Maka berangkatlah orang-orang yang di dalam pemeliharaannya terdapat anak yatim, lalu ia memisahkan
makanannya dengan makanan anak yatimnya. begitu pula antara minumannya dengan minuman anak yatimnya.
sehingga akibatnya ada sesuatu dari makanan itu yang lebih tetapi makanan tersebut disimpan buat si anak
yatim hingga si anak yatim memakannya atau makanan menjadi basi. Maka hal tersebut terasa amat berat bagi
mereka, lalu mereka menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah Saw. Maka Allah menurunkan firman-
Nya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak-anak yatim, katakanlah mengurus urusan mereka secara
patut adalah baik." (Al-Baqarah: 220), hingga akhir ayat. Maka mereka kembali mencampurkan makanan dan
minurnan mereka dengan makanan dan minurnan anak-anak yatimnya.
JANGAN TINGGALKAN GENERASI YANG LEMAH:
Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan pembinaan generasi penerus. Salah satunya ditegaskan
oleh Allah SWT di dalam Alquran, Surat An-Nisa ayat 9.
Lemah yang dimaksudkan dalam ayat di atas menyangkut beberapa hal. “Yang utama adalah jangan sampai kita
meninggalkan generasi penerus yang lemah akidah, ibadah, ilmu, dan ekonominya, Generasi penerus atau anak
di sini, tidak hanya anak biologis, melainkan juga anak didik (murid) dan generasi muda Islam pada umumnya.”
PERTAMA: Jangan sampai meninggalkan anak yang lemah akidahnya atau imannya. “Akidah merupakan
sumber kekuatan, kenyamanan dan kebahagiaan dalam hidup. Orang yg lemah akidahnya mudah sekali terkena
virus syirik dan munafik. Hidupnya mudah terombang-ambil, tidak teguh pendirian. Ia pun bisa gampang
menggadaikan iman.” Hal ini pun dicontohkan oleh Luqmanul Hakim saat mendidik anak-anaknya (lihat Q.S
Luqman). “Yang pertama ditekankan adalah soal akidah, yakni ‘janganlah engkau mempersekutukan Allah’.
Barulah kemudian Luqman membahas hal-hal yang lain kepada anak-anaknya.”
)13( َو ِإْذ َقاَل ُلْق َم اُن الْبِنِه َو ُه َو َيِعُظُه َيا ُبَّيَن اَل ُتْش ِر ْك ِبالَّلِه ِإَّن الِّش ْر َك َلُظْلٌم َعِظ يٌم
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, "Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar.” (Q.S. Luqman {31}: 13)
KEDUA: Jangan sampai meninggalkan anak yang lemah ibadahnya. Orang yang istiqomah dalam ibadahnya,
in sya Allah akan bahagia dan punya pegangan dalam hidupnya. Ia tidak mudah terintenvensi oleh orang lain.
“Sebaliknya, orang yang lemah ibadahnya atau menyia-nyiakan ibadah, maka hidupnya tidak akan bahagia. Ia
pun mudah diintervensi orang lain.”
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
َفِّر ُقْو ا َبْيَنُه ْم يِف، اْض ِر ُبْو ُه ْم َعَلْيَه ا ُه ْم َأْبَنا َعْش ِر ِس ِنَنْي، ُم ْو ا َأْو اَل َدُك ْم ِبالَّصاَل ِة ُه ْم َأْبَنا َس ْبِع ِس ِنَنْي
َو ُء َو َو ُء َو ُر
اْلَم َض اِج ع
Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun! Dan pukullah mereka ketika berusia sepuluh tahun
(jika mereka meninggalkan shalat)! Dan pisahkanlah tempat tidur mereka (antara anak laki-laki dan anak
perempuan)! (H.R. Abu Daud)
KETIGA: Jangan sampai meninggalkan anak yang lemah ilmunya. “Islam sangat menekankan pentingnya
ilmu pengetahuan. Rasulullah menegaskan dalam salah satu hadisnya, ‘Tidak ada kebaikan kecuali pada dua
kelompok, yaitu orang yang mengajarkan ilmu dan orang yang mempelajari ilmu’.”
4
KEEMPAT: Jangan meninggalkan generasi yang lemah ekonominya. “Orang tua perlu menyiapkan generasi
yang kuat secara ekonomi, agar hidupnya tidak menjadi beban bagi orang lain.” Sebuah hadis yang
menceritakan seorang lelaki punya seorang anak perempuan. Karena sangat bersemangat bersedekah, ia berniat
menyedekahkan 100 persen hartanya, tapi Nabi melarangnya. Lalu, ia berniat menyedekahkan 50 persen
hartanya. Hal itu pun masih dilarang. Akhirnya ketika dia berniat menyedekahkan sepertiga hartanya, barulah
Nabi mengizinkan. “Dengan demikian, orang tua tadi tidak meninggalkan generasi yang lemah secara
ekonomi. Hadis ini pun menjadi dalil dalam pemberian wasiat, yakni harta yang diwasiatkan untuk
disedekahkan, maksimal sepertiga dari total harta warisan.”
5
“Adapun dinding rumah (yang ditegakkan Khidir) adalah kepunyaan dua orang anak yatim di
kota itu. Di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua. Ayah kedua anak tersebut
adalah seorang yang sholeh. Maka Rabb-mu menghendaki ketika mereka sampai pada masa
kedewasaannya kemudian mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Rabbmu”. (Q.S.
