Anda di halaman 1dari 14

Nama : Salsabila

Kelas : XI MIPA-1
No : 31/8161

BAB 8 MENGHORMATI DAN MENYAYANGI ORANG TUA DAN GURU

1. Pentingnya Hormat dan Patuh kepada Orang Tua


A. Makna Orang tua Bagi Anak
Orang tua adalah ayah dan/atau ibu seorang anak, baik melalui hubungan biologis
maupun sosial. Umumnya, orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam
membesarkan anak, dan panggilan ibu/ayah dapat diberikan untuk perempuan/pria
yang bukan orang tua kandung (biologis) dari seseorang yang mengisi peranan ini.

Sekiranya itulah pengertian yang wikipedia beri berdasarkan kata kunci search
“makna orangtua bagi anak”. Tapi tidak hanya itu, Tanpa orangtua mungkin kita
bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Meskipun kadang-kadang terjadi sedikit
perbedaan antara kita dan orangtua, namun hal itu sangat wajar karena manusia itu
pada dasarnya tidak ada yang benar-benar cocok. Senakal apapun kita sebagai
anaknya, sesungguhnya orangtua tidak akan membenci kita sampai kapanpun.
Kasih sayang orangtua tidaklah terbatas. Dan saya percaya itu.

Orang tua merupakan orang yang paling berjasa dalam hidup kita. Bagaimana cara
membalas kebaikan orang tua? Salah satu cara membalas kebaikan orang tua yaitu
bersikap patuh kepada orang tua. Selain kepada orang tua, kita harus bersikap patuh
kepada guru dan sesama anggota keluarga.

Hormat berarti menghargai, takzim dan khidmat kepada orang lain, baik orang tua,
guru sesama anggota keluarga. Dalam hubungan dengan orang tua, perilaku hormat
ditujukan dengan berbakti kepada orang tua. Berbakti merupakan kewajiban anak
kepada orang tua. Berbakti Kepada orang tua merupakan salah satu amal saleh
yang mulia

Setelah semua hal itu, apa patut bagi kita untuk tidak menghormati orangtua?
Setelah semua pengorbanan mereka satu satunya yang bisa adalah dengan taat dan
berbakti serta mendoakan orangtua tidak kurang, tidak lebih.

B. Kewajiban Berbakti kepada kedua Orang Tua


Birrul walidain atau berbakti kepada orang tua adalah hal yang diperintahkan dalam
agama. Oleh karena itu bagi seorang muslim, berbuat baik dan berbakti kepada
orang tua bukan sekedar memenuhi tuntunan norma susila dan norma kesopanan,
namun juga memenuhi norma agama, atau dengan kata lain dalam rangka menaati
perintah AllahTa’ala dan RasulNya

Adapun beberapa dalil tentang berbakti kepada orangtua :

- QS. Al – Isra’ Ayat 23 dan 24

‫ ُد ُه َما أَ ْو‬C‫ك ْال ِك َب َرأَ َح‬ ِ ‫دَ ي‬CCِ‫ ُدو ْا إِالَّ إِيَّاهُ َو ِب ْال َوال‬C‫ك أَالَّ َتعْ ُب‬
َ ‫ َد‬C‫ا ًنا إِمَّا َي ْبلُ َغنَّ عِ ن‬C‫ْن إِحْ َس‬ َ ‫َو َق‬
َ ‫ى َر ُّب‬C‫ض‬
‫ِكالَ ُه َما َفالَ َتقُل لَّ ُه َما أُفٍّ َوالَ َت ْن َهرْ ُه َما َوقُل لَّ ُه َما َق ْوالً َك ِريمًا‬

Artinya:

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sakali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkatan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang mulia." (Q.S. Al Isra' : 23)

ُّ ‫اح‬
‫ َك َما َر َّب َيانِي‬C‫الذ ِّل م َِن الرَّ حْ َم ِة َوقُل رَّ بِّ ارْ َحمْ ُه َما‬ ْ ‫َو‬
َ ‫اخفِضْ لَ ُه َما َج َن‬

