Anda di halaman 1dari 8

Hadits Keempat: Proses Penciptaan Manusia dan Akhir

kehidupannya

Matan Hadits keempat:


‫إِنَّ أَ َحدَ ُك ْم‬  :‫ِق ال َمصْ ُد ْو ُق‬ ُ ‫هللا صلى هللا عليه وسلم َوه َُو الصَّاد‬ ِ ‫ َح َّد َث َنا َرس ُْو ُل‬:‫بن َمسْ ع ُْو ْد َرضِ َي هللاُ َع ْن ُه َقا َل‬ ِ ‫َعنْ َع ْب ِد‬
ِ ‫هللا‬
‫ك َف َينفُ ُخ فِ ْي ِه‬ ُ ‫ك‬
ُ َ‫ث َّم يُرْ َس ُل إِلَ ْي ِه ال َمل‬، َ ِ‫ث َّم َي ُك ْونُ مُضْ َغ ًة م ِْث َل َذل‬،
ُ ‫ك‬َ ِ‫ ُث َّم َي ُك ْونُ َعلَ َق ًة م ِْث َل َذل‬،‫يُجْ َم ُع َخ ْلقُ ُه فِيْ َب ْط ِن أ ُ ِّم ِه أَرْ َب ِعي َْن َي ْو َما ً ُن ْط َف ًة‬
‫ َف َوهللا الَّذِي الَ إِلَ َه َغ ْي ُرهُ إِ ََّن أَ َح َد ُك ْم َل َيعْ َم ُل ِب َع َم ِل أَهْ ِل‬:.‫ب ِر ْزقِ ِه َوأَ َجلِ ِه َو َع َملِ ِه َو َشقِيٌّ أَ ْو َس ِع ْي ٌد‬ ِ ‫ ِب َك ْت‬:ٍ‫و َي ْؤ َم ُر ِبأَرْ َب ِع َكلِ َمات‬، َ ‫الرٌّ ْو َح‬
‫ َوإِنَّ أَ َح َد ُك ْم لَ َيعْ َم ُل ِب َع َم ِل أَهْ ِل‬،‫ار َف َي ْد ُخلُ َها‬ َ
ِ ‫الج َّن ِة َح َّتى َما َي ُك ْونُ َب ْي َن ُه َو َب ْي َن َها إالذ َِرا ٌع َف َيسْ ِب ُق َعلَ ْي ِه ال ِك َتابُ َف َيعْ َم ُل ِب َع َم ِل أهْ ِل ال َّن‬
َ
َ ‫ار َح َّتى َما َي ُكونُ َب ْي َن ُه َو َب ْي َن َها إال ذ َِرا ٌع َف َيسْ ِب ُق َعلَ ْي ِه ال ِك َتابُ َف َيعْ َم ُل ِب َع َم ِل أَهْ ِل‬
‫الج َّن ِة َف َي ْد ُخلُ َها‬ ِ ‫ال َّن‬

Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata: telah berkata kepada kami
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan dia adalah orang yang  jujur lagi dipercaya:
“Sesungguhnya tiap kalian dikumpulkan ciptaannya dalam rahim ibunya, selama 40 hari
berupa nutfah (air mani yang kental), kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) selama itu
juga, lalu menjadi mudghah (segumpal daging) selama itu, kemudian diutus kepadanya
malaikat untuk meniupkannya ruh,  dan dia diperintahkan mencatat empat  kata yang telah
ditentukan: rezekinya, ajalnya, amalnya, kesulitan atau kebahagiannya.
Demi zat yang tiada Ilah kecuali Dia, sesungguhnya setiap kalian ada yang melaksanakan
perbuatan ahli surga sehingga jarak antara dirinya dan surga hanyalah sehasta, namun dia
telah didahului oleh al kitab (ketetapan/takdir),  maka dia mengerjakan perbuatan ahli neraka,
lalu dia masuk ke dalamnya.   Di antara kalian ada yang mengerjakan perbuatan ahlin
naar (penduduk neraka), sehingga jarak antara dirinya dan neraka cuma sehasta, namun dia
telah didahului oleh taqdirnya, lalu dia mengerjakan perbuatannya ahli surga, lalu dia
memasukinya. ”
Takhrij Hadits:
 Imam Bukhari dalam Shahihnya No. 3036, 3151, 6221, 7016
 Imam Muslim dalam Shahihnya No. 2643
 Imam At Tirmidzi dalam As Sunannya No. 2220
 Imam Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra 15198, 21069
 Imam Ahmad dalam Musnadnya No. 3624

