Anda di halaman 1dari 4

MENGAPA RIDHO ALLAH TERGANTUNG PADA RIDHO

ORANG TUA ?
Posted on November 10, 2010by vedyfatah
Sebagai seorang anak, sebaiknya kita selalu mengharap keridoan dari keduanya dan
memenuhi perintah-perintahnya, sepanjang tidak untuk berbuat maksiat. Juga anak
harus selalu mementingkan keduanya dengan mendahulukan keinginan
keinginannya dari pada kepentingan dan keinginan pribadi .

Pernahkah anda membayangkan saat pulang kerumah mendapati orang tua kita
sudah terbaring kaku dibungkus dengan kain kafan. Perasaan menyesal terbesit
dalam hati karena sebagai anak belum cukup berbakti. Untuk itu tunaikanlah
kewajiban kita selagi kedua orang tua masih hidup. Berbuat baiklah pada kedua
orang tua.
Berbakti kepada kedua orang tua sering sekali disebutkan dalam Al-Quran, bahkan
digandengkan dengan tuntunan menyembah Allah. Hal ini menunjukan bahwa
berbakti kepada Kedua orang tua (Ibu Bapak) adalah wajib. Anak berkewajiban
berbuat baik kepada kedua orang tuanya yang harus ditunaikan semaksimal
mungkin. Apalagi jkia sering menyakitinya dengan cara membantah dan berkata
kasar pada mereka.

Termasuk durhaka kepada kedua orang tua, adalah menyakitinya dengan tidak mau
memberikan hal yang baik kepada keduanya, sesuai dengan kemampuan. Kemudian
bagaimanakah kita sebagai anak tega memalingkan muka dan berkata kasar
kepadanya.[1]
Dan Kami perintahkan kepada manusia (untuk berbuat baik) kepada kedua orang
tuanya, (terutama kepada ibunya), karena ibunyalah yang mengandungnya
dengan berbagai susah payah, dan menyapihnya dalam (umur) dua tahun. Oleh
karena itu hendaklah kamu bersyukur kepada Ku (hai manusia) dan juga kepada
Kedua orang tuamu. ( QS. Luqman 14 )
Kalau dalam islam menaruh perhatian tentang masalah hak hak anak yang harus
ditunaikan oleh orang tua, misalnya pendidikan, pengajaran, nafkah dan sebagainya,
maka dari segi lain Islam juga menaruh perhatian tentang anak anak harus pula
menunaikan kewajiban atas orang tuanya, sebagai penghargaan atas pengorbanan
mereka. Sekaligus sebagai pengarahan kaum muslimin untuk dapat mensyukuri
nikmat Allah yang diberikan kepada mereka.

Seperti dalam hadits dari Abu Abdulrahman, diceritakan bahwa Abdul Masud
pernah bertanya kepada Rasulullah SAW. tentang pahala yang banyak
mendatangkan pahala dari Allah SWT. Maka beliau menjawab, bahwa perbuatan
yang sangat banyak mendatangkan pahala ialah shalat tepat pada waktunya, karena
dengan shalat tepat pada waktunya itu berarti suatu ketaatan yang continue (ajeg)
dan merupakan muraqobah yang optimal (merasa selalu diperhatikan Allah).
Selanjutnya adalah berbuat baik kepada kedua orang tua (birrul walidain) sebagai
hak mahluk sesudah menunaikan hak Allah.[2]
Dari Abu Abdulrahman, Abdullah bin Masud, ia menceritakan: Aku pernah
bertanya pada Rasulullah, tentang prbuatan apakah yang paling dicintai Allah?
Jawab beliau : yaitu shalat pada waktunya. Aku bertanya lagi: Kemudian apa
lagi? Jawab beliau: berbuat baik kepada orang tua. Aku bertanya lagi:
Kemudian apa lagi? Beliau menjawab: Jihat fisabilillah. ( HR. Bukhori dan
Muslim Riyadhush Shalihin 3/315
Berkorban untuk orang tua
: ,- -


, )

,

(


Dari Abdullah Ibnu Amar al-Ash Radliyallaahu anhu bahwa Nabi Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersabda: Keridloan Allah tergantung kepada keridloan orang
tua dan kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua. Riwayat
Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim.
Berbuat baik kepada kedua orang tua dan selalu mencari keridhoanya dengan
memberikan penghargaan dan penghormatan dalam batas batas yang halal,
belumlah seberapa kalau dibandingkan dengan pengorbannan orang tua orang tua
kepada anak dalam memberikan asuhan dan pendidikan. Baru seimbang seandainya
orang tuanya itu tertawan menjadi budak oleh musuh, kemudian ditebusnya lalu
dibebaskanya seperti yang tertera dalam hadits berikut ini :

