Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

FILSAFAT DAN TEORI PENDIDIKAN

“PEMBINAAN KEPRIBADIAN DARI USIA DUA TAHUN HINGGA


BALIGH”

Dosen Pengampu:
DRS. ZELHENDRI ZEN, M.Pd

OLEH KELOMPOK 3
AMIRUL FIKRI (18004062)
SITI SOPIAH YULIANTI (18004095)
SYIFA ADILA (18005096)
DEVI NOPRIANI (18004067)
ARDHILA PUTRI (18004064)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN


JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat
rahmat dan karunia–Nya lah, penulis dapat menyelesaikan makalah
“PEMBINAAN KEPRIBADIAN DARI USIA DUA TAHUN HINGGA
BALIGH”. Tujuan pembuatan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas
kelompok pada matakuliah Filsafat dan Teori Pendidikan.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah
ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat bagi
pengembangan wawasan dan peningkatan umum pengetahuan bagi kita semua.

Padang, 22 April 2020

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................................
C. Tujuan penulisan................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pembinaan Akidah.............................................................................
B. Pembinaan Ibadah..............................................................................
C. Pembinaan Kemasyarakatan..............................................................
D. Pembinaan Moral /Pendidikan Akhlak..............................................
BAB III KESIMPULAN
A. Kesimpulan........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepribadian adalah gambaran cara seseorang bertingkah laku terhadap
lingkungan sekitanya, yang terlihat dari kebiasaan berfikir, sikap dan minat,
serta pandangan hidupnya yang khas untuk mempunyai keajegan. Karena
dalam kehidupan manusia sebagai individu ataupun makhluk social,
kepribadian senantiasa mengalami warna-warni kehidupan.Ada kalanya
senang, tentram, dan gembira.Akan tetapi pengalaman hidup membuktikan
bahwa manusia juga kadang-kadang mengalami hal-hal yang pahit, gelisah,
frustasi dan sebagainya.Ini menunjukan bahwa manusia mengalami dinamika
kehidupan.
Kepribadian sangat mmencerminkan perilaku seseorang. Kita bisa tahu apa
yang sedang diperbuat seseorang dalam situasi tertentu berdasarkan
dpengalamn diri kita sendiri. Hal ini karena dalam banyak segi, setiap orang
adalah unik, khas. Oleh karena itu kita membutuhkan sejenis kerangka acuan
untuk membentuk kepribadian yang baik. Kepribadian seseorang dapat
dibentuk dari sedini mula melalui pembinaan kepribadian yang baik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pembinaan Akidah anak ?
2. Bagaimana Pembinaan Ibadah anak?
3. Bagaimana Pembinaan Kemasyarakatan?
4. Bagaimana Pembinaan Moral /Pendidikan Akhlak anak?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pembinaan Akidah anak
2. Untuk mengetahui pembinaan Ibadah Anak
3. Untuk mengetahui pembinaan Kemasyarakatan
4. Untuk mengetahui pembinaan moral/pendidikan anak
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembinaan Akidah
Aqidah Islamiyah dengan enam pokok keimanan, yaitu beriman kepada
Allah ‘azza wa jalla, para malaikatnya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya,
beriman kepada hari akhir dan beriman kepada qadha’ dan qadar yang baik
maupun buruk, mempunyai keunikan bahwa kesemuanya itu merupakan
perkara yang ghaib.
Seseorang akan menghadapi kebingungan bagaimana ia mesti
menyampaikannya kepada anak dan bagaimana pula anak bisa berinteraksi
dengan itu semua ? bagaimana cara menjelasakan dan memaparkannya? Di
hadapan pertanyaan ini atau pertanyaan sejenis lainnya, kedua orangtua bisa
kelabakan dan mencari tahu bagaimana caranya. Akan tetapi melalui
penelaahan terhadap cara Nabi shalallahu’alaihi wassalam dalam bergaul
dengan anak-anak, kita temukan ada lima pilar mendasar di dalam
menananmkan aqidah ini.

1. Pendiktean kalimat tauhid kepada anak.


2. Mencintai Allah dan merasa diawasi oleh-Nya, memohon pertolongan
kepadaNya, serta beriman kepada qadha’ dan qadar.
3. Mencintai Nabi dan keluarga beliau.
4. Mengajarkan Al-Qur’an kepada anak.
5. Menanamkan aqidah yang kuat dan kerelaan berkorban karenanya.
Pendiktean kalimat tauhid kepada anak

Dari ibnu ‘Abbas bahwa Nabi shalallahu’alaihi wassalam bersabda,


“Ajarkan kalimat laailaha illallah kepada anak-anak kalian sebagai kalimat
pertama dan tuntunkanlah mereka mengucapkan kalimat laa ilaha illallah
ketika menjelang mati.” (HR. Hakim)
Abdurrazaq meriwayatkan bahwa para sahabat menyukai untuk
mengajarkan kepada nak-anak mereka kalimat laa ilaha illallah sebagai
kalimat yang pertama kali bisa mereka ucapkan secara fasih sampai tujuh
kali, sehingga kalimat ini menjadi yang pertama-tama mereka ucapkan.
Ibnu Qayyim dalam kitab Ahkam Al-Maulud mengatakan, “Diawal waktu
ketika anak-anak mulai bisa bicara, hendaknya mendiktekan kepada mereka
kalimat laa ilaha illa llah muhammadurrasulullah, dan hendaknya sesuatu
yang pertama kali didengar oleh telinga mereka adalah laa ilaha illallah
(mengenal Allah) dan mentauhidkan-Nya. Juga diajarkan kepada mereka
bahwa Allah bersemayam di atas singgasana-Nya yang senantiasa melihat
dan mendengar perkataaan mereka, senantiasa bersama mereka dimanapun
mereka berada.”
Oleh karena itu, wasiat Nabi shalallahu’alaihi wassalam kepada Mu’adz
radhiyallahu’anhu sebagimanan yang disebutkan dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah dan Bukhari dalam Adabul
Mufrad, adalah, “Nafkahkanlah keluargamu sesuai dengan kemampuanmu.
Janganlah kamu angkat tongkatmu di hadapan mereka dan tanamkanlah
kepada mereka rasa takut kepada Allah.”
Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam sejak pertama kali mendapatkan
risalah tidak pernah mengecualikan anak-anak dari target dakwah beliau.
Beliau berangkat menemui Ali bin Ab Thalib yang ketika itu usianya belum
genap sepuluh tahun. Beliu shalallahu’alaihi wassalam mengajaknya untuk
beriman, yang akhirnya ajakan itu dipenuhinya. Ali bahkan menemani beliau
dalam melaksanakan shalat secara sembunyi-sembunyi di lembah Mekkah
sehingga tidak diketahui oleh keluarga dan ayahnya sekalipun.
Orang yang pertama-tama masuk Islam dari kalangan budak yang
dimerdekakan adalah Zaid bin Haritsah. Di bawa oleh paman Khadijah, yaitu
Hakim bin Hizam dari Syam sebagai tawanan, lalu ia diambil sebagai
pembantu oleh Khadijah. Rasulullah kemudian memintanya dari Khadijah
lalu memerdekakannya dan mengadopsinya sebagai anak dan mendidiknya
ditengah-tengah mereka.
Demikianlah Rasulullah memulai dakwah beliau yang baru dalam
menegakkan masyarakat Islam yang baru dengan memfokuskan perhatian
terhadap anak-anak dengan cara memberikan proteksi dengan menyeru dan
dengan mendo’akan sehingga akhirnya si anak ini (Ali bin Abi Thalib) kelak
memperoleh kemuliaan sebagai tameng Rasulullah shalallahu’alaihi
wassalam dengan tidur di rumah beliau pada malam hijrah ke Madinah.
Ini merupakan buah pendidikan yang ditanamkan nabi kepada anak-anak
yang sedang tumbuh berkembang agar menjadi pemimpin-pemimpin dimasa
depan dan menjadi pendiri masyarakat Islam yang baru.

B. Pembinaan Ibadah
1. Sholat
Anak adalah amanah Allah yang berharga. Karena itu, orang tua
dituntut untuk mendidiknya sejak masih dalam kandungan ibunya sampai
dewasa, sebab setiap anak yang baru lahir selalu dalam keadaan suci
(fitrah). Maka, saat kembali nanti kepada Sang Pemiliknya Allah SWT
harus suci pula, tanpa noda dan dosa. Karena itulah pendidikan
terhadap anak dalam pandangan Islam adalah wajib
hukumnya”(Mushthafa, t.t., 15) .
Salah kewajiban yang harus dilakukan di dalam agama Islam
adalah sholat, karena sholat merupakan salah satu pilar dalam agama
Islam. Dengan sholat 5 waktu, anak akan terbiasa disiplin dan memiliki
karakter yang baik. Hal ini dikarenakan dalam solat anak akan berlatih
konsentrasi, khusyu, dan bersabar dalam menjalankannya. Sholat
sendiri haruslah dilatih sejak anak usia dini, sehingga dewasa kelak akan
menjadi kebutuhan yang tidak pernah ditinggalkan. Pendidikan anak
usia dini merupakan pendidikan yang paling penting dalam fase
kehidupan. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan para pakar
anak usia dini, bahwa usia dini adalah usia emas atau the golden age.
Pada usia ini, anak harus diberi stimulus secara kontinu. Terutama pada
sensor panca indra anak yang berfungsi menangkap rangsang.
Dengan demikian, perkembangan anak akan berkembang secara optimal.
Pada fase ini sangat cocok untuk orangtua atau pun pendidik
mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki anak. Potensi-potensi
ini dapat berkembang apabila seluruh kegiatan anak mendapatkan arahan
dan bimbingan dari orangtua atau pun guru.
Mendidik dan mengarahkan anak bisa dilakukan dengan banyak
cara, bisa melalui pemberian keteladanan, pembiasaan, atau pun
pengajaran secara langsung. Melihat banyak fenomena atau tren masa
sekarang bahwa banyak anak yang nakal, melawan pada orangtua,
bahkan ada anak yang membunuh orangtuanya. Hal ini tidak lain
dikarenakan pendidikan sejak usia dini. Pendidikan pada usia dini
inilah yang memberikan banyak sumbangsih pada perkembangan anak
ketika dewasa nantinya.
Beberapa cara dilakukan baik oleh orangtua, lingkungan masyarakat,
mau pun lembaga pendidikan baik formal mau pun non formal, agar anak-
anak di lingkungannya menjadi generasi baik. Salah satunya di
lembaga pendidikan anak usia dini yang mengajarkan tentang nilai-
nilai karakter dan pengetahuan pada anak usia dini. Dari sinilah, anak
mendapatkan pendidikan. Pada artikel ini akan dipaparkan mengenai
implementasi perintah sholat pada anak berdasarkan Hadis Nabi SAW.
Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata:
Rosululloh SAW Bersabda “Perintahkanlah anak-anak kalian yang
sudah berumur tujuh tahun. Dan pukulah mereka karena
meninggalkannya ketika telah berumur 10 tahun. Serta pisahkanlah
mereka dalam tempat tidur mereka. (Hadis hasan. Diriwayatkan oleh Abu
Dawud dengan sanad yang Hasan)