‫ص ِغيرً ا‬
َ

Artinya :

"Dan rendahkan;ah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah : "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil." (Q.S. Al Isra' : 24)

- QS. Al-Ahqaf :15

َ C‫الُ ُه َثاَل ُث‬C‫ِص‬


‫هْرً ا‬C‫ون َش‬C َ ‫ان ِب َوالِ َد ْي ِه إِحْ َسا ًنا َح َملَ ْت ُه أ ُ ُّم ُه ُكرْ هًا َو َو‬
َ ‫ ُه َوف‬Cُ‫ا َو َحمْ ل‬CC‫ض َع ْت ُه ُكرْ ًه‬ َ ‫ اإْل ِ ْن َس‬C‫ص ْي َنا‬
َّ ‫و ََو‬
َ ‫ك الَّتِي أَ ْن َع ْم‬C
‫ت َعلَيَّ َو َعلَى‬ َ C‫ ُك َر نِعْ َم َت‬C‫ا َل َربِّ أَ ْو ِزعْ نِي أَنْ أَ ْش‬CC‫ َن ًة َق‬C‫ِين َس‬ َ ‫غ أَرْ َبع‬C ُ َ‫َح َّتى إِ َذا َبلَ َغ أ‬
َ Cَ‫ش َّدهُ َو َبل‬
َ ‫لِم‬CC‫ك َوإِ ِّني م َِن ْالم ُْس‬CCْ
‫ِين‬ َ ‫ْت إِلَي‬ ْ َ‫اهُ َوأ‬CC‫ض‬
ُ ‫ إِ ِّني ُتب‬C‫لِحْ لِي فِي ُذرِّ َّي ِتي‬CC‫ص‬ َ ‫ َل‬CC‫دَيَّ َوأَنْ أَعْ َم‬CCِ‫َوال‬
َ ْ‫الِحً ا َتر‬CC‫ص‬
)15 : ‫(األحقاف‬

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibu bapaknya,
ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah
payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,
sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia
berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah
Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat
amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi
kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan
Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri”.

Pentingnya seorang anak untuk meminta doa restu dari kedua orang tuanya pada
setiap keinginan dan kegiatannya karena restu Allah Swt. disebabkan restu orang
tua. Orang yang berbakti kepada orang tua doanya akan lebih mudahdikabulkan oleh
Allah SWT.Apalagi seorang anak mau melakukan atau menginginkan sesuatu.
Seperti,mencari ilmu, mendapatkan pekerjaan, dan lain sebagainya, yang paling
penting adalah meminta restu kedua orang tuanya. Dalam sebuah hadis disebutkan:

Cُ ‫ َو َس َخ‬،ِ‫الوالِد‬
‫ط الرَّ بِّ فِي َس َخطِ ْال َوالِ ِد‬ َ ‫ضى‬َ ‫ضى الرَّ بِّ فِي ِر‬
َ ‫ِر‬

“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada
murka orang tua” (Hasan. at-Tirmidzi : 1899, HR. al-Hakim : 7249, ath-Thabrani
dalam al-Mu’jam al-Kabiir : 14368, al-Bazzar : 2394)

Sebagian ulama berpendapat keridhaan orang tua wajib diprioritaskan ketimbang


melakukan amalan wajib yang hukumnya fardhu kifayah seperti jihad. Hal ini
berdasarkan hadits Abdullah bin ‘Amru radhiallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,

َ Cِ‫ «أَ َحيٌّ َوال‬:‫ َف َقا َل‬،ِ‫ َفاسْ َتأْ َذ َن ُه فِي ال ِج َهاد‬،‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
،‫ َن َع ْم‬:‫ا َل‬CC‫ َق‬،»‫دَاك؟‬C َ ِّ‫ا َء َر ُج ٌل إِلَى ال َّن ِبي‬
‫ِيه َما َف َجاه ِْد‬
ِ ‫ « َفف‬:‫َقا َل‬
“Seorang pria mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta izin
beliau agar diberangkatkan berjihad. Maka beliau bertanya,”Apakah kedua orang tua
Anda masih hidup?” Pria tersebut menjawab,”Iya”. Maka Nabi pun
berkata,”Berjihadlah dengan berbakti kepada keduanya.” (Shahih. HR. Bukhari :3004
dan Muslim : 5)

