Anda di halaman 1dari 7

Khutbah Jumat Pertama

Saya wasiatkan kepada diri saya dan kepada semua yang hadir di tempat ini agar
senantiasa bertakwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Hanya mereka yang
diterima amalannya dan hidup berbahagia serta sukses di dunia dan akhirat.

Allah ‘Azza wa Jalla mengulangi perintah-Nya. Dan para Rasul menyampaikannya


berulang kali. Lalu diteruskan oleh para pewaris Nabi.

۟ ُ‫وا ٱتَّق‬
۟ ُ‫ين َءامن‬ ‫َأ‬ ٓ‫ٰي‬
َ ‫وا ٱهَّلل‬ َ َ ‫ذ‬
ِ َّ ‫ٱل‬ ‫ا‬َ ‫ه‬ ُّ ‫ي‬ َ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah.”

Kalimat yang sering kita dengar yang sering diulang-ulang karena kita memang
sering lupa.

‫ق تُقَاتِ ِه‬
َّ ‫َح‬
“ketakwaan yang sebenarnya”

Bukan sekedar tulisan yang terpampang, bukan sekedar ucapan yang kita
ungkapkan. Ketakwaan adalah sesuatu yang jiwa kita yakini, kemudian lisan kita
ucapkan, dan raga kita mempraktekkannya. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengatakan,

َ ‫َواَل تَ ُموتُ َّن ِإاَّل َوَأنتُم ُّم ْسلِ ُم‬


‫ون‬
“dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama
Islam.”  (QS. Ali ‘Imran[3]: 102)

Yang menjadi standar orang baik bukan sekarang, tapi nanti ketika ajal


menjemput.

Cinta kepada Harta

Jamaah rahimakumullah,
Setiap hari kita dan orang-orang keluar dari rumah. Anak-anak juga berangkat ke
sekolah. Besok mereka akan melakukannya kembali. Terus seperti itu rutinitas
yang manusia kerjakan. Ada yang ke pasar, ke kantor, pabrik, ada juga yang di
jalanan. Semuanya mencari uang, harta.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menanamkan di jiwa kita kecintaan kepada


harta sebagaimana dalam firman-Nya,

‫ب‬ َّ ‫اط ِري الْ ُم َقْنطَر ِة ِم َن‬


ِ ‫الذ َه‬ ِ َ‫ات ِمن النِّس ِاء والْبنِني والْ َقن‬ ِ ‫ب الشَّهو‬ ِ ‫ُزيِّ َن لِلن‬
َ ََ َ َ َ َ َ َ ُّ ‫َّاس ُح‬
ُّ ‫ك َمتَاعُ احْلَيَ ِاة‬
‫الد ْنيَا ۖ َواللَّهُ ِعْن َد ُه‬ ِ ِ َّ ‫َوالْ ِف‬
َ ‫ض ِة َواخْلَْي ِل الْ ُم َس َّو َم ِة َواَأْلْن َع ِام َواحْلَْرث ۗ َٰذل‬
ِ ‫حسن الْم‬
‫آب‬ َ ُُْ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak,
kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan
hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali
‘Imran[3]: 14)

Lihatlah orang terkaya di dunia ini. Ke mana dia membawa hartanya? Dia
tinggalkan selama-lamanya di atas muka bumi ini. Di negeri ini kita sering
membaca 10 Orang Terkaya. Harta mereka semua nanti ditinggal.

Hati-hati dengan dunia ini, jangan sampai kita tertipu. Silakan bekerja, mencari
harta. Tapi ambisi kita bukan dunia karena kita tidak lama tinggal di dunia ini.

Sungguh sangat bodoh manusia yang menimbun hartanya di sebuah tempat. Dia
letakkan di brankas, setiap hari dia kumpulkan di sana, kemudian setelah itu dia
tinggalkan selama-lamanya. Ke mana akalmu? Bukankah engkau capek  telah
menumpuk harta itu? Bukankah engkau sekolah dalam hitungan tahunan untuk
mendapatkan harta itu? Dan engkau sudah mendapatkannya, mengapa tak
engkau bawa? Mengapa engkau tinggalkan selama-lamanya di muka bumi?

Dan kebanyakan dari kita seperti itu. Hanya bekerja dan terus bekerja kemudin
pergi meninggalkan dunia.

