Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi tugas perkuliahan Filsafat Alam Minangkabau


yang dibina oleh Prof. Dr. Yasnur Asri, M.Pd.

NAMA KELOMPOK 10 :
KHARISMA EKA PUTRA (28) (170 )
MILA SAFEDRI (29) (17016110)
YOSI YULISTIA (30) (17016126)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS BAHASA SASTRA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
PADANG
2019

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan tidak putus-putusnya kepada Allah swt,
yang telah memberikan banyak nikmat yang mana makhluknya pun tidak akan menyadari
begitu banyak nikmat yang telah didapatkan dari Allah SWT.Selain itu penulis juga merasa
sangat bersyukur karena telah mendapatkan hidayah – Nya. Sehingga karena berkat rahmat
dan karunianya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik.
Dengan nikmat dan hidayah dari Allah SWT kami bisa menyelesaikan sebuah
penulisan makalah, sehingga dapat memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Alam Minangkabau.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata
Filsafat Alam Minangkabau , Dr. Erizal Gani, M.Pd. dan semua pihak yang telah membantu
dalam proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini ini masih terdapat kekurangan dan
kelemahan sehingga jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan penyusunan karya ilmiah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumber informasi dan inspirasi bagi
semua pihak, terutama bagi generasi muda. Amin.

Padang, 17 Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang............................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................................. 3
A. Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Tentang UKBI ........................................... 3
B.Materi yang Diujikan dalam UKBI ........................................................................................... 5
C.Pemeringkatan UKBI ................................................................................................................... 6
D.Motivasi Kewirausahaan ............................................................................................................. 6
E.Isu-isu Terkait Kewirausahaan ................................................................................................... 8
F. UKBI Menyikapi Masuknya Budaya Asing................................................................... 10
BAB III PENUTUP .......................................................................................................................... 12
A. Kesimpulan ............................................................................................................................... 12
B. Kritik dan Saran ...................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PENDIDIKAN MENURUT BUDAYA MINANGKABAU


Pendidikan di Minangkabau di mulai sejak datangnya islam, pendidikan ini diawali
dari pribadi satu ke pribadi yang lain dan dari rumah ke rumah hingga ke surau-
surau.Keadaan ini berlangsung sampai abad ke-20 yang ditandai dengan banyaknya jumlah
surau yang terdapat di Minangkabau. Sistem pendidikan surau pada umunya diikuti semua
anak laki-laki yang telah berumur 7 tahun. Di surau mereka belajar kepada guru agama dan
juga tidur di surau. Pelajaran yang diutamakan pada masalah pengabdian kepada Allah SWT
dan kemampuan membaca Al-Qur’an. Murid-murid tidak dikelompokkan berdasarkan
perbedaan umur dan pengetahuan. Pendidikan tidak dibantu dengan bantuan alat pendidikan.
Dan anak-anak hanya duduk bersila di lantai dan mereka diajar oleh seorang guru.
Pendidikan menurut budaya Minangkabau adalah Pendidikan yang diberikan secara
sadar untuk memanusiakan orang Minangkabau agar berperilaku sesuai dengan budaya
Minangkabau. Ini diwujudkan agar suasana kaum, masyarakat berbudaya, serta ikut aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan adat, spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
untuk dirinya, kaumnya, masyarakat umum, dan bangsa.
Berdasarkan Pemikiran Engku Mohamad Syafe’i terdapat 3 (tiga) falsafah pendidikan
yang diuraikan sebagai dasar pemikiran pendidikannya, yaitu “Alam takambang menjadi
Guru”, “Jangan minta buah mangga kepada pohon rambutan”, dan “Jadilah engkau jadi
engkau”. Menurut saya semua pemikiran ini berasal dari Kitab Suci Al’quranul Karim,
karena memang budaya minang tidak bisa lepas dari Islam (M. Syafei, 1968, Pemimpin
“Ruang Pendidik” INS Kayu Tanam ,Dasar-dasar Pendidikan).
Alam takambang menjadi guru, alam Minang Kabau hampir sama dengan alam Gayo,
akan tetapi keindahan dan kesuburan alam di Minang Kabau tidak menyebabkan mereka
menjadi malas, karena adanya budaya “laki-laki jika sudah dewasa harus merantau”, bahkan
sejak kecil laki-laki tidak boleh tidur di rumah, mereka tidur di surau untuk mengaji dan
belajar silat. Sehingga budaya “Alam Terkembang Menjadi Guru” menjadi sebuah pegangan
mereka selama hidupnya, sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan.
Dari sisi ilmu pendidikan, falsafah ini menjadikan mereka manusia yang mampu
melakukan pengamatan-pengataman, melakukan eksperimen, dan menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi kehidupan, minimal untuk bertahan hidup.

