Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH AGAMA ISLAM

POLA PANGASUHAN ANAK DALAM ISLAM

Disusun Oleh :

1. VYATRI PRICILYA NIM : 101311223001


2. NURUS SAKINAH NIM : 101311223004
3. DEWI PURWANTI NIM : 101311223009
4. ALFIAN DESTIADI NIM : 101311223012

PROGRAM STUDI S1 GIZI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Agama Islam II yang berjudul
Pengasuhan Anak Dalam Islam.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini serta teman-teman semuanya yang telah memberikan ide dan
partisipasinya dengan membantu dalam pembuatan makalah ini.

Penulis juga sangat menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, Oleh
karena itu, kami menerima kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini
selanjutnya. Semoga makalah Agama Islam II yang berjudul Pengasuhan Anak Dalam
Islam ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Penulis

2
DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

HALAMAN JUDUL .................................................................. 1

KATA PENGANTAR ................................................................ 2

DAFTAR ISI ............................................................................. 3

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................ 4

A. Latar Belakang .......................................................... ....... 4


B. Tujuan ...................................................................... .... 5
1. Tujuan Umum ..................................................... 5
2. Tujuan Khusus .................................................... 5
C. Rumusan Masalah ..................................................... ...... 5
BAB II. PEMBAHASAN ........................................................... 6

1. Pengertian ....................... 6
2. Pola asuh anak ................................... ..... 7
3. Penanaman nilai-nilai keislaman 10
4. Hakekat Pola Asuh Islami .. 13
5. Tahapan Pelaksanaan Pola Asuh dalam Islam .. ..... 14
6. Contoh Studi Kasus ................................................ 16
BAB III. KESIMPULAN..................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA .................................................................... ... 21

BAB I

PENDAHULUAN

3
A. Latar Belakang

Anak adalah anugerah dan amanah dari Allah Swt yang harus di pertanggung-
jawabkan oleh setiap orang tua dalam berbagai aspek kehidupannya. Diantaranya
bertanggung jawab dalam pendidikan, kesehatan, kasih sayang, perlindungan yang baik
dan berbagai aspek lainnya. Menurut perspektif Islam, pendidikan anak adalah
proses mendidik, mengasuh dan melatih jasmani dan rohani mereka yang dilakukan
orang tua sebagai tanggung jawabnya terhadap anak dengan berlandaskan nilai baik dan
terpuji bersumber dari Al-Quran dan Sunnah.

Anak merupakan amanah dari Allah SWT yang harus dibina, dipelihara dan diurus
secara seksama serta sempurna, agar kelak menjadi insan kamil atau manusia sempurna,
berguna bagi agama, bangsa dan negara. Hal tersebut harus diiringi dengan bimbingan
yang memadai, selaras dan seimbang dengan tuntutan. Sehingga tidak terjadi
perkembangan generasi yang kearah yang negatif, seperti yang disinyalir dalam QS. An-
Nisa : 9 yang artinya : Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar

Ajaran islam menyebutkan bahwa masa kehamilan merupakan masa yang


menentukan bagi kehidupan masa depan anak. Masa pengasuhan anak dalam islam
dimulai sejak anak masih dalam kandungan, oleh karena itu orang tua harus memikirkan
perkembangan anak dengan menciptakan lingkungan fisik dan suasana batin dalam rumah

tangga. Mengasuh dalam bahasa arab artinya, asuh, mengasuh. Mengasuh
anak adalah menjaga orang yang belum mampu mandiri mengurus urusannya sendiri,
mendidik menjaganya dari hal yang merusak atau yang membahayakannya.

Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter, anaknya harus mematuhi semua
peraturan orang tuanya dan akan menghukum anaknya bila melanggar peraturan. Dengan
pola asuh yang seperti itu, orang tua tidak akan memiliki ikatan emosional yang kuat
dengan anak. Dan menurut Luqman : 13 Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar". dalam ayat tersebut mengajarkan kepada orang tua agar berbicara dengan anak
4
dengan cara lemah lembut disertai dengan kasih sayang yang mendalam tanpa
memandangnnya dengan penuh kebencian.

