Anda di halaman 1dari 19

HAKIKAT ANAK DALAM ISLAM

Mata Kuliah : Psikologi Pendidikan Islam


Dosen Pengampu : Nor Amalia Abdiah, M.Psi, Psikolog

Oleh :

Norhalisa Amalia (2017130049)


Eka Maulida Hayati (2017130044)
Yulianti (2017130055)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
DARUL ULUM KANDANGAN
TAHUN AKADEMIK

2018

1
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga makalah yang
berjudul “Hakikat Anak dalam Islam” ini dapat diselesaikan. Selawat serta salam
semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, para
sahabatnya, keluarganya, dan sekalian umatnya hingga akhir zaman.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menghaturkan ucapan terima kasih
kepada Dosen Pengampu mata kuliah Psikologi Pendidikan Islam Ibu Nor Amalia
Abdiah, M.Psi, Psikolog, yang telah memberikan bimbingan serta arahan kepada
para penulis dalam upaya pembuatan makalah ini.
Namun mengingat kemungkinan adanya kekeliruan ataupun kekurangan,
maka dengan lapang dada penulis menerima saran maupun kritik serta masukan
dari para pembaca. Akhir kata, semoga makalah yang sederhana ini bermanfaat
adanya. Amin yaa rabbal alamin.

Kandangan, September 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

BAB I : PENDAHULUAN........................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................................................... 2

BAB II : PEMBAHASAN............................................................................................. 3

A. Hakikat Anak dan Anak dalam Perspektif Alquran dan Hadis .....................................3
B. Perkembangan Manusia ............................................................................................ 5
C. Hak dan Kewajiban Orang Tua ................................................................................. 8
D. Hak dan Kewajiban Anak.......................................................................................... 12

BAB III: PENUTUP.................................................................................................... 15


A. Simpulan .................................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak asing bagi kita, terlebih lagi kkta
sedang berinteraksi aktif di dalamnya. Kita sepakat bahwa pendidikan diperlukan
oleh semua orang. Bahkan dapat dikatakan bahwa dalam proses menuju
kedewasaannya, setiap manusia melalui tahap pendidikan ini.
Pada masa ini seringkali kita sebagai ummat Islam terkesima dengan
kemajuan peradaban dunia Barat. Tentunya jika sebuah peradaban suatu bangsa
sangat maju, maka dapat dipastikan bahwa pendidikan yang mereka kembangkan
sangatlah maju pula. Padahal sebelum itu, pada abad ke-7 masehi ummat Islam
adalah rujukan pengetahuan bagi bangsa-bangsa di dunia. Namun masa keemasan
tersebut pun harus diakhiri dekan runtuhnya daulah Abbasiyah.
Agama Islam merupakan agama yang sempurna, agama yang dibawa Nabi
Muammad ini diajarkan melalui mukjizat yang berupa teks al-Qur’an, al-Qur’an
merupakan teks rujukan dan pedoman bagi ummatnya dalam seluruh aspek
kehidupan termasuk pendidikan. Di dalam al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang
tidak menyebutkan makna secara “gamblang” dan jelas, penjelasan dari ayat
tersebut diperoleh melalui penjelasan Hadits Nabi yang kemudian disebut sebagai
teks utama setelah al-Qur’an.
Sebenarnya agama Islam sangat mengutamakan proses pendidikan, hal
tersebut dapat dilihat dari lima ayat yang pertama kali diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW dalam surat al-‘Alaq. Banyak juga hadits yang menjelaskan
tetang pentingnya pendidikan bagi manusia. Namun sebagai dua teks utama,
ummat Islam seringkali lupa akan ajaran-ajaran yang dijelasknnya.

