PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam mengajarkan kita untuk berbakti terhadap orang tua, karena dengan perantara orang
tualah kita dapat merasakan hidup yang sekarang ini. Selain itu mengingat betapa
mulianya, betapa kerasnya dan betapa banyaknya. Jasanya untuk memelihara dan
mendidik kita dengan semua kasih sayang yang mereka miliki, bahkan marah merekapun
merupakan suatu bentuk sayang yang termat terhadap kita. sehingga dapat tumbuh
besarlah kita seperti sekarang ini. Semua karena kasih sayang yang meraka limpahkan
untuk kita.
Mereka melakukan semuanya tanpa mengharap balasan dari kita, mereka melakukannya
semata-mata untuk membuat kiat menjadi yang terbaik. Perhatian mereka terhadap kita
tidak akan pernah luntur, meskipun nanti kita sudah bisa hidup mandiri. Bahkan dalam
hadits ditegaskan bahwa keridhoan Allah tergantung pada keridhoan orang tuanya.
Maka disini pemakalah akan memaparkan tentang etika kita terhadap orang tua, mengapa
kita harus berbakti kepada mereka dan akibat apa yang akan kita paroleh ketika durhaka
kepada mereka. Dan makalah ini disertai dengan dalil-dalil yang mendukung paparan
diatas.
B. Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan BIRRUL WALIDAIN ditinjau secara bahasa dan
secara syar‟i ?
Bagaimana contoh terbaik berbakti kepada orang tua dalam sejarah umat
manusia ?
Apa balasan berbakti kepada orang tua ?
Bagaimana cara berbakti kepada orang tua ?
Apa yang dimaksud dengan durhaka ditinjau secara bahasa dan secara syar‟i ?
Bagaimana contoh durhaka kepada orang tua ?
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa tahu bagaimana cara berbakti pada orang tua
2. Agar mahasiswa tahu apa yang dimaksud dengan BIRRUL WALIDAIN baik secara
bahasa maupun secara syar‟i
3. Agar mahasiswa tahu apa yang dilarang kita perbuat dan apa yang harus dilakukan
untuk berbakti kepada kedua orang tua
4. Agar mahasiswa mengerti hikmah berbakti kepada orang tua dan akibat dari durhaka
kepada orang tua
5. Agar mahasiswa bisa mengaplikasikan kepada kehidupan nyata bagaimana berbakti
kepada orang tua
BAB II
DASAR TEORI
Ada setumpuk bukti, bahwa berbakti kepada kedua orang tua –dalam wacana Islam- adalah
persoalan utama, dalm jejeran hukum-hukum yang terkait dengan berbuat baik terhadap sesama
manusia. Allah Subhanahu Wa Ta’ala sudah cukup menegaskan wacana „berbakti‟ itu, dalam
banyak firman-Nya, demikian juga RasulullahSallallahu ’Alaihi Wa Sallam dalam banyak
sabdanya, dengan memberikan „bingkai-bingkai‟ khusus, agar dapat diperhatikan secara lebih
saksama
Perlu ditegaskan , bahwa birrul waalidain (berbakti kepada kedua orang tua), lebih dari sekadar
berbuat ihsan (baik) kepada keduanya. Namun birrul walidain memiliki nilai-nilai tambah yang
semakin „melejitkan‟ makna kebaikan tersebut, sehingga menjadi sebuah „bakti‟. Dan sekali lagi,
bakti itu sendiripun bukanlah balasan yang setara untuk dapat mengimbangi kebaikan orang tua.
Namun setidaknya, sudah dapat menggolongkan pelakunya sebagai orang yang bersyukur.
Imam An-Nawaawi menjelaskan, “Arti birrul waalidain yaitu berbuat baik terhadap kedua orang
tua, bersikap baik kepada keduanya, melakukan berbagai hal yang dapat membuat mereka
bergembira, serta berbuat baik kepada teman-teman mereka.”
