َبْيَنَم ا ْحَنُن ْنَد َرُس وِل ا ﷺ َذاَت: َعْن ُعَمَر َر َي اُهلل َعْنُه َأْيضًا َقاَل
ِهلل ِع ِض
َال ى َليِه، َش ِد ُد اِد الَّش ِر، َش ِد ُد اِض الِّث اِب ٍم
ُيَر َع ْع ْي َس َو َي َإْذ َطَلَع َعَلْينَا َرُج ٌل ْي َبَي، َيْو
َو َال َيْع ِر ُفُه ِم َّنا َأَح ٌد َح ىَّت َج َلَس إىَل الَّنِّيِب ﷺ َفَأْس َنَد ُر ْك َبَتْيِه إىَل، َأَثُر الَّسَف ِر
ا َحُمَّم ُد َأْخ يِن َعِن اِإل ْس َالِم: ! ْك ْيِه َض َك َّف ْيِه َعَلى َفِخ َذ ْيِه َقاَل
ْرِب َو َي ُر َبَت َو َو َع
«اِإل ْس َالُم َأْن َتْش َه َد َأْن َال إَلَه ِإَّال اُهلل َو َأَّن َحُمَّم دًا:َفَق اَل َرُس وُل اِهلل ﷺ
ُحَتَّج ال ِإِن، َض اَن ِهلل ِق
َبْيَت َو َو َتُصْو َم َرَم، َو ُتْؤ َيِت الَّز َك اَة، َو ُت ْيَم الَّصَالَة، َرُس وُل ا
»اْس َتَطْعَت ِإَلْيِه َس ِبْيًال
Artinya: Dari ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhu juga, ia berkata: pada suatu hari kami
berada di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba datang kepada kami seseorang yang sangat
putih pakaiannya, sangat hitam rambutnya, tidak nampak kalau sedang bepergian,
dan tidak ada seorang pun dari kami yang mengenalnya. Kemudian dia duduk
menghadap Nabi SAW, lalu menyandarkan lututnya kepada lutut beliau, dan
meletakkan kedua telapak tangannya di atas paha beliau.
Dia bertanya, “Ya Muhammad! Kabarkan kepadaku tentang Islam.” Maka,
Rasulullah SAW bersabda, “Islam adalah Anda bersyahadat lâ ilâha illâllâh dan
Muhammadur Rasûlûllâh, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa
Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah jika Anda mampu menempuh jalannya.”
b) Pertemuan ke-2
اِإل َمْياِن: َفَأ ِرِب يِن ِن اِإل َمْياِن ! َقاَل: َقاَل، ِّد ُق ِج
ْخ َع َفع ْبَنا َلُه َيْس َأُلُه َو ُيَص ُه. َص َد ْقَت: َقاَل
ِم ِبالَقَد ِر ِرْي ِه، اْل وِم اآلِخ ِر، ِلِه، ُك ِبِه، ِال ِئَك ِتِه،َأْن ِم ِباِهلل
َخ َو ُتْؤ َن َو ُت َو ُرُس َو َي َو َم ُتْؤ َن
َشِّر ِه
َو
Lelaki itu berkata, “Engkau benar.” Kami heran terhadapnya, dia yang bertanya
sekaligus membenarkannya. Lelaki itu bekata lagi, “Kabarkanlah kepadaku tentang
iman!”
Beliau (Nabi SAW) menjawab, “Anda beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya,
Kitab-Kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan Anda beriman kepada takdir yang
baik maupun yang buruk.”
c) Pertemuan ke-3
« اِإل ْح َس اِن َأْن َتْع ُبَد اَهلل َك َأَّنَك: َقاَل َفَأْخ ْرِب يِن َعِن اِإل ْح َس اِن ! َقاَل، َص َد ْقَت: َقاَل
َتَر اه َفِإْن ْمَل َتُك ْن َتَر اُه َفِإَّنُه َيَر اَك
Lelaki itu menjawab, “Engkau benar.” Dia bekata lagi, “Kabarkan kepadaku tentang
ihsan!”
Beliau (Nabi SAW) menjawab, “Anda menyembah Allah seolah-olah melihatnya.
Jika Anda tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat Anda.”
d) Pertemuan ke-4
» « الَّس اَعِة َم ا اْلَمْس ُؤ ْو ُل َعْنَه ا ِبَأْع َلَم ِم َن الَّس اِئِل: َفَأْخ ْرِب يِن َعِن الَّس اَعِة! َقاَل: َقاَل
َو َأْن َتَر ى اُحلَف اَة الُعَر اَة الَعاَلَة، «َأْن َتِلَد اَألَم ُة َر َّبَتَه ا: َفأْخ ْرِب يِن َعْن َأَم اَر اهِت ا! َقاَل: َقاَل
«َيا ُعَمُر ! َأَتْد ِر ي: َّمُث َقاَل،ِر َعاَء الَّشاِء َيَتَطاَو ُلْو َن يِف الُبْنَياِن » َّمُث اْنَطَلَق َفَلِبْثُت َم ِلًّيا
» «َفِإَّنُه ِج ِرْب ْيُل َأَتاُك ْم ُيَعِّلُم ُك ْم ِدْيَنُك ْم: َقاَل، اُهلل َو َرُسْو ُلُه َأْع َلُم: َم ِن الَّس اِئُل؟» ُقْلُت
ِل
َرَو اُه ُمْس ٌم.
