Anda di halaman 1dari 23

ii

BAB I

A.Latar Belakang
Berbicara tentang berbakti kepada orang tua tidak lepas dari permasalahan berbuat baik
dan mendurhakainya. Mungkin, sebagian orang merasa lebih ‘tertusuk’ hatinya bila disebut
‘anak durhaka’, ketimbang digelari ‘hamba durhaka’. Bisa jadi, itu karena ‘kedurhakaan’
terhadap Allah, lebih bernuansa abstrak, dan kebanyakannya, hanya diketahui oleh si pelaku
dan Allah saja. Lain halnya dengan kedurhakaan terhadap orang tua, yang jelas amat kelihatan,
gampang dideteksi, diperiksa dan ditelaah,sehingga lebih mudah mengubah sosok pelakunya
di tengah masyarakat, dari status sebagai orang baik menjadi orang jahat. Pola berpikir seperti
itu, jelas tidak benar, karena Allah menegaskan dalam firman-Nya,

َ ْ‫تَ ْن َه ْر ُه َما َو َّل أُف لَ ُه َما تَقُ ْل فَ ََل ِك ََل ُه َما أ َ ْو أ َ َحدُ ُه َما ْال ِكبَ َر ِع ْندَكَ يَ ْبلُغ ََن إِ َما ۚ إِح‬
َ َ‫سانًا َوبِ ْال َوا ِلدَي ِْن إِيَاهُ إِ َّل تَ ْعبُد ُوا أَ َّل َربُّكَ َوق‬
‫ضى‬
‫َوقُ ْل‬
‫ك َِري ًما قَ ْو ًّل لَ ُه َما‬
(yang artinya) :
“Allah telah menetapkan agar kalian tidak beribadah melainkan kepada-Nya; dan
hendaklah kalian berbakti kepada kedua orang tua.” (Al-Israa : 23)

Islam mengajarkan kita untuk berbakti terhadap orang tua, karena dengan perantara
orang tualah kita dapat merasakan kenyamanan hidup yang sekarang ini. Selain itu mengingat
betapa mulianya, betapa kerasnya dan betapa banyaknya pengorabanan yang telah mereka
lakukan demi anaknya. Jasanya untuk menghidupi, memelihara dan mendidik kita dengan
semua kasih sayang yang mereka miliki, bahkan marah merekapun merupakan suatu bentuk
sayang yang terhadap kita. sehingga dapat tumbuh besarlah kita seperti sekarang ini. Semua
karena kasih sayang yang meraka limpahkan untuk kita. Mereka melakukan semuanya tanpa
mengharap balasan dari kita, mereka melakukannya semata-mata untuk membuat kiat
menjadi yang terbaik. Perhatian mereka terhadap kita tidak akan pernah luntur, meskipun
nanti kita sudah bisa hidup mandiri. Bahkan dalam hadits ditegaskan bahwa keridhoan Allah
tergantung pada keridhoan orang tuanya. Allah SWT. sudah cukup menegaskan wacana
‘berbakti’ itu, dalam banyak firman-Nya, demikian juga Rasulullah SAW. dalam banyak

iii
sabdanya dengan memberikan bingkai-bingkai khusus bahwa . Imam An-Nawawi
menjelaskan, “Arti Birrul Walidain yaitu lebih dari sekedar berbuat ihsan (baik) kepada
keduanya. Namun Birrul Walidain memiliki nilai nilai tambah yang semakin ‘melejitkan’
makna kebaikan tersebut, sehingga menjadi sebuah’bakti’. Bakti itu sendiripun bukanlah
balasan yang setara untuk dapat mengimbangi kebaikan orang tua. Namun setidaknya, sudah
dapat menggolongkan pelakunya sebagai orang yang bersyukur.

Patuh terhadap Allah, jelas harus lebih diutamakan. Karena manusia diciptakan memang
hanya untuk tujuan itu. Namun, ketika Allah ‘menggandengkan’ antara kewajiban
menghamba kepada-Nya, dengan kewajiban berbakti kepada orang tua, hal itu menunjukkan
bahwa berbakti kepada kedua orang tua memang memiliki tingkat kewajiban yang demikian
tinggi, dalam Islam. Kewajiban itu demikian ditekankan, sampai-sampai Allah
menggandengkannya dengan kewajiban menyempurnakan ibadah kepada-Nya.

Dibandingkan dengan ajaran yang ada dalam islam fakta atau realita yang terjadi
sangatlah berbeda. Hal itu di karnakan sifat sombong atau angkuh yang dimiliki manusia.
Kebanyakan manusia apabila sudah memiliki kedudukan yang tinggi dimata masyarakat kian
lama mereka akan lupa akan orang tuanya, orang yang mendidiknya sedari kecil hingga
sekarang. Bahkan tidak sedikit pula seorang anak yang menitipkan orang tuanya ke pati jompo.

B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas penulis merumuskan :
1. Apa pengertian dari berbakti kepada?
2. Apa keutamaan berbakti kepada orang tua?
3. Apa Pentingnya berbuat baik kepada orang tua?
4. Apa pengertian berbuat baik dan durhaka?
5. Apa yang dimaksud wajibnya berbakti dan haramnya durhaka?
6. Bagaimana contoh bentuk-bentuk berbakti kepada kedua orang tua?
7. Bagaimana contoh bentuk-bentuk durhaka kepada orang tua?

iv
C.TUJUAN
Penulisan makalah ini kami buat untuk menambah wawasa pengetahuan kita tentang ajaran
islam terutama bagaimana cara kita menykapi atau berperilaku terhadap orang tua kita sehari-hari,
manfaat dari berbakti kepada orang tua dan hukuman bagi anak yang tidak berbakti kepada orang tua.