Jiwa yang Menderita


Ahibbatiy fillah,

Sebagian kita sudah hidup menderita jiwanya. Maka WHO menyebutkan sudah
ada 1 milyar orang yang sakit jiwanya.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

ٍ ‫ قَ َال عب ُد الرَّمْح ِن بن عو‬.» ‫َأى َقوٍم َأْنتم‬ ِ


‫ول‬
ُ ‫ف َن ُق‬ َْ ُ ْ َ َْ ْ ُ ْ ُّ ‫وم‬ ُ ‫الر‬ُّ ‫س َو‬ ِ
ُ ‫ت َعلَْي ُك ْم فَار‬ْ ‫ِإ َذا فُت َح‬
ِ
‫ك َتَتنَافَ ُسو َن‬َ ‫ « َْأو َغْيَر َذل‬-‫صلى اهلل عليه وسلم‬- ‫ول اللَّ ِه‬ ُ ‫ال َر ُس‬َ َ‫َك َما ََأمَرنَا اللَّهُ ق‬
ِ ِ‫ك مُثَّ َتْنطَلِ ُقو َن ىِف َمساك‬
‫ني‬ ِ‫مُثَّ َتتحاس ُدو َن مُثَّ َتت َدابرو َن مُثَّ َتتبا َغضو َن َأو حَن و َذل‬
َ َ َ ْ ْ ُ ََ َُ َ َ ََ
.‫ض‬ ِ َ‫ضهم َعلَى ِرق‬
ٍ ‫اب َب ْع‬ ‫ع‬ ‫ب‬ ‫ن‬
َ ‫و‬ُ‫ل‬ ‫ع‬ ‫ج‬ ‫ت‬ ‫ف‬
َ ‫ين‬ ِ
‫ر‬ ِ ‫الْمه‬
‫اج‬
ْ ُ َ ْ َ َ ْ َ َ َُ
“Jika Persia dan Romawi telah ditaklukkan, lantas bagaimanakah keadaan kalian?
‘Abdurrahman bin ‘Auf berkata, ”Sebagaimana Allah perintahkan kepada kami.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak seperti itu, kalian akan
saling berlomba, saling dengki, saling bermusuhan, saling benci, atau semacam itu
(dalam meraih dunia, pen). Kemudian kalian berangkat ke tempat-tempat tinggal
kaum muhajirin dan kalian menjadikan sebagian mereka membunuh sebagian
yang lain” (HR. Muslim no. 2962)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyampaikan ini ketika para sahabat


dalam keadaan susah, tidak tahu esok hari apa yang mau mereka makan. Dalam
keadaan para sahabat hanya makan sebutir kurma dalam perjalanan akan
perang dan tidak memiliki alas kaki hingga kuku mereka mengelupas.

Dalam keadaan demikian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam


bertanya, “Bagaimana keadaan kalian jika Persia dan Romawi ditaklukkan
kemudian hartanya dibagikan kepada kalian?” 

Jamaah, kita pernah sulit dalam hal ekonomi. Ingat dahulu ketika mungkin
kendaraan kita hanya motor bekas, belum menikah tidak memiliki apa-apa.
Kemudian terus bertingkat keadaan ekonomi kita. Semakin membaik dan lalu
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberinya lagi kepada kita.
Sekarang bagaimana kondisi kita? Abdurrahman bin ‘Auf mengatakan bahwa kita
akan menjadi seperti apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya
inginkan. Tapi kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kalian tidak seperti
itu.

Penyakit Manusia Ketika Banyak Harta

Yang pertama, َ‫ – تَتَنَافَسُون‬kalian akan bersaing. Sudah memiliki banyak harta. Yang
seharusnya hidup tenang, sakit jiwanya. Terus dia bersaing. Motornya ingin lebih
baik dari motor orang lain, gawainya ingin lebih baik dari gawai orang lain,
hartanya ingin lebih banyak dari harta orang lain, dan rumahnya ingin lebih bagus
dari rumah orang lain. Terus saja didorong oleh penyakit tersebut. Itu yang akan
terjadi.

Bersaing boleh selama tidak menzalimi orang lain. Tapi Rasulullah Shallallahu


‘Alaihi wa Sallam mengatakan itu hanya awalnya.

