Anda di halaman 1dari 5

Allah tidak mengira kamu bersalah tentang sumpah kamu yang tidak dimaksudkan (untuk bersumpah),

tetapi Ia mengira kamu bersalah (dan akan mengenakan hukuman) dengan sebab sumpah yang
diusahakan (disengajakan) oleh hati kamu (dengan niat bersumpah). Dan (ingatlah), Allah Maha
Pengampun, lagi Maha Penyabar.

Tafsir surat al-baqarah ayat 225


BAB I
PENAFSIRAN SURAT AL-BAQARAH AYAT 225

.)٢٢٥( ‫ال يؤاخذكم هللا باللغوي في ايمانكم و لكن يؤاخذكم بما كسبت قلوبكم(قلى) و هللا غفور حليم‬
“Allah tidak menghukum kamu[1] disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk
bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk
bersumpah) oleh hatimu[2]. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun[3].”(QS.al-
Baqarah: 225)

A. Pandangan Tafsir Imam Syafi’i mengenai surat al-Baqarah ayat 225

a. Sekilas tentang Imam Syafi’i

Imam Syafi’i telah menghafal seluruh isi al-Quran sejak dia berumur tujuh tahun. Setelah
itu, dia melanjutkan berguru ilmu-ilmu syariat dari para Ulama Masjidil Haram. Mayoritas ulama-
ulama tersebut, cendrung memberikan dukungan kepadanya supaya mepokuskan diri pada Al-
quran dan Al-karim dan pemahaman tafsirnya. Ulama-ulama tersebut adalah murid-murid Ibnu
Abbas ra dan para pengikut yang sealiran dengannya.

Kemudian dia beralih menghafalkan sunnah Rasulullah Saw yang dipelajarinya dari ulama
di daerahnya. Setelah itu, dia beralih ke desa-desa, dia menghafalkan syair-syair suku huzail.
Bahkan dia rela tinggal bersama mereka dalam segala kondisi, menginap di tempat mereka
maupun dalam perjalanan mereka, sehingga dia tumbuh sebagai seorang pemuda yang tangguh

Selanjutnya Imam Syafi’i ra kembali ke Mekkah al-Mukaramah, dalam keadaan seluk-


beluk bahasa Arab sehingga sempat membuat dirinya menjadi orang paling fasih dalam berbahasa
pada masanya. Sekiranya dia tidak beralih ke Ilmu figh, nisyaya dia akan menjadi seorang ahli
sastra arab, juga menjadi penulis.
Al-Mubarrad berkata: “semoga Allah Swt merahmati Imam Syafi’i ra, karna dia adalah
orang yang paling mahir dalam sastra dan syair, serta paling menguasai al-Qur’an.” Imam Syafi’i
ra sudah mahir dalam Ilmu figh, penyimpulan hukum, dan tafsir memang sudah terlihat sejak dini.

b. pandangan Tafsir Imam Syafi’i mengenai ayat yang di bawah ini:

.)٢٢٥( ‫ال يؤاخذكم هللا باللغوي في ايمانكم و لكن يؤاخذكم بما كسبت قلوبكم(قلى) و هللا غفور حليم‬
Artinya:
“ Allah tidak menghukum kalian disebabkan sumpah kalian yang tidak di maksud (untuk
bersumpah), tetapi Allah menghukum kalian disebabkan (sumpah kalian) yang di sengaja (untuk
bersumpah) oleh hati kalian. Dan Allah maha pengampun lagi maha penyayang.” (QS. al-Baqarah
: 225)

‫ال يؤاخذكم هللا باللغوي في ايمانكم‬

“ Allah tidak menghukum kalian disebabkan sumpah kalian yang tidak di maksud (untuk
bersumpah)”. (QS. al-Baqarah [2]:225)

Imam Syafi’i mengatakan ra mengatakan, “Malik menyampaikan hadist kepada kami dari
Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah ra, dia berkata,

.‫لغو اليمين قول االنسان ال و هللا و بلى و هللا‬

“Sumpah yang tidak dimaksud untuk bersumpah adalah ucapan orang: tidak, demi Allah,
atau ya, demi Allah.[4]

Imam Syafi’i berkata lagi, “Al-laghw menurut bahasa Arab berarti ucapan yang tidak
dipastikan. Kesimpulnnya, al-laqwu adalah kesalahan. Al-laqwu adalah sebagaimana dikatakan
Aisyah ra. Wallahu a’lam.

