Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PPI menurut Hamka


Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah: Pemikiran Pendidikan Islam
Dosen pengampuh: Dr. Hasruddin Dute, S.Pd.I., M.Pd.I.

Oleh:
Syamsul Taufik 20511014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah

ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih

terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik

pikiran maupun materi makalah yang berjudul “Pemikiran Pendidikan Islam”.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa

pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam

penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu

kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi

kesempurnaan makalah ini.

Jayapura, 12 Oktober 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN..................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah....................................................................................................1

C. Tujuan......................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................2

A. Riwayat Hidup Hamka............................................................................................2

B. Karya-karya Hamka.................................................................................................3

C. Pemikiran Hamka Terhadap Manusia.....................................................................4

D. Pemikiran Hamka Terhadap Pendidikan Islam.......................................................5

E. Cara Pelaksanaan Pendidikan Islam menurut Hamka.............................................5

F. Pemikiran Hamka Terhadap Kurikulum..................................................................6

G. Pemikiran Hamka Terhadap Pendidik.....................................................................6

H. Pemikiran Hamka Terhadap Peserta Didik.............................................................7

BAB III PENUTUP....................................................................................................8

A. Kesimpulan..............................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................9
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah sesuatu yang esensial bagi manusia, Dengan pendidikan manusia

bisa menghadapi alam semesta demi mempertahankan hidupnya. Pendidikan merupakan

suatu upaya mewariskan nilai, yang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam

menjalani kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia.

Karena pentingnya pendidikan, Islam menempatkan pendidikan pada kedudukannya yang

penting dan tinggi dalam doktrinnya. Masalah pendidikan adalah masalah hidup dan

kehidupan. Proses pendidikan berada dan berkembang selaras dengan proses perkembangan

manusia itu sendiri. Bahkan keduanya pada hakikatnya adalah proses yang satu. Ini berarti

bahwa seluruh proses hidup dan kehidupan manusia itu adalah proses pendidikan. Proses

pendidikan manusia dilakukan selama kehidupan manusia itu sendiri, mulai dari alam

kandungan sampai lahir di dunia manusia telah melalui proses pendidikan, hal ini

menunjukkan pentingnya pendidikan untuk meningkatkan kemuliaan diri manusia.

Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. al Alaq: 1-5. Artinya:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah

menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,

Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa

yang tidak diketahuinya.”

Pendidikan Islam telah dimulai di Indonesia sejak masuknya Islam ke kawasan ini.

Pendidikan Islam pada mulanya berlangsung secara informal, yakni kontak-kontak person

antara mubaligh awal yang datang ke Indonesia dengan masyarakat sekitar. Pada fase

pendidikan informal ini, tidak ditemukan adanya tempat tertentu untuk berlangsungnya

proses pendidikan tersebut, tidak pula ada kurikulum yang baku, tidak ada jadwal waktu
tertentu. Pelaksanaannya sangat tergantung pada kondisi dan situasi ketika itu. Mubaligh

awal lebih banyak mengajar lewat perilakunya, sebagai uswatun hasanah (contoh teladan

yang baik). Setelah masyarakat muslim terbentuk, mulailah dibangun rumah ibadah (masjid).

Di masjid ini dilaksanakanlah pendidikan Islam, dalam bentuk ceramah, bimbingan ibadah,

membaca Al Qur’an, dan lain-lainnya. Pendidikan Islam pun memasuki era pendidikan

nonformal. Selanjutnya barulah muncul lembaga pendidikan yang khusus dipersiapkan untuk

tempat terlaksananya proses pembelajaran yang diberi nama: pesantren di Jawa, dayah di

Aceh dan Surau di Sumatera Barat. Di sini pelaksanaan pendidikan dilakukan dengan formal.

Sudah ada tempat tertentu, guru tertentu, kurikulum (isi) pelajaran tertentu, peraturan-

peraturan tertentu yang mengikat antara murid dengan guru.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana riwayat hidup Hamka?

