Anda di halaman 1dari 8

7.

ADAB BAKTI KEPADA ORANG TUA

1. Niat bakti pada orang tua ikhlas karena Allah

Seluruh perbuatan harus diniatkan karena Allah. Amal perbuatan yang tidak diniatkan
ikhlas karena Allah maka tidak akan diterima.

2. Mencintai keduanya

Mereka adalah orang yang sangat mencintai kita. Rela berkorban untuk kita. Selalu
mendoakan kita. Maka sepantasnya kita juga mencintai mereka.

Dikisahkan ada seorang anak muda ingin membalas kebaikan orang tuanya. Akhirnya
terfikir untuk mengajak Ibunya yang sudah tua untuk berhaji. Karena ibunya sudah
lemah dan tidak bisa berjalan, anak itu menggendongnya. Dia tempuh perjalanan
ratusan kilo meter. Melewati padang pasir. Menaiki bukit menuruni bukit. Sambil
menggendong ibunya. Tujuannya satu, ingin membalas kebaikan ibunya.

Akhirnya ia sampai di Mekkah. Melaksanakan rukun-rukun Haji. Setelah selesai, anak


muda itu datang kepada Sahabat Rasulullah bernama Ibnu Umar. Ia bertanya: “Apakah
ini sudah melunasi jasanya (padaku), wahai Ibnu ‘Umar?” 

Beliau menjawab: “Belum, apa yang kamu lakukan itu bahkan belum bisa membelas
meski hanya satu tarikan nafas menahan rasa sakit saat melahirkanmu”

3. Berbuat baik dan Mentaati perintah mereka selama bukan maksiat 

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

‫ْن‬ َ ‫ان ِب َوالِدَ ْي ِه َح َم َل ْت ُه ُأ ُّم ُه َوهْ ًنا َع َلى َوهْ ٍن َو ِف‬


ِ ‫صالُ ُه فِي َعا َمي‬ َ ‫ص ْي َنا اِإْل ْن َس‬
َّ ‫َو َو‬
‫ْك ِإ َليَّ ْالمَصِ ي ُر‬ َ ‫َأ ِن ا ْش ُكرْ لِي َول َِوالِدَ ي‬
“Dan Kami wasiatkan (perintahkan) kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua
orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah serta menyapihnya dalam dua tahun. Agar bersyukur kepada-Ku dan kepada
kedua orangtua kalian. Hanya kepada-Ku lah kamu kembali.)” (QS. Luqman: 14)

4. Menyenangkan hati mereka

Berikan perhatian yang tulus. Lakukan apa yang mereka sukai. Misalkan berkata :
- “Ayah bunda, aku minta keridhaannya”
- “Doakan aku ya Ayah, ya Bunda”
- “Apa yang bisa aku bantu?”
Jadilah anak yang sopan di hadapan orang lain. Milikilah prestasi. Kelak ketika bisa
mencari nafkah sendiri, berikan hadiah, ajak Umroh, belikan makanan kesukaannya.

5. Mengucap salam untuk mereka ketika datang dan pergi

Dikisahkan Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bernama Abu Hurairah


sangat menyayangi ibunya. Dia selalu hormat dan berbakti kepada ibunya. Setiap akan
pergi meninggalkan rumah dia berdiri lebih dahulu di depan pintu kamar ibunya
mengucapkan salam, “Assalamu ‘alaiki wa rahmatullah wa barakatuh, ya ummah!”
Ibunya menjawab dengan lembut, “Wa ‘alaikassalam wa rahmatullahi wa barakatuh, ya
bunayya.”

Kemudian, Abu Hurairah mendoakan ibunya, “Rahimakillahu kama rabbayani shaghira”


(semoga Allah mengasihi ibu sebagaimana ibu merawatku waktu kecil).”

Ibunya membalas doa putranya dengan doa yang tidak kalah indahnya, “Wa
rahimakallahu kama barartani kabira” (semoga Allah mengasihimu sebagaimana
engkau berbuat baik kepadaku setelah engkau dewasa).

