Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Berbakti Kepada Kedua Orang Tua

Berbakti kepada keduanya merupakan perintah utama ajaran Islam. Allah Ta’ala
sampai mengulang-ulang perintah ini di dalam Al-Qur’an setelah perintah mentauhidkan-
Nya:

ِ ‫ار ِذي ْالقُ رْ بَى َو ْال َج‬


‫ار‬ ِ ‫وا بِ ِه َشيْئا ً َوبِ ْال َوالِ َد ْي ِن ِإحْ َسانا ً َوبِ ِذي ْالقُ رْ بَى َو ْاليَتَ ا َمى َو ْال َم َس ا ِكي ِن َو ْال َج‬
ْ ‫ُوا هّللا َ َوالَ تُ ْش ِر ُك‬
ْ ‫َوا ْعبُد‬
ً‫ت َأ ْي َمانُ ُك ْم ِإ َّن هّللا َ الَ ي ُِحبُّ َمن َكانَ ُم ْختَاالً فَ ُخورا‬
ْ ‫ب َواب ِْن ال َّسبِي ِل َو َما َملَ َك‬
ِ ‫ب بِال َجن‬
ِ ‫َّاح‬
ِ ‫ب َوالص‬ ِ ُ‫ال ُجن‬ ْ

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.


Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapakmu.” (An-Nisa [4]: 36).

Pada ayat yang lain juga Allah Ta’alategaskan. “Dan Tuhanmu telah memerintahkan
supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya” (Al-Isra` [17]: 23).

Dari dua ayat di atas, kita dapat pahami bahwa birrul walidain (berbakti kepada ibu
dan bapak) adalah perkara utama wajib hukumnya bagi seorang anak untuk berbakti kepada
orang tuanya. Berbakti kepada kedua orangtua bisa diwujudkan dengan cara senantiasa
mengasihi, menyayangi, mendoakan, taat dan patuh, melakukan hal-hal yang
membahagiakan hati serta menjauhi hal-hal yang tidak disukai oleh mereka. Inilah yang
dimaksud dengan birrul walidain.1

Karena berbakti kepada ibu dan bapak adalah perintah utama, maka hukumnya jelas,
berbaktinya seorang anak kepada Orangtuanya adalah hak yang Allah berikan kepada ibu dan
bapaknya. Jadi, manakala ada seorang anak yang tidak berbakti kepada ibu bapaknya, maka
baginya adalah dosa besar, meskipun alasan tidak berbaktinya itu karena dalam rangka taat
kepada Allah Ta’ala.

Suatu ketika datang seseorang lalu berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, saya
ingin ikut berjihad, tapi saya tidak mampu!” Rasulullah bertanya, “Apakah orangtuamu
masih hidup?” Orang itu menjawab,“Ibu saya masih hidup.”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallammenjelaskan: “Temuilah Allah dengan


berbakti kepada kedua orangtuamu (birrul walidain). Jika engkau melakukannya, samalah
dengan engkau berhaji, berumrah dan berjihad.” (HR. Thabrani).

Dalam hadits lain disebutkan, “Bersimpuhlah kau di kakinya (orangtuamu), di sana


terdapat surge

2
B. Pentingnya Berbakti Kepada Orangtua

 Ada setumpuk bukti, bahwa berbakti kepada kedua orang tua –dalam wacana Islam-
adalah persoalan utama, dalm jejeran hukum-hukum yang terkait dengan berbuat baik terhadap
sesama manusia. Allah sudah cukup menegaskan wacana ‘berbakti’ itu, dalam banyak firman-
Nya, demikian juga Rasulullah dalam banyak sabdanya, dengan memberikan ‘bingkai-bingkai’
khusus, agar dapat diperhatikan secara lebih saksama. Di antara tumpukan bukti tersebut adalah
sebagai berikut:

1. Allah menggandengkan’ antara perintah untuk beribadah kepada-Nya, dengan perintah


berbuat baik kepada orang tua:

“Allah telah menetapkan agar kalian tidak beribadah melainkan kepada-Nya; dan hendaklah
kalian berbakti kepada kedua orang tua.” (Al-Israa : 23)

2.  Allah memerintahkan setiap muslim untuk berbuat baik kepada orang tuanya, meskipun
mereka kafir

“Kalau mereka berupaya mengajakmu berbuat kemusyrikan yang jelas-jelas tidak ada
pengetahuanmu tentang hal itu, jangan turuti; namun perlakukanlah keduanya secara baik di
dunia ini.” (Luqmaan : 15)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Ayat di atas menunjukkan diharuskannya memelihara
hubungan baik dengan orang tua, meskipun dia kafir. Yakni dengan memberikan apa yang
mereka butuhkan. Bila mereka tidak membutuhkan harta, bisa dengan cara mengajak
mereka masuk Islam..”

3. Berbakti kepada kedua orang tua adalah jihad.

Abdullah bin Amru bin Ash meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki meminta ijin berjihad
kepada Rasulullah, Beliau bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Lelaki itu
menjawab, “Masih.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, berjihadlah dengan berbuat baik
terhadap keduanya.” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)

4. Taat kepada orang tua adalah salah satu penyebab masuk Surga.

Rasulullah bersabda, “Sungguh kasihan, sungguh kasihan, sungguh kasihan.” Salah seorang
sahabat bertanya, “Siapa yang kasihan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang
sempat berjumpa dengan orang tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di antara
keduanya, saat umur mereka sudah menua, namun tidak bisa membuatnya masuk Surga.”
(Riwayat Muslim)
Beliau juga pernah bersabda:
“Orang tua adalah ‘pintu pertengahan’ menuju Surga. Bila engkau mau, silakan engkau
pelihara. Bila tidak mau, silakan untuk tidak memperdulikannya.” (Diriwayatkan oleh At-

2
Tirmidzi, dan beliau berkomentar, “Hadits ini shahih.” Riwayat ini juga dinyatakan shahih,
oleh Al-Albani.) Menurut para ulama, arti ‘pintu pertengahan’, yakni pintu terbaik.

5. Keridhaan Allah, berada di balik keridhaan orang tua.

“Keridhaan Allah bergantung pada keridhaan kedua orang tua. Kemurkaan Allah,


bergantung pada kemurkaan kedua orang tua.”

6. Berbakti kepada kedua orang tua membantu meraih pengampunan dosa.

Ada seorang lelaki datang menemui Rasulullah sambil mengadu, “Wahai Rasulullah! Aku
telah melakukan sebuah perbuatan dosa.” Beliau bertanya, “Engkau masih mempunyai
seorang ibu?” Lelaki itu menjawab, “Tidak.” “Bibi?” Tanya Rasulullah lagi. “Masih.”
Jawabnya. Rasulullah bersabda, “Kalau begitu, berbuat baiklah kepadanya.”
Dalam pengertian yang ‘lebih kuat’, riwayat ini menunjukkan bahwa berbuat baik kepada
kedua orang tua, terutama kepada ibu, dapat membantu proses taubat dan pengampunan
dosa. Mengingat, bakti kepada orang tua adalah amal ibadah yang paling utama.

Perlu ditegaskan kembali, bahwa birrul waalidain (berbakti kepada kedua orang tua), lebih
dari sekadar berbuat ihsan (baik) kepada keduanya. Namun birrul walidain memiliki nilai-nilai
tambah yang semakin ‘melejitkan’ makna kebaikan tersebut, sehingga menjadi sebuah ‘bakti’.
Dan sekali lagi, bakti itu sendiripun bukanlah balasan yang setara untuk dapat mengimbangi
kebaikan orang tua. Namun setidaknya, sudah dapat menggolongkan pelakunya sebagai orang
yang bersyukur.