BAB II

A. Pengertian Berbakti Kepada Kedua Orang Tua

Berbakti kepada keduanya merupakan perintah utama ajaran Islam. Allah Ta’ala sampai
mengulang-ulang perintah ini di dalam Al-Qur’an setelah perintah mentauhidkan-Nya:

ِ ‫ار ذِي ْالقُ ْر َبى َو ْال َج‬


‫ار‬ ِ ‫ين َو ْال َج‬ َ ‫سانا ً َو ِبذِي ْالقُ ْر َبى َو ْال َيت َا َمى َو ْال َم‬
ِ ‫سا ِك‬ َ ْ‫شيْئا ً َو ِب ْال َوا ِلدَي ِْن ِإح‬
َ ‫ّللاَ َوالَ ت ُ ْش ِر ُكواْ ِب ِه‬
‫َوا ْعبُد ُواْ ه‬
ً‫ّللاَ الَ ي ُِحبُّ َمن َكانَ ُم ْخت َاالً فَ ُخورا‬ ‫َت أ َ ْي َمانُ ُك ْم إِ َّن ه‬
ْ ‫سبِي ِل َو َما َملَك‬َّ ‫ب َواب ِْن ال‬ِ ‫ب بِال َجن‬ ِ ‫اح‬ِ ‫ص‬ َّ ‫ب َوال‬ ِ ُ‫ْال ُجن‬

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.


Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapakmu.” (An-Nisa [4]: 36).

Pada ayat yang lain juga Allah Ta’alategaskan.

‫سانًا ۚ إِ َما يَ ْبلُغ ََن ِع ْندَكَ ْال ِكبَ َر أ َ َحدُ ُه َما أَ ْو ِك ََل ُه َما فَ ََل تَقُ ْل لَ ُه َما أُف‬
َ ْ‫ضى َربُّكَ أ َ َّل ت َ ْعبُد ُوا إِ َّل إِيَاهُ َوبِ ْال َوا ِلدَي ِْن إِح‬
َ َ‫َوق‬
‫َو َّل ت َ ْن َه ْر ُه َما َوقُ ْل لَ ُه َما قَ ْو ًّل ك َِري ًما‬

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya” (Al-Isra` [17]: 23).

Dari dua ayat di atas, kita dapat pahami bahwa birrul walidain (berbakti kepada ibu dan
bapak) adalah perkara utama wajib hukumnya bagi seorang anak untuk berbakti kepada orang
tuanya. Berbakti kepada kedua orangtua bisa diwujudkan dengan cara senantiasa mengasihi,
menyayangi, mendoakan, taat dan patuh, melakukan hal-hal yang membahagiakan hati serta
menjauhi hal-hal yang tidak disukai oleh mereka. Inilah yang dimaksud dengan birrul walidain.
Karena berbakti kepada ibu dan bapak adalah perintah utama, maka hukumnya jelas,
berbaktinya seorang anak kepada Orangtuanya adalah hak yang Allah berikan kepada ibu dan

v
bapaknya. Jadi, manakala ada seorang anak yang tidak berbakti kepada ibu bapaknya, maka
baginya adalah dosa besar, meskipun alasan tidak berbaktinya itu karena dalam rangka taat
kepada Allah Ta’ala.

Suatu ketika datang seseorang lalu berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, saya
ingin ikut berjihad, tapi saya tidak mampu!” Rasulullah bertanya, “Apakah orangtuamu masih
hidup?” Orang itu menjawab,“Ibu saya masih hidup.”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallammenjelaskan: “Temuilah Allah dengan


berbakti kepada kedua orangtuamu (birrul walidain). Jika engkau melakukannya, samalah
dengan engkau berhaji, berumrah dan berjihad.” (HR. Thabrani).

Dalam hadits lain disebutkan, “Bersimpuhlah kau di kakinya (orangtuamu), di sana


terdapat surga

B. Keutamaan Berbakti Kepada Orangtua

Bukhari dan Muslim meriwayatkan, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu


‘anhupernahbertanya kepada Rasulullah tentang perbuatan apa yang paling disenangi oleh
Allah.

Beliau menjawab, “Berbakti kepada kedua ibu bapak.”

Lalu dia bertanya kembali, “Kemudian apalagi ya Rasulullah.”

Beliau menjawab, “Berjuang di jalan Allah.”1

Artinya, siapa berbakti kepada Orangtuanya dengan sebaik-baiknya, maka jelas surga
ada di hadapannya. Betapa tidak? Lihatlah, hadits ini menunjukkan berbakti kepada orangtua
lebih utama nilainya daripada jihad fii sabilillah (berjihad/berperang di jalan Allah). Sementara
kita tahu, jihad fii sabilillahadalah jalan pintas menuju surga-Nya. Maka tentu saja berbakti
kepada orangtua akan mendapat balasan surga yang lebih baik.

vi
Perlu diketahui pula, kemuliaan untuk orang yang berbakti kepada orangtuanya tidak
hanya saja diberikan kelak di akhirat, namun juga sudah ditampakkan sejak di dunia. Hal ini
bisa dilihat dari kisah Uwais Al-Qarni, seorang Muslim dari Yaman yang sangat taat dan
berbakti kepada ibunya.

Uwais belum pernah berjumpa dengan Rasulullah, namun karena begitu berbaktinya dia
kepada orangtuanya, sehingga Allah mencintai dia, dan kecintaan kemuliaan Uwais sampai ke
telinga Rasulullah. Tapi suatu saat Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu bertutur bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Telah datang ke negeri ini Uwais Al-Qarni,
dari desa atau kabilah Murad dan Qaran. Semula ia terkena penyakit belang, lalu sembuh. Ia
sangat mencintai dan berbakti kepada ibunya. Kalau bersumpah dan berdoa kepada Allah
pasti dikabulkan. Jika kalian mau, mohonlah kepadanya, agar ia memintakan ampun buat
kalian.” (HR. Muslim).

Bayangkan, sahabat sekelas Umar diberikan anjuran untuk memuliakan seorang Uwais
Al-Qarni. Seorang Muslim yang belum pernah beliau temui dan belum pernah sekalipun turun
ke medan jihad. Tetapi, inilah satu bukti bahwa siapa yang benar-benar berbakti kepada ibu
bapaknya, kemuliaan adalah pakaian yang layak disandangnya.