2. Apa saja karya-karya Hamka dalam bidang pendidikan?

3. Bagaimana pemikiran Hamka terhadap manusia?

4. Bagaimana pemikiran Hamka terhadap pendidikan islam?

5. Bagaimana cara pelaksanaan pendidikan islam menurut Hamka?

6. Bagaimana pemikiran Hamka terhadap kurikulum?

7. Bagaimana pemikiran Hamka terhadap pendidik?

8. Bagaimana pemikiran Hamka terhadap peserta didik?

C. Tujuan

Tujuan penulisan ini yaitu untuk mengetahui pemikiran pendidikan islam menurut

Hamka,mulai dari riwayat hidup beliau, karya-karyanya, pemikirannya terhadap

manusia, pendidikan, lembaga pendidikan, peserta didik, pendidik, dan juga

kurikulum.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup Hamka

Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang biasa dikenal dengan sebutan

buya Hamka, dilahirkan di daerah Sungai Batang, Maninjau Sumatera Barat pada

hari Ahad, tanggal 17 Februari 1908 M./13 Muharam 1326 H dari kalangan family

yang taat beragama. Ayahnya adalah Haji Abdul Karim Amarullah atau sering

disebut Haji Rasul. Haji Rasul adalah seorang ulama yang pernah mengenyam

pendidikan agama di Mekkah, pelopor kebangkitan kaum mudo dan tokoh

Muhammadiyah di Minangkabau. Dari geneologis ini dapat diketahui, bahwa ia

berasal dari keturunan yang taat beragama dan memiliki hubungan dengan generasi

pembaharu Islam di Minangkabau pada akhir abad XVIII dan awal abad XIX. Ia

lahir dalam struktur masyarakat Minangkabau yang menganut sistem adat keibuan

(suku ibu/matrilineal). Oleh karna itu, dalam silsilah Minangkabau ia berasal dari

suku Tanjung, sebagaimana suku ibunya. Secara formal, alur pendidikan yang

dienyam oleh Hamka tidak terlalu tinggi. Pada usia 8-15 tahun, beliau mulai

mengenyam pendidikan agama di sekolah Diniyyah School dan Sumatera Thawalib

di Padang Panjang dan Parabek. Diantara gurunya adalah Syekh Ibrahim Musa

Parabek, Engku Mudo Abdul Hamid, Sutan Marajo dan Zainuddin Labay el-

Yunusy. Pelaksanaan pendidikan saat itu masih bersifat tradisional dengan

penggunaan sistem halaqoh. Pada tahun 1916, sistem klasikal baru masuk dan

dikenal di Sumatera Thawalib Jembatan Besi. Hanya saja, pada saat itu sistim

klasikal yang dikenal tersebut belum memiliki bangku, meja, kapur dan papan tulis.

Materi pendidikan yang diajarkan masih berkisar pada pengajian kitabkitab klasik,

seperti nahwu, sharaf, manthiq, bayan, fiqh, dan yang sejenisnya. Pendekatan
pendidikan dilakukan dengan menekankan pada aspek hafalan, cenderung mirip

dengan sistem pendidikan tradisional. Hamka adalah salah satu tokoh pembaharu

Minangkabau yang berupaya mengubah dinamika umat dan mujaddid yang unik.

walaupun hanya sebagai produk pendidikan lama karena lahir dipeadaban

pendidikan yang masih sederhana, namun beliau merupakan seorang intelektual

yang memiliki wawasan menyeluruh dan visioner. Hal ini nampak pada

pembaharuan pendidikan Islam yang ia perkenalkan melalui Masjid Al-Azhar yang

ia kelola atas permintaan pihak yayasan melalui Ghazali Syahlan dan Abdullah

Salim. Hamka menjadikan Masjid Al-Azhar bukan hanya sebagai institusi

keagamaan, tetapi juga sebagai lembaga sosial, yaitu:

1. Lembaga Pendidikan (Mulai TK Islam sampai Perguruan Tinggi Islam).

2. Badan Pemuda. Secara berkala, badan ini menyelenggarakan kegiatan pesantren

kilat, seminar, diskusi, olah raga, dan kesenian.

3. Badan Kesehatan. Badan ini menyelenggarakan dua kegiatan, yaitu; poliklinik

gigi dan poliklinik umum yang melayani pengobatan untuk para siswa, jemaah

masjid, maupun masyarakat umum.

