Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Akhlak dapat dibagi berdasarkan sifatnya dan berdasarkan objeknya.
Berdasarkan sifatnya, akhlak terbagi menjadi dua bagian. Pertama akhlak
mahmudah (akhlak terpuji) atau akhlak karimah (akhlak yang mulia). Yang
termasuk ke dalam akhlak karimah (akhlak terpuji), ia diantaranya; rida kepada
Allah, cinta dan beriman kepada Allah, beriman kepada malaikat, kitab, rasul, hari
kiamat, takdir, taat beribadah, selalu menepati janji, melaksanakan amanah,
berlaku sopan dalam ucapan dan perbuatan, qanaah (rela terhadap pemberian
Allah), tawakkal, sabar, syukur, tawadhu’ dan lain sebagai yang baik menurut
pandangan Al-Qur’an dan hadits.
Berdasarkan objeknya, akhlak dibedakan menjadi dua. Pertama akhlak
kepada khalik. Kedua akhlak kepada makhluk. Adapun yang akan penulis
jelaskan pada makalah ini adalah akhlak dalam keluarga.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pembahasan makalah tentang akhlak dalam
keluarga yaitu sebagai berikut :
1) Bagaimana akhlak terhadap kedua orang tua (birrul walidain) ?
2) Apa hak dan kewajiban kasih saying suami istri ?
3) Apa ayat dan hadits yang berhubungan dengan kewajiban suami istri ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Birrul Walidain (Berbuat baik kepada kedua Orang Tua)


Dalam al-Qur’an dan Al-Hadits, permasalahan berbakti kepada orang tua
senantiasa dikaitkan dengan keimanan kepada Allah, sedangkan masalah durhaka
terhadap keduanya selalu dikaitkan dengan berbuat syirik terhadap-Nya. Tak
heran bila sebagian ulama menyimpulkan bahwa keimanan seseorang tidak akan
berarti selama dia tidak berbakti kepada kedua orang tuanya dan tidak ada bakti
kepada keduanya selama dia tidak beriman kepada Allah.1
Berbuat baik kepada orang tua meruupakan ajaran yang menjadi ketetapan
Kitabullah al-Qur’an dan Al-Hadits.
Allah ta’ala berfirman :

‫َو ْاعبُ ُدوا اللَّهَ َوال تُ ْش ِر ُكوا بِ ِه َش ْيًئا َوبِالْ َوالِ َديْ ِن ِإ ْح َس انًا َوبِ ِذي‬
‫ب‬ِ ُ‫ني واجْلَ ا ِر ِذي الْ ُق رىَب واجْلَ ا ِر اجْلُن‬ ِ ِ‫الْ ُق رىَب والْيَتَ َامى والْمس اك‬
َ ْ َ ََ َ َ ْ
‫ت َأمْيَ انُ ُك ْم ِإ َّن اللَّهَ ال‬ ِ ‫ب بِ اجْلَْن‬ ِ ‫الص‬
ْ ‫الس بِ ِيل َو َما َملَ َك‬
َّ ‫ب َوابْ ِن‬ ِ ‫اح‬ َّ ‫َو‬
‫ورا‬ ‫خ‬ َ‫ف‬ ‫اال‬‫ت‬ ْ‫خُم‬ ‫ن‬
َ ‫ا‬ ‫ك‬
َ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ب‬ُّ ِ‫حُي‬
ً ُ َ ْ َ
Artinya : “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat
dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba
sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membangga-banggakan diri”. (Q.S. An-Nisaa’ : 36)
Allah menghubungkan beribadah kepada-Nya dengan berbuat baik kepada
orang tua. Hal ini menunjukkan betapa mulianya kedudukan orang tua dan birrul
walidain di sisi Allah.
1
Muhammad bin Ibrahim bin Hamid, Durhaka kepada Orang Tua, Dalam
http;//jilbab.or.id.