Oleh karena itu, pola asuh Anak dalam pandangan Islam sangat penting untuk
dipahami agar dapat dilaksanakan dengan baik sehingga terwujud generasi yang baik
menurut Allah SWT dan Rasulnya.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Agar mahasiswa dapat mengetahui pola pengasuhan anak dalam islam

2. Tujuan Khusus :
a. Mengetahui pengertian
b. Mengetahui Pola asuh anak
c. Mengetahui penanaman Nilai-Nilai Keislaman sesuai Tahap Perkembangan
d. Mengetahui hakekat Pola Asuh Islami
e. Mengetahui tahapan Pelaksanaan Pola Asuh dalam Islam

C. Rumusan Masalah
Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara sikap orang tua yang otoriter terhadap
anak

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Anak merupakan anugerah dan amanah dari Allah kepada manusia yang
menjadi orang tuanya. Dalam islam, anak melahirkan adanya hubungan vertikal
dengan Allah Penciptanya dan hubungan horizontal dengan orang tua dan
masyarakatnya yang bertanggungjawab untuk mendidiknya menjadi manusia yang
taat beragama. Selain itu, anak sebagai amanah dari Allah membentuk 3 dimensi
5
hubungan dengan orang tua sebagai sentralnya. Pertama, hubungan kedua orang tua
dengan Allah yang dilatarbelakangi adanya anak. Kedua, hubungan anak dengan Allah
melalui orang tuanya dimana anak masih memerlukan banyak bimbingan. Ketiga,
hubungan anak dengan kedua orang tuanya dibawah bimbingan dan tuntunan dari
Allah.
Dengan memiliki anak, orang tua mendapat kesempatan besar untuk
beribadah, karena seluruh pengorbanan orang tua dalam membesarkan anak akan
tercatat sebagai amal saleh di sisi Allah jika dilakukan dengan ikhlas. Orang tua akan
merasa bahagia jika berhasil mendidik anaknya menjadi manusia yang bermanfaat
bagi agama, bangsa dan negara. Selama anak melakukan hal-hal yang bermanfaat
orang tua akan mendapat pahala, sebaliknya anak dapat pula menjadi ujian bagi kedua
orang tuanya sebagaimana surat Al-Anfal 28 yang artinya, Dan katakanlah bahwa
hartamu dan anak-anak itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya disisi Allah
pahala yang besar.
Seorang anak itu mempunyai dwi potensi yaitu bisa menjadi baik dan buruk.
Oleh karena itu orang tua wajib membimbing, membina dan mendidik anaknya
berdasarkan petunjuk-petunjuk dari Allah agar anak-anak dapat berhubungan dan
beribadah kepada Allah dengan baik dan benar agar dapat menjadi remaja, manusia
dewasa dan orang tua yang beragama dan selalu hidup agamis.
Menurut aspek psikologis, anak adalah periode pekembangan yang merentang
dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini biasanya disebut dengan
periode prasekolah, kemudian berkembang setara dengan tahun sekolah dasar.
Berdasarkan UU Peradilan Anak. Anak dalam UU No.3 tahun 1997 tercantum dalam
pasal 1 ayat (2) yang berbunyi: Anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang
telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun
(delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.
Anak merupakan generasi penerus berlangsungnya kehidupan manusia dalam
hal ini Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 menerangkan Bahwa
anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat
harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Definisi anak pada Pasal 1
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan seorang anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Pendapat lain
Menurut John Locke (dalam Gunarsa, 1986) anak adalah pribadi yang masih bersih
dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan. Dan menurut
Augustinus (dalam Suryabrata, 1987), yang dipandang sebagai peletak dasar
6
permulaan psikologi anak, mengatakan bahwa anak tidaklah sama dengan orang
dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan
ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap
realita kehidupan, anak-anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang
diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat memaksa. Sehingga dapat di simpulkan
bahwa anak adalah manusia yang belum dewasa yang umumnya berumur di bawah 18
tahun dan masih rentan terhadap kesalahan sehingga perlu pengawasan dari manusia
dewasa.

B. Pola Asuh
Berdasarkan pendapat dan diktum undang-undang, maka fungsi keluarga
dalam pendidikan adalah menyangkut penanaman, pembimbingan atau pembiasaan
nilai-nilai agama, budaya dan keterampilan-keterampilan tertentu yang bermanfaat
bagi anak. Berkaitan dengan tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak, agama
telah memberikan kaidah-kaidah yang menjadi rujukan dalam rangka
mengembangkan waladun shalihun(anak yang shaleh).
Setiap anak yang lahir telah dilengkapi dengan fitrah. Pengertian fitrah
dipahami oleh ahli pendidikan islam sebagai potensi, tidak saja potensi ketuhanan
tetapi juga beberapa potensi lainnya. Semua potensi ini dapat berkembang dengan
baik tergantung dari upaya lingkungan keluarga. Keluarga merupakan tempat pertama
dan utama oleh anak dalam mengenal lingkungannya. Pada masa-masa awal
pertumbuhan dan perkembangan anak, sebagian besar hari-hari anak dihabiskan
bersama ayah dan ibunya, karena itu pengalaman akan lebih banyak diterima anak
dari orang tuanya. Penetapan orang tua sebagai penanggung jawab utama ini
disampaikan dalam sebuah sabda Nabi : setiap anak yang lahir dilengkapi fitrah,
maka orang tuanyalah yang akan membentuk anak menjadi majusi, nasrani atau
yahudi.
Hadits ini mengemukakan bahwa pendidikan agama islam itu merupakan
tanggung jawab orang tua dan bersifat keharusan, dan pengertian fitrah adalah sikap
tauhid kepada Allah SWT, yakni untuk beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu orang
tua memiliki tanggung jawab atas fitrah tersebut. Hadits riwayat Imam Hakim juga
menyatakan, Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah mengajarinya tulis
baca, berenang, memanah, dan memberi rizki yang baik. Hadits riwayat Imam
Baihaqi juga menyatakan, Kewajiban orang tua kepada anaknya adalah memberi
nama yang baik dan mendidiknya dengan akhlak yang mulia.

