Anda di halaman 1dari 21

1.

LATAR BELAKANG
Birrul walidain atau berbakti kepada orang tua adalah hal yang diperintahkan dalam
agama. Oleh karena itu bagi seorang muslim, berbuat baik dan berbakti kepada orang
tua bukan sekedar memenuhi tuntunan norma susila dan norma kesopanan, namun juga
memenuhi norma agama, atau dengan kata lain dalam rangka menaati perintah Allah SWT
dan Rasulullah SAW Birrul Waalidain (berbakti kepada kedua orang tua), lebih dari
sekadar berbuat ihsan (baik) kepada keduanya. Namun birrul walidain memiliki nilai-nilai
tambah yang semakin “Melejitkan” Makna kebaikan tersebut, sehingga menjadi sebuah
“Bakti”. Dan sekali lagi, bakti itu sendiripun bukanlah balasan yang setara untuk dapat
mengimbangi kebaikan orang tua. Namun setidaknya, sudah dapat menggolongkan
pelakunya sebagai orang yang bersyukur. Orang tua kita adalah manusia yang paling berhak
mendapatkan dan merasakan budi baik seorang anak, dan lebih pantas diperlakukan secara
baik oleh si anak, ketimbang orang lain. Ada beragam cara yang bisa dilakukan seorang
muslim, untuk “Mengejawantahkan” perbuatan baiknya kepada kedua orang tuanya secara
optimal.

2. RUMUSAN MASALAH
1) Apa definisi hormat dan patuh kepada kedua orangtua dan guru ?
2) Apa saja dalil tentang hormat dan patuh kepada kedua orangtua dan guru ?
3) Mengetahui kisah teladan tentang hormat dan patuh kepada kedua orangtua
dan guru!
4) Hikmah tentang hormat dan patuh kepada kedua orangtua dan guru!
5) Hukum hormat kepada orang tua dan guru!

3. TUJUAN DAN FUNGSI


1) Pembaca dapat memahami tentang hormat dan patuh kepada kedua orang tua
2) Pendorong timbulnya perbuatan baik kepada kedua orang tua
3) Dapat mengambil hikmah dari kisah teladan kepada kedua orang tua dan guru
4) Menyelesaikan tugas “Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti”
1. PENGERTIAN HORMAT DAN PATUH
Orang tua merupakan orang yang paling berjasa dalam hidup kita. Bagaimana cara
membalas kebaikan orang tua? Salah satu cara membalas kebaikan orang tua yaitu bersikap
patuh kepada orang tua. Selain kepada orang tua, kita harus bersikap patuh kepada guru dan
sesama anggota keluarga. Berikut pengertian mengenai hormat dan patuh.
Hormat berarti menghargai, takzim dan khidmat kepada orang lain, baik orang tua,
guru sesama anggota keluarga. Dalam hubungan dengan orang tua, perilaku hormat
ditujukan dengan berbakti kepada orang tua. Berbakti merupakan kewajiban anak kepada
orang tua. Berbakti Kepada orang tua merupakan salah satu amal saleh yang mulia. Perintah
berbakti kepada orang tua terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur’an diantaranya QS.Al
Baqarah ayat : 83 yang artinya :
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu
menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-
anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia,
dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali
sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling”.

2. Dalil Dan Hadist Tentang Hormat Kepada Orang Tua Dan


Guru

Menghormati Orang Tua

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه‬ َ ِ‫س ْو ِل هللا‬ُ ‫ع ْنهُ قَا َل َجا َء َر ُج ٌل ِإلَى َر‬ َ ُ‫ي هللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫َع ْن أ َ ِب ْي ُه َري َْرة َ َر‬
‫ قَا َل ث ُ َّم َم ْن؟‬،‫ص َحا َبتِي؟ قَا َل أ ُ ُّم َك‬
َ ‫اس بِ ُح ْس ِن‬ ِ َّ‫ َم ْن أ َ َح ُّق الن‬،ِ‫س ْو َل هللا‬ ُ ‫ َيا َر‬: ‫سلَّ َم فَقَا َل‬ َ ‫َو‬
‫ قَا َل أَبُ ْو َك‬،‫ قَا َل ث ُ َّم َم ْن‬،‫ قَا َل ث ُ َّم َم ْن؟ قَا َل أ ُ ُّم َك‬،‫قَا َل أ ُ ُّم َك‬
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah
aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’
Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi
wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’
Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi
shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’(HR. Bukhari no. 5971 dan
Muslim no. 2548)

Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Hadits tersebut menunjukkan bahwa kecintaan


dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap
seorang ayah. Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali,
sementara kata ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa
menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalammenghadapi masa hamil, kesulitan
ketikamelahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak, hanya dialami oleh
seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah
tidak memilikinya. Ada banyak bukti, bahwa berbakti kepada kedua orang tua –dalam
wacana Islam- adalah persoalan utama, dalm jejeran hukum-hukum yang terkait dengan
berbuat baik terhadap sesama manusia. Allah Subhanahu Wa Ta’ala sudah cukup
menegaskan wacana ‘berbakti’ itu, dalam banyak firman-Nya, demikian juga
RasulullahSallallahu ’Alaihi Wa Sallam dalam banyak sabdanya, dengan memberikan
‘bingkai-bingkai’ khusus, agar dapat diperhatikan secara lebih saksama.
Imam An-Nawaawi menjelaskan, “Arti birrul waalidain yaitu berbuat baik terhadap
kedua orang tua, bersikap baik kepada keduanya, melakukan berbagai hal yang dapat
membuat mereka bergembira, serta berbuat baik kepada teman-teman mereka.” Al-Imam
Adz-Dzahabi menjelaskan bahwa birrul waalidain atau bakti kepada orang tua, hanya dapat
direalisasikan dengan memenuhi tiga bentuk kewajiban: Pertama: Menaati segala perintah
orang tua, kecuali dalam maksiat. Kedua: Menjaga amanah harta yang dititipkan orang tua,
atau diberikan oleh orang tua. Ketiga: Membantu atau menolong orang tua, bila mereka
membutuhkan.

‫سانًا إِ َّما يَ ْبلُغ ََّن ِع ْندَ َك ْال ِكبَ َر أ َ َحدُ ُه َما‬


َ ‫ضى َرب َُّك أ َ ََّّل ت َ ْعبُدُوا إِ ََّّل إِيَّاهُ َوبِ ْال َوا ِلدَي ِْن إِ ْح‬
َ َ‫َوق‬
‫ض‬ ْ ‫اخ ِف‬ ْ ‫) َو‬23( ‫ف َو ََّل ت َ ْن َه ْر ُه َما َوقُ ْل لَ ُه َما قَ ْو ًَّل َك ِري ًما‬ ٍّ ُ ‫أ َ ْو ِك ََل ُه َما فَ ََل تَقُ ْل لَ ُه َما أ‬
‫يرا‬ َ ‫ار َح ْم ُه َما َك َما َربَّيَانِي‬
ً ‫ص ِغ‬ ْ ‫ب‬ ِ ٍّ ‫الر ْح َم ِة َوقُ ْل َر‬ َّ َ‫لَ ُه َما َجنَا َح الذُّ ٍِّل ِمن‬
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (QS. Al-Isra:
23-24).

Ini adalah perintah untuk mengesakan Sesembahan, setelah sebelumnya


disampaikan larangan syirik. Ini adalah perintah yang diungkapkan dengan kata qadha yang
artinya menakdirkan. Jadi, ini adalah perintah pasti, sepasti qadha Allah. Kata qadha
memberi kesan penegasan terhadap perintah, selain makna pembatasan yang ditunjukkan
oleh kalimat larangan yang disusul dengan pengecualian: “Supaya kamu jangan menyembah
selain Dia.” Gaya bahasa yang digunakan al-Quran dalam memerintahkan sikap bakti
kepada orang tua ialah datang serangkai dengan perintah tauhid atau ke-imanan, “Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia“ . Dalam artian
setelah manusia telah mengikrakan ke-imanannya kepada Allah, maka manusia memiliki
tanggungjawab kedua, yaitu “Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya”. Jika kita bertanya, mengapa perintah birrul walidain begitu urgen sehingga
ia datang setelah proses penghambaan kepada Allah Subhanahu Wata’ala?? Al-Quran
Kembali menjawab
َ َ‫صالُهُ ث َ ََلثُون‬
‫ش ْه ًرا‬ َ ‫َح َملَتْهُ أ ُ ُّمهُ ُك ْر ًها َو َو‬
َ ِ‫ضعَتْهُ ُك ْر ًها َو َح ْملُهُ َوف‬
“Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah
(pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan”(Al-Ahqaf: 15).