4. Akademi, Kursus, dan Bimbingan Masyarakat.

Di antara kegiatan badan ini adalah mendirikan Akademi Bahasa Arab,

Kursus Agama Islam, membaca Al-Qur’an, manasik haji, dan pendidikan kader

muballigh. Di masjid tersebut pula, atas permintaan Hamka, dibangun perkantoran,

aula, dan ruang-ruang belajar untuk difungsikan sebagai media pendidikan dan

sosial. Ia telah mengubah wajah Islam yang sering kali dianggap ’marginal’

menjadi suatu agama yang sangat ’berharga’. Ia hendak menggeser persepsi

’kumal’ terhadap kiyai dalam wacana yang eksklusif, menjadi pandangan yang
insklusif, respek dan bersahaja. Bahkan, beberapa elit pemikir dewasa ini

merupakan orang- orang yang pernah dibesarkan oleh Masjid Al-Azhar. Beberapa

diantaranya adalah Nurcholis Madjid, Habib Abdullah, Jimly Assidiqy, Syafii

Anwar, Wahid Zaini, dan lain-lain. Beberapa pandangan buya Hamka terkait

pendidikan adalah, bahwa pendidikan sekolah tak semestinya terlepas dari

pendidikan di rumah. Karena menurutnya, alur hubungan antara sekolah dan

rumah, yaitu antara orang tua dan guru harus ada dan konsern. Untuk mendukung

hal ini, Hamka menjadikan Masjid Al-Azhar sebagai tempat bersilaturrahmi antara

guru dan orang tua untuk membicarakan perkembangan peserta didik. Dengan

adanya sholat jamaah di masjid, maka antara guru, orang tua dan murid bisa

berkomunikasi secara langsung. ”Kalaulah rumahnya berjauhan, akan bertemu pada

hari Jum’at”, begitu tutur Hamka.4 Pada tanggal 24 Juli 1981, Hamka telah puang

ke rahmatullah. Jasa dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam

memartabatkan agama Islam. Hamka bukan saja sebagai pujangga, wartawan,

ulama, dan budayawan, tapi juga seorang pemikir pendidikan yang pemikirannya

masih relevan dan baik untuk diberlakukan dengan zaman sekarang.

B. Karya-karya Hamka

Buya Hamka telah menulis sekitar 100 buku dan berbagai artikel bertema

agama, tasawuf, sejarah hingga roman anak muda. Sebagian diantaranya bahkan

masih dicetak ulang hingga sekarang.

Berikut ini adalah sebagian dari karya-karya buya Hamka:

1. Khatibul Ummah, Jilid 1-3. Ditulis dalam huruf Arab.

2. Si Sabariah.(1928)
3. Pembela Islam (Tarikh Saidina Abu Bakar Shiddiq),1929.

4. Adat Minangkabau dan agama Islam (1929).

5. Ringkasan tarikh Ummat Islam (1929).

6. Kepentingan melakukan tabligh (1929).

7. Hikmat Isra' dan Mikraj.

8. Arkanul Islam (1932) di Makassar.

9. Laila Majnun (1932) Balai Pustaka.

10. Majallah 'Tentera' (4 nomor) 1932, di Makassar.

11. Majallah Al-Mahdii(9 nomor) 1932 di Makassar.

12. Mati mengandung malu (Salinan Al-Manfaluthi) 1934.

13. Di Bawah Lindungan Ka'bah (1936) Pedoman

Masyarakat,Balai Pustaka.

14. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1937),

Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.

15. Merantau ke Deli (1940), Pedoman Masyarakat, Toko Buku


Syarkawii.

16. Tashawwuf Modern 1939.

17. Falsafah Hidup 1939.

18. Lembaga Hidup 1940.

19. Lembaga Budi 1940.

20. Adat Minangkabau menghadapi Revolusi,1946.

21. Menunggu Beduk berbunyi,1949 di

Bukittinggii,Sedang Konperansi Meja Bundar.

22. Ayahku,1950 di Jakarta.

23. Sejarah Islam di Sumatera.

24. Muhammadiyah di Minangkabau 1975,(Menyambut Kongres

Muhammadiyah di Padang).

