Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

URGENSI TAUHID DALAM KEHIDUPAN,


PRIBADI KELUARGA,MASYRAKAT&PROFESI

DISUSUN OLEH :
AQIL FADLUTFI 2006015078
BAYU SETIAWAN 2006015
FIKRI ALAMSYAH 2006015144
MUHAMMAD RIFQI 2006015
ZARA PUTRI NASIRAH 2006015

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa shalawat
serta salam atas junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah diutus kemuka bumi ini
sebagai Rahmatanlil Alamin.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Aqidah dalam membahas
Urgensi tauhid dalam kehidupan,pribadi keluarga,masyrakat,dan profesi. Dimana dalam
makalah ini diharapkan lebih membuka wawasan berpikir dibidang terkait dengannya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, Kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini.Semoga makalah ini memberikan informasi bagi kita semua dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan.

Penyusun

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
BAB I......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4
1.1Latar Belakang..............................................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................5
2.1 A.Urgensi Tauhid Dalam Kehidupan...........................................................................................5
2.2 B.Urgensi Tauhid Dalam Pembinaan Pribadi Keluarga..............................................................6
2.3 C.Urgensi Tauhid Dalam Dunia Profesi........................................................................................6
2.4D.Urgensi Tuhid Dalam Hidup Bermsyarakat..............................................................................8
BAB III..................................................................................................................................................10
PENUTUP.............................................................................................................................................10
Kesimpulan......................................................................................................................................10

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang

Sebagaimana diketahui bahwa tauhid yang diartikan sebagai pengesaan Allah Swt.,
yang di dalamnya diyakini bahwa atas kuasa-Nya, semesta beserta isinya diciptakan dan
dipelihara. Tauhid ini merupakan ajaran dasar bagi muslim, baik dalam kehidupan secara
pribadi, maupun dalam kehidupan bersama di tengah masyarakat. Dalam kenyataannya,
tauhid ini sering berhenti pada normativitas-verbalitas, tidak sebagaimana idealnya yang
mengejawantah dalam wujud nyata perbuatan.

Mempelajari tauhid merupakan hal pokok yang sudah menjadi keharusan bagi
seseorang untuk mempelajarinya. Untuk itu, sudah menjadi keharusan pula bagi orang tua
untuk mendahulukan penanaman tauhid semenjak dini kepada putra-putrinya. Sebagaimana
ungkapan Ibnu Qayyim dalam kitab Tuḥfat Al-Maudūd yang dikutip oleh Rahman bahwa
dirahasiakan dilakukan ażan dan iqāmaĥ di telinga bayi yang baru lahir mengandung harapan
yang optimis agar mula-mula suara yang terdengar oleh telinga bayi adalah seruan ażan yang
mengandung makna keagungan dan kebesaran Allah serta syahādāt yang menjadi syarat
utama bagi seorang yang masuk Islam. Hal yang sama dianjurkan pula agar yang
bersangkutan dituntut untuk mengucapkan kalimat tauhid ini saat sedang meregang nyawa
meninggalkan dunia yang fana ini (Rahman, 2000, hlm. 43)

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 A.Urgensi Tauhid Dalam Kehidupan


Urgensi tauhid dalam kehidupan muslim sangat besar pengaruhnya, sebagai dasar
utama yang dibangun di atasnya seluruh ajaran Islam.Periode dakwah yang dilakukan
Rasulullah saw. di Makkah menegaskan betapa tauhid sangat urgen pengaruhnya. Ayat-ayat
Alquran yang diturunkan Allah pada fase itu fokus utamanya berbicara tentang
tauhid.Generasi sahabat, mereka yang dibina Rasulullah saw. adalah manusia-manusia yang
bertauhid, yang tidak dijumpai di permukaan bumi ini sebelum dan sesudahnya.