2
Secara naluri, orang tua rela mati mengorbankan segala sesuatu untuk
memelihara dan membesarkan anak-anak dan anak mendapatkan kenikmatan serta
perlindungan sempurna dari kedua orang tuanya.
Seorang anak selalu merepotkn dan menyita perhatian orang tuanya.
Tatkala kedua orang tua menginjak masa tua, mereka pun tetap berbahagia dengan
keadaan putra-putrinya. Akan tetapi, betapa cepat seorang anak melalaikan jasa-
jasa orang tuanya, hanya karena disibukkan oleh istri dan anak-anaknya. Ia tidak
perlu lagi menasihati anak-anaknya hanya saja seorang anak harus diingatkn dan
digugah perasaannya atas kewajiban mereka terhadap orang tuanya yang
sepanjang umurnya dihabiskan untuk mereka serta mengorbankan segala yang ada
demi kesenangan dan kebahagiaan mereka hingga dating masa lelah dan letih.
Oleh karena itu, berbuat baik kepada orang tua menjadi keputusan mutlak
dari Allah dan ibadah yang menempati urutan kedua setelah beribadah kepada
Allah.

ٍّ ‫فَال َت ُق ْل هَلَُما‬
‫ُأف َوال َتْن َه ْرمُهَا‬
Artinya : “……. maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka……”. (Al-
Israa’ : 23)
Orang mulia dan baik kepada kedua orang tua akan tahu kedudukn serta
kemuliaan orang tua. Dia merasakan tatkala mencium tangan ibu atau bapak
seolah-olah dia bersujud dengan roh dan perasaannya, bersujud kepada Allah. Dia
mendapatkan jati diri yang sebenarnya sebagai suatu rahasia dalam kehidupan.
Semua itu menjadi bukti penghargaan dan penghormatan kepada kedua orang tua.
Orang tua adalah kerabat terdekat yang mempunyai jasa tidak terhingga dan kasih
saying yang besar sepanjang masa sehingga aneh bila hak-haknya juga besar.
Seorang anak wajib mencintai, menghormati, dan memelihara orang tua.
Walaupun musyrik atau berlainan agama, keduany berhak untuk diberi kebaikan
dan pemeliharaan, bukan menaati dan mengikuti kemusyrikan atau agamanya.

3
Disebutkan berulang-ulang serta banyak sekali wasiat untuk seorang anak
agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya di dalam Al-Qur’an dan wasiat
Rasulullah SAW dan tidak disebutkan wasiat orang tua untuk berbuat baik
terhadap anaknya, kecuali sedikit.
Kebaikan dan pengorbanan orang tua berupa jiwa, raga dan kekuatan yang
tak terhitung tanpa berkeluh kesah dan meminta balasan dari anaknya, secara
fitrah (naluri) sudah cukup sebagai pendorong kedua orang tua bersikap demikian
tanpa ditekan dengan wasiat. Adapun anak harus selalu diberi wasiat dan
diingatkn agar senantiasa ingat akan jasa-jasa orang yang selama ini tidak
mencurahkan jiwa dan raga serta seluruh hidupnya dalam membesarkan dan
mendidiknya. Apalagi seorang ibu selama mengandung mengalami banyk beban
berat sebagaimana Allah Ta’ala (ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah), ibu lebih banyak menderita dalam membesarkan
dan mengasuh anaknya dan tidak ada yang bisa merasakan penderitaan disaat
hamil, kecuali kaum ibu juga.
Dari al-Miqdam bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya
Allah berwasiat agar kalian berbuat baik kepada ibu-ibumu, sesungguhnya Allah
berwasiat agar berbuat baik kepada bapak-bapakmu, dan sesungguhnya Allah
berwasiat kepada kalian agar berbuat baik kepada sanak kerabatmu”.
(Disahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah).

B. Hak dan Kewajiban Kasih Sayang Suami Istri


1) 4 Kriteria Memilih Pasangan Hidup
Sebaiknya menjadi perhatian bahwa tidak semua orang dapat mengatur
rumah tangga dan tidak semua orang dapat diserahi kepercayaan mutlak, sebagai
teman karib yang akan saling membela untuk selama-lamanya. Maka sebelum kita
mengutarakan maksud yang terkandung dihati, sebaiknyalah kita selidiki lebih
dahulu, akan terdapat persesuaian paham atau tidakkah kelak setelah bergaul.
Nabi SAW telah memberi petunjuk tentang sifat-sifat perempuan yang baik,
yaitu :
1. Yang beragama dan menjalankannya

4
2. Keturunan orang yang subuh (mempunyai keturunan yang sehat)
3. Yang masih perawan
4. Hartanya

‫ال اَ َّن الْ َم ْرَأَة َتْن ِك ُح لِ ِديْنِ َها‬


َ َ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ق‬
َ َّ ‫َع ْن َج ابِ ٍراَ َّن النَّىِب‬
ِ ‫ك بِ َذ‬
.‫ات الدِّيْ ِن‬ ‫هِل هِل‬
َ ‫َو َما َ َاومَجَا َا َف َعلَْي‬
Artinya : “Sesungguhnya perempuan itu dinikai karena agamanya, hartanya,
kecantikannya, maka hendaklah engkau (menikahi) yang beragama,
niscaya tanganmu mendatangkan kebaikan”. (Ditakhrijkan oleh Imam
Ahmad, Muslim, Turmudzi dan Nasai dari Jabir bin Abdillah, r.a.).