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Apa Hakikat Anak dan Anak dalam Perspektif Quran dan Hadist?
2. Apa Perkembangan Manusia dalam Alquran?
3. Apa Hak dan Kewajiban Orang Tua dan Anak?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Hakikat Anak dan Anak dalam Perspektif Quran dan Hadist!
2. Mengetahui Perkembangan Manusia dalam Alquran!
3. Mengetahui Hak dan Kewajiban Orang Tua dan Anak!
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Anak dan Anak dalam Perspektif Quran dan Hadist


Anak adalah anugerah sekaligus amanah yang diberikan Allah SWT kepada
setiap orang tua. Berbagai cara dan upaya dilakukan orang tua agar dapat melihat
anak-anaknya tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya. Namun seringkali
harapan tidak sesuai dengan kenyataan, entah karena terhambatnya komunikasi
atau minimnya pengetahuan kita selaku orang tua tentang bagaimana Islam
memberikan tuntunan dan pedoman tentang memperlakukan anak sesuai dengan
proporsinya.
Rasulullah saw mengajarkan bahwa ada dua hal potensial yang akan
mewarnai dan membentuk kepribadian anak yaitu orang tua yang melahirkannya
dan lingkungan yang membesarkannya. Rasulullah saw bersabda :

‫ﻴﻤﺠﺴﺍﻧﮫ ﺍﻭ ﻴﻨﺻﺭﺍﻧﮫ ﺍﻭ ﻴﻫﻭﺪﺍﻧﮫ ﻓﺍﺑﻭﺍﮦ ﻋﻟﻰﺍﻟﻔﻄﺮﺓ ﻴﻭﻟﺪ ﻤﻮﻟﻭﺪ ﻜﻝ‬


“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah, maka kedua orang
tuanyalah yang membuat dia (memiliki karakter) yahudi, atau (memiliki karakter)
nasrani atau (memiliki karakter) majusi.” ( HR. Muslim )
Fenomena yang terjadi saat ini, tidak sedikit keluarga yang memiliki filosofi
keliru tentang eksistensi anak. Seringkali keluarga yang hanya memiliki filosofi
bahwa kehadiran anak semata-mata akibat logis dari hubungan biologis kedua
orang tuanya, tanpa memilki landasan ilmu dan makna arahan keberadaan
anugerah anak.1
Berkaitan dengan eksistensi anak, Alquran menyebutnya dengan beberapa
istilah antara lain :
1. Perhiasan atau kesenangan
Firman Allah SWT yang artinya:
1
http://tarbiyatulizzatiljannah.wordpress.com/ diakses pada tanggal 18 September 2018

3
4

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-


amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta
lebih baik untuk menjadi harapan.” ( QS.18 Al Kahfi : 46 )
2. Musuh
Firman Allah SWT yang artinya:
“Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan
anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah kamu
terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta
mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” ( QS.64 Ath-Taghobun : 14 )
3. Fitnah
Firman Allah SWT yang artinya:
“ Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu),
dan disisi Allah-lah pahala yang besar.” ( QS.64 Ath-Taghobun : 15 )
4. AmanahFirman Alloh SWT :
“(27) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah
dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-
amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (28) Dan
ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan
Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” ( QS.8 Al Anfal : 27-28 )
5. Penentram dan penyejuk hati Firman Allah SWT yang artinya:
“Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada
Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan
Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” ( QS.25 Al Furqon :
74 )
Filosofis Keberadaan Anak Menurut Al Quran diperankan secara aktual
oleh Nabi Ibrahim as dan Nabi Zakaria as. Dunia pendidikan Barat mengenalkan
bahwa 80% usia perkembangan intelektual anak pada usia 0-4 tahun (50%) dan 4-
8 tahun (30%) yang dinamakan Golden Age (Masa Keemasan). Namun jauh
sekitar 15 abad yang lalu, Nabiyullah Muhammad Rasulullah saw telah
mengemukakan :
5

”Perumpamaan orang yang mencari ilmu pada masa kecilnya bagaikan


mengukir menulis di atas batu, dan perumpamaan orang yang belajar di waktu
dewasa bagaikan menulis di atas air.” (HR. Thabrani)