Dia berkata lagi, “Kabarkan kepadaku tentang hari Kiamat!” Beliau menjawab,
“Tidaklah yang ditanya lebih tahu daripada yang bertanya.” Dia berkata lagi,
“Kabarkan kepadaku tentang tanda-tandanya.”
Beliau (Nabi SAW) menjawab, “Jika seorang budak wanita melahirkan majikannya,
dan jika Anda melihat orang yang tidak beralas kaki, tidak berpakaian, miskin, dan
penggembala kambing saling bermegah-megahan meninggikan bangunan.”
Kemudian lelaki itu pergi. Aku diam sejenak lalu beliau bersabda, “Hai ‘Umar!
Tahukah kamu siapa yang bertanya itu?” Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya
lebih tahu.”
Beliau bersabda, “Sesungguhnya dia Jibril yang datang kepada kalian untuk
mengajarkan agama kalian.” (HR Muslim no 8)
B. Dari Kelahiran – Umur 13 Tahun
1. Sirah Nabawiyah Kelas 1
a. Kelahiran Nabi Muhammad saw
Rasulullah saw. dilahirkan di tengah keluarga bani Hasyim di Makkah pada
Senin pagi, tanggal 12 Rabi’ul Awwal, permulaan tahun dari peristiwa gajah atau
lima puluh hari setelah peristiwa gajah.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum & setelah kelahiran Nabi
Muhammad saw.
Peristiwa yang terjadi sebelum kelahiran Nabi Muhammad saw.
Suara yang didengar oleh Aminah berpesa agar anak yang akan
dilahirkannya diberi nama Muhammad.
Terlebih dahulu perlu diingat lagi bahwa sebelum Nabi Muhammad saw.
Lahir, sudah tersebar berita melalui orang-orang Yahudi dan Nasrani bahwa akan
datang seorang Nabi setelah Nabi Isa a.s. Dan Namanya adalah
Muhammad/Ahmad.
Iformasi ini tidak dapat diragukan kebenarannya karena dikonfirmasi oleh al-
Qur’an, QS. al-A’raf [7]: 157 menyatakan yang artinya:
“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang
(namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada
mereka”
Peristiwa yang terjadi setelah kelahiran Nabi Muhammad saw.
Ibnu Sa’ad meriwayatkan, bahwa ibu Rasulullah saw. berkata, “setelah
bayiku keluar, aku melihat ada cahaya yang keluar dari kemaluanku, menyinari
istana-istana Syam”
Diriwayatkan bahwa ada beberapa bukti pendukung kerasulan, bertepatan
dengan saat kelahiran beliau, yaitu runtuhnya sepuluh balkon istana Kisra, dan
padamnya api yang biasa disembah orang-orang Majusi, serta runtuhnya beberapa
gereja di sekitar Buhairah setelah gereja-gereja itu ambles ke tanah. (HR. Al-
Baihaqi sekalipun tidak diakui oleh Muhammad Al-Ghazali).
b. Masa Kecil Nabi Muhammad saw
1) Ibu susu Nabi Muhammad Petama, Tsuwaibatul Aslamiyah
Setelah Aminah melahirkan, dia mengirim utusan ke tempat kakeknya,
Abdul Muthalib, untuk menyampaikan kabar gembira tentang kelahiran
cucunya. Maka Abdul Muthalib datang dengan suka cita, lalu membawa
beliau ke dalam ka’bah, seraya berdo’a kepada Allah dan bersyukur kepada-
Nya. Dia memilih nama Muhammad bagi beliau. Nama ini belum pernah
dikenal di kalangan Arab. Beliau dikhitan pada hari ketujuh, seperti yang
biasa dilakuka orag-orang Arab.
Wanita pertama yang menyusui beliau setelah Ibundanya adalah
Tsuwaibah, hamba sahaya Abu Lahab, yang kebetulan sedang menyusui
anaknya Bernama Masruh. Sebelumnya, wanita ini juga menyusui Hamzah
bin Abdul Muthalib. Setelah itu dia menyusui Abu Salamah bin Abdul Asad
Al-Makhzumi.
2) Ibu susu Nabi Muhammad ke-2, Halimatus Sa’diyah
Tradisi yang berjalan di kalangan bangsa Arab yang relatif sudah maju,
mereka mencari wanita-wanita yang bisa menyusui anak-anaknya. Sebagai
langkah untuk menjauhkan anak-anak itu dari penyakit yag bisa menular di
daerah yang sudah maju, agar tubuh bayi menjadi kuat, otot-ototnya kekar
dan agar keluarga yang menyusui bisa melatih bahasa Arab dengan fasih.
Maka Abdul Muththalib mencari waita dari Bani Sa’d bin Bakr agar
menyusui beliau, yaitu Halimah bin Abu Dzu’aib, dengan didampingi
suaminya, Al-Harits bin Abdul Uzza, yang berjuluk Abu Kabsyah dari
kabilah yang sama.
Ada riwayat lain yang dikemukakan oleh al-Qadhi ‘Iyadh (w. 1149 M)
dalam bukunya asy-Syifa’ yang menyatakan bahwa setelah para penyusu
professional enggan menerima Muhammad saw. Untuk dibawa ke
pemukiman mereka, Abdul Muththalib bertemu dengan Halimah dan
terjadilah dialog.
+ Abdul Muththalib: “Anda siapa?”
= Halimah menjawab: “Saya dari keluarga Bani Sa’d.”
