Makna Puasa
DOSEN PEMBIMBING :
Dr.Mutiullah,S.Fil.I.M.Hum
Di susun :
MARTHA VANIA RAHAYU
NIM : 19108020072
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja keutamaan berpuasa?
2. Bagaimana jika puasa di tinjau dari sudut pandang ilmu
kesehatan?
3. Apa saja rahasia berpuasa?
4. Bagiamana derajat orang yang berpuasa?
5. Apa saja hikmah berpuasa?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui keutamaan berpuasa
2. Untuk mengetahui sudut pandang berpuasa jika di tinjau
dari ilmu kesehatan
3. Untuk mengetahui rahasia puasa
4. Untuk mengetahui derajat orang yang berpuasa
5. Untuk mengetahui hikmah dalam berpuasa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Keutamaan Berpuasa
1. Niat puasa karena Allah,wajahnya akan di jauhkan dari
neraka selama 70 tahun
2. Puasa dan Al Quran memberi syafaat kepada para hamba di
hari kiamat
3. Orang yang berpuasa akan berada dalam surga dan memasuki
pintu dalam surga yang di namakan rayyan
C. Rahasia Puasa
1. Mengurangkan kekuatan badaniah,mengurangkan makan dan
minum supaya dengannya tinggilah jiwa keikhlasan dan supaya
bertambahlah jiwa malakiyah yang bersifat dengan aneka
macam sifat keutamaan dan kesempurnaan
2. Bersifat dengan salah satu sifat Allah,yaitu tidak makan dan
minum dan menyerupakan diri dengan orang-orang
muqarrabin,yang menahan diri dari menuruti keinginan syahwat
keduniaan
3. Membiasakan diri dengan bersabar dalam kesukaran serta
menguatkan iradat dan cita-cita
4. Untuk mengingatkan bahwa kita adalah hamba Allah yang
sangat hina,yang amat membutuhkan makan dan minum
5. Menjaga diri dari jatuh ke dalam jurang dosa dan maksiat
6. Menggerakkan orang yang berpunya atau orang yang kaya
untuk menolong orang yang fakir dan miskin
7. Menghidupkan kekuatan pikiran dan kekuatan bashirah
(penglihatan mata hati)
Berkata Luqman kepada anaknya :
“Hai anakku,apabila perutmu telah penuh sesak dnegan
makanan,tidurlah pikiranmu,kelulah hikmah dan berhentilah
segala anggotamu dari beribadat kepada Allah dan hilanglah
kebersihan hati (jiwa) dan kehalusan pengertian,yang dengan
keduanyalah di peroleh nikmat bermunajat dan berbekasnya dzikir
pada jiwa” (Asrarusy Syari’a 1 : 136)