Anda di halaman 1dari 20

VISI DAN MISI PENDIDIKAN ISLAM

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas individual


Mata Kuliah: Konseling Pendidikan Islami
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Saiful Akhyar, MA

Disusun Oleh :
Robin Sirait (4002213038)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM


PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA (UINSU) MEDAN
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, segala Puji dan syukur bagi Allah Rabb
sekalian alam, saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
hidayah, inayah serta karunia-Nya kepada kita semua sehingga kami tetap dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik, sholawat dan salam senantiasa kita
fadiahkan kepada junjungan kita baginda Rasullah SAW.
Penulisan makalah ini, dibuat berdasarkan tugas individual yang di
berikan oleh Bapak Dosen dalam materi yang berjudul “Visi dan Misi
Pendidikan Islam” Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, saya dapat
menyusun, dan menyelesaikan makalah ini. Di samping itu, saya mengucapkan
untaian terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam
menyelesaikan pembuatan makalah ini, baik dalam bentuk moril maupun dalam
bentuk materil sehingga dapat terlaksana dengan baik.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kekurangan
serta amat jauh dari kata kesempurnaan, karena kesempurnaan hanya milik Allah
SWT, Namun, saya telah berusaha semaksimal mungkin dalam membuat
makalah ini. Di samping itu, saya sangat mengharapkan kritik serta saran dari
semua rekanan demi tercapainya kesempurnaan yang di harapkan dimasa akan
datang.

Medan, 22 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1

BAB II : PEMBAHASAN

A. Rahmat Bagi Alam Semesta ............................................................ 3

B. Penghargaan Terhadap Ilmu dan Orang yang Berilmu............... 6

1. Penghargaan Islam terhadap Ilmu................................................... 6

2. Penghargaan Islam terhadap orang yang berilmu ....................... 7

C. Membangun Peradaban dan Penyelamatan Umat........................ 9

1. Membangun Peradaban................................................................... 9

2. Tantangan Pendidikan Islam ..................................................... 10

3. Pendidikan Islam Menjadi Harapan .......................................... 11

BAB III : KESIMPULAN ................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan pada Al-
Qur’an dan Sunnah, maka pendidikan Islam selain menggunakan pertimbangan
rasional dan data empiris juga berdasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam
perjalanan sejarahnya, sebuah kegiatan pendidikan ditentukan oleh visi dan misi yang
melatar belakanginya.
Secara umum peristilahan visi dipahami dengan pengertian penglihatan, daya
lihat, pandangan, impian atau bayangan.Visi yang terambil dari bahasa Inggris yaitu
vision juga dapat diartikan sebuah cita-cita, keinginan, angan-angan, khayalan dan
impian ideal yang ingin dicapai. Visi tersebut biasanya dirumuskan secara sederhana,
singkat, padat dan jelas, namun mengandung makna yang luas dan dalam. Selain itu,
suatu visi biasanya menggambarkan sebuah cita-cita jangka panjang dan sulit diukur
dalam jangka waktu tertentu.1
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa visi adalah upaya berpikir
abstrak dengan menempatkan pandangan jauh ke depan sebagai suatu sasaran ideal
yang hendak dicapai yang diwujudkan dalam sebuah rancangan yang sistematis dan
terorganisir kemudian dikuti dengan berbagai aktifitas sebagai sarana menuju sasaran
yang dimaksud. Visi tersebut mengandung cita-cita, nilai, semangat motivasi, niat
yang jelas, wawasan dan keyakinan. Seperti halnya perkataan visi, istilah misi juga
terambil dari bahasa Inggris yaitu vision yang berarti tugas, perutusan dan misi. Di
samping itu misi juga dapat diartikan sebagai langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan
yang bersifat strategis dan efektif dalam rangka mencapai visi yang telah ditetapkan.
Visi dan misi merupakan fondasi sekaligus jalan penunjuk bagi
penyelenggaraan pendidikan. Visi misi menunjukkan kebutuhan dan harapan

1
Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Quran, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,
2005), hlm.16

1
masyarakat (stakeholder) terhadap sekolah dan sistem pendidikan negara. Visi dan
misi seharusnya dipahami dan dijalankan oleh seluruh pelaksana pendidikan pada
tingkat individu, sekolah, masyarakat.
Pada dasarnya visi, dan misi pendidikan (Islam) yang terkandung dalam
hadis-hadis Rasulullah SAW sejalan dengan visi, misi dan tujuan yang dimuat di
dalam Al-Quran. Visi pendidikan Islam adalah “membentuk hamba Allah yang
shaleh, sebagai komponen masyarakat terkecil, menuju terbentuknya masyarakat
yang terbaik (khairul ummah)”
Jika dicermati lebih jauh visi pendidikan Islam tersebut,secara implisit terlihat
bahwa untuk mewujudkan umat yang terbaik (khairul ummah) mesti berawal dari
keshalehan individual setiap anggota masyarakat.
Tulisan dibawah ini akan membahas mengenai visi dan misi pendidikan
sebagai rahmat bagi alam semesta, penghargaan terhadap ilmu dan orang-orang yang
berilmu serta membangun peradaban dan penyelamat umat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Rahmat Bagi Alam Semesta


