Anda di halaman 1dari 2

AL QUR’AN MENJAWAB TANTANGAN ZAMAN

Oleh : Drs. H. M. Zakaria, MH


Hakim Pengadilan Agama Pekanbaru/Mahasiswa S3 UIN Suska

Al Quran adalah pedoman hidup yang benar-benar dapat memberi petunjuk


dan memandu umat manusia menuju kea rah keselamatan hidup di dunia dan di
akhirat, Ianya berfungsi sebagai rahmat dan syifa’, penawar hati yang gundah gulana,
penawar jiwa yang resah dan gelisah. Bagi yang mengamalkannya diberikan jaminan
oleh al-Quran dengan balasan pahala yang besar, sebaliknya sekiranya manusia
sendiri telah mengabaikan dan menyeleweng dari ajarannya serta enggan untuk patuh
dan ta’at kepadanya, pasti mereka mengalami kerugian yang membawa kekecewaan
disepanjang kehidupannya.
Dalam realita kehidupan saat ini sedang mencari bangunan spiritual yang
kokoh dan tangguh untuk dapat menyelesaikan berbagai persoalan kemanusiaan,
krisis lingkungan global dan kehampaan spiritual akibat hempasan materialisme
pragmatisme. Dengan ikhtiar Qur’ani dengan menempatkan iman dan taqwa sebagai
tujuan utama pembangunan merupakan pilihan strategis sebagaimana di kemukakan
Abas Mahmud Al-Aqqad dalam bukunya Al-Insan Fi Al-Quran Al Karim, ia
memperkirakan semua aliran pemikiran dan ideoligi ciptaan manusia akan larut dan
tenggelam bersama berakhirnya abad 20 ini. Hanya dengan pesan-pesan Al Quran
akan tetap bertahan menghadapi bantingan dan tantangan zaman.
Nah, untuk menjawab berbagai krisis global tersebut tidak ada jalan lain
kecuali kembali menempatkan Al Quran sebagai imam, konsultan dan mitra dalam
realita kehidupan nyata. Sebagaimana dikemukakan oleh DR. Abdul Hakim Mahmud
dalam bukunya tantangan modernitas (Syafi’i Ma’arif 1990) bahwa Al Quran telah
membuktikan mampu melahirkan masyarakat yang harmonis, adil dan egaliter. Yakni
masyarakat yang mampu membumikan pesan-pesan Al Quran dalam realitas
kehidupan seperti rasa kebersamaan, kasih sayang, tolong menolong. ukhwah, toleran,
amar makruf nahi mungkar, demokrasi, amanah dan adil
Dengan menempatkan Iman dan Taqwa sebagai pilar utama dan pertama
dalam tujuan yang ingin dicapainya, ia merupakan wujud dari keimanan dan amalan
dari nilai-nilai Al Qur’an itu sendiri. Iman dan Taqwa adalah pondasi, kekuatan dan
sekaligus filter bagi setiap perilaku umatnya dalam merealisasikan misi kekhalifaan
dan sekaligus misi kehambaannya. Demikian juga iman dan taqwa menjadi pondasi
kekuatan dan sekaligus filter dasar-dasar logika pembangunan. Nilai Al Quran
menjadi kekuatan evaluatif bagi setiap individu masyarakat dalam mempertanggung
jawabkan amanah yang dititipkan oleh Allah Swt kepadanya.
Dalam pambangunan masyarakat demikianlah yang akan diwujudkan
sehingga lahir suatu bangunan sosial masyarakat yang mandiri, berbudaya, sejahtera,
adil dan makmur baik dalam konteks kehidupan duniawi maupun kehidupan
ukhrawinya. Atau dalam relasi vertikal maupun horizontal, dalam kesholehan pribadi
maupun sosial.
Untuk mewujudkan masyarakat yang Qur’ani memang bukan persoalan
mudah, karenanya bagaimana kita menjadikan Al Qur’an sebagai konsultan hidup dan
kehidupan, baik dalam keadaan senang maupun susah, kaya maupun miskin. Untuk
itu langkah paling mendasar adalah bagaimana membebaskan masyarakat dari buta
baca tulis dan pemahaman Al Qur’an. Inilah tugas sejarah masa depan dari berbagai
kegiatan dan upaya membangun masyarakat yang Qur’ani.
Memberantas masyarakat dari but abaca tulis Al Qur’an haruslah dimulai
dengan membangun kekuatan budaya, bukan formalitas. Kekuatan kultur (budaya)
harus dibangun kembali. Karena itu, Tradisi khataman, tadarus, haflah, simaan al
Qur’an dan pemberdayaan guru ngaji dari rumah kerumah yang sudah mulai
tenggelam dalam limbo sejarah itu harus dibangun kembali. Pusat-pusat kreatif Al
Qur’an (Pesantren Quran, Madrasah/MDA Qur’an/pergurun tinggi) harus disiapkan
dengan peran serta masyarakat. Bea siswa bagi santri-santri yang berperstasi haruslah
diberi porsi yang sama dengan ilmu lain. Lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang
berprestasi Qur’an haruslah disiapkan guna kelangsungan hidup dan profesinya.
Itulah pekerjaan yang harus dibangun dan dikerjakan dengan semangat
Qur’ani. Barangkali itulah sisa-sisa jahiliah kita yang harus dikikis / dibasuh dengan
semangat Al Qur’an. Akankah itu menjadi kenyataan kultur dan gaya hidup kita kelak
dalam pembangunan. Ataukah Al Qur’an hanya akan menjadi komoditas duniawi
semata? Hanya Mahkamah Iman dan Taqwallah yang akan menjawab.
Selamat berjuang semoga sukses menegakkan generasi Qur’ani yang mampu
menjawab tantangan apapun juga.

Anda mungkin juga menyukai