25. Pandangan Hidup Muslim,1960.

26. Kedudukan perempuan dalam Islam,1973.

27. (Tafsir Al-Azhar) Juzu' 1-30, ditulis pada masa beliau

dipenjara oleh Sukarno.


Dari sejak kecil hamka telah memilki pengetahuan menulis, maka dari itu

berkembanglah karya – karya yang ditulisnya, dari pengalaman yang di

dapat selamat hidupnya.

C. Pemikiran Hamka Terhadap Manusia

Menurut Hamka, manusia adalah jiwa sesuai dengan sifatnya. Jiwa

memiliki tiga tenaga, yaitu kekuatan nalar, tenaga amarah dan tenaga nafsu,

maka dari itu sehingga Hamka lebih cenderung berpikiran monisme. Di sisi

lain, Hamka memperlakukan manusia sebagai makhluk paradoks, selain

potensi untuk kebaikan, tetapi juga potensi untuk keburukan atau kejahatan.

Jadi, sifat dari manusia itu ialah jiwa karena jiwa merupakan suatu yang

memiliki kekuatan. Bahwa segala sesuatu itu hakikatnya berasal dari yang

satu yaitu Tuhan. Maka dari itu Manusia diberikan kelebihan dari makhluk

lain, dari kelebihan itu maka manusia bisa membedakan antara baik dan

buruk.

Membahas tentang Filsafat manusia, dalam bahasa Inggris disebut

“philosophy of man”yaitu Itu adalah bagian dari filosofi keberadaan manusia.

Filosofi manusia menggambarkan siapa manusia sebenarnya, dan mencoba

mengungkapkan kebutuhan manusia dari berbagai aspek, seperti esensi

manusia, motif dari setiap kegiatan, nilai, tujuan dan makna yang membentuk

kehidupan manusia, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kelangsungan

hidup manusia. Dalam filsafat, manusia terdiri dari tubuh dan jiwa. Karena

itu, filsafat manusia sedang membahas sifat manusia. Di Yunani kuno, orang

akrab dengan istilah "mengenal diri sendiri". Socrates adalah filsuf pertama

yang mengekspresikan filosofi dasar, Socrates memaksa manusia untuk

berpikir lebih dalam untuk memahami diri mereka sendiri.


Seorang manusia lahir ke dunia, berasal dari setetes mani yang menjadi

nuthfah, 'alaqah dan mudhghah, lalu menjelma jadi manusia lengkap.

Kemudian itu mati, lalu dikuburkan ke dalam perut bumi. Hancurlah daging

yang memalut tulang, kembali kepada asal mulanya, yaitu bingkah

bungkahan tanah. Maka tumbuhlah sesuatu tumbuhan di atas kubur itu, entah

pohon kamboja entah pohon puding yang bernama "cucuk-kerah". Urat-urat

pohon tadi meresapkan sari tanah. Sebahagian dari tanah yang berasal dari

daging tubuh manusia tadi, timbul kembali dalam bentuk yang lain. Sampai

filsuf Islam lran yang terkenal, Omar Khayam dalam Robayatnya yang

terkenal mengatakan bahwa mungkin saja tembikar pecahan periuk yang

terinjak oleh kakimu, adalah bahagian tubuh dari nenek-moyangmu.

Menurut Buya Hamka dalam Aklaqul Karimah , ini karena rahmat yang

dilimpahkan Tuhan kepada umat manusia. Manusia diciptakan oleh

Tuhan, memiliki akal dan juga selain hasrat seksual, Tuhan juga punya

alasan. Semua karunia yang Allah berikan berdasarkan kebutuhan

hidup manusia harus seimbang melalui agama. Jadi yang dimaksud

bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan yang di lengkapi dengan akal

serta di anugerahi syahwat atau nafsu dan nafsu amarah. Dengan

berjalannya waktu hidup manusia harus diseimbangkan oleh agama

agar manusia tersebut lebih mengetahui ketentuan syariat Islam.

Menemukan pemahaman dari sifat manusia adalah tugas metafisik, lebih

khusus tugas antropologis (filsafat antropologi). Filsafat antropologis

berusaha untuk mengekspresikan konsep atau ide yang penting bagi umat

manusia. Manusia ingin mengetahui asal dan tujuannya, tentang hidup dan
mati, tentang kodrat manusia.