+ “Siapa namamu?”
= “Halimah”
+ “Alangkah baiknya. “Sa’d (kebahagiaan) dan “Hilm” (Kelapangan
dada), dua sifat yang terdapat pada keduanya kebajikan abadi dan
kemuliaan yang langgeng. Aku mempunyai seorang anak yatim. Aku telah
menawarkannya kepada wanita-wanita dari keluarga bani Sa’d, tapi mereka
enggan menerimanya dengan dalih ia anak yatim yang tidak memiliki harta,
sedang kami mencari/mengharapkannya. Halimah maukah engkau
menerimanya? Semoga engkau berbahagia dengannya.”
= “Beri aku kesempatan bermusyawarah dengan suamiku,” Jawab
Halimah
Setelah mendapat persetujuan suaminya, Halimah menemui Abdul
Muththalib menyampaikan persetujuannya, maka Halimah ke rumah Aminah
dan disambut hangat olehnya.
c. Nabi Muhammad saw. di Perkampungan Bani Sa’d
Saat rombongan Halimah tiba di daerah Bani Sa’d. aku tidak melihat sepetak
tanah pun yang lebih subur saat itu. Domba-domba kami datang menyongsong
kedatangan kami dalam keadaan kenyang dan air susunnya juga penuh berisi,
sehingga kami bisa memerahnya dan meminumnya. Sementara setiap orang yang
memerah air susu hewannya sama sekali tidak mengeluarkan air susu walau
setetes pun dan kelenjar susunya juga kempas.
Putra Aminah yang disusukan Halimah pun beranjak tumbuh sehat. Tidak
seperti pertumbuhan bayi-bayi lainnya, dalam usia Sembilan bulan ia telah dapat
berbicara dengan fasih, dia tidak rewel atau berteriak dan tidak juga menangis,
kecuali kalau dia telanjang karena malu dilihat orang.
Setelah berlalu dua tahun, yang merupakan penyusuan yang sempurna,
Halimah dengan berat hati mengembalikan putra Aminah kepada ibunya. Namun,
ketika mereka bertemu, Halimah merayu Aminah agar membiarkan anaknya lebih
lama lagi bersamanya di perkampungan Bani Sa’d. “Kesehatannya di sana lebih
terjamin.” Demikian kurang lebih Halimah merayu Aminah agar membiarkan
putranya yang ketika itu sudah pandai berjalan agar Kembali bersamanya ke
perkampungan Bani Sa’d.
Begitulah Rasulullah tinggal di tengah Bani Sa’d, sampai berumur empat
atau lima tahun, peristiwa pembelahan dada beliau.
d. Pembedahan Dada Muhammad saw
Pada suatu ketika di pagi hari, Nabi Muhammad saw. keluar sebagaimana
biasanya bersama saudara sesusuanya untuk menggembala. Ketika itu terjadi
sesuatu yang “menakutkan” Halimah dan keluarganya. Imam Muslim
meriwayatkan melalui sahabat Nabi, Anas bin Malik ra. Bahwa:
“Rasulullah saw. didatangi oleh Malaikat Jibril sewaktu beliau sedang
bermain dengan anak-anak (sebayanya). Lalu Jibril membaringkannya,
kemudian membedah dadanya, lalu mengeluarkan dari dadanya itu sekerat
sambil berkata: ‘Ini bagian setan pada dirimu,’ lalu dicucinya dengan air Zam-
Zam yang diisi di dalam mangkok yang terbuat dari emas. Kemudian Jibril
mengembalikan sekerat it uke tempatnya semula. Anak-anak (yang bermain
bersama Nabi itu) berlari menuju ibu Nabi (Halimah) sambil berteriak bahwa:
‘Muhammad telah terbunuh.’ Maka orang-orang datang menemui Nabi, dan dia
ditemukan dengan wajah pucat pasi (HR. Muslim).
e. Kembali ke Pangkua Ibunda Tercinta
Dengan adanya peristiwa pembelahan dada itu Halimah merasa khawatir
terhadap keselamatan beliau, hingga dia mengembalikan kepada ibu beliau.
Dalam perjalanan diantar pulang ke Mekah, Nabi Muhammad saw. yang
ketika itu berusia empat tahun, tersesat di tengah kerumunan orang banyak yang
juga sedang berkunjung ke Mekah untuk berziarah ke Ka’bah atau berdagang.
Halimah, setelah berusaha mencari dan gagal menemukannnya, langsung
melaporkan hal ini kepada Abdul Muththalib yang langsung juga turun tangan
ikut mencarinya dibantu oleh para ahli pencari jejak.
Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa yang menemukan Muhammad saw.
adalah Waraqah bin Naufal bersama seorang dari suku Quraisy, lalu
mengantarnya kepada Abdul Muththalib dan menyampaikan kepadanya bahwa
Muhammad saw. ditemukan berteduh di bawah sebuah pohon di satu dataran
tinggi.
Abdul Muththalib kemudian menggendong cucunya mengelilingi Ka’bah
memohon perlindungan Allah, lalu mengembalikannya kepada ibunya. Maka
beliau hidup bersama ibunda tercinta hingga berumur enam tahun.
Aminah merasa perlu mengenang suaminya yang telah meninggal dunia.