‫ا‬CC‫ا َل َي‬CC‫ َف َق‬،‫لَّ َم‬C‫ ِه َو َس‬C‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬C‫ص‬ ِ C‫ ٌل إِلَى َر ُس‬C‫ ا َء َر ُج‬C‫ َج‬:‫ا َل‬CC‫َعنْ أَ ِبي ه َُري َْر َة َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن ُه َق‬
َ ِ ‫ول هَّللا‬
‫ َقا َل ُث َّم َمنْ ؟ َقا َل‬،‫ َقا َل ُث َّم َمنْ ؟ َقا َل ُث َّم أُمُّك‬،‫ُّك‬ َ ‫ َقا َل أُم‬C‫ص َحا َبتِي؟‬
َ ‫اس ِبحُسْ ِن‬ ِ ‫َرسُو َل هَّللا ِ َمنْ أَ َح ُّق ال َّن‬
)‫ُوك (متفق عليه‬ َ ‫ُث َّم أُم‬
َ ‫ َقا َل ُث َّم َمنْ ؟ َقا َل ُث َّم أَب‬،‫ُّك‬

Abu Hurairah radhiyalahuanhu menuturkan, “Seorang pria datang kepada Rasulullah


saw. “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling patut saya perlakukan dengan
baik?” Tanya pria itu. Beliau menjawab, “Ibumu." “Siapa lagi?” Tanyanya kembali.
“Ibumu,” jawab beliau. “Siapa lagi?” Tanyanya. “Ibumu,” jawab beliau. “Terus siapa
lagi?” Tanyanya. Beliau pun menjawab, “Ayahmu.” (HR. al-Bukhari: No dan Muslim:
No. 4621)

Birrul Walidain mempunyai kedudukan yang istimewa dalam ajaran Islam. Allah dan
Rasul-Nya menempatkan orang tua pada posisi yang sangat istimewa, sehingga
berbuat baik pada keduanya juga menempati posisi yang sangat mulia, dan
sebaliknya durhaka kepada keduanya menempati posisi yang sangat hina.

C. Hikmah (keutamaan) Berbakti kepada Orang Tua

Sesungguhnya keutamaan dan buah dari berbakti kepada orang tua sangatlah
agung dan besar, di antaranya:

1. Diterima amalan shalih dan dihapuskan dosa-dosa baginya. (Al Ahqaf: 15-16)

2. Terkabulnya do’a. (HR. Al Bukhari no. 2272 dan Muslim no. 2743)

3. Lapang dada dan kebaikan hidup.

4. Di mudahkan segala urusan di dunia maupun di akhirat (HR. Ahmad)

5. Mendapatkan ridho dan rahmat Allah SWT (HR. Al-Hakim)

6. Masuk Surga (kitab At-targhib Ad-Dailani)


7. Keturunan Yang Sama berbakti (HR. Al-Hakim)

D. Cara berbakti kepada orang tua

Ada banyak cara untuk berbakti kepada orang tua, di antaranya adalah seperti
berikut.

1. Berbakti dengan melaksanakan nasihat dan perintah yang baik dari keduanya.

2. Merawat dengan penuh keikhlasan dan kesabaran apalagi jika keduanya sudah
tua dan pikun.

3. Merendahkan diri, kasih sayang, berkata halus dan sopan, serta mendoakan
keduanya.

4. Rela berkorban untuk orang tuanya Rasulullah saw. bersabda: “Ada seorang laki-
laki datang kepada nabi dan bertanya “Sesungguhnya aku mempunyai harta
sedang orang tuaku membutuhkannya.” Nabi menjawab: “Engkau dan hartamu
adalah milik orang tuamu karena sesungguhnya anak-anakmu adalah sebaik-
baiknya usahamu. Karena itu, makanlah dari usaha anak-anakmu itu.” (H.R Abu
Daud dan Ibnu Majah)