Pendidikan Islam dari semua aspek dan dimensinya pada akhirnya diharapkan
mampu menjadi rahmat bagi alam semesta, baik dari segi hubungan manusia dengan
sesama, hubungan manusia dengan lingkungan dan juga hubungan dengan Robbnya.2
Konsep Pendidikan Islam menawarkan banyak keutamaan. Keutamaan itu
meliputi antara lain karena bersumber dari kebenaran ilmiah, mencakup segenap
aspek kehidupan manusia, berlaku universal, tidak terbatas hanya untuk bangsa
tertentu saja, berlaku sepanjang masa, bahkan menyiapkan pengembangan naluri-
naluri kemanusiaan hingga tercapai kehidupan yang hakiki.
Menurut Imam Al-Ghazali, tujuan utama dari pendidikan Islam adalah
kesempurnaan manusia di dunia dan akhirat. Manusia dapat mencapai kesempurnaan
melalui ilmu untuk memberi kebahagiaan di dunia dan sebagai jalan mendekatkan
diri kepada Allah. Oleh karena itu, dalam konsep pendidikan Islam terdapat hubungan
yang erat antara Tuhan, manusia dan alam semesta. Hubungan tersebut dinamakan
trilogi hubungan yang terpola tiga arah, yaitu hubungan dengan Tuhan sebagai
makhluk ciptaannya, hubungan dengan manusia sebagai makhluk sosial, dan
hubungan dengan alam semesta sebagai mahkluk Allah yang mengatur,
memanfaatkan kekayaan alam yang terdapat di atas.3
Pertama hubungan dengan Tuhan sebagai makhluk ciptaannya.
Kecenderungan untuk percaya kepada Tuhan merupakan fitrah manusia sejak asal
kejadiannya, sebagaimana dijelaskan dalam Surah Ar-Rum ayat 30, Fitrah ini dimiliki
setiap manusia yang dibawa olehnya sejak kelahiran. Sedangkan Tuhan yang
dimaksud dalam Islam adalah Allah. Firman Allah :
2
Saiful Akhyar Lubis, Konseling Pendidikan Islami Perspektif Wahdatul ‘Ulum, (Medan:
Perdana Publishing, 2021), hlm. 74
3
Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangatnya di Indonesia, Suatu Pengantar, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2007), cet.ke-1, hlm.163

3
‫ﻚ‬
َ ِ‫ﻖ ٱ ﱠ ِۚ َٰذﻟ‬
ِ ۡ‫ﻚ ﻟِﻠﺪﱢﯾﻦِ َﺣﻨِﯿﻔٗ ۚﺎ ﻓِﻄۡ ﺮَتَ ٱ ﱠ ِ ٱﻟﱠﺘِﻲ ﻓَﻄَﺮَ ٱﻟﻨﱠﺎسَ َﻋﻠَﯿۡ ﮭَ ۚﺎ َﻻ ﺗَﺒۡ ﺪِﯾﻞَ ﻟِ َﺨﻠ‬
َ َ‫ﻓَﺄَﻗِﻢۡ َو ۡﺟﮭ‬
َ‫س َﻻ ﯾَﻌۡ ﻠَﻤُﻮن‬
ِ ‫ٱﻟﺪﱢﯾﻦُ ٱﻟۡ ﻘَﯿﱢ ُﻢ َو َٰﻟﻜِﻦﱠ أَﻛۡ ﺜَ َﺮ ٱﻟﻨﱠﺎ‬
Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Q.S Ar-Rum : 30)
Keyakinan kaum muslim kepada Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa, Maha
mengetahui, Maha Bijaksana, dan Maha lainnya merupakan aqidah Islamiyah tentang
ketuhanan. Aqidah ini menjelaskan bahwa Allah adalah pencipta yang tidak memiliki
awal dan akhir. Allah adalah Maha Kuasa dan Maha Mengetahui segala sesuatu yang
ada di langit dan di bumi. Alam ini adalah ciptaan-Nya, yang diciptakan dari tidak
ada menjadi ada.4
Kedua, hubungan dengan manusia sebagai makhluk sosial. Manusia dalam
pengertian insan menunjukan makhluk yang berakal, yang berperan sebagai subjek
kebudayaan. Dapat juga dikatakan bahwa manusia sebagai insan menunjukan
manusia sebagai makhluk psikis yang mempunyai potensi rohani, seperti fitrah,
kalbu, akal. Potensi inilah yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang tertinggi
martabatnya dibandingkan makhluk-makhluk lainnya.5
Kembali mengenai konsep pendidikan Islam, Al-Qur’an sendiri sebenarnya
telah memberikan pedoman akan tujuan manusia hidup. Ada tiga misi yang bersifat
given yang diemban manusia, yaitu misi utama untuk beribadah yang terdapat dalam
Q.S Az-Zariyat ayat 56, Firman Allah :