6. Jangan mengeluh sambil berkata “ah” dan Jangan meninggikan suara

Allah subhanahu wa ta`ala berfirman :

‫دَك ْال ِك َب َر َأ َح ُد ُه َما َأ ْو‬ ِ ‫ُّك َأاَّل َتعْ ُب ُدوا ِإاَّل ِإيَّاهُ َو ِب ْال َوالِدَ ي‬
َ ‫ْن ِإحْ َسا ًنا ِإمَّا َي ْبلُ َغنَّ عِ ْن‬ َ ‫َو َق‬
َ ‫ضى َرب‬
‫ِكاَل ُه َما َفاَل َتقُ ْل َل ُه َما ُأفٍّ َواَل َت ْن َهرْ ُه َما َوقُ ْل َل ُه َما َق ْواًل َك ِريمًا‬
‫ص ِغيرً ا‬َ ‫الذ ِّل م َِن الرَّ حْ َم ِة َوقُ ْل َربِّ ارْ َح ْم ُه َما َك َما َر َّب َيانِي‬ ُّ ‫اح‬ ْ ‫َو‬
َ ‫اخ ِفضْ َل ُه َما َج َن‬
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang mulia(1).Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (QS. Al-Israa’:
23-24)

7. Dengarkan mereka bicara dan jangan memotong pembicaraannya

8. Jangan melihat dengan mata tajam yang menyakiti hatinya

9. Tidak bepergian tanpa seijinnya


، ‫ َر ِة‬l ْ‫ك َع َلى ْال ِهج‬َ l‫ت ُأ َب ِاي ُع‬ ُ ‫ ِجْئ‬: ‫ا َل‬ll‫ َف َق‬، ‫لَّ َم‬l ‫ ِه َو َس‬l‫لَّى هَّللا ُ َع َل ْي‬l ‫ص‬
َ ِّ‫ ٌل ِإ َلى ال َّن ِبي‬l‫ ا َء َر ُج‬l‫َج‬
 " ‫ " ارْ ِجعْ ِإ َلي ِْه َما َفَأضْ ِح ْك ُه َما َك َما َأ ْب َك ْي َت ُه َما‬: ‫ان ؟ َقا َل‬ ِ ‫ت َأ َب َويَّ َي ْب ِك َي‬
ُ ‫َو َت َر ْك‬
Dikisahkan ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah. Lalu dia berkata, “Ya
Rasulullah, saya hijrah ke Madinah ini untuk berbaiat kepadamu, tapi aku meninggalkan
orangtuaku dalam keadaan sedih dan menangis?”
Rasulullah menjawab “kembalilah kepada keduanya, dan buatlah mereka tersenyum
sebagaimana sebelumnya sudah engkau buat mereka menangis“ (HR. Abu Daud)

10. Jangan membuatnya marah. Apabila terlanjur segera minta maaf dan minta
ridhanya

Dari Abdullah bin ’Amru radhiallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,

ُ ‫ َو َس َخ‬،ِ‫الوالِد‬
‫ط الرَّ بِّ فِي َس َخطِ ْال َوالِ ِد‬ َ ‫ضى‬َ ‫ضى الرَّ بِّ فِي ِر‬
َ ‫ِر‬
“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka
orang tua” (HR at-Tirmidzi)

11. Setiap selesai shalat mendoakan mereka

Bacalah doa :
َ ْ‫ار َّب َيا ِني‬
‫ص ِغي َْرا‬ ْ ‫اَل ٰلّ ُه َّم‬
َ ‫اغ ِفرْ لِيْ َول َِوالِدَ يَّ َوارْ َحمْ ُه َما َك َم‬
Alloohummaghfirlii waliwaalidayya warham humma kamaa rabbayaa nii shaghiiraa

Artinya: "Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku (Ibu dan Bapakku),
sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku diwaktu kecil"