Hal itu terjadi karna di ucapka dalam keadaan tertekan, marah, atau tergesa-gesa.
Sementara sumpah hanya di tetapkan berdasarkan sumpah itu sendiri.”

B. pandangan Tafsir Al-Misbah M. Guraish Shihab

a. Sekilas tentang Tafsir Al-Misbah M. Quraish Shihab

M. Quraish Shihab memulai dengan menjelaskan tentang maksud-maksud firman Allah swt
sesuai kemampuan manusia dalam menafsirkan sesuai dengan keberadaan seseorang pada
lingkungan budaya dan kondisisosial dan perkambangan ilmu dalam menangkap pesan-pesan al-
Quran. Keagungan firman Allah dapat menampung segala kemampuan, tingkat, kecederungan,
dan kondisi yang berbeda-beda itu. Seorang mufassir di tuntut untuk menjelaskan nilai-nilai itu
sejalan dengan perkembangan masyarakatnya, sehingga al-Quran dapat benar-benar berfungsi
sebagai petunjuk, pemisah antara yang haq dan bathil serta jalan keluar bagi setiap probelam
kehidupan yang dihadapi, Mufassir dituntut pula untuk menghapus kesalah pahaman terhadap
al-Qur’an atau kandungan ayat-ayat.

M. Quraish Shihab juga memasukkan tentang kaum Orientalis mengkiritik tajam


sistematika urutan ayat dan surah-surah al-Quran, sambil melemparkan kesalahan kepada para
penulis wahyu. Kaum orientalis berpendapat bahwa ada bagian-bagian al-Quran yang ditulis
pada masa awal karier Nabi Muhammad saw.

Kemudian beliau mengambil tokoh-tokoh para ulama tafsir, tokoh-tokohnya seperti:


Fakhruddin ar-Razi (606 H/1210 M). Abu Ishaq asy-Syathibi (w.790 H/1388 M), Ibrahim Ibn
Umar al-Biqa’i (809-885 H/1406-1480 M), Badruddin Muhammad ibn Abdullah Az-Zarkasyi
(w.794 H) dan lain-lain yang menekuni ilmu Munasabat al-Quran/keserasian hubungan bagian-
bagian al-Quran.

Tafsîr al-Mishbâh banyak mengemukakan ‘uraian penjelas’ terhadap sejumlah mufasir


ternama sehingga menjadi referensi yang mumpuni, informatif, argumentatif. Tafsir ini tersaji
dengan gaya bahasa penulisan yang mudah dicerna segenap kalangan, dari mulai akademisi
hingga masyarakat luas. Penjelasan makna sebuah ayat tertuang dengan tamsilan yang semakin
menarik atensi pembaca untuk menelaahnya.

b. pandangan Tafsir al-Misbah mengenai ayat yang di bawah ini:

.)٢٢٥( ‫ال يؤاخذكم هللا باللغوي في ايمانكم و لكن يؤاخذكم بما كسبت قلوبكم(قلى) و هللا غفور حليم‬
“Allah tidak menuntut disebabkan sumpah kamu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah),
tetapi Allah menuntut kamu disebabkan (sumpah kamu) yang dilakukan hati kamu. Allah maha
pengampun lagi maha penyantun.”

Tidak menuntut, yakni tidak menuntut pertanggungjawaban, yang pada gilirannya


mengkibatkan sanksi, siksa atau kewajiban memenuhinya. Sumpah adalah suatu ucapan yang
disertai dengan penyebutan nama Allah, sifat, atau perbuatan-Nya, dengan tujuan meyakinkan
pihak lain tentang kebenaran ucapan yang bersumpah. Di celah ucapan itu terdapat semacam
pernyataan yang tidak terucapkan, bahwa jika apa yang hendak diyakinkan itu, bertentangan
dengan hati sipengucap, maka ia bersedia di jatuhi kutukan dan sanksi Allah swt. Dari sini sumpah
harus mengunakan nama Allah, sifat atau perbuatan-Nya, dan tidak di benarkan mengunakan
selain itu, karena hanya Allah swt. Yang mampu menjatuhkan sanksi atau kutukan. Biasanya
sumpah yang dilakukan untuk meyakinkan orang lain di sertai jabatan tangan antar keduanya. Dari
sini sumpah dinamai (‫ )يمين‬yamin, yang secara harfiah antara lain bermakna tangan kanan,
jamaknya adalah (‫ )ايمان‬aiman.

