Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang

Falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari

bahasa Arab. yang juga diambil dan bahasa Yunani; philosophia. Kala ini berasal

dan dua kata Philo dan Sophia. Philo = lImu atau cinta dan Sophia =

kebijaksanaan. Sehingga arti harfiahnya adalah ilmu tentang kebijaksanaan

ataupun seseorang yang cinta kebijakan.

Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi

pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa “filsafat” adalah studi yang

mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis.

(Irmayanti Meliono, dkk. 2007. MPKT Modul l .Jakarta: Lembaga Penerbitan

FEUI. hal. 1). Terlepas dan berbagai definisi yang berusaha menerjemahkan

Filsafat secara global. Pada dasarnya Filsafat selain membahas dan menyimpulkan

sesuatu yang menjadi dasar. Filsafat adalah ibu dari segala ilmu yang hadir di

bumi ini. Logika dan perasaan meliputi segenap ruang Filsafat, sehingga

memerlukan konsentrasi yang lebih untuk memahaminya lebih dan sekedar

sebuah ilmu biasa.

Pengontokan kategori Filsafat sebetulnya terjadi belakangan ini. Karena

pada intinya pembahasan yang dibahas dalam setiap kategori filsafat, berpegang

pada penerjemahan dari dasar pijakan setiap elemen ilmu. Menurut salah satu

pemerhati filsafat, bahwa filsafat adalah sebuah ilmu yang membahas mengenai

ontologi (keberadaan), epistemonology (sumber atau dasar), dan aksioiogi (nilai

1
atau norma) dan sesuatu. Berdasarkan pijakan itu, dikemudian hari, maka

munculah berbagai klasifikasi Filsafat berdasarkan lingkup yang lebih kecil,

seperti hadirnya Filsafat Timur atau Filsafat Islam.

Sejarah awal tumbuhnya Filsafat berasal dari Yunani pada sekitar abad ke

7 SM. Tentu saja ada nama-nama seperti Sokrates, kemudian Plato sebagai murid

Sokrates, dan Aristoteles sebagai murid Plato. Namun ada juga yang beranggapan

bahwa Filsafat lahir di bumi barat, bahkan pada nusa sebelum era Sokrates. Ada

beberapa tokoh yang disebutkan pada zaman ini diantaranya adalah seperti Thales,

Anaximander dan Phytagoras.

Keakuratan sejarah Filsafat sepertinya tidak menjadi halangan untuk

perkembangan ilmu ini. Bahkan hingga saat ini, ada istilah Filsafat kontemporer

yang tumbuh di era Jean Paul Sartre atau Jurgen Habermas. Dan dari semua

Filsafat yang kita kenal dengan segala ragam coraknya, ada satu inti yang dapat

kita simpulkan. Bahwa berfilsafat berarti mencari kebenaran. Lalu akankah kita

temukan kebenaran itu (?) Ataukah kita akan berpegang pada kesimpulan

Sokrates, bahwa kebenaran hakiki akan kita temui saat nyawa kita meregang dari

jasadnya. Dan kita akan bertemu Sang Kebenaran.

Filsafat ilmu secara umum dapat dipahami dari dua sisi, yaitu sebagai

disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah

disiplin ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang

membicarakan obyek khusus, yaitu ilmu pengetahuan yang memiliki sifat dan

karakteristik tertentu hampir sama dengan filsafat pada umumnya. Sementara itu,

filsafat ilmu sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan, ia merupakan

2
kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri. Secara sederhana, filsafat dapat

diartikan sebagai berfikir menurut tata tertib dengan bebas dan sedalam-dalamnya,

sehingga sampai ke dasar suatu persoalan, yakni berfikir yang mempunyai ciri-ciri

khusus, seperti analitis, pemahaman deskriptif, evaluatif, interpretatif dan

spekulatif. Sejalan dengan ini, Musa Asy’ari menyatakan bahwa filsafat adalah

berfikir bebas, radikal, dan berada pada dataran makna. Bebas artinya tidak ada

yang menghalang-halangi kerja pikiran. Radikal artinya berfikir sampai ke akar-

akar masalah (mendalam) bahkan sampai melewati batas-batas fisik atau yang

disebut metafisis. Sedang berfikir dalam tahap makna berarti menemukan makna

terdalam dan suatu yang terkandung didalamnya. Makna tersebut bisa berupa

nilai-nilai seperti kebenaran, keindahan maupun kebaikan.