Abu Hurairoh menuturkan, bahwa Rasulullah SAW. bersabda: Belumlah


dinamakan seorang anak membalas orang tua, sebelum dia mendapatkan orang
tuanya itu tertawan menjadi budak, lalu ia tebusnya kemudian
memerdekakanya. ( HR. Muslim Riyadhush Shalihin 4/316 )
Berdasarkan hadits tersebut, maka seorang anak dituntut untuk memberikan
pengorbannan yang sebesar-besarnya demi kepentingan orang tua. Dan itulah yang
dinamakan birrul walidain yang sejati.[3]
Mengutamakan ibu
Abu Hurairoh juga meriwayatkan, bahwa ada seorang lelaki menghadap
Rasulullah SAW. Untuk menayakan siapakah orang yang lebih patut dilakukan
persahabatan dengan baik? Maka jawab Rasulullah SAW. Ibumu. Kemudian ia
pun bertanya lagi : lalu siapa lagi? Jawab beliau tetap : Ibumu. Lalu ia bertanya
lagi: Lalu siapa lagi: Maka kali ini jawab beliau: Ayahmu ( HR. Bukhari dan
Muslim Riyadhush Shalihin 9/319 )
Dalam satu riwayat ( bahwa lelaki tersebut bertanya ): Ya Rasulullah, siapakah orang
yang lebih patut dilakukan persahabatan dengan baik? Beliau menjawab: Ibumu,
kemudian ibumu, kemudian ibumu, dan kemudian bapakmu, dan selanjutnya orang
orang yang paling dekat denganmu, dan yang paling dekat denganmu.

Dari hadits ini dapat kita ambil bebeapa pelajaran yaitu :

1. Ibu dalam hubungan dengan anak adalah lebih diutamakan dari pada ayah.
2. Balasan amal (jaza) sesuai dengan tingkat amalnya.
3. Tertib hak densarzgan hubungan sesama insan adalah berdasar dekatnya
hubungan.
Rasulullah lebih menekakan dan mengutamakan ibu ketimbang ayah dalam kaitanya
dengan masalah perlakuan, karena suatu fakta ibulah yang mengandungnya dan
yang mengasuhnya. Berarti dialah yang banyak merasakan kepayahan disamping itu,
ibu sangatlah dibutuhkan oleh anak anaknya.
( : -
-


,

,

,


:
: )

Dari Abdullah Ibnu Amar Ibnu al-Ash Radliyallaahu anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: Termasuk dosa besar ialah seseorang
memaki orang tuanya. Ada seseorang bertanya: Adakah seseorang akan memaki
orang tuanya. Beliau bersabda: Ya, ia memaki ayah orang lain, lalu orang lain itu
memaki ayahnya dan ia memaki ibu orang lain, lalu orang itu memaki ibunya.
Muttafaq Alaihi
Sopan Santun Anak kepada Orang Tua
Dan dari Abu Hurairoh, dari Nabi SAW. Beliau bersabda: Celaka, sekali lagi
celaka, dan sekali lagi celaka orang yang mendapatkan kedua orangtunya berusia
lanjut, salah satunya atau kedua duanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk
surga ( HR. Muslim Syarah Riyadhush Shalihin juz 2 halaman 10/320 )
Dalam hadits ini oleh Rasulullah SAW. diterangkan bahwa keberadaan orang tua
yang telah berusia lanjut itu justru kesempatan paling baik untuk mendapatkan
pahala dari Allah dan jembatan emas menuju surga. Karena itu justru rugi besar,
orang yang menyia nyiakan kesempatan yang paling baik ini, sehingga dia
mengabaikan hak hak orang tuanya itu. Hadits ini merupakan penegasan dari ayat
yang memerintahkan anak berbakti pada kedua orang tua dan tidak boleh berkata
kasar serta kata kata yang menjengkelkan hati semacam ah di saat-saat orang tua
berusia lanjut. ( QS. Al-isra 23 )

Kemudian dalam suatu riwayat oleh Imam Bukhori dan Muslim Rasulullah
menerangkan bahwa hak kedua orang tua itu harus lebih didahulukan dari pada
hijrah dan perang, dengan catatan apabila anak tersebut adalah satu satunya yang
mengurus kedua orang tuanya. Waktu itu pmerintah boleh membebaskan kewajiban
perang terhadap satu satunya anak yang orang tuanya tidak lagi mampu berusaha
sendiri.