ِ‫ٱﻹﻧﺲَ إ ﱠِﻻ ﻟِﯿَﻌۡ ﺒُﺪُون‬


ِ ۡ ‫َوﻣَﺎ َﺧﻠَﻘۡ ﺖُ ٱﻟۡ ﺠِﻦﱠ َو‬
Artiinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
menyembahku

4
Ibid., hlm. 176
5
Syaikh Abdul Qadir Abdul Aziz, Keutamaan Ilmu dan Ahli Ilmu, Pen. Abu ‘Abida AlQudsy
(Solo : Pustaka Al Alaq, 2005), hlm. 59

4
Tujuan inilah yang menjadi kualifikasi teleologis dari produk pendidikan
dalam Islam, sehingga mencari ilmu bukan hanya sekedar untuk memenuhi
kebutuhan hidup atau tujuan komoditas sosial dan ekonomi saja. Sebagai khalifah
seorang hamba dituntut tidak hanya mementingkan urusan dan kesejahteraan pribadi
atau orang yang dikenalnya saja, bahkan perannya dalam kehidupan tidak hanya
untuk kebaikan manusia, tetapi juga untuk menjaga keseimbangan alam beserta
ekosistem yang ada di dalamnya.
Ketiga, hubungan dengan alam semesta sebagai mahkluk Allah yang
mengatur, memanfaatkan kekayaan alam yang terdapat di atas. Dalam metafisika
Islam realitas dan alam semenjak awal dipandang mempunyai nilai instrinsik yang
merupakan manifestasi dari aspek ketuhanan. Karena itu, untuk memahaminya secara
utuh dan bukan sepihak manusia tidak bisa semena-mena bersandar pada persepsi
indera dan akalnya saja. Di dalam alam semesta ini manusia tidak dapat hidup
“mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara manusia dan alam semesta saling
membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Alam semesta
membutuhkan manusia untuk merawat dan memeliharanya sedangkan manusia butuh
alam semesta sebagai sarana berinteraksi dengan manusia lainnya.6
Sebagai asas pendidikan Islam, setiap muslim diarahkan supaya punya
pandangan yang jelas tentang hakikat alam semesta baik alam benda maupun alam
selain seperti alam sosial. Hakikat alam atau makrokosmos adalah selain Tuhan,
manusia, alam dan kehidupan adalah bagian (mikrokosmos) dari alam makrokosmos.
Islam memandang bahwa alam ini diciptakan Allah, yang mempunyai keteraturan dan
diciptakan dengan tujuan tertentu dan mulia.7
Menurut Yuwono bahwa pendidikan sebagai lembaga konservatif mempunyai
fungsi-fungsi sebagai berikut: pertama fungsi sosial, kedua fungsi kontrol sosial,
ketiga fungsi pelestarian budaya masyarakat, yang ke empat fungsi latihan dan
6
M. Saefuddin. Deklarasi Pemikiran Landasan Islamisasi, (Bandung:Mizan. 1991),hlm.112
7
Hasan langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Mutiara Sumber Widia, 2005),
hlm.118

5
pengembangan tenaga kerja, kelima fungsi seleksi alokasi, keenam fungsi pendidikan
dan perubahan sosial, ketujuh fungsi reproduksi budaya, kedelapan fungsi difusi
kultural, kesembilan fungsi peningkatan sosial, kesepuluh fungsi moditifikasi social.8
Dalam mendidik masyarakat yang dijiwai dengan nilai-nilai spiritual
keagamaan dan nilai-nilai luhur bangsa harus dimulai dari orang perorang atau
kumpulan dari beberapa orang. Dari orang perorang ini akan menginspirasi dalam
membentuk keluarga yang bahagia akan memancarkan dan membentuk masyrakat
madani. 9
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang erat
antara Tuhan, manusia, dan alam. Hubungan ini terpola tiga arah dan saling
mempengaruhi. Untuk mewujudkan trilogi hubungan ini dengan baik, diperlukan
rekonstruksi pendidikan Islam dalam kehidupan sehari-hari sehingga tujuan
diciptakannya manusia dapat tercapai.