Ketika orangtua berumur muda, kekuatan fisik masih mengiringinya, sehingga ia


bertanggungjawab untuk mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Namuun saat mereka
berumur tua renta, dan anaknya sudah tumbuh dewasa berbaliklah roda tanggung jawab itu.
Para pembantu mungkin mampu merawatnya, menunjukkan sesuatu yang tidak lagi bisa
dilihatnya, mengambilkan sesuatu yang tidak lagi bisa diambilnya dan mengiringnya dari
suatu temnpat ke tempat lain. Namun ada satu hal yang tidak pernah bisa diberikan oleh
pembantu, ialah cinta dan kasih sayang. Hanya dari sang buah hatilah rasa cinta dan kasih
sayang dapat diraihnya. Kedua orang tua secara fitrah akan terdorong untuk mengayomi
anak-anaknya; mengorbankan segala hal, termasuk diri sendiri. Seperti halnya tunas hijau
menghisap setiap nutrisi dalam benih hingga hancur luluh; seperti anak burung yang
menghisap setiap nutrisi yang ada dalam telor hingga tinggal cangkangnya, demikian pula
anak-anak menghisap seluruh potensi, kesehatan, tenaga dan perhatian dari kedua orang tua,
hingga ia menjadi orang tua yang lemah jika memang diberi usia yang panjang. Meski
demikian, keduanya tetap merasa bahagia! Adapun anak-anak, secepatnya mereka
melupakan ini semua, dan terdorong oleh peran mereka ke arah depan. Kepada istri dan
keluarga. Demikianlah kehidupan itu terdorong. Dari sini, orang tua tidak butuh nasihat
untuk berbuat baik kepada anak-anak. Yang perlu digugah emosinya dengan kuat adalah
anak-anak, agar mereka mengingat kewajiban terhadap generasi yang telah menghabiskan
seluruh madunya hingga kering kerontang. Al-Quran memberikan pengkhususan dalam
birrul walidain ini saat kondisi mereka tua renta, yaitu:
1. Jangan mengatakan kata uffin
2. Jangan membentak
3. Ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
4. Rendahkanlah dirimu terhadap mereka dengan penuh kesayangan
5. Dan do’akanlah mereka. Kata uffin dalam bahsa Arab berati ar-rafdu (menolak).
Jadi janganlah kita mengatakan kata-kata yang mengandung makna menolak,
terkhusus dalam memenuhi kebutuhan mereka. Karena pada umur lanjut inilah kebutuhan
mereka memuncak, hampir pada setiap hitungan jam mereka membutuhkan kehadiran kita
disisinya. Sedimikian pentingnya perintah birrul walidain ini, sehingga keridhoan mereka
dapat menghantarkan sang anak kedalam surga-Nya.
Rasulullah saw bersabda “Barang siapa yang menajalani pagi harinya dalam
keridhoan orang tuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju syurga. Barang
siapa yang menjalani sore keridhoan orang tuanya, maka baginya dibukakan dua pintu
menuju syurga. Dan barang siapa menjalani pagi harinya dalam kemurkaan
orangtuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju neraka. Dan barang siapa
menjalani sore harinya dalam kemurkaan orangtuanya, maka baginya dibukakan dua
pintu menuju neraka ”.(HR. Darul Qutni dan Baihaqi).
Dengan demikian merugilah para anak yang hidup bersama orang tuanya di saat tua
renta namun ia tidak bisa meraih surga, karena tidak bisa berbakti kepada keduanya.
Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam mengatakan tentang ihwal mereka :

« -‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫اَّلل‬ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ع ْن أَبِى ُه َري َْرة َ قَا َل قَا َل َر‬ َ ‫س َهيْل َع ْن أَبِي ِه‬ ُ ‫َع ْن‬
‫اَّللِ قَا َل « َم ْن أ َ ْد َر َك‬
َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ قِي َل َم ْن يَا َر‬.» ُ‫َر ِغ َم أ َ ْنفُهُ ث ُ َّم َر ِغ َم أ َ ْنفُهُ ث ُ َّم َر ِغ َم أ َ ْنفُه‬
َ‫» َوا ِلدَ ْي ِه ِع ْندَ ْال ِكبَ ِر أ َ َحدَهُ َما أ َ ْو ِكلَ ْي ِه َما ث ُ َّم لَ ْم يَ ْد ُخ ِل ا ْل َجنَّة‬.

“Dari Suhaili, dari ayahnya dan dari Abu Hurairah. Rosulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam
bersabda : ”Merugilah ia (sampai 3 kali). Para Shahabat bertanya : ”siapa ya
Rosulullah?Rosulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda :“Merugilah seseorang yang
hidup bersama kedua orang tuanya atau salah satunya di saat mereka tua renta, namun
ia tidak masuk surga” (HR. Muslim).
Terkait cara berbakti kepada orang tua, memulai dengan perkataan yang baik.
Kemudian diiringi denganmeringankan apa-apa yang menjadi bebannya. Dan bakti yang
tertinggi yang tak pernah dibatasi oleh tempat dan waktu ialah DOA. Do’a adalah bentuk
bakti anak kepada orang tua seumur hidup-nya. Do’alah satu-satunya cara yang diajarkan
Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallambagi anak-anak yang pernah menyakiti orangtuanya
namun mereka meninggal sebelum ia memohon maaf kepadanya. Dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Baihaqi, Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallambersabda :
“Bahwasanya akan ada seorang hamba pada hari kiamat nanti yang diangkat derajatnya,
kemudian ia berkata “Wahai tuhanku dari mana aku mendapatkan (derajat yang tinggi) ini??.
Maka dikatakanlah kepadanya “Ini adalah dari istighfar (doa ampunan) anakamu untukmu”
(HR.Baihaqi) Adapun doa yang diajarkan, ialah sebagaimana termaktub dalam al-Quran :

‫ير‬ َ ‫ار َح ْم ُه َما َك َما َربَّ َيانِي‬


ً ‫ص ِغ‬ ْ ‫ب‬ِ ٍّ ‫َوقُ ْل َر‬
"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil” (Al-Isra’: 24).

Itulah ingatan yang sarat kasih sayang. Ingatan akan masa kecil yang lemah,
dipelihara oleh kedua orang tua. Dan keduanya hari ini sama seperti kita di masa kanak-
kanak; lemah dan membutuhkan penjagaan dan kasih sayang. Itulah tawajuh kepada Allah
agar Dia merahmati keduanya, karena rahmat Allah itu lebih luas dan penjagaan Allah lebih
menyeluruh. Allah Subhanahu Wata’ala lebih mampu untuk membalas keduanya atas darah
dan hati yang mereka korbankan. Sesuat yang tidak bisa dibalas oleh anak-anak. Al Hafizh
Abu Bakar Al Bazzar meriwayatkan dengan sanadnya dari Buraidah dari ayahnya: “Seorang
laki-laki sedang thawaf sambil menggendong ibunya. Ia membawa ibunya thawaf. Lalu ia
bertanya kepada Nabi Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam, “Apakah aku telah menunaikan
haknya?” Nabi Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam menjawab, “Tidak, meskipun untuk satu
tarikan nafas kesakitan saat melahirkan.” Dalam ayat lain Al-Quran mengajar doa yang
begitu indah, ialah doa yang mencakup bagi kita, orang tua dan keturunan kita :
َ ‫ي َوأ َ ْن أ َ ْع َم َل‬
‫صا ِل ًحا‬ َّ َ‫ي َو َعلَى َوا ِلد‬ َّ َ‫ت َعل‬ َ ‫ب أ َ ْو ِز ْعنِي أ َ ْن أ َ ْش ُك َر نِ ْع َمت َ َك الَّتِي أ َ ْنعَ ْم‬
ِ ٍّ ‫َر‬
َ‫ص ِل ْح ِلي فِي ذُ ِ ٍّريَّتِي ِإنٍِّي ت ُ ْبتُ ِإلَي َْك َو ِإنٍِّي ِمنَ ْال ُم ْس ِل ِمين‬ ْ َ ‫ضاهُ َوأ‬ َ ‫ت َ ْر‬
"Ya Allah.., tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan
kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang
Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak
cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri." (Al-Ahqaf : 15).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

ُ‫صالُه‬
َ ِ‫ضعَتْهُ ُك ْرها ً َو َح ْملُهُ َوف‬ َ ‫سانا ً َح َملَتْهُ أ ُ ُّمهُ ُك ْرها ً َو َو‬ َ ‫سانَ بِ َوا ِلدَ ْي ِه إِ ْح‬ َ ‫اْلن‬ ِ ْ ‫ص ْينَا‬
َّ ‫َو َو‬
‫سنَةً قَا َل َربٍّ ِ أ َ ْو ِز ْعنِي أ َ ْن أ َ ْش ُك َر‬
َ َ‫شدَّهُ َوبَلَ َغ أ َ ْربَ ِعين‬ ُ َ ‫ش ْهرا ً َحتَّى ِإذَا بَلَ َغ أ‬ َ َ‫ث َ ََلثُون‬
‫ص ِل ْح ِلي فِي‬ ْ َ ‫ضاهُ َوأ‬َ ‫صا ِلحا ً ت َ ْر‬ َ ‫ي َوأ َ ْن أ َ ْع َم َل‬ َّ َ‫ي َو َعلَى َوا ِلد‬ َّ َ‫ت َعل‬ َ ‫نِ ْع َمت َ َك الَّتِي أ َ ْن َع ْم‬
َ‫ذُ ِ ٍّريَّتِي ِإ ِنٍّي ت ُ ْبتُ ِإلَي َْك َو ِإ ِنٍّي ِمنَ ْال ُم ْس ِل ِمين‬
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan
susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,
sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a:
“Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan
kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang
Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak
cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf : 15)

Ayat diatas menjelaskan akan hak ibu terhadap anaknya. Ketahuilah, bahwasanya
ukuran terendah mengandung sampai melahirkan adalah 6 bulan (pada umumnya adalah 9
bulan 10 hari), ditambah 2 tahun menyusui anak, jadi 30 bulan. Sehingga tidak bertentangan
dengan surat Luqman ayat 14.

