kepada kedua
orang tuanya dan mendoakan kebaikan kepada mereka. Nabi Nuh as. pernah berdoa untuk orang tuanya
sebagaimana disebutkan dalam al-Quran surat Nuh: 28: "Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu bapakku, orang
yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan
janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan." (Q.S. Nuh: 28)
Rasulullah Saw. juga pernah bersabda:

Artinya: "Apabila seseorang meninggal, maka terputuslah amalnya selain tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu
yang dimanfaatkan atau anak saleh yang mendoakannya." (HR. Muslim)
Artinya: "Sesunguhnya seseorang benar-benar diangkat derajatnya di surga, lalu ia berkata, "Karena apa
ini?" Lalu dikatakan kepadanya, "Karena permintaan ampun anakmu untukmu. " (HR. Ibnu Majah).
Oleh karena itu, hendaknya seorang muslim memohonkan ampunan untuk kedua orang tuanya,
membayarkan hutang dan nadzarnya dan sebagainya.

9. Berbuat baik kepada kawan-kawan orang tua setelah orang tua telah wafat
Dari Abdullah bin Dinar dari Abdullah bin Umar, bahwa seseorang dari kalangan Arab Baduwi pernah
ditemuinya di jalan menuju Mekah, lalu Abdullah mengucapkan salam kepadanya dan menaikkannya ke atas
keledai yang ditungganginya dan memberikan sorban yang dipakainya kepada Arab badui tersebut. Abdullah
bin Dinar berkata: Kami pun berkata, "Semoga Allah memperbaikimu, sesungguhnya mereka adalah orang-
orang Arab baduwi, mereka biasanya puas dengan perkara yang sedikit, lalu Abdullah berkata, "Sesunggunya
bapak orang ini adalah teman Umar bin Khaththab, dan sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Saw.
bersabda,

Artinya: "Sesungguhnya berbakti yang paling baik adalah ketika seorang anak menyambung hubungan
dengan kawan-kawan bapaknya." (HR. Muslim)
10. Tidak Mencaci maki kedua orang tua
Rasulullah Saw.bersabda, "Termasuk dosa besar adalah seseorang mencaci maki orang tuanya." Para
sahabat bertanya, `Ya Rasulullah, apa ada orang yang mencaci maki orang tuanya? ' Beliau menjawab,
"Ada. ia mencaci maki ayah orang lain kemudian orang tersebut membalas mencaci maki orang tuanya. Ia
mencaci maki ibu orang lain lalu orang itu membalas mencaci maki ibunya." (HR. al-Bukhari dan Muslim)
11. Tidak mengeraskan suaranya melebihi suara kedua orang tua
Demi sopan santun terhadap mereka; al-Quran mengajarkan berdiskusi dengan orang tua dengan kalimat
yang ringan (qaulan maysura).
12. Menjawab panggilan mereka dengan jawaban yang lunak seperti "Labbaik, siap, atau baiklah".
13. Bersikaplah rendah hati dan lemah lembut kepada kedua orang tua seperti melayani mereka menyuapi
makan dengan tangarinya bila keduanya tidak mampu, dengan mengutamakan keduanya di atas diri dan
anak-anaknya.
14. Tidak mengungkit-ungkit kebaikanmu kepada keduanya maupun pelaksanaan perintah yang dilakukan
olehnya. Seperti ia berkata "Aku beri engkau sekian dan sekian dan aku lakukan begini kepada karnu
berdua". Karena perbuatan itu bisa mematahkan hati, ada yang mengatakan menyebut-nyebut kebaikan itu
bisa memutuskan hubungan.
15. Janganlah memandang kedua orang tua dengan pandangan sinis dan bermuka cemberut kepada keduanya.