B. Perkembangan Manusia dalam Alquran


1. Tahap Pranatal (Sebelum Kelahiran)
Di dalam Alquran telah dijelaskan secara jelas bahwa ada beberapa tahap
perkembangan yang di lalui sebelum menjadi manusia seutuhnya dalam hal ini
adalah berupa janin. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Mu’minunayat
12-14 yang artinya sebagai berikut “ Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan
saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu
Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan
daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maha
sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik”.
Dari terjemahan ayat diatas dapat dijelaskan fase perkembangan manusia
sebelum menjadi janin yaitu: Pertama, dari saripati tanah (Sulalatin min tin).
Kedua, menjadiair mani yang telah bertemu dengan ovum (nutfah). Ketiga,
menjadi segumpal darah (‘alaqah). Keempat, menjadi segumpal daging
(mudghah). Kelima, menjaditulang belulang (idham), Keenam, menjadi tulang
belulang yang dibungkus oleh daging (lahm), kemudian Allah jadikan menjadi
makhluk yang berbeda dari sebelumnya yaitu manusia.2
2. Tahap Pascanatal (0-2 tahun)
Pada tahap ini ada ketika anak pertama kali melihat dunia, pada tahap ini
fungsi indera yang sudah berkembang adalah indera pendengaran. Salah satu
alasan mengapa ketika anak lahir di dengarkan adzan dan iqamah padanya. Alasan
kedua adalah sebagai penegasan kesaksiannya pada Allah swt, potensi fitrah
manusia untuk bertuhan di kuatkan pada saat anak dilahirkan.
2
Fuad Nashori, Potensi-potensi manusia: Seri psikologi islami, (Yogyakarta: Pustaka
pelajar, 2003) hal. 129
6

Jika fungsi pendengarannya dioptimalkan pada fase ini maka akan


menstimulus potensi-potensi intelektual, emosi, dan spiritual pada anak. Jika
orangtua memperdengarkan hal-hal baik pada anaknya maka hal tersebut sangat
berdampak baik pengetahuannya. Seperti contoh, ibunda imam Syafi’i selalu
memperdengarkan ayat-ayat al-qur’an sejak lahir dengan intens dan konsisten,
ketika menyusui, ibunya sambil bersenandung membaca al-qur’an, dan luar biasa
bahwa, imam syafi’i telah mampu menghafalkan al-qur’an ketika berumur 7
tahun, jadi seperti ia hanya mengulang saja apa yang telah ia dengar sejak bayi
dari ibunya.
3. Tahap Kanak-kanak (2-7 tahun)
Tahap ini adalah tahap dimana seorang anak mengeksplorasi dunianya, fase
kritis dimana anak akan sangat aktif bergerak dan memuaskan rasa penasarannya
terhadap apa yang ia temui. Karena hal tersebut akan memberikan efek yang baik
untuk akal dan qalb-nya.Dengan eskplorasi, anak akan melihat dunia, ciptaan-
ciptaan Allah, dan semakin mempertegas kesaksiannya terhadap kekuasaan Allah,
tidak hanya sekedar di alam azali, dan adzan iqamah ketika lahir.
Fase ini merupakan terbentuknya kerangka tauhid untuk anak. Peran
orangtua sangat penting dalam mengajarkan tauhid pada anaknya, mengenalkan
Allah dan menanamkan pradigma ketuhanan, dengan begitu diharapkan anak
dalam memandang sesuatu di dunia, berfikir itu adalah kekuasaan Allah. Hal ini
dapat dilakukan dengan bercerita atau menjadi contoh yang baik. Jadi, eksplorasi
lingkungan pada fase ini sangatlah penting dalam melatih akal anak dalam
berfikir.
4. Tahap Tamyiz (7-10 tahun)
Fase ini adalah fase dimana seseorang siap menjadi ‘abdullah (hamba
Allah), sudah terkena tanggung jawab untuk menjalankan perintah Allah dan
menjauhi larangannya, fase Tamyiz ini biasa kita sebut dengan fase baligh. Di
tahap ini seorang anak mulai diajarkan untuk memahami siapa Tuhannya (Tauhid)
dan agamanya yang akan menjadi panduan hidupnya di dunia dan akhirat. Di fase
ini anak sudah mulai bisa membedakan yang mana baik dan buruk, salah dan
benar, antara yang prioritas dan bukan prioritas. Mengajarkan anak adanya
7

tingkatan hukum yang ada dalam islam yaitu halal, haram, wajib, sunnah, mubah,
makhruh dan syubhat.
Sebuah hadist yang menjadi rujukan cara mendidik anak fase Tamyiz
menurut Islam adalah sebagai berikut “Bila anak telah berusia tujuh tahun
perintahkanlah dia untuk melaksanakan shalat dan saat berusia 10 tahun maka
pukullah bila dia meninggalkannya”. (HR. Daud)
5. Tahap Amrad (10-15 tahun)
Jika tahap Tamyiz mempersiapkan seseorang menjadi ‘abdullah (hamba
Allah) maka selanjutnya memasuki fase Amrad yaitu fase dimana seseorang
dipersiapkan menjadi khalifah (wakil Allah) di bumi. Seorang khalifah yang
menyebarkan kebaikan dan mencegah keburukan (‘amar ma’ruf nahi mungkar)
Karena fase ini adalah persiaan seseorang menjadi khalifah (wakil Allah)
maka hal dasar yang harusdiajarkan adalah kesadaran tanggung jawab terhadap
semua makhluk, karena manusia lah yang menjadi wakil Allah yang akan
mengatur, menjaga, mengolah semua yang ada di bumi ini. Seperti Nabi
Muhammad SAW, sejak umur 12 tahun beliau terlibat dalam perang fijar yang
dilakukan oleh orang-orang Quraisy, beliau berperan dalam kelancaran pasokan
senjata bagi pasukan yang berperang.3
6. Tahap Taklif (15-40 tahun)
Pada tahap ini manusia sudah dianggap dewasa, ia sudah terkena kewajiban
untuk menjadi ’abdullah (hamba allah) dan khalifah (pemimpin) yang baik.
Kemandirian yang disiapkan pada tahap amrad diharapkan dapat menjadi bekal
seseorang menjadi pemimpin yang multisolusi, memahami berbagai masalah, dan
memiliki kemampuan bertindak dan pemimpin yang dapat diandalkan. Dan bekal
yang telah disipakan pada tahap tamyiz diharapkan menjadikan ia sebagai
seseorang yang taat pada Allah.
7. Tahap Futuh (40 keatas)
Tahap ini adalah tahap dimana seseorang mengalami kecerahan batin dan
memperoleh futuh (keterbukaan hal-hal yang spiritual), atau dapat dikatakan
3
Abdul Mujib, Kepribadian dalam psikologi islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007)
h. 400
8

sebagai kematangan spiritual. Contoh dalam kematangan spiritualitas pada umur


40 tahun ini adalah Rasulullah, beliau diangkat menjadi rasul ketika berumur 40
tahun. Beliau memaksimalkan potensi hati, aql, dan qalbunya untuk dekat dengan
Allah sekaligus bagaimana memahami kondisi masyarkat disekitarnya.
Ia dapat memahami realitas alam semesta, semuanya tersingkap, sehingga
hati, qalbu, dan akal pikriannya dapat memahami realitas. Ketika seseorang telah
mencapai tahap ini, ia mulai sadar bahwa kesalihan terbaik bukan hanya dinikmati
untuk diri sendiri tetapi oleh orang lain juga. Salah satu ciri fase futuh yaitu
semakin kokohnya kekuatan untuk bertindak amar ma’ruf nahi mungkar.
8. Tahap pascakematian
Kehidupan manusia pascakematian ada tiga yaitu alam barzah, hari kiamat,
dan kehidupan di surga/neraka. Di jelaskan dalam beberapa hadis mengenai
kondisi penghuni surga yaitu memiliki tinggi seperti nabi adam, 60 hasta keatas,
tidak ada aktivitas ekskresi (pembuangan), semua penghuni surge memiliki sifat
yang baik.4

C. Hak dan Kewajiban Orang Tua


1. Membangun Keluarga Sakinah
Disyariatkannya pernikahan dalam agama Islam adalah untuk menciptakan
keluarga sakinah. Yaitu keluarga yang tenang, tentram, damai, sejahtera dan
bahagia, serta penuh limpahan mawaddah wa rahmah ( cinta dan kasih saying) di
bawah naungan ridha Allah SWT, sesuai dengan cita-cita dan keinginan para
calon suami istri. Sehubungan dengan hal tersebut, maka agama Islam
memberikan petunjuk dan bimbingan kepada para pemeluknya yang akan dan
telah melangsungkan pernikahan, tentang bagaimana cara menciptakan keluarga
yang sakinah.
2. Kewajiban Orang Tua Kepada Anak Menurut Al-Quran
Anak adalah amanat dari Allah SWT. Ia berhak hidup sejahtera dan bahagia
lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, orang tua

4
Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi perkembangan islami: menyikapi rentang
kehidupan manusiadari prakelahiran hingga pascakematian, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2008), h. 74
9

berkewajiban memelihara kesehatan dan pertumbuhan fisik, mengembangkan


bakat dan kemampuan serta membimbing rohaniah anak sesuai dengan ajaran
Islam. kewajiban orang tua terhadap anak, antara lain adalah:
a. Memberikan nama yang baik.
Nama yang diberikan kepada anak sangat menentukan kehormatannya di
masa depan nanti. Pada hari ketujuh kelahiran anak, orang tua sunnah
menyelenggarakan acara Walimatu al-Tasmiyah (upacara atau selamatan
pemberian nama). Hal ini sunnah dilaksanakan sebagai ucapan rasa syukur
kehadirat Allah SWT yang telah menganugrahkan anak kepada mereka. Acara ini
juga merupakan sebagian dari ajaran Islam yang sudah menjadi tradisi dalam
masyarakat Islam, khususnya di Indonesia. Sebagaimana telah disabdakan
Rasulullah SAW dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh ashab al-Sunan
(Imam Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Nasa’i dan Ibnu Majah) dari sahabat Samurah
RA. yang artinya: “Setiap anak tergadai oleh ‘aqiqah yang disembelih untuknya
pada hari ketujuh kelahirannya, diberi nama dan dipotong rambutnya”.
b. Memberikan kasih sayang yang tulus.
Orang tua berkewajiban memberikan kasih sayang yang tulus kepada anak-
anaknya, baik anak laki-laki maupun anak perempuan. Sebagaimana telah
disabdakan Rasulullah SAW dalam hadits shahih yang diriwayatkan Imam
Tirmidzi dan Ahmad ibn Hambal dari sahabat Abdullah ibn Abbas RA. yang
artinya: “Tidak termasuk umatku (yang baik), seseorang yang tidak sayang
kepada anak kecil dan tidak menghormati orang tua”.5
c. Memperlakukan anak-anak dengan adil.
Perlakuan yang adil harus tercermin dalam seluruh sikap dan prilaku orang
tua terhadap anak-anaknya, baik dalam memberikan kasih sayang, memberikan
nafkah maupun dalam memberikan kesempatan meraih cita-cita dan prestasi.
Tradisi masyarakat yang lebih meemberikan kesempatan kepada anak laki-laki
dibanding anak perempuan adalah salah dan bertentangan dengan agama Islam.
Islam adalah agama yang memberikan hak-hak yang sama antara anak laki-laki

5
Hamdan Rasyid, Bimbingan Ulama Kepada Umara dan Umat, (Jakarta: Majelis Ulama
Indonesia, 2006), h. 75-78
10

dan perempuan. Mereka sama-sama berhak memperoleh kasih sayang, nafkah dan
pendidikan dari orang tuanya. Sehubungan dengan hal ini, maka ketika
masyarakat Arab jahiliyah bersikap diskriminatif terhadap anak-anak perempuan,
Allah SWT justru memberikan perempuan kepada Rasulullah SAW dan diberi
nama Fatimah al-Zahra. Dan hanya dari Fatimah al-Zahra inilah Rasulullah SAW
mendapatkan cucu serta cicit yang berkembang luas hingga sekarang. Hal ini
memberikan pesan kepada seluruh manusia khususnya umat Islam, bahwa
mempunyai anak perempuan bukanlah suatu kehinaan, dan bahwa anak
perempuan tidak lebih rendah dibanding dengan anak laki-laki.
d. Memberikan nafkah yang memadahi sesuai kebutuhan anak.
Orang tua berkewajiban memberi nafkah yang memadahi sesuai dengan
kebutuhan anak, baik berupa makanan, minuman, pakaian, maupun yang lainnya,
yang diperlukan untuk membantu pertumbuhan fisik dan pemeliharaan kesehatan
mereka. Nafkah tersebut diberikan orang tua kepada anak-anaknya sejak lahir
hingga memasuki usia baligh. Oleh karena itu, para ibu berkewajiban mamberikan
air susu ibu (ASI) kepada anak-anaknya sejak mereka lahir hingga berusia dua
tahun. Sebagaimana difirmankan dalam surat al-Baqarah ayat 233 :
‫ض ْعنَ َﻭ ْﺍﻟ َﻮ ِﻟﺪَت‬
ِ ‫َاملَﻴ ِْن َح ْﻮﻟَﻴ ِْن أ َ ْﻭﻟَـﺪَﻫن ي ْﺮ‬
ِ ‫ﻋةَ يتِم أَن أ َ َﺭﺍدَ ِﻟ َﻤ ْن ك‬
َ ‫ضا‬
َ ‫ﺍﻟﺮ‬
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan susuannya”.
Selain memberikan air susu ibu (ASI), orang tua juga berkewajiban
memberikan makanan, minuman, pakaian dan sebagainya yang diperlukan anak-
anak sesuai dengan pertumbuhan fisik dan perkembangan jiwa mereka. Hal ini
dimaksudkan agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan sehat serta
terhindar dari berbagai penyakit yang menyebabkan lemahnya fisik, akal pikiran,
kecerdasan, emosi, dan spiritual. Sebagaimana telah diingatkan Allah SWT dalam
surat al-Nisa’ ayat 9:
َ ‫ض َعـﻔا ذ ِﺭية خ َْل ِﻔ ِه ْم ِم ْن ت ََﺮكﻮﺍْ ﻟَ ْﻮ ﺍﻟذِينَ َﻭ ْﻟ َﻴ ْخ‬
‫ش‬ َ ‫سﺪِيﺪﺍ قَ ْﻮل َﻭ ْﻟ َﻴقﻮﻟﻮﺍْ ّللاَ ﻓَ ْل َﻴتقﻮﺍ‬
ِ ْ‫ﻋلَ ْﻴ ِه ْم خَاﻓﻮﺍ‬ َ
Artinya: “ Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa
11

kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang


benar”.(QS.An-Nisaa’4 :9)
e. Menanamkan ajaran agama Islam sejak usia dini.
Para orang tua berkewajiban untuk menanamkan ajaran-ajaran agama Islam
kepada anak-anaknya sejak usia dini, agar mereka tumbuh dan berkembang
menjadi anak yang shaleh dan shalehah, serta mampu menjadi qurrota a’yun
(penenang jiwa dan penyejuk hati) bagi kedua orang tuanya. Hal itu harus
dilakukan sejak anak lahir dengan mengumandangkan adzan dan iqomat di kedua
telinganya dengan tujuan agar suara yang terdengar dan terekam oleh anak adalah
kalimat-kalimat tauhid. Kemudian diikuti dengan pemberian nama yang islami
dan diberikan contoh teladan yang baik sesuai dengan perkembangan jiwa anak.
f. Memberikan pendidikan yang baik sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul
Agar anak-anak tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga menjadi
anak-anak yang shaleh dan shalehah serta hidup berbahagia di dunia dan di
akhirat, maka orang tua berkewajiban mendidik mereka sesuai dengan prinsip-
prinsip pendidikan Islam yang telah diajarkan Allah dan Rasul-Nya.
Salah satunya adalah dengan cara menanamkan iman yang mantap dalam
jiwa mereka serta membiasakannya untuk mengamalkan ajaran-ajaran agama
Islam dan berhias diri dengan al-Akhlak al-Karimah. Orang tua juga harus
memperkenalkan anak-anaknya terhadap realitas kehidupan berdasarkan
kemampuan daya pikir mereka, bagaimana menjalani kehidupan dengan
berdasarkan syari’at agama Islam.
3. Ilmu Pengetahuan Yang Wajib Diajarkan Kepada Anak
Ilmu pengetahuan yang wajib diajarkan kepada anak, meliputi pokok-pokok
ajaran agama Islam yang wajib dikaji oleh seluruh umat Islam karena wajib
diyakini kebenarannya, dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pokok-pokok ajaran Islam tersebut adalah meliputi tiga ajaran pokok, yaitu:
Aqidah, Syari’ah dan Tasawuf. Hal ini didasarkan pada materi dialog antara
Malaikat Jibril dengan Rasulullah SAW di hadapan para sahabat dengan tujuan
untuk mengajarkan pokok-pokok ajaran Islam kepada mereka.
12