‫عا َمي ِْن أ َ ِن ا ْش ُك ْر‬ َ ‫سانَ ِب َوا ِلدَ ْي ِه َح َملَتْهُ أ ُ ُّمهُ َو ْهنا ً َعلَى َو ْهن َو ِف‬
َ ‫صالُهُ ِفي‬ َ ‫اْلن‬ ِ ْ ‫ص ْينَا‬َّ ‫َو َو‬
‫ير‬
ُ ‫ص‬ ِ ‫ي ْال َم‬ َّ َ‫ِلي َو ِل َوا ِلدَي َْك إِل‬
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman : 14)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa ibu mengalami tiga macam kepayahan, yang
pertama adalah hamil, kemudian melahirkan dan selanjutnya menyusui. Karena itu kebaikan
kepada ibu tiga kali lebih besar daripada kepada ayah.
Dosa-Dosa Besar
Diriwayatkan dari Rasulullah SAW, bahwa beliau bersabda:
ِ ‫صغ َُرالذُّ نُ ْو‬
‫ب ِع ْندَهللاِ ت َ َعا‬ ْ َ ‫صغ َُر هَا ِع ْندَ النَّا ِس َوا‬ ِ ‫ظ ُم الذُّ نُ ْو‬
ْ َ ‫ب ِعنُدَ هللاِ ت َ َعا لَي ا‬ َ ‫ا َ ْع‬
َ ‫لَي ا َ ْع‬
. ‫ظ ُم َها ِع ْندَ النَّا ِس‬
“Dosa yang paling besar di sisi Allah Ta’ala adalah dosa yang (dianggap) kecil oleh
manusia. Sedangkan dosa yang paling kecil di sisi Allah Ta’ala adalah dosa yang
(dianggap) paling besar oleh manusia.”
Al-Faqih menjelaskan, bahwa apabila seseorang yang melakukan perbuatan dosa itu
menganggap dosa yang dilakukannya itu sangat besar, maka ia pun merasa takut dan segera
bertaubat, sehingga dosa itu pun diampuni dan dianggap kecil oleh Allah. Adapun jika dosa
itu dianggap kecil oleh yang melakukannya, sehingga ia terus menerus mengulanginya,
maka dosa itu menjadi besar di sisi Allah. Hal inni di dasarkan perkataan sahabat sebagai
berikut:
ِ َ‫ص َر ِار َو ََّل َك ِبي َْرة َ َم َع اْ ِْل ْستِ ْغف‬
.‫ار‬ ْ ‫ص ِغي َْرة َ َم َع اْ ِْل‬
َ ‫ََّل‬
“Tidak dianggap dosa kecil jika dilakukan terus menerus dan tidak dianggap dosa besar
jika mohon ampun.”
Diriwaytkan dari Awwam bin Hausyab, ia berkata, “Ada empat hal yang dilakukan
setelah perbuatan dosa yang lebih jelek dari perbuatan dosa itu sendiri, yaitu:
menganggap kecil (meremehkan), merasa tidak apa-apa, merasa senang, dan terus-
menerus melakukan dosa itu.”

Al-Faqih mengingatkan, agar jangan sampai salah memahami ayat:


‫ي ِ َءةِ فَ ََل يُ ْجزَ ي اَِّلَّ ِمثْلَ َها َو ُه ْم‬ َ ‫َم ْن َجا َء بِا ْل َح‬
َّ ‫سنَ ِة فَلَهُ َع ْش ُرا َ ْمثَا ِل َها َو َم ْن َجا َء بِا ل‬
ٍّ ‫س‬
ْ ُ‫ََّل ي‬
. َ‫ظلَ َم ْون‬
“Barang siapa yang membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat
amalnya, dan barang siapa yang membawa perbuatan yang jahat, maka dia tidak diberi
pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, seddang mereka sedikitpun
tidak dianiaya/dirugikan.” (QS.Al-An’am:160)
Sebab, ada beberapa persyaratan bagi amal yang baik agarbisa dibawa nanti pada
hari kiamat. Mengerjakan amal baik itu mudah bagi orang yang memang mau
mengerjakannya, namun yang sukar adalah bagaimana agar amal baik itu bisa dibawa nanti
pada hari kiamat. Sedangkan perbuatan jahat, walaupun hanya dibalas seimbang, namun ia
mempunyai 10 dampak negatif, yaitu:
❖ Apabila seseorang melakukan perbuatan jahat, berarti ia membuat murka Dzat yang
menciptakannya, padahal dia berkuasa pada dirinya setiap saat.
❖ Dengan perbuatan jahat itu, ia telah membuat senang iblis yang merupakan musuh Allah
dan musuh dirinya.
❖ Menjauhkan diri dari tempat yang paling baik, yaitu surga
❖ Mendekatkan diri pada tempat yang paling jelek, takni dirinya sendiri
❖ Mengotori dirinya sendiri
❖ Mengganggu malaikat yang tidak pernah mengganggunya, yakni para malaikat yang
menjaga dirinya
❖ Membuat Nabi Saw. Merasa sedih di dalam kuburnya
❖ Memprsaksikan kepada siang dan malam atas kejahatan dirinya serta siang dan malam
itu terganggu dan merasa sadih kerenanya
❖ Menghianati semua makhluk, baik manusia maupun yang lainya.
Penghianatan kepada sesama manusia itu jika seseorang memerlukan kesaksiannya,
maka kesaksiannya tidak dapat diterima, mengingat dosa yang pernah dilakukannya.
Dengan demikian, perbuatan dosa itu meniadakan hak temannya. Sedangkan penghianatan
kepada sesama makhluk selain manusia, karena perbuatan dosanya itu dapat menyebabkan
berkurangnya hujan.

3. Kisah Teladan Tentang Hormat Dan Patuh Kepada Orangtua


Dan Guru

Sahabat Abu Hurairah sempat gelisah karena ibunya masih dalam jeratan kekufuran. Dalam
shahih Muslim disebutkan, dari Abu Hurairah, ia bercerita.

Aku mendakwahi ibuku agar masuk Islam. Suatu hari aku mengajaknya untuk masuk Islam,
tetapi dia malah mengeluarkan pernyataan tentang Nabi yang aku benci. Aku (pun) menemui
Rasulullah dalam keadaan menangis. Aku mengadu.

“Wahai Rasulullah, aku telah membujuk ibuku untuk masuk Islam, namun dia
menolakku. Hari ini, dia berkomentar tentang dirimu yang aku benci. Mohonlah kepada
Allah supaya memberi hidayah ibu Abu Hurairah”. Rasulullah bersabda : “Ya, Allah.
Tunjukilah ibu Abu Hurairah”. Aku keluar dengan hati riang karena do’a Nabi. Ketika aku
pulang dan mendekati pintu, maka ternyata pintu terbuka. Ibuku mendengar kakiku dan
berkata : “Tetap di situ Abu Hurairah”. Aku mendengar kucuran air. Ibu-ku sedang mandi
dan kemudian mengenakan pakaiannya serta menutup wajahnya, dan kemudian
membuka pintu. Dan ia berkata : “Wahai, Abu Hurairah ! Asyhadu an Laa Ilaaha Illa Allah
wa Asyhadu Anna Muhammadan Abduhu wa Rasuluhu”. Aku kembali ke tempat
Rasulullah dengan menangis gembira. Aku berkata, “Wahai, Rasulullah, Bergembiralah.
Allah telah mengabulkan do’amu dan menunjuki ibuku”. Maka beliau memuji Allah dan
menyanjungNya serta berkomentar baik” [Hadits Riwayat Muslim]

Ibnu Umar pernah melihat lelaki menggendong ibunya dalam thawaf. Ia bertanya : “Apakah
ini sudah melunasi jasanya (padaku) wahai Ibnu Umar?” Beliau menjawab : “Tidak, meski
hanya satu jeritan kesakitan (saat persalinan)”.