Al-Imam Adz-Dzahabi menjelaskan bahwa birrul waalidain atau bakti kepada orang tua, hanya
dapat direalisasikan dengan memenuhi tiga bentuk kewajiban:
Kedua: Menjaga amanah harta yang dititipkan orang tua, atau diberikan oleh orang tua.
سانًا إِ اما ٌَ ْبهُ َغنا ِع ْن َد َك ا ْن ِكبَ َز أَ َد ُد ُى ََما أَ ًْ ِِ ََىُ ََما ََ ََ تَُُ ْم نَ ُي ََما أُ ٍّ ًَ ََّل تَ ْن َي ْز ُى ََما ًَقُ ْم
َ ضى َربُّ َك أَ اَّل تَ ْعبُدًُا إِ اَّل إٌِااهُ ًَبِا ْن ٌَانِ َد ٌْ ِن إِ ْد
َ ًََق
)32( ٍزا ً ص ِغَ ًِار َد َْم ُي ََما َِ ََما َرباٍَان ْ انذ ِّل ِمنَ ان از ْد ََم ِت ًَقُ ْم َر ِّب ُّ اح َ َض نَ ُي ََما َجن ْ اخ ِف ْ ًَ )32( نَ ُي ََما قَ ٌْ ًَّل َِ ِزٌ ًَما
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah
kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap
mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (DQ. Al-Isra: 23-24)
Ini adalah perintah untuk mengesakan Sesembahan, setelah sebelumnya disampaikan larangan
syirik. Ini adalah perintah yang diungkapkan dengan kata qadha yang artinya menakdirkan. Jadi,
ini adalah perintah pasti, sepasti qadha Allah. Kata qadha memberi kesan penegasan terhadap
perintah, selain makna pembatasan yang ditunjukkan oleh kalimat larangan yang disusul dengan
pengecualian: “Supaya kamu jangan menyembah selain Dia…” Dari suasana ungkapan ini
tampak jelas naungan penegasan dan pemantapan.
Jadi, setelah fondasi diletakkan dan dasar-dasar didirikan, maka disusul kemudian dengan tugas-
tugas individu dan sosial. Tugas-tugas tersebut memperoleh sokongan dari keyakinan di dalam
hati tentang Allah yang Maha Esa. Ia menyatukan antara motivasi dan tujuan dari tugas dan
perbuatan.
Perekat pertama sesudah perekat akidah adalah perekat keluarga. Dari sini, konteks ayat
mengaitkan birrul walidain (bakti kepada kedua orangtua) dengan ibadah Allah, sebagai
pernyataan terhadap nilai bakti tersebut di sisi Allah:
Setelah mempelajari iman dan kaitannya dengan etika-etika sosial yang darinya lahir takaful
ijtima’I (kerjasama dalam bermasyarakat), saat ini kita akan memasuki ruang yang paling
spesifik dalam lingkaran interaksi sosial, yaitu Birrul walidain (bakti kepada orang tua).
“Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.”
Dengan ungkapan-ungkapan yang lembut dan gambaran-gambaran yang inspiratif inilah Al-
Qur‟an Al-Karim menggugah emosi kebajikan dan kasih sayang di dahati anak-anak.
Hal itu karena kehidupan itu terdorong di jalannya oleh orang-orang yang masih hidup;
mengarahkan perhatian mereka yang kuat ke arah depan. Yaitu kepada keluarga, kepada generasi
baru, generasi masa depan. Jarang sekali kehidupan mengarahkan perhatian mereka ke arah
belakang..ke arah orang tua..ke arah kehidupan masa silam..kepada generasi yang telah pergi!
Dari sini, anak-anak perlu digugah emosinya dengan kuat agar mereka menoleh ke belakang, ke
arah ayah dan ibu mereka.