7
Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya,
sikap ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari cara orang tua memberikan
peraturan kepada anak, cara memberikan hadiah dan hukuman, cara orang tua
menunjukkan otoritas dan cara orang tua memberikan perhatian atau tanggapan
terhadap keinginan anak. Dengan demikian yang disebut dengan pola asuh orang tua
adalah bagaimana cara mendidik orang tua terhadap anak, baik secara langsung
maupun tidak langsung.

Pendidikan secara langsung artinya bentuk-bentuk asuhan orang tua yang


berkaitan dengan pembentukan kepribadian, kecerdasan dan keterampilan yang
dilakukan dengan sengaja baik berupa perintah, larangan, hukuman, penciptaan situasi
maupun pemberian hadiah sebagai alat pendidikan. Dalam situasi seperti ini yang
diharapkan muncul dari anak adalah efek-instruksional yakni respon-respon anak
terhadap aktivitas pendidikan itu.Pendidikan secara tidak langsung adalah berupa
contoh kehidupan sehari-hari baik tutur kata sampai kepada adat kebiasaan dan pola
hidup, hubungan antara orang tua dengan keluarga, masyarakat, hubungan suami istri.
Semua ini secara tidak sengaja telah membentuk situasi di mana anak selalu
bercermin terhadap kehidupan sehari-hari dari orang tuanya.

Pola asuh islami adalah suatu kesatuan yang utuh dari sikap dan perlakuan
orang tua kepada anak sejak masih kecil, baik dalam mendidik, membina,
membimbing anak secara optimal berdasarkan Al-Quran dan Al-Hadits. Orang tua
diharapkan dapat memilih pola asuh yang tepat dan ideal bagi anak, yang bertujuan
mengoptimalkan perkembangan anak dan yang paling utama pola asuh yang
diterapkan bertujuan menananmkan nilai-nilai agama pada anak, sehingga dapat
mencegah dan menghindari segala bentuk dan perilaku menyimpang pada anak di
kemudian hari. Betapa besarnya tanggung jawab orang tua di hadapan Allah SWT
terhadap pendidikan anak. Tentang perkara ini Allah berfirman yang artinya:

Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang
Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan
(QS. Al-Tahrim [66]: 6)
8
Selain itu, setiap orang tua mempunyai tanggung jawab dan anak merupakan
amanat yang harus dijaga dan dipelihara, karena dihadapan Allah akan dimintai
pertanggung jawaban atas amanat itu sebagaimana sabda rasulullah SAW , Semua
kamu adalah pemimpin dan semua kamu akan dimintai pertanggung jawaban atas
yang kamu pimpin
Orang tua dalam mengasuh anak bukan hanya mampu mengkomunikaskan
fakta, gagasan dan pengetahuan saja, melainkan membantu menumbuhkembangkan
akhlak anak. Mencegah dan menghindari segala bentuk perilkau menyimpang pada
anak harus dilakukan sedini mungkin. Salah satunya dengan menanamkan nilai-nilai
agama pada anak, sehingga ketika dewasa nilai-nilai agama yang telah tertanam akan
membantu dalam menghadapi semua hal yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Atau
dapat menekan seminim mungkin dari perbuatan-perbuatan menyimpang.

Jenis Pola Asuh Orang Tua, menurut Baumrind (1967)


1. Pola asuh demokratis
Pola asuh demokratis dapat membuat hubungan anak dan orangtuanya
menjadi seimbang karena anak bisa dengan leluasa menyampaikan keinginannya,
sementara orang tuanya bisa dengan leluasa melarang keinginan anaknya jika
tidak sesuai. Sehingga terjadi keterbukaan antara anak dan orang tuanya.
2. Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter akan membuat anak merasa tertekan, karena orang tua
memegang kuasa penuh terhadap anaknya dengan cara yang salah. Anak dengan
pola asuh seperti ini, akan merasa selalu bersalah dan tidak percaya diri.