Hadis ini Shahih lighairihi, diriwayatkan oleh Abu Dawud (495),


Ahmad (II/180 dan 187), al-Hakim (I/197), dan lain-lain melalui jalan
Siwar bin Dawud al-Muzani, dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari
kakeknya. Kemudian dia menyebutkannya secara marfu’(Syarah
Riyadhush Shalihin Jilid 1 2004, 673–74). Isi kandungan hadis dalam
(Syarah Riyadhush Shalihin Jilid 1 2004, 675) adalah sebagai berikut:
Ibadah amaliyah dalam Islam yang pertama kali diajarkan kepada anak
setelah tauhid adalah sholat. Para orangtua harus membiasakan anak-
anaknya untuk mengajarkan sholat serta mengajarkannya hukum-hukum
dan etikanya, sebagaimana dinukil oleh al-Baghawi dalam kitab
Syarbus Sunnah (II/407), dari asy-Syafi’i: “Para orangtua, baik bapak
maupun ibu, harus mendidik mereka serta mengajarkannya thaharoh dan
sholat kepada anak-anak mereka, dan memukul mereka karena tidak
melakukan hal itu jika mereka sudah dewasa. Anak laki-laki yang sudah
bermimpi basah atau anak perempuan yang sudah haid atau genap berusia
15 tahun, maka mereka ini sudah harus mengerjakannya”.
Pukulan merupakan salah satu cara mendidik, khususnya jika
pukulan itu mendatangkan manfaat atau mencegah yang tidak baik yang
dilakukan setelah diberi nasehat dan bimbingan. Tetapi pukulan itu harus
mendidik dan tidak boleh melukai, dan hendaknya hindari pukulan di
wajah. Dalam kitab Syarbus Sunnah (II/407), al-Baghawi mengatakan:
“di dalam hadis tersebut terdapat dalil yang menunjukkan bahwa
sholat anak-anak setelah dia mengerti adalah sah”. Perintah sholat
pada anak ini juga dijelaskan dalam hadis lain, yaitu sebagai berikut:
Dari Abu Tsurayyah Sabrah bin Ma’bad Al Jauhani, ia berkata,
Rosululloh SAW
Bersabda: “Ajarilah anak-anak sholat ketika sudah berumur tujuh
tahun dan pukullah mereka karena meninggalkan sholat jika mereka
sudah berumur sepuluh tahun” (hadis hasan yang diriwayatkan Abu
Dawud dan at-Tirmidzi, dia mengatakan: Hadis ini Hasan)

a. Fase anak usia (0-7 tahun)


Fase anak usia dini (0-7 Tahun) merupakan fase yang sangat
menentukan pada fase-fase perkembangan anak di usia berikutnya
terutama dalam pembelajaran sholat. Pada fase ini pengenalan solat
kepada anak haruslah dikenalkan dan lakukan pembiasaan kepada anak.
Pada fase ini disebut sebagai fase anak usia dini. Pada fase ini juga
pendidikan sangatlah penting untuk dikembangkan. Dengan demikian,
perkembangan anak-anak berlangsung secara optimal.
Hal-hal yang perlu dikenalkan mengenai shalat kepada anak dimulai
dari adanya ibadah shalat dalam Islam, nama-nama shalat, waktu
shalat, bilangan rakaat shalat, tempat shalat, dan tata cara shalat.
Pengenalan ini adalah upaya membentuk kesiapan anak sehingga ketika
dia mencapai usia 7 tahun dan mulai diperintah shalat, anak sudah
memiliki kesiapan secara mental dan emosional. Perintah shalat pada
fase ini bukan lagi sebatas doktrinasi yang otoriter, namun
penyadaran akan motivasi yang telah dibangun selama 5 – 6 tahun
lamanya. Namun demikian, yang terpenting harus dikenalkan sejak
dini kepada anak pada fase ini adalah jawaban dari mengapa harus shalat
dan untuk siapa solat itu?(Rangga Wijaya t.t.)

b. Fase 7-10 Tahun


Usia 7-10 tahun, anak berada dalam masa transisi dan menunjukkan
sebagian ciri-ciri dari tahap pertama perkembangan moral dan sebagian
ciri dari tahap kedua yaitu moralitas otonom. Anak mulai sadar bahwa
peraturan dan hukum dibuat oleh manusia, dan ketika menilai sebuah
perbuatan, anak akan mempertimbangkan niat dan konsekuensinya.
Moralitas akan muncul dengan adanya kerjasama atau hubungan
timbal balik antara anak dengan lingkungan dimana anak berada. Pada
masa ini anak percaya bahwa ketika mereka melakukan pelanggaran,
maka otomatis akan mendapatkan hukumannya. Hal ini seringkali
membuat anak merasa khawatir dan takut berbuat salah (Khusnul
Khasanah t.t.) Namun, ketika anak mulai berpikir secara heteronom,
anak mulai menyadari bahwa hukuman terjadi apabila ada bukti
dalam melakukan pelanggaran. Piaget yakin bahwa dengan semakin
berkembang cara berpikir anak, anak akan semakin memahami tentang
persoalan-persoalan sosial dan bentuk kerjasama yang ada di dalam
lingkungan masyarakat.

c. Fase 10 Tahun Keatas


Fase ini seringkali dinamakan sebagai fase pasca konvensional, dimana
pada fase ini anak mulai mengenal tindakan-tindakan moral alternatif,
menjajaki pilihan-pilihan dan kemudian anak memutuskan satu kode
moral pribadi. Dalam hal ini, anak diharapkan sudah membentuk
keyakinan sendiri, bisa menerima orang lain memiliki keyakinan yang
berbeda dan tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain (Mansur 2005, 46–
47).

Metode Pengajaran Sholat Pada Anak Usia Dini


Menurut Athiyah al-abrasyi metode adalah jalan yang kita ikuti
agar memberi faham kepada murid-murid dalam segala mata
pelajaran. Menurut abd. Rahim Ghunaimah metode adalah cara-cara
praktis yang menjalankan tujuan-tujuan dan maksud-maksud
pengajaran. (Omar Muhammad al Toumy al syibany 1975, 551). Dari
beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa metode mengajar
dapat diartikan sebagai jalan seorang guru untuk memberi pemahaman
kepada murid-muridnya dan merubah tingkah lakunya sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai.
Dalam menggunaan metode tidaklah ada batasannya, yang
terpenting adalah bagaimana pengajaran dapat terlaksana dengan memberi
pemahaman kepada murid dan tercapainya tujuan pembelajaran. Menurut
penulis, dalam pengajaran sholat pada anak usia dini berdasarkan tingkat
perkembangannya, ada beberapa metode yang dapat dilakukan, di
antaranya adalah sebagai berikut:
1. Keteladanan
Salah satu sifat dari anak usia dini adalah suka meniru. Dalam hal
ini meniru apa yang dilihatnya (Zein 1995, 224). Sifat meniru pada
anak ini dapat kita optimalkan dengan cara memberikan teladan kepada
anak. Anak suka meniru apa yang ia lihat, maka sebagai pengajar atau
orangtua yang hendak mengajarkan sholat pada anak hendaknya
mengajak dan memberikan contoh kepada anak. Seperti mengajak anak ke
masjid ketika sholat, dapat kita lakukan dengan mudah setiap hari. Dengan
metode keteladanan ini, anak secara tidak langsung akan melihat orangtua
melakukan sholat secara rutin dan akan tertanam dalam memori anak. Dari
sinilah akan muncul kesadaran melalui keteladanan bahwa sholat
merupakan suatu kebutuhan yangharus dilaksanakan secara rutin. Terlebih
lagi jika keteladanan ini diiringi dengan ajakan orangtua kepada anak
untuk melakukannya bersama mereka.
2. Pembiasaan
Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan untuk melatih anak
sholat adalah melalui pembiasaan pada anak. Adapun perbuatan-
perbuatan yang dapat diajarkan kepada anak melalui pembiasaan adalah
dengan membiasakan anak untuk sholat lima waktu dan sholat sunah
yang lain, serta membiasakan anak agar selalu dalam lingkungan yang
baik. Pembiasaan yang dilakukan kepada anak secara terus-menerus
secara tidak langsung akan menanamkan kebiasaan. Ketika anak tidak
melaksanakan kebiasaannya, maka akan timbul rasa kekurangan bahkan
kehilangan kegiatan yang biasanya anak lakukan. Dengan demikian,
sholat akan menjadi kebiasaan yang dilakukan anak secara terus-
menerus.
3. Nasihat
Di dalam jiwa manusia terdapat pembawaan untuk terpengaruh
oleh kata-kata yang didengarnya (Qutb 1984, 334). Nasihat ini bisa
dilakukan atau diterapkan kepada anak usia dini. Sesuai dengan
karakteristik anak usia dini, nasehat bisa dilakukan dengan
menggunakan cerita-cerita, dongeng-dongeng, atau pun dengan
memberikan nasihat secara langsung kepada anak.
4. Perhatian dan Pemantauan
Perhatian dan pemantauan kepada anak merupakan salah satu
pondasi pendidikan yang paling utama. Seorang anak senantiasa menjadi
fokus perhatian dan pemantauan, dengan cara mengikuti semua kegiatan
atau aktivitas anak. Begitupun dengan sholat, orangtua harus memberikan
perhatian penuh terhadapat proses pendidikan sholat anak sekaligus
memantau kegiatan sholatnya. Metode perhatian ini juga biisa berupa
pujian dan penghargaan (Jauhari Mukhtar 2005, 21). Dengan
demikian, orangtua dapat memberikan pujian dan penghargaan kepada
anak ketika melaksanakan sholat lima waktu, baik berupa kata-kata
pujian atau pun dengan memberikan hadiah kepada anak. Dari sinilah,
anak merasa diperhatikan dan dihargai usaha belajarnya menjalankan
sholat.
5. Hukuman
Bila teladan dan nasehat tidak mampu mendidik anak untuk sholat,
maka tindakan tegas harus dilakukan pada saat itu juga sehingga anak
akan melaksanakan kewajibannya dan menjadikan kebiasaan dimasa yang
akan datang. Tindakan tegas ini bisa dilakukan dengan hukuman.
Hukuman merupakan salah satu cara syariatkan dan termasuk juga salah
sat cara yang berhasil, yang sesekali perlu dilakukan di dalam proses
pendidikan (al-Hasan 1997, 51).