Imam An-Nawaawi menjelaskan, “Arti birrul waalidain yaitu berbuat baik terhadap kedua
orang tua, bersikap baik kepada keduanya, melakukan berbagai hal yang dapat membuat mereka
bergembira, serta berbuat baik kepada teman-teman mereka.”

Al-Imam Adz-Dzahabi menjelaskan bahwa birrul waalidain atau bakti kepada orang tua,
hanya dapat direalisasikan dengan memenuhi tiga bentuk kewajiban:

Pertama: Menaati segala perintah orang tua, kecuali dalam maksiat.

Kedua: Menjaga amanah harta yang dititipkan orang tua, atau diberikan oleh orang tua.

Ketiga: Membantu atau menolong orang tua, bila mereka membutuhkan.

‫سانًا ِإ َّما يَ ْبلُ َغنَّ ِع ْندَكَ ا ْل ِكبَ َر َأ َح ُد ُه َما َأ ْو ِكاَل ُه َم ا فَاَل تَقُ ْل لَ ُه َم ا ُأفٍّ َواَل تَ ْن َه ْر ُه َم ا َوقُ ْل‬ َ ‫ضى َربُّ َك َأاَّل تَ ْعبُدُوا ِإاَّل ِإيَّاهُ َوبِا ْل َوالِ َد ْي ِن ِإ ْح‬
َ َ‫َوق‬
)24( ‫ص ِغي ًرا‬ َ ‫ار َح ْم ُه َما َك َما َربَّيَانِي‬ ْ ‫الذ ِّل ِمنَ ال َّر ْح َم ِة َوقُ ْل َر ِّب‬ ُّ ‫اح‬ َ َ‫ض لَ ُه َما َجن‬ ْ ِ‫اخف‬ ْ ‫) َو‬23( ‫لَ ُه َما قَ ْواًل َك ِري ًما‬

2
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-
kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah
dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (DQ.
Al-Isra: 23-24)

Ini adalah perintah untuk mengesakan Sesembahan, setelah sebelumnya disampaikan


larangan syirik. Ini adalah perintah yang diungkapkan dengan kata qadha yang artinya
menakdirkan. Jadi, ini adalah perintah pasti, sepasti qadha Allah. Kata qadha memberi kesan
penegasan terhadap perintah, selain makna pembatasan yang ditunjukkan oleh kalimat larangan
yang disusul dengan pengecualian: “Supaya kamu jangan menyembah selain Dia…” Dari
suasana ungkapan ini tampak jelas naungan penegasan dan pemantapan.

Jadi, setelah fondasi diletakkan dan dasar-dasar didirikan, maka disusul kemudian dengan
tugas-tugas individu dan sosial. Tugas-tugas tersebut memperoleh sokongan dari keyakinan di
dalam hati tentang Allah yang Maha Esa. Ia menyatukan antara motivasi dan tujuan dari tugas
dan perbuatan.

Perekat pertama sesudah perekat akidah adalah perekat keluarga. Dari sini, konteks ayat
mengaitkan birrul walidain (bakti kepada kedua orangtua) dengan ibadah Allah, sebagai
pernyataan terhadap nilai bakti tersebut di sisi Allah:

Setelah mempelajari iman dan kaitannya dengan etika-etika sosial yang darinya
lahir takaful ijtima’I (kerjasama dalam bermasyarakat), saat ini kita akan memasuki ruang yang
paling spesifik dalam lingkaran interaksi sosial, yaitu Birrul walidain (bakti kepada orang tua). 

“Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.”
Dengan ungkapan-ungkapan yang lembut dan gambaran-gambaran yang inspiratif inilah Al-
Qur’an Al-Karim menggugah emosi kebajikan dan kasih sayang di dahati anak-anak.

