Saya wasiatkan kepada diri saya dan kepada semua yang hadir di tempat ini agar
senantiasa bertakwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Hanya mereka yang
diterima amalannya dan hidup berbahagia serta sukses di dunia dan akhirat.
۟ ُوا ٱتَّق
۟ ُين َءامن َأ ٰٓي
َ وا ٱهَّلل َ َ ذ
ِ َّ ٱل اَ ه ُّ ي َ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah.”
Kalimat yang sering kita dengar yang sering diulang-ulang karena kita memang
sering lupa.
ق تُقَاتِ ِه
َّ َح
“ketakwaan yang sebenarnya”
Bukan sekedar tulisan yang terpampang, bukan sekedar ucapan yang kita
ungkapkan. Ketakwaan adalah sesuatu yang jiwa kita yakini, kemudian lisan kita
ucapkan, dan raga kita mempraktekkannya. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengatakan,
Jamaah rahimakumullah,
Setiap hari kita dan orang-orang keluar dari rumah. Anak-anak juga berangkat ke
sekolah. Besok mereka akan melakukannya kembali. Terus seperti itu rutinitas
yang manusia kerjakan. Ada yang ke pasar, ke kantor, pabrik, ada juga yang di
jalanan. Semuanya mencari uang, harta.
Lihatlah orang terkaya di dunia ini. Ke mana dia membawa hartanya? Dia
tinggalkan selama-lamanya di atas muka bumi ini. Di negeri ini kita sering
membaca 10 Orang Terkaya. Harta mereka semua nanti ditinggal.
Hati-hati dengan dunia ini, jangan sampai kita tertipu. Silakan bekerja, mencari
harta. Tapi ambisi kita bukan dunia karena kita tidak lama tinggal di dunia ini.
Sungguh sangat bodoh manusia yang menimbun hartanya di sebuah tempat. Dia
letakkan di brankas, setiap hari dia kumpulkan di sana, kemudian setelah itu dia
tinggalkan selama-lamanya. Ke mana akalmu? Bukankah engkau capek telah
menumpuk harta itu? Bukankah engkau sekolah dalam hitungan tahunan untuk
mendapatkan harta itu? Dan engkau sudah mendapatkannya, mengapa tak
engkau bawa? Mengapa engkau tinggalkan selama-lamanya di muka bumi?
Dan kebanyakan dari kita seperti itu. Hanya bekerja dan terus bekerja kemudin
pergi meninggalkan dunia.
Sebagian kita sudah hidup menderita jiwanya. Maka WHO menyebutkan sudah
ada 1 milyar orang yang sakit jiwanya.
Jamaah, kita pernah sulit dalam hal ekonomi. Ingat dahulu ketika mungkin
kendaraan kita hanya motor bekas, belum menikah tidak memiliki apa-apa.
Kemudian terus bertingkat keadaan ekonomi kita. Semakin membaik dan lalu
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberinya lagi kepada kita.
Sekarang bagaimana kondisi kita? Abdurrahman bin ‘Auf mengatakan bahwa kita
akan menjadi seperti apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya
inginkan. Tapi kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kalian tidak seperti
itu.
Yang pertama, َ – تَتَنَافَسُونkalian akan bersaing. Sudah memiliki banyak harta. Yang
seharusnya hidup tenang, sakit jiwanya. Terus dia bersaing. Motornya ingin lebih
baik dari motor orang lain, gawainya ingin lebih baik dari gawai orang lain,
hartanya ingin lebih banyak dari harta orang lain, dan rumahnya ingin lebih bagus
dari rumah orang lain. Terus saja didorong oleh penyakit tersebut. Itu yang akan
terjadi.
Yang kedua, َ – ثُ َّم تَتَ َحا َس ُدونkalian akan saling menghasut setelah itu. Karena dunia
ini sempit, kursi-kursi itu terbatas. Kalau sudah ada yang duduk di sana, yang lain
tidak ada yang bisa duduk di situ. Dia harus menurunkan orang tersebut dan
menggantikan posisi itu.
Yang ketiga, َ – ثُ َّم تَتَدَابَرُونkalian tidak saling bertegur sapa. Tidak ingin bertemu.
Jika bertemu, maka akan sakit hatinya.
Yang keempat, yang akan dibawa pulang, tidur, dan makan; َ – ثُ َّم تَتَبَا َغضُونkalian
akan saling membenci. Kalian akan bermusuhan dengan saudara kalian sendiri.
Ahibbatiy fillah,
Itu penyakit yang sudah menimpa kita. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
mengatakan,
Perbaiki Niat
Ahibbatiy fillah,
َوِإ ْن َخَر َج يَ ْس َعى، ِإ ْن َكا َن َخَر َج يَ ْس َعى َعلَى َولَ ِد ِه ِصغَ ًارا َف ُه َو يِف َسبِ ِيل اللَّ ِه،
َوِإ ْن َكا َن يَ ْس َعى َعلَى َن ْف ِس ِه يَعِ ُّفها،َعلَى ََأب َويْ ِن َشْي َخنْي ِ َكبِ َرييْ ِن َف ُه َو يِف َسبِ ِيل اللَّ ِه
ِ َ وِإ ْن َكا َن خرج ِرياء وَت َفاخرا َفهو يِف سبِ ِيل الشَّيط،َفهو يِف سبِ ِيل اللَّ ِه
ان ْ َ َ ُ ًُ ً َ َ ََ َ َ َُ
“Jika ia keluar rumah berusaha menafkahi atas anaknya yang kecil maka ia adalah
berjihad fi sabilillah, dan jika ia keluar rumah berusaha menafkahi kedua
orangtuanya yang sangat tua kedua-duanya maka ia adalah berjihad fi sabilillah,
dan jika ia keluar berusaha untuk dirinya sendiri agar tidak meminta-minta maka ia
adalah berjihad fi sabilillah, dan jika ia keluar dari rumahnya dalam keadaan riya’
dan menyombongkan diri maka ia berada di dalam jalan setan.” (HR. Ath Thabrani
no. 1428)[3]
Jangan sampai kita setiap hari keluar dari rumah malah sedang di jalan setan,
bekerja hanya untuk berbangga-bangga dan pamer kepada orang lain.
Ahibbatiy fillah,
Berapa banyak orang-orang yang kita kenal telah pergi meninggalkan dunia ini?
Dan kita tahu hasil usaha dia, rumah yang dia bangun, motor yang dia miliki, dan
harta yang lainnya tidak dia bawa.
Kita lihat mungkin ada ribuan orang yang mengantarkan jenazah. Apakah ada
salah satu di antara mereka yang mau tinggal di dalam kubur? Tidak ada.
Anaknya mungkin? Atau orang tua dan kawan dekatnya. Tidak ada. Anak
buahnya yang dia bayar, apakah mau menemani majikannya di dalam kubur?
Tidak ada yang mau.
Dia menjual agamanya, dia barter dengan sedikit kenikmatan dunia. Tidak lagi
memikirkan halal dan haram. Yang ada di dalam benaknya hanya harta, jabatan,
dan kedudukan. Padahal semua itu akan dia tinggalkan.
Ahibbatiy fillah,
Hari ini hari Jumat. Harinya bershalawat untuk Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam. Hari yang dianjurkan untuk membaca Al-Qur’an surah Al Kahfi.
Bacalah dengan artinya, baca pesan-pesan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada
kita agar kita tidak diperbudak oleh harta kita.