Dengan cara mengunjungi kuburannya di Yatsrib. Maka dia pergi dari Mekah
untuk menempu perjalanan sejauh lima ratus kilometer, bersama putranya yang
yatim, Muhammad saw. disertai pembantu wanitanya, Ummu Aiman. Abdul
Muththalib mendukung hal ini. Setelah menetap selama sebulan di Madinah,
Aminah dan rombongannya siap-siap untuk Kembali ke Mekah. Dalam
perjalanan pulang itu dia jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia di Abwa’,
yang terletak antara Mekah dan Madinah.
f. Kembali ke Kakek yang Penuh Kasih Sayang
Kemudian beliau kembali ke tempat kakeknya, Abdul Muththalib di Mekah.
Perasaan kasih sayang di dalam sanubari terhadap cucunya yang kini yatim piatu
semakin terpupuk, cucunya yang harus menghadapi cobaan baru di atas lukanya
yang lama. Hatinya bergetar oleh perasaan kasih sayang, yang tidak pernah
dirasakannya sekalipun terhadap anak-anaknya sendiri. Dia tidak ingin cucunya
hidup sebatang kara. Bahkan dia lebih mengutamakan cucunya daripada anak-
anaknya.
Ibnu Hisyam berkata, “Ada sebuah dipan yang diletakkan di dekat Ka’bah
untuk Abdul Muththalib. Kerabat-kerabatnya biasa duduk di sekeliling dipan itu
hingga Abdul Muththalib keluar ke sana, dan tak seorang pun di antara mereka
yang berani duduk di dipan itu, sebagai penghormatan terhadap dirinya. Suatu
kali selagi Rasulullah saw. menjadi anak kecil yang montok, beliau duduk di atas
dipan itu. Paman-paman beliau langsung memegang dan menahan agar tidak
duduk di dipan itu. Tatkala Abdul Muththalib melihat kejadian ini, dia berkata,
“biarkanlah anakku ini. Demi Allah, sesungguhnya dia akan memiliki kedudukan
yang agung.” Kemudian Abdul Muththalib duduk bersama beliau di atas
dipannya, sambil mengelus punggung beliau dan senantiasa merasa gembira
terhadap apapun yang beliau lakukan.”
g. Abdul Muththalib Wafat
Kebersamaan Nabi dengan Abdul Muththalib tidak lama. Pada usia senjanya,
matanya pun telah demikian kabur. Menyadari akan usianya, juga agar cucu
kesayangannya tidak terkatung-katung tanpa ada yang bertanggung jawab
atasnya, maka Abdul Muththalib berpesan kepada anaknya Abu Thalib, yang juga
merupakan paman Nabi, agar dialah yang bertanggung jawab mengasuh Nabi
Muhammad saw. setelah kepergiannya.
Tidak lama setelah penunjukan Abu Thalib, Abdul Muththalib wafat dalam
usia delapun puluh tahun, sedang Nabi Muhammad saw. ketika itu berusia
delapan tahun. Kepergian sang kakek sangat menyedihkan beliau, tidak kurang
kesedihannya ditinggal ibu.
Kepergian kakek tercinta, menjadikan Nabi Muhammad saw. diliputi oleh
kesedihan yang mengantar beliau banyak merenung, diam, dan sedikit berbicara.
Ini menjadi perangai beliau yang berlanjut sampai dewasa dan yang mengantar
beliau terdorong dan gemar menyendiri di Gua Hira.
h. Di bawah Asuhan Sang Paman
Abu Thalib melaksanakan hak anak saudaranya dengan sepenuhnya dan
menganggap seperti anaknya sendiri. Bahkan semua sejarawan mengakui bahwa
perhatian yang diberikan Abu Thalib kepada Nabi Muhammad saw. sangat besar,
bahkan melebihi perhatiannya kepada anak-anak kandungnya sendiri. Ini bukan
saja karena Nabi Muhammad yatim piatu, tetapi juga sejak kecil beliau telah
memiliki budi pekerti luhur dan menunjukkan kecerdasan yang sangat menonjol
dibanding dengan anak-anak sebayanya.
Hingga berumur lebih dari empat puluh tahun beliau mendapatkan
kehormatan di sisi Abu Thalib, hidup di bawah penjagaannya, rela menjalin
persahabatan dan bermusuhan dengan orang lain demi membela diri beliau.
Namun demikian, Nabi Muhammad saw. tidak dimanjakan oleh Abu Thalib.
Pada masa remajanya pun, sebagaimana dahulu di pedesaan bersama Halimah,
beliau menggembala kambing dengan imbalan upah secukupnya.
Beliau tidak merasa rendah diri dengan pekerjaan itu. Memang, “Para Nabi
sebelum diutus, menggembalakan kambing.” Demikian sabda Nabi saw.
penggembalaan kambing dapat menjadi sarana pendidikan jiwa yang amat berarti.
Di sana penggembala belajar membimbing dan mengantar ke jalan yang benar,
serta menghindarkan dari jalan yang berbahaya/keliru, dan juga mendidik si
penggembala untuk sabar dan tabah.
i. Peristiwa Saat Dagang ke Negeri Syam
Selagi usia Rasulullah saw. mencapai 12 tahun, dan ada yang berpendapat
lebih dua bulan sepuluh hari, Abu Thalib mengajak beliau pergi berdagang
dengan tujuan negeri Syam, hingga tiba di Bushara, suatu daerah yang sudah
termasuk Syam dan merupakan ibukota Hauran, yang juga merupakan ibukotanya
orang-orang Arab, sekalipun di bawah kekuasaan bangsa Romawi. Di negeri ini
ada seorang rahib yang dikenal dengan sebutan Bahira, yang nama aslinya adalah
Jurjis. Tatkala rombongan singgah di daerah ini, maka sang rahib menghampiri
mereka dan mempersilahkan mereka mampir ke tempat tinggalnya sebagai tamu
kehormatan. Padahal sebelum itu rahib tersebut tidak pernah keluar, namun
begitu dia bisa mengetahui Rasulullah saw. dari sifat-sifat beliau sambil
memegang tangan beliau, sang rahib berkata “Orang ini adalah pemimpin
semesta alam. Anak ini akan diutus Allah sebagai rahmat bagi seluruh alam.”