Secara logika, boleh jadi kita tidak disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam sebagaimana Uwais telah disebutkan dihadapan para sahabat utama sebab Rasulullah
telah meninggalkan kehidupan fana ini. Tetapi, bukan tidak mungkin Allah Ta’ala akan
mencatat siapa saja yang berbakti kepada Orangtuanya sebagai seorang Muslim yang
dibanggakan di hadapan para malaikat-Nya, Insya Allah.

Dengan demikian sungguh indah balasan atau keutamaan dari berbakti kepada kedua
Orangtua. Sayangnya, banyak manusia yang melalaikannya. Padahal, ridha Allah Ta’ala ada
pada ridha ibu dan bapak. “Keridhaan Allah seiring dengan/dalam keridhaan ibu bapak, dan
kemurkaan-Nya seiring dengan/dalam kemarahan ibu bapak.” (HR. Turmudzi).

C. Pentingnya Berbakti Kepada Orangtua

Ada setumpuk bukti, bahwa berbakti kepada kedua orang tua dalam wacana Islam
adalah persoalan utama, dalm jejeran hukum-hukum yang terkait dengan berbuat baik terhadap

vii
sesama manusia. Allah sudah cukup menegaskan wacana ‘berbakti’ itu, dalam banyak
firmanNya, demikian juga Rasulullah dalam banyak sabdanya, dengan memberikan ‘bingkai-
bingkai’ khusus, agar dapat diperhatikan secara lebih saksama. Di antara tumpukan bukti
tersebut adalah sebagai berikut:

1. Allah menggandengkan’ antara perintah untuk beribadah kepada-Nya, dengan perintah


berbuat baik kepada orang tua:

‫سانًا ۚ ِإ َما َي ْبلُغ ََن ِع ْندَكَ ْال ِك َب َر أ َ َحد ُ ُه َما أ َ ْو ِك ََل ُه َما فَ ََل تَقُ ْل لَ ُه َما أُف َو َّل تَ ْن َه ْر ُه َما‬
َ ْ‫ضى َربُّكَ أ َ َّل ت َ ْعبُد ُوا ِإ َّل ِإيَاهُ َو ِب ْال َوا ِلدَي ِْن ِإح‬
َ َ‫َوق‬
‫َوقُ ْل َل ُه َما قَ ْو ًّل ك َِري ًما‬

“Allah telah menetapkan agar kalian tidak beribadah melainkan kepada-Nya; dan
hendaklah kalian berbakti kepada kedua orang tua.” (Al-Israa : 23)

2. Allah memerintahkan setiap muslim untuk berbuat baik kepada orang tuanya,
meskipun mereka kafir

َ ‫سبِي َل َم ْن أَن‬
‫َاب‬ َ ‫اح ْب ُه َما فِي الدُّ ْنيَا َم ْع ُروفًا ۖ َواتَبِ ْع‬ ِ ‫ص‬ َ ‫ْس لَكَ بِ ِه ِع ْل ٌم فَ ََل ت ُ ِط ْع ُه َما ۖ َو‬ َ ‫علَى أ َ ْن ت ُ ْش ِركَ بِي َما لَي‬
َ َ‫َوإِ ْن َجا َهدَاك‬
َ‫ي َم ْر ِجعُ ُك ْم فَأُن َِبئ ُ ُك ْم ِب َما ُك ْنت ُ ْم ت َ ْع َملُون‬
َ ‫ي ۚ ث ُ َم ِإ َل‬
َ َ‫ِإل‬

“Kalau mereka berupaya mengajakmu berbuat kemusyrikan yang jelas-jelas tidak ada
pengetahuanmu tentang hal itu, jangan turuti; namun perlakukanlah keduanya secara baik
di dunia ini.” (Luqmaan : 15)

Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Ayat di atas menunjukkan diharuskannya memelihara


hubungan baik dengan orang tua, meskipun dia kafir. Yakni dengan memberikan apa yang
mereka butuhkan. Bila mereka tidak membutuhkan harta, bisa dengan cara mengajak
mereka masuk Islam..”

3. Berbakti kepada kedua orang tua adalah jihad.

Abdullah bin Amru bin Ash meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki meminta ijin berjihad
kepada Rasulullah, Beliau bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Lelaki itu
menjawab, “Masih.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, berjihadlah dengan berbuat baik
terhadap keduanya.” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)

4. Taat kepada orang tua adalah salah satu penyebab masuk Surga.

viii
Rasulullah bersabda, “Sungguh kasihan, sungguh kasihan, sungguh kasihan.” Salah
seorang sahabat bertanya, “Siapa yang kasihan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,
“Orang yang sempat berjumpa dengan orang tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di
antara keduanya, saat umur mereka sudah menua, namun tidak bisa membuatnya masuk
Surga.” (Riwayat Muslim)

Beliau juga pernah bersabda:

“Orang tua adalah ‘pintu pertengahan’ menuju Surga. Bila engkau mau, silakan engkau
pelihara. Bila tidak mau, silakan untuk tidak memperdulikannya.” (Diriwayatkan oleh At-
Tirmidzi, dan beliau berkomentar, “Hadits ini shahih.” Riwayat ini juga dinyatakan shahih,
oleh Al-Albani.) Menurut para ulama, arti ‘pintu pertengahan’, yakni pintu terbaik.

5. Keridhaan Allah, berada di balik keridhaan orang tua.

“Keridhaan Allah bergantung pada keridhaan kedua orang tua. Kemurkaan Allah,
bergantung pada kemurkaan kedua orang tua.”

6. Berbakti kepada kedua orang tua membantu meraih pengampunan dosa.

Ada seorang lelaki datang menemui Rasulullah sambil mengadu, “Wahai Rasulullah! Aku
telah melakukan sebuah perbuatan dosa.” Beliau bertanya, “Engkau masih mempunyai
seorang ibu?” Lelaki itu menjawab, “Tidak.” “Bibi?” Tanya Rasulullah lagi. “Masih.”
Jawabnya. Rasulullah bersabda, “Kalau begitu, berbuat baiklah kepadanya.”