Menurut M. Amin Abdullah, filsafat bisa diartikan: (1) sebagai aliran atau

hasil pemikiran, yakni berupa sistem pemikiran yang konsisten dan dalam tarap

tertentu sebagai sistem tertutup (closed system), dan (2) sebagai metode berfikir,

yang dapat dicirikan: a0 mencari ide dasar yang bersifat fundamental

(fundamental ideas), b) membentuk cara berfikir kritis (critical thought), dan c)

menjunjung tinggi kebebasan serta keterbukaan intelektual (intelectual freedom).

Sebagai sebuah cabang filsafat, kurang lebih sudut pandang inilah, filsafat ilmu

melihat ilmu-ilmu sebagai obyek kajiannya. Karenanya filsafat ilmu bisa juga

disebut sebagai bidang yang unik, sebab yang dipelajari adalah dirinya sendiri.

Para ahli tampak beraneka ragam dalam memberikan definisi tentang

filsafat ilmu, antara lain : Lewis White Beck menulis, “Philosophy of science

questions and evaluates the methods of scientific thinking tries to determine the

3
value and significance of scientific enterprise as a whole.” Peter A. Angeles,

sebagaimana dikutip The Liang Gie, menjelaskan bahwa filsafat ilmu merupakan

suatu analisis dan pelukisan tentang ilmu dari berbagai sudut tinjauan, termasuk

logika, metodologi, sosiologi, sejarah ilmu dan lain-lain. Sementara itu Cornelis A

Benyamin mendefinisikan filsafat ilmu sebagai disiplin filsafat yang merupakan

studi kritis dan sistematis mengenai dasar-dasar ilmu pengetahuan, khususnya

yang berkaitan dengan metode-metode, konsep-konsep, praduga-praduganya,

serta posisinya dalam kerangka umum cabang-cabang intelektual. Berdasarkan

beberapa pengertian diatas, dapat dipahami bahwa filsafat ilmu adalah segenap

pemikiran reflektif, radikal dan mendasar atas berbagai persoalan mengenai ilmu

pengetahuan, landasan dan hubungannya dengan segala segi kehidupan manusia.

1) Obyek Filsafat

Pada dasarnya setiap ilmu mempunyai dua macam obyek, yaitu obyek

material dan obyek formal. Obyek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran

penyelidikan, seperti tubuh adalah obyek material ilmu kedokteran. Adapun

obyek formalnya adalah metode untuk memahami obyek material tersebut, seperti

pendekatan induktif dan deduktif.

Filsafat sebagai proses berfikir yang sistematis dan radikal juga memiliki

obyek material dan obyek formal. Obyek material filsafat adalah segala yang ada,

baik mencakup ada yang tampak maupun ada yang tidak tampak. Ada yang

tampak adalah dunia empiris, sedang ada yang tidak tampak adalah alam

metafisika. Sebagian filosuf membagi obyek material filsafat atas tiga bagian,

yaitu: yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam alam pikiran, dan yang ada

4
dalam kemungkinan. Adapun obyek formal filsafat adalah sudut pandang yang

menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada.

Dalam perspektif ini dapat diuraikan bahwa filsafat ilmu pada prinsipnya

memiliki dua obyek substantif dan dua obyek instrumentatif, yaitu:

Obyek Subtantif, yang terdiri dari dua hal:

a. Fakta (Kenyataan)

Yaitu empiri yang dapat dihayati oleh manusia. Dalam memahami

fakta (kenyataan ini ada beberapa aliran filsafat yang memberikan pengertian

yang berbeda-beda, diantaranya adalah:

b. Kebenaran

1) Positivisme:

a) Benar substantif menjadi identik dengan benar faktual sesuatu

dengan empiri sensual

b) Kebenaran pisitivistik didasarkan pada diketemukannya

frekwensi tinggi atau variansi besar

c) Bagi positivisme sesuatu itu benar apabila ada korespondensi

antara fakta yang satu dengan fakta yang lain

c. Phenomenologi

1) Kebenaran dibuktikan berdasarkan diketemukannya yang esensial,

pilah dan yang non esensial atau eksemplar dan sesuai dengan skema

moral tertentu

2) Secara esensial dikenal dua teori kebenaran, yaitu teori kebenaran

korespondensi dan teori kebenaran koherensi

5
3) Bagi phenomenologi, phenomena baru dapat dinyatakan benar setelah

diuji korespondensinya dengan yang dipercaya.