Dalam kitab bidayatul hidayah ( tuntunan mencapai hidayah Allah ) karangan Imam
Abu Hamid Al-Ghozali dijelaskan agar kita memperhatikan sopan santun bergaul
dengan kedua orang tua, diantaranya ialah :

1. Mendengar ucapan mereka


2. Berdiri ketika mereka berdiri, untuk menghormatinya
3. Menaati semua perintah mereka
4. Tidak berjalan didepan mereka
5. Tidak bersuara lantang kepadanya, atau membentak meskipun dengan kata
kata hus
6. Memenuhi panggilanya
7. Bersuara menyenangkan hati mereka
8. Bersikap ramah ( tawadlu) terhadap mereka
9. Tidak boleh mengungkit kebaikannya yang telah diberikan kepada mereka
10. Tidak boleh melirik kepada mereka atau menyinggung perasaanya

11. Tidak boleh bermuka masam dihadapan mereka

12. Tidak melakukan bepergian kecuali dengan izin mereka


Berbakti pada orang tua yang sudah meninggal
Tak penah bisa kita bayangkan betapa sedihnya saat mendapati ibu atau ayah kita
sudah terbaring kaku di depan mata. Padahal kita sering sekali berbuat salah dan
durhaka pada ibu, sering berkata kasar pada bapak saat meminta uang. Perasaan
menyesal karena belum sempat meminta maaf apalagi berbakti pasti menambah
kesedihan . lalu apa yang bisa anak lakukan untuk berbakti pada orang tuanya yang
sudah meningggal.

Abi Usaid, Malik bin Rabiah as-Saidi r.a;. mengatakan ketika kami sedang duduk
bersama Rasulullah SAW. Tiba tiba ada seorang lelaki dari bani Salamah
menghadap Rasulullah seraya berucap : Ya Rasulullah apakah masih ada
kebaikan yang harus saya tunaikan terhadap kedua orang tua ku sepeninggal
mereka? Jawab Rasulullah SAW. : Ya, masih ada, yaitu engkau mendoakanya,
meminta ampun kepada Allah untuk mereka, melaksanakan janji mereka sesudah
mereka itu meninggal dunia, menyambung kekeluargaan dimana kekeluargaan itu
tidak akan bisa bersambung melainkan dengan sebab orang tua tersebut dan
menghormati kawan kawan kedua orang tua. ( HR. Abu Daud )
Dari hadist diatas dapat kita ambil pelajaran bahwa setelah orang tua kita meninggal
ternyata masih ada yang dapat dilakukan anak untuk berbakti kepada orang tua.
Diantaranya :
[1] mendoakannya
[2] menshalatkan ketika orang tua meninggal
[3] selalu memintakan ampun untuk keduanya.
[4] membayarkan hutang-hutangnya
[5] melaksanakan wasiat yang sesuai dengan syariat.
[6] menyambung tali silaturrahmi kepada orang yang keduanya juga pernah
menyambungnya

Salah satu cara kita sebagai anak dalam mempraktikan ajaran ajaran yang ternukil
di Al- Quran dan hadits Nabi adalah dengan cara berbakti kebada orang tua. Karena
untuk mendapatkan ridho Allah kita harus bisa mendapatkan ridho dari kedua orang
tua. Orang tua sudah berkorban banyak untuk membesarkan anaknya . ini harus di
balas oleh anaknya dengan cara berbakti kepada orang tua, baik mereka yang masih
hidup atupun mereka sudah meninggal dunia. Bahkan tanggung jawab anak sebagai
ahli waris justru lebih bertambah setelah orang tuanya meninggal.

Referensi :
Sayid Abdullah bin Alwi, bin Muhammad Al-hadad, ,Risalatul Mu.awanah,
terjemah

Majid Hasyim Husaini A.,Syarah : Riyadhush Shalihin Jilid 2,1993,PT Bina


Ilmu, Surabaya.

kitab Bulughul Marom

Anda mungkin juga menyukai