Berbakti kepada orang tua tidak hanya kita lakukan ketika orang tua masih hidup.
Berbakti kepada orang tua juga dapat kita lakukan meski orang tua telah meninggal.
Dalam hadis dijelaskan bahwa: “Kami pernah berada pada suatu majelis bersama
nabi, seorang bertanya kepada Rasulullah: wahai Rasulullah, apakah ada sisa
kebajikan yang dapat aku perbuat setelah kedua orang tuaku meninggal dunia”

Rasulullah bersabda: “ada empat hal: mendoakan dan memintakan ampun untuk
keduanya, menempati/melaksanakan janji keduanya, memuliakan teman-teman
kedua orang tua, dan bersilaturrahmi yang engkau tiada mendapatkan kasih sayang
keuali karena kedua orang tua.”

Beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk berbakti kepada orang tua yang telah
meninggal adalah seperti berikut :

1. Merawat jenazah dengan cara memandikan, mengafankan, menyalatkan, dan


menguburkannya.
2. Melaksanakan wasiat dan menyelesaikan hak Adam yang ditinggalkannya (utang
atau perjanjian dengan orang lain yang masih hidup).

3. Menyambung tali silaturahmi kepada kerabat dan teman-teman dekatnya atau


memuliakan teman-teman kedua orang tua.

4. Melanjutkan cita-cita luhur yang dirintisnya atau menepati janji kedua orang tua.

5. Mendoakan orang tua yang telah tiada dan memintakan ampun kepada Allah
Swt. dari segala dosa orang tua kita.

2. Pentingnya Hormat dan Patuh Kepada Guru

A. Makna Seorang Guru

Guru adalah orang yang mengajarkan kita berbagai ilmu pengetahuan dan
mendidik kita sehingga menjadi orang yang mengerti dan dewasa.

Mengutip dari kitab alala, yang menjelakskan syarat mencari ilmu :

َ ‫أَالَ الَ َت َنـا ُل ْالع ِْلـ َم إِالَّ ِبسِ َّتـ ٍة * َسأ ُ ْن ِبي‬
ِ ‫ْك َعنْ َمجْ م ُْوعِ َها ِب َب َي‬
‫ان‬

Ingatlah, engkau tidak akan sukses meraih ilmu, kecuali dengan enam (hal) *
saya akan menjelaskan seluruhnya secara gamblang.

ُ ‫د أُسْ َتا ٍذ َو‬Cِ ‫ار َوب ُْل َغ ٍة * َوإِرْ َشا‬


ِ ‫ل َز َم‬Cِ ‫ط ْو‬
‫ان‬ ٍ ْ‫ُذ َكـا ٍء َوحِر‬
ٍ ‫ص َواصْ طِ َب‬

(1) Cerdas (berakal); (2) Antusias (hobi belajar); (3) Sabar (gigih dan tabah); (4)
Biaya (sarana-prasarana) * (5) Bimbingan guru; (6) Waktu lama

Terlihat jelas “bimbingan guru”, disebutkan dalam syarat sukses mencari ilmu,
adapun juga peran guru :

ْ‫ِي اَ ْل َفضْ ُل َوال َّش َرف‬ ُ ُ


ِ ‫أ َق ِّد ُم أسْ َتاذِيْ َعلَى َن ْف‬
Cْ ‫س َوالِدِيْ * َوإِنْ َنالَنِيْ مِنْ َوالِد‬

Aku lebih mengutamakan guruku, dibandingkan orangtuaku * meski aku meraih


keutamaan dan kemuliaan dari orangtuaku.
ْ‫م َكالصَّدَف‬Cُ ْ‫اك م َُربِّ الرُّ ْو ِح َوالرُّ ْو ُح َج ْو َه ُر * َو َه َذا م َُربِّ ْال ِجسْ ِم َو ْال ِجس‬
َ ‫َف َذ‬

Karena guru adalah pendidik (pemelihara) jiwaku, dan jiwa itu (ibarat) permata *
Sedangkan orangtua adalah pendidik (pemelihara) ragaku, dan raga itu ibarat
kulit kerang.

