Anda di halaman 1dari 22

BIRRUL WALIDAINI

KH. M. SHIDDIQ AL JAWI, S.Si, MSI


Islamic Business Online School
POKOK
BAHASAN 1. PENGERTIAN BIRRUL WALIDAIN
2. HUKUM BIRRUL WALIDAIN
3. BIRRUL WALIDAIN SETELAH
WAFATNYA IBU BAPAK
PENGERTIAN BIRRUL
WALIDAINI
PENGERTIAN BAHASA BIRRUL WALIDAIN
‫َ ر‬ َ ‫ر‬ ْ َ ْ َ ‫ُ َ َْ َ ْر‬
ُّ‫ل والطُّعاَة‬ ُّ ‫ي والفض‬ ُّ ‫ﺍَﻟْ ِب ُّر لغةُّ الخ‬
Kata “al birr” menurut makna Bahasa Arab, artinya
adalah kebaikan (al khair), keutamaan (al fadhlu),
dan ketaatan (al tha’ah).
‫َْ َ َ ْ ر َ َ َ ّ ر‬
ُّ‫الو ِالدينُّ همُّعا األبُّ واألم‬
Sedang “walidaini” artinya adalah ayah dan ibu.
(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, Juz 8,
hlm. 63)
PENGERTIAN ISTILAH BIRRUL WALIDAIN

ْ ْ َ ْ َْ َ َْْ َ َْ ‫َ ر َ ْ ْ َ ر‬ ْ ْ َ َ َْ
‫ل‬
ُّ ِ ‫ل وال ِفع‬
ُّ ِ ‫ب والقو‬
ُّ ِ ‫عان إلي ِه ُّمُّعا ِبعالقل‬
ُّ ‫َِبرُّ الو ِالدينُّ ِا َص ِطالحُّعا ه ُّو ا ِإلحس‬
َ‫عال‬ َ َ َ
ُّ ‫للا تع‬ُِّ ‫إل‬ ُّ ‫تقربُّعا‬
Pengertian “birrul walidaini” menurut istilah
adalah berbuat baik kepada ibu dan ayah baik
dengan hati, dengan perkataan, ataupun dengan
perbuatan, sebagai taqarrub ilallaah,
mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
(Sa’ad bin ‘Ali bin Wahaf Al Qahthani, Birrul
Walidaini fii Dhau’ Al Kitab wa As Sunnah, hlm. 6)
HUKUM DASAR BIRRUL
WALIDAIN
HUKUM DASAR BIRRUL WALIDAIN

Hukum asal birrul walidaini adalah fardhu ‘ain,


atas setiap-tiap muslim.
Dalilnya adalah adanya perintah untuk melakukan
birrul walidaini yang disebutkan secara beriringan
setelah perintah wajib untuk beribadah
(menyembah) kepada Allah dan perintah wajib
bersyukur kepada Allah, atau disebut setelah
larangan menyekutukan Allah.
(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, Juz 8, hlm. 64).
HUKUM DASAR BIRRUL WALIDAIN

Firman Allah SWT :


َ ْ ْ َ َْ ْ َ ْ ُ ْْ ‫ٰ َ َ َ ر‬ ‫َ ْرر‬
‫ل تشكوُّا ِبهُّ شيـُّعا و ِبعالو ِالدينُّ ِاحسعانعا‬ ُّ ‫اّلل و‬
ُّ ‫وا‬ُّ ‫واَبد‬
”Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun,
Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua (ibu
dan ayah)”. (QS An Nisaa` : 36)
HUKUM DASAR BIRRUL WALIDAIN

Firman Allah SWT :


ْ َ َْ ْ َ ْ ُ ْْ ‫ر ْ َ َ َ ْ َ ْ ر َ َ َ َ ُ ْ َ َ ْ ُ ْ َ ر‬
‫ن‬
ُّ ‫ل تشكوُّا ُِّبهُّ شيـعا و ِبعالو ِالدي‬ ُّ ‫م ا‬
ُّ ‫م َُّليك‬
ُّ ‫ل مُّعا حر ُّم ربك‬
ُّ ‫ل تععالوُّا ات‬ ُّ ‫ق‬
ْ
ُّ‫ِاح َسعانعا‬
”Katakanlah (Muhammad), “Marilah aku
bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu.
Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun,
dan berbuat baiklah kepada ibu bapak”. (QS Al
An’aam : 151)
HUKUM DASAR BIRRUL WALIDAIN