Sebelum masuk ke inti pembahasan, ada catatan penting yang harus menjadi perhatian bersama
dalam pembahasan birrul walidain; ialah Islam tidak hanya menyeru sang anak untuk
melaksanakan birrul walidain, namun Islam juga menyeru kepada para walidain (orang tua)
untuk mendidik anaknya dengan baik, terkhusus dalam ketaan kepada Allah dan Rasulul-Nya.
Karena hal itu adalah modal dasar bagi seorang anak untuk akhirnya menjadi anak sholih yang
berbakti kepada kedua orangtuanya. Dengan demikian, akan terjalin kerjasama dalam menjalani
hubungan keluarga sebagaimana dalam bermasyarakat.
Gaya bahasa yang digunakan al-Quran dalam memerintahkan sikap bakti kepada orang tua ialah
datang serangkai dengan perintah tauhid atau ke-imanan, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan
supaya kamu jangan menyembah selain Dia“ . Dalam artian setelah manusia telah mengikrakan
ke-imanannya kepada Allah, maka manusia memiliki tanggungjawab kedua, yaitu “Dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya”.
Jika kita bertanya, mengapa perintah birrul walidain begitu urgen sehingga ia datang setelah
proses penghambaan kepada Allah Subhanahu Wata’ala?? Al-Quran Kembali menjawab
َ َصانُوُ ثَ ََثٌُن
ش ْي ًزا َ ًَ ًَ َد ََمهَ ْتوُ أُ ُّموُ ُِ ْزىًا
َ ًََِ ُض َع ْتوُ ُِ ْزىًا ًَ َد َْمهُو
“Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan”(Al-Ahqaf: 15)
Ketika orangtua berumur muda, kekuatan fisik masih mengiringinya, sehingga ia
bertanggungjawab untuk mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Namuun saat mereka
berumur tua renta, dan anaknya sudah tumbuh dewasa berbaliklah roda tanggungjawab itu.
Para pembantu mungkin mampu merawatnya, menunjukkan sesuatu yang tidak lagi bisa
dilihatnya, mengambilkan sesuatu yang tidak lagi bisa diambilnya dan mengiringnya dari suatu
temnpat ke tempat lain. Namun ada satu hal yang tidak pernah bisa diberikan oleh pembantu,
ialah cinta dan kasih sayang. Hanya dari sang buah hatilah rasa cinta dan kasih sayang dapat
diraihnya.
Kedua orang tua secara fitrah akan terdorong untuk mengayomi anak-anaknya; mengorbankan
segala hal, termasuk diri sendiri. Seperti halnya tunas hijau menghisap setiap nutrisi dalam benih
hingga hancur luluh; seperti anak burung yang menghisap setiap nutrisi yang ada dalam telor
hingga tinggal cangkangnya, demikian pula anak-anak menghisap seluruh potensi, kesehatan,
tenaga dan perhatian dari kedua orang tua, hingga ia menjadi orang tua yang lemah jika memang
diberi usia yang panjang. Meski demikian, keduanya tetap merasa bahagia!
Adapun anak-anak, secepatnya mereka melupakan ini semua, dan terdorong oleh peran mereka
ke arah depan. Kepada istri dan keluarga. Demikianlah kehidupan itu terdorong. Dari sini, orang
tua tidak butuh nasihat untuk berbuat baik kepada anak-anak. Yang perlu digugah emosinya
dengan kuat adalah anak-anak, agar mereka mengingat kewajiban terhadap generasi yang telah
menghabiskan seluruh madunya hingga kering kerontang!
Dari sinilah muncul perintah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua dalam bentuk qadha
dari Allah yang mengandung arti perintah yang tegas, setelah perintah yang tegas untuk
menyembah Allah.
