Anda di halaman 1dari 11

Paradigma Pendidikan Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Dosen Pengampu : Moh. Dzawinnuha, S. Hum., M. Pd.

Disusun oleh :

1. Achmad Haris Ryandi (23060220014)


2. Anisa Wulandari (23060220018)
3. Hamidatus Sarah Vina Najwa Arifin (23060220023)

PROGRAM STUDI TADRIS ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA

2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulilah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Bahasa Indonesia dengan judul “Paradigma
Pendidikan Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam”.

Pada kesempatan kali ini, kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Moh.
Dzawinnuha, S. Hum., M. Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam
yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk sehingga makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik. Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan
kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan bagi pembaca serta memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Salatiga, 22 September 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ......................................................................................................i

DAFTAR ISI ...................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................1

A. Latar Belakang ......................................................................................................1


B. Rumusan Masalah .................................................................................................1
C. Tujuan ...................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................3

A. Ontologi Pendidikan Islam ...................................................................................3


B. Epistemologi Pendidikan Islam ..........................................................................18
C. Aksiologi Pendidikan Islam ................................................................................18
D. Aliran-aliran Filsafat Pendidikan Islam ..............................................................18

BAB III PENUTUP ......................................................................................................25

A. Kesimpulan .........................................................................................................25
B. Saran ...................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................27


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Latar belakang adanya filsafah, di era Yunani kuno, misalnya tokoh Yunani
Socrates, Plato, Aristoteles. Socrates disebut sebagai Bapak dari peradaban yunani
eropa muda, adanya sebuah mitos adalah pergulatan manusia dengan dunianya.
Kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata “philos” dan
“shopia”. Philos artinya cinta yang sangat mendalam, dan shopia artinya
kearifan atau kebijakan. Jadi, arti filsafat secara harfiah adalah cinta yang sangat
mendalam terhadap kearifan atau kebijakan.
Inti dari falsafat itu ada tiga yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Filsafat tidak akan meninggalkan ketiga inti tersebut. Ontologi, berbicara mengenai
pengetahuan yang ada atau disebut sebagai cabang dari metafisika yang menaruh
perhatian pada studi tentang hakikat yang ada (the branch of metaphysical enquiry
concered with the study of existence itself). Epistemologi, mengenai teori tentang
pengetahuan (theory of knowledge) cabang filasafat yang menyelidiki asal, sifat,
metode, dan batasan pengetahuan manusia. Aksiologi, berarti teori tentang nilai
(value or valutation) atau teori tentang nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ontologi filsafat pendidikan Islam?
2. Apa yang dimaksud dengan epistemologi filsafat pendidikan Islam?
3. Apa yang dimaksud dengan aksiologi filsafat pendidikan Islam?
4. Apa saja aliran-aliran filsafat pendidikan Islam?

C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami tentang ontologi filsafat pendidikan Islam.
2. Mengetahui dan memahami tentang epistemologi filsafat pendidikan Islam.
3. Mengetahui dan memahami tentang aksiologi filsafat pendidikan Islam.
4. Mengetahui dan memahami aliran-aliran filsafat pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ontologi Pendidikan Islam

Secara etimologis, kata ontologi berasal dari bahasa Yunani adib. Ontologi
berasal dari kata ontos dan logos. Ontos berarti keberadaan dan logos
berarti pengetahuan. Di sisi lain, dalam bahasa Sosanto, akar kata "on" sama
dengan keberadaan, dan "logos" sama dengan logika. Ia memiliki makna teoretis
tentang 'keberadaan', tetapi dalam istilah ontologi ialah 'cabang filsafat tentang
hakikat kehidupan'.