KEUTAMAAN BIRRUL WALIDAIN

1. Akan mendapatkan Ridha Allah

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda :

ُ ‫ َو َس َخ‬،ِ‫الوالِد‬
‫ط الرَّ بِّ فِي َس َخطِ ْال َوالِ ِد‬ َ ‫ضى‬َ ‫ضى الرَّ بِّ فِي ِر‬
َ ‫ِر‬
“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka
orang tua” (HR at-Tirmidzi)

2. Allah akan menolong ia dari kesusahan (Kisah 3 orang terjebak di dalam Goa)
Rasullullah bersabda : “Ada tiga orang dari orang-orang sebelum kalian berangkat
bepergian. Suatu saat mereka terpaksa mereka mampir bermalam di suatu goa
kemudian mereka pun memasukinya. Tiba-tiba jatuhlah sebuah batu besar dari gunung
lalu menutup gua itu dan mereka di dalamnya. Mereka berkata bahwasanya tidak ada
yang dapat menyelamatkan mereka semua dari batu besar tersebut kecuali jika mereka
semua berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan menyebutkan amalan baik
mereka.”

Salah seorang dari mereka berkata, “Ya Allah, aku mempunyai dua orang tua yang
sudah sepuh dan lanjut usia. Dan aku tidak pernah memberi minum susu (di malam
hari) kepada siapa pun sebelum memberi minum kepada keduanya. Aku lebih
mendahulukan mereka berdua daripada keluarga dan budakku (hartaku). Kemudian
pada suatu hari, aku mencari kayu di tempat yang jauh. Ketika aku pulang ternyata
mereka berdua telah terlelap tidur. Aku pun memerah susu dan aku dapati mereka
sudah tertidur pulas. Aku pun enggan memberikan minuman tersebut kepada keluarga
atau pun budakku. Seterusnya aku menunggu hingga mereka bangun dan ternyata
mereka barulah bangun ketika Shubuh, dan gelas minuman itu masih terus di tanganku.
Selanjutnya setelah keduanya bangun lalu mereka meminum minuman tersebut. Ya
Allah, jikalau aku mengerjakan sedemikian itu dengan niat benar-benar  mengharapkan
wajah-Mu, maka lepaskanlah kesukaran yang sedang kami hadapi dari batu besar yang
menutupi kami ini.” Batu besar itu tiba-tiba terbuka sedikit, namun mereka masih belum
dapat keluar dari goa.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, lantas orang yang lain pun berdo’a, “Ya
Allah, dahulu ada puteri pamanku yang aku sangat menyukainya. Aku pun sangat
menginginkannya. Namun ia menolak cintaku. Hingga berlalu beberapa tahun, ia
mendatangiku (karena sedang butuh uang). Aku pun memberinya 120 dinar. Namun
pemberian itu dengan syarat ia mau tidur denganku (alias: berzina). Ia pun mau.
Sampai ketika aku ingin menyetubuhinya, keluarlah dari lisannya, “Tidak halal bagimu
membuka cincin kecuali dengan cara yang benar (maksudnya: barulah halal dengan
nikah, bukan zina).” Aku pun langsung tercengang kaget dan pergi meninggalkannya
padahal dialah yang paling kucintai. Aku pun meninggalkan emas (dinar) yang telah
kuberikan untuknya. Ya Allah, jikalau aku mengerjakan sedemikian itu dengan niat
benar-benar mengharapkan wajah-Mu, maka lepaskanlah kesukaran yang sedang kami
hadapi dari batu besar yang menutupi kami ini.” Batu besar itu tiba-tiba terbuka lagi,
namun mereka masih belum dapat keluar dari goa.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, lantas orang ketiga berdo’a, “Ya Allah, aku
dahulu pernah mempekerjakan beberapa pegawai lantas aku memberikan gaji pada
mereka. Namun ada satu yang tertinggal yang tidak aku beri. Malah uangnya aku
kembangkan hingga menjadi harta melimpah. Suatu saat ia pun mendatangiku. Ia pun
berkata padaku, “Wahai hamba Allah, bagaimana dengan upahku yang dulu?” Aku pun
berkata padanya bahwa setiap yang ia lihat itulah hasil upahnya dahulu (yang telah
dikembangkan), yaitu ada unta, sapi, kambing dan budak. Ia pun berkata, “Wahai
hamba Allah, janganlah engkau bercanda.” Aku pun menjawab bahwa aku tidak sedang
bercanda padanya. Aku lantas mengambil semua harta tersebut dan menyerahkan
padanya tanpa tersisa sedikit pun. Ya Allah, jikalau aku mengerjakan sedemikian itu
dengan niat benar-benar mengharapkan wajah-Mu, maka lepaskanlah kesukaran yang
sedang kami hadapi dari batu besar yang menutupi kami ini”. Lantas goa yang tertutup
sebelumnya pun terbuka, mereka keluar dan berjalan. (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari
no. 2272 dan Muslim no. 2743)