3. Pola asuh permisif


Pola asuh permisif membiarkan anak mengembangkan semua bakat yang
dimilikinya tanpa tekanan atau tuntutan dari orang tua. Anak dengan pola asuh
seperti ini, akan tumbuh menjadi anak yang kreatif, agresif dan percaya diri. Tapi
pola asuh seperti ini juga dapat membuat anak tidak memiliki ambisi dan cepat
puas dengan pencapaian yang didapatnya.

4. Pola asuh otoritatif

9
Pola asuh authoritative membuat batasan yang harus dipatuhi oleh anak. Orang tua
percaya terhadap kemampuan anak, menghormati pendapat anak dan keinginan
anaknya. Dengan pola seperti ini, anak merasa menjadi pribadi yang dihargai dan
mereka akan menjadi anak yang mandiri dan bahagia.

C. Penanaman Nilai-Nilai Keislaman sesuai Tahap Perkembangan


Pada saat anak dalam kandungan, ada pasangan yang tidak menampilkan
perilaku yang benar. Padahal seluruh tingkah laku kedua pasangan pada masa
prenatal akan berpengaruh kepada pembentukan kepribadian anak kelak. Apabila
ibunya malas beribadah pada saat hamil, maka anak kelak akan demikian juga. Atau
jika suami suka berkata dan bersikap kasar saat istri sedang mengandung anaknya,
maka kelak anak itu setelah lahir dan tumbuh besar, akan juga suka berkata dan
bersikap kasar.
1. Masa Bayi (0-2 tahun)
Pada fase ini orang tua anak perlu untuk mengembangkan kasih sayang secara
dua arah dimana ibu memberikan kasih sayangnya dan dalam waktu bersamaan
juga mengembangkan kemampuan anak memberikan respon terhadap kita. Ini
seperti yang sering kita perhatikan dalam fase pertumbuhan anak secara umum
dimana kita memang diharapkan mengajarkan dan memperhatikan anak untuk
dapat memberikan respon terhadap kita. Meski beberapa orang menganggap hal
ini biasa. Anak tidak akan berkembang maksimal jika orang tua (atau orang
sekitar) kurang memberikan stimulasi pada anak. Disini yang dimaksud
mengembangkan kemampuan anak memberikan respon.
Bayi yang berusia 0 - 1 tahun, telah dilengkapi oleh Allah SWT dengan
panca inderanya, mulai dari kemampuan melihat , mendengar, merasakan dan
berbicara. Maka sangat besar artinya jika dari keluarganya terutama orang tuanya,
selama masa itu sebaiknya didengarkan kalimat kalimat islami dan kata kata
yang lemah lembut, yang dilihatnya adalah gambar gambar islami dan adegan
adegan yang damai dan menyenangkan.

2. Masa anak-anak (2-7 tahun / fase thufulah)


Pada fase ini merupakan fase penting memberikan pondasi dasar tauhid pada
anak melalui cara aktif agar anak terdorong dan memiliki tauhid aktif dimana anak
mau melakukan sesuatu yang baik semata menurut Allah. Fase ini adalah fase
penting penanaman pondasi bagi anak.

10
Umur 2 5 tahun adalah masa vital yang sangat penting dan cukup
menentukan dalam pembentukan sumber daya anak dikemudian hari. Usia lima
tahun merupakan pembentukan dasar kepribadian seorang anak. Oleh karena itu
pengenalan nilai nilai ketuhanan sangat perlu untuk diberikan dalam mendidik
anak. Memperkenalkan ciptaan Allah SWT dengan segala kebesarannya untuk
menumbuhkan kekaguman dan rasa syukur anak kepada Allah SWT. Pengenalan
ini dapat dilaksanakan melalui dialog sesuai perkembangan usianya, melalui
nyanyian nyanyian yang bermoral, melalui cerita cerita islami dan permainan
permainan yang membentuk sikap mulia. Anak pada masa ini sangat
menyenangi cerita, nyanyian dan permainan. Selanjutnya, diajarkan pula
kebiasaan kebiasan beribadah dengan benar, agar nanti anak tidak lagi menjadi
berat menjalankan ibadah. Usia pra sekolah perilakunya sangat ditentukan model
yang diperlihatkan orang tua kepadanya. Oleh karena itu perilaku orang tua harus
ditata sedemikian rupa agar yang ditiru dan dicontoh anak adalah perilaku yang
baik dan islami.