Dalam pengertian yang ‘lebih kuat’, riwayat ini menunjukkan bahwa berbuat baik kepada
kedua orang tua, terutama kepada ibu, dapat membantu proses taubat dan pengampunan
dosa. Mengingat, bakti kepada orang tua adalah amal ibadah yang paling utama.

Perlu ditegaskan kembali, bahwa birrul waalidain (berbakti kepada kedua orang tua),
lebih dari sekadar berbuat ihsan (baik) kepada keduanya. Namun birrul walidain memiliki nilai-
nilai tambah yang semakin ‘melejitkan’ makna kebaikan tersebut, sehingga menjadi sebuah
‘bakti’. Dan sekali lagi, bakti itu sendiripun bukanlah balasan yang setara untuk dapat
mengimbangi kebaikan orang tua. Namun setidaknya, sudah dapat menggolongkan pelakunya
sebagai orang yang bersyukur.

ix
Imam An-Nawaawi menjelaskan, “Arti birrul waalidain yaitu berbuat baik terhadap
kedua orang tua, bersikap baik kepada keduanya, melakukan berbagai hal yang dapat membuat
mereka bergembira, serta berbuat baik kepada teman-teman mereka.”

Al-Imam Adz-Dzahabi menjelaskan bahwa birrul waalidain atau bakti kepada orang tua,
hanya dapat direalisasikan dengan memenuhi tiga bentuk kewajiban:

Pertama: Menaati segala perintah orang tua, kecuali dalam maksiat.

Kedua: Menjaga amanah harta yang dititipkan orang tua, atau diberikan oleh orang tua.

Ketiga: Membantu atau menolong orang tua, bila mereka membutuhkan.

ٍّ ُ ‫سانًا ِإ اما يَ ْبلُغَنا ِع ْندَكَ ا ْل ِكبَ َر أ َ َح ُد ُه َما أ َ ْو ِك ََل ُه َما فَ ََل تَقُ ْل َل ُه َما أ‬
‫ف َو ََّل تَ ْنه َْر ُه َما َوقُ ْل‬ َ ْ‫َوقَضَى َر ُّبكَ أ َ اَّل ت َ ْعبُدُوا ِإ اَّل ِإيااهُ َو ِبا ْل َوا ِل َدي ِْن ِإح‬
)24( ‫يرا‬ ً ‫ص ِغ‬ َ ‫ار َح ْم ُه َما َك َما َر اب َيا ِني‬ ْ ‫ب‬ ‫ض َل ُه َما َجنَا َح الذُّ ِ ٍّل ِمنَ ا‬
ٍِّ ‫الرحْ َم ِة َوقُ ْل َر‬ ْ ‫) َو‬23( ‫لَ ُه َما قَ ْو ًَّل ك َِري ًما‬
ْ ‫اخ ِف‬

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah
dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil."
(DQ. Al-Isra: 23-24)

D.Wajibnya Berbakti dan Haramnya Durhaka Di dalam al-Qur’an,

setelah memerintahkan kepada manusia untuk bertauhid kepada-Nya, Allah SWT.


memerintahkan untuk berbakti kepada orang tuanya. Mengenai wajibnya seorang anak
berbakti kepada orang tua diantaranya Dalam surat Al-Isra ayat 23-24, Allah berfirman:‫ا‬

ٍّ ُ ‫سانًا إِ اما يَ ْبلُغَنا ِع ْندَكَ ا ْل ِكبَ َر أ َ َح ُد ُه َما أ َ ْو ِك ََل ُه َما فَ ََل تَقُ ْل َل ُه َما أ‬
‫ف َو ََّل تَ ْنه َْر ُه َما‬ َ ْ‫َوقَضَى َر ُّبكَ أ َ اَّل ت َ ْعبُدُوا إِ اَّل إِيااهُ َوبِا ْل َوا ِل َدي ِْن إِح‬
‫َوقُ ْل لَ ُه َما قَ ْو ًَّل ك َِري ًما‬

“Dan Rabb-mu telah memerintahkan kepada manusia janganlah ia beribadah melainkan


hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-
baiknya. Dan jika salah satu dari keduanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut disisimu

x
maka janganlah katakan kepada keduanya ‘ah’ dan janganlah kamu membentak keduanya”.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah:

[Al-Isra: 23]

‫يرا‬ َ ‫ارح َْم ُه َما َك َما َربايَا ِني‬


ً ‫ص ِغ‬ ْ ‫ب‬ ‫ض لَ ُه َما َجنَا َح الذُّ ِ ٍّل ِمنَ ا‬
ٍِّ ‫الرحْ َم ِة َوقُ ْل َر‬ ْ ‫َو‬
ْ ‫اخ ِف‬

“Wahai Rabbku sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu kecil”.


[Al-Isra: 24]

Perintah Birrul Walidain juga tercantum dalam surat An-Nisa ayat 36, Allah SWT berfirman: َ

‫ِين‬
ِ ‫ساك‬
َ ‫ْم‬
َ ‫ى َوال‬
ٰ ‫ام‬
َ ‫ى َوالْيَ َت‬
ٰ َ‫سا ًنا َو ِبذِي ال ُْق ْرب‬ َ ِ‫اع ُب ُدوا ال َّل َه َولَا ُتشْ ِر ُكوا ِبه‬
َ ‫شيْ ًئا ۖ َو ِبال َْوال َِد ْي ِن إِ ْح‬ ْ ‫َو‬
‫ن‬
َّ ِ‫م ۗ إ‬ َ ْ َ‫يل وما م َلك‬
ْ ‫ما ُن ُك‬
َ ْ‫ت أي‬ َ َ َ ِ ‫س ِب‬
َّ ‫ب َوابْ ِن ال‬
ِ ‫ْج ْن‬
َ ‫ب ِبال‬
ِ ِ‫صاح‬
َّ ‫ب َوال‬
ِ ‫ار ال ُْج ُن‬
ِ ‫ْج‬
َ ‫ى َوال‬
ٰ ‫ار ذِي ال ُْق ْر َب‬
ِ ‫ْج‬
َ ‫َوال‬
‫ورا‬
ً ‫م ْخ َتالًا َف ُخ‬
ُ ‫ان‬
َ َ‫ن ك‬
ْ ‫م‬ ُّ ِ‫ال َّل َه لَا ُيح‬
َ ‫ب‬