Apakah hubungan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan? Oleh Louis

Kattsoff dikatakan: Bahasa yang pakai dalam filsafat dan ilmu pengetahuan dalam

beberapa hal saling melengkapi. Hanya saja bahasa yang dipakai dalam filsafat

mencoba untuk berbicara mengenai ilmu pengetahuan, dan bukanya di dalam ilmu

pengetahuan. Namun, apa yang harus dikatakan oleh seorang ilmuwan mungkin

penting pula bagi seorang filsuf. Pada bagian lain dikatakan: Filsafat dalam

usahanya mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan pokok yang kita ajukan

harus memperhatikan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam

usahanya menemukan rahasia alam kodrat haruslah mengetahui anggapan

kefilsafatan mengenai alam kodrat tersebut.

Filsafat mempersoalkan istilah-istilah terpokok dari ilmu pengetahuan

dengan suatu cara yang berada di luar tujuan dan metode ilmu pengetahuan.

Dalam hubungan ini Harold H. Titus menerangkan: Ilmu pengetahuan mengisi

filsafat dengan sejumlah besar materi yang faktual dan deskriptif, yang sangat

perlu dalam pembinaan suatu filsafat. Banyak ilmuwan yang juga filsuf. Para

filsuf terlatih di dalam metode ilmiah, dan sering pula menuntut minat khusus

dalam beberapa ilmu sebagai berikut:

1) Historis, mula-mula filsafat identik dengan ilmu pengetahuan,

sebagaimana juga filsuf identik dengan ilmuwan.

2) Objek material ilmu adalah alam dan manusia. Sedangkan objek material

filsafat adalah alam, manusia dan ketuhanan.

6
BAB II

KESIMPULAN

Dari pembahasan makalah diatas maka penulis dapat menyimpulkan

bahwa : Falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan

dari bahasa Arab. yang juga diambil dan bahasa Yunani; philosophia. Kala ini

berasal dan dua kata Philo dan Sophia. Philo = lImu atau cinta dan Sophia =

kebijaksanaan. Sehingga arti harfiahnya adalah ilmu tentang kebijaksanaan

ataupun seseorang yang cinta kebijakan.

Filsafat ilmu secara umum dapat dipahami dari dua sisi, yaitu sebagai

disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah

disiplin ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang

membicarakan obyek khusus, yaitu ilmu pengetahuan yang memiliki sifat dan

karakteristik tertentu hampir sama dengan filsafat pada umumnya. Sementara itu,

filsafat ilmu sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Menurut M. Amin

Abdullah, filsafat bisa diartikan: (1) sebagai aliran atau hasil pemikiran, yakni

berupa sistem pemikiran yang konsisten dan dalam tarap tertentu sebagai sistem

tertutup (closed system), dan (2) sebagai metode berfikir, yang dapat dicirikan.

Pada dasarnya setiap ilmu mempunyai dua macam obyek, yaitu obyek

material dan obyek formal. Obyek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran

penyelidikan, seperti tubuh adalah obyek material ilmu kedokteran. Adapun

obyek formalnya adalah metode untuk memahami obyek material tersebut, seperti

pendekatan induktif dan deduktif.

7
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, Pengantar Filsafat

Pendidikan Islam dan Dakwah, (Yogyakarta: Sipres, 1993)

Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Rajawali Pers, 2005)

http://lets-be1aar.blo.spot.con/0O7/09/aobjek-fi1safat.htm1 diakses tanggal 09

Oktober 4.

 http ://sabrinafauza. wordpress .com/2009/ 11 / 1 7/obyek-fiIsafat diakses tanggal

09 Oktober 2010.

http://gurutrenggaiek.b1ogspot.com/2009/l 2/obyek-filsafat-ilmu.html diakses

tanggal 09 Oktober 2010.

 Jujun Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan, 2005), hal. 33. Lihat Juga Jerome R. Ravertz, Filsafat Ilmu

Sejarah & Ruang Lingkup Bahasan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004).

Mohammad Muslih, Filsafat ilmu, Kajian Atas Asumsi Dasar Paradigma dan

Kerangka Teori llmu Pengetahuan. (Yogyakarta: Belukar, 2005).

Musa As’ari, Filsafat Islam Sunnah Nabi Dalam Berfikir, (Yogyakarta: LESFI,

1999).

Anda mungkin juga menyukai