Yang kedua, َ‫ – ثُ َّم تَتَ َحا َس ُدون‬kalian akan saling menghasut setelah itu. Karena dunia
ini sempit, kursi-kursi itu terbatas. Kalau sudah ada yang duduk di sana, yang lain
tidak ada yang bisa duduk di situ. Dia harus menurunkan orang tersebut dan
menggantikan posisi itu.

Lihatlah orang-orang yang ada di pasar, bagaimana kondisi jiwa-jiwa mereka


yang mungkin tampak sehat menurut kita namun sakit jiwanya. Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyampaikan kalian akan saling iri. Saling hasut
karena tidak suka ada orang lain yang lebih baik dari dia.

Padahal saudara sesama muslim yang seharusnya dia gembira dengan


kegembiraan saudaranya. Yang seharusnya dia cinta kepada saudaranya seperti
dia mencintai dirinya sendiri. Tapi itu tidak terjadi. Kalian akan saling menghasut
dan iri. Apakah selesai sampai di situ? Tidak.

Yang ketiga, َ‫ – ثُ َّم تَتَدَابَرُون‬kalian tidak saling bertegur sapa. Tidak ingin bertemu.
Jika bertemu, maka akan sakit hatinya.

Yang keempat, yang akan dibawa pulang, tidur, dan makan; َ‫ – ثُ َّم تَتَبَا َغضُون‬kalian
akan saling membenci. Kalian akan bermusuhan dengan saudara kalian sendiri.

Ahibbatiy fillah,
Itu penyakit yang sudah menimpa kita. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
mengatakan,

َ ‫ اَحْلَ َس ُد َوالَْب ْغ‬:‫اُأْلم ِم َقْبلَ ُك ْم‬ ‫َد َّ ِإ‬


ُ‫ضاء‬ َ ُ‫ب لَْي ُك ْم َداء‬
“Penyakit umat-umat sebelum kalian telah menyerang kalian yaitu dengki dan
benci.” (HR. At-Tirmidzi No. 2510)[2]

Perbaiki Niat

Ahibbatiy fillah,

Kita tidak dilarang untuk mengumpulkan harta. Tapi tolong perbaiki niatnya.


Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat ada seorang sahabat
yang bekerja keras mengumpulkan harta. Kata orang-orang di kalangan sahabat
yang lainnya mengatakan,

‫ لَ ْو َكا َن َه َذا يِف َسبِ ِيل اللَّ ِه‬،‫ول اللَّ ِه‬


َ ‫يَا َر ُس‬
“Wahai Rasulullah, aduhai sekiranya energi dan kekuatannya disalurkan di jalan
Allah, jihad fi sabilillah.”

‫ َوِإ ْن َخَر َج يَ ْس َعى‬،‫ ِإ ْن َكا َن َخَر َج يَ ْس َعى َعلَى َولَ ِد ِه ِصغَ ًارا َف ُه َو يِف َسبِ ِيل اللَّ ِه‬،
‫ َوِإ ْن َكا َن يَ ْس َعى َعلَى َن ْف ِس ِه يَعِ ُّفها‬،‫َعلَى ََأب َويْ ِن َشْي َخنْي ِ َكبِ َرييْ ِن َف ُه َو يِف َسبِ ِيل اللَّ ِه‬
ِ َ‫ وِإ ْن َكا َن خرج ِرياء وَت َفاخرا َفهو يِف سبِ ِيل الشَّيط‬،‫َفهو يِف سبِ ِيل اللَّ ِه‬
‫ان‬ ْ َ َ ُ ًُ ً َ َ ََ َ َ َُ
“Jika ia keluar rumah berusaha menafkahi atas anaknya yang kecil maka ia adalah
berjihad fi sabilillah, dan jika ia keluar rumah berusaha menafkahi kedua
orangtuanya yang sangat tua kedua-duanya maka ia adalah berjihad fi sabilillah,
dan jika ia keluar berusaha untuk dirinya sendiri agar tidak meminta-minta maka ia
adalah berjihad fi sabilillah, dan jika ia keluar dari rumahnya dalam keadaan riya’
dan menyombongkan diri maka ia berada di dalam jalan setan.” (HR. Ath Thabrani
no. 1428)[3]
Jangan sampai kita setiap hari keluar dari rumah malah sedang di jalan setan,
bekerja hanya untuk berbangga-bangga dan pamer kepada orang lain.