Firman Allah SWT :


ٰ ْ ْ َ َ ْ َ ‫َ َ ٰ َ َ َ َ ْ ر ر ْْٓ ْٓ ر‬
ُّ‫عاه و ِبعالو ِالدينُّ ِاحسنُّعا‬
ُّ ‫ل ُِّاي‬
ُّ ‫ل تعبدوُّا ِا‬
ُّ ‫ك ا‬
ُّ ‫ض رب‬
ُّ ‫وق‬
”Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu
jangan menyembah (beribadah) selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapak”.
(QS Al Israa` : 23)
HUKUM DASAR BIRRUL WALIDAIN

Firman Allah SWT :


َ َْ َ ْ ُ َ ْ َ َٰ ْ َ ُ ‫َ َ َْ ْ ْ َ َ َ َ ْ َ ََْ ر‬
ُّ ِ ‫ي ا‬
‫ن‬ ُّ ‫ف َعام‬
ُّ ِ ِ ُّ‫صعاله‬
ُّ ‫ل وهنُّ و ِف‬
ُّ َ ‫عان ِبو ِالد ْي ُِّه حملت ُّه امهُّ وهنُّعا‬ُّ ‫ووصينُّعا ِالنس‬
‫ير‬ ْ َ َ َ ْ َ َ َ ْ ُْ ْ
ُّ ‫ل الم ِص‬ ُّ ِ ‫ك ِا‬
ُّ ‫ل و ِلو ِالدي‬
ُّ ِ ِ ‫اشك ُّر‬
”Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat
baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.
Hanya kepada Aku kembalimu.” (QS Luqman : 14)
HUKUM DASAR BIRRUL WALIDAIN

Berdasarkan ayat-ayat di atas, jelaslah bahwa hukum birrul


walidaini adalah fardhu ‘ain atas setiap-tiap muslim.
Maka dari itu, jika fardhu ‘ain bertemu dengan fardhu kifayah
(misal jihad hujumi / jihad thalab), maka fardhu ‘ain birrul
walidaini wajib didahulukan daripada jihad hujumi.
‫ف‬
ُّ ِ ‫النب فعاستأذنه‬
ُّ ِ ‫ جعاء رجل إل‬:‫ قعال‬-‫رض للا َنهمعا‬ُّ ِ – ‫َبد للا بن َمرو‬ ُّ ‫َن‬
‫ففيهمعا فجعاهد‬
ُّ ُّ‫ ِ ي‬:‫ فقعال‬،‫الجهعاد‬
:‫ قعال‬. ‫ نعم‬:‫أح والداك؟ قعال‬
Dari Abdullah bin ‘Amar, dia berkata,”Telah datang seorang laki-
laki kepada Nabi dan meminta ijin kepada beliau untuk berjihad.
Maka Nabi SAW bertanya,”Apakah ayah ibumu masih hidup?” Dia
menjawab,”Ya.” Nabi SAW bersabda,”Kalau begitu, hendaklah
kamu berbakti kepada keduanya.” (HR Bukhari dan Muslim).
HUKUM DASAR BIRRUL WALIDAIN

Hanya saja, jika ayah atau ibu memerintahkan anak


berbuat maksiat, yaitu meninggalkan yang wajib atau
melakukan yang haram, misalnya anak diperintahkan
meninggalkan dakwah kepada Islam kaffah, atau
diperintahkan untuk menyuap agar diterima bekerja,
atau diperintah melepaskan kerudung (khimar), atau
diperintah untuk menerima pekerjaan ribawi di bank,
maka haram hukumnya anak itu mentaati keduanya,
meskipun anak itu tetap wajib bersikap baik kepada
keduanya.
HUKUM DASAR BIRRUL WALIDAIN

Firman Allah SWT :