3. Masa Tamyiz (7-10 tahun)


Di fase ini anak sudah mulai mampu membedakan baik dan buruk berdasarkan
nalarnya sendiri sehingga di fase inilah kita sudah mulai mempertegas pendidikan
pokok syariat.
Memasuki sekolah dasar umur 6 12 tahun, sudah seharusnya orang tua mulai
menerapkan nilai nilai islam secara lebih intensif kepada anak. Masa ini adalah
masa pembentukan habit atau pembiasaan. Jika orang tua salah strategi atau
metode pembimbingan pelaksanaan keagamaan seperti sholat, puasa dan
sebagainya, maka bagi anak melaksanakan ibadah hanya sebagai sebuah
kewajiban bukan sebagai sebuah kebutuhan. Banyak anak-anak sholat karena
takut orangtua. Ketika orangtua tidak ada maka dia malas sholat. Latihan latihan
beribadah seharusnya kearah yang lebih bermakna, sehingga kedisiplinan dalam
menjalankan ibadah bagi anak tidak hanya kewajiban, tetapi kebutuhan dan
menyenangkan. Dengan demikian anakpun mulai konsisten dengan ajaran islam.
Oleh karena itu dialog dialog keagamaan harus ditingkatkan lagi , mengingat
pada masa ini, kemampuan intelektual anak sudah lebih berkembang dengan baik.
Orang tua harus sebanyak banyaknya memberikan pengalaman beragama dalam
keluarga, begitu pula sekolah dan masyarakat.

11
4. Masa Amrad (10-15 tahun)
Fase ini adalah fase dimana anak mulai mengembangkan potensi dirinya guna
mencapai kedewasaan dan memiliki kemampuan bertanggung jawab secara
penuh. Dalam islam, fase ini juga merupakan fase dimana anak mencapai aqil
baligh sehingga sudah semakin pandai menggunakan akalnya secara penuh. Salah
satu yang menjadi tuntutan bagi anak kemudian adalah kepandaiannya dalam
mengatur harta yang dimulai dengan kemampuan mengatur anggaran untuk
dirinya sendiri.

5. Masa Taklif (15-18 tahun)


Pada masa ini anak seharusnya sudah sampai pada titik bernama taklif atau
bertanggung jawab. Bagi lelaki setidaknya fase ini paling lambat dicapai di usia
18 tahun dan bagi anak perempuan paling lambat dicapai di usia 17 tahun.
Tanggung jawab yang dimaksud selain pada diri sendiri juga tanggung jawab
terhadap keluarga, masyarakat sekitar dan masyarakat secara keseluruhan.
Secara pedagogis, pertumbuhan anak menurut pandangan islam dapat dilihat
sesuai dengan sabda Nabi, anak itu pada hari ketujuh dari lahirnya
disembelihkan aqiqah dan diberi nama serta dicukur rambutnya, kemudian setelah
umur enam tahun didik beradab, setelah sembilan tahun diisah tempat tidurnya,
bila telah umur 13 tahun dipukul karena meninggalkan sholat. Setelah umur 16
tahun dinikahkan oleh orang tuanya (ayahnya), ayahnya berjabat tangan dan
mengatakan, saya telah mendidik kamu, mengajar dan mengawinkan kamu. Saya
memohon kepada tuhan agar dijauhkan dari fitnahmu di dunia dan siksamu di
akhirat.