Perempuan itu dinikahi karena factor-faktor kebaikan dan ketakwaannya,


karena kekayaan material dan kecantikannya. Maka nabi menyuruh factor mana
saja yang disukai. Akan tetapi factor yang (taat) beragama adalah yang paling
penting terpenuhi oleh wanita itu, meskipun dia kaya, atau miskin, dan keduanya
(calon suami dan istri) akan berantakan (rumah tangganya) bila factor agama itu
tidak diindahkan. Maka memilih jodoh karena factor agama menolong suami
isteri sendiri, serta akan menjadi teladan bagi anak kelak, karena factor agama
akan mendatangkan kebaikan yang banyak sekali.2

2) Hak Suami Atas Isteri (Yang Wajib Dipenuhi Oleh Isteri)


Allah Ta'ala berfirman :

‫ض َومِبَا‬
ٍ ‫ض ُه ْم َعلَى َب ْع‬ َّ َ‫ِّس ِاء مِب َا ف‬
َ ‫ض َل اللَّهُ َب ْع‬ َ ‫ال َق َّو ُامو َن َعلَى الن‬
ُ ‫الر َج‬
ِّ
‫ظ‬َ ‫ب مِب َا َح ِف‬
ِ ‫ات لِْلغَْي‬ ِ
ٌ َ‫ات َحافظ‬
ِ
ٌ َ‫ات قَانت‬ ُ َ
‫الص احِل‬
َّ ‫ف‬
َ ‫م‬ ِ‫َأْن َف ُق وا ِمن َأم واهِل‬
ْ َْ ْ
ُ‫اللَّه‬
Artinya : "Kaum lelaki itu adalah pemimpin-pemimpin atas kaum wanita - isteri-
isterinya, karena Allah telah meleblhkan sebagian mereka dari yang
Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-Hanafi Ad-Damsyiqi, Asbabul Wurud Jilid II, Kalam
2

Mulia, Jakarta. 2006. hal. 18.

5
lainnya, juga karena kaum lelaki itu telah menafkahkan dari sebagian
hartanya. Oleh sebab itu kaum wanita yang shalihah ialah yang taat
serta menjaga dirinya di waktu ketiadaan suaminya, sebagaimana yang
diperintah untuk menjaga dirinya itu oleh Allah." (an-Nisa':34)

Menilik isi yang tersirat dalam ayat di atas, maka Allah Ta'ala sudah
memberikan ketentuan yang tidak dapat diubah-ubah atau sudah merupakan
sunatullah, yaitu bahwa keharmonian rumahtangga itu, manakafa le laki dapat
menguasai seluruh hal-ihwal rumahtangga, dapat mengatur dan mengawasi isteri
sebagai kawan hidupnya dan menguasai segala sesuatu yang masuk dalam urusan
rumahtangganya itu sebagaimana pemerintah yang baik, pasti dapat menguasai
dan mengatur sepenuhnya perihal keadaan rakyat.
Manakala ini terbalik, misalnya isteri yang menguasai suami, atau sama-
sama berkuasanya, sehingga seolah-olah tidak ada peng ikut dan yang diikuti,
tidak ada pengatur dan yang diatur, sudah pasti keadaan rumahtangga itu
menemui kericuan dan tidak mungkin ada ketenangan dan ketenteraman di
dalamnya.
Ringkasnya para suamilah yang wajib menjadi Qawwaamuun, yakni
penguasa, khususnya kepada isterinya. Ini dengan jelas diterangkan oleh Allah pe
rihal sebab-sebabnya, yaitu kaum lelakilah yang dikaruniai Allah Ta'ala akal yang
cukup sempurna, memiliki kepandaian dalam mengatur dan menguasai segala
persoalan, juga kekuatannyapun dilebihkan oleh Allah bila dibandingkan dengan
kaum wanit a, baik dalam segi pekerjaan ataupun peribadatan dan ketaatan kepada
Tuhan. Selain itu suami mempunyai pertanggunganjawab penuh untuk mencukupi
nafkah seluruh isi rumahtangga itu.
Oleh sebab itu isteri itu baru dapat dianggap shalihah, apabilaia selalu taat
pada Allah, melaksanakan hak-hak suami, memelihara diri di waktu suaminya
tidak di rumah dan tidak seenaknya saja dalam hal memberikan harta yang
menjadi milik suaminya itu. Dengan demikian isteri itupun pasti akan dilindungi
oleh Allah dalam segala hal dan keadaan, juga ditolong untuk dapat melaksanakan