Abu Thalib bertanya, “Dari mana engkau mengetahui hal itu?”
Rahib Bahira menjawab, “Sebenarnya sejak kalian tiba di Aqabah, tak ada
bebatuan dan pepohonan pun melainkan mereka tunduk sujud. Mereka tidak
sujud melainkan kepada seorang Nabi. Aku bisa mengetahui dari stempel
nubuwah yang berada di bagian bawah tulang rawan bahunya, yang menyerupai
buah apel. Kami juga bisa mendapatkan tanda itu di dalam kitab kami.”
Kemudian Rahib Bahira meminta agar Abu Thalib kembali lagi bersama
beliau tanpa melanjutkan perjalanannya ke Syam, karena dia takut gangguan dari
pihak orang-orang Yahudi. Maka Abu Thalib mengirim beliau bersama beberapa
pemuda agar kembali lagi ke Mekah.”
Muhammad saw. bin Abdullah bin Abdul Muththalib (yang namanya Syaibah) bin
Hasyim (yang namanya Amru) bin Abdu Manaf (yang namanya Al-Mughirah) bin
Qushay (yang namanya Zaid) bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin
Fihr (yang berjuluk Quraisy dan menjadi cikal balak nama kabilah) bin Malik bin An-
Nadhir (yang namanya Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (yang namanya
Amir) bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan bin Udad bin Hamaisa’ bin
Salaman bin Aush bin Bauz bin Qimwal bin Ubay bin Awwam bin Nasyid bin Haza bin
Baldas bin Yadlaf bin Thabikh bin Jahim bin Nahisy bin Makhi bin Aidh bin Abqar bin
Ubaid bin Ad-Da’a bin Hamdan bin Sinbar bin Yatsribi bin Yahzan bin Yalhan bin
Ar’awy bin Aid bin Daisyan bin Aishar bin Afnad bin Aiham bin Muqshir bin Nahits bin
Zarih bin Sumay bin Muzay bin Iwadhah bin Aram bin Qaidar bin Ismail bin Ibrahim
c. Sunah-sunah Mandi
Kesunahan-kesunahan mandi ada 5, yaitu:
1) Membaca basmalah
2) Wudhu dengan sempurna sebelum mandi
3) Menggosok/meraba bagian tubuh yang bisa dijangkau tangan
4) Muwalah (Sambung-menyambung)
5) Mendahulukan bagian kanan daripada bagian kiri dari dua sisi badannya
4. Pembahasan Tentang Tayamum
a. Definisi Tayamum
Tayamum menurut bahasa berarti menyengaja. Menurut istilah syara’ ialah
berarti mendatangkan debu suci ke wajah dan dua tangan yang digunakan sebagai
ganti dari wudhu, mandi, atau membasuh anggota dengan syarat-syarat khusus.
b. Syarat-syarat Tayamum
Syarat-syarat tayamum ada 5, yaitu:
1) Adanya udzur sebab melakukan perjalanan atau sakit
2) Telah masuknya waktu shalat
3) Mencari air setelah masuknya waktu shalat, baik dirinya sendiri atau orang
yang ia beri izin untuk mencari air
4) Berhalangan menggunakan air
5) Debu suci mensucikan yang tidak basah/lengket
c. Fardhu-fardhu Tayamum
Kewajiban-kewajiban/Fardhu-fardhu dalam tayamum ada 4 perkara, yaitu:
1) Niat
2) Mengusap wajah
3) Mengusap kedua tangan dan kaki
4) Tertib/berurutan
d. Sunah-sunah Tayamum
Kesunahan-kesunahan tayamum ada 3, yaitu:
1) Membaca basmalah
2) Mendahulukan tangan kanan daripada tangan kiri
3) Muwalah (Sambung-menyambung)
e. Perkara yang Membatalka Tayamum
Perkara yang membatalkan tayamum ada 3 perkara, yaitu:
1) Setiap hal yang dapat membatalkan wudhu
2) Melihat air pada selain saat melaksanakan shalat
3) Murtad
5. Pembahasan Tentang Najis dan Cara Menghilangkannya
a. Definisi Najis
Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang dianggap menjijikkan. Menurut
istilah syara’ adalah segala benda yang haram dimanfaatkan secara mutlak dalam
kondisi stabil dan mudah membedakannya, bukan karena dimuliakan atau karena
menjijikkan, dan bukan karena membahayakan pada tubuh atau akal.
b. Macam-macam Najis
1) Najis Mukhaffafah
2) Najis Mutawassithoh
3) Najis Mugholladzhoh
c. Tata Cara Membasuh Najis
Tata cara membasuh najis adalah sebagai berikut:
- Jika najis terlihat mata (najis ini dinamakan dengan najis ‘ainiyah), maka
membasuhnya adalah dengan menghilangkan materi najisnya. Dan
mengupayakan hilangnya sifat-sifat najis, baik rasa, warna atau bau.