َ‫ف الدنيعا‬ َ ‫ر‬ َ َ َ ‫ۡ ََ ر ر‬ َ َ َ َ َ َ ْ ‫َ َ ٰ َ َ ٰٓ َ ر‬ َ
ُّ ِ ِ ‫عاحب ُّهمعا‬
ِ ‫ص‬ ‫و‬ ‫عا‬
ُّ‫م‬ ‫ه‬ ‫ع‬ ‫ط‬
ِ ‫ت‬ ‫ال‬
ُّ ‫ف‬ ‫م‬
ُّ ‫ل‬ َ ِ ِ‫ه‬
ُّ ُّ
‫ب‬ ُّ
‫ك‬ ‫ل‬ ُّ
‫س‬ ‫ي‬‫ل‬ ‫عا‬
ُّ‫م‬ ‫ب‬
ُّ ِ ُّ
‫ك‬ ‫ش‬ ‫ت‬ ‫ن‬
ُّ ‫ا‬ ُّ
‫ل‬ َ ُّ
‫ك‬ ‫د‬ ‫عاه‬ ‫ج‬ ‫ن‬
ُّ ‫ا‬ ‫و‬
ِ َ
‫معروفُّۖعا‬‫ر‬
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku
dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu,
maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah
keduanya di dunia dengan baik.” (QS Luqman : 15)
Sabda Rasulullah SAW :
ْ ‫ر‬ ْ َ ْ ‫َ ر‬ َ َ ْ َ ْ َ َ َ َ َ
ُّ ِ ‫ف المعرو‬
‫ف‬ ُّ ِ ‫ إنمُّعا الطعاَ ُّة‬،‫للا‬ ِ ‫ف مع ِصي ُِّة‬ ُّ ِ ‫ش‬ ُّ ‫ل طعاَ ُّة ِلب‬ ُّ
“Tiada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah,
sesungguhnya ketaatan itu hanyalah dalam hal yang ma’ruf (sesuai
dengan Islam).” (HR Bukhari 4340, Muslim 1840, Nasa’i 4205, Abu
Dawud 2625, Ahmad,1/131).
HUKUM DASAR BIRRUL WALIDAIN

Sebagai catatan, untuk hal-hal yang menjadi kepentingan


anak, bukan kepentingan orang tua, misalnya :
(1) masalah nikahnya anak (anak diminta menikah dengan si A
pilihan mereka),
(2) cerainya anak (anak diminta menceraikan istrinya),
(3) kuliahnya anak (anak ingin mendalami ilmu apa),
(4) pekerjaan anak (anak diminta bekerja di tempat tertentu)
dan kasus-kasus yang semisalnya, maka mentaati orang tua
hukumnya tidak wajib, melainkan sunnah. Sebaiknya, anak
mentaati ibu atau ayahnya, namun jika tidak taat, anak tidak
berdosa. https://aliftaa.jo/Question.aspx?QuestionId=3147#.YM6FU2gzbcc
HUKUM DASAR BIRRUL WALIDAIN

Dalil sunnahnya mentaati orang tua untuk hal-hal yang


menjadi kepentingan anak, bukan kepentingan orang tua,
adalah hadits sbb :
َ ََ
‫عان رَ َُّم ُّرر‬ ُ ‫ُْ ر‬ َ ْ َ ْ َ َ َ َ َ
ُّ ‫ َوك‬،‫ت أ ِح َبهعا‬ ُّ ‫ َ َُّوكن‬،‫حب امرأة‬
ُّ ِ ‫ت ت‬ُّ ‫ كعان‬:‫عال‬
َُّ َ ‫َنهمعا ق‬
ُّ َ ‫اّلل‬
ُّ ‫رض‬ ُّ ِ ‫َمر‬ ُّ َ ‫وَن ابن‬
َ َ ‫َ ر‬ ‫ر‬ َ ‫َْ ر‬ ْ ِّ َ َ َ َ‫َ ْ ر‬
‫النب‬
ُّ ِ ‫عال‬ ُّ ‫ ف ُّق‬،‫ذلك له‬
ُّ ‫كر‬ ُّ ‫ فذ‬،‫النب ﷺ‬ ُّ ِ ُّ َ ُّ‫ فأب‬،‫ فأبيت‬،‫ طلقهعا‬:َ ُّ‫عال ِل‬
‫مر‬ ُّ ‫ فق‬،‫يكرههعا‬
َ ْ ِّ َ
.ُّ‫ حديثُّ حسنُّ صحيح‬:‫ واليمذي وقعال‬،‫بو داود‬ ُّ ‫ طلقهعا رواه أ‬:‫ﷺ‬
Dari Ibnu Umar RA, dia berkata,”Dulu saya punya seorang istri,
dan saya mencintainya. Tapi Umar tidak suka kepadanya. Dia
berkata kepada saya,”Ceraikanlah dia!” Tapi aku
mengabaikannya. Lalu Umar mendatangi Nabi SAW dan
menyebutkan masalah itu kepadanya. Maka berkata Nabi SAW
kepadaku,”Ceraikanlah dia!” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).
HUKUM DASAR BIRRUL WALIDAIN