2. Anak Dan Masjid


Boleh-boleh saja membawa balita ke masjid asal sudah
memastikan dulu beberapa hal berikut :
1. Usia Dini
Memang tak ada syarat masuk masjid anak harus usia sekian, tapi
Islam sudah memberikan tatanan nya, anak diberikan hukuman bila
tidak melaksanakan shalat disaat usia 7 tahun. So usia balita masih
jauh dari pemahaman bahwa di dalam masjid tidak boleh ribut, bahwa
masjid adalah rumah ibadah. Anak masih berusia 2 dan 4 tahun bagi
mereka apapun iming-iming atau ancaman yang aku buat tampaknya
tidak berpengaruh. Karenanya ajak anak ke mesjid ketika dia berusia
lewat dari 5 tahun.
2. Komunikasi
Terkadang meski anak masih usia balita, selalu ada anak yang
paham komunikasi dua arah, ada anak yang bisa paham bahwa orang
tuanya marah bila dia melakukan hal yang tak disenanginya, bisa jadi
boleh kita ajak. Karena selalu ada kok anak yang baik budi untuk
duduk tenang selama orang tuanya shalat.
3. Mengenalkan Masjid bisa kapan saja
Saat momen Ramadan, kita mempunyai keinginan untuk
melakukan shalat berjamaah sebab pahala yang berlipat ganda. Tapi
jangan egois, meski suara gaduh anak-anak ada yang meyakini tidak
merusak shalat kita namun yakinlah ada ketidaknyamanan dihati
jamaah lain, mereka hanya bertoleransi saja. Kenalkan masjid kepada
anak di waktu shalat lainnya misalnya di waktu zuhur dan ashar
membawa anak ke masjid, karena biasanya isi mesjid sepi, sehingga
diharapkan bila mereka gaduh maka yang terganggu hanya sedikit.
Kita juga dapat menjelaskan bahwa masjid adalah rumah ibadah,
kita wajib mencintainya dengan cara yang baik. Boleh ke mesjid tapi
bukan untuk bermain, tapi kalau mau ikut harus sholat bukan bermain.
Semoga semakin sering nasehat ini mereka dengar semakin mereka
sadar bahwa masjid adalah rumah ibadah.
4. Orang Dewasa dan Berakal
Rasul pernah bilang bahwa orang yang berada dibelakangnya
ketika shalat adalah orang dewasa dan berakal. Artinya selama masih
anak-anak maka ketika mereka membuat gaduh itu bukan masalah,
tapi meski tak masalah, apakah kita boleh membuat orang lain menjadi
tak nyaman.
5. Carilah Masjid yang Ramah Anak
Nyatanya ada masjid-masjid yang peduli terhadap usaha kita untuk
mengajarkan anak-anak cinta masjid, masjid seperti ini biasanya
memiliki remaja masjid yang mau mengurus anak-anak. Jadi ada
masjid yang memisahkan wilayah sholat anak dan orang tua.

3. Puasa
Setiap anak dikaruniai kemampuan jasmani maupun rohani yang
berbeda. Oleh sebab itu, orang tua hendaklah mampu menyadari
seberapa siapkah anak mereka untuk dilatih berpuasa. Tidak menutup
kemungkinan seorang anak berusia 3 tahun sudah mampu menahan lapar
dan dahaga sejak terbit fajar hingga matahari terbenam. Sebaliknya,
boleh jadi ada anak berusia 6 tahun yang hanya mampu berpuasa
“beduk” (latihan berpuasa sampai waktu zuhur). Sepatutnya orang tua
menanamkan kepada anak tentang rasa cinta terhadap ibadah kepada
Allah.
a. Sahur bergizi, iftar bernutrisi
Tak perlu takut anak kekurangan gizi gara-gara berpuasa sehari
penuh. Yang harus dilakukan adalah menyediakan menu sahur yang
bergizi serta iftar yang bernutrisi. Jangan asal enak tapi tak sehat. Jangan
pula asal kenyang tapi miskin kandungan gizi. Seimbangkan menu sahur
dan buka puasanya: nasi dan lauk pauk (sayur, ikan, tempe, tahu, ayam,
atau daging), susu, kurma, serta pilihan makanan dan minuman sehat-
bernutrisi lainnya. Insyaallah raga anak tak ‘kan sengsara. Bahkan bisa
saja badannya malah jadi lebih bugar karena waktu makannya yang lebih
teratur (sahur dan iftar). Apalagi bila ditambahkan dengan camilan sehat
secukupnya pada malam hari, seperti buah atau bubur kacang hijau.
b. Latih secara bertahap
Berpuasa memerlukan kesiapan fisik dan mental. Jika ingin
melatih anak kecil berpuasa, lakukan secara bertahap:

1. Jika orang tua berpuasa senin dan kamis, anak bisa diajak serta.
2. Uji coba dengan puasa ”beduk”. Jika anak masih kuat, lanjutkan
puasanya hingga penuh sehari.
3. Lebih kerap memberi kalimat motivasi, ”Enak ya puasa.” ”Allah
sayang orang Islam yang rajin puasa.” ”Kita puasa supaya dapat
banyak pahala. Kalau pahala tambah banyak, insyaAllah kita bisa
masuk surga. Di surga itu enak, banyak teman yang baik-baik.”
4. Sajikan hidangan kegemaran anak sebagai menu berbuka untuknya.
Ketika menyiapkan hidangan tersebut, sampaikan kepadanya,
”Insyaallah kita makan ini kalau berbuka puasa nanti.”
5. Ketika berbuka, motivasi anak dengan nikmatnya berbuka setelah
berjuang berpuasa sehari penuh, ”Alhamdulillah, enak ya kita bisa
buka puasa. Masyaallah, anak Ummi hebat! Kapan-kapan
insyaallah kita puasa lagi ya.”
c. Rajin puasa, mesti rajin shalat juga
Masa melatih anak berpuasa sekaligus bisa jadi kesempatan emas
untuk melatihnya disiplin shalat fardhu lima waktu. Jelaskan kepada
anak bahwa percuma saja orang berpuasa bila tak shalat. Meski anak
kecil memang belum mukallaf, tapi akan sangat baik bila sejak belia
mereka telah paham tentang bertapa pentingnya shalat dalam Islam.
Selain shalat, anak juga bisa diperkenalkan dengan berbagai amal shalih
yang lain, seperti membaca Al-Quran dan banyak berzikir serta
beristigfar.
d. Hadiah di balik kertas kado
Tiba saatnya Anda tunjukkan kebahagiaan Anda atas
keberhasilannya berpuasa. Bentuknya bisa berupa ucapan,
“Alhamdulillah. Hari ini anak Ummi bisa berpuasa sehari penuh.
Ummi bahagia.” Bisa pula berupa hadiah yang dibungkus manis dengan
kertas kado. Boleh juga bila hadiah itu berbentuk rekreasi ke pantai, ke
taman bermain, atau ke kebun binatang.
e. Sudah terbukti
Para Pembaca yang kami hormati, tulisan ini disajikan tentunya
berlatar bukti yang sudah terjadi. Alhamdulillah – atas pertolongan Allah
– ternyata ada anak-anak kaum muslimin yang berhasil berpuasa pada
usia 3 tahun, bahkan ada pula yang lebih muda dari itu. Yang membuat
kita lebih bersyukur lagi, puasa hamba-hamba Allah yang masih sangat
belia ini ternyata berlangsung sejak fajar terbit sampai tenggelamnya
mentari. Ini berlangsung selama berhari-hari, baik pada bulan Sya’ban,
sebulan penuh Ramadhan, bahkan enam hari pada bulan Syawal.