Hal itu karena kehidupan itu terdorong di jalannya oleh orang-orang yang masih hidup;
mengarahkan perhatian mereka yang kuat ke arah depan. Yaitu kepada keluarga, kepada generasi
baru, generasi masa depan. Jarang sekali kehidupan mengarahkan perhatian mereka ke arah
belakang..ke arah orang tua..ke arah kehidupan masa silam..kepada generasi yang telah pergi!
Dari sini, anak-anak perlu digugah emosinya dengan kuat agar mereka menoleh ke belakang, ke
arah ayah dan ibu mereka.

Sebelum masuk ke inti pembahasan, ada catatan penting yang harus menjadi perhatian
bersama dalam pembahasan birrul walidain; ialah Islam tidak hanya menyeru sang anak untuk
melaksanakan birrul walidain, namun Islam juga menyeru kepada para walidain (orang tua)
untuk mendidik anaknya dengan baik, terkhusus dalam ketaan kepada Allah dan Rasulul-Nya.
Karena hal itu adalah modal dasar bagi seorang anak untuk akhirnya menjadi anak sholih yang
berbakti kepada kedua orangtuanya. Dengan demikian, akan terjalin kerjasama dalam menjalani

2
hubungan keluarga sebagaimana dalam bermasyarakat.
Gaya bahasa yang digunakan al-Quran dalam memerintahkan sikap bakti kepada orang tua ialah
datang serangkai dengan perintah tauhid atau ke-imanan, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan
supaya kamu jangan menyembah selain Dia“ . Dalam artian setelah manusia telah mengikrakan
ke-imanannya kepada Allah, maka manusia memiliki tanggungjawab kedua, yaitu “Dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya”.
Jika kita bertanya, mengapa perintah birrul walidain begitu urgen sehingga ia datang setelah
proses penghambaan kepada Allah?? Al-Quran Kembali menjawab

َ َ‫صالُهُ ثَاَل ثُون‬


‫ش ْه ًرا‬ َ ‫َح َملَ ْتهُ ُأ ُّمهُ ُك ْرهًا َو َو‬
َ ِ‫ض َع ْتهُ ُك ْرهًا َو َح ْملُهُ َوف‬

“Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah
(pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan”(Al-Ahqaf: 15) 

Ketika orangtua berumur muda, kekuatan fisik masih mengiringinya, sehingga ia


bertanggungjawab untuk mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Namuun saat mereka
berumur tua renta, dan anaknya sudah tumbuh dewasa berbaliklah roda tanggungjawab itu. 
Para pembantu mungkin mampu merawatnya, menunjukkan sesuatu yang tidak lagi bisa
dilihatnya, mengambilkan sesuatu yang tidak lagi bisa diambilnya dan mengiringnya dari suatu
temnpat ke tempat lain. Namun ada satu hal yang tidak pernah bisa diberikan oleh pembantu,
ialah cinta dan kasih sayang. Hanya dari sang buah hatilah rasa cinta dan kasih sayang dapat
diraihnya. 

Kedua orang tua secara fitrah akan terdorong untuk mengayomi anak-anaknya;
mengorbankan segala hal, termasuk diri sendiri. Seperti halnya tunas hijau menghisap setiap
nutrisi dalam benih hingga hancur luluh; seperti anak burung yang menghisap setiap nutrisi yang
ada dalam telor hingga tinggal cangkangnya, demikian pula anak-anak menghisap seluruh
potensi, kesehatan, tenaga dan perhatian dari kedua orang tua, hingga ia menjadi orang tua yang
lemah jika memang diberi usia yang panjang. Meski demikian, keduanya tetap merasa bahagia!

Adapun anak-anak, secepatnya mereka melupakan ini semua, dan terdorong oleh peran
mereka ke arah depan. Kepada istri dan keluarga. Demikianlah kehidupan itu terdorong. Dari
sini, orang tua tidak butuh nasihat untuk berbuat baik kepada anak-anak. Yang perlu digugah
emosinya dengan kuat adalah anak-anak, agar mereka mengingat kewajiban terhadap generasi
yang telah menghabiskan seluruh madunya hingga kering kerontang!
Dari sinilah muncul perintah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua dalam bentuk qadha
dari Allah yang mengandung arti perintah yang tegas, setelah perintah yang tegas untuk
menyembah Allah.