Zainal Abidin, adalah seorang yang terkenal baktinya kepada ibu. Orang-orang keheranan
kepadanya (dan berkata) : “Engkau adalah orang yang paling berbakti kepada ibu. Mengapa
kami tidak pernah melihatmu makan berdua dengannya dalam satu talam”? Ia
menjawab,”Aku khawatir tanganku mengambil sesuatu yang dilirik matanya, sehingga aku
durhaka kepadanya”.

Sebelumnya, kisah yang lebih mengharukan terjadi pada diri Uwais Al-Qarni, orang yang
sudah beriman pada masa Nabi, sudah berangan-angan untuk berhijrah ke Madinah untuk
bertemu dengan Nabi. Namun perhatiannya kepada ibunya telah menunda tekadnya
berhijrah. Ia ingin bisa meraih surga
dan berteman dengan Nabi dengan baktinya kepada ibu, kendatipun harus kehilangan
kemuliaan menjadi sahabat Beliau di dunia.

Dalam shahih Muslim, dari Usair bin Jabir, ia berkata : Bila rombongan dari Yaman datang,
Umar bin Khaththab bertanya kepada mereka : “Apakah Uwais bin Amir bersama kalian ?”
sampai akhirnya menemui Uwais. Umar bertanya, “Engkau Uwais bin Amir?” Ia
menjawa,”Benar”. Umar bertanya, “Engkau dari Murad kemudian beralih ke Qarn?” Ia
menjawab, “Benar”. Umar bertanya, “Engkau punya ibu?”. Ia menjawab, “Benar”. Umar
(pun) mulai bercerita, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Akan datang pada kalian Uwais bin Amir bersama rombongan penduduk Yaman yang
berasal dari Murad dan kemudian dari Qarn. Ia pernah tertimpa lepra dan sembuh total,
kecuali kulit yang sebesar logam dirham. Ia mempunyai ibu yang sangat dihormatinya.
Seandainya ia bersumpah atas nama Allah, niscaya aku hormati sumpahnya. Mintalah ia
beristighfar untukmu jika bertemu”.

(Umar berkata), “Tolong mintakan ampun (kepada Allah) untukku”. Maka ia memohonkan
ampunan untukku. Umar bertanya, “Kemana engkau akan pergi?”. Ia menjawab, “Kufah”.
Umar berkata, “Maukah engkau jika aku menulis (rekomendasi) untukmu ke gubernurnya
(Kufah)?” Ia menjawab, “Aku lebih suka bersama orang yang tidak dikenal”.

Kedudukan Berbakti kepada Kedua Orang Tua dalam Islam


Islam menjadikan berbakti kepada kedua orang tua sebagai sebuah kewajiban yang sangat
besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika ditanya tentang amal-amal
saleh yang paling tinggi dan mulia,

“Shalat tepat pada waktunya berbuat baik kepada kedua orang tua jihad di jalan
Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Lihatlah betapa kedudukan orang tua sangat agung dalam Islam, sampai-sampai
Rasulullah SAW menempatkannya sebagai salah satu amalan yang paling utama. Lalu,
sudahkah kita berbakti kepada kedua orang tua?

Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW “Wahai Rasulullah, siapakah


orang yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik
dariku?” Rasulullah SAW, “Ibumu.” Laki-laki itu bertanya kembali, “Kemudian
siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Lagi-
lagi beliau menjawab, “Ibumu.” Orang itu pun bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Maka
beliau menjawab, “Ayahmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Perkataan Salafush Shalih (Generasi Pendahulu yang Saleh)
tentang Berbakti kepada Kedua Orang Tua
Suatu ketika Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma bertanya kepada seseorang, “Apakah
engkau takut masuk neraka dan ingin masuk ke dalam surga?” Orang itu
menjawab, “Ya.” Ibnu Umar berkata, “Berbaktilah kepada ibumu. Demi Allah, jika
engkau melembutkan kata-kata untuknya, memberinya makan, niscaya engkau akan
masuk surga selama engkau menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Bukhari)

Subhanallah Dewasa ini sering kita saksikan banyak orang yang melakukan ritual-ritual
ibadah yang menyimpang karena kebodohan mereka dengan tujuan agar terhindar dari api
neraka dan mendekatkan diri ke surga. Padahal kalau mereka tahu, sebenarnya alangkah
dekatnya mereka dengan surga. Ya surga yang selalu menjadi penggerak jiwa
para Salafush Shalih untuk bisa meraihnya, yang dipenuhi dengan kenikmatan, beraroma
kasturi, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, yang membuat segenap jiwa
merindukannya, yang menjadi harapan utama bagi setiap mukmin. Semua itu bisa mereka
raih dengan berbakti kepada kedua orang tua selama mereka menjauhi dosa besar.

Kisah Seorang Wanita yang Berbakti kepada Ibunya


Yahya bin Katsir menceritakan, “Suatu ketika Abu Musa Al-Asy’ari dan Abu
Amir Radhiyallahu ‘Anhuma datang menemui Rasulullah SAW untuk berbaiat kepada
beliau dan masuk Islam. Ketika itu, beliau bertanya, “Apa yang kamu lakukan terhadap
istrimu yang kamu tuduh ini dan itu?” Keduanya menjawab, “Kami tinggalkan dia bersama
keluarganya.” Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya mereka telah diampuni.”

“Mengapa wahai Rasulullah?” tanya mereka. Beliau menjawab, “Karena dia telah berbuat
baik kepada ibunya.” Kemudian beliau melanjutkan, “Dia memiliki ibu yang sangat tua.
Suatu ketika ada orang yang berseru, “Hai, ada musuh yang hendak memporak-
porandakan kalian!” Lalu ia menggendong ibunya yang telah tua itu. Bila kelelahan, ia
turunkan ibunya kemudian ia gendong ibunya di depan. Ia taruh telapak kaki ibunya di
atas telapak kakinya agar ibunya tidak terkena panas. Begitu seterusnya hingga akhirnya
mereka selamat dari sergapan musuh.”

Saudariku renungkanlah, bila kita simak kisah di atas lebih mendalam, kita akan
mengetahui bahwa berbakti kepada orang tua terutama ibu menjadi sebab kebahagiaan
seseorang di dunia dan di akhirat. Maka selayaknya kita berusaha agar bisa meraih
kebahagiaan itu selagi orang tua kita masih hidup. Kemudian bandingkanlah keadaan di
zaman kita dengan kisah di atas. Alangkah jauh perbedaannya! Apakah yang memberatkan
kita untuk berbakti kepadanya sebagaimana yang telah dilakukan oleh salafush shalih?
Apa yang menghalangi kita untuk berbakti kepadanya jika hal tersebut akan membuat kita
bahagia dan menjadi orang yang kaya pahala dan tenteram hatinya?

Sungguh merugi jika kita mengetahui dekatnya surga denganberbakti kepada kedua orang
tua, tetapi kita malah melalaikannya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaih Wa Sallam bersabda,

“Orang tua adalah pintu surga yang paling tengah. Jika engkau ingin maka sia-siakanlah
pintu itu atau jagalah ia.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Dalam hadits lain beliau juga bersabda, “Celaka, Celaka, Celaka!” Ada yang
bertanya,”Siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang mendapati salah
satu atau kedua orang tuanya telah berusia lanjut, tetapi tidak membuatnya masuk ke
dalam surga.” (HR. Muslim)

Melalui Doa Ibu


Berikut ini terdapat kutipan kisah penuh hikmah tentang pentingnya berbakti kepada orang
tua. Salim bin Ayyub bercerita, “Aku pernah mengadakan perjalanan ke kota Ray, ketika
itu usiaku dua puluh tahun. Di sana aku menghadiri suatu majelis dengan seorang
syaikhyang sedang mengajar. Syaikh itu berkata kepadaku, ‘Maju dan bacalah.’ Aku
berusaha membacanya tetapi aku tidak bisa. Lidahku kelu.

Ia bertanya, “Apakah kamu punya ibu?”

Aku menjawab, “Ya.”

Syaikh berkata, ‘Kalau begitu, mintalah ia supaya mendoakanmu agar Allah


menganugerahkanmu Al-Qur`anul-Karim dan ilmu.’

Lantas aku pulang menemui ibuku dan memintanya berdoa. Maka ia berdoa untukku.
Setelah tumbuh dewasa, suatu ketika aku pergi ke Bagdad. Di sana aku belajar bahasa
Arab dan fikih, kemudian aku kembali ke kota Ray.