Adab Pada Guru


Sosok guru tidak akan pernah lepas dari kehidupan kita. Mulai dari kita kecil sampai kita dewasa kita akan
bertemu terus dengan sosok guru. Seorang yang di-gugu (dipatuhi) dan ditiru ini menyalurkan ilmu
pengetahuannya kepada murid-muridnya agar mereka menjadi seseorang yang dapat berkarya sesuai dengan
bakat, prestasi, dan kualitas yang dimilikinya.
Dengan perannya yang sangat. besar dalam kehidupan kita, maka guru wajib kita hormati. Dalam Islam pun, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam bersikap selaku murid terhadap gurunya. Di antaranya adalah:
1) Menghormati dan menghargainya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw. "Bukan dari golongan kami
mereka yang tidak menghormati yang tua, tidak menyayangi yang kecil dan tidak mengetahui hak orang yang
alim".
2) Tidak mencari-cari kelemahan dan kesalahannya.
3) idak membicarakannya dengan yang dia tidak senangi (ghibah), bahkan membelanya ketika di-ghibah oleh
orang lain.
4) Mendoakannya dari kejauhan semoga diberi pahala atas ilmu yang sudah ia ajarkan. Memohon ampunan
dan kesejahteraan untuk guru.
5) Mengambil manfaat dari kebaikan sang guru, dan tidak mencontohnya andai kata ia melakukan kekhilafan.
6) Menisbatkan ilmu yang ia ajarkan kepadanya; karena hal itu mengangkat kedudukannya di mata manusia.
7) Menjaga athb berbicara saat berbincang dengannya.
8) Taat kepada guru kita dalam semua perkara kecuali perkara yang maksiat kepada Allah Swt dan Rasulullah
Saw. Bertutur katalah dengan lemah lembut dan penuh rendah diri kepada guru kita.
9) Meminta izin kepada guru kita untuk bertanya atau pergi dari majelis. Memberi salam kepada guru apabila
berjumpa dan sentiasa hormat kepadanya.
10) Memberi perhatian besar dalam pengajaran guru, duduk dengan sopan dan senantiasa dalam keadaan
tenang. Rendah hati di hadapan guru. Dengan rendah hati maka ilmu akan mudah masuk dalam diri murid.
Maka seperti apa adab yang baik kepada seorang guru?
1. Menghormati guru
Para Salaf, suri tauladan untuk manusia setelahnya telah memberikan contoh dalam penghormatan terhadap
seorang guru. Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu berkata,
‫كنا جلوسا ً في المسجد إذ خرج رسول هللا فجلس إلينا فكأن على رؤوسنا الطير ال يتكلم أحد منا‬
“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian
duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang
berbicara” (HR. Bukhari).
Ibnu Abbas seorang sahabat yang ‘alim, mufasir Quran umat ini, seorang dari Ahli Bait Nabi pernah menuntun tali
kendaraan Zaid bin Tsabit al-Anshari radhiallahu anhu dan berkata,
‫هكذا أمرنا أن نفعل بعلمائنا‬
“Seperti inilah kami diperintahkan untuk memperlakukan para ulama kami”.
Berkata Abdurahman bin Harmalah Al Aslami,
‫ما كان إنسان يجترئ على سعيد بن المسيب يسأله عن شيء حتى يستأذنه كما يستأذن األمير‬
“Tidaklah sesorang berani bertanya kepada Said bin Musayyib, sampai dia meminta izin, layaknya meminta izin
kepada seorang raja”.
Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata,
َّ َ‫ب ْال َما َء َوال َّشافِ ِع ُّي يَ ْنظُ ُر إِل‬
ُ‫ي هَ ْيبَةً لَه‬ ُ ‫َما َوهَّللا ِ اجْ تَ َر ْأ‬
َ ‫ت أَ ْن أَ ْش َر‬
“Demi Allah, aku tidak berani meminum air dalam keadaan Asy-Syafi’i melihatku karena segan kepadanya”.
Diriwayatkan oleh Al–Imam Baihaqi, Umar bin Khattab mengatakan,
‫تواضعوا لمن تعلمون منه‬
“ Tawadhulah kalian terhadap orang yang mengajari kalian”.
Al Imam As Syafi’i berkata,
‫كنت أصفح الورقة بين يدي مالك صفحًا رفيقًا هيبة له لئال يسمع وقعها‬
“Dulu aku membolak balikkan kertas di depan Malik dengan sangat lembut karena segan padanya dan supaya