3. Memiliki “senjata pamungkas” berupa Doa Makbul

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُْ ْ ْ ْ lٌ ‫ت مُسْ َت َجا َب‬


َّ ‫ات الَ َش‬ ُ َ‫َثال‬
ِ ‫ِيهنَّ دَعْ َوةُ ال َوالِ ِد َودَ عْ َوةُ ال ُم َساف ِِر َودَ عْ َوةُ ال َمظل‬
‫وم‬ ِ ‫كف‬ ٍ ‫ث دَ َع َوا‬
“Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang tua, doa orang yang
bepergian (safar) dan doa orang yang dizholimi.” (HR. Abu Daud)

4. Birrul walidain menyebabkan lapangnya Rizki dan panjang umur

Rasulullah bersabda :

‫ َو َي ْن َسَأ َل ُه فِى َأ َث ِر ِه َف ْليَصِ ْل َر ِح َم ُه‬،ِ‫َمنْ َأ َحبَّ َأنْ ُي ْب َس َط َل ُه فِى ِر ْز ِقه‬


“Barangsiapa yang suka diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah
ia menyambung tali silaturahmi” (Hadits Riwayat Bukhari)

Imam Nawawi mengatakan, yang dimaksud menyambung silaturrahim artinya


senantiasa berkunjung kepada orang tua.

5. Birrul Walidain dapat menghapus dosa besar

‘Atha bin Yasar meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, bahwa ada lelaki yang mengadukan:
“Aku meminang wanita, tetapi ia menolakku. Dan ada lelaki lain meminangnya, dan
wanita itu menginginkannya. Aku pun cemburu, dan aku bunuh dia. Apakah aku masih
punya kesempatan bertaubat?” Ibnu ‘Abbas bertanya: “Apakah ibumu masih hidup?”
Jawabnya,”Tidak.” (Ibnu Abbas pun berkata): “Kalau begitu, bertaubatlah kepada Allah
dan berbuat baiklah sebisamu.” Aku bertanya kepada ‘Ibnu ‘Abbas : “Mengapa engkau
bertanya tentang ibunya?” Ia menjawab,”Aku tidak mengetahui ada amalan yang lebih
mendekatkan diri kepada Allah melebihi bakti kepada ibu.” (HR. Bukhori Muslim)

6. Birrul Walidain pahalanya setara Haji, Umroh dan Jihad di jalan Allah

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, “Ada seorang
laki-laki menghampiri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berucap, ‘Aku berbai’at
kepadamu untuk berhijrah dan berjihad dengan mengharapkan pahala dari Allah.’
Beliau bertanya, ‘Apakah salah seorang dari kedua orang tuamu masih hidup?’ Dia
menjawab, ‘Ya, masih, bahkan kedua-duanya.’ 