Usia lanjut itu memiliki kesan tersendiri. Kondisi lemah di usia lanjut juga memiliki
insprasinya sendiri. Kata‫عن دك‬yang artinya “di sisimu” menggambarkan makna mencari
perlindungan dan pengayoman dalam kondisi lanjut usia dan lemah. “Maka sekali-kali janganlah
kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’, dan janganlah kamu membentak mereka…”
Ini adalah tingkatan pertama di antara tingkatan-tingkatan pengayoman dan adab, yaitu seorang
anak tidak boleh mengucapkan kata-kata yang menunjukkan kekesahan dan kejengkelan, serta
kata-kata yang mengesankan penghinaan dan etika yang tidak baik. “Dan ucapkanlah kepada

2
mereka perkataan yang mulia.” Ini adalah tingkatan yang paling tinggi, yaitu berbicara kepada
orang tua dengan hormat dan memuliakan.

ُّ ‫اح‬
‫الذ ِّل ِمنَ ال َّر ْح َم ِة‬ َ َ‫ض لَ ُه َما َجن‬ ْ ‫َو‬
ْ ِ‫اخف‬

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan…” Di sini
ungkapan melembut dan melunak, hingga sampai ke makhluk hati yang paling dalam. Itulah
kasih sayang yang sangat lembut, sehingga seolah-olah ia adalah sikap merendah, tidak
mengangkat pandangan dan tidak menolak perintah. Dan seolah-olah sikap merendah itu punya
sayap yang dikuncupkannya sebagai tanda kedamaian dan kepasrahan .Itulah ingatan yang sarat
kasih sayang. Ingatan akan masa kecil yang lemah, dipelihara oleh kedua orang tua. Dan
keduanya hari ini sama seperti kita di masa kanak-kanak; lemah dan membutuhkan penjagaan
dan kasih sayang. Itulah tawajuh kepada Allah agar Dia merahmati keduanya, karena rahmat
Allah itu lebih luas dan penjagaan Allah lebih menyeluruh. Allah lebih mampu untuk membalas
keduanya atas darah dan hati yang mereka korbankan. Sesuat yang tidak bisa dibalas oleh anak-
anak.

Belaian anak saat orang tua telah berumur lanjut ialah kenikmatan yang tak terhingga.
Wajarlah kiranya al-Quran memberikan pengkhususan dalam birrul walidain ini saat kondisi
mereka tua renta, yaitu:

1. Jangan mengatakan kata uffin (ah)

2. Jangan membentak

3. Ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.

4. Rendahkanlah dirimu terhadap mereka dengan penuh kesayangan

5.Dan do’akanlah mereka.

Kata uffin dalam bahsa Arab berati ar-rafdu (menolak). Jadi janganlah kita mengatakan


kata-kata yang mengandung makna menolak, terkhusus dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Karena pada umur lanjut inilah kebutuhan mereka memuncak, hampir pada setiap hitungan jam
mereka membutuhkan kehadiran kita disisinya.

 
Sedimikian pentingnya perintah birrul walidain ini, sehingga keridhoan mereka dapat
menghantarkan sang anak kedalam surga-Nya. Rasulullah saw bersabda 

“Barang siapa yang menajalani pagi harinya dalam keridhoan orang tuanya, maka baginya
dibukakan dua pintu menuju syurga. Barang siapa yang menjalani sore keridhoan orang tuanya,
maka baginya dibukakan dua pintu menuju syurga. Dan barang siapa menjalani pagi harinya
dalam kemurkaan orangtuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju neraka. Dan barang
siapa menjalani sore harinya dalam kemurkaan orangtuanya, maka baginya dibukakan dua
pintu menuju neraka ”.(HR. Darul Qutni dan Baihaqi)