Dibandingkan dengan makhluk lain Manusia adalah makhluk yang

diciptakan oleh Allah SWT. mereka memiliki berkah yang sempurna. Karena

manusia memiliki beberapa tugas untuk mengelola dan menggunakan

kekayaan yang diciptakan oleh Allah SWT, manusia dapat mempertahankan

keadaan yang baik. "Jadi itu akan melakukan fungsinya, Dalam kekhalifahan

dunia, manusia memiliki serangkaian potensi yang telah dikaruniakan

Allah.”

D. Pemikiran Hamka Terhadap Pendidikan Islam

Rumusan hakikat pendidikan menurut Buya Hamka yaitu menekankan

pada pembentukan karakter individu dengan warna-warna yang Islami atau

dalam karya tulisannya disebut dengan istilah pribadi. Pribadi yang mapan

dengan segala potensi manusia untuk mewujudkan manusia yang seutuhnya

sesuai dengan jalan hidup seorang muslim. Buya Hamka dalam memandang

hakikat pendidikan Islam adalah sebuah upaya untuk menumbuh-

kembangkan segala potensi manusia, yaitu meliputi akal, budi, cita-cita dan

bentuk fisik agar terwujud pribadi yang baik serta dapat tercermin dalam

sikap dan perilaku sehari-hari sesuai dengan panduan jalan hidup Islami.

Kemudian, tujuan pendidikan Islam menurut Buya Hamka jika melihat

tulisan-tulisannya pada buku Falsafah Hidup dan Pribadi Hebat, adalah

supaya anak-anak (peserta didik) disingkirkan dari perasaan menganiaya

orang lain (kekerasan yang kuat terhadap yang lemah). Dengan harapan

pendidikan mampu menanamkan rasa bahwa diri sendiri (peserta didik) ini

ialah anggota masyarakat dan tidak dapat melepaskan diri dari masyarakat

atau menjadikan sebagai orang masyarakat. Selanjutnya, pendidikan sejati


mampu membentuk anak-anak berkhidmat kepada akal dan ilmunya, bukan

kepada hawa dan nafsunya, serta bukan kepada orang yang menguasainya

(menggagahi dia).

E. Cara Pelaksanaan Pendidikan Islam menurut Hamka

Buya Hamka membagi dua kegiatan yang harus dilakukan oleh setiap

individu dalam pembentukan pribadi itu, yaitu berfikir dan bekerja. Berfikir

itu artinya mampu menyusun teori yang benar dan bekerja mampu

menerapkan teori tersebut dalam proses kerja secara maksimal dengan benar

pula. Lebih lanjut menurut Buya Hamka proses atau cara pelaksanaan

pendidikan Islam demi menuju kesempurnaan pribadi yang diberikan Tuhan

terdiri dari dua kegiatan penting yaitu melatih berfikir dan melatih bekerja

secara saling berkaitan dan menyeluruh. Selanjutnya, secara lebih rinci kedua

kegiatan itu Buya Hamka menjelaskan, yang masuk dalam kelompok melatih

berfikir adalah proses pendidikan dilakukan dengan diawali mengetahui bakat

anak, menuntun kebebasan berfikir anak (dengan keteladanan), mengajak

mereka berdiskusi (musyawarah), mengajarkan mereka ilmu-ilmu (agama dan

sains secara terpadu) agar mereka dapat berkhidmat pada akal dan jiwanya.

Kemudian yang masuk dalam kelompok melatih bekerja adalah mengajarkan

kepada anak-anak kemandirian, tidak memaksa, dan mengajarkan sikap

tanggung jawab kepada mereka (tidak terlalu dimanjakan).