4. Haji
Pendidikan anak usia dini merupakan suatu upaya pembinaan yang di
tujukan kepada anak anak sejak lahir sampai dengan usia 6
tahun.dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, agar anak
memiliki kesiapan dengan memasuki pendididkan lebih lanjut (sisdiknas 1
:14). Salah satu kompetensi yang harus dimiliki anak usia dini adalah
terbiasa melakukan gerakan ibadah seperti peragaan manasik haji Tujuan
kegiatan peragaan manasik haji ini adalah untuk menanamkan sikap
religius terhadap anak usia dini, sekaligus mengenalkan rukun islam yang
ke lima yakni menjalankan  ibadah haji , menurut Ketua pelaksana
Manasik haji adalah pelaksanaan peragaan ibadah haji sesuai dengan
yukun , rukunnya selain itu para calon haji haji cilik ini juga akan belajar
bagaimana cara tawaf, wukup, lempar jumroh,dan prosesi ibadah lainnya
dengan kondisi yang di buat mirif dengan keadaan di tanah suci. Kegiatan
kegiatan yang dilakukan saat usia dini anak-anak di rentang usia taman
kanak-kanak 3 sampai 6 tahun termasuk usia emas di saat kecil
sepert inilah ibarat mengukir diatas batu, sesuatu yang akan membekas
kedalam memori mereka hingga dewasa kelak. Para orang tua murid yang
hadir dalam peragaan  mereka sangat antusias dan bangga menyaksikan
putra putri kecilnya yang lucu dan menggemaskan ini dibiasakan
berpakaian ihram sedang bagi yang wanita mengenakan baju gamis/
kurung berwarna putih lengkap dengan krudung putih.

5. Zakat
Keberhasilan gerakan zakat tidak lepas dari peran keluarga. Keluarga
yang memahami, sadar, dan mengeluarkan zakat menjadi pilar utama
kesuksesan zakat.Edukasi zakat berujung pada kesadaran individu muslim
yang ada dalam keluarga untuk berzakat. Keluarga yang sudah sadar zakat
berarti keluarga yang sudah mampu membuang sifat kikir dan ego pribadi
dalam jiwanya. Keluarga tersebut sudah memahami visi dan misi sosial
Islam yang ingin membangun peradaban Islam berbasis nilai-nilai
persaudaraan, kekeluargaan, dan kebersamaan. Menurut KH Muhammad
Aniq Muhammadun (2016), zakat berbeda dengan haji.Zakat murni lahir
dari kepedulian seseorang kepada orang lain yang membutuhkan dengan
kekayaan yang dimiliki. Oleh sebab itu, gerakan sadar zakat harus dimulai
sejak dini, dari anak-anak yang ada dalam keluarga. Semua orangtua
bertanggung jawab menjaga seluruh anggota keluarganya dari siksa api
neraka. Nabi menyuruh orangtua memerintahkan anaknya melakukan
shalat pada usia tujuh tahun dan memberikan sanksi yang tegas ketika
pada usia sepuluh tahun bila anaknya meninggalkan shalat. Hal ini
bertujuan untuk melatih dan membudayakan shalat sejak dini. Zakat status
hukumnya disamakan dengan shalat karena keduanya sama-sama berstatus
hukum wajib. Dalam kaidah agama ada keterangan maa adda ila al-wajibi
wajibun (segala sesuatu yang mendorong terlaksananya kewajiban,
hukumnya wajib).
Jika zakat hukumnya wajib, maka segala hal yang mendorong realisasi
zakat hukumnya wajib, seperti pendidikan zakat pada anak sejak usia dini.
Dalam konteks pendidikan zakat sejak dini pada anak, ada beberapa
langkah yang dilakukan: Pertama, dalam wilayah pengetahuan, anak
diberikan ilmu dan pemahaman tentang sejarah, hikmah, dan tujuan zakat
dalam Islam. Anak harus mengetahui bahwa esensi zakat adalah
mengokohkan persaudaraan dan kebersamaan dalam menjalani kehidupan.
Kedua, dalam wilayah perilaku, orang tua mendidik anaknya bersedekah
kepada orang lain. Sewaktu ada orang yang meminta di rumah atau di
jalan, orang tua menyuruh anaknya untuk memberikan uang, meskipun
tidak banyak, sebagai wujud kepedulian kepada orang lain yang
membutuhkan.
Ketiga, dalam wilayah keterampilan, orang tua melibatkan anak dalam
kegiatan pembagian zakat dan sedekah. Di masyarakat, menjelang Lebaran
sudah terbiasa dengan pembagian zakat fitrah kepada orang fakir-miskin.
Dalam konteks ini, anak dilibatkan dalam kepanitian zakat, khususnya
divisi distribusi.
Tiga langkah di atas seyogianya dilakukan secara simultan, sehingga
lahir pemahaman, kesadaran, dan kepekaan sosial yang tinggi pada diri
anak. Ke depan, kita membutuhkan lahirnya anak-anak yang siap menjadi
amil zakat yang gigih dan ulet menegakkan zakat dari wilayahnya masing-
masing. Pendidikan zakat sejak dini ini akan mempercepat lahirnya amil
zakat yang mempunyai panggilan nurani dan kepekaan sosial yang tinggi
dalam menegakkan zakat. 
C. Pembinaan Kemasyarakatan
Sejatinya manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Sehingga mendidik
anak tidak hanya membangun interaksi hablum minnallah saja, namun harus
membangun juga interaksi dengan masyarakat (hablum minannas). Demikian
agar anak terhindar dari sifat memikirkan diri sendiri karena anak akan
tumbuh menjadi dewasa di lingkungan masyarakat luas.
1. Mengajak Anak Menghadiri Majelis Kaum Dewasa

Bagi Umar bin Khattab dan sahabat-sahabat lainnya, anak perlu


dibangun kematangan berfikir dan bergaul. Karenanya ia tidak segan-
segan untuk mengajak anaknya yang masih kecil untuk menghadiri majelis
yang dihadiri oleh orang dewasa dan orang tua.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Ibnu
Umar yang masih begitu muda bercerita bahwa ia suka diajak ayahnya,
Umar bin Khattab ke majelis Rasulullah SAW, beliau berceramah dengan
mengatakan: "Tahukah kalian tentang sebuah pohon yang
perumpamaannya adalah seperti orang muslim yang memberikan buah
setiap saat dengan izin Rabbnya dan daun-daunnya tidak melukai?"
Mendengar hal itu, terbesit dalam benakku bahwa pohon yang
dimaksud adalah pohon kurma. Namun aku tidak ingin berbicara. Ketika
Abu Bakar dan Umar tidak juga memberi jawaban, maka Nabi bersabda:
"Jawabannya adalah pohon kurma".
Ketika aku telah keluar bersama ayahku, aku katakan: "Wahai ayah,
telah terpikir olehku bahwa jawabannya adalah pohon kurma".
Ayah (Umar) berkata: "Apa yang menghalangimu untuk
mengatakannya? Andaikan engkau mau mengatakannya, maka itu lebih
aku sukai daripada ini dan itu".
Aku menjawab: "Tidak ada yang menghalangiku kecuali karena aku
melihat ayah dan maupun Abu Bakar tidak juga bicara sehingga akupun
enggan untuk berbicara, aku paling kecil sehingga aku memilih diam".
Dari cerita diatas, dapat kita simpulkan atau kita ambil pelajarannya
adalah:
Amat penting bagi kita orang tua untuk mengajak anak-anak kita ke
majelis ilmu atau majelis pengajian, yang dihadiri orang dewasa sekalipun
untuk kematangan berpikir dan bergaul.
Kita sebagai orang tua harus mendorong anaknya untuk berani
berbicara, mengutarakan pendapat yang benar meskipun pada majelis
orang dewasa.
2. Menyuruh Anak Melaksanakan Tugas Rumah.

Membersihkan rumah adalah tanggung jawab seluruh anggota


keluarga, tak terkecuali anak-anak. Ada beberapa alasan mengapa penting
untuk mengajak mereka membersihkan rumah sejak dini.
Jika anak-anak tidak belajar mencuci piring, itu berarti orang lain
melakukan hal tersebut untuk mereka. Mengajak mereka mau
membersihkan rumah sejak dini akan membuat anak-anak sadar bahwa
pekerjaan harus dilakukan dan bahwa setiap orang harus berkontribusi
untuk menghasilkan sesuatu yang baik.
Tak hanya itu, anak-anak yang tumbuh dengan melakukan tugas akan
menjadi karyawan yang lebih baik yang memiliki keterampilan untuk
berkolaborasi dengan rekan kerja, akan lebih berempati terhadap orang
lain dan dapat melakukan tugas secara mandiri. Namun terkadang,
meminta anak melakukan tugas rumah bisa menjadi masalah tersendiri
bagi sebagian orang tua.
Bagi kebanyakan anak, mengerjakan pekerjaan rumah tangga biasanya
jadi hal yang membosankan. Di usianya yang masih senang bermain, anak
biasanya lebih memilih bermain video game dibanding melakukan
pekerjaan rumah, seperti menyapu atau membersihkan tempat tidur.
Agar anak rajin melakukan pekerjaan rumah tangga, berikut cara-
cara yang bisa orang tua lakukan:
1. mulai dari hal kecil

Bagi anak-anak, membersihkan rumah adalah hal yang sulit.