B. Penghargaan Terhadap Ilmu dan Orang yang Berilmu


1. Penghargaan Islam terhadap Ilmu
Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam, hal ini
terlihat dari banyaknya ayat Al-Qur’an yang memandang orang berilmu dalam
posisi yang tinggi dan mulia disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi
dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu.10
Ilmu yang bersumber dari wahyu atau Al-Qur’an dan Sunnah yang dicapai
melalui riset bayani atau ijtihad, yakni ilmu agama, ilmu yang bersumber dari alam
jagat yang dicapai melalui riset ijbari (esperimen dan penalaran logis), ilmu yang
bersumber dari fenomena sosial yang dicapai melalui riset burhani (observasi,
wawancara dan angket), ilmu yang bersumber dari akal pikiran yang dicapai melalui
riset jadali (logika), dan ilmu yang dicapai dari Allah Swt melalui riset irfani

8
Budi Yuwono, Ilmuwan Islam Pelopor Sains Modern (Jakarta: Pustaka Qalami, 2005), hlm.
161.
9
Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung:Alfabeta. 2000),hlm.164
10
Hasan langgulung, Op.,cit, hlm.122

6
(mujahadah dan muraqabah) sangat dihargai oleh Islam. Dalam pandangan Islam
semua ilmu ini hakikat-Nya milik Allah Swt, karena wahyu, alam jagat raya,
fenomena sosial, akal dan intuisi yang menjadi sumber ilmu tersebut adalah
merupakan anugerah Allah Swt yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk
dipelajari, dikaji, digali hikmahnya dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan hidup
manusia. Pandangan Islam yang tinggi tehadap ilmu tersebut dapat dilihat
berdasarkan ayat yang pertama kali diturunkan, yakni surat Al-‘Alaq (96) ayat 1-5
antara lain berisi perintah membaca dan menulis dalam arti seluas-luasnya. Membaca
secara harfiah berarti mengumpulkan informasi yang dapat dilakukan dengan cara
membaca tulisan, melalukan observasi, bertanya, melakukan, menalisa,
menyimpulkan dan menguji coba.
2. Penghargaan Islam terhadap orang yang berilmu
Orang - orang berilmu itu mempunyai derajat yang sangat tinggi di hadapan
Allah SWT. Sebab Allah memerintahkan kepada seluruh umatnya untuk menuntut
ilmu ,karena dengan ilmu kita dapat melakukan perbuatan dan kegiatan dengan
baik,baik dalam kegiatan beribadah maupun kegiatan sehari-hari.11
Dijelaskan pada sebuah hadis, bahwa kedudukan orang yang menuntut ilmu
seperti kedudukan Nabi Muhammad saw. Artinya kedudukan orang yang berilmu
a Allah Qur’an dijelaskan bahw-Bahkan di dalam al .tinggi dan mulia sangat
akanmengangkat derajat orang yang berilmu beberapa derajat. Dalam agama Islam
terdapat beberapa amal ibadah yang digunakan untuk menakar derajat manusia, baik
di dunia mapun di akhirat. 12 Allah berfirman dalam surat Al-Mujadalah ayat 11:

‫ِﯿﺮ‬
ٞ ‫ﯾ َۡﺮﻓَ ِﻊ ٱ ﱠ ُ ٱﻟﱠﺬِﯾﻦَ ءَا َﻣﻨُﻮ ْا ﻣِﻨﻜُﻢۡ َوٱﻟﱠﺬِﯾﻦَ أُوﺗُﻮ ْا ٱﻟۡ ِﻌﻠۡ َﻢ دَرَ َٰﺟﺖٖۚ َوٱ ﱠ ُ ﺑِﻤَﺎ ﺗَﻌۡ َﻤﻠُﻮنَ َﺧﺒ‬
Artinya : Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman diantara kamu
dan orang-orang yang berilmu ke dalam beberapa derajat.

11
Djamaluddin Ancok, Membangun Kompotensi Manusia dalam Milenium ke Tiga,
(Psikologika, Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi. Nomor:6 Tahun III. UII, 1998), hlm.8
12
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
masyarakat, (Bandung: Mizan. 2003),cet.ke-25,hlm.172