‫ْت أَ َح َّق ْال َح ِّق َح َّق ْالم َُعلِّ ِم * َوأَ ْو َج َب ُه ِح ْف ًظا َعلَى ُك ِّل مُسْ ل ِِم‬
ُ ‫َرأَي‬

Aku yakin dengan seyakin-yakinnya terhadap hak guru * dan mengharuskan


setiap umat muslim agar menjaganya (hak guru).

‫لَ َق ْد َح َّق اَنْ ُي ْهدَى إِلَ ْي ِه َك َرا َم ًة * لِ َتعْ لِي ِْم َحرْ فٍ َوا ِح ٍد أَ ْلفُ دِرْ َه ِم‬

Sungguh guru itu berhak diberi hadiah sebagai tanda penghormatan * atas
pengajaran satu huruf (ilmu), dengan seribu dirham (uang perak)

Maka dari itu kita harus memiliki adab yang baik terhadap guru.

” Penyair Syauki telah mengakui pula nilainya seorang guru dengan kata-kata
sebagai berikut: “Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang
guru itu hampir saja merupakan seorang rasul.”

B. Adab kepada Guru

adab-adab bagi penuntut ilmu syar’i yang dikutip dari kitab Al Mu’lim fi Adabil
Mu’allim wal Muta’allim karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdil Lathif Alu
Asy Syaikh rahimahullah.

1. Mengikhlaskan niat dalam menuntut ilmu. Semata-mata hanya mengharap


wajah Allah Ta’ala, bukan tujuan duniawi. Seorang yang menuntut ilmu dengan
tujuan duniawi diancam dengan adzab neraka Jahannam.

2. Hendaknya memiliki percaya diri yang kuat.

3. Senantiasa menjaga syiar-syiar Islam dan hukum-hukum Islam yang zahir.


Seperti shalat berjamaah di masjid, menebarkan salam kepada yang dikenal
maupun tidak dikenal, amar ma’ruf nahi mungkar, dan bersabar ketika
mendapatkan gangguan dalam dakwah
4. Berakhlak dengan akhlak yang mulia sebagaimana yang dianjurkan dalam
nash-nash syariat. Yaitu hendaknya penuntut ilmu itu: zuhud terhadap dunia,
dermawan, berwajah cerah (tidak masam), bisa menahan marah, bisa menahan
gangguan dari masyarakat, sabar, menjaga muru’ah, menjauhkan diri dari
penghasilan yang rendahan, senantiasa wara, khusyuk, tenang, berwibawa,
tawadhu’, sering memberikan makanan, iitsar (mendahulukan orang lain dalam
perkara dunia) namun tidak minta didahulukan, bersikap adil, banyak bersyukur,
mudah membantu hajat orang lain, mudah memanfaatkan kedudukannya dalam
kebaikan, lemah lembut terhadap orang miskin, akrab dengan tetangga

5. Senantiasa menunjukkan pengaruh rasa takut kepada Allah dalam gerak-


geriknya, pakaiannya dan seluruh cara hidupnya

6. Senantiasa merutinkan adab-adab Islam dalam perkataan dan perbuatan, baik


yang nampak maupun tersembunyi. Seperti tilawah Al Qur’an, berdzikir, doa pagi
dan petang, ibadah-ibadah sunnah, dan senantiasa memperbanyak shalawat

7. Membersihkan dirinya dari akhlak-akhlak tercela, seperti: hasad (dengki), riya,


ujub (kagum pada diri sendiri), meremehkan orang lain, dendam dan benci,
marah bukan karena Allah, berbuat curang, sum’ah (ingin didengar
kebaikannya), pelit, bicaranya kotor, sombong enggan menerima kebenaran,
tamak, angkuh, merasa tinggi, berlomba-lomba dalam perkara duniawi,
mudahanah (diam dan ridha terhadap kemungkaran demi maslahat dunia),
menampakkan diri seolah-olah baik di hadapan orang-orang, cinta pujian, buta
terhadap aib diri, sibuk mengurusi aib orang lain, fanatik golongan, takut dan
harap selain kepada Allah, ghibah, namimah (adu domba), memfitnah orang,
berdusta, berkata jorok.