Ketika aku sedang berada di Masjid Al-Jami’ mempelajari kitab Mukhtashar Al-Muzani,
tiba-tiba Asy-syaikh datang dan mengucapkan salam kepada kami sedangkan ia tidak
mengenaliku. Ia mendengarkan perkataan kami, tetapi tidak tahu apa yang kami ucapkan,
kemudian ia bertanya, ‘Kapan ia belajar seperti ini?’ Maka aku ingin mengatakan seperti
yang ia ucapkan dahulu, ‘Jika engkau punya ibu, katakan kepadanya agar ia berdoa
untukmu.’ Akan tetapi aku malu kepadanya.”

Lihatlah Saudariku, betapa mustajabnya doa seorang ibu. Lalu mengapa terkadang kita
khawatir doa kita tidak terkabul? Mengapa terkadang kita merasa kesulitan memahami
suatu ilmu padahal ada seorang ibu di samping kita.

Bakti Seorang Anak ketika Orang Tua telah Tiada


Terkadang sebagian kita beranggapan bahwa kewajiban berbakti kepada kedua orang tua
telah usai ketika orang tua telah wafat. Jika memang demikian, alangkah bakhilnya diri
kita. Alangkah singkatnya bakti kita kepada orang tua yang telah mengasuh kita dengan
penuh kasih sayang, yang telah mengorbankan siang dan malamnya untuk kebahagiaan
sang anak. Seseorang yang telah mengucurkan banyak air mata dan keringat untuk
kebaikan sang anak. Lantas, apakah balas budi kepada mereka akan berakhir seiring
berakhirnya kehidupan mereka?
Saudariku ketahuilah, bahwa saat setelah wafat adalah saat di mana kedua orang tua paling
membutuhkan bakti anak-anaknya, yaitu ketika mereka telah memasuki alam barzah.
Mereka sangat membutuhkan doa yang baik dan permohonan ampun melalui seorang anak
untuk mengangkat kedua telapak tangannya kepada Allah Ta’ala.

Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah
masih tersisa sesuatu sebagai baktiku kepada kedua orang tuaku setelah keduanya
wafat?” Beliau bersabda, “Ya, engkau mendoakan keduanya, memohonkan ampunan
untuk keduanya, menunaikan janji keduanya, memuliakan teman keduanya, dan
silaturahmi yang tidak tersambung kecuali dengan keduanya.” (HR. Al-Hakim)

Begitulah, bakti seorang anak kepada kedua orang tua senantiasa menjadi utang manusia
selama ruh masih berada pada jasadnya, selama jantung masih berdetak, selama nadi masih
berdenyut, dan selama napas masih berembus. Oleh karena itu, sangat keliru jika ada orang
yang beranggapan bahwa baktinya telah usai ketika orang tua telah wafat. Bakti seorang
anak kepada orang tua senantiasa menjadi hutang yang harus ditunaikan sampai ia bertemu
dengan Allah SWT. Mereka sangat membutuhkan doa yang tulus serta permohonan ampun
sehingga mereka mendapatkan limpahan rahmat dan ampunan dari Allah karenanya.

“Sesungguhnya Allah mengangkat derajat seorang hamba yang saleh di surga. Lantas ia
bertanya, ‘Wahai Rabb, mengapa aku mendapatkan ini?’ Allah menjawab, ‘Karena
permohonan ampunan anakmu untukmu.’” (HR. Ahmad)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Apabila seorang anak Adam
meninggal dunia maka amalnya terputus, kecuali tiga perkara: anak saleh yang
mendoakannya.” (HR. Muslim)

Faedah Berbakti kepada Kedua Orang Tua


Berbakti kepada kedua orang tua membuahkan banyak keutamaan. Berikut ini beberapa
faedah berbakti kepada kedua orang tua:

1. Dikabulkannya doa (sebagaimana kisah yang telah disebutkan).


2. Sebab dihapuskannya dosa besar.
Seorang laki-laki mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaih Wa Sallam lalu
berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah melakukan dosa besar. Apakah ada
taubat untukku?” Nabi bertanya, “Apakah engkau memiliki seorang
ibu?” Laki-laki itu menjawab, “Tidak.” Nabi bertanya lagi, “Apakah engkau
memiliki seorang bibi?” Ia menjawab, “Ya. “ Nabi bersabda “Berbaktilah
kepadanya.” (HR. Ibnu Hibban)
3. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan penyebab keberkahan dan
bertambahnya rezeki.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya
dan ditambahkan rezekinya, hendaklah ia berbakti kepada kedua orang
tuanya dan hendaklah ia menyambung silaturahmi.” (HR. Ahmad)
4. Barangsiapa yang berbakti kepada bapak ibunya maka anak-anaknya akan
berbakti kepadanya, dan barangsiapa yang durhaka kepada keduanya maka anak-
anaknya pun akan durhaka pula kepadanya.
5. Ridha Allah terletak pada ridha kedua orang tua, murka Allah pada murka orang
tua.
6. Diterimanya amal.
Sesorang yang berbakti kepada kedua orang tua maka amalnya akan diterima.
Diterimanya amal akan mendatangkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Ibnu
Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Kalau aku tahu bahwasanya aku
punya shalat yang diterima, pasti aku bersandar kepada hal itu. Barangsiapa
yang berbakti kepada kedua orang tuanya, sesungguhnya Allah menerima
amalnya.”

Saudariku, renungkanlah keutamaan-keutamaan di atas. Sesungguhnya berbakti kepada


orang tua merupakan salah satu sebab dihapuskannya dosa besar, diterimanya amal, serta
sebab kebahagiaan di dunia dan akhirat. Setelah kita melihat keutamaan berbakti kepada
kedua orang tua, pahala yang dijanjikan, serta kisah-kisah generasi pendahulu yang saleh,
masih adakah penghalang bagi kita untuk menaati kedua orang tua?

RENUNGAN …

Dikisahkan, pada masa kekuasaan Al-Abbasiyyah ada seorang laki-laki mendatangi rumah
seorang wanita, lalu ia mengetuk pintu dan memintanya melunasi utang. Perempuan itu
menampakkan ketidakmampuannya untuk melunasi utang sehingga orang itu marah dan
memukulnya lantas pergi. Kemudian dia datang sekali lagi menemui wanita tersebut. Akan
tetapi, kali ini yang membukakan pintu adalah anak laki-laki dari wanita itu. Tamu itu
menanyakan di mana ibunya. Anak tersebut menjawab, “Ibuku pergi ke pasar.” Laki-laki
itu menyangka bahwa anak tersebut berdusta sehingga ia memukul anak itu dengan
pukulan yang tidak begitu keras.

Tiba-tiba ibunya muncul dan melihat laki-laki itu memukul putranya maka ia menangis
sejadi-jadinya. Laki-laki itu bertanya kepadanya, “Aku tidak memukulnya dengan keras,
mengapa engkau menangis? Padahal kemarin aku memukulmu lebih keras, tetapi engkau
tidak menangis.”

Sang ibu menjawab, “Kemarin engkau memukul kulitku, dan sekarang engkau memukul
hatiku .”

Laki-laki tersebut terharu dan memaafkannya, serta bersumpah untuk tidak menuntut
utangnya lagi semenjak itu.
4. Hikmah Tentang Hormat Dan Patuh Kepada Kedua
Orangtua Dan Guru
Meraih Ridha Allah SWT Dengan Berbakti Kepada Kedua Orang Tua

Seorang anak, meskipun telah berkeluarga tetap diwajibkan untuk selalu berbakti kepada
kedua orang tuanya. Kewajiban ini tidaklah gugur bila seseorang telah berkeluarga.

Begitu sangat disayangkan, betapa banyak orang yang ketika sudah berkeluarga mereka
meninggalkan kewajiban ini. Mengingat begitu pentingnya perihal berbakti kepada kedua
orang tua, maka kita kita semua wajib untuk mengkaji dan memahami hal ini.

Jalan yang haq dalam menggapai ridha Allah SWT melalui orang tua ialah birrul walidain.
Birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) merupakan salah satu perihal penting
dalam Islam. Di dalam Al-Qur’an, setelah memerintahkan manusia untuk bertauhid, Allah
SWT memerintahkan kita semua untuk berbakti kepada orang tua kita.