2
Dengan demikian merugilah para anak yang hidup bersama orang tuanya di saat tua renta
namun ia tidak bisa meraih surga, karena tidak bisa berbakti kepada keduanya.
Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallammengatakan tentang ihwal mereka

ْ‫ قِي َل َمن‬.» ُ‫ « َر ِغ َم َأ ْنفُهُ ثُ َّم َر ِغ َم َأ ْنفُهُ ثُ َّم َر ِغ َم َأ ْنفُه‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ُ ‫س َه ْي ٍل عَنْ َأبِي ِه عَنْ َأبِى ُه َر ْي َرةَ قَا َل قَا َل َر‬ُ ْ‫عَن‬
َ َّ ْ ُ َ ُ َ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ْ ْ ‫َأ‬ َ ‫هَّللا‬
.» ‫ل ْم يَدْخاِل ل َجنة‬ ‫سو َل ِ قا َل « َمنْ ْد َر َك َوالِ َد ْي ِه ِعن َد ال ِكبَ ِر َح َد ُه َما ْو ِكل ْي ِه َما ث َّم‬ ُ ‫يَا َر‬

“Dari Suhaili, dari ayahnya dan dari Abu Hurairah. Rosulullah SAWbersabda : ”Merugilah ia
(sampai 3 kali). Para Shahabat bertanya : ”siapa ya Rosulullah?
Rosulullah SAWbersabda :“Merugilah seseorang yang hidup bersama kedua orang tuanya atau
salah satunya di saat mereka tua renta, namun ia tidak masuk surga” (HR. Muslim).

Terkait cara berbakti kepada orang tua, memulai dengan perkataan yang baik. Kemudian
diiringi denganmeringankan apa-apa yang menjadi bebannya. Dan bakti yang tertinggi yang tak
pernah dibatasi oleh tempat dan waktu ialah doa. Do’a adalah bentuk bakti anak kepada orang
tua seumur hidup-nya. Do’alah satu-satunya cara yang diajarkan Rasulullah Sallallahu ’Alaihi
Wa Sallambagi anak-anak yang pernah menyakiti orangtuanya namun mereka meninggal
sebelum ia memohon maaf kepadanya.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi, Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa


Sallambersabda : “Bahwasanya akan ada seorang hamba pada hari kiamat nanti yang diangkat
derajatnya, kemudian ia berkata “Wahai tuhanku dari mana aku mendapatkan (derajat yang
tinggi) ini??. Maka dikatakanlah kepadanya “Ini adalah dari istighfar (doa ampunan) anakamu
untukmu” (HR.Baihaqi)

Adapun doa yang diajarkan, ialah sebagaimana termaktub dalam al-Quran :

ْ ‫َوقُ ْل َر ِّب‬
َ ‫ار َح ْم ُه َما َك َما َربَّيَانِي‬
‫ص ِغي ًر‬

"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku
waktu kecil” (Al-Isra’: 24).

Itulah ingatan yang sarat kasih sayang. Ingatan akan masa kecil yang lemah, dipelihara
oleh kedua orang tua. Dan keduanya hari ini sama seperti kita di masa kanak-kanak; lemah dan
membutuhkan penjagaan dan kasih sayang. Itulah tawajuh kepada Allah agar Dia merahmati
keduanya, karena rahmat Allah itu lebih luas dan penjagaan Allah lebih menyeluruh.
Allah SWTlebih mampu untuk membalas keduanya atas darah dan hati yang mereka korbankan.
Sesuat yang tidak bisa dibalas oleh anak-anak.

Al Hafizh Abu Bakar Al Bazzar meriwayatkan dengan sanadnya dari Buraidah dari
ayahnya:

“Seorang laki-laki sedang thawaf sambil menggendong ibunya. Ia membawa ibunya thawaf.
Lalu ia bertanya kepada NabiSallallahu ’Alaihi Wa Sallam, “Apakah aku telah menunaikan
haknya?” Nabi Sallallahu ’Alaihi Wa Sallammenjawab, “Tidak, meskipun untuk satu tarikan
nafas kesakitan saat melahirkan.”