8. Menjauhkan diri dari segala hal yang rawan mendatangkan tuduhan serta tidak
melakukan hal-hal yang menjatuhkan muru’ah.

9. Zuhud terhadap dunia dan menganggap dunia itu kecil, tidak terlalu
bersedih dengan yang luput dari dunia, sederhana dalam makanannya,
pakaiannya, perabotannya, rumahnya.

10. Menjaga jarak dengan para penguasa dan hamba-hamba dunia, dalam
rangka menjaga kemuliaan ilmu. Sebagaimana dilakukan para salaf terdahulu.
Jika memang ada kebutuhan untuk itu maka hendaknya ketika ada maslahat
yang besar disertai niat yang lurus.

11. Sangat-sangat menjauhkan diri dari perkara-perkara bid’ah, walaupun sudah


menjadi kebiasaan mayoritas orang.

12. Perhatian dan fokus utamanya adalah mendapatkan ilmu yang bermanfaat
untuk akhiratnya. Menjauhkan diri dari ilmu yang tidak bermanfaat.

13. Mempelajari apa saja yang bisa merusak amalan, kemudian menjauhinya.

14. Makan makanan dengan kadar yang sedikit saja, dari makanan yang halal
dan jauh dari syubhat. Ini sangat membantu seseorang untuk memahami agama
dengan baik.

15. Banyaknya makan menyebabkan kantuk, lemah akal, tubuh loyo, dan malas.

16. Mempersedikit makan makanan yang bisa menyebabkan lemah akal dan
memperbanyak makanan yang menguatkan akal seperti susu, mushtoka, kismis
dan lainnya.

17. Mempersedikit waktu tidurnya, selama tidak membahayakan tubuhnya.


Hendaknya tidur sehari tidak lebih dari 8 jam. Tidak mengapa penuntut ilmu
merelaksasikan jiwa, hati, pikiran dan pandangannya jika merasa lelah (dalam
aktifitas belajar) atau merasa lemah untuk melanjutkan. Dengan melakukan
refreshing dan rekreasi sehingga ia bisa kembali fit dalam menjalankan
aktifitasnya lagi. Namun tidak boleh membuang-buang waktunya untuk itu
(liburan).

18. Senantiasa bersungguh-sungguh untuk menyibukkan diri dengan ilmu, baik


dengan membaca, menelaah, menghafal, mengulang pelajaran dan aktifitas
lainnya

19. Aktifitas-aktifitas yang lain dan juga sakit yang ringan, hendaknya tidak
membuat seorang penuntut ilmu bolos menghadiri kajian atau lalai dari membaca
dan mengulang pelajaran.
20. Bersungguh-sungguh untuk bersuci dari hadats dan najis ketika menghadiri
kajian, badan dan pakaiannya dalam keadaan bersih serta wangi. Menggunakan
pakaiannya yang terbaik, dalam rangka untuk mengagungkan ilmu.

21. Bersungguh-sungguh untuk menjauhkan diri dari sikap minta-minta kepada


orang lain walaupun dalam kondisi sulit

22. Mempersiapkan diri, memikirkan dan merenungkan hal yang ingin


disampaikan sebelum diucapkan agar tidak terjatuh dalam kesalahan. Terlebih
jika ada orang yang hasad kepadanya atau orang yang memusuhinya yang akan
menjadikan ketergelincirannya sebagai senjata.