dia tak mendengarnya”.
Abu ‘Ubaid Al Qosim bin Salam berkata, “Aku tidak pernah sekalipun mengetuk pintu rumah seorang dari guruku,
karena Allah berfirman,
َ ‫َولَوْ أَنَّهُ ْم‬
‫صبَرُوا َحتَّى ت َْخ ُر َج إِلَ ْي ِه ْم لَ َكانَ َخ ْيرًا لَهُ ْم َوهَّللا ُ َغفُو ٌر َر ِحي ٌم‬
“Kalau sekiranya mereka sabar, sampai kamu keluar menemui mereka, itu lebih baik untuknya” (QS. AlHujurat: 5).
Sungguh mulia akhlak mereka para suri tauladan kaum muslimin, tidaklah heran mengapa mereka menjadi ulama
besar di umat ini, sungguh keberkahan ilmu mereka buah dari akhlak mulia terhadap para gurunya.
2. Memperhatikan adab-adab ketika berada di depan guru
Adab Duduk
Syaikh Bakr Abu Zaid Rahimahullah di dalam kitabnya Hilyah Tolibil Ilm mengatakan, “Pakailah adab yang terbaik
pada saat kau duduk bersama syaikhmu, pakailah cara yang baik dalam bertanya dan mendengarkannya.”
Syaikh Utsaimin mengomentari perkataan ini, “Duduklah dengan duduk yang beradab, tidak membentangkan
kaki, juga tidak bersandar, apalagi saat berada di dalam majelis.”
Ibnul Jamaah mengatakan, “Seorang penuntut ilmu harus duduk rapi, tenang, tawadhu’, mata tertuju kepada
guru, tidak membetangkan kaki, tidak bersandar, tidak pula bersandar dengan tangannya, tidak tertawa dengan
keras, tidak duduk di tempat yang lebih tinggi juga tidak membelakangi gurunya”.
Adab Berbicara
Berbicara dengan seseorang yang telah mengajarkan kebaikan haruslah lebih baik dibandingkan jika berbicara
kepada orang lain. Imam Abu Hanifah pun jika berada depan Imam Malik ia layaknya seorang anak di hadapan
ayahnya.
Para Sahabat Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, muridnya Rasulullah, tidak pernah kita dapati mereka beradab
buruk kepada gurunya tersebut, mereka tidak pernah memotog ucapannya atau mengeraskan suara di
hadapannya, bahkan Umar bin khattab yang terkenal keras wataknya tak pernah menarik suaranya di depan
Rasulullah, bahkan di beberapa riwayat, Rasulullah sampai kesulitan mendengar suara Umar jika berbicara. Di
hadist Abi Said al Khudry radhiallahu ‘anhu juga menjelaskan,
‫كنا جلوسا ً في المسجد إذ خرج رسول هللا فجلس إلينا فكأن على رؤوسنا الطير ال يتكلم أحد منا‬
“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian
duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang
berbicara” (HR. Bukhari).
Sungguh adab tersebut tak terdapatkan di umat manapun.
Adab Bertanya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
َ‫فَ ْسئَلُوا أَ ْه َل ال ِّذ ْك ِر إِن ُكنتُ ْم الَتَ ْعلَ ُمون‬
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS. An Nahl: 43).
Bertanyalah kepada para ulama, begitulah pesan Allah di ayat ini, dengan bertanya maka akan terobati
kebodohan, hilang kerancuan, serta mendapat keilmuan. Tidak diragukan bahwa bertanya juga mempunyai adab
di dalam Islam. Para ulama telah menjelaskan tentang adab bertanya ini. Mereka mengajarkan bahwa pertanyaan
harus disampaikan dengan tenang, penuh kelembutan, jelas, singkat dan padat, juga tidak menanyakan
pertanyaan yang sudah diketahui jawabannya.
Di dalam Al-Qur’an terdapat kisah adab yang baik seorang murid terhadap gurunya, kisah Nabi Musa dan Khidir.
Pada saat Nabi Musa ‘alihi salam meminta Khidir untuk mengajarkannya ilmu,
ً‫صبْرا‬ َ َّ‫إِن‬
َ ‫ك لَ ْن تَ ْستَ ِطي َع َم ِع َي‬
“Khidir menjawab, Sungguh, engkau(musa) tidak akan sanggup sabar bersamaku” (QS. Al Kahfi: 67).
Nabi Musa, Kaliimullah dengan segenap ketinggian maqomnya di hadapan Allah, tidak diizinkan untuk mengambil
ilmu dari Khidir, sampai akhirnya percakapan berlangsung dan membuahkan hasil dengan sebuah syarat dari