6
tanggu ngjawabnya yang dipikulkan kepadanya mengenai urusan rumahtangganya
itu.
Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau
seseorang lelaki mengajak isterinya ketempat tidurnya, tetapi isteri itu tidak
mendatangi ajakannya tadi, lalu suami itu menjadi marah pada malam harinya
itu, maka para malaikat melaknati mengutuk isteri itu sampai waktu pagi."
(Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim yang lain lagi,
disebutkan demikian: "Rasulullah s.a.w. bersabda "Apabila seseorang isteri
meninggalkan tempat tidur suaminya pada malam harinya, maka ia dilaknat oleh
para malaikat sampai waktu pagi."
Dalam riwayat lain lagi disebutkan sabda Rasulullah s.a.w. demikian:
Demi Zat yang jiwaku ada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tiada seseorang
lelakipun yang mengajak isterinya untuk datang di tempat tidurnya, lalu isteri itu
menolak ajakannya, melainkan semua penghuni yang ada di langit - yakni para
malaikat- sama murka pada wanita itu sehingga suaminya rela padanya - yakni
mengampuni kesalahannya."
Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Tiada halal - yakni haram - bagi seorang isteri untuk berpuasa - sunnat -
sedangkan suaminya menyaksikan - yakni ada, melainkan dengan izin suaminya
itu dan tidak halal mengizinkan seseorang lelaki lainpun untuk masuk rumahnya -
baik lelaki lain mahramnya atau bukan, kecuali dengan izin suaminya." (Muttafaq
'alaih) Dan yang di atas itu lafaznya Imam Bukhari.
Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Semua
orang dari engkau sekalian itu adal ah penggembala dan semuanya saja akan
ditanya perihal penggembalaannya. Seorang amir pamong peraja adalah
penggembala, orang lelaki juga penggembala pada keluarga rumahnya, orang
perempuan pun penggembala pada rumah suaminya serta anaknya. Maka dari itu
semua orang dari engkau sekalian itu adalah penggembala dan semua sa ja akan
ditanya perihal penggembalaannya." (Muttafaq 'alaih)

7
Dari Abu Ali, yaitu Thalq bin Ali r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Jikalau seseorang lelaki mengajak isterinya untuk keperluannya-
masuk ke tempat tidur - maka wajiblah isteri itu mendatangi - mengabulkan-
kehendak suaminya itu, sekalipun di saat itu isteri tadi sedang ada di dapur."
Diriwayatkan oleh Imam-Imam Termidzi dan an-Nasa'i dan Termidzi
berkata bahwa ini adalah Hadis hasan. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w.
sabdanya: "Andaikata saya boleh menyuruh seseorang untuk bersujud kepada
orang lain, niscayalah saya akan menyuruh isteri supaya bersujud kepada
suaminya."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah
Hadis hasan shahih. Dari Ummu Salamah radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah
s.a.w. bersabda: "Mana saja wanita yang meninggal dunia sedang suaminya rela
padanya - tidak sedang mengkal padanya, maka wanita itu akan masuk syurga."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis
hasan.
Dari Usamah bin Zaid radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya:
"Saya tidak meninggalkan sesuatu fitnah sepeninggalku nanti yang fitnah itu Iebih
besar bahayanya untuk dihadapi oleh kaum lela ki, Iebih hebat dari fitnah yang
ditimbulkan oleh karena persoalan orang-orang perempuan." (Muttafaq 'alaih)
Dari Mu'az bin Jabal r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tidaklah seseorang
isteri itu menyakiti pada suaminya di dunia - baik hati atau badannya, melainkan
isterinya yang dari bidadari yang membelalak matanya itu berkata: "Janganlah
engkau menyakiti ia, semoga engkau mendapat siksa Allah. Hanyasanya ia di
dunia itu adalah sebagai tamu bagimu, yang hampir sekali akan berpisah
denganmu untuk menemui kita." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia
mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