Dalam hadits tersebut, Umar sebagai ayah memerintahkan


Ibnu Umar putranya untuk menceraikan istrinya, namun Ibnu
Umar mengabaikan. Andaikata menceraikan isteri atas
perintah ayah itu wajib hukumnya, tentu Nabi SAW tidak akan
men-taqrir (mendiamkan) perilaku Ibnu Umar yang
mengabaikan perintah ayahnya tersebut.
Jadi, mentaati perintah ayah untuk menceraikan istri,
hukumnya sunnah (mandub), tidak wajib. Demikian juga untuk
perkara-perkara lain yang semisal itu, yaitu perkara yang
menjadi kepentingan anak, bukan kepentingan orang tua.
(Al Amiin Haj Muhammad Ahmad, Tha’atul Walidaini Mata
Tajibu ‘Ala Al Abna` wa Mata Laa Tajibu, , hlm. 16)
BIRRUL WALIDAIN SETELAH
WAFATNYA AYAH IBU
BIRRUL WALIDAIN SETELAH WAFATNYA ORANG TUA

Birrul Walidain tidak terbatas saat ayah dan ibu masih hidup, namun
tetap dapat dilakukan walau ayah dan ibu sudah tiada.
‫ق من ِب ُّر‬
ُّ ِ ‫ هل ب‬،‫ ُّيعا رسول للا‬:‫ فقعال‬،‫بب سلمة‬
ُّ ِ ‫جعاء رجل من‬:‫أسيد السعاَدي قعال‬
ُّ ُّ ِ ‫َن‬
‫أب‬
‫وإنفعاذ‬
ُّ ،‫عار لهمعا‬
ُّ ‫ والستغف‬،‫ الصالة َليهمعا‬،‫ رنعم‬:‫بعد موتهمعا؟ قعال‬ ُّ ‫همعا به‬
ُّ ‫شء أبر‬ ْ
ِ ‫أبوي‬
‫ وإكرام صديقهمعا‬،‫إل بهمعا‬
ُّ ‫ل توصل‬ ُّ ‫الب‬
ُّ ِ ‫ وصلة الرحم‬،‫َهدهمعا من بعدهمعا‬
ُّ
Dari Abu Usaid As Saa’idi, dia berkata,”Telah datang seorang laki-laki
dari Bani Salamah, dia bertanya,’Wahai Rasulullah, apakah masih
ada birrul walidain yang dapat dilakukan setelah kematian ayah dan
ibuku?” Rasulullah SAW menjawab,”Ya. Mendokan keduanya,
memintakan ampunan bagi keduanya, melaksanakan janji keduanya
setelah keduanya tiada, menyambung silaturahim yang tidak
tersambung kecuali melalui keduanya, dan memuliakan teman-
teman keduanya.” (HR Abu Dawud 5142, Ahmad, 3/497).
BIRRUL WALIDAIN SETELAH WAFATNYA ORANG TUA

Selain lima hal tersebut, Birrul Walidain setelah ayah dan ibu
sudah tiada juga dapat dilakukan untuk hal-hal sbb :
(1) Membayarkan utang ayah atau ibu,
(2) Melaksanakan nadzar ayah atau ibu saat mereka hidup,
(3) Menunaikan kaffarat yang menjadi kewajiban keduanya,
(4) Menunaikan wasiat dari keduanya,
(5) Memberi sedekah atas nama keduanya (misalnya
menyembelih hewan kurban atas nama keduanya), dsb.
(Sa’ad bin ‘Ali bin Wahaf Al Qahthani, Birrul Walidaini fii
Dhau’ Al Kitab wa As Sunnah, hlm. 34-42).
Wallahu a’lam.
‫واهلل أعلم بالصواب‬
Wallahu a’lam bish-shawab
Terima Kasih…

@IslamicBusinessOnlineSchool
#EnergizingPeople
Contact Us :
I-BOS 0811-2399-231
www.fissilmi-kaffah.com
islamicbusinessonlineschool@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai