Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

MANUSIA MAKHLUK MULTIDIMENSIONAL

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Wawasan Sosial Budaya

Dosen pengampu: Arlistria Muthmainnah, SE., MM

Disusun Oleh:

KELOMPOK 1

Ananda (C0122426)

Irawati (C0122149)

Indra Wulan (C0122516)

Iis Azzahrah (C0122515)

Nabila Aulia (C0122431)

Muhammad Salim (C0122098)

Sulaeman (C0122519)

PRODI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SULAWESI BARAT

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmatnya sehingga
penulis dapat menyusun makalah tentang " Manusia Makhluk Multidimensial " dengan
sebaik-baiknya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
yang diberikan oleh dosen pada mata kuliah wawasan social budaya. Dalam penyusunan
makalah ini saya menjumpai hambatan, namun berkat dukungan materil dari berbagai
pihak, akhirnya saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan cukup baik.

Melalui kesempatan ini saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan


setinggi-tingginya kepada semua pihak terkait yang telah membantu menyelesaikan tugas
ini.

Segala sesuatu yang salah datangnya dari manusia dan seluruh hal yang benar
datangnya hanya dari agama berkat adanya nikmat iman dari TuhanYang Maha Esa,
meski begitu tentu tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu segala saran
dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat saya harapkan demi perbaikan pada
tugas selanjutnya. Harapan saya semoga tugas ini bermanfaat khususnya bagi saya dan
bagi pembaca lain pada umumnya.

Majene, 24 Februari 2023

Penulis
1 DAFTAR ISI

MAKALAH..................................................................................................................................0
KATA PENGANTAR..................................................................................................................0
DAFTAR ISI.................................................................................................................................1
BAB I.............................................................................................................................................2
PENDAHULUAN.........................................................................................................................2
1.1 Latar Belakang................................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................2
1.3 Tujuan............................................................................................................................3
BAB II...........................................................................................................................................4
PEMBAHASAN...........................................................................................................................4
A. Manusia Sebagai Makhluk Multidimensi...........................................................................4
B. Hakikat Manusia.................................................................................................................6
C. Perlunya Pemahaman terhadap Manusia dan Gambaran Paradoksal tentang Manusia.......7
D. Multidimensionalitas Kebudayaan......................................................................................9
BAB III........................................................................................................................................10
PENUTUP...................................................................................................................................10
A. Kesimpulan.......................................................................................................................10
B. Saran.................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................11
2 BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah, Tuhan Yang Maha Esa dengan struktur
dan fungsi yang sangat sempurna bila dibandingkan dengan makhluk Tuhan lainnya.
Manusia juga diciptakan sebagai makhluk multidimensional, memiliki akal pikiran
dan kemampuan berinteraksi secara personal maupun sosial. Karena itu manusia
disebut sebagai makhluk yang unik, yang memiliki kemampuan sosial sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial. Di sisi lain, Karena manusia adalah makhluk
sosial, maka manusia pada dasarnya tidak mampu hidup sendiri di dalam dunia ini,
baik dalam konteks fisik maupun dalam konteks sosial budaya. Terutama dalam
konteks sosial budaya, manusia membutuhkan manusia lain untuk saling
berkolaborasi dan berkomunkasi dalam pemenuhan kebutuhan fungsi-fungsi sosial
satu dengan lainnya.

Manusia juga menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berinteraksi dengan


orang lain dalam berbagai organisasi, baikorganisasi formal seperti sekolah,
universitas, lembaga bisnis, perusahaan, institusi agama, media massa, dan
pemerintahan maupun
organisasi informal, seperti kelompok bermain, kelompok arisan dan olahraga.
Interaksi sosial antar manusia tersebut mengajarkan bahwa ada organisasi yang
menjalankan aktivitasnya sesuai dengan visi dan misi

Dalam kehidupan sehari-hari pasti memerlukan seseorang untuk diajak


berkomunikasi. Proses komunikasi juga salah satu bagian dalam mengenalkan jati
diri terhadap orang lain. Komunikasi menjadi sangat penting bagi sebuah organisasi,
di mana informasi penting bagi komunikasi yang efektif. Kata komunikasi berasal
dari bahasa latin communicare yang artinya memberitahukan. Kata tersebut
kemudian berkembang dalam bahasa Inggris communication yang artinya proses
pertukaran informasi, konsep, ide, gagasan, perasaan dan lain-lain.

Antara dua orang atau lebih Komunikasi juga dapat dikatakan sebagai sebuah
tindakan untuk berbagi informasi, gagasan atau pendapat dari setiap partisipan
komunikasi yang terlibat didalamnya guna mencapai kesamaan makna. Tindak
komunikasi tersebut dapat dilakukan dalam beragam konteks,antara lain adalah
dalam lingkup organisasi (organizational communication). Dalam konteks
organisasi, pemahaman mengenai peristiwa-peristiwa komunikasi yang terjadi di
dalamnya.

1.2 Rumusan Masalah


Masalah yang ada dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
3 1. Apa definisi manusia sebagai makhluk multidimensial?
2. Bagaimana hakikat manusia menurut pola pemikiran?
3. Bagaimana perlunya pemahaman terhadap manusia dan gambaran paradoksal
tentang manusia?
4. Apa yang dimaksud multidimensionalitas kebudayaan?

1.3 Tujuan
Beberapa rumusan masalah yang didapat terdapat beberapa tujuan yang dicapai
yaitu bagi :

1. Mendeskripsikan manusia sebagai makhluk dimensial.


2. Untuk memahami hakikat manusia menurut pola pemikiran.
3. Mengidentifikasi gambaran paradoksal tentang manusia.
4. Untuk mengetahui multidimensionalitas kebudayaan.
4 BAB II

PEMBAHASAN
A. Manusia Sebagai Makhluk Multidimensi
Manusia sebagai makhluk multidimensi menunjukan bahwa manusia memiliki
kekayaan dimensi yang luar biasa untuk dipelajari. Kekayaan manusia dalam
dimensi-dimensinya menjadi kajian berbagai ilmu untuk menemukan, mengakui,
merumuskan, menganalisis dan akhirnya ilmu-ilmu berusaha untuk menyelesaikan
sejumlah problematika manusia yang secara eksistensial merupakan makhluk
problematika atau makhluk penuh persoalan dan masalah. Sejumlah problematika
manusia mengakibatkan manusia yang hidup di lima benua ini memiliki sejarah,
tampilan lahiriah (esensi), tingkatan ekonomi, pendidikan, daerah, sosial, politik,
idiologi, biologis, dan seterusnya yang berbeda dan khas.

Dalam bagian ini akan dijelaskan kajian sejumlah ilmu tentang manusia sebagai
bagian yang amat penting untuk dicermati dan ditelaah agar mempermudahkan
seorang pendidik atau pendamping untuk melakukan analisis dan bimbingan.

Ada empat macam dimensi yang akan di bahas, yaitu

1. Dimensi keindividualan

2. Dimensi kesosialan

3. Dimensi kesusilaan

4. Dimensi keberagaman

1. Dimensi Keindividualan

Lysen mengartikan individu sebagai ”orang seorang” sesuatu yang merupakan


suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide). Selanjutnya individu
diartikan sebagai pribadi . Karena adanya individualitas itu setiap orang memiliki
kehendak, perasaan, cita-cita, kecendrungan, semangat dan daya tahan yang berbeda.

Kesanggupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan ciri yang sangat
esensial dari adanya individualitas pada diri manusia. Sifat sifat sebagaimana di
gambarkan di atas secara potensial telah di miliki sejak lahir perlu ditumbuh
kembangkan melalui pendidikan agar bisa menjadi kenyataan. Sebab tanpa di bina,
melalui pendidikan, benih-benih individualitas yang sangat berharga itu yang
memungkinkan terbentuknya suatu kepribadian seseorang tidak akan terbentuk
semestinya sehingga seseorang tidak memiliki warna kepribadian yang khas sebagai
milikinya. Padahal fungsi utama pendidikan adalah membantu peserta didik untuk
5 membentuk kepripadiannya atau menemukan kediriannya sendiri. Pola pendidikan
yang bersifat demokratis dipandang cocok untuk mendorong bertumbuh dan
berkembangnya potensi individualitas sebagaimana dimaksud. Pola pendidikan yang
menghambat perkembangan individualitas (misalnya yang bersifat otoriter) dalam
hubungan ini disebut pendidikan yang patologis.

2. Dimensi kesosialan

Setiap anak dikaruniai kemungkinan untuk bergaul. Artinya, setiap orang dapat
saling berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya terkandung untuk saling
memberi dan menerima.

Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampat lebih jelas pada dorongan
untuk bergaul. Dengan adanya dorogan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu
dengan sesamanya.

Seseorang dapat mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya di dalam


interaksi dengan sesamanya. Seorang berkesempatan untuk belajar dari orang lain,
mengidentifikasi sifat-sifat yang di kagumi dari orang lain untuk dimilikinya, serta
menolak sifat yang tidak di cocokinya. Hanya di dalam berinteraksi dengan
sesamanya, dalam saling menerima dan memberi, seseorang menyadari dan
menghayati kemanusiaanya.

3. Dimensi kesusilaan

Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi.
Akan tetapi di dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat
yang pantas jika di dalam yang pantas atau sopan itu misalnya terkandung kejahatan
terselubung. Karena itu maka pengertian yang lebih. Dalam bahasa ilmiah sering
digunakan dua macam istilah yang mempunyai konotasi berbeda yaitu, etiket
(persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan). Kesusilaan
diartikan mencakup etika dan etiket.

Persoaalan kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakikatnya


manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta
melaksanakannya sehingga dikatakan manusia itu adalah mahluk susila.

4. Dimensi Keberagaman

Pada hakikatnya manusia adalah mahluk religius. Beragama merupakan


kebutuhan manusia karena manusia adalah mahluk yang lemah sehingga
memerlukan tempat bertopang.

Manusia memerlukan agama demi kesalamatan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa


agama menjadi sandaran vertical manusia. Manusia dapat menghayati agama melalui
proses pendidikan agama. Pendidikan agama bukan semata-mata pelajaran agama
yang hanya memberikan pengetahuan tentang agama, jadi segi-segi afektif harus di
6 utamakan. Di samping itu mengembangkan kerukunan hidup di antara sesama umat
beragama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa perlu
mendapat perhatian.

B. Hakikat Manusia
Banyaknya definisi tentang manusia, membuktikan bahwa manusia adalah
makhluk multidimensional, manusia memiliki banyak wajah (Dardiri, 2010).
Berdasarkan fakta tersebut, maka Piedade (1986) mencoba membuat polarisasi
pemikiran tentang manusia, yaitu pola pemikiran biologis, pola pemikiran
psikologis, dan pola pemikiran sosial-budaya.

1. Manusia Menurut Pola Pemikiran Biologis

Menurut pola pemikiran ini, manusia dan kemampuan kreatifnya dikaji dari
struktur fisiologisnya. Salah satu tokoh dalam pola ini adalah Portmann yang
berpendapat bahwa kehidupan manusia merupakan sesuatu yang bersifat sui generis
meskipun terdapat kesamaan-kesamaan tertentu dengan kehidupan hewan atau
binatang. Dia menekankan aktivitas manusia yang khas, yakni bahasa, posisi vertikal
tubuh, dan ritme pertumbuhannya. Semua sifat ini timbul dari kerja sama antara
proses keturunan dan proses sosial-budaya. Aspek individualitas manusia bersama
sifat sosialnya membentuk keterbukaan manusia yang berbeda dengan ketertutupan
dan pembatasan deterministis binatang oleh lingkungannya. Manusia tidak
membiarkan dirinya ditentukan oleh alam lingkungannya. Menurut pola ini, manusia
dipahami dari sisi internalitas, yaitu manusia sebagai pusat kegiatan internal yang
menggunakan bentuk lahiriah tubuhnya untuk mengekspresikan diri dalam
komunikasi dengan sesamanya.

2. Manusia Menurut Pola Psikolgis

Kekhasan pola ini adalah perpaduan antara metode-metode psikologi


eksperimental dan suatu pendekatan filosofis tertentu, misalnya fenomenologi.
Tokoh-tokoh yang berpengaruh besar pada pola ini antara lain Ludwig Binswanger,
Levis Strauss, dan Erich Fromm. Binswanger mengembangkan suatu analisis
eksistensial yang bertitik tolak dari psikoanalisis Freud. Namun pendirian
Binswanger bertolak belakang dengan pendirian Freud tentang kawasan bawah sadar
manusia yang terungkap dalam mimpi, nafsu, dan dorongan seksual. Freud dengan
psikoanalisisnya lebih menekankan faktor internal manusia, sementara pandangan
behaviorisme lebih menekankan faktor eksternal. Pandangan psikologi humanistik
lebih menekankan kemampuaan manusia untuk mengarahkan dirinya, baik karena
pengaruh faktor internal maupun eksternal. Hal ini menunjukkan bahwa manusia
tidak serta merta atau otomatis melakukan suatu tindakan berdasarkan desakan faktor
inter- nal, karena desakan faktor internal bisa saja ditangguhkan pelaksanaannya.
7 3. Manusia Menurut Pola Pemikiran Sosial-Budaya
Manusia menurut pola pemikiran ini tampil dalam dimensi sosial dan
kebudayaannya, dalam hubungannya dengan kemampuan untuk membentuk sejarah.
Menurut pola ini, kodrat manusia tidak hanya mengenal satu bentuk yang uniform
(seragam) melainkan berbagai bentuk. Salah satu tokoh yang termasuk dalam pola
ini adalah Erich Rothacker. Dia berupaya memahami kebudayaan setiap bangsa
melalui suatu proses yang dinamakan reduksi pada jiwa-jiwa nasional dan melalui
mitos-mitos. Reduksi pada jiwa-jiwa nasional adalah proses mempelajari suatu
kebudayaan tertentu dengan mengembalikannya pada sikap-sikap dasar serta watak
etnis yang melahirkan pandangan bangsa yang bersangkutan tentang dunia, atau
weltanschauung.

Pengalaman purba itu dapat direduksi lagi. Dengan demikian, meskipun orang
menciptakan dan mengembangkan lingkup kebudayaan nasionalnya, kemungkinan-
kemungkinan pelaksanaan dan pengembangannya sudah ditentukan, karena
semuanya itu sudah terkandung dalam warisan ras. Tokoh lain yang dapat
dimasukkan dalam pola ini adalah Ernst Cassirer yang merumuskan manusia sebagai
animal symbolicum, makhluk yang pandai menggunakan simbol.

C. Perlunya Pemahaman terhadap Manusia dan Gambaran Paradoksal


tentang Manusia
1. Perlunya pemahaman terhadap manusia

a) Agar tercipta kerukunan antar warga masyarakat dan meminimalisir terjadinya


konflik karna kemajemukan itu sendiri
b) Setiap individu perlu memiliki pemahaman dengan beberapa konsep. Hal ini
sangat diperlukan untuk pemahaman terhadap manusia di antara lain:
 Memahami karakter dan dinamika manusia khususya yang berada di
sekeliling kita.
 Meningkatkan proses perkembangan masyarakat agar dapat hiduo rukun
dan tidak menimbulkan konflik.
 Meningkatkan interaksi pergaulan ke tengah peradaban dunia.
 Meningkatkan kesejahteraan antar manusia.
 Memahami keberadaan masyarakat Indonesia di tengah masyarakat
dunia.

2. Gambaran paradoksial tentang manusia

Keberadaan manusia sebagai makhluk yang paling unik membuat manusia


semakin sulit dipahami. Kesulitan-kesulitan itulah yang semakin merangsang daya
pikir kritis para filsuf untuk mengungkapkan teka-teki tentang siapa itu manusia.
Salah satu elemen yang paradoks dari manusia adalah keberadaannya sebagai
8 makhluk individu yang unik (persona) dan juga sekaligus makhluk sosial yang selalu
hidup dalam relasi dengan sesamanya sebagai sebuah komunitas.Manusia adalah
makhluk independen yang mengungkapkan keberadaannya sebagai individu yang
unik dan bebas, namun di sisi lain keberadaannya sebagai pribadi yang unik dan
bebas itu juga terperangkap dalam relasinya dengansesama. Seperti yang
diungkapkan Aristoteles bahwa manusia adalah makhluk sosial atau dalam bahasa
Yunaninya dikenal sebagai zoon politikon.

Manusia selalu hidup dalam relasi dengan sesamanya. Bahkan kesempurnaan diri
dan tujuan akhirnya ("kebahagiaan" menurut Aristoteles 2) hanya bisa dicapai dalam
relasinya dengan sesama. Atau dalam bahasa eksistensialnya dikatakan sebagai "aku
menjadi aku karena kamu."

Inilah salah satu sisi paradoks manusia. Ia terbatas (oleh raganya, misalnya)
namun selalu berpikir akan ketidakterbatasan. Contoh lainnya adalah bahwa manusia
cenderung tertutup karena hanya dialah yang mengerti apa yang ada dalam dirinya.
Namun, ia juga selalu berusaha untuk terbuka dan melampaui dirinya, bahkan ingin
mengetahui diri yang lain. Ia memiliki hak asasi, namun pada saat yang sama hak
asasinya terbatas oleh hak asasi orang lain. Manusia adalah mahkluk rohani yang
dapat membangun hubungan rohaniah dengan Tuhannya. Namun, ia juga mahkluk
jasmaniah yang memerlukan dan melakukan pengalaman indrawi.

Paradoks manusia memperlihatkan sisi yang saling bertentangan dalam dirinya.


Kedua sisi yang saling bertolak belakang itu tidak mungkin didamaikan, bahkan
dalam proses hidupnya manusia akan selalu mengalami sisi paradoksal tersebut.
Uniknya, kedua sisi itu akan selalu ada "bersatu" dalam diri manusia. Sisi paradoksal
bukan berarti kedua sisi itu bersifat kontradiktif. Jika bersifat kontradiktif, salah satu
sisi akan mengalahkan sisi yang lain.

Dalam dunia kerja, kita bisa menggunakan pemahaman paradoksal ini untuk
melihat berbagai gejala. Misalnya, dalam bisnis selalu ada cost dan revenue, ada
high-pressure times dan refreshment times, ada peak season dan low season, ada
pemimpin dan bawahan (bahkan pemimpin tersebut bisa jadi adalah bawahan dari
pemimpin yang lebih tinggi lagi), dan seterusnya.

Pemahaman atas dua sisi yang bertentangan semacam ini dibutuhkan bagi siapa
saja; terutama bagi orang yang ingin mengalami keseimbangan. Mereka yang tidak
ingin masuk ke salah satu ekstrim harus mampu melihat realitas paradoksal dalam
diri manusia dan dalam pekerjaannya secara seimbang. Celakanya, ketika manusia
masuk ke salah satu ekstrim, ia cenderung menjadi membabi buta dan tidak dapat
melihat indah realitas yang beragam.

Apa yang ditulis di sini sebenarnya sudah terangkum juga dalam kebijaksanaan
khas budaya Timur yakni Ying dan Yang. Ada hitam dan putih dalam satu kesatuan
lingkaran. Hitam dan putih berbagi tempat dan mengambil bentuk yang adil karena
mereka selalu menawarkan keseimbangan tanpa harus menjadi sama.
9
D. Multidimensionalitas Kebudayaan
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk
dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.

Manusia adalah mahluk berbudaya. Manusia sebagai makhluk yang  berbudaya


tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal  budinya untuk
menciptakan kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup manusia itu
hakikatnya sesuatu yang baik, benar dan adil, maka hanya manusia yang selalu
berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan sajalah yang  berhak
menyandang gelar manusia berbudaya.

Berbudaya merupakan kelebihan manusia dibanding mahluk lain. Manusia adalah


makhluk yang paling sempurna bila dibanding dengan makhluk lainnya, mempunyai
kewajiban dan tanggung jawab untuk mengelola bumi. Oleh karena itu manusia
harus menguasai segala sesuatu yang berhubungan dengan kepemimpinannya di
muka bumi disamping tanggung jawab dan etika moral harus dimiliki, menciptakan
nilai kebaikan, kebenaran, keadilan dan tanggung jawab agar bermakna bagi
kemanusiaan. Selain itu manusia juga harus mendayagunakan akal budi untuk
menciptakan kebahagiaan bagi semua makhluk tuhan.

Berbeda dengan binatang, tingkah laku manusia sangat fleksibel. Hal ini terjadi
karena kemampuan dari manusia untuk belajar dan beradaptasi dengan apa yang
telah dipelajarinya. Sebagai makhluk berbudaya, manusia mendayagunakan akal
budinya untuk menciptakan kebahagiaan, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat
demi kesempurnaan hidupnya. Kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia
terhadap kebutuhan dasar hidupnya. Manusia berbeda dengan binatang,  bukan saja
dalam banyaknya kebutuhan, namun juga dalam cara memenuhi kebutuhan tersebut.
Kebudayaanlah yang memberikan garis pemisah antara manusia dan binatang.
10 BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Kekayaan manusia dalam dimensi-dimensinya menjadi kajian berbagai ilmu
untuk menemukan, mengakui, merumuskan, menganalisis dan akhirnya ilmu-ilmu
berusaha untuk menyelesaikan sejumlah problematika manusia yang secara
eksistensial merupakan makhluk problematika atau makhluk penuh persoalan dan
masalah.

Sejumlah problematika manusia mengakibatkan manusia yang hidup di lima


benua ini memiliki sejarah, tampilan lahiriah (esensi), tingkatan ekonomi,
pendidikan, daerah, sosial, politik, idiologi, biologis, dan seterusnya yang berbeda
dan khas.

Salah satu elemen yang paradoks dari manusia adalah keberadaannya sebagai
makhluk individu yang unik (persona) dan juga sekaligus makhluk sosial yang selalu
hidup dalam relasi dengan sesamanya sebagai sebuah komunitas.Manusia adalah
makhluk independen yang mengungkapkan keberadaannya sebagai individu yang
unik dan bebas, namun di sisi lain keberadaannya sebagai pribadi yang unik dan
bebas itu juga terperangkap dalam relasinya dengansesama.

B. Saran
Untuk mencapai hubungan yang lebih baik dan maju dalam masyarakat
hendaknya setiap anggota masyarakat yang ada berusaha menghilangkan dan
menguragi rasa berbeda serta mencurigai terhadap orang lain dengan cara memupuk
rasa persatuan dan keharmonisan. Setiap sarana dan prasarana yang sudah diberikan
oleh pemerintah hendaknya dijadikan sebagai rasa pemersatu antara penduduk tidak
ada yang membeda-bedakan. Saling menghormati terhadap etnis lain atau orang lain
merupakan sikap yang harus selalu dikebangkan dan menyadari bahwa setiap
penduduk yang ada di Pulau Tello adalah orang Indonesia juga tidak ada perbedaan
antara lainnya.
11 DAFTAR PUSTAKA

http://scholar.unand.ac.id/47911/4/BAB%20V.pdf

https://www.slideshare.net/andrewyapvito/manusia-makhluk-multidimensi

https://repository.unikom.ac.id/34337/1/Manusia%20Sebagai%Makhluk
%20Sosial1%20dan%20 Budaya%20%281%29.pdf

Anda mungkin juga menyukai