Tauhid mampu merubah manusia menjadi manusia yang perilakunya sesuai dengan
keinginan Allah SWT. Mungkinkah kita menjadi orang yang bertauhid seperti yang
diinginkan? Dengan berdoa dan memohon taufik dari-Nya Insya Allah kita bisa mencapai ke
arah itu minimal pemahaman tauhid kita tidak melenceng dari rambu-rambu yang ditetapkan
Allah.Semua itu memerlukan pemahaman yang benar akan tauhid dari sumbernya yang
autentik yaitu Alquran dan Sunah serta kitab-kitab tauhid yang diakui keabsahannya oleh
ulama-ulama Islam dahulu dan sekarang.Untuk mendapatkan pemahaman yang benar dari
sumber ilmu yang autentik, maka perlu merujuk kepada pehamaman generasi teladan umat
yaitu generasi salaf. Kelurusan dan keteladanannya dalam beragama dan beraqidah tidak
diragukan lagi karena mereka mewarisi apa yang telah diajarkan Rasulullah saw.Allah SWT
telah memberikan penilaian terhadap generasi tersebut akan keteladanan dan keutamaannya
dari umat-umat atau generasi-generasi lainnya. Allah SWT telah berfirman,“Kalian adalah
umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf (baik) dan
mencegah kepada yang mungkar (jahat) dan beriman kepada Allah.” (Ali Imran: 110).

Demikian juga sabda Rasulullah saw,“Sebaik-baik generasi ialah generasiku (generasi


yang sejaman dengan Rasulullah saw yang dalam hal ini adalah sahabat ra), kemudian
generasi sesudah mereka (generasi yang belajar Islam dari sahabat Nabi, dalam hal ini disebut
generasi tabi’in), kemudian generasi yang sesudah mereka (generasi yang belajar Islam dari
tabi’in, dalam hal ini disebut generasi tabi’it tabi’in) kemudian setelah itu datang pula kaum-
kaum yang persaksiannya mendahului sumpahnya (yakni sudah banyak orang yang tidak bisa
dipercaya sehingga memberi persakssian dan sumpah tanpa diminta dan persaksian serta
sumpahnya itu palsu).” (HR Bukhari).
5
2.2 B.Urgensi Tauhid Dalam Pembinaan Pribadi Keluarga
Urgensi tauhid dalam keluarga merupakan dasar terpenting dalam pembentukan diri
pribadi suatu insan yang berguna untuk menghadapi masa depan yang penuh tantangan.
Urgensi tauhid dalam keluarga yang baik diharapkan kehidupan suatu umat akan semakin
baik dan majusehingga dengan ini akan menimbulkan adanya keteguhan iman umat muslim
sepanjang hayat.Pendidikan tauhid yang pertama kali harus dimulai adalah dari sebuah
keluarga. Salah satunyaadalah melalui teladan, latihan, dan pembiasaan diriseperti dalam
qur‟an surah al Baqarah ayat132-133Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada
anak-anaknya, demikian pula Ya’qub.(Ibrahim berkata): “Hai anak -anakku! Sesungguhnya
Allah telah memilih agama ini bagimu,maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk
agama Islam”.” (QS. Al-Baqarah[2]: 132)Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan
(tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah
sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembahTuhanmu dan Tuhan nenek
moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang MahaEsa dan kami hanya tunduk
patuh kepada-Nya". ( QS. Al-Baqarah : 133)

2.3 C.Urgensi Tauhid Dalam Dunia Profesi


Islam sangat menganjurkan kepada umatnya untuk bekerja dan berusaha. Sampai Rasulullah
pada suatu ketika memuji seorang sahabat yang mencari nafkah dengan mencari dan
membelah kayu di hutan. Tangannya keras dan kaku, pakaian dan penampilannya begitu
sederhana dan bersahaja. Itu dilakukannya setiap hari untuk menafkahi anak dan istrinya.
Rasulullah menghampiri sahabat tersebut dan memegang tangannya seraya berkata, “Inilah
tangan yang dicintai oleh Allah SWT..”

Demikian tingginya agama memberikan apresiasi kepada siapa pun yang melakukan kerja
keras mencari rezeki yang halal, thayyib, dan berkah. Lebih dari itu, bekerja merupakan suatu
lahan untuk menjadikan watak dan kepribadian manusia bersifat mandiri, tekun, teliti, peduli,
berani, taat, dan bertanggung jawab.
Rasulullah sendiri dalam usia 8 tahun, suatu tingkatan usia yang sangat dini sudah bekerja
menggembala kambing yang hasilnya diserahkan kepada pamannya untuk meringankan
beban ekonomi dalam keluarga pamannya, Abu Thalib. Pada usia 12 tahun, beliau sudah
diperkenalkan berwiraswasta oleh pamannya untuk berdagang ke negeri Syam.