D. Hak dan Kewajiban Anak


1. Menaati Orangtua.
Menaati kedua orangtua hukumnya wajib atas setiap muslim, sedang
mendurhakai keduanya merupakan perbuatan yang diharamkan, kecuali jika
mereka menyuruh untuk menyekutukan Allah (berbuat syirik) atau bermaksiat
kepadaNya. 6
2. Berbakti dan merendahkan diri di hadapan kedua orangtua
Allah berfirman, artinya, “Jika salah seorang diantara keduanya/kedua-
duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah kamu
sekali-kali mengatakan kepada keduanya dengan perkataan “ah”, dan janganlah
kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang
dan ucapkanlah “wahai Tuhanku, kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (QS. Al-Israa’: 23-24)
3. Berbicara lemah lembut
Bergaul dengan orangtua dengan cara yang baik, antara lain adalah dengan
berbicara yang lemah lembut kepada keduanya. Tawadlu (rendah hati) kepada
keduanya merupakan suatu hal yang wajib bagi anak.
4. Menyediakan makanan
Hal ini juga termasuk bentuk bakti kepada kedua orang tua, terutama jika
hal tersebut merupakan hasil jerih payah sendiri. Lebih-lebih jika kondisi
keduanya sudah renta. sudah seyogyanya, mereka disediakan makanan dan
minuman yang terbaik dan lebih mendahulukan mereka berdua dari pada dirinya,
anaknya dan istrinya.
5. Meminta izin sebelum berjihad dan pergi untuk urusan lainnya.
Izin kepada orangtua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan.
Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan bertanya, “Wahai Rasulullah
apakah aku boleh ikut berjihad?” Beliau balik bertanya, “Apakah kamu masih
mempunyai kedua orangtua?” Laki-laki tersebut menjawab, “Masih”. Beliau

6
Syeh Hasan Al-Bana, Aqidah Islam, terjemahan oleh Ridwan Muhammad Ridwan,
(Bandung; PT. AL-Ma’arif), h. 68.
13

bersabda, “Berjihadlah (dengan cara berbakti) kepada keduanya.” (HR. al-


Bukhari dan Muslim).
6. Memberikan nafkah
Beberapa ayat dalam Al Qur’an yang membahas tentang hal ini adalah Al
Baqarah ayat 15 dan Ar Rum ayat 38. Rasulullah pernah bersabda kepada seorang
laki-laki ketika ia berkata, “Ayahku ingin mengambil hartaku”. Nabi bersabda,
“Kamu dan hartamu adalah milik ayahmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu
Majah). Oleh sebab itu, hendaknya seseorang jangan bersikap bakhil (kikir)
terhadap orang yang menyebabkan keberadaan dirinya, memeliharanya ketika
kecil, serta telah berbuat baik kepadanya.
7. Membuat keduanya ridha dengan berbuat baik kepada orang-orang yang
dicintainya.
Hendaknya seseorang membuat kedua orang tuanya ridha dengan berbuat
baik kepada orang-orang yang mereka cintai. Yaitu dengan memuliakan mereka,
menyambung tali silaturrahim dengan mereka, menunaikan janji-janji (orang tua)
kepada mereka, dan lain sebagainya.
8. Memenuhi sumpah/Nazar kedua orangtua
Jika kedua orang tua bersumpah untuk suatu perkara tertentu yang di
dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib bagi seorang anak untuk
memenuhi sumpah keduanya karena hal itu termasuk hak mereka.
9. Tidak Mencaci maki dan menjaga kehormatan orangtua
Rasulullah bersabda, “Termasuk dosa besar adalah seseorang mencaci maki
orangtuanya.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apa ada orang yang
mencaci maki orangtuanya?” Beliau menjawab, “Ada. Dia mencaci maki ayah
orang lain kemudian orang tersebut membalas mencaci maki orangtuanya. Dia
mencaci maki ibu orang lain lalu orang itu membalas mencaci maki ibunya.”
(HR. al-Bukhari dan Muslim)
Terkadang perbuatan tersebut tidak dirasakan oleh seorang anak, dan
dilakukan dengan bergurau padahal hal ini merupakan perbuatan dosa besar. Yang
dimaksud dengan menjaga kehormatan orang tua ialah menjaga kehormatan dan
martabat orang tua dalam lingkungan pergaulan di tengah masyarakat. Ini
14