Membuat berantakan tentu lebih mudah dari pada membersihkan.
Karenanya, mulailah dari hal kecil seperti meminta mereka untuk
merapikan barang-barang mereka sendiri setelah bermain atau tempat tidur
setelah mereka bangun.
2. Berikan Arahan dan Alasan

Inisiatif mereka tentunya masih harus banyak kita bantu. Jangan


hanya menyuruh. Tetapi, tunjukkan juga bagaimana cara melakukannya.
Tak hanya itu, Moms juga harus siap dengan sejumlah alasan mengapa
penting untuk menjaga kebersihkan rumah.
3. Bekerja sebagai tim
Jangan hanya menyuruh anak melakukan tugasnya, tapi Anda tak
memberikan contoh dalam mengerjakan tugas rumah tangga. Hal tersebut
justru bisa memancing konflik baru antara ibu dan anak.
4. Bermain sambil bekerja

Jadikan waktu memasak bersama anak menjadi tempat


bermainnya. Anda bisa pura-pura menunjuk anak sebagai koki. Bermain
peran bisa membuat anak lebih semangat membantu pekerjaan rumah,
Moms.
5. Berikan penghargaan pada anak

Setelah selesai melakukan tugasnya, buatlah anak merasa senang.


Atas pencapaiannya itu, Anda bisa memberi si kecil penghargaan.
Penghargaan yang diberikan kepada anak tidak harus berbentuk
hadiah. Anda bisa mengucapkan terima kasih kepadanya dan menunjukkan
rasa kasih sayang, seperti memberikannya pelukan atau ciuman. Dengan
begitu, anak akan merasa termotivasi dan merasa bermanfaat untuk orang
lain.
3. Membiasakan Anak Mengucapkan Salam

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa salam adalah merupakan sapaan


yang diajarkan didalam agama kita. Salam memiliki keistimewaan yang
tidak dimiliki ucapan sapaan-sapaan yang lainnya. Ucapan salam didalam
agama kita yaitu assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wa
barakaatuh merupakan ucapan yang terbaik dan istimewa. Sampai-sampai
orang Yahudi yang merupakan bangsa yang memiliki sifat dengki
berlebih, tidak ada yang paling mereka iri dari umat Islam melebihi ucapan
salam. Karena begitu istimewanya ucapan salam dalam agama kita.
Maka salah satu tugas orang tua adalah membiasakan anak dengan
kalimat sapaan ini. Bagaimana dia harus memulai pembicaraan dengan
orang lain, bagaimana ketika dia masuk rumah, bagaimana ketika dia
memasuki ketika ruangan, bagaimana ketika dia menghadiri suatu majelis,
bagaimana ketika dia bertemu dengan orang lain, ini yang harus kita
biasakan. Dan perlu kita berikan contoh yang nyata dalam kehidupan
keseharian kita. Itulah tugas utama orang tua.
Ketika orang tua masuk rumah, dia harus memberikan contoh yang
baik dengan mengucapkan salam. Jangan sampai orang tua memerintahkan
anaknya untuk mengucapkan salam sedangkan dia sendiri tidak
mengucapkan salam. Ketika bertemu dengan orang lain atau dengan orang
tua, dengan kakak, dengan adik atau saudara-saudara yang lain, biasakan
anak kita untuk mengawali pertemuan itu dengan ucapan salam.
Termasuk etika yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, orang yang berjalan mengucapkan salam kepada orang yang
duduk, orang yang naik kendaraan mengucapkan salam kepada yang
sedang berjalan, orang yang lebih sedikit mengucapkan salam kepada yang
lebih banyak. Ini semua perlu kita tularkan. Perlu kita ajarkan kepada anak
kita sejak dini. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ِ ِ‫ صلى هللا عليه وسلم لِيُ َسلِّ ْم اَلص َِّغي ُر َعلَى اَ ْل َكب‬ ِ ‫ال] َرسُو ُل هَّللَا‬
,‫ير‬ َ َ‫ [ق‬:‫ قَا َل‬ ‫رضي هللا عنه‬ َ‫َوع َْن َأبِي ه َُر ْي َرة‬
ِ ِ‫ َو ْالقَلِي ُل َعلَى اَ ْل َكث‬,‫ َو ْال َمارُّ َعلَى اَ ْلقَا ِع ِد‬.
ٌ َ‫ ُمتَّف‬ ‫ير‬
‫ق َعلَيْه‬
‫ – َوالرَّا ِكبُ َعلَى اَ ْل َما ِشي‬:‫َوفِي ِر َوايَ ٍة لِ ُم ْسلِ ٍم‬
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaklah yang kecil
memberi salam pada yang lebih tua, hendaklah yang berjalan memberi
salam pada yang sedang duduk, hendaklah yang sedikit memberi salam
pada yang banyak.” (Muttafaqun ‘alaih). Dalam riwayat Muslim
disebutkan, “Dan orang yang berkendaraan memberi salam kepada yang
berjalan.”
Ketika kita lewat di depan rumah orang lain, jangan hanya sekedar
menyapa dengan ucapan kulonuwun atau punten atau monggo, alangkah
baiknya kita tambahkan ucapkan assalaamu ‘alaikum. Hal ini akan
menumbuhkan kecintaan dan kasih sayang diantara sesama warga muslim.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫َي ٍء ِإ َذا فَ َع ْلتُ ُموْ هُ ت ََحابَ ْبتُ ْم ؟ َأ ْف ُشوْ ا ال َّساَل َم بَ ْينَ ُك ْم‬
ْ ‫ َأ َواَل َأ ُدلُّ ُك ْم َعلَى ش‬، ‫ َواَل تُْؤ ِمنُوْ ا َحتَّى ت ََحابُّوْ ا‬، ‫اَل تَ ْد ُخلُوْ نَ ْال َجنَّةَ َحتَّى تُْؤ ِمنُوْ ا‬
“Tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak
beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan
sesuatu yang jika kalian kerjakan maka kalian akan saling mencintai ?
Sebarkanlah salam di antara kalian” (HR. Muslim)
4. Menjenguk Anak Yang Sakit

Menjenguk orang sakit adalah salah satu aktivitas yang bermanfaat,


baik bagi Urban Mama sebagai orangtua maupun anak-anak. Bagi anak,
nilai moral yang paling utama adalah menanamkan rasa belas kasih kepada
si sakit dan agar anak dapat mengambil hikmah bahwa kondisi badan sehat
patut disyukuri karena sehat itu mahal harganya.
Bagi yang sakit, tentunya kunjungan dapat membangkitkan semangat
untuk sembuh karena merasa terhibur dengan kehadiran orang-orang
terdekat.
Dari begitu banyak adab dalam Al-Qur’an dan juga as-Sunnah, ada
satu adab yang mulia dan menjadi hal orang muslim yang satu dengan
yang lainnya dan ini bisa menghasilkan pahala. Menjenguk orang sakit
adalah hal untuk kita orang muslim yang sudah seharusnya dijalankan
kepada umat muslim lainnya.
ُ‫ ِإ َذا لَقِ ْيتَه‬:‫ال‬ ٌّ ‫ق ْال ُم ْسلِ ِم َعلَى ْال ُم ْسلِ ِم ِس‬
َ َ‫ َما هُ َّن يَا َرسُوْ َل هللاِ؟ ق‬:‫ قِي َْل‬.‫ت‬ ُّ ‫َح‬
َ ‫س فَ َح ِم َد هَّللا‬ َ ‫ص َحكَ فَا ْن‬
َ َ‫ َوِإ َذا َعط‬،ُ‫صحْ لَه‬ َ ‫ َوِإ َذا ا ْستَ ْن‬،ُ‫ َوِإ َذا َدعَاكَ فََأ ِج ْبه‬،‫فَ َسلِّ ْم َعلَ ْي ِه‬
َ ‫ َوِإ َذا َم ِر‬،ُ‫فَ َس ِّم ْته‬
ُ‫ َوِإ َذا َماتَ فَاتَّبِ ْعه‬،ُ‫ض فَ ُع ْده‬
Sahabat bertanya: Apa saja, wahai Rasulullah? Beliau menjawab: “Bila
engkau bertemu dengannya maka ucapkanlah salam, bila ia
mengundangmu maka hadirilah, bila ia meminta nasihat maka nasihatilah,
bila ia bersin dan memuji Allah (mengucap: alhamdulillah) maka jawablah
(dengan mengucapkan: yarhamukallah), bila ia sakit maka jenguklah, dan
bila ia meninggal dunia maka antarkanlah (jenazahnya hingga makam).”
(HR. Muslim, no. 2162)
Ada 10  keutamaan menjenguk orang sakit :
1. Kebun Surga
2. Membuahkan Pahala Dari Allah
3. Memperoleh Doa Dari Malaikat
4. Waktu Tepat Untuk Bersyukur
5. Mengingatkan Pada Akhirat
6. Jaminan Kebaikan Allah
7. Mendapatkan Banyak Rahmat
8. Kelancaran Urusan Dunia
9. Amalan Penduduk Surga
10. Amalan Penduduk Surga

5. Memilih Teman Yang Baik Untuk Anak

Sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah SWT, memang sudah


kodratnya hidup sebagai makhluk sosial. Pengertian makhluk sosial
sendiri ialah suatu makhluk yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan
dari orang lain. Nah dalam kehidupan sehari – hari pastinya anda butuh
yang namanya teman untuk menyambung silaturahmi antar sesama
muslim.
Teman adalah seseorang yang berguna dalam pergaulan. Dan anak
butuh teman dalam aplikasi dari pergaulannya. Dia bisa bergerak kemana
seja dengan teman yang telah menjadi bagian dari hidupnya. Baik untuk
sekadar kenal maupun saling mempengaruhi. Seorang teman dalam
kehidupan seorang anak tempat dia untuk berkembang. Sehingga dalam
perkembangan selama ini, seorang teman bisa menjadi orang tua kedua
tentu setelah orang tua sendiri.
Memilihkan teman kepada anak membuat anak tidak bisa mendapat
kebebasan. Kebebasan dalam memilih teman sebenarnya proses dia
mencari jati dirinya. Teman yang sangat setiapun akan memberikan
pelajaran akan proses ini.
Dalam memilih teman hendaknya memang harus diperhatikan dengan
baik. Karena lingkungan pergaulan yang anda pilih akan menentukan
perkembangan diri anda sendiri tentunya. Lingkungan yang baik akan
menciptakan pribadi baik dan sebaliknya lingkungan yang buruk akan
menciptakan pribadi buruk tentunya.
Berikan kebebasan kepada anak untuk kreatif dalam berteman.
Sehingga dalam lingkungan pertemanan ini membuat anak bisa
berkembang dengan baik. Dan tentu saja mereka akan menjadi lebih baik
untuk berteman dengan semua orang.
Teman yang baik akan membentuk anak kita baik. Dan tentu saja
sebaliknya. Sehingga teman yang baik akan menjadi teman yang utuh dan
teman yang utuh ini yang bisa memberikan pencerahan.