Khidir.
َ ‫َي ٍء َحتَّى أُحْ ِد‬
ً‫ث لَكَ ِم ْنهُ ِذ ْكرا‬ ْ ‫فَال تَسْأ َ ْلنِي ع َْن ش‬
“Khidir berkata, jika engkau mengikuti maka janganlah engkau menanyakanku tentang sesuatu apapun, sampai
aku menerangkannya” (QS. Al Kahfi:70).
Jangan bertanya sampai diizinkan, itulah syarat Khidir kepada Musa. Maka jika seorang guru tidak mengizinkannya
untuk bertanya maka jangalah bertanya, tunggulah sampai ia mengizinkan bertanya. Kemudian, doakanlah guru
setelah bertanya seperti ucapan, Barakallahu fiik, atau Jazakallahu khoiron dan lain lain. Banyak dari kalangan
salaf berkata,
ً ‫ما صليت إال ودعيت لوالدي ولمشايخي جميعا‬
“Tidaklah aku mengerjakan sholat kecuali aku pasti mendoakan kedua orang tuaku dan guru guruku semuanya.”
Adab dalam Mendengarkan Pelajaran
Para pembaca, bagaimana rasanya jika kita berbicara dengan seseorang tapi tidak didengarkan? Sungguh jengkel
dibuatnya hati ini. Maka bagaiamana perasaan seorang guru jika melihat murid sekaligus lawan bicaranya itu tidak
mendengarkan? Sungguh merugilah para murid yang membuat hati gurunya jengkel.
Agama yang mulia ini tak pernah mengajarkan adab seperti itu, tak didapati di kalangan salaf adab yang seperti
itu. Sudah kita ketahui kisah Nabi Musa yang berjanji tak mengatakan apa-apa selama belum diizinkan. Juga para
sahabat Rasulullah yang diam pada saat Rasulullah berada di tengah mereka.
Bahkan di riwayatkan Yahya bin Yahya Al Laitsi tak beranjak dari tempat duduknya saat para kawannya keluar
melihat rombongan gajah yang lewat di tengah pelajaran, yahya mengetahui tujuannya duduk di sebuah majelis
adalah mendengarkan apa yang dibicarakan gurunya bukan yang lain.
Apa yang akan Yahya bin Yahya katakan jika melihat keadaan para penuntut ilmu saat ini, jangankan segerombol
gajah yang lewat, sedikit suarapun akan dikejar untuk mengetahuinya seakan tak ada seorang guru di
hadapannya, belum lagi yang sibuk berbicara dengan kawan di sampingnya, atau sibuk dengan gadgetnya.
3. Mendoakan guru
Banyak dari kalangan salaf berkata,
ً ‫ما صليت إال ودعيت لوالدي ولمشايخي جميعا‬
“Tidaklah aku mengerjakan sholat kecuali aku pasti mendoakan kedua orang tuaku dan guru guruku semuanya.”
4. Memperhatikan adab-adab dalam menyikapi kesalahan guru
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
‫كل ابن آدم خطاء و خير الخطائين التوابون‬
“Setiap anak Adam pasti berbuat kesalahan, dan yang terbaik dari mereka adalah yang suka bertaubat” (HR.
Ahmad)
Para guru bukan malaikat, mereka tetap berbuat kesalahan. Jangan juga mencari cari kesalahannya, ingatlah
firman Allah.
ُ‫ض ُكم بَ ْعضًا أَيُ ِحبُّ أَ َح ُد ُك ْم أَن يَأْ ُك َل لَحْ َم أَ ِخي ِه َم ْيتًا فَ َك ِر ْهتُ ُموه‬
ُ ‫َواَل تَ َج َّسسُوا َواَل يَ ْغتَب بَّ ْع‬
“Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di
antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya” (QS. Al Hujurot:12).
Allah melarang mencari kesalahan orang lain dan menggibahnya, larangan ini umum tidak boleh mencari
kesalahan siapapun. Bayangkan bagaimana sikap seseorang jika ia mendengar aib saudara atau kawannya?
Bukankah akan menyebabkan dampak yang buruk akan hubungan mereka? Prasangka buruk akan mencuat, jarak
akan tambah memanjang, keinginan akrab pun tak terbenak lagi di pikiran.
Lantas, bagaimanakah jika aib para ulama, dan para pengajar kebaikan yang tersebar? Sungguh manusia pun akan
menjauhi mereka, ilmu yang ada pada mereka seakan tak terlihat, padahal tidaklah lebih di butuhkan oleh
manusia melainkan para pengajar kebaikan yang menuntut hidupnya ke jalan yang benar. Belum lagi aib-aib dusta