“Dan sembahlah Allah dan jangnlah menyekutukan-Nya dengan sesuatu, dan berbuat baiklah
kepada kedua ibu bapak, kepada kaum kerabat, kepada anak-anak yatim, kepada orang-orang
miskin, kepada tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba
sahaya, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membanggakandirinya”. [An-Nisa: 36] Juga terdapat dalam surat Luqman ayat 14-15.

ْ ‫اميْ ِن أَ ِن‬
‫اش ُك ْر لِي‬ َ ‫ِصال ُُه فِي َع‬
َ ‫ه ٍن َوف‬
ْ ‫َى َو‬
ٰ ‫ه ًنا َعل‬ ُّ ‫م َل ْت ُه ُأ‬
ْ ‫م ُه َو‬ َ ‫ان ِب َوال َِديْهِ َح‬
َ ‫س‬َ ‫صيْ َنا ال ِْإ ْن‬
َّ ‫َو َو‬
‫ير‬
ُ ‫ص‬ِ ‫ْم‬
َ ‫َي ال‬
َّ ‫ك إِل‬
َ ْ‫َول َِوال َِدي‬

“Dan kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada orang tuanya, ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah dan menyapihnya dalam dua
tahun, bersyukurlah kalian kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku lah
kalian kembali”. [Luqman: 14]

xi
‫ما فِي ال ُّد ْنيَا‬ َ ‫اك َع َل‬
َ ‫صاحِ بْ ُه‬ َ ‫ما ۖ َو‬َ ‫ط ْع ُه‬ ِ ‫ْم َفلَا ُت‬ ٌ ‫َك ِبهِ عِ ل‬
َ ‫سل‬ َ ‫ما ل َْي‬َ ‫ك ِبي‬ َ ‫ش ِر‬
ْ ‫ن ُت‬ ْ ‫ىأ‬ٰ َ ‫ه َد‬ َ ‫ن َجا‬ ْ ِ‫َوإ‬
‫ُون‬
َ ‫مل‬ ُ َ َ ‫م ْع ُرو ًفا ۖ َوا َّت ِب ْع‬
َ ‫م َت ْع‬ْ ‫ما ُك ْن ُت‬
َ ‫م ِب‬
ْ ‫م َفأ َن ِب ُئ ُك‬ ْ ‫م ْر ِج ُع ُك‬َ ‫َي‬
َّ ‫م إِل‬
َّ ُ‫َي ۚ ث‬
َّ ‫اب إِل‬
َ ‫م ْن أ َن‬َ ‫ل‬ َ ‫س ِبي‬ َ

“Dan jika keduanya memaksamu mempersekutukan sesuatu dengan Aku yang tidak ada
pengetahuanmu tentang Aku maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah
keduanya di dunia dengan cara yang baik dan ikuti jalan orang-orang yang kembali kepada-
Ku kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu maka Aku kabarkan kepadamu apa yang
kamu kerjakan”. [Luqman: 15]

Atau seperti yang tercantum dalam surat Al-Ankabut ayat 8, tidak boleh mematuhi orang tua
yang kafir, apabila mengajak pada kekafiran.

ۚ ‫ما‬
َ ‫ط ْع ُه‬ِ ‫ْم َفلَا ُت‬ ٌ ‫َك ِبهِ عِ ل‬َ ‫سل‬ َ ‫ما ل َْي‬ َ ‫ك ِبي‬ َ ‫اك ل ُِتشْ ِر‬
َ ‫ه َد‬
َ ‫ن َجا‬
ْ ِ‫س ًنا ۖ َوإ‬
ْ ‫ان ِب َوال َِديْهِ ُح‬
َ ‫س‬َ ‫صيْ َنا ال ِْإ ْن‬
َّ ‫َو َو‬
‫ُون‬
َ ‫مل‬ ُ
َ ‫م َت ْع‬
ْ ‫ما ُك ْن ُت‬َ ‫م ِب‬
ْ ‫م َفأ َن ِب ُئ ُك‬
ْ ‫م ْر ِج ُع ُك‬
َ ‫َي‬
َّ ‫إِل‬
“Dan Kami wajibkan kepada manusia (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan
jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku
lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. [Al-Ankabut:8]

‫ون‬
َ ُ‫ِصال ُُه َثلَاث‬
َ ‫مل ُُه َوف‬ ْ ‫ها ۖ َو َح‬
ً ‫ض َع ْت ُه ُك ْر‬
َ ‫ها َو َو‬ ُّ ‫م َل ْت ُه ُأ‬
ً ‫م ُه ُك ْر‬ َ ‫سا ًنا ۖ َح‬ َ ‫ان ِب َوال َِديْهِ إِ ْح‬ َ ‫س‬َ ‫صيْ َنا ال ِْإ ْن‬
َّ ‫َو َو‬
‫ك ا َّلتِي‬َ ‫م َت‬ ْ َ‫ن أ‬
َ ‫ش ُك َر ن ِْع‬ ْ َ‫ب أَ ْو ِز ْعنِي أ‬
ِ ‫ل َر‬ َ ‫س َن ًة َقا‬
َ ‫ين‬ َ ِ‫َغ أَ ْربَع‬ َ ‫ش َّد ُه َوبَل‬ُ َ‫َغ أ‬
َ ‫َّى إِ َذا بَل‬ ٰ ‫ش ْه ًرا ۚ َحت‬َ
‫ك‬
َ ‫ت إِل َْي‬ُ ْ‫صل ِْح لِي فِي ُذ ِر يَّتِي ۖ إِنِي ُتب‬ َ ُ ‫ل صالِحا َترض‬ َ ْ َ‫ي وأ‬ َ
ْ ‫اه َوأ‬ َ ْ ً َ َ ‫م‬ َ ‫ن أ ْع‬ َ َّ ‫َى َوال َِد‬ ٰ ‫َي َو َعل‬ َّ ‫ت َعل‬ َ ‫م‬
ْ ‫أ ْن َع‬
‫ين‬
َ ‫سل ِِم‬
ْ ‫ْم‬
ُ ‫ن ال‬
َ ‫َوإِنِي ِم‬
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya,
ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah
dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun, ia berdo’a “Ya Rabb-ku, tunjukilah aku
untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku kedua orang tuaku
dan supaya aku dapat berbuat amal yang shalih yang Engkau ridhai, berilah kebaikan
kepadaku dengan (memeberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat
kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang erserah diri”[Al-
Ahqaaf:15]