7
Dan di dalam salah satu hadits Riwayat Abu Daud dan Tirmidzi
Artinya : "Dari Abu Darda: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: Kelebihan
seorang alim dari seorang abid (orang yang suka beribadah) seperti
kelebihan bulan pada bintang-bintang, dan sesungguhnya para ulama itu
pewaris nabi-nabi, mereka tidak mewariskan dinar (uang), tetapi
mewarisi ilmu, siapa yang mengambilnya maka ambillah dengan bagian
yang cukup." (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi).
Dalam hadits diatas terkandung dalam dua hal yaitu: 13
1) Bahwa orang alim lebih utama dari seorang yang gemar ibadah
Ini artinya bahwa orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang sangat
tinggi bahkan melebihi seorang abid yang gemar beribadah namun tidak didasari
dengan ilmu yang memadai.Yang dimaksud dengan orang yang berilmu di sini adalah
orang yang mempunyai ilmu dan mengamalkannya. Ilmu yang dimilikinya bagaikan
cahaya yang dapat menerangi kegelapan. Sebagai orang yang berilmu ia mengerti
bahwa ilmunya harus dimanfaatkan.
Rasulullah saw. mengibaratkan orang alim (ulama) dibandingkan dengan
seorang abid bagaikan bulan atas bintang-bintang. Artinya ilmu yang dimiliki
(seorang alim) dapat memancarkan cahaya yang terang seperti terangngnya cahaya
bulan, sedangkan seorang abid yang beribadah memancarkan cahaya seperti cahaya
bintang.
2) Para ulama dalah pewaris para nabi
Para ulama (orang yang berilmu) bertugas sebagai pembawa amanat para nabi
yang harus disampaikan kepada umat manusia. Secara berkesinambungan dakwah
atau ajaran yang penuh disampaikan oleh para nabi, setelah beliau wafat dilanjutkan
oleh para ulama. Seorang ulama tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, tapi dengan
ilmu yang ia miliki ia berkewajiban mengamalkannya, dan mengajarkannya kepada
orang lain. Dengan demikian, keberadaan agama akan terus terpelihara dengan baik.

13
Ibid.,hlm,211

8
Walaupun kita tidak pernah berjumpa dengan Nabi Muhammad saw. dan tidak
pernah mendengar langsung ajaran-ajarannya, namun berkat kegigihan para ulama
Islam, kita dapat mengenyam nikmat-nikmat ajaran Islam. Karena ulama adalah
pewaris nabi dan pemegang amanah Allah. Begitu pentingnya peranan ulama, nabi
pernah mengingatkan, Allah akan mencabut ilmunya dengan cara mencabut (nyawa)
para ulama. Bagi sahabat yang ingin membaca hadits lainnya mengenai menuntut
ilmu.

C. Membangun Peradaban dan Penyelamatan Umat


1. Membangun Peradaban
Peradaban adalah suatu tatanan sistem yang diciptakan oleh manusia dengan
potensi kemanusiaan. Sedangkan potensi kemanusiaan adalah suatu hal khusus yang
diciptakan oleh Allah yang dengannya membuat manusia itu berbeda dengan
makhluk Allah yang lain.
Potensi kemanusiaan yang dimaksud adalah akal. Akal yang menjadi kelebihan
makhluk yang bernama manusia. Di mana akal ini yang dapat menjadi penentu hidup
manusia. Akal yang sempurna adalah akal yang terpadukan antara daya berfikir dan
daya dzikir. Sehingga apabila keduanya bekerja secara bersama, saling melengkapi
dan menyempurnakan, maka ia akan menjadi akal yang sempurna. Akal sempurna
yang mengantarkan derajat sebagai “manusia”. 14
Karena keduanya adalah potensi, maka keduanya harus selalu dikembangkan
dan diberdayakan secara optimal. Ditumbuhkan di awal, dijaga di tengah hingga pada
akhirnya dalam keadaan yang sempurna. Untuk selanjutnya dapat mengantarkan
manusia pada kesempurnaan penciptaan sebagai manusia.
Dengan sistem pendidikan islam kita dapat mewujudkan peradaban yang maju
karena sistem pendidikan islam kita dapat mewujudkan masyarakat yang berpribadi
yang baik bukan hanya sekedar baik tapi masyarakat yang terbaik di dunia dan baik

14
Ibid.,hlm. 147

9
disisi Allah swt karena yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang paling
bertaqwa.
Bila dilihat ke masa lampau, peradaban islam pada abad pertengahan di
cordova terdapat 700 masjid 60 ribu rumah mewah dan 70000 perpustakaan dan
memiliki 500 ribu manuskrip, peradaban begitu maju kenapa bisa semaju itu
peradaban, karena penduduknya memiliki pribadi yang baik dan juga berwawasan
yang luas.
Pendidikan islam mendidik manusia sesuai tuntunan ajaran islam agar manusia
menjadi pribadi yang baik. Islam memberikan perhatian besar terhadap ilmu
pengetahuan. Islam menuntun manusia agar mempelajari ilmu pengetahuan.agar
manusia menjadi lebih produktif agar manusia terus berkembang. Islam tidak
melarang mempelajari teknologi sesuai tuntunan dan ajaran Islam. Karena islam
menginginkan kebaikan bagi manusia.