Usia lanjut itu memiliki kesan tersendiri. Kondisi lemah di usia lanjut juga memiliki insprasinya
sendiri. Kataعندكyang artinya “di sisimu” menggambarkan makna mencari perlindungan dan
pengayoman dalam kondisi lanjut usia dan lemah. “Maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan „ah‟, dan janganlah kamu membentak mereka…” Ini
adalah tingkatan pertama di antara tingkatan-tingkatan pengayoman dan adab, yaitu seorang anak
tidak boleh mengucapkan kata-kata yang menunjukkan kekesahan dan kejengkelan, serta kata-
kata yang mengesankan penghinaan dan etika yang tidak baik. “Dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia.” Ini adalah tingkatan yang paling tinggi, yaitu berbicara kepada orang tua
dengan hormat dan memuliakan.
انز ْد ََم ِت ُّ اح
انذ ِّل ِمنَ ا َ َض نَ ُي ََما َجن ْ ًَ
ْ ِاخف
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan…” Di sini
ungkapan melembut dan melunak, hingga sampai ke makhluk hati yang paling dalam. Itulah
kasih sayang yang sangat lembut, sehingga seolah-olah ia adalah sikap merendah, tidak
mengangkat pandangan dan tidak menolak perintah. Dan seolah-olah sikap merendah itu punya
sayap yang dikuncupkannya sebagai tanda kedamaian dan kepasrahan .Itulah ingatan yang sarat
kasih sayang. Ingatan akan masa kecil yang lemah, dipelihara oleh kedua orang tua. Dan
keduanya hari ini sama seperti kita di masa kanak-kanak; lemah dan membutuhkan penjagaan
dan kasih sayang. Itulah tawajuh kepada Allah agar Dia merahmati keduanya, karena rahmat
Allah itu lebih luas dan penjagaan Allah lebih menyeluruh. Allah lebih mampu untuk membalas
keduanya atas darah dan hati yang mereka korbankan. Sesuat yang tidak bisa dibalas oleh anak-
anak.
Belaian anak saat orang tua telah berumur lanjut ialah kenikmatan yang tak terhingga. Wajarlah
kiranya al-Quran memberikan pengkhususan dalam birrul walidain ini saat kondisi mereka tua
renta, yaitu:
2. Jangan membentak
Kata uffin dalam bahsa Arab berati ar-rafdu (menolak). Jadi janganlah kita mengatakan kata-kata
yang mengandung makna menolak, terkhusus dalam memenuhi kebutuhan mereka. Karena
pada umur lanjut inilah kebutuhan mereka memuncak, hampir pada setiap hitungan jam mereka
membutuhkan kehadiran kita disisinya.
Sedimikian pentingnya perintah birrul walidain ini, sehingga keridhoan mereka dapat
menghantarkan sang anak kedalam surga-Nya. Rasulullah saw bersabda “Barang siapa yang
menajalani pagi harinya dalam keridhoan orang tuanya, maka baginya dibukakan dua pintu
menuju syurga. Barang siapa yang menjalani sore keridhoan orang tuanya, maka baginya
dibukakan dua pintu menuju syurga. Dan barang siapa menjalani pagi harinya dalam
kemurkaan orangtuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju neraka. Dan barang siapa
menjalani sore harinya dalam kemurkaan orangtuanya, maka baginya dibukakan dua pintu
menuju neraka ”.(HR. Darul Qutni dan Baihaqi)
Dengan demikian merugilah para anak yang hidup bersama orang tuanya di saat tua renta namun
ia tidak bisa meraih surga, karena tidak bisa berbakti kepada keduanya. Rasulullah Sallallahu
’Alaihi Wa Sallammengatakan tentang ihwal mereka
ْ قٍِ َم َمن.» ُ « َر ِغ َم أَ ْنفُوُ ثُ ام َر ِغ َم أَ ْنفُوُ ثُ ام َر ِغ َم أَ ْنفُو-صهى َّللا عهٍو ًسهم- َِّللا سٌ ُل ا ُ س َي ٍْ ٍم عَنْ أَبٍِ ِو عَنْ أَبِى ُى َز ٌْ َزةَ قَا َل قَا َل َر ُ ْعَن
.» ََّللاِ قَا َل « َمنْ أَد َْر َك ًَا ِن َد ٌْ ِو ِع ْن َد ا ْن ِكبَ ِز أَ َد َد ُى ََما أَ ًْ ِِ َه ٍْ ِي ََما ثُ ام نَ ْم ٌَد ُْخ َِ ْن َجنات
سٌ َل اُ ٌَا َر
“Dari Suhaili, dari ayahnya dan dari Abu Hurairah. Rosulullah Sallallahu ’Alaihi Wa
Sallam bersabda : ”Merugilah ia (sampai 3 kali). Para Shahabat bertanya : ”siapa ya
Rosulullah?Rosulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda :“Merugilah seseorang yang
hidup bersama kedua orang tuanya atau salah satunya di saat mereka tua renta, namun ia tidak
masuk surga” (HR. Muslim).