Secara tidak langsung, didikan wiraswasta yang dilakukan pamannya menjadikan


Muhammad menjadi seorang businessman sejati dan islami. Beliau memiliki kejujuran dan
tanggung jawab yang sangat besar pada konsumen dan majikannya (Khadijah). Kejujuran dan
tanggung jawabnya dalam berusaha menjadi kepuasan mitra bisnisnya. Karenanya beliau
mendapat gelar dari masyarakat sebagai “al-Amin”, yaitu trusted man (orang yang dipercaya
atau pandai menjaga amanah) dan responssibility (bertanggung jawab).

6
Keteladanan Rasulullah dalam bekerja patut dicontoh dan dijadikan teladan bagi seluruh
aktivitas kita sehari-hari. Semangat kerja yang dilandasi dengan ketauhidan kepada Allah
SWT semata akan melahirkan produktivitas yang dapat menghadirkan manfaat bagi dirinya,
usahanya, dan orang lain.

Bagi dirinya, selain mendapatkan keuntungan duniawi, ia pun mendapat pahala dari Allah
atas usahanya. Usahanya akan mendapatkan berkah dan kepercayaan dari orang lain sehingga
perusahaannnya menjadi lebih dinamis. Sedangkan orang lain mendapatkan rasa puas dan
senang karena mendapatkan pelayanan yang profesional. Yang pada akhirnya ia
mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Berdasarkan hal ini Uqbah bin Amir menceritakan kepada kita bahwa Rasulullah SAW
bersabda, “Allah kagum kepada seseorang yang menggembala kambingnya di atas gunung. Ia
azan dan melaksanakan shalat. Allah berfirman, ‘Lihatlah oleh kalian (wahai malaikat
terhadap) hamba-Ku itu! Ia azan dan shalat. Ia takut kepada-Ku. Aku mengampuni dosanya
dan Aku akan memasukkannya ke dalam surga.’” (HR. Abu Daud, an-Nasa’i, dan Ahmad)

Kisah yang diambil dari hadits qudsi tersebut memberi isyarat kepada kita agar dalam bekerja
harus dibekali dengan keimanan yang kuat. Di mana pun kita berada dan bekerja, nilai-nilai
tauhid ini harus tetap istiqamah (mantap) dan oprtimal. Dasar yang mendorong manusia
untuk bekerja bukan hanya untuk mencari materi saja, melainkan berupaya untuk terus selalu
meningkatkan semangat dalam beribadah kepada-Nya. Karena dalam Islam, bekerja juga
salah satu bentuk ibadah.

Artinya yang membuat seseorang dekat dengan Allah bukan hanya shalat, puasa, dan lain
sebagainya. Karena juga sebagai ibadah, pada saat kita bekerja sebenarnya Allah hadir di
tengah-tengah kehidupan. Walhasil, jiwa orang yang dipenuhi oleh nilai-nilai tauhid, di
jengkal bumi mana pun dia berada, dirinya akan selalu merasakan kehadiran Allah yang
begitu dekat dalam hidupnya.

Ini yang mendorong hidupnya menjadi teratur, taat asas, penuh kemandirian, dan selalu
didasari dengan perencanaan yang matang. Salah satu ciri orang bertauhid kepada-Nya adalah
mereka yang dianugerahkan potensi untuk meraih kesuksesan dan kebahagiaan. Di samping
itu, disebutkan juga salah satu karakter dasar mereka adalah selalu menjauhi perbuatan dan
perkataan (perencanaan) yang tidak berguna. (Lihat surah al-Mu’minuun ayat 1-3).

Islam selalu menganjurkan dalam berusaha selayaknya mencari kepentingan dunia untuk
kepentingan akhirat. Maksudnya adalah dalam bekerja harus diiringi dengan upaya berdoa
meminta kebaikan amal dunia maupun akhirat. Anjuran ini terekam dengan jelas dalam
firman-Nya,

“Dan di antara mereka ada yang berdoa, ’Ya Tuhan Kami, berilah kami kebaikan di dunia
dan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka.’” (al-Baqarah: 201)

Makna kebaikan di dunia salah satunya adalah keseriusan kita dalam bekerja dengan target
mewujudkan hasil dengan kualitas yang terbaik, bagi dirinya maupun lembaga atau
perusahaan tempat ia bekerja. Kualitas terbaik bagi diri adalah penampilan, kejujuran,
tanggung jawab, rasional, cerdas, cepat, akurat, disiplin, amanah, adil, dan sebagainya.
Adapun kualitas bagi tempat kita bekerja adalah berupa produk atau jasa bagi orang lain agar
terpuaskan hatinya.