yang tersebar tentang mereka.
Sungguh baik para Salaf dalam doanya,
‫اللهم استر عيب شيخي عني وال تذهب بركة علمه مني‬
“Ya Allah tutupilah aib guruku dariku, dan janganlah kau hilangkan keberkahan ilmuya dari ku.”
Para salaf berkata,
‫لحوم العلماء مسمومة‬
“Daging para ulama itu mengandung racun.”
Guru kami DR. Awad Ar-Ruasti Hafidzohullah menjelaskan tentang makna perkataan ini, “Siapa yang suka
berbicara tentang aib para ulama, maka dia layaknya memakan daging para ulama yang mengandung racun, akan
sakit hatinya, bahkan dapat mematikan hatinya.”
Namun, ini bukan berarti menjadi penghalang untuk berbicara kepada sang guru atas kesalahannya yang tampak,
justru seorang tolabul ‘Ilm harus berbicara kepada gurunya jika ia melihat kesalahan gurunya. Adab dalam
menegur merekapun perlu diperhatikan mulai dari cara yang sopan dan lembut saat menegur dan tidak
menegurnya di depan orang banyak.
5. Meneladani penerapan ilmu dan akhlaknya
Merupakan suatu keharusan seorang penuntut ilmu mengambil ilmu serta akhlak yang baik dari gurunya.
Kamipun mendapati di tempat kami menimba ilmu saat ini, atau pun di tanah air, para guru, ulama, serta ustad
begitu tinggi akhlak mereka, tak lepas wajahnya menebarkan senyum kepada para murid, sabarnya mereka dalam
memahamkan pelajaran, sabar menjawab pertanyaan para tolibul ilm yang tak ada habisnya, jika berpapasan di
jalan malah mereka yang memulai untuk bersalaman, sungguh akhlak yang sangat terpuji dari para penerbar
sunnah.
syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Jika gurumu itu sangat baik akhlaknya, jadikanlah dia qudwah atau contoh
untukmu dalam berakhlak. Namun bila keadaan malah sebaliknya, maka jangan jadikan akhlak buruknya sebagai
contoh untukmu, karena seorang guru dijadikan contoh dalam akhlak yang baik, bukan akhlak buruknya, karena
tujuan seorang penuntut ilmu duduk di majelis seorang guru mengambil ilmunya kemudian akhlaknya.”
6. Sabar dalam membersamainya
Tidak ada satupun manusia di dunia ini kecuali pernah berbuat dosa, sebaik apapun agamanya, sebaik apapun
amalnya nya, sebanyak apapun ilmunya, selembut apapun perangainya, tetap ada kekurangannya. Tetap
bersabarlah bersama mereka dan jangan berpaling darinya.
Allah berfirman :
‫ك َم َع الَّ ِذينَ يَ ْد ُعونَ َربَّهُم بِ ْال َغدَا ِة َو ْال َع ِش ِّي ي ُِري ُدونَ َوجْ هَهُ َوال تَ ْع ُد َع ْينَاكَ َع ْنهُ ْم تُ ِري ُد ِزينَةَ ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َوال تُ ِط ْع َم ْن أَ ْغفَ ْلنَا قَ ْلبَهُ عَن ِذ ْك ِرنَا َواتَّبَ َع‬
َ ‫َواصْ بِرْ نَ ْف َس‬
ً‫ه ََواهُ َو َكانَ أَ ْم ُرهُ فُ ُرطا‬
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari
dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan
perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami,
serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (QS.Al Kahfi:28).
Karena tidak ada yang lebih baik kecuali bersama orang orang yang berilmu dan yang selalu menyeru Allah Azza
wa Jalla.
Al Imam As Syafi Rahimahullah mengatakan,
‫اصبر على مر من الجفا معلم‬
‫فإن رسوب العلم في نفراته‬
“Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru
Sesungguhnya gagalnya mempelajari ilmu karena memusuhinya”
Besar jasa mereka para guru yang telah memberikan ilmunya kepada manusia, yang kerap menahan amarahnya,
yang selalu merasakan perihnya menahan kesabaran, sungguh tak pantas seorang murid ini melupakan kebaikan
gurunya, dan jangan pernah lupa menyisipkan nama mereka di lantunan doamu. Semoga Allah memberikan
rahmat dan kebaikan kepada guru guru kaum Muslimin. Semoga kita dapat menjalankan adab adab yang mulia
ini.