Seperti tersurat dalam surat al-Isra ayat 23-24, Allah Ta’ala berfirman:
َ َ ََ َ ُ َ َْ َ ُ ُ َ َ ََ ْ َ َ ْ َ َ َُْ َ ْ ُ َ َ ُ ُ ْ َ َ َ َ ُّ َ َ َ َ
‫َل ت ُق ْٰل ل ُه َما‬
ٰ ‫ك ال ِكب ٰر أحدهما أ ٰو ِكَلهما ف‬ ٰ ‫ن ِعند‬ ٰ ‫ن ِإ ْح َس ًانا ٰۚ ِإما يبلغ‬ ٰ ِ ‫اه َو ِبال َو ِال َد ْي‬
ٰ ‫ك أ ّٰل تعبدوا ِإ ّٰل ِإي‬
ٰ ‫وقض ىٰ رب‬
َ ُ ُّ َ ْ َ ً َ َ ُ َ َ ُ
‫ص ِغ ًيرا‬َ ‫ب ْار َح ْم ُه َما ك َما َرَب َياني‬
ِ ٰ ِ ‫الر ْح َم ِٰة َوق ْٰل َر‬
َ ‫ن‬ َٰ ‫ض ل ُه َما َج َن‬
ٰ َ ‫اح الذ ِ ٰل ِم‬ ٰ ْ ‫أفٰ َو ّٰل ت ْن َه ْر ُه َما َوق ْٰل ل ُه َما ق ْو ّٰل ك ِر ًيما َواخ ِف‬

“Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya
kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-
kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah
engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.

Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan
ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku pada waktu kecil.” [Al-Israa’ : 23-24]

Perintah birrul walidain ini juga tercantum dalam surat an-Nisaa’ ayat 36:
ْ ْ َْ ْ ْ ْ َ ُ ْ ُ َ ََ ُ ُْ َ
ٰ‫ار ِذي ال ُق ْرَبى‬ ٰ ِ ‫ن ِإ ْح َس ًانا َو ِب ِذي ال ُق ْرَبىٰ َوال َي َت َامىٰ َواْل َس ِاك‬
ِٰ ‫ين َوال َج‬ ٰ ِ ‫اّلل َو ّٰل تش ِركوا ِب ِٰه ش ْي ًئا ٰۚ َو ِبال َو ِال َد ْي‬
ٰ ‫واعبدوا‬
َ
ً ‫اّل ف ُخ‬ ً َ
ْ َ ْ َ ُّ ُ َ َ َ َ ُ ُ َ َ َ ْ ْ َ ْ َ
‫ورا‬ ٰ ‫ان ُمخ َت‬ٰ ‫نك‬ ٰ ‫بم‬ ٰ ‫ت أ ْي َمانك ْٰم ٰۚ ِإ ٰن‬
ٰ ‫اّلل ّٰل ي ِح‬ ٰ ْ ‫يل َو َما َملك‬ ٰ ِ ‫لس ِب‬ َ ‫نا‬ ٰ ِ ‫ب ِبال َج ْن‬
ٰ ِ ‫ب َو ْاب‬ ٰ ِ ‫الص ِاح‬ ٰ ِ ‫ار ال ُج ُن‬
َ ‫ب َو‬ ِٰ ‫والج‬

“Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan


sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil [1],
dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membanggakan diri.”[An-Nisaa’ : 36]

Dalam surat al-‘Ankabuut ayat 8, juga tercantum tentang larangan untuk mematuhi orang
tua yang kafir serta pula jika mereka mengajak kepada kekafiran:
ُ َ ُ ََ ْ َ َ َْ َ ْ ُ َ َ َ َ ْ َ ً ْ ُ ْ َ َ َ َ ْ ْ َ ْ َ ‫َ َو‬
ٰ‫َل ت ِط ْع ُه َما ٰۚ ِإل َٰي َم ْر ِج ُعك ْم‬ َٰ ‫س ل‬
ٰ ‫ك ِب ِٰه ِعلمٰ ف‬ ٰ َ ‫اك ِلتش ِر‬
ٰ ‫ك ِبي ما لي‬ ٰ ‫ان ِبو ِالدي ِٰه حسنا ٰۚ وِإ ٰن جاهد‬
ٰ ‫اْلنس‬
ِ ‫و ص ينا‬
َ‫َ ُ َ ُ ُ ْ َ ُ ْ ُ ْ َ ْ َ ُ ن‬
ٰ ‫فأن ِبئك ٰم ِبما كنت ٰم تعملو‬

“Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang
tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu
yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi
keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa
yang telah kamu kerjakan.” [Al-‘Ankabuut (29): 8]

Perihal untuk tidak mematuhi orang tua yang mengajak kepada kekafiran juga tersurat
pada surat Luqman ayat 14-15. Hanya Allah, tuhan yang haq untuk kita sembah. Meskipun
andaikan orang tua itu kafir, namun bukan berarti hilanglah kasih sayang kepada
keduannya, sebagai seorang anak harus tetap bersikap santun dan menghormati keduanya.

Anjuran Berbuat Baik Kepada Kedua Orang Tua dan Larangan


Durhaka Kepada Keduanya
Di dalam berbakti kepada kedua orang tua, sebagai anak senantiasa berlaku santun dan
berucap lembut kepada keduannya di dalam hal perilaku dan juga setiap ucapan. Jika
orang tua ada yang khilaf atau berlaku tidak sesuai dengan syariat, tugas seeorang anak
yaitu menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu kita, dan bila
memungkinkan mencegah gangguan kepada keduannya.

Menurut Ibnu ‘Athiyah, kita juga wajib mentaati keduanya dalam hal-hal yang mubah
(yang diperbolehkan syari’at), dan harus mengikuti apa-apa yang diperintahkan keduanya
dan menjauhi apa-apa yang dilarang (selama tidak melanggar batasan-batasan aqidah dan
iman kepada Allah SWT).

Sedangkan ‘uququl walidain yaitu gangguan yang ditimbulkan dari seorang anak terhadap
keduanya, baik berupa perkataan maupun perbuatan.

Contoh gangguan yang berupa perkataan, yaitu berucap “ah” atau “cis”, serta perkataan
yang keras, perkataan yang menyakitkan hati dan lain-lain.

Sedangkan gangguan berupa perbuatan ialah berlaku kasar kepada orang tua, seperti
memukul dengan tangan atau kaki bila orang tua menginginkan sesuatu atau menyuruh
untuk memenuhi keinginannya, termasuk sikap seperti membenci, tidak mempedulikan,
tidak bersilaturrahim, dan tidak memberi nafkah kepada kedua orang tuanya yang miskin.

Keutamaan Berbakti Kepada Kedua Orang Tua dan Pahalanya

1. Merupakan Amal yang Paling Utama

Birrul walidain adalah perbuatan yang sungguh mulia, perbuatan itu termasuk kedalam
suatu amalan yang paling utama. Seperti hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari, dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata.
َ ‫ت ُث َٰم َأ ُّي؟ َق‬
ٰ‫ال‬
ْ ُ َ َ َ ْ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ ُ َ ْ َ َ َ ْ ُّ َ َ َ َ َ ْ َ َ ُ َ َ
ٰ ُ ‫ال قل‬
ٰ ‫ ق‬،‫الصَل ٰة على وق ِتها‬: ‫ال‬
ٰ ‫ي العم ِ ٰل أفضل؟ ق‬ ٰ ‫للا علي ِٰه وسل ٰم أ‬
ٰ ‫للا صلى‬ ِٰ ‫ت َر ُسو َٰل‬
َْ
ٰ ُ ‫ َسأل‬:
ْ َ َ ُّ َ َ ُ ُ ْ ُ َ َ ْ َ َ ْ ُّ
ُٰ ‫ال ِج َه‬: ‫ال‬
ِٰ ‫اد ِفي َس ِب ْي ِ ٰل‬
‫للا‬ ٰ ‫ت ث ٰم أي؟ ق‬
ٰ ‫قل‬: ‫ال‬
ٰ ‫ ق‬،‫ِبرالو ِالدي ِن‬

“Aku bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling
utama?’

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya (dalam riwayat lain
disebutkan shalat di awal waktunya).’

Aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab: ‘

Berbakti kepada kedua orang tua.’ Aku bertanya lagi: ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab,
‘Jihad di jalan Allah’ .

2. Ridha Allah Bergantung Kepada Ridha Orang Tua

Perihal berbakti kepada kedua orang tua begitu pentingnya, hingga segala hal untuk
keridhaan (kebaikan) seorang anak Allah SWT memberikan kuasa kepada kedua orang
tuanya. Sesuai hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, disebutkan:
َ ‫ب في ر‬
‫ضا‬ ٰ َ ‫ضا‬
‫الر‬ َ ‫ر‬: ‫ال‬
ٰ َ ‫للا َع َل ْي ِٰه َو َس َل َٰم َق‬
ُٰ ‫ص َلى‬
َ ‫للا‬
ٰ ‫ل‬
ٰ َ ‫للا َع ْن ُه َما َأ َ ٰن َر ُس ْو‬
ُٰ ‫اصٰ َر ِض َٰي‬ َ ْ ٰ ‫ن َع ْمروٰ ْب‬ ْ ٰ ‫ن َع ْب ٰد‬ ْ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ن الع‬ ِ ِ ٰ ِ ‫للا ب‬ ِ ِ ٰ‫ع‬
ْ ْ ُ ُ ْ ْ
‫ط ال َو ِال ِٰد‬
ٰ ِ ‫ب ِفي سخ‬ َ ‫ط‬
ٰ ِ ‫الر‬ ٰ ‫ َو ُسخ‬،‫ال َو ِال ِد‬

“Darii ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua dan
murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua”.