- Jika najis tidak terlihat (najis ini dinamakan dengan najis hukmiyah), maka
cukup dengan mengalirkan air meskipun hanya sekali pada benda yang
terkena najis itu.
- Jika najisnya Mukhoffafah (najis yang diringankan hukumnya), maka cara
menghilangkan najis ini cukup dengan memercikkan air padanya.
Contohnya, kencingnya anak laki-laki yang belum mengkonsumsi makanan.
- Jika najisnya Mugholladzoh (najis yang diperberat hukumnya), maka cara
menghilangkan najis ini dengan menyiramkan 7 kali basuhan dan salah satu
basuhan ditambah dengan debu yang suci mensucikan. Contohnya, sesuatu
yang terkena bulu, jilatan atau kencing anjing dan babi
- Jika najisnya Mutawassitoh (najis yang tengah-tengah) maka cara
menghilangkan najis ini dengan membasuhnya minimal satu kali jika
memang dapat hilang materi najisnya dengan satu kali basuhan. Contohnya
darah, kencing dll.
- Dalam menyiram benda yang terkena najis, disyaratkan air harus mengalir
mengenai bendanya jika memang air tersebut sedikit. Jika dibalik (airnya
yang dikenai najis), maka benda tersebut tidak suci.
- Sedang dalam hal air yang banyak tidak ada perbedaan antara benda
mutanajjis yang mengenai atau dikenai.
6. Pembahasan Tentang Haidl
a. Definisi Haidl
Haidl adalah darah yang keluar melalui farji perempuan pada usia
produktif/haidl, yaitu berumur 9 tahun genap atau 9 tahun kurang 16 hari dengan
menggunakan hitungan kalender Hijriyah. Jika seseorang menggunakan hitungan
kalender Masehi, seorang perempuan dianggap memasuki usia produktif ketika
berumur 8 tahun, 8 bulan, 23 hari, 19 jam, 23 menit, dan keluarnya darah tersebut
dalam kondisi sehat bukan disebabkan penyakit, tapi karena sifat alami wanita,
juga bukan disebabkan melahirkan.
Perlu dicatat, bahwa usia produktif menjadi salah satu persyaratan untuk
menentukan apakah darah yang keluar dari vagina dihukumi haidl atau tidak.
Haidl secara etimologi berarti mengalir. Dalam terminologi Fikih haidl
adalah darah yang keluar secara alamiah melalui vagina pada saat usia produktif.
Darah yang keluar dari vagina dapat dihukumi haidl apabila memenuhi
empat poin berikut:
1) Keluar pada saat usia produktif, yakni usia 9 tahun genap atau kurang
16 hari mengikuti kalender Hijriyah.
2) Tidak kurang dari 24 jam, baik keluar secara terus menerus atau keluar
secara terputus-putus namun masih dalam ruang lingkup 15 hari
terhitung dari keluarnya darah yang pertama.
3) Tidak melebihi maksimal masa haidl (15 hari 15 malam)
4) Tidak keluar pada masa suci
b. Perkara-perkara yang Diharamkan Sebab Haidl
Dengan keluarnya darah haidl, maka seorang wanita haram melakukan 8
perkara, yaitu:
1) Shalat, baik fardhu atau sunah, begitu pula sujud tilawah dan sujud
syukur.
2) Puasa, baik puasa wajib atau sunah.
3) Membaca Al-Qur’an
4) Menyentuh mushaf
5) Masuk masjid/ berdiam diri di masjid
6) Tawaf, baik yang fardhu atau sunah
7) Bersetubuh
8) Mencari kesenangan dengan anggota tubuh antara pusar dan lutut dari
tubuh perempuan.
c. Talaffudz Niat Mandi Wajib
Allah Swt. berfirman dalam QS. al-A'raf ayat 26 yang berbunyi: “Hai anak
Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup
auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling
baik.”
7. Mengetahui dan menerapkan Adab berdoa sebelum makan, minum dan tidak berdiri
َو َنْف ُس َك ِإْن َأْش َغْلَتَه ا ِباَحْلِّق َو ِإَّال اْش َتَغَلْتَك ِباْلَباِط ِل، اْلَو ْقُت َس ْيٌف َفِإْن ْمَل َتْق َطْعُه َقَطَعَك
“Waktu ibarat pedang, jika engkau tidak menebasnya maka ialah yang akan menebas”
QS. Al-Asr
“Demi masa. Sesungguhnya manusia dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman
dan beramal shaleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk
kesabaran.”
3. Membiasakan hidup rapi teratur dan mampu menjaga barang miliknya
Menurut Bahasa rapi artinya bersih, indah untuk dilihat. Contohnya rapi dalam
berpakaian, meletakkan barang di tempatnya, menjaga barang milik sendiri, memakai
pakaian yang bersih, harum, dan tidak kusut.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
Ayah Father
Ibu Mother
Permission sir/mrs, i want to
Izin pak/ibu, saya mau ke
Go to the bathroom
kamar mandi
Washing hands
Mencuci tangan
Fill dringking water
Mengisi air minum
Throw garbage
Membuang sampah
Ayah ( أبيabi)
Ibu ( أميummi)
َتَنَّظُفْو ا ِبُك ِّل َم ا ِاْس َتَطْع ُتْم َفِاَن اَهلل َتَعايَل َبيَن اِال ْس َالَم َعَلي الَنَظاَفِة َو َلْن َيْد ُخ َل اَجْلَّنَة ِاَال
ُك ُّل َنِظ ْيٍف
Artinya: "Bersihkanlah segala sesuatu semampu kamu. Sesungguhnya Allah ta'ala
membangun Islam ini atas dasar kebersihan dan tidak akan masuk surga kecuali
setiap yang bersih." (HR Ath-Thabrani).