2
Jangan meminta buah manga kepada pohon rambutan, falsafah ini merupakan salah
satu bentuk penghormatan kepada setiap bakat dari seorang manusia, tidak memaksakan
kehendak.Sebagai contoh tidak ada lagi seorang ayah yang memaksakan anaknya menjadi
politisi bila memang anaknya tidak berminat atau bakat kesana.Disinilah terjadinya salah satu
bentuk egaliter, karena saling menghormati didasarkan individu, menghargai sebuah
perbedaan.
Falsafah ini juga mengindikasikan bahwa sesungguhnya manusia itu pada dasarnya
mempunyai bakat masing-masing diberikan oleh Tuhan. Pendidikan yang baik tentunya
mampu mengindikasikan pembelajaran yang terbaik sesuai dengan bakat yang sudah
diberikan oleh Tuhan kepada masing-masing orang.
“Jadilah engkau jadi engkau”, hal yang sama dengan falsafah sebelumnya,
menegaskan agar pendidikan itu sifatnya mengasah akal budi manusia sesuai dengan
potensinya, bukan merubahnya menjadi bentuk manusia lain.
Konsep pendidikan ini juga menjadikan murid sebagai pusat pembelajaran. Akibatnya
metode ini membutuhkan guru-guru yang mumpuni, karena bukan Guru yang menjadi pusat
pembelajaran.Sehingga guru dituntut sejak awal untuk dapat mengetahui minat dan bakat
anak didiknya untuk kemudian diarahkan sehingga menjadi ahli dalam bidangnya.
Bisa disimpulkan konsep pendidikan yang ingin diangkat oleh Engku Mohamad
Syafei adalah menjadikan seorang manusia pemikir yang mampu mengamati alam sekitarnya
(bumi) demi kemashalatan bagi manusia dan alam sekitar, mengoptimalkan bakat seseorang
yang diberikan Tuhan kepada individu manusia dan menjadikan ilmu pengetahuan sebagai
alat untu menambah keimanan kepada Tuhan.

B. POLA PENDIDIKAN MENURUT BUDAYA MINANGKABAU


Pendidikan di Minangkabau di mulai sejak datangnya islam, pendidikan ini diawali
dari pribadi satu ke pribadi yang lain dan dari rumah ke rumah hingga ke surau-surau.Pola
pendidikan yang dianut oleh masyarakat Minangkabau yaitu melakukan pembinaan anak
nagari di surau dan masjid terdekat. Ini dibimbing oleh da’i dan imam khatib. Dan disanalah
berperannya penentu di tengah masyarakat nagari yang disebut dengan tungku tigo
sajarangan. Adat istiadat yang menjadi rambu-rambu perjalanan hidup bermasyarakat di
Minangkabau. Keadaan ini berlangsung sampai abad ke-20 yang ditandai dengan banyaknya
jumlah surau yang terdapat di Minangkabau. Sistem pendidikan surau pada umunya diikuti
semua anak laki-laki yang telah berumur 7 tahun. Di surau mereka belajar kepada guru

3
agama dan juga tidur di surau. Pelajaran yang diutamakan pada masalah pengabdian kepada
Allah SWT dan kemampuan membaca Al-Qur’an. Murid-murid tidak dikelompokkan
berdasarkan perbedaan umur dan p engetahuan. Pendidikan tidak dibantu dengan bantuan alat
pendidikan. Dan anak-anak hanya duduk bersila di lantai dan mereka diajar oleh seorang
guru.

C. PENDIDIK MENURUT BUDAYA MINANGKABAU

Pendidik di Minangkabau di istilahkan seperti tigo tungku sajarangan. Tigo tungku


sajarangan itu di dalamnya terdapat penghulu, alim ulama dan cadiak pandai. Mereka
merupakan pendidik di ranah Minang.