2. Tantangan Pendidikan Islam


Pendidikan Islam sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, kini
dihadapkan pada tantangan baru sebagai konsekuensi dari dinamika zaman yang
disebut era globalisasi. Dalam menghadapi tantangan tersebut, diperlukan suatu
strategi baru yang solutif dan antisipatif. Menurut Tilaar, apabila tantangan baru
tersebut dihadapi dengan menggunakan strategi lama, maka segala usaha yang
dijalankan akan menemui kegagalan. Hal ini menuntut para pemikir dan praktisi
pendidikan Islam agar dapat menemukan strategi pendidikan Islam yang tepat untuk
menghadapi kehidupan global.15
Tantangan globalisasi merupakan suatu kondisi kekinian sebagai akibat dari
modernisasi. Kondisi tersebut harus dihadapi dan dilalui agar tercapai suatu
keberhasilan. Tantangan tidak harus dimaknai sebagai sesuatu yang membuat sulit,

15
Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan.(Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 154

10
atau kadang menghambat sesuatu yang ingin dicapai, tetapi tantangan adalah
penggugah tekad untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah.
Mastuhu mengemukakan, beberapa tantangan yang dihadapi dunia pendidikan
masa kini, yaitu globalisasi, kompleksitas, turbulence, dinamika, akselerasi,
keberlanjutan dari yang kuno ke yang modern, koneksitas, konvergensi, konsolidasi,
rasionalisme, paradoks global, dan kekuatan pemikiran. 16
Selajutnya, Rahim mengemukakan bahwa secara eksternal masa depan
pendidikan Islam dipengaruhi oleh tiga isu besar, yaitu globalisasi, demokratisasi, dan
liberalisme Islam dan menyebut globalisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan dekadensi moral sebagai tantangan pendidikan Islam masa kini dan
masa depan, maka tantangan pendidikan Islam yang harus dihadapi di era global ini
adalah kebodohan, kebobrokan moral, dan hilangnya karakter muslim. 17
3. Pendidikan Islam Menjadi Harapan
Perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat baik sosial maupun
kultural, secara makro persoalan yang dihadapi pendidikan Islam adalah bagaimana
pendidikan Islam mampu menghadirkan desain atau konstruksi wacana pendidikan
Islam yang relevan dengan perubahan masyarakat. Kemudian disain wacana
pendidikan Islam tersebut dapat dan mampu ditransformasikan atau diproses secara
sistematis dalam masyarakat. Persoalan pertama ini lebih bersifat filosofis, yang
kedua lebih bersifat metodologis.18
Dalam menghadapi peradaban modern, yang perlu diselesaikan adalah
persoalan-persoalan umum internal pendidikan Islam yaitu (1) persoalan dikotomik,
(2) tujuan dan fungsi lembaga pendidikan Islam, (3) persoalan kurikulum atau materi.
Ketiga persoalan ini saling interdependensi antara satu dengan lainnya.19

16
Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002),
hlm. 114
17
Rahim, Husni, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
2001), hlm. 217
18
Saiful Akhyar Lubis., Op.Cit, hlm. 82
19
Ibid., hlm. 83

11
1) Pertama, Persolan dikotomik pendidikan Islam
Pendidikan Islam harus menuju pada integritas antara ilmu agama dan ilmu
umum untuk tidak melahirkan jurang pemisah antara ilmu agama dan ilmu bukan
agama. Karena, dalam pandangan seorang Muslim, ilmu pengetahuan adalah satu
yaitu yang berasal dari Allah Swt. Mengenai persoalam dikotomi, salah satu
pendekatannya adalah dengan menerima pendidikan sekuler modern sebagaimana
telah berkembang secara umumnya di dunia Barat dan mencoba untuk
mengislamkannya yakni mengisinya dengan konsep-konsep kunci tertentu dari Islam.
Bila konsep dualisme dikotomik berhasil ditumbangkan, maka dalam jangka
panjang sistem pendidikan Islam juga akan berubah secara keseluruhan, mulai dari
tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi. Untuk kasus Indo-nesia, IAIN misalnya
akan lebur secara integratif dengan perguruan tinggi-perguruan tinggi negeri lainnya.
Peleburan bukan dalam bentuk satu atap saja, tetapi lebur berdasarkan rumusan
filosofis.
2) Tujuan dan fungsi lembaga pendidikan Islam.
Memang diakui bahwa penyesuaian lembaga-lembaga pendidikan akhir-akhir
ini cukup menggembirakan, artinya lembaga-lembaga pendidikan memenuhi
keinginan untuk menjadikan lembaga-lembaga tersebut sebagai tempat untuk
mempelajari ilmu umum dan ilmu agama serta keterampilan.
Tetapi pada kenyataannya penyesuaian tersebut lebih merupakan peniruan
dengan pola tambal sulam atau dengan kata lain mengadopsi model yang dilakukan
oleh lembaga-lembaga pendidikan umum, artinya ada perasaan harga diri bahwa apa
yang bisa dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan umum dapat juga dilakukan
oleh lembaga-lembaga pendidikan agama, sehingga akibatnya beban kurikulum yang
terlalu banyak dan cukup berat dan terjadi tumpang tindih. Sebenarnya lembaga-
lembaga pendidikan Islam harus memilih satu di antara dua fungsi, apakah mendesain
model pendidikan umum Islami yang handal dan mampu bersaing dengan lembaga-
lembaga pendidikan yang lain, atau mengkhususkan pada desain pendidikan