7
Sedangkan makna kebaikan di akhirat merupakan harapan semua manusia untuk menjadi
penghuni surga melalui pendekatan diri kepada Allah secara sungguh-sungguh. Introspeksi
diri dilakukan setiap saat, berzikir kepada Allah dengan tekun setiap saat menjadi bagian
yang tidak terpisahkan untuk mendapatkan kebaikan akhirat. Dengan pola seperti ini, secara
tidak langsung kita senantiasa bertauhid kepada Allah ketika kita bekerja di mana pun kita
berada.

Berangkat dari hal di atas, nilai-nilai ketauhidan yang mengisi kalbu kita ketika dalam
bekerja akan mengantarkan kita ke jalan yang dapat mengantarkan diri semakin mendekat
dengan Allah. Bahkan harta maupun karunia Allah lainnya akan lebih berkah dan mempunyai
nilai kemaslahatan bagi keluarga maupun keturunannya di masa depan. Wallahu’alam.

2.4 D.Urgensi Tuhid Dalam Hidup Bermsyarakat


bagi seorang muslim, beriman kepada Allah dan beribadah kepada-Nya saja belumlah cukup.
Keimanan itu harus berdampak nyata pada kehidupan sosial. Iman harus bersifat praktis dan
memberikan kontribusi nyata ditengah kehidupan masyarakat. Apalagi ditengah modernitas
yang selalu mengedepankan hal-hal yang konkrit dan rasional. Pada dimensi ini, akidah
memasuki wilayah kesejarahan manusia. Dimensi praktis dari akidah ini menjelaskan
keterkaitan antara keyakinan dengan persoalan-persoalan sosial. Tauhid dalam dimensi
praktis sosial ini ingin menunjukkan keterkaitan yang kuat antara keyakinan dengan realitas
sosial. Tauhid tidak semata berkaitan dengan keimanan pada hal-hal yang ghaib, namun juga
terkait dengan historitas manusia, berhubungan dan berkepentingan dengan kehidupan
manusia dimuka bumi ini. Oleh karena itu, dalam perspektif yang terakhir ini, persoalan
tauhid bukan hanya sekedar mengimani Allah dan memberikan penjelasan rasional terhadap
keyakinan itu, tetapi juga sejauh mana keyakinan itu mampu membebaskan manusia dari
berbagai permasalahan sosial, budaya, politik, ekonomi, dn sebagainya. Sebuah keyakinan
yang menjadi sumber energi untuk gerakan pembebasan. D.Konsep Tauhid menurut Para
Ahli
1. Menurut M.Amin Abdullah, tauhid sosial adalah aksentusi dan aplikasi iman pada wilayah
praksis sosial, atau a faith in action. Keimanan kepada Allah menjadi sumber kekuatan untuk
mengentaskan dan membebaskan manusia dari berbagai penderitaan dan penindasan sosial.
Isu-isu seperti pemburuhan, ketenagakerjaan, kesetaraan gender, pengentasan kemiskinan,
lingkungan hidup, memperkuat basis masyarakat madani dan pemberdayaan masyarakat
menjadi bagian dari agenda tauhid sosial.
2.Menurut ismail al-Faruqi, dalam bukunya yang berjudul tauhid,setelah manusia menerima
tuhan sebagai satu-satunya yang dipertuhankan, setelah menyerahkan dirinya, hidup dan
seluruh energinya untuk mengabdi kepada-Nya, dan setelah mengakui kehendak sang
penguasa sebagai kehendak yang harus diaktualisasikan dalam ruang dan waktu, dia mesti
terjun dalam hiruk-pikuk dunia dan sejarah dan menciptakan perubahan yang dihendaki. Bagi
faruqi, tauhid terkait dengan historisitas manusia. Contoh terbaik adalah Nabi Muhammad
SAW. Keyakinan Nabi yang kuat kepada Allah tidak membuatnya mengambil jarak dan
mengisolasi diri dari problematika masyarakat. “meditasi” di gua hira tidak menjadikannya
lelap dengan ibadah dan menjauhi kehidupan. Meditasi itu justru melahirkan revolusi.
sosial yang mengangkat harkat, martabat,dan kehidupan masyarakat. Dalam bukunya al-faruq
ingin membuktikan keterkaitan tauhid sebagai prinsip sejarah, tauhid sebagai prinsip ilmu
pengetahuan, tauhid sebagai prinsip metafisika, tauhid sebagai prinsip tata sosial, tauhid
sebagai prinsip tata politik, hingga tauhid sebagai prinsip tata dunia.