Khutbah Jumat Kedua

Ahibbatiy fillah,

Berapa banyak orang-orang yang kita kenal telah pergi meninggalkan dunia ini?
Dan kita tahu hasil usaha dia, rumah yang dia bangun, motor yang dia miliki, dan
harta yang lainnya tidak dia bawa.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan,

ِ ‫ان ويب َقى معه و‬


، ُ‫ َيْتَبعُهُ َْأهلُهُ َو َمالُهُ َو َع َملُه‬، ‫اح ٌد‬ ِ َ‫ َفير ِجع ا ْثن‬، ٌ‫يْتبع الْميِّت ثَالَثَة‬
َ ُ َ َ ْ َ َ ُ َْ َ َ ََُ
ِ
ُ‫ َو َيْب َقى َع َملُه‬، ُ‫َفَيْرج ُع َْأهلُهُ َو َمالُه‬
“Yang mengikuti mayit sampai ke kubur ada tiga, dua akan kembali dan satu tetap
bersamanya di kubur. Yang mengikutinya adalah keluarga, harta dan amalnya. Dan
yang kembali adalah keluarga dan hartanya. Sedangkan yang tetap bersamanya di
kubur adalah amalnya.” (HR. Bukhari, no. 6514; Muslim, no. 2960)

Kita lihat mungkin ada ribuan orang yang mengantarkan jenazah. Apakah ada
salah satu di antara mereka yang mau tinggal di dalam kubur? Tidak ada.
Anaknya mungkin? Atau orang tua dan kawan dekatnya. Tidak ada. Anak
buahnya yang dia bayar, apakah mau menemani majikannya di dalam kubur?
Tidak ada yang mau.

Siapa yang mau menemani? Amalnya. Maka segeralah beramal. Rasulullah


Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

‫الر ُج ُل ُمْؤ ِمنًا َومُيْ ِسى َكافًِرا َْأو‬


َّ ‫صبِ ُح‬ ِ ِ ِ ِ
ْ ُ‫اَألع َمال فَتنًا َكقطَ ِع اللَّْي ِل الْ ُمظْل ِم ي‬
ِ
ْ ِ‫بَاد ُروا ب‬
ُّ ‫ض ِم َن‬
‫الد ْنيَا‬ ٍ ‫يع ِدينَهُ بِ َعَر‬ ِ
‫ب‬ ‫ي‬ ‫ا‬ ‫ر‬ِ‫مُيْ ِسى م ِمنا ويصبِح َكاف‬
ُ َ ً ُ ْ ُ َ ً ‫ُْؤ‬
“Bersegeralah melakukan amalan shalih sebelum datang fitnah (musibah) seperti
potongan malam yang gelap. Yaitu seseorang pada waktu pagi dalam keadaan
beriman dan di sore hari dalam keadaan kafir. Ada pula yang sore hari dalam
keadaan beriman dan di pagi hari dalam keadaan kafir. Ia menjual agamanya
karena sedikit dari keuntungan dunia” [HR. Muslim][5]

Dia menjual agamanya, dia barter dengan sedikit kenikmatan dunia. Tidak lagi
memikirkan halal dan haram. Yang ada di dalam benaknya hanya harta, jabatan,
dan kedudukan. Padahal semua itu akan dia tinggalkan.

Baca dan Renungkan

Ahibbatiy fillah,

Hari ini hari Jumat. Harinya bershalawat untuk Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam. Hari yang dianjurkan untuk membaca Al-Qur’an surah Al Kahfi.
Bacalah dengan artinya, baca pesan-pesan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada
kita agar kita tidak diperbudak oleh harta kita.

Biasanya imam kalau shalat Jumat itu membaca dua surah, yaitu Al A’la dan Al


Ghasyiyah. Ketika pulang dari sini, baca tafsirnya. Sehingga kita mengetahui
pesan-pesan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sampaikan dan agar kita tidak
mementingkan kehidupan dunia.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

ُّ ‫بَ ْل ُتْؤ ثُِرو َن احْلَيَا َة‬


‫الد ْنيَا‬
“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi.”  (QS. Al-A’la[87]: 16)

‫َواآْل ِخَرةُ َخْيٌر َو َْأب َق ٰى‬


“Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.”  (QS. Al-A’la[87]: 17)

Anda mungkin juga menyukai