KETELADANAN DARI NABI YUNUS


Nama lengkapnya adalah Nabi Yunus bin Matta dari keturunan Benyamin bin Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim. Yunus
bin Matta diutus oleh Allah untuk berdakwah menghadapi penduduk Ninawa, suatu kaum yang keras kepala,
penyembah berhala, dan suka melakukan kejahatan. Secara berulang kali Yunus memperingatkan mereka, tetapi
mereka tidak mau berubah, apalagi karena Yunus bukan dari kaum mereka. Hanya ada dua orang yang bersedia
menjadi pengikutnya, yaitu Rubil dan Tanuh. Rubil adalah seorang yang alim bijaksana, sedang Tanuh adalah
seorang yang tenang dan sederhana.
Ajaran-ajaran Nabi Yunus itu bagi para penduduk Ninawa merupakan hal yang baru yang belum pernah mereka
dengar sebelumnya. Karenanya mereka tidak dapat menerimanya untuk menggantikan ajaran dan kepercayaan
yang telah iiiwariskan oleh nenek moyang mereka yang sudah menjadi adat kebiasaan mereka turun temunin.
Apalagi pembawa agama itu adalah seorang asing tidak seketurunan dengan mereka.
Mereka berkata kepada Nabi Yunus: "Apakah kata-kata yang engkau ucapkan itu dan kedustaan apakah yang
engkau anjurkan kepada kami tentang agama barumu itu? Inilah tuhan-tuhan kami yang sejati yang kami sembah
dan disembah oleh nenek moyang kami sejak dahulu. Alasan apakah yang membenarkan karni meninggalkan
agama kami yang diwariskan oleh nenek moyang karrii dan menggantikannya dengan agama barumu?„ Engkau
adalah orang asing yang datang pada kami agar kami mengubah keyakinan kami. Apakah kelebihanmu sehingga
mengajari dan menggurui kami. Hentikan perbuatan sia-siamu itu. Penduduk Ninawa tidak akan mengikutimu
karena kami teguh .dengan ajaran moyang kami".
Nabi Yunus berkata: " Aku hanya mengajakmu beriman dan bertauhid sesuai dengan amanah Allah yang wajibku
sampaikan padamu. Aku hanyalah pesuruh Allah yang ditugaskan mengeluarkanmu dari kesesatan dan
menuntunmu di jalan yang lurus. Aku sekali-kali tidak mengharapkan upah atas apa yang kukerjakan ini. Aku tidak
bisa memaksamu mengikutiku. Namun jika kamu tetap bertahan pada akidah moyangmu itu, maka Allah akan
menunjukkan tarida-tanda kebenaran akan risalahku dengan menurunkan adzab yang pedih padamu, seperti
yang terj adi pada kaum-kaum sebelum kamu, yaitu kaum Nuh, Aad; dan Tsamud. Mereka menjawab dengan
menantang: "Kami tetap tidak akan mengikuti kemauanmu dan tidak takut ancamanmu. Tunjukkan ancamanmu
jika kamu termasuk orang yang benar!" Nabi Yunus tidak tahan lagi dengan kaum Ninawa yang keras kepala. Ialu
pergi dengan marah dan jengkel sambil meminta Allah menghukum mereka.
Penduduk Ninawa bertobat
Sepeninggal Nabi Yunus, kaum Ninawa gelisah, karena mendung gelap, binatang peliharaan mereka gelisah,
wajah mereka pucat pasi, dan angin bertiup kencang yang membawa suara bergemuruh. Mereka takut ancaman
Yunus benar-benar terjadi atas mereka Akhirnya mereka sadar bahwa Yunus adalah orang yang benar dari Allah
Swt Mereka kemudian beriman dan menyesali perbuatan mereka terhadap Yunus. Mereka lari tunggang langgang
dari kota mencari Yunus sambil berteriak meminta pengampunan Allah atas dosa mereka. Allah Yang Maha
Pemaaf-pun mengampuni mereka, dan segera seluruh keadaan pulih seperti sediakala. Penduduk Ninawa
kemudian tetap berusaha mencari Yunus agar ia bisa mengaj ari agama dan menuntun mereka ke jalan yang
benar.
Keadaan Yunus setelah pergi dari Ninawa tidak menentu. Ia mengembara tanpa tujuan dengan putus asa dan
merasa berdosa. Akhirnya ia tiba di sebuah pantai, dan melihat sebuah kapal yang akan menyeberangi laut. Ia
menumpang kapal itu, dan ketika telah berlayar tiba-tiba terjadi badai yang hebat. Kapal bergoricang, dan para
penumpang sepakat untuk mengurangi, beban dengan membuang salah seorang di antara mereka ke laut.
Undian pertama jatuh pada Yunus, namun undian diulang karena penumpang merasa Yunus tidak layak dibuang
karena ia orang yang mulia. Tapi pada pengulangan yang kedua, dan ketiga, tetap nama Yunus yang keluar. Yunus
sadar itu adalah kehendak Allah, ia kemudian rela menjatuhkan diri ke laut. Allah kemudian mengirimkan Nun
(paus) untuk menelanYunus. Di dalam perut ikan Nun, Yunus bertobat, meminta ampun dan pertolongan Allah, ia
bertasbih selama 40 hari dengan berkata: illa Anta, Subhanaka, inni kuntu min ad dtilimin (Tiada tuhan melainkan
Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah orang yang telah berbuat zalim)". Allah menjelaskan dalam
surat As-Saffat: 139-148:
"Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul. (Ingatlah) ketika ia lari ke kapal yang penuh muatan,
kemudian ia ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. Maka ia ditelan oleh ikan
besar dalam keadaan tercela. Maka kalau sekiranya ia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat
Allah, niscaya .ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari kebangkitan. Kemudian Kami lemparkan dia ke
daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit. Dan kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis
labu. Dan Kami utus dia kepada seratus orang atau lebih. Lalu mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan
kenikmatan hidup kepada mereka hingga -waktu yang tertentu." (Q.S. As-Saffat: 139-148)
Allah mendengar doa Yunus, dan memerintahkan ikan nun mendamparkan Yunus di sebuah pantai. Allah Yang
Maha Penyayang menumbuhkan pohon labu, agar Yunus yang kurus dan lemah tak berdaya dapat bernaung dan
memakan buahnya. S etelah pulih, ia diperintahkan kembali ke Ninawa, dimana ia kemudian kaget melihat
perubahan penduduk Ninawa yang telah beriman kepada Allah. Yunus kernudian mengaj ari mereka tauhid dan
menyempurnakan iman mereka.