2. Cara Memakai Sepatu
a. Siapkan sepatu (tali/ perekat)
b. Duduklah di tempat yang lebih tinggi dari lantai.
c. Membaca Basmalah
d. Pakailah kaos kaki di mulai dari kaki sebelah kanan
e. Masukkan kaki kanan pada sepatu sebelah kanan.
f. Masukkan tali sepatu dari lubang paling atas di daerah dekat jari kaki.
g. Seimbangkan panjang tali sepatu.
h. Ikatlah dengan sempurna
i. Membaca Hamdalah
Hadist Tentang Larangan Menggunakan Sepatu Sambil Berdiri:
ِئ ِع ِه ِه
َنَه ى َرُس وُل الَّل َص َّلى الَّلُه َعَلْي َو َس َّلَم َأْن َيْنَت َل الَّر ُج ُل َو ُه َو َقا ٌم
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang mengenakan alas kaki (sepatu)
sambil bediri.” (HR. Tirmidzi no. 1697, Abu Daud no. 3606 dari Jabir).
3. Membiasakan Sarapan
a. Manfaat Sarapan bagi anak sekolah:
- Memberikan energi pada otak
- Meningkatkan stamina belajar
- Meningkatkan konsentrasi belajar
- Meningkatkan kenyamanan saat belajar
- Mencegah sembelit, hiperglikemia, pusing dan gangguan kognitif
- Memenuhi kebutuhan nutrisi
- Menjaga kualitas berat badan
Hadist Tentang Keutamaan Sarapan:
عن عبيد اهلل بن حمصن األنصاري اخلطمي رضي اهلل عنه مرفوعًا َمْن أْص َبَح ِم ْنُك ْم آِم ًنا يف
َفَك أَمَّنا ِح يَز ْت َلُه الُّد ْنَيا َحِبَذ اِفِري َه ا، ِعْنَد ُه ُقوُت َيْو ِمِه، ُمَعاًىَف يف َج َس ِدِه،سرِبِه
[ ]حسن- []رواه الرتمذي وابن ماجه
Dari 'Ubaidillah bin Mihṣan Al-Anṣāri Al-Khathmi -raḍiyallāhu 'anhu- secara
marfū', “Siapa di antara kalian yang berada di waktu pagi dalam keadaan aman di
tempat tinggalnya, sehat jasmaninya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka
seakan-akan seluruh dunia ini telah diberikan kepadanya. (H.R At Tirmidzi dan Ibnu
Majah)
4. Menjaga Kebersihan Lingkungan
a. Akibat membuang sampah sembarangan:
- Menyebabkan berbagai penyakit
- Menyebabkan polusi
- Mengancam keberadaan satwa
- Menyebabkan banjir
Hadist menjaga kebersihan:
النظافة من االميان
(Artinya: Kebersihan sebagian dari Iman, HR. Muslim: 328)
5. Berlatih merawat diri dan menjaga penampilan
a. Cara menjaga kesehatan diri:
- Makan makanan yang bergizi (makan 4 sehat 5 sempurna).
- Olahraga rutin minimal 4-5 kali seminggu.
- Perbanyak minum air putih minimal 8-10 gelas setiap hari.
- Kelola tidur dengan baik minimal 8-10 jam (untuk remaja) atau 7-9 jam
(untuk orang dewasa) setiap hari.
6. Mengelola stres
a. Jagalah kebersihan tubuh
- Menjaga kebersihan gigi. Biasakan menyikat gigi minimal 2 kali sehari,
menggunakan benang gigi sekali sehari, dan menemui dokter gigi untuk
memeriksakan gigi setahun sekali.
- Menjaga kebersihan tubuh. Biasakan mandi 1-2 kali sehari dan gunakan
deodoran setiap hari.
- Menjaga kebersihan tangan. Jangan lupa mencuci tangan setiap kali
menggunakan kamar kecil, menyentuh benda yang kotor, sebelum dan sesudah
memegang makanan.
7. Adab berpakaian menurut islam:
a. Menutup aurat
Aurat lelaki menurut ahli hukum ialah daripada pusat hingga ke lutut. Aurat
wanita pula ialah seluruh anggota badannya, kecuali wajah, tapak tangan dan
tapak kakinya. Rasulullah SAW bersabda bermaksud: "Paha itu adalah aurat."