D. Hakekat Pola Asuh Islami


Pada hakekatnya mengasuh anak adalah usaha nyata dari orang tua dalam
mensyukuri karunia Allah, serta mengemban amanat-Nya. Usaha nyata orang tua
dimaksudkan untuk mengembangkan totalitas potensi yang ada pada diri anak, secara
garis besar potensi anak dapat dibedakan menjadi dua, potensi rohaniah meliputi
potensi pikir, potensi rasa, dan potensi karsa. Sedangkan potensi jasmaniah meliputi
potensi kerja dan potensi sehat. Hakekat pola asuh islami adalah:
1. Menyelamatkan fitrah islamiah anak
Pada dasarnya setiap anak terlahir di dunia ini menurut pandangan islam telah
membawa fitrah islamiah. Oleh karena itu setiap orang tua wajib menyelamatkan
dengan usaha yang nyata. Usaha-usaha dalam mengembangkan potensi fitrah anak
dapat ditempuh dengan memanfaatkan berbagai kesempatan ketika berkumpul
12
bersama anak misalkan dengan menjelaskan tentang ke-Maha Kuasaan Allah
daalam menanamkan tauhid.
2. Mengembangkan potensi pikir anak
Berkembangnya potensi pikir anak harus didasari oleh nilai-nilai fitrah
islamiah. Jangan sampai dengan berkembangnya pemikiran anak, justru mencabut
nilai-nilai aqidah yang telah diikrarkan di hadapan Allah sebelum dilahirkan ke
dunia. Berkaitan dengan potensi pikir ini, Rasulullah besabda, Pikirkanlah
ciptaan Allah, tetapi jangan berpikir tentang Dzat Allah Taala sebab kalian akan
rusak (H.R Abu Syekh). Hadis ini mengandung makna agar seluruh umat
manusia agar mempergunakan akal sehatnya secara optimal untuk memikirkan
segala ciptaan Allah yang ada di dunia ini.
3. Mengembangkan potensi rasa anak
Bersamaan dengan diberikannya potensi pikir, setiap anak juga dilengkapi
dengan potensi rasa. Perasaan yang dijiwai oleh kaidah islamiyah anak akan
tumbuh dewasa menjadi orang-orang yang berakhlak baik dalam menjalin
hubungan sang pencipta dan beerakhlak baik pula dalam bergaul sesama makhluk
ciptaan-Nya. Masalah potensi rasa ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya, ...dan
kami jadikan mereka berpendengaran, berpenglihatan dan berperasaan... (Q.S
Al-Ahkaf : 26). Berdasarkan ayat di atas diharapkan menyadari betul bahwa
pendengaran, penglihatan dan perasaan manusia kelak akan dimintai
pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.
Berdasarkan ayat di atas, para orang tua muslim hendaknya menanamkan pula
kesadaran pada anak, bahwa perasaan itu akan dimintakan pertanggungjawaban
pada akhir kemudian. Dengan terbiasanya perasaan terarah pada obyek yang
positif menurut pandangan aqidah dan jauh dari obyek yang negatif, niscaya akan
terbentuklah sebuah karakter muslim yang benar-benar membekas pada diri anak.
4. Mengembangkan potensi karsa anak
Apabila fitrah islmiah anak yang berupa akidah islamiah telah terkembangkan
sedemikian rupa oleh pendidikan orang tua, sehingga potensi pikir dan porensi
rasa selalu menyuarakan nilai-nilai akidahnya, maka potensi karsa anak pun akan
semakin cenderung untuk senantiasa berkarsa positif.
5. Mengembangkan pontensi kerja anak
Dengan kelengkapan jasmaniah, manusia memiliki potensi kerja. Oleh karena
itu setiap manusia yang terlahir ke dunia memiliki potensi untuk bekerja. Kerja
pada dasarnya merupakan sebuah aktivitas untuk mendapatkan materi demi
tercukupinya kebutuhan hidup seperti sandang, pangan dan papan.
6. Mengembangkan potensi kesehatan anak
13
Setiap anak memiliki potensi sehat, dengan potensi sehat inilah anak-anak
dapat tumbuh secara wajar dan dapat melakukan segala aktivitasnya dengan baik
sehingga faktor kesehatan mendapatkan tekanan yang serius dalam islam. Karena
dengan kesehatan seseorang dapat berpikir baik, dapat merasa dengan baik, dapat
berkarsa dengan baik dan dapat pula bekerja dengan baik.

E. Tahapan Pelaksanaan Pola Asuh dalam Islam


Pola pengasuhan anak yang tertuang dalam islam sebaiknya dimulai dari:
1. Pembinaan pribadi calon suami istri, dengan belajar sungguh-sungguh tentang
pola asuh anak dalanm islam dan pelaksanaan penghormatannya kepada kedua
orang tuanya.

2. Memilih dan menentukan pasangan hidup yang se kufu


Allah menjelaskan dalam firman-Nya:

Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang
keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula). Sedangkan perempuan-
perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk
perempuan-perempuan yang baik (pula) [An-Nuur : 26]

Rasulullah bersabda :
Nikahilah oleh kalian wanita yang penyayang lagi subur, karena aku berbangga-
bangga di hadapan umat yang lain pada kiamat dengan banyaknya jumlah
kalian. (HR. An-Nasa`i no. 3227, Abu Dawud no. 1789, dishahihkan Al-Imam
Al-Albani rahimahullahu dalam Irwa`ul Ghalil no. 1784)
:
Wanita itu dinikahi karena empat perkara, bisa jadi karena hartanya, karena
keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah
olehmu wanita yang memiliki agama. Bila tidak, engkau celaka. (HR. Al-Bukhari
no. 5090 dan Muslim no. 3620 dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu)

Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang
shalihah.