F. Pemikiran Hamka Terhadap Kurikulum

Secara eksplisit, pandangan HAMKA terhadap kurikulum sebenarnya

belum banyak ditemukan, karena pemikirannya lebih mengarah pada keadaan

pendidik dan peserta didik. Namun, menurut HAMKA, kurikulum merupakan


suatu hal yang dangat penting dalam pendidikan Islam. Kaitannya dengan ini,

Menurut Hamka, keberadaan adat dalam sebuah kelompok sosial dan

kebijakan politik negara, cukup memberikan pengaruh bagi proses

perkembangan kepribadian peserta didik pada masa selanjutnya. Oleh sebab

itu, seluruh sistem sosial di mana peserta didik itu berada harus bersifat

kondusif dan proporsional untuk menopang perkembangan pergerakan fitrah

atau identitas keberagaman yang dimiliki setiap anak didik. Masyarakat

maupun negara semestinya melihat adat dan kebijakan pemerintahan sebagai

sesuatu yang tidak kaku, serta menghargai setiap pendapat sebagai sebuah

entitas yang beragam. Sikap yang demikian akan menumbuhkan dinamika

berfikir kritis dan menghargai kemerdekaan yang dimiliki setiap orang, tanpa

menyinggung kemerdekaan yang lainnya (Hamka, 1962: 190) hal inilah yang

menurutnya, pantas dimasukkan dalam kurikulum pendidikan Islam, dimana

kita mengajarkan pada peserta didik mengenai bagaimana menghargai

keragaman, dan juga keberagaman.

G. Pemikiran Hamka Terhadap Pendidik

Seperti halnya dengan kurikulum, Hamka tidak merumuskan pengertian

pendidik secara spesifik, namun pendapatnya mengenai hal ini dapat terbaca

dari ia mengungkapkan pendapatnya tentang tugas seorang pendidik, yaitu

sosok yang membantu menyiapkan serta membawa peserta didik, guna

memiliki pengetahuan yang mumpuni, berahlak yang baik, serta memiliki

manfaat dalam kehidupannya ditengah masyarakat. Hal ini juga di aminkan

oleh beberapa orang pemuka pendidikan bangsa ini, seperti Ki Hajar

Dewantara, M. Syafei, Dr. Sutomo dan lain-lain. Dr. Sutomo sempat

berpendapat agar sistem pondok secara dahulu dihidupkan kembali. Diadakan


seorang pemimpin, pembimbing pendidikan; kaitannya dengan ini, penulis

menyebut pendidik untuk jangan sampai murid-murid itu hanya menjadi

orang pintar, tetapi tidak berguna untuk masyarakat bangsanya. Karna

pendidikan adalah untuk membentuk watak pribadi. Manusia yang telah lahir

ke dunia ini supaya menjadi seorang yang memiliki manfaat dalam kehidupan

bermasyarakat, juga agar peserta didik bisa mengetahui mengenai suatu hal

yang berkaitan dengan baik dan buruk. Dari batasan di atas, terlihat demikian

kompleksnya tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepada pendidik.

Hal ini menjadikan seorang pendidik, bukan hanya dituntut untuk memliki

ilmu yang luas, namun mereka pula hendaknya merupakan seorang yang

beriman, berakhlak mulia, sungguh-sungguh dalam melaksanakan tugasnya

sebagai bagian dari amanat yang diberikan Allah kepadanya dan mesti

dilaksanakan secara baik. Pentingnya pendidik yang berkepribadian karimah,

disebabkan karena tugasnya yang suci dan mulia Eksistensinya bukan hanya

sekedar melakukan proses transformasi sejumlah informasi ilmu pengetahuan,

akan tetapi lebih dari itu adalah berupaya membentuk karakter atau

kepribadian peserta didik, sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Pendidik

yang tidak memiliki kepribadian sebagai seorang pendidik, tidak akan dapat

melaksanakan tugasnya dengan baik. Kondisi ini akan mengakibatkan peserta

didik tidak bisa memahami secara penuh mengenai apa yang diajarkan oleh

pendidik. Kaitannya dengan pendidik, Hamka mengkalisifikasikan pendidik

dalam tiga unsur utama, yaitu: orang tua, guru dan masyarakat.