Maka beliau bersabda. “Berarti engkau menginginkan pahala dari Allah?” Dia
menjawab, ‘Ya.’ “
Beliau bersabda:

‫ْك َفَأحْ سِ نْ صُحْ َب َت ُه َما‬


َ ‫َفارْ ِجعْ ِإ َلى َوالِ َدي‬
“Kembalilah kepada kedua orang tuamu, lalu pergaulilah mereka dengan baik” (HR.
Muslim)

7. Birrul Walidain menyebabkan diangkat sebagai Wali Allah dan doanya makbul
(kisah Uwais Al-Qarny)

Uwais Al Qarni, adalah seorang anak mudah sudah beriman pada masa Nabi. Tapi ia
tidak tinggal di Madinah dan tidak pernah berjumpa dengan Rasulullah. Ia sudah
berangan-angan untuk berhijrah ke Madinah untuk bertemu dengan Nabi. Namun
perhatiannya kepada ibunya telah menunda tekadnya berhijrah. Ia ingin bisa meraih
syurga dan berteman dengan Nabi dengan baktinya kepada ibu, kendatipun harus
kehilangan kesempatan berjumpa dengan Rasulullah di dunia.

Rasulullah mengetahui bahwa di luar kota Madinah ada seorang anak Muda Sholeh
yang sangat berbakti kepada ibunya. Nabi mengetahui keistimewaan anak Muda
bernama Uwais Al-Qarni ini. Sehingga beliau berpesan kepada sahabat-sahabatnya,
kalau kelak kalau Uwais datang ke Madinah, mintalah doa kepadanya. Karena lantaran
baktinya kepada ibunya, doanya tidak pernah tertolak.

Rasulullah bersabda :,’Akan datang pada kalian Uwais bin ‘Amir bersama rombongan
penduduk Yaman yang berasal dari Murad dan kemudian dari Qarn. Ia pernah tertimpa
lepra dan sembuh total, kecuali kulit yang sebesar logam dirham. Ia mempunyai ibu
yang sangat dihormatinya. Seandainya ia bersumpah atas nama Allah, niscaya aku
hormati sumpahnya. Mintalah ia beristighfar untukmu jika bertemu’.” 

Hingga Rasulullah meninggal dunia, Uwais belum pernah ke Madinah. Akan tetapi,
Sayyidina Umar yang mendengar nasehat dari Rasulullah tentang Uwais itu terus
mengingat-ingat. Bila rombongan dari Yaman datang, Umar bin Khaththab selalu
bertanya kepada mereka: “Apakah Uwais bin ‘Amir bersama kalian?” 

Sampai akhirnya Umar menemukan Uwais. Umar bertanya,”Engkau Uwais bin ‘Amir?”
Ia menjawab,”Benar.” ‘Umar bertanya,”Engkau dari Murad kemudian beralih ke Qarn?”
Ia menjawab,”Benar”. Umar bertanya,”Apakah engkau dulu pernah sakit lepra dan
sembuh, kecuali kulit yang sebesar uang dirham?” Ia menjawab,”Benar.” ‘Umar
bertanya,”Engkau punya ibu?” Ia menjawab,”Benar.” 

Umar berkata,”Tolong mintakan ampun (kepada Allah) untukku,” maka Uwaispun


memohonkan ampunan untuk Umar. 
Umar bertanya,”Kemana engkau akan pergi?” Ia menjawab,”Kufah.” Umar
berkata,”Maukah engkau jika aku menulis (rekomendasi) untukmu ke gubernurnya
(Kufah)?” Ia menjawab,”Aku lebih suka bersama orang yang tidak dikenal.”. 

Hal ini menjelaskan kerendahan hati Uwais. Dia tidak ingin dilayani dan mendapatkan
fasilitas istimewa.

8. Kemurkaan orang tua dapat menjadi doa jelek yang mustajab (Kisah Juraij)

Rasulullah bersabda : “Tidak ada bayi yang dapat berbicara dalam buaian kecuali Isa
bin Maryam dan (bayi di masa) Juraij”. 