2
 

 Dalam ayat lain Al-Quran mengajar doa yang begitu indah, ialah doa yang mencakup
bagi kita, orang tua dan keturunan kita :

ْ ‫ض اهُ َوَأ‬
َ‫ص لِ ْح لِي فِي ُذ ِّريَّتِي ِإنِّي تُبْتُ ِإلَ ْي ك‬ َ ‫ي َوَأنْ َأ ْع َم َل‬
َ ‫ص الِ ًحا ت َْر‬ َّ ‫ش ُك َر نِ ْع َمتَ كَ الَّتِي َأ ْن َع ْمتَ َعلَ َّي َو َعلَى َوالِ َد‬
ْ ‫َر ِّب َأ ْو ِز ْعنِي َأنْ َأ‬
َ‫سلِ ِمين‬ْ ‫َوِإنِّي ِمنَ ا ْل ُم‬

"Ya Allah.., tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan
kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau
ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
berserah diri." (Al-Ahqaf : 15). 

Selain berbakti kepada kedua orang tua yang masih hidup seperti yang di jelaskan di atas
ada juga cara atau perilaku menghormati orangtua yang telah mati diantaranya adalah

1. Memintakan ampun bagi keduanya sesudah meninggal, yaitu apabila meninggal dalam
keadaan Islam. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman menceritakan tentang Nabi Ibrahim
‘alaihissalam :

ُ‫ي َولِ ْل ُمْؤ ِمنِينَ يَوْ َم يَقُو ُم ْال ِح َساب‬


َّ ‫َربَّنَا ا ْغفِرْ لِي َولِ َوالِ َد‬
"Ya Rabb kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan semua orang-orang Mukmin
pada hari terjadinya hisab (kiamat)." (Ibrahim: 41).
Juga Firman Allah Subhanahu Wata’ala tentang Nabi Nuh ‘alaihissalam :

‫ت َوالَت َِز ِد الظَّالِ ِمينَ ِإالَّ تَبَارًا‬


ِ ‫ي َولِ َمن َدخَ َل بَ ْيتِ َي ُمْؤ ِمنًا َولِ ْل ُمْؤ ِمنِينَ َو ْال ُمْؤ ِمنَا‬
َّ ‫رَّبِّ ا ْغفِرْ لِي َولِ َوالِ َد‬

"Ya Rabbku, ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman
dan semua orang beriman laki-laki dan perempuan, dan janganlah Engkau tambahkan bagi
orang-orang yang zhalim itu selain kebinasaan." (Nuh: 28)

2. Melunasi hutangnya dan melaksanakan wasiatnya, selama tidak bertentangan dengan


syari'at. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam membenarkan ucapan seorang wanita yang
berpendapat bahwa hutang ibunya wajib dilunasi, dan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam
menambahkan bahwa hutang kepada Allah Subhanahu Wata’ala berupa puasa nadzar, lebih
berhak untuk dilunasi.
3. Menyambung tali kekerabatan mereka berdua, seperti paman dan bibi dari kedua belah
pihak, kakek dan nenek dari kedua belah pihak. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda :
"Sesungguhnya sebaik-baik hubungan silaturahim adalah hubungan silaturahim seorang
anak dengan teman dekat bapaknya." (HR. Muslim).
4. Memuliakan teman-teman mereka berdua. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam
memuliakan teman-teman istrinya tercinta Khadijah radhiallahu ‘anha, maka kita muliakan
pula teman-teman istri kita. Dan teman-teman orang tua kita lebih berhak kita muliakan,
karena di dalamnya ada penghormatan kepada orang tua kita.

2
2

Anda mungkin juga menyukai