3. Berbakti Kepada Orang Tua Dapat Menghilangkan Kesulitan yang


Sedang Dialami

Jika seseorang kehidupannya terasa susah dan tidak berkah, bisa jadi salah satunya adalah
karena hubungannya tidak begitu baik dengan kedua orang tuanya. Berbakti kepada kedua
orang tua, menyayanginya serta menjaga hubungan baik dengan keduanya ialah melakukan
suatu amalan yang utama.

Meskipun seorang anak sudah mencoba untuk terus berbakti kepada kedua orang tuanya,
bukan berarti tidak akan ada lagi kesulitan maupun cobaan baginya.

Tidak ada orang beriman yang tidak di uji, justru ujiannya akan semakin berat, hal tersebut
sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada hamba yang dicintaiNya, agar lebih dekat
kepadaNya agar terangkat derajad dari seorang hamba tersebut.

Salah satu cara untuk mengatasi setiap kesulitan hidup, yaitu dengan cara bertawassul
dengan amal shalih tersebut (birrul walidain). Dalilnya adalah hadits riwayat dari Ibnu
‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma mengenai kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, dan salah
seorangnya bertawassul dengan bakti kepada ibu bapaknya.
Haditsnya sebagai berikut:
َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ َ ُ ْ ُ َ َ َ َ َ َ ْ َْ ُ ََ َ َ ْ ُ َْ َ َ َ ْ َ ُ ََ َ َ ََ ْ
ٰ‫ن ال َج َب ِ ٰل ف َس َد ْت‬ ٰ ‫ت صخرةٰ ِم‬ ٰ ‫ فانحدر‬،‫ت ِإلى غارٰ فدخلوه‬ ٰ ‫ان قبلك ٰم حتى أووا اْل ِبي‬ ٰ ‫نك‬ ٰ ‫ق ثَلث ٰة َر ْهطٰ ِمم‬ ٰ ‫انطل‬
ْ‫ال َر ُجلٰ م ْن ُه ٰم‬ َ ََ ْ ُ َْ َ َ َ ُْ َْ َْ َ َْ َ َ ْ ْ ُ ْ ْ َُ ُ َ ْ ُ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ
ِ ٰ ‫فق‬. ‫للا ِبص ِال ِ ٰح أعم ِالك ٰم‬ ٰ ‫ن ه ِذ ِٰه الصخر ِٰة إ ّٰل أ ٰن تدعوا‬ ٰ ‫إن ٰه ّلينجيك ٰم ِم‬: ‫فقالوا‬. ‫ار‬ ٰ ‫عليها الغ‬:
ْ‫ح‬ ُ ْ ََ ً ْ َ ْ َ ََ َ َ َ ً َ َ َ ً ْ َ َِ ُ َ ْ َ ُ ْ َ ُ ْ ُ َ َ ِْ َ َ ِ ْ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ
ٰ ‫ب شيئٰ يوما فل ٰم أ ِر‬ ٰ ِ ‫ فنأى ِبي ِفي طل‬،‫َل ٰو ّٰل ماّل‬ ٰ ‫ق قب ٰل هما أه‬ ٰ ‫ت أغ ِب‬ ٰ ‫ان وكن‬ ٰ ِ ‫ان ك ِبير‬
ٰ ِ ‫ان شيخ‬ ٰ ِ ‫ان ِلي أبو‬ٰ ‫الله ٰم ك‬
ْ َ َ ً َ ً َ َ َ َ
َ َ ْ ْ ُ ْ َ َ َْ َ َ ُُ ْ َ َ َ َ ُ َ ْ ُ َ َ ُ ُ ْ َ َ َ َ َ َ َ ََْ َ َ
ٰ ُ ‫ فل ِبث‬،‫َل أ ْو َماّل‬
‫ت‬ ٰ ‫ق ق ْبل ُه َما أ ْه‬ ٰ ‫ت أ ٰن أغ ِب‬ ٰ ‫فك ِره‬. ‫ت لهما غبوقهما فوجدتهما نا ِئمي ِ ٰن‬ ٰ ‫ام فحلب‬ ٰ ‫علي ِهما حتى ن‬
ُ‫ت‬ َْ َ ُ ْ ُ ْ َ َُ َ َ ُ َ ُ َ َ َ َ َ َ َْ ْ َ ُ ْ َ ْ َ َ َ َ َ َ َُ َ ْ ُ ََْ َ َ َ ََ ُ َ َ ْ َ
ٰ ‫ت فعل‬ ٰ ‫الله ٰم ِإ ٰن كن‬. ‫ق ال ٰفج ٰر فاستيقظا فش ِربا غبوقهما‬ ٰ ‫ي أنت ِظ ٰر اس ِتيقاظهما حتى بر‬ ٰ ‫ح على يد‬ ٰ ‫والقد‬
ً‫ت َش ْيئا‬ ْٰ ‫ َف ْان َف َر َج‬،‫الص ْخ َرة‬
َ ‫ن َه ِذه‬ ْٰ ‫ن ف ْي ٰه م‬ ُٰ ‫ج َع َنا َما َن ْح‬ْٰ ‫ك َف َفر‬َٰ ‫اء َو ْجه‬َ َ ْ َ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٰ ‫ك اب ِتغ‬ ٰ ‫ذ ِل‬

“ Pada suatu hari tiga orang dari ummat sebelum kalian sedang berjalan, lalu kehujanan.
Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung. Ketika mereka berada di
dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi mulut gua. Sebagian mereka
berkata kepada yang lain:

‘Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu lakukan.’ Kemudian mereka memohon kepada
Allah dan bertawassul melalui amal tersebut, dengan harapan agar Allah menghilangkan
kesulitan tersebut. Salah satu di antara mereka berkata:

‘Ya Allah, sesung-guhnya aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia
sedangkan aku mempunyai isteri dan anak-anak yang masih kecil. Aku menggembala
kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kepada kedua
orang tuaku sebelum orang lain.

Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga
pulang sudah larut malam dan aku dapati orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap
memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalu aku
mendatangi keduanya namun keduanya masih tertidur pulas.

Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak
memberikannya. Aku tidak akan memberikan kepada siapa pun sebelum susu yang aku
perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai keduanya
bangun.

Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada keduanya. Setelah
keduanya minum lalu kuberikan kepada anak-anakku. Ya Allah, seandainya perbuatan ini
adalah perbuatan yang baik karena mengharap wajah-Mu, maka bukakanlah mulut gua
ini.’ Maka batu yang menutupi pintu gua itu pun bergeser sedikit.

4. Akan Diluaskan Rizki dan Dipanjangkan Umur

Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan adalah silaturahmi kepada orang tua sebelum
kepada yang lainnya. Mungkin masih banyak dijuampai di masyarakat kita, silaturahmi
yaitu sering berkunjung kepada teman-temannya, akan tetapi kepada orang tuanya sendiri
jarang, bahkan tidak pernah.
Padahal ketika masih kecil, dia selalu bersama orang tuanya. Sesulit apa pun harus tetap
diusahakan untuk bersilaturahmi kepada kedua orang tua, karena dekat kepada keduanya -
insya Allah- akan dimudahkan pintu rizki dan dipanjangkan umurnya.

Sesuai sabda Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam


َْ ََ َ َ ْ ْ َ َ َ َ َ ْ َ
ٰ ‫ب أ ْ ٰن ُي ْب َس‬
ٰ‫ط ِفي ِرز ِق ِٰه َو ُين َس ٰأ ل ُٰه ِفي أث ِر ِٰه فل َي ِص ْٰل َر ِح َم ُه‬ ٰ ‫ن أح‬ٰ‫م‬

“Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan di-panjangkan umurnya, maka


hendaklah ia menyambung silaturrahimnya”.

Maksud dari hadist diatas, Ibnu Hajar dalam Al Fath menjelaskan, “Silaturahmi
dimaksudkan untuk kerabat, yaitu yang punya hubungan nasab, baik saling mewarisi
ataukah tidak, begitu pula masih ada hubungan mahrom ataukah tidak.” Dalam hal ini yang
paling utama ialah kepada kedua orang tua, saudara-saudara, kerabat barulah kepada yang
lainnya seperti guru, tetangga dan teman-teman kita.