23. Tidak bersikap sombong dengan enggan mengambil ilmu dan faidah dari
orang yang lebih rendah kedudukannya atau lebih muda usianya atau lebih
rendah nasabnya atau kurang populer atau lebih rendah ilmunya dari kita

24. Tidak malu bertanya tentang masalah yang belum diketahui

25. Taat kepada kebenaran dan rujuk kepada kebenaran ketika keliru, walaupun
yang mengoreksi kita adalah penuntut ilmu pemula

26. Meninggalkan debat kusir dan adu argumen

27. Membersihkan hatinya dari kotoran-kotoran hati, agar hatinya bisa


menerima ilmu dengan baik

28. Memanfaatkan dengan baik waktu-waktu senggang dan waktu-waktu ketika


badan fit. Juga memanfaatkan dengan baik waktu muda dan otak masih
cemerlang.

29. Memutuskan dan menghilangkan hal-hal yang menyibukkan sehingga lalai


dari menuntut ilmu, atau penghalang-penghalang yang membuat menuntut ilmu
tidak maksimal

30. Senantiasa mengedepankan sikap wara (meninggalkan yang haram,


makruh dan syubhat) dalam semua hal. Memilih makanan, minuman, pakaian
dan tempat tinggal yang dipastikan halalnya.

31. Mengurangi sikap terlalu banyak bergaul, terutama dengan orang-orang yang
banyak main-mainnya dan sedikit seriusnya. Hendaknya ia tidak bergaul kecuali
dengan orang-orang yang bisa ia berikan manfaat atau bisa mendapatkan
manfaat dari mereka.

32. Bersikap hilm (tenang) dan anah (hati-hati dalam bersikap) serta senantiasa
sabar

33. Hendaknya senantiasa bersemangat dalam menuntut ilmu dan menjadikan


aktifitas menuntut ilmu sebagai rutinitasnya di setiap waktunya, baik ketika tidak
safat ataupun ketika safar

34. Hendaknya memiliki cita-cita yang tinggi untuk akhirat. Tidak hanya puas
dengan sesuatu yang sedikit jika masih mampu menggapai yang lebih. Dan tidak
menunda-nunda dalam belajar, bersemangat mencari faidah ilmu walaupun
sedikit

35. Tidak berpindah ke kitab yang lain sebelum menyelesaikan dan menguasai
kitab yang sedang dipelajari

36. Tidak mempelajari pelajaran yang belum dimampui. Belajar dari yang sesuai
dengan kadar kemampuannya

37. Selektif dalam memilih guru. Carilah guru yang mapan ilmunya, terjaga
wibawanya, dikenal keistiqamahannya, bagus pengajarannya.

38. Memandang gurunya dengan penuh pemuliaan dan penghormatan

39. Memahami hak-hak gurunya, senantiasa ingat akan keutamaan gurunya,


dan bersikap tawadhu’ di hadapan gurunya

40. Senantiasa mencari keridhaan gurunya, merendahkan diri ketika ingin


mengkritik gurunya, tidak mendahului gurunya dalam berpendapat,
mengkonsultasikan semua masalah dengan gurunya, dan tidak keluar dari
arahan-arahannya

41. Memuji ceramah dan jawaban-jawaban gurunya baik ketika ada gurunya
atau ketika sedang tidak ada

42. Menghormati gurunya dengan penuh pengagungan, senantiasa mengikuti


arahannya, baik ketia beliau masih hidup ataupun ketika beliau sudah wafat.
Senantiasa mendoakan beliau. Dan membantah orang yang meng-ghibah beliau.
43. Berterima kasih kepada gurunya atas ilmu dan arahannya

44. Bersabar dengan sikap keras dari gurunya atau terhadap akhlak buruknya.
Dan hal-hal ini hendaknya tidak membuatnya berpaling dari belajar ilmu dan
akidah yang lurus dari gurunya tersebut.