Istilah ontologi lebih cenderung digunakan ketika membahas hal-hal dalam


konteks filosofis. Makna hidup yang berbeda diatur oleh nilai-nilai etika Islam.
Qutub dalam Toto mendefinisikan pendidikan Islam sebagai kegiatan
mencoba memahami manusia seutuhnya melalui pendekatan dan cara yang
berbeda dalam mengarungi kehidupan di dunia. Melihat definisi di atas, maka
pendidikan Islam merupakan sarana melatih kepekaan peserta didik agar dapat
memahami dirinya secara utuh ketika melakukan aktivitas sekuler yang berkaitan
langsung dengan nilai dan norma Islam.
Pendidikan dianggap sulit untuk didefinisikan karena banyaknya definisi
pendidikan yang dikemukakan oleh berbagai pakar Pendidikan. Al-Shaybany,
sebagaimana dikutip Jumari, mendefinisikan pendidikan sebagai proses
pertumbuhan untuk memperoleh pengalaman, dan perubahan yang diinginkan
dalam perilaku individu atau kelompok adalah hubungan antara individu dan
representasi dan objek di sekitarnya interaksi. seperti alam sekelilingnya, Di mana
dia tinggal adalah bagian dari alam yang luas di mana manusia sendiri dianggap
sebagai bagian dari dirinya sendiri. Untuk membawa manusia kepada Tuhan,
pendidikan Islam harus memperkenalkan berbagai jenis pendidikan Islam,
pengetahuan, tujuan, pengajaran, siswa, dan terakhir ada kurikulum serta harus
ada dari sudut pandang pendidikan Islam.
John Locke mengatakan tentang pendidikan bahwa seorang siswa itu seperti
selembar kertas kosong, gelas kosong, atau suatu benda yang dapat dibentuk
sesuai keinginan orang yang ingin membentuknya. Selanjutnya jika melihat
konsep pendidikan Islam pada hakikatnya dimulai dengan mengenal Allah.
Mengenal Allah adalah pertanyaan pertama dan terpenting dalam konteks
pendidikan Islam. Saya sungguh-sungguh meyakini bahwa Allah, sebagai
Tuhan yang menciptakan segala sesuatu yang ada, adalah mengetahui realitas dan
bahwa Dia memiliki segala sesuatu di dunia ini. Karena manusia sebagai
makhluk beriman harus mampu memberikan penjelasan rasional tentang
keberadaan Tuhan, pendidikan harus dipandang memiliki fungsi menjelaskan
hubungan primitif antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa.

B. Epistemologi Pendidikan Islam


Epistemologi berasal dari bahasa Yunani “Episteme” yang berarti
pengetahuan atau ilmu pengetahuan dan “logos” yang berarti pengetahuan
atau informasi. Jadi, epistemologi dikatakan sebagai pengetahuan tentang
pengetahuan atau teori pengetahuan yang juga dikenal sebagai sub sistem dari
filsafat dalam filsafat pendidikan.
Dagobert D. Runes menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang
filsafat yang membahas sumber, struktur, metode-metode dan validitas
pengetahuan. Sehingga epistemologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
membahas tentang sumber ilmu atau teori pengetahuan (theory of knowledge) dan
mengkaji tentang bagaimana cara mendapatkan ilmu pengetahuan dari objek yang
dipikirkan.

Epistemologi dibutuhkan dalam pendidikan, salah satunya dalam


hubungannya dengan penyusunan dasar kurikulum. Pengetahuan apa yang harus
diberikan pada anak didik, diajarkan di sekolah dan bagaimana cara memperoleh
pengetahuan dan cara menyampaikannya? Semua itu adalah epistemologinya
pendidikan.

Epistemologi filsafat pendidikan Islam adalah suatu ilmu yang mengkaji


tentang prosedur, proses memperoleh filsafat pendidikan Islam dengan cara
mengkaji pada wahyu dan fenomena alam semesta. Epistemologi berorientasi
pada bagaimana membangun paradigma pendidikan Islam yang tetap sesuai
dengan Alquran dan hadis. Berlandaskan kerangka filsafat pendidikan Islam ini
maka diharapkan potensi intelektual dan spiritual manusia itu tumbuh dengan baik
sehingga tercipta manusia super yang mempunyai kecerdasan spiritual sekaligus
emosional-spiritual. Epistemologi filsafat pendidikan Islam ini digunakan untuk
memperoleh pengetahuan pendidikan Islam.