H. Pemikiran Hamka Terhadap Peserta Didik

Peserta didik merupakan orang yang secara akal budi masih kosong dan

harus siap menampung, serta mengelola apa saja yang diajarkan oleh
pendidiknya untuk kebaikan hidupnya kedepan. Menurut Buya Hamka tugas

dan tanggung jawab anak didik adalah berusaha semaksimal mungkin untuk

mengembangkan potensi dan anugrah yang dimilikinya serta seperangkat

ilmu pengetahuan sesuai dengan nilainilai kemanusiaan yang telah

dianugerahkan oleh Allah SWT melaui fitrah-Nya. Sebagai seorang yang

berupaya mencari ilmu pengetahuan maka peserta didik dituntut untuk:

a. Jangan mudah putus asa.

b. Jangan mudah lalai, selalu mawas diri.

c. Jangan merasa terhalang karena faktor usia, karena pendidikan tidak

mengenal batas usia.

d. Berusaha agar tingkah laku dan ahlaknya sesuai dengan ilmu yang

dimiliki.

e. Memperindah tulisan agar mudah dibaca.

f. Sabar, bisa mengendalikan diri dan meneguhkan hati.

g. Mempererrat hubungan dengan guru.

h. Khusyu, tekun dan rajin.

i. Berbuat baik kepada orang tua dan abdikan ilmu untuk masalah umat.

j. Jangan menjawab sesuatu yang tidak bermanfaat.

k. Menganalisa fenomena alam semesta secara seksama dan bertafakur.

Menurut Hamka, untuk membentuk peserta didik yang memiliki

kepribadian paripurna, maka eksistensi pendidikan agama merupakan sebuah

kemestian untuk diajarkan, meskipun pada sekolah-sekolah umum. Namun

demikian, jadi prosesnya tidak hanya dilakukan sebatas transfer of

knowledge, akan tetapi jauh lebih penting adalah bagaimana ilmu yang

mereka peroleh mampu membuahkan suatu sikap yang baik (akhlak al-
karimah), sesuai dengan pesan nilai ilmu yang dimilikinya. Hamka juga

menekankan pentingnya pendidikan jasmani dan rohani (jiwa yang diwarnai

oleh roh agama dan dinamika intelektual) yang seimbang. Integralitas kedua

aspek tersebut akan membantu keseimbangan dan kesempurnaan fitrah

peserta didik. Hal ini disebabkan karena esensi pendidikan Islam berupaya

melatih perasaan peserta didik sesuai dengan fitrah-Nya yang dianugrehkan

kepada setiap manusia, sehingga akan tercermin dalam sikap hidup, tindakan,

keputusan dan pendekatan mereka terhadap semua jenis dan bentuk

pengetahuan dipengaruhi nilai-nilai ajaran Islam.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Buya Hamka adalah sosok cendekiawan Indonesia yang memiliki pemikiran

membumi dan bervisi masa depan. Pernyataan ini tidaklah berlebihan jika kita melihat betapa

banyak karya dan buah pikiran Hamka yang turut mewarnai dunia, khususnya Islam.

Keterlibatan Hamka di berbagai aspek keilmuan menunjukkan bahwa beliau adalah

sosok yang cerdas , penuh inspiratif dan masih banyak hal lain yang dapat kita adopsi untuk

mencetak generasi-generasi masa depan seperti Hamka.

Makalah yang spesifik membahas kajian tokoh ini berusaha memberikan gambaran

bagaimana biografi Hamka,karya-karya beliau dan bagaimana pemikiran dan pengaruhnya

terhadap pendidikan Islam. Karena diakui atau tidak pemikiran Hamka masih kental kita

rasakan saat ini.

Pemikiran-pemikiran Hamka tersebut didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadits yang

disertai dengan argumen-argumen yang mendukung hal tersebut. Karena pada hakikatnya Al-

Qur’an adalah kitab yang akan tetap mampu menjawab segala persoalan hidup manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Hamka. Lembaga Hidup. Jakarta: Djajamurni. 1962. ______. Falsafah Hidup. Jakarta:
Pustaka Panjimas. 1984. Mohammad, Herry. Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad
20. Jakarta: Gema Islami. 2006. Nizar, Samsul. Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan
Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008
Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES Anggota
IKAPI. Susanto, A. Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah. 2009. Ramayulis.
Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: Quantum Teaching. 2005. Tamin, Mardjani.
Sejarah Pendidikan Daerah Sumatera Barat. Jakarta: Dep P dan K RI. 1997.

Anda mungkin juga menyukai