a. Niniak Mamak
Niniak mamak merupakan pendidik pertama di dalam keluarga. Ada beberapa
peran mamak yaitu :
1) Mamak berperan dalam mendidik, membimbing dalam hal pewarisan peran,
mengawasi pendidikan, serta tempat bertanya apapun termasuk pendidikan oleh
kemenakan.
2) Di dalam bidang harta pusaka mamak berperan dalam memelihara, mengawasi,
pemanfaatan, dan mempertahankan supaya harta adat tetap berfungsi sesuai dengan
ketentuan adat. Mamak juga berperan dalam pengembangan harta pusaka kaumnya agar
kesejahteraan kaumnya termasuk kemenakan-kemenakannya dapat terjamin.
3) Di dalam bidang perkawinan kemenakan mamak berperan dalam mencarikan jodoh
bagi khususnya bagi kemenakan perempuan, penanggung jawab terhadap kesepakatan
pernikahan kemenakan, tapi jika mamak kekurangan biaya maka harta pusaka yang
dimiliki kaumnya boleh digadaikan untuk keberlangsungan pernikahan kemankannya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa mamak membimbing kemenakannya di rumah.
b.

D. FUNGSI PENDIDIKAN MENURUT BUDAYA MINANGKABAU

4
E. PANTUN DAN PRIBAHASA TENTANG PENDIDIKAN MENURUT BUDAYA
MINANGKABAU
1.Perintah Allah agar manusia belajar dari alam dan bersyukuratas nikmat
kehidupan yang diperoleh (Falsafah Alam Takambang Jadi Guru).

Panakiak pisau sirauik,


ambiak galah batang lintabuang,
salodang ambiak ka niru,
Nan satitiek jadikan lauik,
nan sakapa jadikan gunuang
,alam takambang jadi guru.

"Nan satitiak jadikan lauik, nan sa kapa jadikan gunuang.." Artinya berapapun hasil
yang diperoleh dalam suatu usaha dan atau dalam menerima pemberian orang lain,
harus tetap diterima dan disyukuri dengan ihklas, sedangkan, "alam ta kambang jadi
guru," merupakan anjuran untuk selalu introspeksi diri, agar selalu belajar dari tanda-
tanda alam dan kejadiannya, bahwa hasil usaha atau pemberian orang sedikit atau
banyak tentu ada sabab musababnya.

2.Tentang Kebenaran dan Ke-Esaan Allah (Nan Bana Badiri Sandirinyo)

"Kamanakan barajo ka Mamak,


Mamak barajo ka Pangulu,
Pangulu barajo ka Mufakat,
Mufakat barajo ka alua jo patuik,
alua jo patuik barajo ka nan bana,
nan Bana. Nan Bana badiri sandirinyo"

Orang Minang secara alam di bawah sadarnya yang merupakan fitrah manusia,
sebagaimana pepatah adat, Nan Bana Badiri Sandirinyo. Bahwa masuknya ajaran
Islam memberi jawaban yang pasti dan final terhadap filosofi alam takambang jadi
guru mengenai, “nan bana tagak dengan sendirinyo”., Kalau diperhatikan dengan
seksama pepatah, “nan bana tagak dengan sendirinyo”,dapatlah dikatakan, alam
bawah sadar nenek moyang orang Minang sudah menyadari akan ke- Esaan
Allah, Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

3.Tentang Demokrasi Dan Egaliter dan Kepemimpinan

“Duduak samo randah, tagak samo tinggi,


Basilang api di tungku di sinan makonyo masak,
Kapalo samo ba bulu pandapek ba lain-lain,,
Gajah mati maninggakan gadieng,
Harimau mati maninggakan baling,
Manusia mati maninggakan namo.
ditinggikan sarantiang didaulukan salangkah,
rajo alim rajo disambah, rajo zalim rajo di sanggah.”

4.Tentang kewajiban laki-laki terhadap keluarga dan masyarakat.

5
Bahwa laki-laki jadi pemimpin tidak saja dalam artian sosial kemasyarakatan dan
pemerintahan, tetapi juga pemimpin dalam keluarganya, seperti tertuang dalam
pepatah berikut;

“Kaluak Paku kacang Balimbiang,


Tampuruang lenggang-lenggangkan
Bao manurun ka Saruaso,
Tanamlah siriah jo ureknyo,
Anak di pangku kamanakan dibimbiang,
Urang kampuang dipatenggangkan,
Tenggang nagari jan binaso,
Tenggang sarato jo adaiknyo.”