Terkait cara berbakti kepada orang tua, memulai dengan perkataan yang baik. Kemudian diiringi
denganmeringankan apa-apa yang menjadi bebannya. Dan bakti yang tertinggi yang tak pernah
dibatasi oleh tempat dan waktu ialah DOA. Do‟a adalah bentuk bakti anak kepada orang tua
seumur hidup-nya. Do‟alah satu-satunya cara yang diajarkan Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa
Sallambagi anak-anak yang pernah menyakiti orangtuanya namun mereka meninggal sebelum ia
memohon maaf kepadanya.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi, Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallambersabda
: “Bahwasanya akan ada seorang hamba pada hari kiamat nanti yang diangkat derajatnya,
kemudian ia berkata “Wahai tuhanku dari mana aku mendapatkan (derajat yang tinggi) ini??.
Maka dikatakanlah kepadanya “Ini adalah dari istighfar (doa ampunan) anakamu
untukmu” (HR.Baihaqi)
ٍز
ً ص ِغ ْ ًَقُ ْم َر ِّب
َ ًِار َد َْم ُي ََما َِ ََما َرباٍَان
"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku
waktu kecil” (Al-Isra‟: 24).
Itulah ingatan yang sarat kasih sayang. Ingatan akan masa kecil yang lemah, dipelihara oleh
kedua orang tua. Dan keduanya hari ini sama seperti kita di masa kanak-kanak; lemah dan
membutuhkan penjagaan dan kasih sayang. Itulah tawajuh kepada Allah agar Dia merahmati
keduanya, karena rahmat Allah itu lebih luas dan penjagaan Allah lebih menyeluruh.
Allah Subhanahu Wata’ala lebih mampu untuk membalas keduanya atas darah dan hati yang
mereka korbankan. Sesuat yang tidak bisa dibalas oleh anak-anak.
Al Hafizh Abu Bakar Al Bazzar meriwayatkan dengan sanadnya dari Buraidah dari ayahnya:
“Seorang laki-laki sedang thawaf sambil menggendong ibunya. Ia membawa ibunya thawaf.
Lalu ia bertanya kepada NabiSallallahu ’Alaihi Wa Sallam, “Apakah aku telah menunaikan
haknya?” Nabi Sallallahu ’Alaihi Wa Sallammenjawab, “Tidak, meskipun untuk satu tarikan
nafas kesakitan saat melahirkan.”
Dalam ayat lain Al-Quran mengajar doa yang begitu indah, ialah doa yang mencakup bagi kita,
orang tua dan keturunan kita :
ْ َضاهُ ًَأ
َصهِ ْخ نًِ ًَِ ُُ ِّرٌاتًِ إِنًِّ تُبْتُ إِنٍَْك َ ي ًَأَنْ أَ ْع ََم َم
َ صانِ ًذا ت َْز ش ُك َز نِ ْع ََمتَ َك اناتًِ أَ ْن َع َْمتَ َعهَ اً ًَ َعهَى ًَانِ َد ا
ْ ََر ِّب أَ ًْ ِس ْعنًِ أَنْ أ
ْ ًَإِنًِّ ِمنَ ا ْن َُم
َسهِ َِمٍن
"Ya Allah.., tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan
kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau
ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
berserah diri." (Al-Ahqaf : 15). Wallahu a’lam.