MENELADANI NABI AYYUB


Nabi Ayyub as. adalah putra Ish bin Ishak bin Ibrahim. Nabi Ayyub adalah seorang yang kaya raya. Istrinya banyak,
anaknya banyak, hartanya melimpah ruah dan ternaknya tak terbilang jumlahnya. Ia hidup rnakmur dan
sejahtera. Walau demikian ia tetap tekun beribadah. Segala nikmat dan kesenangan yang di karuniakan
kepadanya tak sampai melupakannya kepada Allah. ia gemar berbuat kebajikan, suka menolong orang yang
menderita terlebih dari golongan fakir miskin.
Para Malaikat di langit terkagum-kagum dan membicarakan ketaatan Ayyub dan keikhlasannya dalam beribadah
kepada Allah. Sementara itu, Iblis yang mendengar pembicaraan itu merasa iri dan ingin menjerumuskan Ayyub
agar menj adi orang yang tidak sabar dan celaka. Pertama Iblis mencoba sendiri menggoda nabi Ayyub agar
tersesat dan tak mau bersyukur kepada Allah. Namun ia gagal, nabi Ayyub tak tergoyahkan.
Iblis kemudian menghadap Allah. Minta izin untuk menggoda Nabi Ayyub : "Wahai Tuhan, sesungguhnya Ayyub
yang senantiasa patuh dan berbakti menyembah-Mu, senantiasa, memuji-Mu, tak lain hanyaiah karena takut
kehilangan kenikmatan yang telah Engkau berikan kepadanya. Semua ibadah tidak ikhlas dan bukan karena cinta
dan taat kepada-Mu. Andaikata ia terkena musibah dan kehilangan harta benda, anak-anak dan istrinya belum
tentu ia akan teat dan tetap ikhlas menyembah-Mu."
Allah berfirman kepada Iblis: "Sesungguhnya Ayyub adalah hambaKu yang sangat taat kepada-Ku, ia seorang mu
'rnin yang sejati. Apa yang ia lakukan untuk mendekatkan diri kepada-Ku adalah semata-mata didorong iman
yang teguh kuat dan taat yang bulat kepada-Ku. Iman dan takwanya takkan tergoyah oleh perubahan keadaan
duniawi. Cintanya kepada-Ku dan kebajikannya tidak akan menurun dan menjadi berkurang walau ditimpa
musibah apapun yang melanda dirinya dan hartanya. la yakin bahwa siapa yang ia miliki adalah pemberian-Ku
yang sewaktu-waktu dapat Aku cabut daripadanya atau menjadikannya berlipat ganda. la bersih dari segala
tuduhan dan prasangkamu. Engkau tidak rela melihat hamba-hamba-Ku anak cucu Adam berada di atas jalan
yang lurus. Untuk menguji keteguhan hati Ayyub dan keyakinannya pada takdirKu. Kuizinkan kau menggoda dan
memalingkannya dariKu. Kerahkanlah pernbantu-pembantumu untuk menggoda Ayyub melalui harta dan
keluarganya. Cerai beraikanlah keluarganya yang rukun damai sejahtera itu. Lihatlah sampai dimana
kemampuanmu untuk menyesatkan hamba-Ku, Ayyub itu."
Demikianlah, Iblis dan para pembantunya kemudian mulai menyerbu keimanan Ayyub. Mula-mula mereka
membinasakan hewan ternak peliharaan Nabi Ayyub. Satu persatu hewan-hewan itu mati bergelimpangan disusul
lumbung-lumbung gandum dan lahan pertanian Nabi Ayyub terbakar dan musnah. Iblis mengira Ayyub akan
berkeluh kesah setelah kehilangan ternak clan lahan pertaniannya itu. Namun Ayyub tetap berbaik sangka kepada
Allah. Segalanya ia serahkan kepada Allah. Harta adalah titipan Allah sewaktu-waktu dapat saja diambil lagi.
Berikutnya Iblis dan pembantu-pembantunya mendatangi putra-putra Nabi Ayyub di gedung yang besar dan
megah. Mereka goyang-goyangkan tiang-tiang gedung sehingga gedung itu kemudian roboh dan anak-anak Nabi
Ayyub mati semua.
Iblis mengira usahanya berhasil menggoyahkan iman nabi Ayyub yang sangat menyayangi putra-putranya itu,
namun mereka kecewa. Nabi Ayyub, tetap berserah diri kepada Allah. Nabi Ayyub bersedih hati dan menangis
tapi jiwa dan hatinya tetap kokoh dalam keyakinan bahwa jika Allah Yang Maha Pemberi menghendaki semua ini
maka tak ada seorang pun mampu menghalangi-Nya. Selanjutnya Iblis menaburkan baksil di. sekujur tubuh Nabi
Ayyub sehingga beliau menderita sakit kulit yang menjijikkan. Keluarga dan tetangganya menjauhinya. Istri-
istrinya banyak yang melarikan diri. Hanya seorang yang setia mendampinginya yaitu Rahmah.
Para tetangga Nabi Ayyub tidak mau ketularan penyakit, sehingga mereka - terutama kaum ibu secara terang-
terangan mengusir Nabi Ayyub dari perkampungan. Mereka pergi ke ujung desa, -dekat pembuangan sampah.