5. Akan Dimasukkan Ke Surga Oleh Allah SWT

Berbuat baik kepada orang tua dan patuh kepada keduanya dalam kebaikan merupakan
sebab datangnya rahmat Allah kepada seorang hamba.

Sudah pasti, setiap amal, setiap kebaikan sudah semestinya kita lakukan hanya karena
cinta Allah, bukan surga yang utama akan tetapi cinta Allah yangkita tuju. Ketika seorang
hamba sudah dicintai Allah, sudah pasti ia akan berada di Surganya Allah ‘Azza wa Jalla.

Sedangkan durhaka kepada orang tua akan mengakibatkan seorang anak mendapat murka
Allah dan tidak akan masuk Surga.

Dan di antara dosa-dosa yang Allah ‘Azza wa Jalla segerakan adzabnya di dunia adalah
berbuat zhalim dan durhaka kepada orang tua.

Dengan demikian, jika seorang anak berbuat baik kepada orang tuanya, Allah akan
menghindarkannya dari berbagai malapetaka.

Oleh karena itu, bebruat baiklah kepada kedua orang tua karena mengharap ridha dan cinta
Allah SWT, kemudian barulah mengharap Surga dan juga cinta kasih kepada kedua orang
tua. Semoga rahmat Allah senantiasa Allah limpahkan untuk kita semua, atas izinNya dan
akan dimasukkan ke Surga.
Bentuk Bentuk Durhaka Kepada Kedua Orang Tua

Dari pembahasan diatas, dapat kita rangkum hal-hal yang bisa menjadi suatu kedurhakaan
kepada orang tua, berikut poin-poinnya:

• Menimbulkan gangguan terhadap orang tua, baik berupa perkataan ataupun perbuatan
yang bisa membuat orang tua sedih atau sakit hati.

• Membentak atau menghardik orang tua.


• Bakhil atau kikir, tidak mengurus orang tuanya, bahkan lebih mementingkan yang
lain daripada mengurus orang tuanya, padahal orang tuanya sangat membutuhkan.
Seandainya memberi nafkah pun, dilakukan dengan penuh perhitungan.

• Bermuka masam dan cemberut di hadapan orang tua, merendahkan orang tua,
mengatakan tidak pintar (berkata kasar), dan lain-lain.

• Menyuruh-nyuruh orang tua, misalnya menyapu, mencuci atau menyiapkan


makanan. Pekerjaan tersebut sangat tidak pantas bagi orang tua, terutama jika mereka
sudah tua dan lemah. Tetapi, jika si ibu melakukan pekerjaan tersebut dengan
kemauannya sendiri, maka tidaklah mengapa, dan karena itu seorang anak harus
berterima kasih dan membantu orang tua.

• Mencemarkan nama baik orang tua atau menyebut kejelekan orang tua di hadapan
orang banyak. Sebagai seorang anak, kita wajib menjaga aib kedua orang tua.

• Memasukkan kemungkaran ke dalam rumah tempat tinggal, misalnya alat musik,


minuman keras, mengisap rokok, dan lain-lain. Tindakan seperti itu selain medzalimi diri
sendiri juga termasuk bentuk kedurhakaan terhadap kedua orang tua

• Jika anak laki-laki sudah menikah, ia lebih mentaati istri daripada kedua orang tua.
Bahkan ada sebagian orang yang tega mengusir ibunya atau pergi meninggalkan ibunya
demi menuruti kemauan isterinya. Hal ini adalah perilaku durhaka, Nas-alullaahas
salaamah wal ‘aafiyah

• Seorang anak yang malu mengakui orang tuanya. Tidak diragukan lagi, sikap
semacam itu adalah sikap yang sangat tercela, bahkan termasuk kedurhakaan yang nista.
Apapun keadaan kedua orang tua kita, harus kita sayangi dan kita lindungi.

Bentuk Bentuk Berbakti Kepada Orang Tua


• Seorang anak bisa bergaul dan berteman dengan keduanya dengan cara yang baik.
Di dalam hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam disebutkan bahwa memberi
kegembiraan kepada seseorang mukmin termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau
memberi kegembiraan kepada orang tua kita

• Bersikap penuh hormat dan santu, berucap dengan dengan perkataan yang lemah
lembut terhadap keduanya. Hendaknya dibedakan adab saat berbicara kepada
kedua orang tua dan saat berbicara dengan anak, teman atau dengan yang lain.
Pengucapan kata dan intonasi yang dipakai haruslah penuh hormat dan penuh kasih
sayang, yaitu perkataan lemah lembut karena itu adalah perkataan yang mulia.
Serta bisa menyejukkan hati keduanya.

• Tawadhu’ (rendah hati). Seorang anak tidaklah boleh kibr (maksudnya sombong).
Misalkan apabila seorang anak sudah meraih sukses atau memenuhi jabatan di
dunia, bagaimanapun juga seorang anak harus tetap hormat, taat dan menyayangi
orang tua. Seorang anak tidak boleh menyerahkan kedua orang tuanya kepada
pengasuh / panti jompo. Ingatlah sewaktu lahir, kita berada dalam keadaan hina
dan membutuhkan pertolongan, kita diberi makan, minum, dan pakaian oleh orang
tua.
• Memberi infaq (shadaqah) kepada kedua orang tua, karena pada hakikatnya semua
harta kita adalah milik ialah orang tua. Oleh karena itu berikanlah harta itu kepada
keduanya, baik ketika mereka meminta maupun tidak.

• Mendo’akan kedua orang tua. Di antaranya dengan do’a berikut:


َ ‫ب ْار َح ْم ُه َما َك َما َرَب َياني‬
‫ص ِغ ْي ًرا‬ ٰ ِ ‫َر‬
ِ

“Wahai Rabb-ku, kasihilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku


sewaktu kecil.”

Senantiasa doakanlah keduanya, mohonkan ampunan untuk keduanya. Semoga Allah


senantiasa mengampuni keduanya. Dan semoga Allah SWT menggolongkan siapapun
seorang anak yang berbakti kepada kedua orang tuannya menjadi hambaNya yang taat dan
dicintai Allah SWT.

Doa untuk Orang Tua yang Apabila Telah Meninggal


Maka yang harus kita lakukan adalah:

1. Meminta ampun kepada Allah SWT dengan taubat nashuha, jujur dan dengan
penuh pengakuan bahwa kita pernah berbuat khilaf menyakiti kedua orang tua
(durhaka) kepada keduanya di waktu mereka masih hidup.
2. Menshalatkannya dan mengantarkan jenazahnya ke kubur.
3. Selalu memintakan ampunan untuk keduanya.
4. Membayarkan hutang-hutangnya.
5. Melaksanakan wasiat sesuai dengan syari’at.
6. Menyambung silaturrahim kepada orang yang keduanya juga pernah
menyambungnya.

5. Hukum Hormat Kepada Orang Tua Dan Guru


Birrul Walidain (‫ )بر الوالدين‬adalah bagian dalam etika Islam yang
menunjukan kepada tindakan berbakti (berbuat baik) kepada kedua orang tua.
Yang mana berbakti kepada orang tua ini hukumnya FARDHU (WAJIB)
AIN bagi setiap Muslim, meskipun seandainya kedua orang tuanya adalah
non muslim. Setiap muslim wajib mentaati setiap perintah dari keduanya
selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan perintah Allah. Birrul
walidain merupakan bentuk silaturahim yang paling utama.
1. KESIMPULAN
❖ Hormat berarti menghargai, takzim dan khidmat kepada orang lain, baik orang tua, guru
sesama anggota keluarga. Dalam hubungan dengan orang tua, perilaku hormat
ditujukan dengan berbakti kepada orang tua. Berbakti merupakan kewajiban anak
kepada orang tua
❖ Perilaku hormat dan patuh kepada orang lain sangat baik dilakukan oleh seorang
muslim. Oleh karena itu, perilaku hormat dan patuh ini harus diterapkan kepada siapa
saja. Berikut adalah contoh perilaku hormat dan patuh kepada orang tua, guru dan
anggota keluarga
❖ Taat dan berbakti kepada kedua orang tua adalah sikap dan perbuatan yang terpuji.
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa Allah Swt. memerintahkan kepada umat
manusia untuk menghormati orang tua. Dalil-dalil tentang perintah Allah Swt. tersebut
antara lain pada Surah Al-Isra':
2. SARAN
Sesuai dengan Pembahasan dan kesimpulan di atas, Kami menyarankan untuk
dapat memahami konsep pemikiran atau mindset yang baik akan sikap dan tindakan yang
benar dalam Menghormati dan Mematuhi kedua Orangtua dan Guru.

Anda mungkin juga menyukai