6. Melatih Anak Berdagang

Perhatian Rasulullah dalam membentuk anak dalam hal sosial maupun


ekonomi terlihat jelas dalam bimbingan beliau. Sebab kegiatan berdagang
akan memberikan gerakan sosial kemasyarakatan yang kuat pada anak.
Manfaatnya bagi anak,
1. Anak belajar berinteraksi dengan teman sebaya
2. Membiasakan diri terus berkembang
3. Memanfaatkan waktu untuk hal-hal berguna
 4. Memperoleh kepercayaan diri
 5. Belajar bersusah payah, terbiasa memberi dan menerima serta
memahami kehidupan dengan baik dan benar.
Rasulullah bahkan mendoakan anak kecil agar Allah memberikan
berkah dalam usahanya untuk berdagang. Abu Ya’la dan Tabrani
meriwayatkan dari Amru Bin Hutais bahwa “Rasulullah melewati
Abdullah Bin Ja’far yang ketika itu sedang melakukan transaksi jual beli
dengan anak-anak yang lain. Lalu berdoa, _”Ya Allah, berkahilah
transaksi jual belinya.”_
Anak yang mulia ini adalah anak dari paman Rasulullah. Rasulullah
tidak merasa malu, namun justru mendoakan keberkahan untuknya.

7. Menghadiri Acara Yang Disyariatkan

Hukum menghadiri undangan dalam Islam ada syariatnya. Bisa wajib,


bisa juga tidak. Demikian dikatakan Ustadz Drs.H Najih Ihsan MAg.
“Wajib menghadiri undangan saudara seiman selama sesuai dengan syariat
dan jika tidak sesuai syariat maka undangan tersebut tidak wajib dihadiri,”
ujarnya.
Menyitir hadits Rasulullah SAW, Najih Ihsan menyatakan barang
siapa yang meminta dengan menyebut asma Allah maka berilah. Barang
siapa yang meminta perlindungan dengan menyebut nama Allah maka
Iindungilah.
“Barang siapa yang mengundangmu, maka penuhilah undangannya.
Dan barang siapa yang berbuat baik kepadamu maka balaslah kebaikannya
itu dengan yang sebanding atau yang lebih baik,” ujarnya soal hukum
menghadiri undangan.
Tetapi, sambungnya, jika kamu tidak mendapatkan sesuatu untuk
membalas kebaikannya, maka berdoalah untuknya dengan sungguh-
sungguh sampai kamu merasa bahwa kamu sudah membalas kebaikannya.

8. Bermalam Di Rumah Keluarga Yang Saleh

Mengajak anak-anak untuk menginap atau bermalam di rumah kerabat


atau saudara yang saleh. Dengan hal tersebut, mereka bisa belajar
berinteraksi sosial di luar keluarga inti mereka. Seperti halnya berinteraksi
dengan kakek, nenek, paman, bibi, dan sepupu. Dalam riwayat dari Ibnu
Abbas r.a., Beliau mengajarkan kepada para anak untuk bersemangat
bermalam di rumah kerabatnya yang saleh serta mengambil faedah dari
mereka. Ibnu Abbas r.a. berkata, “Saya bermalam di rumah bibiku,
Maimunah binti Al-Harits, istri Nabi saw.” (HR. Al-Bukhari)

9. Contoh Konkrit Tentang Kehidupan Sosial Rasulullah Dengan Anak

Beliau memperlakukan anak-anaknya dengan kasih sayang yang besar,


dan membimbing mereka menuju akhirat dan mengajak beramal baik. Dan
sangat mencintai mereka.
1. Beliau tersenyum kepada putra-putrinya, merawat, mencintai mereka.
2. Dalam persoalan duniawi sangat terbuka, tetapi jika berhubungan
dengan Allah, beliau sangat serius dan bermartabat.
3. Tidak pernah membiarkan anak-anaknya mengabaikan kewajiban-
kewajiban agama dan menjadi manja.
Beliau menunjukkan kepada putra-putrinya untuk hidup secara
manusiawi.
1. Beliau suka memeluk, mencium, membelai anak- anaknya bahkan
menggendong di punggungnya.
2. Beliau menangis ketika anaknya Ibrahim wafat sambil berkata : “Hati
boleh menangis dan hati boleh sedih, tetapi kita tidak mengatakan apa
pun kecuali apa yang Allah ridhai.”
3. Meluruskan kesalahan putra-putrinya dari usia dini dengan penuh cinta
dan ketegasan.
4. Menghasung putra-putrinya untuk mencapai derajat taqwa yang
tertinggi dengan mengabaikan kesenangan dunia yang mubah.

D. Pembinaan Moral/Pendidikan Akhlak


1. Adab Sopan Santun
a. Menanamkan Adab Kepada Anak
Rasulullah saw. sangat memperhatikan tentang pembentukan
akhlak terhadap anak. Urgensi penanaman nilai-nilai adab sejak kecil
nampak begitu jelas pada didikan Rasulullah saw. Aktivitas
penanaman adab dalam diri anak dan pembiasaan akan menjadikan
tabiat dan perangai dalam kehidupan.
Namun tidak sedikit dari orang tua yang melalaikan pentingnya
adab dan budi pekerti serta menganggapnya sebagai urusan mudah dan
sepele yang tidak memerlukan kesungguhan dan keseriusan.
Penanaman nilai adab adalah hak seorang anak atas orang tuanya, dan
kewajiban orang tua atas anaknya sebagaimana memberi anak makan
dan minum. Orang tua harus memberikan perhatian yang besar
terhadap penanaman nilai-nilai adab kepada anak.
Dari adab yang baik akan menghasilkan pola pikir yang cerdas dan
melahirkan kebiasaan yang baik. Pada diri anak akan terbentuk
perangai dan perilaku terpuji. Sebaliknya, adab yang buruk akan
membuahkan kerusakan pada pola pikir dan menciptakan kebiasaan
buruk. Akan terlahir perangai rendah dan hina serta amalan-amalan
buruk yang berujung pada kemurkaan Allah (Muhammad Ibnu Abdul
Hafidh Suwaid, 2004:266).
Dekadensi adab ini jika dibiarkan akan menggerus roda kehidupan
menuju kehancuran. Anak tidak lagi mau mendengarkan nasihat
orangtua, cenderung memaksakan kehendak, dan ujungnya bertingkah
laku tanpa ada batasan dan aturan.
Tentu hal ini tidak bisa dibiarkan. Oleh karena itu, penanaman
adab menjadi sesuatu yang penting dilakukan, bahkan diajarkan
kepada anak sebelum mereka memasuki usia baligh. Setidaknya ada
enam langkah yang bisa dilakukan orangtua dalam menanamkan adab
kepada anak-anaknya. Diantaranya adalah:
1. Menanamkan akidah. Ini pondasi penting di dalam
membangun kekokohan pribadi anak. Akidah ini juga yang akan
menjadi dasar bagi sang anak dalam menjalani kehidupannya. Akidah
ini ibarat sebuah akar dalam sebatang pohon. Jika akarnya kuat, maka
pohon pun akan tumbuh dengan kokoh, batangnya sehat, rantingnya
kuat daunnya rimbun, buahnya pun manis.
2. Mengenalkan kepribadian dan sosok Rasulullah saw.
Ajarkanlah keteladanan Rasulullah supaya anak mengenal bagaimana
sikap yang harus diteladani. Anak pun akan memiliki standar yang
jelas terkait adab yang harus diikuti.
3. Teladan dari orangtua. Tentu saja poin ini juga menjadi bagian
penting dalam proses pengajaran. Anak bisa mengenal adab yang baik
kalau orangtua tidak mengajarkan. Pengajaran ini bisa berupa nasehat
juga contoh langsung atau keteladanan. Untuk merekatkan nasehat
supaya terwujud dalam kepribadian anak maka teladan adalah unsur
penting.
4. Mengenalkan dan membiasakan mengucapkan kalimat-
kalimat thoyibah. Seperti membiasakan membaca  basmalah sebelum
memulai sesuatu, hamdalah setelah menyelesaikan sesuatu dan
sebagainya. Dengan mengucapkan kalimat Thoyibah maka akan
menjadi rem tersendiri bagi anak agar tidak mengucapkan kata-kata
kotor atau mengumpat.
5. Jauhkan anak dari lingkungan buruk. Lingkungan sekitar
akan sangat berdampak dalam pembiasaan perilaku baik anak. Jika di
rumah kebiasaan baik sudah ditanamkan, tapi di lingkungan justru
mengajarkan sebaliknya, maka anak akan cenderung mengikuti yang
biasa dilakukan teman-temannya. Disini adalah orangtua juga harus
memilihkan teman bagi anak. Dengan siapa dia bergaul dan bersahabat
maka itu akan menentukan kebiasaanya. Jauh-jauh hari Rasulullah
sudah mengingatkan terkait hal ini dalam sabdanya yang mulia
Rasulullah Saw bersabda;
6. Orangtua harus senantiasa selektif dalam milih tayangan
media. Baik media elektronik maupun media sosial. Kontrol dan
pendampingan harus senantiasa dilakukan oleh orangtua. Jangan
pernah membiarkan anak main gadget ataupun nonton TV sendiri
tanpa dikontrol dan tanpa pendampingan.
b. Contoh Kehidupan Salafus Sholeh
Salaf menurut para ulama adalah sahabat, tabi’in (orang-orang
yang mengikuti sahabat) dan tabi’ut tabi’in (orang-orang yang
mengikuti tabi’in). Tiga generasi awal inilah yang disebut
dengan salafush sholih (orang-orang terdahulu yang sholih).
Merekalah tiga generasi utama dan terbaik dari umat ini, sebagaimana
sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam,”Sebaik-baik manusia
adalah generasiku, kemudian generasi sesudahnya kemudian generasi
sesudahnya lagi.”  (HR. Ahmad, Ibnu Abi ’Ashim, Bukhari dan
Tirmidzi).