Kata dengan redaksi sumpah tetapi tidak di maksud untuk bersumpah oleh ayat di atas
diistilahkan dengan (‫ )اللغو‬al-laghwu, yang dari segi bahasa berarti suatu yang batal,atau di
anggab tidak ada. Sesuatu yang demikian, biasanya lahir dari spontanitas, tampa pikir dan
pertimbangan. Termasuk dugaan yang keliru.

Walaupun Allah tidak menuntut pertanggungjawaban dalam sumpah yang demikian


sifatnya, namun penamaannya dengan al-Laghwu memberi isyarat bahwa menyebut nama Allah
tampa berpikir, tampa pertimbangan, apalagi yang memberi kesan meyakinkan orang lain,
bukanlah pada tempatnya dan tidak wajar.
Sumpah yang akan dituntut oleh Allah untuk dipertanggungjawabkan adalahyang dilakukan
oleh hati kamu, yakni sumpah dengan mengunakan nama Allah secara sengaja lagi bertujuan
meyakinkan pihak lain. Pertanggungjawaban yang dituntutnya itu dapat berbentuk kewajiban
memenuhinya, atau bila tidak memenuhinya, maka kewajiban membayar kaffarat, yakni imbalan
tertentu berupa puasa atau memberi makan fakir miskin. Kalau tidak, maka yang bersangkutan
terancam di jatuhi hukuman di hari kemudian.

Bagaimana kalau seseorang mengucapkan redaksi sumpah dengan tujuan meyakinkan orang
lain, sedang hatiny tidak bermaksud untuk bersumpah? Ini adalah sumpah palsu. Sumpah
palsupun, termasuk yang akan dituntut untuk dipertanggungjawabkan di hari kiamat kelak, bila
yang bersangkutan tidak bertaubat. Tetapi apakah taubatnya harus disertai dengan membayar
kaffarat? Imam Syafi’i menjawab “ya”, di samping bertaubat kepada Allah, mengembalikan hak
orang lain bila ada yang di ambilnya dalam konteks sumpah palsu itu, ia juga harus membayar
kaffarat.

Mengapa Allah tidak menuntut pertanggungjawaban terhadap laghwu ai-aiman?Itu karna


dia maha pengampun lagi maha penyantun.

Allah yang bersifat (‫ )حليم‬halim,Maha penyantun, dilukiskan oleh Imam Al-Ghazali sebagai
“Dia yang menyaksikan kedurhakaan para pendurhaka, melihat pembangkangan mereka, tetapi
kemarahan tidak mengundang-Nya bertindak, tidak juga Dia di dorong oleh kemurkaan untuk
bergegas menjatuhkan sanksi. Demikianlah sifat-Nya, padahal Dia Mahan Kuasa.

C. pandangan Tafsir Ahmad mustafa Al-maraqi

‫ال يؤاخذكم هللا باللغوي في ايمانكم‬

Allah tidak akan menghukum kalian oleh sebab sumpah yang terucap dari mulut kalian
tampa disengaja di tengah-tengah pembicaraan kalian. Oleh karena itu ia tidak mewajibkan
kaffarat kepada kalian dan juga tidak menghukum kalian.

‫و لكن يؤاخذكم بما كسبت قلوبكم‬

Tetapi, Allah hanya mengenakan sangsi kaffarat atau hukuman kepada kalian, jika kalian
berniat sesuatu dengan mengucapkan sumpah atas nama Allah. Demikian itu agar supaya kalian
tidak menjadikan nama Allah sebagai penghalang dalam melakukan amal shaleh.

‫و هللا غفور حليم‬

Allah mengampuni hamba-hamba-Nya atas dosa yang mereka lakukan dengan sumpahnya,
dan ia tidak tergesa-gesa menghukum mereka serta tidak membebani mereka dengan hal-hal yang
berat jika mereka memang tidak sengaja bersumpah, oleh karena hal ini telah menjadi kebiasaan
mereka.
KESIMPULAN

Dari ketiga pandangan di atas dapat disimpulkan: Allah tidak menghukum kalian
disebabkan sumpah kalian yang tidak di maksud (untuk bersumpah). Tidak menuntut, yakni tidak
menuntut pertanggungjawaban, yang pada gilirannya mengakibatkan sanksi, siksa atau kewajiban
memenuhinya. Di atas diistilahkan dengan al-laghwu, yang dari segi bahasa berarti suatu yang
batal,atau di anggab tidak ada.

Anda mungkin juga menyukai