BAB III
ANALISA DATA
A. Birrul Walidain
Ditinjau secara bahasa :
Abu Faaris berkata : “Huruf baa‟ dan raa‟ yang ditasydidkan, memiliki empat arti dasar :
Kejujuran , ungkapan suara , lawan dari kata bahr dan jenis tanaman (gandum)”. Adapun
kejujuran , diambil dari perkataan mereka : „ Fulan telah berlaku jujur ‟. Ia telah jujur
dalam sumpahnya, yaitu melakukannya dan menunaikannnya dengan kejujuran. Adapun
ungkapan suara , orang – orang arab mengatakan : „Tidak bisa dibedakan antara hirr dan
birr. Hirr adalah suara untuk memanggil kambing dan birr adalah suara ketika
mengiringnya ‟.
Makna ketiga , yaitu lawan dari kata bahr (lautan) , dikatakan : „Seorang lelaki terdampar
didaratan dan seorang pelaut berada dilautan ‟. Adapun nama jenis tanaman , diantaranya
adalah burr yaitu gandum, bentuk tunggalnya adalah burrah .
Ditinjau secara syar‟I :
Yaitu berbuat baik kepada orang tua , menujukkan kasih sayang dan kelemahan lembutan
terhadap keduanya , memperhatikan keadaan mereka berdua dan tidak melakukan
perbuatan buruk terhadap keduanya. Memulaikan teman – teman keduanya sesudah
keduanya wafat .
Artinya: “dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang
engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan
pergaulilah mereka di dunia dengan baik”.(QS. Luqman: 15)
(
( –( )
Artinya:(23) dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah berbuat baik pada ibu bapakmu. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-
duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka jangan sekali-kali, mengatakan
kepadanya perkataan “ah” (perkataan kasar) dan janganlah engkau membentak keduanya dan
ucapkanlah keduanya perkataan yang baik.
(24). Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah
(doakanlah): “wahai Tuhanku, sayangilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu aku kecil.”
3. Menerima Keadaan Orang Tua apa adanya dan Menjaga Nama Baik Keduanya dan
Keluarga
Seorang anak harus bisa menerima keadaan orang tua dengan apa adanya, apabila orang tua tidak
memenuhi tanggung jawabnya sebagai orang tua maka anak boleh manuntut haknya, namun
tidak boleh sampai mencaci, membenci bahkan dendam terhadapnya. Karena hal itu sama saja
dengan mengingkari rahmat yang diberikan Allah yaitu rahmat wujud. Adanya kita karena
adanya orang tua kita.
Menjaga dan memelihara nama baik keluarga, tidak membiarkan keluarganya jelek dimata
tetangganya. Seorang anak hendaknya dapat mengangkat nama orang tuanya, mungkin dengan
membuktikan keberhasilannya dalam belajar dan sebagainya. Dan harus menjaganya dan
keluarga dari api neraka dengan cara menggalakkan Amar ma’ruf nahi mungkar dalam keluarga
dan saling nasihat-menasihati dalam kebaikan dan kesabaran dan tidak membiarkan salah satu
keluarganya masuk kedalam neraka. Dalam Qur‟an surat At-Tahrim:6 Allah berfirman:
“ ”
Artinya: “wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa api
neraka”.
4. Menghormati dan Menyambung Silaturahmi dengan Kerabat atau Teman yang Telah
Dijalin Orang Tuanya
Menjalin silaturahmi dengan baik terhadap teman atau kerabat orang tuanya akan membuat
mereka mendoakan pada kebaikan, hal itu harus dilakukan baik ketika orang tua masih hidup
atau sudah meninggal. Karena ada hadits mengatakan bahwa, barang siapa yang ingin
bersilaturahmi terhadap orang tuanya yang sudah wafat maka bersilaturahmilah pada kerabat dan
teman-teman orang tuanya. Dan itu akan menjadikan mereka ingat pada orang tuanya dan akan
mendoakannya, maka jadilah tambahan amal untuk orang tuanya.