Para salafus shalih memberikan pengarahan dan bimbingan kepada


anak-anaknya betapa pentingnya adab dan mewariskan nilai-nilai adab
kepada anak. Al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi (2004:187)
mengatakan Salafus shalih merupakan sebaik-baik umat dalam
mengikuti sunnah Rasul, di antara mereka ada yang menjadi panutan,
sebagian lain ada yang kita ambil ilmu dan pelajaran hidupnya dan kita
mengambil dari mereka berbagai cara dan langkah dalam mendidik
anak-anak di atas keimanan kepada Allah swt. dan Rasulullah saw.
serta bagaimana kondisi anak-anak. Maka hal itu yang menjadi acuan
landasan dalam mendidik anak.
Seorang salafus shalih, Abu Zakaria Al-„Anbari (dalam
Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004:267) berkata bahwa 47
ilmu tanpa disertai adab, ibarat api tanpa kayu bakar. Dan adab tanpa
ilmu bagaikan jiwa tanpa jasad. Seseorang yang belajar ilmu tanpa
adab, akan menjadikannya tidak beradab terhadap ilmu-ilmu yang
dipelajarinya.
Berikut ada contoh perilaku salah satu dari salafus soleh yaitu
kisah Bakar Bin Abdullah al-Muzani (w. 106 H) :
Suatu hari, Bakar Bin Abdullah al-Muzani dimaki-maki oleh
seseorang dengan makian yang melampaui batas. Meski begitu, dia
hanya terdiam. Seseorang lalu bertanya kepadanya, “Mengapa engkau
tidak membalas makiannya sebagaimana ia memaki-makimu?” Bakar
menjawab, “Sungguh aku tidak mengetahui ada keburukan pada
dirinya sebagai bahan makian. Lagi pula, sama sekali tidak halal
bagiku melontarkan celaan bohong (mencela tanpa bukti).” (Idah
Mahmudah).

c. Adab Yag Dianjurkan Nabi Untuk Anak


1. Adab Terhadap Orang Tua

Berbakti kepada orang tua dengan bertingkah laku sopan dan


bertutur kata yang lembut. Seorang anak atau murid dilarang
memanggil orang tua atau gurunya dengan namanya secara
langsung. Itu merupakan salah satu sopan santun dan cara
menghormati orang yang lebih tua.
Seperti sebuah riwayat dari kitab Ibnu Sinni dari Abi Hurairah
ra., bahwa Nabi saw. melihat seorang laki-laki bersama dengan
anaknya. Nabi saw. bertanya pada anak tersebut, “Siapakah ini
yang bersamamu?” kemudian ia menjawab, “Ayahku.” Lalu Nabi
saw. bersabda, “Janganlah kamu berjalan di depannya dan jangan
membuatnya memaki kamu. Jangan pula duduk di depannya dan
janganlah memanggil dengan namanya langsung.” (Muhammad
Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004:267)
2. Adab Terhadap Ulama

Adab kepada guru atau ulama tidak jauh berbeda dengan adab
kepada orang tua. Para ulama adalah ahli waris para Nabi maka
hendaklah para pendidik membiasakan anaknya agar menghargai
dan menghormati ulama, bersikap sopan dan rendah hati. Ajarkan
kepada anak-anak untuk tidak berbicara keras dengan, selalu
lembut dan santun kepada ulama (al-Maghribi, 2004:195).
Seorang salafus shalih mengarahkan anaknya untuk beradab
dalam majelis ulama. Anak harus menghormati dan berlaku sopan
santun kepada ulama. Jika sang anak duduk dengan ulama,
hendaknya mendengar dan menyimak secara seksama. Jangan
memotong pembicaraan orang lain. Bertutur kata dengan lembut
dan baik.
3. Adab Menghormati dan Memuliakan

Seorang anak sudah seharusnya menghormati orang yang lebih


tua. Namun menyayangi yang lebih muda sudah menjadi
kewajiban orang tua. Orang yang lebih tua dapat diartikan kedua
orang tua, ulama, atau orang yang dituakan dalam masyarakat. Dari
Imam Ahmad, At-Tirmidzi, dan Al-Hakim, dari Ibnu Umar
diriwayatkan,
“Tidaklah termasuk golonganku orang yang tidak menyayangi
yang lebih muda dan tidak mengenal kemuliaan orang yang lebih
tua.”(Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004:273).
Pentingnya adab menghormati yang lebih tua dan menyayangi
yang muda akan menghasilkan kedamaian dan jalinan kasih sayang
yang semakin erat.
4. Adab Berukhuwah

Dalam berukhuwah mencakup beberapa lingkup, seperti


ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama muslim), berukhuwah
dalam masyarakat, dan berukhuwah dalam keluarga. Adab
berukhuwah yang pertama diajarkan kepada anak adalah
berukhuwah dalam lingkungan keluarga, seperti persaudaraan
antara kakak dan adik. Karena didikan yang pertama kali dimulai
di lingkungan keluarga. Imam AtThabrani (dalam Muhammad
Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004:275) meriwayatkan dari Kulaib
Al-Juhani ra., Rasulullah saw. bersabda, “Saudara tua adalah orang
yang menempati posisi orang tua.”
Sama halnya adab menghormati dan menyayangi, yang lebih
tua menyayangi yang muda dan yang muda menghormati yang
lebih tua. Jika orang tua menanamkan pada anak yang lebih tua
perasaan cinta kasih kepada yang muda, dan menanamkan pada
diri yang muda tentang sifat menghormati dan menghargai yang
tua, maka akan terjalin keluarga yang harmonis karena setiap
individu mengetahui kewajibannya.
5. Adab dengan Tetangga

Tetangga adalah keluarga terdekat, karenanya tetangga


mempunyai hak yang besar dalam syariat Islam. Seorang anak
mempunya adab dan tata krama dengan anak-anak tetangga yang
lain. Nabi saw. benar-benar memperhatikan anak tetangga. Hal ini
karena pergaulannya dengan anak lebih kental dibandingakan
dengan siapa pun. Selalau berbuat baik kepada tetangga adalah
salah satu hal yang perlu ditekankan kepada anak. Ini merupakan
salah satu bentuk kemudahan dan rahmat agama Islam terhadap
tetangga (Jamal Abdurrahman, 2010:194).
Petunjuk atau arahan Rasulullah menekankan kepada orang tua
untuk membiasakan anakanaknya dengan adab tersebut. Ikut
merasakan kedukaan atau kesedihan yang dialami tetangganya,
tidak berperilaku atau bertutur kata yang dapat menyakitinya.
6. Adab Meminta Izin

Adab meminta izin sangatlah penting dalam bermasyarakat dan


berkeluarga. Di dalam Al-Qur‟an telah tercantum tentang adab
meminta izin dan memerintahkan kepada orang tua untuk
mengajarkan adabadab tersebut kepada anak-anaknya.
Anak kecil yang belum mencapai baligh dianjurkan meminta
izin bila memasuki kamar kedua orang tuanya atau yang lainnya
pada tiga waktu aurat. Ketiga waktu tersebut ialah saat menjelang
Subuh, saat waktu Dzuhur, dan sesudah shalat Isya‟ (Jamal
Abdurrahman, 2010:180). Saat seorang anak sudah memasuki usia
baligh, diperintahkan meminta izin setiap saat dan waktu, baik itu
di dalam rumah maupun di tempat lainnya.
7. Adab Makan dan Minum

Begitu Islam menganjurkan kepada para pendidik agar


melakukan pengawasan dengan baik terhadap anak dalam
membiasakan etika dan adab. Pertama kali yang terlihat dari
seorang anak pada umumnya adalah gemar makan. Kebutuhan
jasmani yang diperlukan untuk tumbuh kembang anak. Namun,
dalam makan pun dibutuhkan adab atau tata krama. Ibnu Qayyim
(dalam Jamal Abdurrahman, 2010:127) berkata bahwa salah satu
pendidikan yang buruk pada anak ialah membiarkan mereka
mengambil makanan yang memenuhi wadah serta banyak makan
dan minum.
8. Adab dalam Penampilan Anak
a. Adab Memotong dan Menyisir Rambut

Terdapat hadits yang isinya larangan mencukur sebagian


rambut anak dan menyisakan yang lain. Dalam Bukhari dan
Muslim, Ibnu Umar ra. berkata, “Rasulullah saw. melarang
menjambul (rambut anak”) (jambul) yang dimaksud ada empat
macam, yang pertama, beberapa bagian kepalanya dicukur tidak
merata (tampak bergaris-garis). Kedua, bagian tengahnya dicukur
dan bagian tepinya dibiarkan. Ketiga, bagian tepinya dicukur dan
bagian tengahnya dibiarkan. Dan keempat, bagian depannya
dicukur dan bagian belakangnya dibiarkan.
b. Adab Berpakaian

Dalam adab berpakaian, tentang larangan anak laki-laki


memakai pakaian yang berwarna-warni dan berbahan sutra. Baik
itu lelaki anak-anak maupun dewasa. Karena pakaian tersebut
untuk wanita. Seperti pendapat seorang salafus shalih Ibnu Qayyim
(dalam Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004:283) berkata
bahwa diharamkan bagi orang tua memakaikan sutra kepada
anaknya karena yang demikian akan menumbuhkannya menjadi
anak yang kewanitawanitaan.
9. Adab Mendengar Bacaan Al-Qur‟an
Saat seseorang mendengar bacaan AlQur‟an, terdapat beberapa
adab yang harus dilakukan. Apabila dibacakan ayat al-Qur‟an
maka dengarkan baik-baik dan perhatikan dengan tenang. Adab ini
perlu diajarkan sedini mungkin, agar anak terlatih taat dan khusyu‟
dalam mendengarkan.