12
keagamaan yang berkualitas, mampu bersaing, dan mampu mempersiapkan mujtahid-
mujtahid yang berkualitas.
3) Persoalan kurikulum atau materi Pendidikan Islam
Materi pendidikan Islam terlalu dominasi masalah-masalah yang bersifat
normatif, ritual dan eskatologis. Materi disampaikan dengan semangat ortodoksi
keagamaan, suatu cara dimana peserta didik dipaksa tunduk pada suatu “meta narasi"
yang ada, tanpa diberi peluang untuk melaku-kan telaah secara kritis. Pendidikan
Islam tidak fungsional dalam kehi-dupan sehari-hari,kecuali hanya sedikit aktivitas
verbal dan formal untuk menghabiskan materi atau kurikulum yang telah
diprogramkan dengan batas waktu yang telah ditentukan.
Mencermati persoalan yang dikemukakan di atas, maka perlu menyelesaikan
persoalan internal yang dihadapi pendidikan Islam secara mendasar dan tuntas. Sebab
pendidikan sekarang ini juga dihadapkan pada persoalan-persoalan yang cukup
kompleks, yakni bagaimana pendidikan mampu mempersiapkan manusia yang
berkualitas, bermoral tinggi dalam menghadapi perubahan masyarakat yang begitu
cepat, sehingga produk pendidikan Islam tidak hanya melayani dunia modern, tetapi
mempunyai pasar baru atau mampu bersaing secara kompettif dan proaktif dalam
dunia masyarakat modern. Pertanyaannya, desain pendidikan Islami yang bagaimana?
yang mampu menjawab tantangan perubahan ini, antara lain20:
1) Pertama, lembaga-lembaga pendidikan Islam perlu mendesain ulang fungsi
pendidikannya, dengan memilih apakah (1) model pendidikan yang
mengkhususkan diri pada pendidikan keagamaan saja untuk mempersiapkan
dan melahirkan ulama-ulama dan mujtahid-mujtahid tangguh dalam bidangnya
dan mampu menjawab persoalan-persoalan aktual atau kontemporer sesuai
dengan perubahan zaman, (2) model pendidikan umum Islami, kurikulumnya
integratif antara materi-materi pendidikan umum dan agama, untuk
mempersiapkan intelektual Islam yang berfikir secara komprehensif, (3) model

20
Ibid., hlm. 86

13
pendidikan sekuler modern dan mengisinya dengan konsep-konsep Islam, (4)
atau menolak produk pendidikan barat, berarti harus mendesain model
pendidikan yang betul-betul sesuai dengan konsep dasar Islam dan sesuai
dengan lingkungan sosial-budaya Indonesia, (5) pendidikan agama tidak
dilaksanakan di sekolah-sekolah tetapi dilaksanakan di luar sekolah, artinya
pendidikan agama dilaksanakan di rumah atau lingkungan keluarga dan
lingkungan masyarakat berupa kursur-kursus, dan sebagainya.
2) Kedua desain pendidikan harus diarahkan pada dua dimensi, yakni: (1)
dimensi dialektika (horizontal), pendidikan hendaknya dapat mengembangkan
pemahaman tentang kehidupan manusia dalam hubungannya dengan alam atau
lingkungan sosialnya. Manusia harus mampu mengatasi tantangan dan kendala
dunia sekitarnya melalui pengembangan Iptek, dan (2) dimensi ketunduhan
vertikal, pendidikan selain menjadi alat untuk memantapkan, memelihara
sumber daya alami, juga menjembatani dalam memahamai fenomena dan
misteri kehidupan yang abadi dengan maha pencipta. Berati pendidikan harus
disertai dengan pendekatan hati.
3) Ketiga, sepuluh paradigma yang ditawarkan oleh Prof. Djohar, dapat
digunakan untuk membangun paradigma baru pendidikan Islam, sebagai
berikut: Satu, pendidikan adalah proses pembebasan. Dua, pendidikan sebagai
proses pencerdasan. Tiga, pendidikan menjunjung tinggi hak-hak anak. Empat,
pendidikan menghasilkan tindakan per-damaian. Lima, pendidikan adalah
proses pemberdayaan potensi manusia. Enam, pendidikan menjadikan anak
berwawasan integratif. Tujuh, pendidikan wahana membangun watak
persatuan. Delapan, pendidikan menghasilkan manusia demokratik. Sembilan,
pendidikan menghasilkan manusia yang peduli terhadap lingkungan. Sepuluh,
sekolah bukan satu-satunya instrumen pendidikan.
Tiga hal yang dikemukakan di atas merupakan tawaran desain pendidikan
Islam yang perlu diupayakan untuk membangun paradigma pendidikan Islam dalam
menghadapi perkembangan perubahan zaman modern dan memasuki era milenium