Al Kahfi: 82)
Keterangan:
Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas dengan mengatakan, ayat tersebut adalah dalil bahwasanya
orang tua yang saleh akan dijaga keturunannya. Keberkahan ibadahnya akan mengalir kepada
mereka di dunia dan akhirat. (Tafsir Ibnu Katsir: 5/187)
Bahkan berkah dari keshalihan itu tidak hanya diperoleh anak atau cucu. Al-Qurthubi sampai
berpendapat bisa sampai jauh ke generasi setelahnya, bahkan bisa jadi kesalehan seseorang
berkat kesalihan kakek buyutnya.
Itulah mengapa di dalam surat an-Nisa ayat 9 ini memerintahkan para orang tua untuk bertakwa.
Sebab ketakwaan orang tua adalah diantara modal utama upaya mensalehkan anak, mencetak
generasi tangguh sehingga dapat terhindar dari dhurriyyatan dhi’afa.
KEDUA: Pentingnya cara berkomunikasi yang baik terhadap anak.
Pentingnya tanggung jawab setiap orang tua pada anaknya tidak hanya bersifat materi, tapi juga
immateri yang dalam konteks ayat ini dinyatakan berupa pendidikan dan pembinaan takwa.
Diantara cara mendidik yang perlu diperhatikan adalah cara berkomunikasi orang tua pada anak-
anak. Salah satu cara komunikasi yang harus diterapkan setiap orang tua adalah qaulan sadida.
Syaikh Ali ash-Shabuni dalam tafsirnya Shafwah al-Tafasir juga mengutip pendapat Imam ath-
Thabari bahwa maksud ‘Qaulan Sadidan’ ialah ucapan yang sesuai dengan kenyataan, benar dan
tidak batil. Adapun dalam tafsir Jalalain, berkaitan asbabun nuzul, bahwa maksud perkataan yang
benar (ديداRRRوال سRRR )قyakni menyuruhnya bersedekah kurang dari sepertiga dan memberikan
selebihnya untuk para ahli waris hingga tidak membiarkan mereka dalam keadaan sengsara dan
menderita.
Meski ayat ini mengambarkan peruntukan qaulan sadida bagi orang tua yang hendak memberikan
wasiat agar berkata yang benar dalam berwasiat pada anak-anaknya, namun pesan komunikasi
berupa qaulan sadida ini berlaku sepanjang pendidikan orang tua terhadap anak.
Orang tua dituntut untuk selalu berkata yang benar di hadapan anak, kisah wasiat di ayat ini
menggambarkan orang tua yang menyalahi qaulan sadida, karena perkataannya menyalahi
kebenaran dan bahkan dikatakan zhalim karena hendak mensedahkan seluruh harta dan tidak
menyisakan untuk anaknya.
Saking pentingnya qaulan sadida dalam lingkungan pendidikan keluarga, sebisa mungkin setiap
orang tua agar jangan sampai berucap sesuatu yang menyalahi kebenaran. Sebab penanaman
qaulan sadida sebagai benih yang akan menghasilkan generasi yang jujur dan faqih serta tegas
membela kebenaran. Dalam sebuah hadis, sangat masyhur kita dengar, sampaikanlah kebenaran
walaupun pahit. (Lihat HR. Ahmad, 5/159).
Tidak hanya ( قوال سديداperkataan yang benar), dalam ayat-ayat lainnya, cara komunikasi penting
lainnya yang sepatutnya ditanamkan oleh kita, termasuk orang tua antara lain اRRRوال معروفRRRق
(perkataan yang baik), ( قوال ليناperkataan yang lembut), ( قوال كريماperkataan yang mulia), قوال بليغا
(perkataan yang mengenai sasaran), dan ( قوال ميسوراperkataan yang mudah dimengerti).
Kesemua cara komunikasi ini bersifat satu kesatuan, maka hendaknya setiap orang tua selalu
bertutur kata yang benar, baik, jelas, tegas, fasih, mudah dimengerti anak dan lemah lembut di
depan anak-anaknya.
Demikian sekilas mengenai makna dzurriyyatan dhi’afa (keturunan lemah) yang telah diwanti-
wanti alquran sejak berabad-abad lamanya. Maka pendidikan pun hadir sebagai upaya preventif
dari terlahirnya generasi lemah (dzurriyyatan dhi’afa). Bahwa orang tua berkewajiban untuk
mengupayakan pembinaan ketakwaan melalui keteladanan dirinya, juga pentingnya pola asuh
yang memperhatikan cara berkomunikasi yang baik dan benar di depan anak-anak mereka.
6
Dengan upaya di atas, diharapkan akan terlahir generasi yang tangguh dalam segala aspek, baik
agama, akhlak, hingga yang sifatnya materi yang perlu mendapat perhatian orang tua
sebagaimana asbabun nuzul dalam ayat ini.
SAUDARA KU…
PESAN KU UNTUK MU, JIKA KELAK KAU TIDAK MENDAPATI KU DI DALAM SURGA ALLAH,
MAKA CARI AKU DI NERAKA ALLAH, KEMUDIAN TARIK TANGAN KU DAN AJAK AKU
MEMASUKI SURGA ALLAH. SESUNGGUHNYA TANGAN ITU TELAH MENJADI SAKSI DI
HADAPAN ALLAH, BAHWA DAHULU TANGAN ITU PERNAH IKUT ANDIL DALAM MEMBELA
AGAMA ALLAH (MELALUI TULISAN YANG BERMANFAAT).