Lalu ada yang bertanya,”Wahai Rasulullah siapakah Juraij?” Beliau lalu bersabda,
”Juraij adalah seorang rahib yang berdiam diri pada rumah peribadatannya (yang
terletak di dataran tinggi/gunung). 

Terdapat seorang penggembala yang menggembalakan sapinya di lereng gunung


tempat peribadatannya dan seorang wanita dari suatu desa menemui penggembala itu
(untuk berbuat mesum dengannya).

(Suatu ketika) datanglah ibu Juraij dan memanggil anaknya (Juraij) ketika ia sedang
melaksanakan shalat, ”Wahai Juraij.” Juraij lalu bertanya dalam hatinya, ”Apakah aku
harus memenuhi panggilan ibuku atau meneruskan shalatku?” Rupanya dia
mengutamakan shalatnya. Ibunya lalu memanggil untuk yang kedua kalinya.  Juraij
kembali bertanya di dalam hati, ”Ibuku atau shalatku?” Rupanya dia mengutamakan
shalatnya. Ibunya memanggil untuk kali ketiga. Juraij bertanya lagi dalam hatinya,
”lbuku atau shalatku?” Rupanya dia tetap mengutamakan shalatnya. 

Ketika sudah tidak menjawab panggilan, ibunya berkata, “Semoga Allah tidak
mewafatkanmu, wahai Juraij sampai wajahmu dipertontonkan di depan para pelacur.”
Lalu ibunya pun pergi meninggalkannya.

Wanita yang menemui penggembala tadi dibawa menghadap raja dalam keadaan telah
melahirkan seorang anak. Raja itu bertanya kepada wanita tersebut, ”Hasil dari
(hubungan dengan) siapa (anak ini)?” “Dari Juraij”, jawab wanita itu. Raja lalu bertanya
lagi, “Apakah dia yang tinggal di tempat peribadatan itu?” “Benar”, jawab wanita itu. 

Raja berkata, ”Hancurkan rumah peribadatannya dan bawa dia kemari.” Orang-orang
lalu menghancurkan tempat peribadatannya dengan kapak sampai rata dan
mengikatkan tangannya di lehernya dengan tali lalu membawanya menghadap raja. Di
tengah perjalanan Juraij dilewatkan di hadapan para pelacur. Ketika melihatnya Juraij
tersenyum dan para pelacur tersebut melihat Juraij yang berada di antara manusia.

Raja lalu bertanya padanya, “Siapa ini menurutmu?” Juraij balik bertanya, “Siapa yang
engkau maksud?” Raja berkata, “Dia (wanita tadi) berkata bahwa anaknya adalah hasil
hubungan denganmu.” Juraij bertanya, “Apakah engkau telah berkata begitu?” “Benar”,
jawab wanita itu. Juraij lalu bertanya, ”Di mana bayi itu?” Orang-orang lalu menjawab,
“(Itu) di pangkuan (ibu)nya.” Juraij lalu menemuinya dan bertanya pada bayi itu, ”Siapa
ayahmu?” Bayi itu menjawab, “Ayahku si penggembala sapi.”

Kontan sang raja berkata, “Apakah perlu kami bangun kembali rumah ibadahmu
dengan bahan dari emas?” Juraij menjawab, “Tidak perlu”. “Ataukah dari perak?” lanjut
sang raja. “Jangan”, jawab Juraij. “Lalu dari apa kami akan bangun rumah ibadahmu?”,
tanya sang raja. Juraij menjawab, “Bangunlah seperti sedia kala.” 

Raja lalu bertanya, “Mengapa engkau tersenyum?” Juraij menjawab, “(Saya tertawa)
karena suatu perkara yang telah aku ketahui, yaitu terkabulnya do’a ibuku terhadap
diriku.” Kemudian Juraij pun memberitahukan hal itu kepada mereka.”

Anda mungkin juga menyukai