8
3.Menurut Hassan Hanafi kalimat syahadat tidak hanya sekedar pernyataan verbal tentang
ketuhanan dan kenabian. Bagi Hanafi, kaliamat syahadat merupakan kesaksian yang bersifat
teoritis sekaligus kesaksian praktis tentang problematika manusia dalam kesejarahannya.
Penggalan pertama dari kalimat syahadat, asy-hadu alla ilaha, mengandung makna tindakan
meniadakan, yakni membebaskan manusia dari berbagai bentukpemaksaan, penganiayaan,
otoritarianisme, dan kekejaman. La ilaha juga bermakna membebaskan manusia dari sikap
mengikuti saja nilai-nilai dan berbagai pemikiran yang mapan pada zamannya. Sedangkan
penggalan kedua, illallah, bermakna penetapan, yakni menetapkan tindakan positif manusia
untuk selalu nerunuskan cita-cita sosial ideal, dan menyatakan ketundukannya pada prinsip
universal yang berlaku sama untuk semua manusia. Illallah juga bermakna menjadikan
manusia memeluk nilai-nilai baru yang terkait dengan prinsip-prinsip universal. Di sini
nampak sekali keinginan kuat Hanafi untuk membangun sebuah keyakinan tauhid yang tidak
hanya memiliki ukuran-ukuran individual dalam hubungan dengan Yang Maha Esa, tetapi
juga menjadikan tauhid sebagai keyakinan yang harus diukur dalam hubungan antara sesama
manusia. Tauhid dimata hanafi tidak hanya sekedar intelectual exercise, justru yang lebih
penting adalah ruh tauhid yang dapat menjelma menjadi kekuatan revolusioner untuk
mengubah dan menggerakan masyarakat kearah yang lebih baik. Tauhid bukan hanya sekedar
ikrar keimanan kepada Allah SWT, namun juga ikrar untuk jadi pelaksana dan penganjur
kebaikan (amar makruf nahi munkar) bagi seluruh manusia.

9
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Tauhid merupakan inti ajaran Islam-rohnya ajaran Islam yang berhubungan dengan berbagai
aspek kehidupan seorang muslim, baik secara pribadi maupun dalam kelompok-masyarakat.
Dalam kehidupan pribadi, sebagaimana menjadi maksud dari tulisan ini, dapat diberikan
catatan sebagai berikut.

yang telah teruraikan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa tauhid merupakan inti pokok
agama islam sebagai pengakuan umat islam terhadap pencipta yang mutlak dan tidak ada
yang dituju selainya.Untuk itu dalam firman Allah dan sabda Nabi Muhammad SAW
dikatakan : “orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan
kezaliman(syirik), mereka itulah oarng yang mendapat keamanan. Mereka itu adalah orang-
orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An-nam:82) Rosullullah bersabda,“Allah ta’ala
berfirman, “Wahai anak Adam, seandainya enkau datang kepada-Ku dengan membawa dosa
sepenuh jagad, lantas engkau menemuiku dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan
suatu apa pun, maka Aku akan memberimu ampunan sepenuh jagad itu pula,” (HR.Tirmidzi
3540)

B. Saran Semoga setelah mempelajari dan memahami pembahasan ini kita dapat mengambil
hikmah betapa pentingnya ajaran tauhid ini bagi umat islam dan merupakan
faktor terpenting untuk mengembalikan kejayaan islam pada umat ini.. Untuk itu, kita sebagai
generasi penerus perjuangan Islam harus berusaha sekuat tenaga untuk mengimplementasikan
konsep tauhid dalam semua segi kehidupan kita. Pada akhirnya kita berharap dan berdo'a
kepada Allah SWT supaya mengembalikan kejayaan ummat ini dengan konsep tauhid yang
kita amalkan.

10

Anda mungkin juga menyukai