Makna Hadits:
Pertama, hadits ini menegaskan kembali tentang posisi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam di mata para sahabatnya yang mulia, dan seharusnya itu juga menjadi sikap kita
kepadanya. Penyebutan Ash Shaadiqul Mashduuq (yang jujur lagi dipercaya) kepadanya
merupakan tingkat tsiqah (percaya) yang sangat tinggi kepadanya; bahwa seluruh apa-apa
yang datang darinya secara shahih adalah kebenaran, risalah yang dibawanya adalah benar,
janjinya adalah benar, ancamannya adalah benar, berita darinya adalah benar, dan
berguraunya adalah benar bukan dusta.
Allah Ta’ala berfirman:

َ ‫) إِنْ ه َُو إِال َوحْ ٌي ي‬3( ‫َو َما َي ْنطِ ُق َع ِن ْال َه َوى‬
)4( ‫ُوحى‬

“Dan tidaklah yang diucapkannya itu berasal dari hawa nafsunya, Ucapannya itu tiada lain
hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An Najm, 53: 3-4)
Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan:
‫ كما رواه اإلمام أحمد‬،‫ يبلغه إلى الناس كامال مو َّفرً ا من غير زيادة وال نقصان‬،‫إنما يقول ما أمر به‬.
“Sesungguhnya dia hanyalah mengatakan apa-apa yang diperintahkan, menyampaikannya
kepada manusia secara sempurna dan lengkap, tanpa ditambah dan dikurangi, sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam Ahmad.” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 7/443. Daar Ath Thayyibah
Lin Nasyr wat Tauzi’)
Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhuma, berkata:

ُ‫الوا إ َّن َك َتك ُتب‬:‫ريشٌ فق‬: َ ‫ ُد ح‬:‫لَّم أُري‬:‫هللا صلَّى هللاُ عليه وس‬
َ ُ‫ني ق‬:‫ ه ف َن َه ْت‬:‫ِفظ‬ ِ ‫رسول‬
ِ ‫كنت أك ُتبُ ك َّل شي ٍء أس َمعُه مِن‬
ُ
‫ب‬
ِ ‫ض‬ َ ‫الغ‬َ ‫هللا صلَّى هللاُ عليه وسلَّم َب َش ٌر يت َكلَّ ُم في‬ ِ ‫هللا صلَّى هللاُ عليه وسلَّم ورسو ُل‬
ِ ‫رسول‬
ِ ‫ َتس َمعُه مِن‬ ‫ك َّل شي ٍء‬
‫ا‬::‫ دِه م‬:‫ اك ُتبْ َفوالذي َن ْفسي ب َي‬:‫هللا صلَّى هللاُ عليه وسلَّم فقال‬
ِ ‫لرسول‬
ِ ُ ‫ب فذ َك‬
‫رت ذلك‬ ِ ‫عن الكِتا‬ ُ ‫فأمس‬
ِ ‫كت‬ َ ‫والرِّ ضا‬
ٌّ
‫حق‬ ‫خرج ِم ِّني إاَّل‬
َ

“Dahulu saya menulis semua hal yang saya dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam saya hendak menghafalnya, lalu orang Quraisy melarang saya. Mereka mengatakan:
“Engkau menulis semua yang kau dengar dari Rasulullah padahal Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam adalah manusia, dia bisa bicara dalam keadaan marah.” Maka saya pun
menahan diri untuk menulisnya, lalu saya ceritakan hal ini kepada Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, dia berkata: “Tulislah! Demi yang jiwaku ada ditanganNya, tidaklah
keluar dariku melainkan kebenaran.” (HR. Ahmad No. 6510, Syaikh Syu’aib Al Arna’uth
mengatakan; sanadnya shahih, perawinya adalah tsiqat (kredibel), termasuk
perawi shaikhan (Bukhari-Muslim), kecuali Al Walid bin Abdullah, dia adalah Ibnu
Abi Mughits Al ‘Abdari, dia adalah perawi yang digunakan oleh Abu Daud dan Ibnu
Majah, dan dia tsiqah. Lihat Musnad Ahmad dengan tahqiq: Syaikh Syu’aib Al
Arnauth, Syaikh ‘Adil Mursyid, dll. Cet. 1. 1421H-2001M. Muasasah Ar Risalah)

Kedua, hadits ini menceritakan  tahapan penciptaan manusia dalam rahim ibunya dan telah
dibenarkan oleh ilmu pengetahuan modern, bahwa demikianlah kejadiannya. Hal ini juga
difirmankan dalam Al Quran:
‫ا‬%‫) ُث َّم َخ َل ْق َن‬13( ‫ِين‬ ٍ ‫ار َمك‬ َ ‫ة فِي َق‬%
ٍ ‫ر‬% ً ‫ا ُه ُن ْط َف‬%‫) ُث َّم َج َع ْل َن‬12( ‫ين‬ ٍ ِ‫ال َل ٍة مِنْ ط‬%‫س‬ ُ ْ‫انَ مِن‬%‫س‬ َ ‫ا اإل ْن‬%‫دْ َخ َل ْق َن‬%‫َو َل َق‬
‫ا‬%‫أْ َناهُ َخ ْل ًق‬%‫ش‬ َ ‫ا ُث َّم أَ ْن‬%%‫ا َم َل ْح ًم‬%‫ِظ‬
َ ‫ ْو َنا ا ْلع‬%‫س‬َ ‫ا َف َك‬%%‫عِظا ًم‬ َ ‫ َغ َة‬%‫ض‬ ْ ‫ض َغ ًة َف َخ َل ْق َنا ا ْل ُم‬
ْ ‫ال ُّن ْط َف َة َع َل َق ًة َف َخ َل ْق َنا ا ْل َع َل َق َة ُم‬
َ ‫ار َك هَّللا ُ أَ ْح‬
)14( َ‫سنُ ا ْل َخالِقِين‬ َ ‫آخ َر َف َت َب‬
َ
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah
itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk
yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (QS. Al
Mu’minun, 23: 12-14)

Ketiga, hadits ini menyebutkan bahwa ditiupnya ruh ke janin yang berada dalam kandungan
seorang wanita adalah pada hari ke  120 (kandungan 4 bulan). Hal ini berimplikasi kepada
berbagai permasalahan fiqih seperti hukum aborsi; apakah boleh aborsi ketika kandungan
sebelum 4 bulan, karena ruh belum ada, ataukah memang aborsi adalah haram secara mutlak
disemua usia kandungan? Lalu, keguguran sebelum 4 bulan apakah darah yang keluar sudah
termasuk nifas? Lalu bagaimana menyikapi bayi yang keguguran sebelum usia kandungan 4
bulan, apakah juga disikapi sebagaimana bayi yang telah memiliki ruh; seperti dimandikan,
dikafankan, dan dishalatkan? Dan sebagainya.

Keempat, pada hadits ini disebutkan adanya malaikat yang bertugas meniupkan ruh,
sebagaimana telah masyhur pula adanya malaikat yang bertugas mencabut ruh itu kembali.
Keduanya hanya bisa  melakukannya  dengan izin Allah Ta’ala. Hanya saja memang nama
kedua malaikat tersebut tidak disebutkan, baik dalam Al Quran maupun dalam As Sunnah.
Malaikat pencabut nyawa dalam Islam biasa disebut malaikat maut, sedangkan istilah
malaikat Izrail tidaklah kita dapatkan dalam Al Quran maupun dalam As Sunnah Ash
Shahihah, melainkan itu istilah  Israiliyat (berasal dari Bani Israel) yang menyusup ke dalam
Islam.
Dalam hadits dari Abu Hurairah secara mauquf, katanya:

‫ ٍد‬:‫ أَرْ َس ْل َتنِي إِلَى َع ْب‬:‫ َف َقا َل‬،َّ‫ َف َر َج َع إِلَى َر ِّب ِه َع َّز َو َجل‬،ُ‫ص َّك ُه َف َف َقأ َ َع ْي َنه‬
َ ،ُ‫ َفلَمَّا َجا َءه‬،‫ُوسى‬ ُ َ‫أُرْ سِ َل َمل‬
ِ ‫ك ْال َم ْو‬
َ ‫ت إِلَى م‬
َ ‫…ُ اَل ي ُِري ُد ْال َم ْو‬
‫ َف َر َّد هللاُ َع َّز َو َج َّل إِلَ ْي ِه َع ْي َنه‬:‫ت َقا َل‬

“Malaikat maut diutus kepada Nabi Musa, ketika malaikat itu mendatanginya, Nabi Musa
memukul dan mencungkil mata malaikat maut tersebut, maka kembalilah dia kepada
Rabbnya ‘Azza wa Jalla, dia berkata; “Engkau utus aku kepada seorang hamba yang tidak
menghendaki kematian.” Dia (Abu Hurairah) berkata: “Maka Allah ‘Azza wa
Jalla kembalikan mata malaikat tersebut. …. dst” (HR. Bukhari No. 1339, 3407. Muslim
No. 157, 2372. Ibnu Abi ‘Ashim dalam As Sunnah No. 599, Al Baihaqi dalam Al Asma
wash Shifat, hal. 492. Ahmad No. 7646)

Kelima, hadits ini juga menyebutkan takdir Allah Ta’ala bagi setiap hamba-hambanya
berupa  rezeki, ajal, amal, dan bahagia serta kesulitannya. Setiap manusia tidak dapat
mengelak rencana Allah Ta’ala terhadap mereka. Allah Ta’ala berfirman;

َ ‫ب هَّللا ُ لَ َنا ه َُو َم ْوال َنا َو َعلَى هَّللا ِ َف ْل َي َت َو َّك ِل ْالم ُْؤ ِم ُن‬
‫ون‬ َ ‫قُ ْل لَنْ يُصِ ي َب َنا إِال َما َك َت‬

Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan
Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang
beriman harus bertawakal.” (QS. At Taubah 99): 51)
Hendaknya seorang muslim mengimaninya, baik takdir yang buruk atau yang baik, semuanya
merupakan ketentuan Allah Ta’ala, yang hikmahnya selalu baik bagi hamba-hambaNya.
Dengan mengimani hal ini secara baik dan benar, maka seorang muslim tidak akan pernah
gundah, lemah, khawatir, dan takut terhadap kematian dan kemiskinan di dunia, sebab
semuanya telah ada alamat dan waktunya masing-masing yang tidak bisa dipercepat atau
ditunda jika memang sudah waktunya, dan tidak bisa dielak jika memang itu bagian dari
kehidupan kita. Di sinilah iman dan sabar kita diuji.

Keenam, hadis ini juga menyebutkan salah satu contoh  takdir Allah ‘Azza wa Jalla kepada
hambaNya; yaitu takdir Allah Ta’ala atas amal manusia. Telah banyak contoh yang
membuktikan kebenaran hadits ini, bahwa banyak manusia yang berubah pada akhir
hayatnya, berupa yang baik menjadi buruk, atau yang buruk yang menjadi baik, namun
kebanyakan yang terjadi adalah perubahan dari amal-amal yang buruk kepada amal-amal
yang baik di akhir hidupnya.
Allah Ta’ala berfirman:

َ ُ‫َوهَّللا ُ َخلَ َق ُك ْم َو َما َتعْ َمل‬


‫ون‬

“Dan, Allah yang menciptakan kamu dan apa-apa yang kamu lakukan.” (QS. Ash Shafat,
37: 96)
Mungkin ada pertanyaan yang menggelitik kita, jika Allah Ta’ala telah menentukan akhir
hidup manusia seperti apa, sehat sakitnya, susah senangnya, dan lainnya, lalu buat apa
manusia diperintahkan untuk beribadah dan bekerja?

Pertanyaan ini telah dijawab oleh Al ‘Allamah Syaikh Muhammad bin Shalih Al
‘Utsaimin Rahimahullah sebagai berikut:

‫د‬::‫ا يري‬::‫ول كم‬::‫أن أهل السنة والجماعة قرروا هذا وجعلوا عقيدتهم ومذهبهم أن اإلنسان يفعل باختياره وانه يق‬
‫يئة هللا‬::‫ان مش‬::‫ة ب‬::‫ولكن أرادته واختياره تابعان إلرادة هللا تبارك وتعالى ومشيئته ثم يؤمن أهل السنة والجماع‬
‫ه الن من‬::‫ة لحكمت‬::‫يئة تابع‬::‫ا مش‬::‫ردة ولكنه‬::‫ة مج‬::‫يئته مطلق‬::‫الى ليس مش‬::‫تعالى تابعة لحكمته وانه سبحانه و تع‬
ً ‫نعا‬::‫ا عمالً ص‬::‫رعا ً ويحكمه‬::‫ا ً وش‬:‫ياء كون‬::‫ذي يحكم األش‬:‫اكم المحكم ال‬::‫أسماء هللا تعالى الحكيم والحكيم هو الح‬
‫تقامة‬::‫ه على االس‬::‫ق وان قلب‬::‫وهللا تعالى بحكمته يقدر الهداية لمن أرادها لمن يعلم سبحانه وتعالى انه يريد الح‬
‫ان‬::‫ماء ف‬::‫عد في الس‬::‫ا يص‬::‫دره كأنم‬::‫يف ص‬::‫ويقدر الضاللة لمن لم يكن كذلك لمن إذا عرض عليه اإلسالم يض‬
‫ه إلى إرادة‬:‫ا ً ويقلب أرادت‬:‫ه عزم‬:‫دد هللا ل‬:‫دين آال أن يج‬::‫ذا من المهت‬::‫ون ه‬::‫حكمة هللا تبارك وتعالى تأبى أن يك‬
‫ أخرى وهللا تعالى على كل شي قدير ولكن حكمة هللا تأبى إال أن تكون األسباب مربوطة بها مسبباتها‬.

“Bahwasanya Ahlus Sunnah wal Jama’ah menegaskan ini dan menjadikan aqidah dan
madzhab mereka bahwa manusia berbuat karena pilihannya, dia berkata sebagaimana yang
diinginkan, tetapi kehendak  dan pilihannya itu mengikuti (dibawah cakupan, pen) kehendak
Allah Tabaraka wa Ta’ala dan masyi’ah(kemauan)Nya. Kemudian, Ahlus Sunnah wal
Jama’ah mengimani bahwa kehendak Allah Ta’ala mengikuti hikmahNya, dan sesungguhnya
kehendakNya Subhanahu wa Ta’ala  bukanlah kehendak semata-mata, melainkan kehendak
yang disebabkan oleh hikmahNya, karena di antara nama-nama Allah Ta’ala adalah Al
Hakiim (Maha Bijaksana).  Dialah Raja yang memberikan  keputusan segala sesuatu baik
alam dan syariat, dan memutuskan  pula baginya amal dan perbuatan. Dan, Allah Ta’ala
dengan hikmahNya menentukan hidayah bagi siapa yang menghendaki hidayah itu dan bagi
siapa yang mengetahui Allah  Subhanahu wa Ta’ala, dan bahwa dia menghendaki kebenaran
dan hatinya pun tetap istiqamah. Dia juga menetapkan kesesatan bagi siapa yang tidak
berbuat demikian, bagi siapa yang berpaling dari Islam Dia menyempitkan dadanya seakan
dia naik ke langit. Maka, sesungguhnya hikmah Allah Ta’ala tidak hendaki hal ini terjadi bagi
orang-orang yang mendapat petunjuk. Ketahuilah, baginya Allah akan memperbarui
tekadnya  dan merubah kehendaknya dari yang satu kepada kehendak lainnya. Allah Ta’ala
Maha berkuasa atas segala sesuatu, tetapi hikmah dari Allah tidak menghendaki kecuali telah
terjadi sebab-sebab terkait yang mendatangkan akibatnya.”   (Syaikh Muhammad bin
Shalih Al ‘Utsaimin, Risalah Fil Qadha wal Qadr, Hal. 20-21. 1423H. Darul Wathan)

Ketujuh, hadits ini juga menunjukkan bahwa penghujung hidup seseorang sangat


menentukan kehidupan akhiratnya. Oleh karena itu sangat baik bagi seorang muslim berdoa
kepada Allah Ta’ala untuk wafat dalam keadaan husnul khatimah (akhir yang baik), agar Dia
menghapus  keburukan yang akan menimpa kita, dan menetapkan kebaikan bagi kita,
sehingga masa depan akhirat kita juga baik.
Allah Ta’ala berfirman:

ِ ‫ت َوعِ ْندَ هُ أ ُ ُّم ْال ِك َتا‬


‫ب‬ ُ ‫َيمْ حُوا هَّللا ُ َما َي َشا ُء َوي ُْث ِب‬

Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki),
dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh). (QS. Ar Ra’du, 13: 39)
Manshur berkata:

‫ان في‬:‫ وإن ك‬،‫ه فيهم‬:‫عداء فأثبت‬:‫مي في الس‬:‫ان اس‬:‫”اللهم إن ك‬:‫ول‬:‫دنا يق‬:‫ا َء أح‬:‫ أرأيت دع‬:‫ ًدا فقلت‬:‫ألت مجاه‬:‫س‬
ٌ‫ َحسن‬:‫ فقال‬،”‫األشقياء فامحه واجعله في السعداء‬ .
Aku bertanya kepada Mujahid: “Apa pendapat anda tentang doa dari salah seorang kami
yang berkata: ‘Ya Allah jika namaku ada pada deretan orang-orang bahagia maka
tetapkanlah bersama mereka, dan jika berada pada deretan orang-orang sulit maka
hapuslah dan jadikanlah bersama orang-orang bahagia.’” Mujahid
menjawab: “Bagus.” (Imam Abu Ja’far  bin Jarir Ath Thabari,  Jami’ Al Bayan fi
Ta’wilil Quran, Juz. 16, Hal. 480. Cet. 1. 1420H-2000M. Tahqiq: Syaikh Ahmad Syakir.
Muasasah Ar Risalah)
Kaum salaf –seperti Syaqiq dan Abu Wa-il- juga berdoa:

‫ا ُء وتثبت‬::‫ا تش‬::‫ فإنك تمحو م‬،‫ وإن كنت كتبتنا سعداء فأثبتنا‬،‫ فامح َنا واكتبنا سعداء‬،‫اللهم إن كنت كتبتنا أشقياء‬
‫وعندَ ك أ ّم الكتاب‬

“Ya Allah, jika Engkau menetapkan kami bersama orang-orang yang sengsara, maka
hapuskanlah kami, dan tulislah kami bersama orang-orang yang bahagia. Jika Engkau
tetapkan kami bersama orang-orang yang bahagia, maka tetapkanlah, sesungguhnya
Engkau menghapus apa-apa yang Kau kehendaki, dan menetapkannya, dan pada sisiMu
terdapat Ummul Kitab.” (Ibid)
Diriwayatkan dari Abu Utsman Al Hindi, bahwa Umar bin Al Khathab Radhiallahu
‘Anhu berdoa –dan dia sedang thawaf di baitullah sambil menangis:

‫عاد ًة‬:‫ه س‬:‫ فاجعل‬،‫اب‬:‫ وعندك أم الكت‬. ‫ فإنك تمحو ما تشاء وتثبت‬،‫اللهم إن كنت كتبت علي شِ ْقوة أو ذنبًا فامحه‬
‫ومغفر ًة‬

“Ya Allah, jika Engkau menetakan atasku kesulitan atau dosa maka hapuslah, sesungguhnya
Engkau menghapuskan apa-apa yang Engkau kehendaki dan menetapkannya. Dan pada
sisiMu ada Ummul Kitab, maka jadikanlah dia menjadi bahagia dan ampunan.” (Ibid)
Sementara Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘Anhu berdoa:

‫اللهم إن كنت كتبتني في [أهل] الشقاء فامحني وأثبتني في أهل السعادة‬

“Ya Allah, jika Engkau tetapkan aku  pada kelompok orang yang malang, maka hapuskanlah
aku, dan tetapkanlah aku pada golongan orang yang bahagia.” (Ibid, Juz. 16, Hal. 483)
Apa yang dilakukan para salaf, bukanlah tanpa dalil, karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam sendiri menegaskan:

ُّ‫ضا َء إِاَّل ال ُّد َعا ُء َواَل َي ِزي ُد فِي ْالعُمْ ِر إِاَّل ْال ِبر‬
َ ‫اَل َي ُر ُّد ْال َق‬

“Tidaklah ketetapan Allah dapat ditolak kecuali dengan doa, dan tidaklah menambahkan
usia kecuali kebaikan.” (HR. At Tirmidzi no. 2139, katanya: hasan gharib. Syaikh Al
Albani mengatakan hasan, Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 2139. Lihat
Juga  Shahihul Jami’ No. 7687. Lihat juga Shahih At Targhib wat Tarhib No.1639, 2489.
Lihat juga As Silsilah Ash Shahihah No. 154)
Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun mengajarkan doa sebagai berikut:
Dari Anas bin Malik  Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:

‫رً ا لِي‬:ْ‫اةُ َخي‬:‫ت ْال َح َي‬ ْ ‫ا َن‬:‫ا َك‬:‫ ْل اللَّ ُه َّم أَحْ ِينِي َم‬:ُ‫اعِ اًل َف ْل َيق‬:‫ َّد َف‬:ُ‫ان اَل ب‬: َ َ‫رٍّ أ‬:‫ض‬
َ ‫إِنْ َك‬:‫ا َب ُه َف‬:‫ص‬ َ ‫و‬:ْ ‫اَل َي َت َم َّن َينَّ أَ َح ُد ُك ْم ْال َم‬
ُ ْ‫ت مِن‬
‫ت ْال َو َفاةُ َخيْرً ا لِي‬ ْ ‫َو َت َو َّفنِي إِ َذا َكا َن‬

“Janganlah kalian mengharapkan kematian lantaran buruknya musibah yang menimpa, sekali
pun ingin melakukannya, maka berdoalah: “Allahumma Ahyini Maa Kaanat Al Hayatu
Khairan Liy, wa Tawaffani Idza Kaanat Al Wafaatu Khairan Liy (Ya Allah, hidupkanlah aku
selama kehidupan itu adalah baik bagiku, dan wafatkanlah aku jika memang wafat itu baik
bagiku).” (HR. Bukhari No. 5990,  Muslim No.  2680,  At Tirmidzi No. 970,    Ibnu
Hibban No. 968, Abu Ya’ala No. 3799, 3891, Ahmad No. 13579)
Ya, Ahlus Sunnah meyakini bahwa doa dapat merubah ketetapan Allah Ta’ala pada
hambaNya.

Anda mungkin juga menyukai