2. Perilaku Jujur
Perilaku jujur (akhlakul karimah) merupakan kepribadian muslim yang
sempurna. Jujur adalah kebenaran,yaitu sesuainya antara perkataan dan
kenyataan atau i'tikad yang ada didalam hati.
Kejujuran sebagian dari iman. Kejujuran sebagai cermin kehidupan.
Menurut Zuriah (2008: 49), jujur adalah suatu nilai dan prinsip yang harus
ditanamkan dalam diri seseorang sejak pendidikan dasar. Ya, sejak
pendidikan dasar, sepenting itulah penanaman perilaku jujur pada
seseorang, dalam hal ini anak-anak.
Disini ada 6 cara yang dapat dilakukan untuk menanamkan perilaku
jujur kepada anak, diantaraya yaitu:
1. Beri pemahaman tentang pentingnya kejujuran
Meski anak kecil belum bisa menerangkan perbedaan apa itu
kebenaran dan kebohongan, maka dari itu sebagai orangtua harus selalu
memberinya pemahaman.
Beri penjelasan kepadanya bahwa kejujuran berarti memilih untuk
bersikap terbuka, tidak berbohong, tidak berbuat curang, dan lain
sebagainya.
2. Menjadi panutan
Orangtuanya sendiri juga harus bisa menjadi contoh yang baik untuk
anak-anaknya. Dengan kata lain, tunjukkan dan jadilah panutan akan
sebuah kejujuran. Misal: Mama memakan kue si Kecil, saat ia mencari
kuenya katakan kepadanya bahwa Mamalah yang menghabiskannya. Dari
hal kecil pun anak sudah bisa menilai apa itu kejujuran dan mencontoh
orangtuanya.  
3. Jangan menekan anak
Apabila anak berbuat kesalahan dan orang tua ingin memberitahu
kepada anak tentang sikap jujur, sebaiknya jangan memberinya tekanan
karena hal itu akan membuat anak semakin menyembunyikan sesuatu pada
orangtuanya. Cairkan suasana dan ceritakan pengalaman menarik orang
tua pada suatu kejujuran.
4. Memberi kepercayaan
Anak akan senang bila dia diberi kepercayaan. Misalnya, ibunya
memberi coklat dan memintanya untuk membagikan coklat tersebut
kepada teman-temannya. Jika anak berkata bahwa ia membagikan coklt
tersebut maka berilah apresiasi.
5. Hindari pemberian label pembehong
Hindari kata “pembohong” kepada anak. Apabila ia melakukan
kesalahan dan tidak jujur, anggap bahwa hal itu bukan sifat yang
permanen. Sehingga tidak layak anak diberi label “pembohong”karena jika
anak sudah dicap seperti itu akan berdampak pada kelakuannya mengikuti
sebutan tadi.
6. Beri pujian
ketika si Kecil sudah bersikap terbuka dan memberi pengakuan kepada
Mama, yang harus dilakukan adalah memberinya pujian.

3. Perilaku Menjaga Rahasia


Rasulullah SAW merasakan pentingnya menumbuhkan anak dengan
perilaku menjaga rahasia. Seorang anak yang terbiasa menjaga rahasia, dia
akan tumbuh dengan memiliki keinginan kuat, tabah dan tertata lidahnya.
Dengan demikian, akan tumbuh kepercayaan dalam masyarakat dengan
masing-masing menjaga rahasia satu sama lain.
Telah berlalu hadis Anas RA dan pelayanannya terhadap Rasulullah
SAW serta keterlambatannya menemui ibunya. Sang ibu bertanya "kenapa
terlambat?" Dia jawab . "Rasulullah SAW mengutusku untuk sebuah
keperluan" Si Ibu bertanya lagi " Keperluan Apa?"Diamenjawab"Rahasia"
Si Ibu Mukminah yang cerdas lalu memberikan pelajaran penting bagi
para ibu dalam membimbing anak anak mereka untuk menjaga rahasia.
Dia katakan "Jangan memberitahukan rahasia Rasulullah SAW kepada
seorangpun"
Hal ini mengajarkan kepada kita untuk mengajarkan tentang
pentingnya sebuah amanah yang diberikan orang lain. Hal ini harus
ditanamkan kepada anak, agar sang anak tumbuh menjadi anak yang
memiliki kepribadian baik, terpercaya. Anak yang terpercaya akan tumbuh
menjadi orang besar yang hebat .

4. Perilaku amanah
Amanah adalah perilaku dasar yang harus dimiliki setiap anak. Nabi
saw. dari masa kaanak-kanaknya hingga masa kenabian disifati dengan
sifat ini. Menurut Suwaid, ini menjadi pelajaran bagi anakanak muslim
untuk selalu mencontoh perilaku Rasulullah dalam menjaga amanah agar
nantinya bisa membantu ketika ia menyampaikan risalah Islam. Seorang
anak tidak akan selamanya menjadi anak-anak. Rasulullah saw. telah
menegaskan tanggung jawab seseorang atas harta orang tuanya. Oleh
karena itu, hendaklah ia amanah dalam 60 menggunakannya, tidak boros
dan berlebih-lebihan. Nabi selalu menekankan sisi amanah pada diri sang
anak agar sifat amanah mengakar dalam dirinya (Jamal Abdurrahman,
2010:259).

5. Perilaku kebersihan hati dari iri dan dengki


Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid berpendapat jika bersihnya
hati dari perasaan iri, dengki, dan yang semisalnya akan merealisasikan
keseimbangan jiwa pada diri manusia dan membiasakan mencintai
kebaikan. Rasulullah saw. mengarakan kepada naak-anak agar senantiasa
membersihkan diri dari dosa dan memaafkan orang yang berlaku salah
kepadanya. Dalam bukunya, Jamal Abdurrahman (2010:115) mengatakan
bahwa Nabi saw. mendidik anak-anak, baik pada pagi hari maupun petang
hari agar berhati suci, berjiwa bersih, dan berlapang dada, sebagai
persiapan untuk menghadapi suatu hari yang tidak berguna lagi harta
benda atau anak-anak, kecuali orang yang datang dengan membawa hati
yang bersih.
6. Contoh nyata perilaku rasul dengan anak
Rasulullah selalu mengajarkan kejujuran kepada anak-anak. Tidak
segan pula memberikan hukuman apabila merekka berdusta. Dikisahkan
bahwa suatu saat Abdullah bin Burs disuruh ibunya untuk mengahantarkan
setandan anggur kepada rasulullah.

Ditengah perjalanaan, abdulllah bin Busr memakan beberapa anggur


tersebut sebelum diserahkan kepada Rasullah. Ketika abdullah bin Busr
menghadap Rasulullah, Rasulullah menjewer telinganya dan
menasehatinya agar tidak khianat lagi dengan apa yang dipesankan ibunya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam pembinaan kepribadian dapat dilakukan dengan pembinaan
akidah,dalam pembinaan aqidah terdapat 5 pilan mendasar.Kemudian
pembinaan ibadah yang dapat dilakukan ketika anak berumur 7 tahun.
Selanjutnya Pembinaan masyarakat sendiri dilakukan agar dapat tumbuh
menjadi dewasa tidak memikirkan dirinya sendiri dan yang selanjutnya ada
pembinaan moral/akhlak jal ini dilakukan agar anak tumubuh menjadi
seseorang dengan sopan santun yang baik, berperilaku dengan jujur, dapat
menjaga rahasia, berperilaku Amanah dan memiliki hati yang bersih
DAFTAR PUSTAKA

Al-Adawi, Mushthafa. 2006. Ensiklopedi Pendidikan Anak. Bogor: Pustaka


Al-Inabah Al-Maghribi. 2004. Begini Seharusnya Mendidik Anak. Jakarta: Darul
Haq
https://www.voa-islam.com/read/muslimah/2019/02/18/62190/cara-sederhana-6-
langkah-mendidik-adab-anak/
https://www.hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/
2015/09/21/78776/3-kebiasaan-pagi-hari-ulama-salaf.html
https://harakahislamiyah.com/tokoh/tiga-kisah-inspiratif-salafus-shalih
https://belajarislam.com/artikel-baru/12-adab-seorang-muslim-saat-tidur-dan-
bangun-tidur/
https://www.popmama.com/kid/4-5-years-old/bella-lesmana/cara-mendidik-anak-
agar-menjadi-pribadi-yang-jujur/full
https://suaramuslim.net/memilihkan-teman-untuk-anak-kita/
https://www.madaninews.id/6298/cara-mengajarkan-interaksi-sosial-kepada-anak-
sesuai-ajaran-islam.html

Anda mungkin juga menyukai