xii
‫ْج َّنةِ ۖ َو ْع َد‬ َ َ ‫م أَ ْح‬ َ ‫ُأو َٰلئ‬
َ ‫ِك ا َّلذ‬
َ ‫ب ال‬
ِ ‫ص َحا‬
ْ ‫م فِي أ‬
ْ ‫س ِي َئات ِِه‬
َ ‫ن‬
ْ ‫او ُز َع‬
َ ‫ما َع ِملُوا َو َن َت َج‬
َ ‫ن‬
َ ‫س‬ ْ ‫ل َع ْن ُه‬
ُ َّ‫ِين َن َت َقب‬
‫ون‬ َ ‫ق ا َّلذِي كَا ُنوا ُي‬
َ ‫وع ُد‬ ِ ‫الص ْد‬
ِ

“Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka
kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga,
sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka”. [Al-Ahqaaf: 16]

Sedangkan tentang anak durhaka kepada kedua orang tuanya dintaranya6 Terdapat di dalam
surat Al-Ahqaaf ayat 17-20.

‫َان‬
ِ ‫س َتغِ يث‬
ْ ‫ما َي‬
َ ‫ه‬
ُ ‫ن َقبْلِي َو‬ ْ ‫ون ِم‬ ْ َ‫ما أَ َتعِ َدانِنِي أ‬
ُ ‫ن ُأ ْخ َر َج َو َق ْد َخلَتِ ال ُْق ُر‬ َ ‫ف َل ُك‬ٍ ‫ل ل َِوال َِديْهِ ُأ‬
َ ‫َوا َّلذِي َقا‬

َ ‫ير الْأَ َّول‬


‫ِين‬ ُ ‫اط‬ِ ‫س‬ َ َ‫ه َذا إِلَّا أ‬
َٰ ‫ما‬
َ ‫ول‬
ُ ‫ق َفيَ ُق‬ ٌّ ‫ن َو ْع َد ال َّلهِ َح‬
َّ ِ‫ن إ‬ْ ‫آم‬
ِ ‫َك‬َ ‫ال َّل َه َو يْل‬

“Dan orang yang berkata kepada kedua orang tuanya, ‘cis (ah)’ bagi kamu keduanya, apakah
kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan, padahal sungguh
telah berlalu beberapa umat sebelumku? Lalu kedua orang tua itu memohon pertolongan
kepada Allah seraya mengatakan, “Celaka kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah
adalah benar”.Lalu dia berkata, “Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu”. [Al-
Ahqaaf:17].

‫م كَا ُنوا‬ ُ َ ‫ُأو َٰلئ‬


َ ‫ِك ا َّل ِذ‬
ْ ‫س ۖ إِن َُّه‬ِ ‫ن ال ِْج ِن َوال ِْإ ْن‬
َ ‫م ِم‬
ْ ‫ن َقبْل ِِه‬
ْ ‫َت ِم‬
ْ ‫ممٍ َق ْد َخل‬
َ ‫ل فِي أ‬
ُ ‫م ا ْل َق ْو‬
ُ ‫ق َعلَيْ ِه‬
َّ ‫ين َح‬
‫ين‬
َ ‫َخاسِ ِر‬

“Mereka itulah orang-orang yang telah pasti ketetapan (adzab) atas mereka, bersama-sama
umat-umat yang telah berlalu sebelum mereka dari jin dan manusia. Sesungguhnya mereka
adalah orang-orang yang merugi”. [Al-Ahqaaf: 18].

‫ون‬
َ ‫َم‬ َ ‫ما َع ِملُوا ۖ ولِيوفِي ُه‬
ُ ‫م لَا ُي ْظل‬
ْ ‫ه‬
ُ ‫م َو‬
ْ ‫مال َُه‬
َ ‫م أ ْع‬
ْ َ َ ُ َ َّ ‫ات ِم‬
ٌ ‫َو ِل ُك ٍل َد َر َج‬

xiii
“Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan da agar
Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) apa yang telah mereka kerjakan sedang mereka
tidak dirugikan”. [Al-Ahqaaf: 19].