merupakan kewajiban anak terhadap orang tuanya, baik ketika berhadapan dengan
orang tuanya ataupun dalam pergaulan dengan teman-temannya sehari-hari.
10. Mendahulukan berbakti kepada ibu daripada ayah
Seorang lelaki pernah bertanya kepada Rasulullah, “Siapa yang paling
berhak mendapatkan perlakuan baik dariku?” beliau menjawab, “Ibumu.” Lelaki
itu bertanya lagi, “Kemudian siapa lagi?” Beliau kembali menjawab, “Ibumu”.
Lelaki itu kembali bertanya, “Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab,
“Ibumu”. Lalu siapa lagi? Tanyanya. “Ayahmu,” jawab beliau.” (HR. Al-
Bukhari dan Muslim)
Maksud ‘lebih mendahulukan berbuat baik kepada ibu’ dalam hadits
tersebut adalah bersikap lebih halus dan lembut kepada ibu daripada ayah.
Sebagian Ulama salaf berkata, “Hak ayah lebih besar dan hak ibu patut untuk
dipenuhi.”
11. Mendoakan
Qs. Al-Israa’: 24. “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah “wahai Tuhanku, kasihanilah mereka
bkeduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik ku waktu aku kecil”.
12. Merawat
Qs. Al-Israa’: 23. “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah (kamu berbakti) kepada kedua
orang tua dengan kebaktian sempurna. Jika salah seorang diantara keduanya
atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”, dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka dengan
perkataan yang mulia.7

7
Abdul Mustakim, Kedudukan dan Hak-hak Anak dalam Perspektif al-Qur’an, (Artikel
Jurnal Musawa, vol.4 No. 2, Juli-2006), h. 72
15

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak adalah anugerah sekaligus amanah yang diberikan Allah SWT kepada
setiap orang tua. Berbagai cara dan upaya dilakukan orang tua agar dapat melihat
anak-anaknya tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya. Namun seringkali
harapan tidak sesuai dengan kenyataan, entah karena terhambatnya komunikasi
atau minimnya pengetahuan kita selaku orang tua tentang bagaimana Islam
memberikan tuntunan dan pedoman tentang memperlakukan anak sesuai dengan
proporsinya.
Di dalam Alquran telah dijelaskan secara jelas bahwa ada beberapa tahap
perkembangan yang di lalui sebelum menjadi manusia seutuhnya dalam hal ini
adalah berupa janin. Anak adalah amanat dari Allah SWT. Ia berhak hidup
sejahtera dan bahagia lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat. Oleh
karena itu, orang tua berkewajiban memelihara kesehatan dan pertumbuhan fisik,
mengembangkan bakat dan kemampuan serta membimbing rohaniah anak sesuai
dengan ajaran Islam.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Bana, Syeh Hasan, Aqidah Islam, terjemahan oleh Ridwan Muhammad


Ridwan, Bandung; PT. AL-Ma’arif.

Hasan, Aliah B. Purwakania, Psikologi perkembangan islami: menyikapi


rentang kehidupan manusiadari prakelahiran hingga pascakematian,
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008.

Mujib, Abdul, Kepribadian dalam psikologi islam, Jakarta: RajaGrafindo


Persada, 2007.

Mustakim, Abdul, Kedudukan dan Hak-hak Anak dalam Perspektif al-


Qur’an, Artikel Jurnal Musawa, vol.4 No. 2, Juli-2006.

Nashori, Fuad, Potensi-potensi manusia: Seri psikologi islami, Yogyakarta:


Pustaka pelajar, 2003.

Rasyid, Hamdan, Bimbingan Ulama Kepada Umara dan Umat, Jakarta:


Majelis Ulama Indonesia, 2006.

http://tarbiyatulizzatiljannah.wordpress.com/ diakses pada tanggal 18


September 2018

iii

Anda mungkin juga menyukai