Artinya, seorang laki-laki tidak saja bertanggung jawab terhadap anaknya, tetapi juga
terhadap anak saudaranya, orang kampungnya, negerinya dan eksistensi budayanya.
Tanggung jawab yang besar seperti ini yang diemban oleh laki-laki Minang
merupakan salah satu alasan orang Minang merantau agar dapat membahagiakan
semua pihak, dan merupakan hal yang lumrah seorang keponakan tinggal bersama
pamannya yang secara financial lebih mampu dari orang tuanya, sehingga
pendidikanna terjamin, karena pendidikan sangat penting bagi orang Minang.
Menurut penulis ini pulalah yang kemudian memunculkan adegium; kok ndak
kamanukuak, jan mahabihan. Artinya, posisi sebagai paman yang bertanggung jawab
terhadap keponakannya membuatnya malu untuk berbagi harta dengan saudara
perempuannya, meskipun harta tersebut merupakan warisan orang tuanya yang secara
hukum kewarisan Islam dia berhak. Dan itu pula yang menyebabkan seorang ayah di
Minang kalau mau membangun rumah, yang difikirkan hanya rumah untuk anak
perempuan,tidak untuk anak laki-laki. Itu pula sebabnya charisma dan wibawa
seorang paman atau mamak sangat tinggi dan dihormati oleh saudara perempuan dan
kemenakannya. Dalam realita dewasa ini, meskipun jarang terjadi, namun sudah
mulai ada laki-laki yang meminta bahagian harta warisan orang tuanya kepada
saudara perempuannya, bahkan sampai bersengketa ke Pengadilan Agama.

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

UKBI merupakan alat untuk mengukur kemahiran berbahasa Indonesia


penutur yang dikembangkan oleh Pusat Pembinaan dan Pemasyarakatan, Badan Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa. Kemahiran bahasa Indonesia yang diukur berupa kemahiran
berbahasa lisan dan tulis, baik yang bersifat reseptif maupun produktif. Sementara itu,
penutur bahasa Indonesia yang dimaksud adalah penutur asli yang merupakan orang atau
warga negara Indonesia dan penutur asing yang merupakan warga negara asing, baik yang
tinggal di Indonesia maupun tinggal di luar negeri. UKBI dapat digolongkan ke dalam
jenis tes kemahiran (proficiencytest) untuk tujuan umum (generalpurpose). Sebagai sebuah
tes kemahiran, UKBI mengacu pada situasi penggunaan bahasa Indonesia yang
sesungguhnya dihadapi oleh peserta uji dalam kehidupan berbahasa sehari-hari. Dalam
pengembangan UKBI, rancangan tes yang diterapkan adalh pengukuran beracuan kriteria.
Kriteria yang diacu oleh UKBI berupa penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan nyata
penutur bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa dalam kehidupan nyata tersebut
dikelompokkan ke dalam beberapa ranah komunikasi yang merujuk pada ranah kecakapan
hidup umum, yaitu ranah sintas (survival) dan ranah kemasyarakatan (sosial) serta ranah
kecakapan hidup khusus, yaitu ranah keprofesian (vokasional) dan ranah keilmiahan
(akademik).
Dalam penggunaan Bahasa Indonesia lisan, UKBI mengukur keterampilan reseptif
peserta uji dalam kegiatan mendengarkan dan mengukur keterampilan produktif peserta uji
dalam kegiatan berbicara. Dalam penggunaan Bahasa Indonesia tulis, UKBI mengukur
keterampilan reseptif peserta uji dalam kegiatan membaca dan mengukur keterampilan
produktif peserta uji dalam kegiatan menulis. Selain menekankan pengukuran terhadap empat
keterampilan berbahasa tersebut, UKBI juga mengukur pengetahuan peserta uji dalam
penerapan kaidah Bahasa Indonesia. UKBI terdiri atas lima seksi, yaitu Seksi I
(Mendengarkan), Seksi II (Merespons Kaidah), dan Seksi III (Membaca) dalam bentuk soal
pilhan ganda serta Seksi IV (Menulis) dalam bentuk presentasi tulis dan Seksi V (Berbicara)
dalam bentuk presentasi lisan.

B.Saran
Dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan semoga bermanfaat
bagi pembaca dan memberikan kritik dan saran agar pembuatan makalah selanjutnya lebih
baik lagi.

7
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, H. Mas’oed .2004. Adat dan Syarak di Minangkabau. Padang : Pusat Pengkajian
Islam dan Minagkabau (PPIM).
Amir M.S. 2011. Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang. Jakarta : Citra
Harta Prima.
Zahari, Musril. 2015. Kekeliruan Pemahaman Hubungan Adat dengan Syarak di
Minangkabau. Jakarta : PT Gria Media Prima.

Anda mungkin juga menyukai