3. Melaksanakan pernikahan sebagaimana diajarkan oleh islam


Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, lalu kedua orangtuanya yang
menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi. (HR. Baihaqi).
14
Kehidupan keluarga yang tenteram, bahagia dan harmonis merupakan kebutuhan
mutlak bagi pelaksanaaan pola asuh yang baik bagi anak. Hal ini dapat terwujud
pada saat kedua orang tua memahami dan melaksanakan peran masing-masing
sesuai dengan yang diajarkan oleh Alloh SWT dan rasulnya dengan benar.
Apabila manusia mati maka terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara:
sedekah jariyah, ilmu bermanfaat, atau anak shaleh yang mendoakannya. (HR.
Muslim, dari Abu Hurairah).
4. Berwudhu dan berdoa saat akan melakukan hubungan sebadan antara suami istri
5. Menjaga , memelihara dan mendidik calon anak sejak dalam kandungan (janin)
6. Membacakan dan memperdengarkan adzan di telinga kanan dan iqamat di telinga
kiri bayi
7. Menyusui anak dengan air susu ibu dari usia 0 bulan sampai usia 24 bulan
8. Pemberian nama yang baik

F. Study kasus (Pola asuh Otoriter orang tua)

Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi, membimbing, membina,
dan mendidik anak-anaknya dalam kehidupan sehari-hari dengan harapan menjadikan
anak sukses menjalani kehidupan ini. Menurut Khon Mutadin ( 2002) menyatakan
bahwa, pola asuh merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan
kegiatan pengasuhan yang berarti orangtua mendidik, membimbing dan mendisiplinkan
serta melindungi anak sehingga memungkinkan anak untuk mencapai tugas-tugas
perkembangannya. pola asuh orangtua adalah proses interaksi orangtua dengan anak
dimana orangtua mencerminkan sikap dan perilakunya dalam menuntun dan
mengarahkan perkembangan anak serta menjadi teladan dalam menanamkan perilaku.

Pola asuh otoriter adalah suatu jenis bentuk pola asuh yang menuntut agar anak
patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orangtua tanpa
ada kebebasan untuk bertanya atau mengemukakan pendapat sendiri, Shapiro (1992:27).
Menurut Natuna (2007:145) bahwa anak-anak dari keluarga pola asuh otoriter
menunjukkan beberapa kesulitan tertentu dalam berperilaku. Orang tua yang menerapkan
pola asuh dengan otoriter, anak harus mematuhi peraturan orang tuanya dan akan
menghukum anaknya bila melanggar peraturan. Dengan pola asuh yang seperti itu, orang
tua tidak akan memiliki ikatan emosional yang kuat dengan anak. Misalnya dalam
akademis, bila anak berhasil mencapai prestasi, orang tua menuntut anak untuk meraih
prestasi yang lebih baik lagi. Sedangkan bila prestasi anak kurang baik, maka orang tua
akan memberikan hukuman kepada anaknya.

15
Al-Quran telah menjelaskan bagaimana pendidikan anak dalam islam. Dimulai
dengan bagaimana orang tua berbicara dengan anak-anaknya, surat Luqman: 13 yang
berbunyi:

( )

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

Dalam ayat tersebut mengajarkan kepada orang tua agar berbicara dengan
anak dengan cara lemah lembut disertai dengan kasih sayang yang mendalam tanpa
memandangnnya dengan penuh kebencian.

Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang menerapkan sistem otoriter


cenderung kurang memperlihatkan rasa ingin tahu dan kurang bisa bergaul. Hal ini
disebabkan oleh orang tua yang terlalu keras dan membatasi rasa ingin tahu dengan
menerapkan berbagai aturan dan jika dilanggar maka akan mendapatkan hukuman.
Hal- hal yang dilakukan orang tua terhadap anaknya selalu dipandang terbaik, tanpa
memikirkan reaksi yang ditimbulkan seorang anak. Pada pola asuh ini biasanya
disertai dengan ancaman-ancaman. Misalnya, kalau tidak mau makan makanan yang
disajikan atau dianjurkan orang tua , maka tidak akan diajak bicara atau tidak
diberikan sesuatu yang diinginkan anak. Orang tua tipe ini juga cenderung memaksa,
memerintah dan menghukum apabila sang anak tidak mau melakukan apa yang di
inginkan oleh orang tua. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi, dan dalam
berkomunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tidak memerlukan umpan balik
dari anaknya untuk mengerti dan mengenal anaknya. Pola asuh otoriter akan
menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup,tidak berinisiatif,
gemar menentang, suka melanggar norma-norma, berkepribadian lemah, cemas dan
terkesan menarik diri (Agung,2011).
Menurut (Berk,1994) Pola asuh yang baik adalah menghargai peran dari setiap
anggota keluarga. Hal tersebut dapat menjadikan sebuah keluarga hangat, penuh
penerimaan, mau saling mendengar, peka terhadap kebutuhan anak, mendorong anak
untuk berperan serta dalam mengambil keputusan di dalam keluarga. Anak dengan
16
pola asuh ini berkompeten secara sosial, enerjik, bersahabat, ceria, memiliki
keingintahuan yang besar, dapat mengontrol diri, memiliki harga diri yang tinggi,
serta anak memiliki prestasi yang tinggi.
Dalam kaitannya dengan pemeliharaan dan pengasuhan anak, Islam
mengajarkan yang tertulis dalam al-Quran, Hadits, maupun hasil ijtihad para ulama
(intelektual Islam) telah menjelaskannya secara rinci, baik mengenai pola pengasuhan
anak pra kelahiran anak, maupun pasca kelahirannya. Allah SWT memandang bahwa
anak merupakan perhiasaan dunia. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam al-Quran
surat al-Kahfi ayat 46;