‫م ِب َها‬
ْ ‫م َت ْع ُت‬
ْ ‫اس َت‬
ْ ‫م ال ُّد ْنيَا َو‬
ُ ‫م فِي َحيَاتِ ُك‬
ْ ‫م َط ِيبَاتِ ُك‬ َ ‫َّار أَ ْذ‬
ْ ‫هبْ ُت‬ َ ‫ض ا َّلذ‬
ِ ‫ِين كَ َف ُروا َعلَى الن‬ ُ ‫م ُي ْع َر‬
َ ‫َو يَ ْو‬
‫م‬
ْ ‫ما ُك ْن ُت‬
َ ‫ق َو ِب‬
ِ ‫ْح‬
َ ‫ض ِب َغيْ ِر ال‬ِ ‫ون فِي الْأَ ْر‬
َ ‫س َتكْ ِب ُر‬
ْ ‫م َت‬
ْ ‫ما ُك ْن ُت‬
َ ‫ون ِب‬
ِ ‫اب ال ُْه‬
َ ‫ن َع َذ‬
َ ‫م ُت ْج َز ْو‬
َ ‫َفالْيَ ْو‬
‫ون‬
َ ‫س ُق‬
ُ ‫َت ْف‬

“Dan (ingatlah) hari (ketika) orang orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka
dikatakan), “Kamu telah menghabiskan rizkimu dalam kehidupan duniawi dan kamu telah
bersenang-senang dengannya maka pada hari ini kamu dibalas dengan adzab yang
menghinakan. Karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak, dan karena
kamu telah berbuat fasik”. [AlAhqaaf: 20]

Sedang dalam surat Al-Baqarah ayat 215

‫ِين‬
ِ ‫ساك‬
َ ‫ْم‬ َ ‫ن َخيْ ٍر َف ِلل َْوال َِديْ ِن َوالْأَ ْق َر ِب‬ َ َ ‫سأَلُو َن‬
َ ‫ى َوال‬
ٰ ‫ام‬
َ ‫ين َوالْيَ َت‬ ْ ‫م ِم‬
ْ ‫ما أ ْن َف ْق ُت‬
َ ‫ل‬
ْ ‫ون ۖ ُق‬
َ ‫ما َذا ُي ْنف ُِق‬
َ ‫ك‬ ْ َ‫ي‬

ٌ ‫ن ال َّل َه ِبهِ َعل‬


‫ِيم‬ َّ ِ‫ن َخيْ ٍر َفإ‬
ْ ‫ما َت ْف َعلُوا ِم‬
َ ‫يل ۗ َو‬
ِ ‫الس ِب‬
َّ ‫َوابْ ِن‬

“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang mereka infakkan. Jawablah,
“Harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapakmu, kaum kerabat, anak-
anak yatim, orangorang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dan apa saja
kebajikan yang kamu perbuat sesungguhnya Allah Maha Mengetahui”. [Al-Baqarah: 215]

Didalam ayat-ayat Al-Quran disebutkan tentang bertauhid kepada Allah selalu diiringi
dengan berbakti kepada kedua orang tua, ini menunjukan bahwa berbakti kepada kedua orang
tua adalah masalah kedua setelah mentauhidkan Allah SWT. Tidak boleh terjadi bagi seorang
yang bertauhid kepada Allah STW tetapi ia durhaka kepada orang tuanya. Wajib baginya
berbakti kepada kedua orang tuanya. Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan
tentang wajibnya berbakti kepada kedua orang tua. Dalam surat Luqman, Allah menyebutkan
wajibnya seorang anak berbakti kepada kedua orang tua dan bersyukur kepadanya serta

xiv
disebutkan juga tentang larangan mengikuti orang tua jika orang tua tersebut mengajak
kepada syirik

5. Bentuk-bentuk Berbakti kepada Orang Tua

Bentuk-bentuk berbuat baik kepada kedua orang tua adalah:

1. Bergaul dengan keduanya dengan cara yang baik Di dalam hadist Nabi SAW disebutkan
bahwa memberikan kegembiraan kepada seorang mu’min termasuk shadaqah, lebih utama
lagi kalau memberikan kegembiraan kepada kedua orang tua kita. Dalam suatu riwayat
dikatakan bahwa ketika seseorang meminta izin untuk berjihad (dalam hal ini fardhu kifayah
kecuali waktu diserang musuh maka fardhu ‘ain) dengan meninggalkan orang tuanya dalam
keadaan menangis, maka Rasulullah SAW bekata, “Kembali dan buatlah keduanya tertawa
seperti engkau telah membuat keduanya menangis”. Dalam riwayat lain dikatakan,
“Berbaktilah kepada kedua orang tuamu”.

2. Berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut Hendaknya dibedakan
berbicara dengan kedua orang tua dan berbicara dengan anak, teman atau dengan yang lain.
Berbicara dengan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua, tidak boleh mengucapkan
‘ah’, apalagi mencemooh dan mencaci maki atau melaknat keduanya karena ini merupakan
dosa besar dan bentuk kedurhakaan kepada orang tua. Kita tidak boleh kasar kepada orang
tua kita, meskipun keduanya berbuat jahat terhadap kita. Atau ada hak kita yang ditahan oleh
orang tua atau oang tua memukul kita atau keduanya belum memenuhi apa yang kita minta
walaupun mereka memiliki, kita tetap tidak boleh durhaka kepada keduanya.

3. Tawadhu (rendah diri) dan tidak sombong dihadapan orang tua Tidak boleh kibir
(sombong) apabila sudah meraih sukses atau mempunyai jabatan di dunia, karena sewaktu
lahir kita berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan. Kedua orang tualah
yang menolong dengan memberi makan, minum, pakaian dan semuanya. Seandainya kita
diperintahkan untuk melakukan pekerjaan yang kita anggap ringan dan merendahkan kita
yang mungkin tidak sesuai dengan kesuksesan atau jabatan kita dan bukan sesuatu yang

xv
haram, wajib bagi kita untuk tetap taat kepada keduanya. Lakukan dengan senang hati karena
hal tersebut tidak akan menurunkan derajat kita, karena yang menyuruh adalah orang tua kita
sendiri. Hal itu merupakan kesempatan bagi kita untuk berbuat baik selagi keduanyamasih
hidup.

4. Memberikan infaq (shadaqah) dan nafkah kepada kedua orang tua Semua harta kita adalah
milik orang tua. Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 215. “Mereka bertanya
kepadamu tentang apa yang mereka infakkan. Jawablah, “Harta yang kamu nafkahkan
hendaklah diberikan kepada ibu bapakmu, kaum kerabat, anak-anak yatim, orangorang
miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dan apa saja kebajikan yang kamu
perbuat sesungguhnya Allah maha mengetahui.