E. Durhaka
Ditinjau secara bahasa :
Ibnul Atsir berkata : “ Makna asal durhaka ialah: Pembangkangan dan pemutusan
hubungan.”
Ibnu Faaris dalam Mu‟jam Maqaayisil Lughah mengatakan: “Huruf „ain dan qaaf
akar kata yang menunjukan pembelotan , dan inilah makna yang menjadi dasar bagi
seluruh pecahan kata tersebut. ”
Al-Khalil berkata : “Makna asal kata „aqq adalah syaqq (pembelotan), inilah makna
yang menjadi rujkan bagi kata , uquuq”. Al-„Uquuq adalah memutuskan hubungan
terhadap kedua orang tua dan terhadap karib kerabat.
Ditinjau secara syar‟i:
Ibnu Jauzi berkata : “Durhaka adalah menyelisihi kedua orang tua atas apa yang
diperintahkan oleh keduanya dari perkara-perkara yang mubah dan berperilaku
yang buruk terhadap keduanya dalam bentuk ucapan maupun perbuatan.”
Al-Hfizh berkata : “Maksudnya adalah perbuatan yang menyakiti orang tua yang
dilakukan oleh anaknya berupa ucapan maupun perbuatan kecuali dalam hal syirik
dan maksiat. ”
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Seorang anak diharuskan untuk dapat bergaul dengan orang tuanya sebaik mungkin. Itu
diwujudkan sebagai ungkapan syukur anak atau terima kasih karena adanya anak tersebut semua
melalui perantara orang tua yang mahu mengandung, melahirkan, merawat, mendidik dan
memenuhi kebutuhan anaknya. Mereka akan melakukan apapun untuk anaknya, demi
keberhasilan anaknya. Mereka mendidik anaknya dengan akhlaq yang baik maka anaknya juga
harus berakhlaq baik pada orang tuanya.
Tujuan kita hidup untuk mencari ridho Allah dan salah satu cara mendapatkan ridho-Nya
adalah dengan kita mencari ridho dari orang tua kita . Sehingga dapatlah kita hidup dengan
kemudahan dan bisa lebih dekat dengan sang Khaliq. Janganlah sampai melukai hatinya , buatlah
mereka bangga dengan anaknya . Sehingga timbulah kepuasan dalam hatinya , bahwa dia telah
berhasil mendidik anaknya.
BAB V PENUTUP
A. Penutup
Demikian paparan makalah kami tentang Birrul Walidain (berbakti kepada orang tua),
mudah -mudahan semua yang kami paparkan dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan
pemakalah khususnya . Kami menyadari bahwa penyajian makalah ini tidak lepas dari
kekeliruan , maka dari itu kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan guna
memperbaiki makalah kami selanjutnya. Sekian dari kami dan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.islamhouse.com/227903/id/id/articles/Birrul_Walidain_%28_Berbakti_Kepada_Ked
ua_Orang_Tua_%29
http://beralis.wordpress.com/2012/01/01/20-perilaku-durhaka-anak-terhadap-orang-tua/ Hasyim,
Husaini Abdul Majid, Syarah Riyadhush Shalihin 2, terj: Mu‟amal Hamidy dan Imron A Manan,
(Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993)
Ismail, Imam Muhamad bin, Subulussalaam Syarah Bulughul Marom, (Daarul Manar, 2002), juz 3
Nawawi, Imam, Riyadhus Shalihin, terj: Achmad Sunarto, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), jilid 1,
cet 4
Sya‟roni, Mahmud, Cermin Kehidupan Rosul, (Semarang: Aneka Ilmu, 2006)
http://www.islamhouse.com/227903/id/id/articles/Birrul_Walidain_%28_Berbakti_Kepada_Ked
ua_Orang_Tua_%29