{46 : }.
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan
yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik
untuk menjadi harapan.[4] (QS. al-Khafi: 46)

Anak merupakan amanah dari Allah Swt yang diberikan kepada setiap orangtua,
sehingga orang tua harus memberi pola asuh yang baik terhadap anak anaknya. Al-
Quran tidak secara langsung mengemukakan tentang tanggung jawab orang tua
terhadap pendidikan (Q.S.at-Tahrim/66:6 )


(6)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Dengan demikian dalam memberikan pola asuh yang baik terhadap anak,
selain dari segi kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual yaitu kemampuan
seseorang untuk mengerti , memahami dan mengambil makna dari apa yang dialami
dari kehidupan,sehingga akan mengalami kemudahan yang dialami di kehidupan
bemasyarakat. , hal yang sangat mendasar yang perlu diajarkan adalah melalui cara
mendidik dan membina anak beragam Islam, yang merupakan suatu cara yang
dikehendaki oleh Allah agar anak-anak kita dapat terjaga dari siksa neraka. Cara

17
menjaga diri dari api neraka adalah dengan jalan taat mengerjakan perintah-perintah
Allah.

BAB III

KESIMPULAN

1. Anak merupakan anugerah dan amanah dari Allah Swt yang harus di pertanggung-
jawabkan oleh setiap orang tua dalam berbagai aspek kehidupannya.
18
2. Pola asuh merupakan cara orang tua mendidik anaknya, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Masa pengasuhan anak dalam islam dimulai sejak anak masih dalam
kandungan, oleh karena itu orang tua harus memikirkan perkembangan anak.
3. Anak dilahairkan dengan mempunyai fitrah dimana islam mengharuskan
menumbuhkembangkan dan menjaga fitrah tersebut agar selamat dunia akhirat.
4. Islam menganjurkan pola asuh dengan lemah lembut bukan dengan cara otoriter.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran Karim

Agung, Winnetou. 2011. Pola asuh orang tua dalam perkembangan anak.

Berk.1994.Child Development . 3 rd ed.Allyn and Bacon . Boston

19
Baumrind, Diana, 2013, PENGARUH GAYA POLA ASUH PADA PERKEMBANGAN
ANAK.
Husnatul Jannah, BENTUK POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENANAMKAN
PERILAKU MORAL PADA ANAK USIA DI KECAMATAN AMPEK ANGKEK, Vol I, No
1.

kizzio.com, Pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan anak,


http://www.kizzio.com/222-pola-asuh-orang-tua.htm

Nawangsari, Putri. 2008. Pengembangan Kecerdasan Anak pada Periode Post-Natal dalam
Keluarga Muslim di Malang. Malang : Universitas negeri Malang.

Noriza, Fatma. Pendidikan Anak dalam Islam. http://bkfkipuhamka.com/index.php?


option=com_content&view=article&id=70:pendidikan-anak-dalam-
islam&catid=44:karya-dosen&Itemid=81. (diakses pada Tanggal 30 November, 2013).

http://caramendidikanakdalamislam.blogspot.com/2013/04/masa-pengasuhan.html (diakses,
29 november, 2013)

http://fitrirhey.blogspot.com/2012/03/konsep-pengasuhan-anak-dan-pendidikan.html
(diakses, 29 november, 2013)

Rahayu, Tri. Pola Pengasuhan Islami Sebagai Awal Pendidikan Kecerdasan Emosional.

Winarti, 2011. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Pembentukan Akhlak. Jakarta :
Universitas Syarif Hidaytullah

20

Anda mungkin juga menyukai