45. Bersegera untuk menghadiri majlis ilmu sebelum gurunya hadir

46. Tidak menghadiri majlis sang guru di luar majelis ilmu yang diampunya,
kecuali atas seizin beliau

47. Hendaknya menemui gurunya dalam keadaan penampilan yang sempurna,


hatinya tidak sibuk dengan hal-hal lain, jiwanya lapang, pikiran juga jernih. Bukan
ketika sedang mengantuk, sedang marah, sedang lapar, haus atau semisalnya

48. Tidak meminta gurunya untuk mengajarkan kitab di waktu-waktu yang


menyulitkan beliau

49. Tidak belajar kepada guru di waktu-waktu sang guru sedang sibuk, bosan,
sedang kantuk, atau semisalnya yang membuat beliau kesulitan memberikan
syarah (penjelasan) yang sempurna

50. Jika menghadiri majelis ilmu, namun gurunya belum datang, maka
tunggulah

51. Duduk di majelis ilmu dengan penuh ada, penuh tawadhu, dan khusyuk

52. Duduk di majelis ilmu dalam keadaan tidak bersandar pada tembok atau
pada tiang.

53. Memfokuskan dirinya untuk memandang gurunya dan mendengarkan


perkataan gurunya, memikirkannya benar-benar sehingga gurunya tidak perlu
mengulangnya.

54. Tidak menengok ke arah lain kecuali darurat, dan tidak menghiraukan
suara-suara lain kecuali darurat. Tidak meluruskan kakinya. Tidak menutup
mulutnya. Tidak memangku dagunya. Tidak terlalu banyak menguap. Tidak
membunyikan dahaknya sebisa mungkin. Tidak banyak bergerak-gerak,
hendaknya berusaha tenang. Jika bersih hendaknya merendahkan suaranya
atau menutupnya dengan sapu tangan
55. Tidak meninggikan suaranya tanpa kebutuhan dan tidak berbicara kecuali
darurat. Tidak tertawa-tawa kecuali ketika kagum jika tidak kuat menahan tawa
hendaknya tersenyum saja.

56. Ketika berbicara kepada gurunya hendaknya menghindarkan diri dari gaya
bicara yang biasa digunakan kepada orang secara umum

57. Jika gurunya terpeleset lisannya, atau gurunya menjelaskan perkara yang
agak vulgar, jangan menertawakannya atau mencelanya

58. Tidak mendahului gurunya dalam menjelaskan suatu masalah atau dalam
menjawab pertanyaan

59. Tidak memotong perkataan gurunya atau mendahuluinya dalam berbicara,


dalam pembicaraan apapun

60. Jika ia mendengar gurunya menjelaskan suatu faidah atau suatu pelajaran
yang ia sudah ketahui, maka dengarkanlah dengan penuh gembira, belum
pernah mengetahuinya sebelumnya

61. Hendaknya tidak bertanya yang di luar konteks bahasan dan tidak malu
untuk bertanya kepada gurunya atau meminta penjelasan tentang hal yang
belum ia pahami

C. Cara berbakti kepada guru

1. Hendaklah merendahkan diri di hadapan guru, tidak keluar dari tempat


belajar sebelum mendapatkan izin dari dari guru.

2. Hendaklah memandang guru dengan penuh rasa takzim atau hormat dengan
menyakini bahwa guru memiliki kelebihan.

3. Hendaklah duduk di hadapan guru dengan sopan, tenang,dan mendengarkan


apa yang dijelaskan oleh guru.

4. Hendaklah tidak berjalan, duduk, atau memulai perkataan sebelum meminta


izin kepada guru.

5. Patuh terhadap perkataan dan perintahnya.


6. Murid harus mengikuti sifat guru yang baik akhlak, tinggi ilmu dan keahlian,
berwibawa, santun dan penyayang.

7. Murid harus mengagungkan guru dan meyakini kesempurnaan ilmunya.


Orang yang berhasil hingga menjadi ilmuwan besar, sama sekali tidak boleh
berhenti menghormati guru.

8. Sopan ketika berhadapan dengan guru, misalnya; duduk dengan tawadu’,


tenang, diam, posisi duduk sedapat mungkin berhadapan dengan guru,
menyimak perkataan guru sehingga tidak membuat guru mengulangi
perkataan.

9. Tidak dibenarkan berpaling atau menoleh tanpa keperluan jelas, terutama


saat guru berbicara kepadanya.

10. Berkomunikasi dengan guru secara santun dan lemah-lembut

Anda mungkin juga menyukai