3) Hak Istri Terhadap Suami (Kewajiban suami terhadap Istri)


Allah Ta'ala berfirman : "Dan menjadi kewajiban ayah untuk
mencukupkan keperluan rezeki - makan minum-serta pakaian dangan secara baik
-sepantasnya - kepada ibu yang menyusukan anaknya." ( al-Baqarah: 233)

8
Allah Ta'ala berfirman lagi: "Hendaklah orang yang mampu itu
memberikan nafkahnya sesuai dengan kemampuannya dan barangsiapa yang
terbatas rezekinya, maka bendakl ah memberikan nafkabnya sesuai dengan
pemberian Allah kepadanya. Allah tidak memaksakan kepada seseorang
melainkan sesuai dengan karunia yangdiberikan olehNya kepada orang itu." ( at-
Thalaq: 7)
Juga Allah Ta'ala berfirman: "Dan segala sesuatu apapun yang engkau
semua nafkahkan, maka Allah tentu menggantinya." (Saba': 39)
Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sebuah
dinar yang engkau belanjakan untuk perjuangan fisabilillah, sebuah dinar yang
engkau belanjakan untuk seseorang hambasahaya - lalu dapat segera merdeka,
sebuah dinar yang engkau sedekahkan kepada seseorang miskin dan sebuah dinar
yang engkau nafkahkan kepada keluargamu, maka yang terbesar pahalanya ialah
yang engkau nafkahkan kepada keluargamu itu." (Riwayat Muslim)
Dari Abu Abdillah (ada yang mengat akan namanya itu ialah Abu
Abdirrahman) yaitu Tsauban bin Bujdud, yakni hambasahaya Rasulullah s.a.w.,
katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Seutama-utama dinar yang dinafkahkan
oleh seseorang lelaki ialah dinar yang dinafkahkan kepada keluarganya, dan juga
dinar yang dinafkahkan kepada kendaraannya untuk berjuang fi-sabilillah dan
pula yang di nafkahkan kepada sahabat-sahabatnya untuk berjuang fisabilillah
juga." (Riwayat Muslim)
Dari Ummu Salamah radhiallahu 'anha, katanya: "Saya bertanya: "Ya
Rasulullah, adakah saya dapat memperoleh pahala jikalau saya menafkahi anak-
anak Abu Salamah dan saya tidak membiarkan mereka berpisah begini be gitu -
yakni bercerai berai ke sana ke mari untuk mencari nafkahnya sendiri-sendiri,
sebab hanyasanya mereka itu anak-anak saya juga - karena Abu Salamah adalah
suaminya Ummu Salamah." Beliau s.a.w. menjawab: "Ya, engkau memperoleh
pahala dari apa yang engkau nafkahkan kepada anak-anak itu." (Muttafaq 'alaih)
Dari Sa'ad bin Abu Waqqash r.a. dalam Hadisnya yang panjang yang
sudah kami uraikan sebelum ini dalam permulaan kitab, yaitu dalam bab niat,
bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda kepadanya - Sa'ad - yaitu: "Sesungguhnya