Namun di sana orang-orang yang tidak terima. Mereka tetap mengusir Nabi Ayyub. Maka pergilah Nabi Ayyub dan
Rahmah ke sebuah tempat yang sepi dari manusia. Waktu tujuh tahun dalam penderitaan terus-menerus
memang merupakan ujian berat bagi Ayyub dan Rahmah. Namun Nabi Ayyub bisa bersabar dan tetap berzikir
menyebut Asma Allah.
Untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Rahmah terpaksa bekerja pada pabrik roti. Pagi berangkat
sorenya kembali ke rumah pengasingan. Namun lama-lama majikannya mengetahui jika Rahmah adalah istri nabi
Ayyub yang berpenyakitan. Mereka khawatir Rahmah membawa baksil yang dapat menular melalui roti, maka
Rahmah diberhentikan dari pekerjaannya. Rahmah yang setia ini masih memikirkan suaminya. la meininta
majikannya agar memberinya hutang roti. Majikannya menolak. Majikannya hanya mau memberi roti jika
Rahmah rela memotong gelung rambutnya yang panjang, padahal gelung rambut itu sangat disukai suaminya.
Rahmah akhirnya setuju. Namun sesampainya di rumah, nabi Ayyub menyangkaistrinya telah menyeleweng,
padahal tidak. Pada suatu hari, mungkin karena tidak tahan dalam penderitaan atau karena apa, Rahmah pamit
meninggalkan suaminya. la akan bekerja untuk menghidupi suaminya. Nabi Ayyub melarangnya, namun Rahmah
tetap pergi sembari berkeluh kesah. `Kiranya kau telah terkena bujukan setan, sehingga berkeluh kesah atas
takdir Allah. "kata Ayyub kepada istrinya. "Awas kelak jika aku sudah sembuh kau akan kupukul seratus kali. Mulai
saat ini tinggalkanlah aku seorang diri, aku tak membutuhkan pertolonganmu sampai Allah menentukan takdir-
Nya.
Setelah ditinggal Rahmah, satu-satunya orang yang masih menyayangi dan merawatnya kini nabi Ayyub hidup
seorang diri. Di dalam kamarnya ia bermunajat kepada Allah "Ya Allah, aku telah diganggu oleh setan dengan
kepayahan dan kesusahan serta siksaan Dan Engkau wahai Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang".
Allah menerima do'a Nabi Ayyub yang telah mencapai puncak kesabaran dan keteguhan iman dalam menghadapi
cobaan, Berfirman Allah kepada nabi Ayyub : "Hantamkanlah kakimu ke tanah. Dari situ air akan-memancar dan
dengan air itu kau akan sembuh dari semua penyakitmu. Kesehatan dan kekuatanmu akan pulih kembali jika kau
pergunakan untuk minum dan mandi."
Demikianlah, setelah nabi Ayyub minum dan mandi air yang memancar dari bawah kakinya, maka ia sembuh
seperti sediakala. Sementara itu Rahmah yang telah pergi meninggalkan nabi Ayyub lama-lama merasa kasihan
dan tak tega membiarkan nabi Ayyub seorang diri. la datang menjenguk, namun ia tak mengenali suaminya lagi.
Karena nabi Ayyti. b sudah sembuh dan keadaannya jauh lebih baik daripada sebelumnya. Lebih sehat dan lebih
tarnpan. Nabi Ayyub gembira melihat istrinya kembali, namun ia ingat sumpahnya yaitu ingin memukul istrinya
seratus kali. la harus melaksanakan sumpah itu Kini ia bimbang, istrinya sudah turut menderita sewaktu bersama-
sama dengannya selama tujnh tahun ini; .akankah ia memukulnya seratus kali. Dalam kebimbangan datanglah
wahyu Allah yang memberikan jalan keluar. Firman Allah : "Hai Ayyub, ambillah lidi seratus buah dan pukullah
istrimu itu sekali saja, dengan demikian tertebuslah sumpahmu."
Ya, dengan lidi seratus, dipukulkan pelan sekali, maka sumpahnya sudah terlaksana. Berkat kesabaran dan
keteguhan imannya nabi Ayyub dikaruniai lagi harta benda yang melimpah ruah. Dari Rahmah ia mendapat anak
bernama Basyar, di kemudian hari ia mendapat julukan Dzulkifli artinya : Yang punya kesanggupan. Dzulkifli
akhirnya juga menjadi Nabi dan Rasul Allah Swt.
Makalah

Akidah Akhlak

Tentang:

Adab Terhadap Orang Tua dan Guru


Dan
Keteladanan Dari Nabi Yunus & Nabi Ayyub

Disusun Oleh:

Indah Kesuma Nur’aina

Indah Lestari

Kelas : VIII

Guru Pembimbing : Ibu Dewi Purnama Sari, S.Pd.I

MTS Hubbul Wathan Simpang Benar


Kelurahan Cempedak Rahuk
Kecamatan Tanah Putih
Kabupaten Rokan Hilir
Tahun Pelajaran 2019 / 2020

Anda mungkin juga menyukai