5. Mendo’akan kepada kedua orang tua Sebagaimana dalam ayat “Robbirhamhuma kamaa
rabbayaani shagiiro” (wahai Rabb-ku kasihinilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku di waktu kecil). Seandainya orang tua belum mengikuti dakwah
yang haq dan masih berbuat syirik serta bid’ah, kita harus tetap berlaku lemah lembut kepada
keduanya. Dakwahkan kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut sambil
berdo’a di malam hari, ketika sedang shaum, di hari jum’at dan di tempat-tempat
dikabulkannya do’a agar ditunjuki dan dikembalikan ke jalan yang haq oleh Allah
SWT.Apabila kedua orang tua itu meninggal maka, yang pertama kita lakukan adalah
meminta ampun kepada Allah Ta’ala dengan taubat yang nasuh (benar) bila kita pernah
berbuat durhaka kepada kedua orang tua sewaktu mereka masih hidup. Yang kedua adalah
mendo’akan kedua orang tua kita. Dalam sebuah hadist dha’if (lemah) yang diriwayatkan
oleh Ibnu Majah dan Ibnu Hibban, seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah SAW,

“Apakah ada suatu kebaikan yang harus aku perbuat kepada kedua orang tuaku
sesudah wafat keduanya?”

Nabi SAW menjawab, “Ya, kamu sholat atas keduanya, kamu istighfar kepada

keduanya, kamu memenuhi janji keduanya, kamu silaturahmi kepada orang yang

pernah dia pernah silaturahmi kepadanya dan memuliakan teman-temannya”.

Sedangkan menurut hadist-hadist yang shahih tentang amalamal yang diperbuat untuk
kedua orang tua yang sudah wafat, adalah:

xvi
a. Mendo’akannya

b. Menshalatkan ketika orang tua meninggal

c. Selalu memintakan ampunan untuk keduanya

d. Membayarkan hutang-hutangnya

e. Melaksanakan wasiat yang sesuai dengan syari’at

f. Menyambung tali silaturahmi kepada orang yang keduanya juga pernah


menyambungnya. Sebagaimana hadist Nabi SAW dari sahabat Abdullah bin Umar ra.
“Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,“Sesungguhnya termasuk kebaikan
seseorang adalah menyambung tali silaturahmi kepada teman-teman bapaknya
sesudah bapaknya meninggal”.

6. Menaati perintah orang tua selama tidak bertentangan dengan syari’at dan aqidah.

F. Bentuk-bentuk Durhaka Kepada Orang Tua

Bentuk-bentuk durhaka kepada orang tua ialah:

1. Berbicara dengan kata-kata kasar Tanda seseorang beradab adalah bertutur kata
dengan kata-kata yang halus karena hal itu menunjukkan bahwa orangnya berbudi dan
tahu kesopanan dan berjiwa halus. Terhadap orang yang lebih tua, seorang anak harus
menunjukkan, dari Ibnu ‘Amir, dari Nabi SAW besabda: “Keridhaan Allah adalah
keridhaan ayah bunda dan kemurkaan-Nya ada dalam kemurkaan mereka”. (HR.
Thabrani) Kata-kata kasar dan ucapan merendahkan terkadang berupa:

a. Bersuara tinggi atau keras ketika kita berbicara terhadap orang yang lebih
tua

b. Menyuruh orang yang lebih tua dengan kata-kata yang kasar. Menyidir

c. Mengumpat

d. Mengata-ngatai seseorang yang lebih tua layaknya mengatai seorang


pembantu

xvii
e. Membentak

2. Membuang muka Membuang muka ketika berbicara dengan orang lain merupakan
perilaku yang merendahkan lawan bicara dan cerminan dari sifat tinggi hati sang
pendengar/ pembicara yang memalingkan muka.

3. Duduk mendahului orang tua Mendahulukan orang tua mengambil tempat duduk
adalah hak orang tua yang harus dijunjung tinggi oleh anak dimana pun orang tua dan
anak berada.

4. Menghardik Menghardik berarti membentak atau melontarkan kata-kata dengan


nada suara keras. Menghardik dimaksudkan untuk menakut-nakuti atau meluruskan
sebuah kesalahan bila yang bersalah lebih muda dalam umur dan statusnya.

5. Berkacak pinggang di depan orang tua Orang beradab tinggi selalu bersikap rendah
hati terhadap orang lain. Salah satu tanda dari sikap tinggi hati adalah berkacak
pinggang di hadapan orang lain karena merasa dirinya lebih hebat daripada orang lain.
Berpersaan orang lain lebih rendah derajatnya atau hina daripada dirinya adalah suatu
perbuatan yang sangat tercela dan dimurkai oleh Allah. Contoh merendahkan derajat
orang lain adalah “Saudara ini lulusan SD, apakah mungkin saudara mengerti benar
dan salah dari perkara yang ada”.

6. Membelakangi

7. Merendahkan Merendahkan dalam artian memandang orang lain lebih rendah


derajatnya/ kurang di mata kita. Merendahkan bisa berupa ucapan maupun perbuatan.
Contoh kasus anak yang merendahkan orang tua: “Kalau saya tidak bantu setiap
bulan, tentu ibu bapak tidak bisa hidup”. Ucapan tersebut jelas-jelas merendahkan
martabat orang tua karena memang sudah menjadi tanggung jawab seorang anak
untuk membantu kehidupan ibu bapaknya

xviii
BAB III

STUDI KASUS DAN SOLUSI

xix
BAB IV

KESIMPULAN

BAB V

xx
Daftar Pustaka

1. https://tafsirweb.com

2. Astianti, tri dkk. 2017. Birrul walidain. Bandung:UIN Sunan Gunung Djati

3. Maudiyah, Adawiya. 2017 .Berbakti Kepada Orang Tua dalam Ungkapan Al-Quran. Yogyagarta:UIN
Sunan Kalijaga

4.

5.

xxi
1
ii
3

Anda mungkin juga menyukai