(HR.Bukhari).
b. Tidak menampakkan tubuh
Pakaian yang jarang sehingga menampakkan aurat tidak memenuhi syarat
menutup aurat. Pakaian jarang bukan saja menampak warna kulit, malah boleh
merangsang nafsu orang yang melihatnya.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: "Dua golongan ahli neraka yang
belum pernah aku lihat ialah, satu golongan memegang cemeti seperti ekor lembu
yang digunakan bagi memukul manusia dan satu golongan lagi wanita yang
memakai pakaian tetapi telanjang dan meliuk-liukkan badan juga kepalanya
seperti bonggol unta yang tunduk.Mereka tidak masuk syurga dan tidak dapat
mencium baunya walaupun bau syurga itu dapat dicium daripada jarak yang
jauh." (HR.Muslim)
c. Pakaian tidak ketat
Tujuannya adalah supaya tidak kelihatan bentuk tubuh badan yang
merangsang lawan jenis untuk bermaksiat.
d. Tidak menimbulkan perasaan riya
Rasulullah SAW bersabda bermaksud: "Siapa yang melabuhkan pakaiannya
kerana perasaan sombong, Allah SWT tidak akan memandangnya pada hari
kiamat." Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda bermaksud: "Siapa yang
memakai pakaian yang berlebih-lebihan, maka Allah akan memberikan pakaian
kehinaan pada hari akhirat nanti." (Ahmad, Abu Daud, an-Nasa'iy dan Ibnu
Majah)
e. Lelaki, dan wanita berbeda
Maksudnya pakaian yang khusus untuk lelaki tidak boleh dipakai oleh
wanita, begitu juga sebaliknya. Rasulullah SAW mengingatkan hal ini dengan
tegas sabdanya yang artinya: "Allah mengutuk wanita yang meniru pakaian dan
sikap lelaki, dan lelaki yang meniru pakaian dan sikap perempuan." (Bukhari dan
Muslim).
Beliau SAW juga bersabda: "Allah melaknat lelaki berpakaian wanita dan
wanita berpakaian lelaki." ?(Abu Daud dan Al-Hakim).
f. Larangan pakai sutera
ISLAM mengharamkan kaum lelaki memakai sutera. Rasulullah SAW
bersabda bermaksud: "Janganlah kamu memakai sutera, sesungguhnya orang
yang memakainya di dunia tidak dapat memakainya di akhirat." (Muttafaq 'alaih).
g. Memanjangkan pakaian
Contohnya seperti tudung yang seharusnya dipakai sesuai kehendak syarak
yaitu bagi menutupi kepala dan rambut, tengkuk atau leher dan juga dada. Allah
berfirman bermaksud: "Wahai Nabi, katakanlah (suruhlah) isteri-isteri dan anak-
anak perempuanmu serta perempuan-perempuan beriman, supaya mereka
memanjangkan pakaiannya bagi menutup seluruh tubuhnya (ketika mereka keluar
rumah); cara yang demikian lebih sesuai untuk mereka dikenal (sebagai
perempuan yang baik-baik) maka dengan itu mereka tidak diganggu. Dan
(ingatlah) Allah adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang." ?(al-Ahzab:59).
h. Memilih warna sesuai
Contohnya warna-warna lembut termasuk putih kerana ia nampak bersih
dan warna ini sangat disenangi dan sering menjadi pilihan Rasulullah SAW.
Baginda bersabda bermaksud: "Pakailah pakaian putih kerana ia lebih baik, dan
kafankan mayat kamu dengannya (kain putih)." (an-Nasa'ie dan al-Hakim)
i. Larangan memakai emas
Termasuk dalam etika berpakaian di dalam Islam ialah barang-barang
perhiasan emas seperti rantai, cincin dan sebagainya.
Bentuk perhiasan seperti ini umumnya dikaitkan dengan wanita namun
pada hari ini ramai antara para lelaki cenderung untuk berhias seperti wanita
sehingga ada yang sanggup bersubang dan berantai.
Semua ini amat bertentangan dengan hukum Islam. Rasulullah s.a.w.
bersabda bermaksud: "Haram kaum lelaki memakai sutera dan emas, dan
dihalalkan (memakainya) kepada wanita."
j. Mulakan sebelah kanan
Apabila memakai baju,celana atau seumpamanya, mulailah sebelah kanan.
Imam Muslim meriwayatkan daripada Saidatina Aisyah bermaksud: "Rasulullah
suka sebelah kanan dalam segala keadaan, seperti memakai sandal, sepatu,
berjalan kaki dan bersuci."Apabila memakai sepatu atau seumpamanya, mulai
dengan sebelah kanan dan apabila menanggalkannya, mulai dengan sebelah kiri.
Rasulullah SAW bersabda bermaksud: "Apabila seseorang memakai sendal,
mulakan dengan sebelah kanan, dan apabila menanggalkannya, mulai dengan
sebelah kiri supaya yang kanan menjadi yang pertama memakai sendal dan yang
terakhir menanggalkannya." (Riwayat Muslim).
k. Selepas beli pakaian
Apabila memakai pakaian baru dibeli, ucapkanlah seperti yang
diriwayatkan oleh Abu Daud dan At-Tarmizi yang bermaksud:
"Ya Allah, segala puji bagi-Mu, Engkau yang memakainya kepadaku, aku
memohon kebaikannya dan kebaikan apa-apa yang dibuat baginya, aku mohon
perlindungan kepada-Mu daripada kejahatannya dan kejahatan apa-apa yang
diperbuat untuknya. Demikian itu telah datang daripada Rasulullah".
l. Berdoa.
Ketika menanggalkan pakaian, lafaz- kanlah: "Pujian kepada Allah yang
mengurniakan pakaian ini untuk menutupi auratku dan dapat mengindahkan diri
dalam kehidupanku, dengan nama Allah yang tiada Tuhan melainkan Dia.
Sebagai seorang Islam, sewajarnya seseorang itu memakai pakaian yang
sesuai menurut tuntutan agamanya. Karena sesungguhnya pakaian yang sopan
dan menutup aurat adalah cermin seorang muslim yang sebenarnya.