9
engkau tiada menafkahkan sesuatu nafkahpun yang dengannya itu dengkau
mencari keridhaan Allah, melainkan engkau pasti diberi pahala karena
pemberian nafkahmu tadi, sampaipun sesuatu yang engka u jadikan untuk
makanan mulut isterimu." (Muttafaq 'alaih)
Dari Mas'ud al-Badri r.a. dari Nabi s .a.w., sabdanya: "Jikalau seseorang
lelaki memberikan nafkah kepada keluarganya dengan niat mengharapkan ke
ridhaan llah, maka apa yang dinafkahkan itu adalah sebagai sede kah baginya -
yakni mendapat -kan pahala seperti orang yang bersedekah." (Muttafaq 'alaih)
Dari Abdullah bin'Amr bin al-'Ash rad hiallahu 'anhuma, katanya:
"Rasulullah s.a.w. bersabda: "Cukuplah seseorang menanggung dosa, jikalau ia
menyia-nyiakan orang yang wajib ditanggung makannya."
Hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan lain-lain. Dan
juga diriwayatkanoleh Imam Muslim dalam shahihnya dengan pengertian
sebagaimana di atas itu, yaitu sabda Rasulullah s.a.w.: "Cukuplah seseorang itu
menanggung dosa, jikalau ia menahan - tidak memberikan makan - kepada orang
yang menjadi miliknya - tanggungannya."
Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Tiada suatu
haripun yang semua hamba Allah berpagi-pagi padahari itu, melainkan ada dua
malaikat yang turun kebumi, yang satu berkata: "Ya Allah, berikanlah kepada
orang yang memberikan nafkah akan gantinya," sedang yang lainnya berkat a:
"Ya Allah, berikanlah kepada orang yang menahan - hartanya dan enggan
menafkahkan akan kerusakan - menjadi habis samasekali." (Muttafaq 'alaih)
Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Tangan
bagian atas itu lebih baik dari tangan bagian bawah - yakni yang memberi lebih
baik daripada yang diberi. Dan mulailah dahulu dengan orang yang menjadi
keluargamu. Sebaik-baik sedekah ialah yang diberikan di luar keperluan - yakni
bahwa dirinya sendiri sudah cukup untuk kepent ingannya dan kepentingan
keluarganya. Barangsiapa yang menahan diri - tidak sampai meminta sekalipun
miskin, maka Allah akan mencukupkan kebutuhannya dan barangsiapa yang
merasa kaya - merasa cukup dengan apa yang ada disisinya, maka Allah akan
membuatnya kaya - cukup dari segala keperluannya." (Riwayat Bukhari)

10
BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan makalah diatas maka penulis dapat menyimpulkan


bahwa : Dalam al-Qur’an dan Al-Hadits, permasalahan berbakti kepada orang tua
senantiasa dikaitkan dengan keimanan kepada Allah, sedangkan masalah durhaka
terhadap keduanya selalu dikaitkan dengan berbuat syirik terhadap-Nya. Tak
heran bila sebagian ulama menyimpulkan bahwa keimanan seseorang tidak akan
berarti selama dia tidak berbakti kepada kedua orang tuanya dan tidak ada bakti
kepada keduanya selama dia tidak beriman kepada Allah
Orang mulia dan baik kepada kedua orang tua akan tahu kedudukn serta
kemuliaan orang tua. Dia merasakan tatkala mencium tangan ibu atau bapak
seolah-olah dia bersujud dengan roh dan perasaannya, bersujud kepada Allah. Dia
mendapatkan jati diri yang sebenarnya sebagai suatu rahasia dalam kehidupan.
Semua itu menjadi bukti penghargaan dan penghormatan kepada kedua orang tua.
Orang tua adalah kerabat terdekat yang mempunyai jasa tidak terhingga dan kasih
saying yang besar sepanjang masa sehingga aneh bila hak-haknya juga besar.
Nabi SAW telah memberi petunjuk tentang sifat-sifat perempuan yang
baik, yaitu :
1. Yang beragama dan menjalankannya
2. Keturunan orang yang subuh (mempunyai keturunan yang sehat)
3. Yang masih perawan
4. Hartanya
Ringkasnya para suamilah yang wajib menjadi Qawwaamuun, yakni
penguasa, khususnya kepada isterinya. Ini dengan jelas diterangkan oleh Allah pe
rihal sebab-sebabnya, yaitu kaum lelakilah yang dikaruniai Allah Ta'ala akal yang
cukup sempurna, memiliki kepandaian dalam mengatur dan menguasai segala
persoalan, juga kekuatannyapun dilebihkan oleh Allah bila dibandingkan dengan
kaum wanit a, baik dalam segi pekerjaan ataupun peribadatan dan ketaatan kepada
Tuhan. Selain itu suami mempunyai pertanggunganjawab penuh untuk mencukupi
nafkah seluruh isi rumahtangga itu.

11
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad bin Ibrahim bin Hamid, Durhaka kepada Orang Tua, Dalam
http;//jilbab.or.id.
Rosihan Anwar, Akidah Akhlak, Pustaka Setia, Bandung. 2008.
Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-Hanafi Ad-Damsyiqi, Asbabul Wurud Jilid II, Kalam
Mulia, Jakarta. 2006.
H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2010.
Imam Nawawi, Riyadhus Sholihin.

12

Anda mungkin juga menyukai