14
ketiga. Sebab kondisi masyarakat sekarang ini lebih bersifat praktis-pragmatis dalam
hal aspirasi dan harapan terhadap pendidikan, sehingga tidak statis atau hanya
berjalan di tempat dalam menatap persoalan-persoalan yang dihadapi pada era
masyarakat modern dan post masyarakat modern. Untuk itu, Pendidikan dalam
masyarakat modern, pada dasarnya berfungsi untuk memberikan kaitan antara anak
didik dengan lingkungan sosiokulturalnya yang terus berubah dengan cepat, dan pada
saat yang sama, pendidikan secara sadar juga digunakan sebagai instrumen untuk per-
ubahan dalam sistem politik, ekonomi secara keseluruhan.
Untuk itu pendidikan (termasuk pendidikan Islam) harus mempersiapkan ada
empat kapital yang diperlukan untuk memasuki milenium ketiga, yakni kapital
intelektual, kapital sosial, kapital lembut, dan kapital spritual. Tantangan ini tidak
muda untuk penyelesaiannya, tidak seperti membalik telapak tangan. Untuk itu,
pendidikan Islam sangat perlu mengadakan perubahan atau mendesain ulang konsep,
kurikulum dan materi, fungsi dan tujuan lembaga-lembaga, proses, agar dapat
meneuhi tuntatan perubahan yang semakin cepat. 21

21
Ibid., hlm. 83

15
BAB III
KESIMPULAN

Pendidikan Islam dari semua asfek dan dimensinya pada akhirnya diharapkan
mampu menjadi rahmat bagi alam semesta,baik dari segi hubungan manusia dengan
sesama, hubungan manusia dengan lingkungan dan juga hubungan dengan Robbnya.
Konsep Pendidikan Islam menawarkan banyak keutamaan. Keutamaan itu
meliputi antara lain karena bersumber dari kebenaran ilmiah, mencakup segenap
aspek kehidupan manusia, berlaku universal, tidak terbatas hanya untuk bangsa
tertentu saja, berlaku sepanjang masa, bahkan menyiapkan pengembangan naluri-
naluri kemanusiaan hingga tercapai kehidupan yang hakiki.
Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam , hal ini
terlihat dari banyaknya ayat al-Qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi
yang tinggi dan mulia disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi
dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu.
Menghadapi tantangan modernitas, pendidikan Islam harus melakukan
langkah strategis dengan terlebih dahulu membangun paradigma keilmuan yang
integratif sebagai jawaban terhadap dikotomi ilmu. lembaga pendidikan Islam juga
mendisain ulang fungsinya dengan memilih model pendidikan yang relevan dengan
perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat. Pilihan yang paling tepat adalah
mengadaptasi model pendidikan modern (Barat) dalam sistem pendidikan Islam.
Pilihan ini bukan berarti sekularisasi atau westernisasi, tetapi pilihan ini tetap
meniscayakan nilai-nilai Islam terpelihara dalam aktivitas pendidikan Islam. Tahap
selanjutnya, lembaga-lembaga pendidikan Islam harus mereformasi kurikulumnya
agar dapat menyiapkan sumber daya manusia yang unggul dan memiliki daya saing
dalam menghadapi kompetisi global.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ancok Djamaluddin, Membangun Kompotensi Manusia dalam Milenium ke Tiga,


Psikologika, Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi. Nomor:6 Tahun III.
UII, 1998.

H.A Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan.


Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008.

Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 2001.

Langgulung Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Mutiara Sumber Widia,


2005

Lubis Saiful Akhyar, Konseling Pendidikan Islami Perspektif Wahdatul ‘Ulum


Medan: Perdana Publishing, 2021.

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam


Kehidupan masyarakat, Bandung: Mizan. 2003.

Nata Abuddin, Pendidikan dalam Perspektif Al-Quran, Jakarta: UIN Syarif


Hidayatullah, 2005.

Saefuddin M.. Deklarasi Pemikiran Landasan Islamisasi, Bandung:Mizan. 1991.

Sagala Syaiful, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Bandung:Alfabeta. 2000.

Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangatnya di Indonesia, Suatu Pengantar, Jakarta:


Bumi Aksara, 2007.

Syaikh Abdul Qadir, Abdul Aziz, Keutamaan Ilmu dan Ahli Ilmu, Pen. Abu ‘Abida
AlQudsy Solo : Pustaka Al Alaq, 2005.

Yuwono Budi, Ilmuwan Islam Pelopor Sains Modern Jakarta: Pustaka Qalami, 2005.

17

Anda mungkin juga menyukai