Maka epistemologi pendidikan Islam menekankan pada upaya, cara, atau


langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan pendidikan Islam. Jelaslah
bahwa aktivitas berpikir dalam epistemologi adalah aktivitas yang paling mampu
mengembangkan kreativitas keilmuan dibanding ontologi dan aksiologi. Dalam
pendidikan agama Islam terdapat tiga materi pokok yaitu akidah, ibadah dan
akhlak. Sedang dalam bahasa pendidikan Islam, ketiga materi tersebut dijabarkan
dengan istilah pengenalan kepada Allah SWT, potensi dan fungsi manusia, dan
akhlak.

1. Pengenalan terhadap Allah SWT

Allah SWT sebagai pencipta alam semesta sang maha yang tidak
bisa diindera secara kasat mata. Akan tetapi, manusia telah dianugerahi
“rasa” yang mampu menuntun manusia untuk mencari Sang maha tersebut
(rasa iman). Hal ini dapat diamati salah satunya adalah masa pertumbuhan
anak. Maksudnya, sejak di dalam kandungan, janin telah akrab dengan
sumber kehidupan dalam aspek biologisnya, dalam hal ini adalah ibu. Sang
janin tidak bisa lepas dari dekapan dan belaian ibu. Ini terus berlanjut
sampai bayi lahir bisa mendengar dan melihat. Begitu pula hubungan ia
dengan Sang maha tersebut yang dalam istilah agama Islam adalah
“kecenderungan beragama” atau fitrah

2. Potensi dan fungsi manusia

Manusia dianugerahi Allah SWT. berupa potensi yang diharapkan


mampu mengemban misi suci sebagai khalifah Allah SWT. di muka bumi
dan sekaligus sebagai abd Allah, hamba Allah. Oleh karenanya, ia dibekali
dengan kemapanan potensi seperti akal, hati, rasa, dan nafsu (sumber daya
manusia/SDM).

Epistemologi Islam bersumber dari pedoman hidup muslim, berupa


kalam illahi (Alquran) yang selalu memberikan pancaran hidayah Allah
bagi siapa saja yang membaca, memahami dan menggalinya. Surat al-
Alaq ayat 1- 5 merupakan bukti bahwa Alquran merupakan kitab yang
menaruh perhatian terhadap pendidikan. Demikian pula dengan lafaz-lafaz
dan ungkapan ungkapan yang digunakan agar manusia berfikir,
menggunakan akal untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, seperti
kata-kata nazara (memperhatikan), tadabbara (merenungkan), tafakkur
(memikirkan), faqiha (mengerti), tazakkara (mempelajari), Fahima
(memahami), dan ‘aqala (mempergunakan akal).

3. Akhlak

Akhlak merupakan bagian penting dalam kehidupan muslim. Sebab


misi Nabi dalam dakwahnya adalah memperbaiki akhlak umat manusia,
sebagai mana sabdanya: “Inn ama buitstu li utammima makarim al-
akhlak”, bahwasanya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak (HR. Al-
Baihaqi).

Misi dakwah Nabi tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan Islam,


yaitu mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai tingkat akhlak
mulia. Faktor kemulian akhlak dalam pendidikan Islam dinilai sebagai
faktor kunci dalam menentukan keberhasilan pendidikan, yang menurut
pandangan Islam berfungsi menyiapkan manusia-manusia yang mampu
menata kehidupan yang sejahtera di dunia dan kehidupan di akhirat. Dari
makna yang terkandung dalam nilai-nilai akhlak ini, maka anak didik
dalam mengembangkan IPTEKS dan budaya serta aspek-aspek kehidupan
lainnya tidak terlepas dari landasan moral dan etika

C. Aksiologi Pendidikan Islam


Pilar ketiga dari falsafat ilmu pengetahuan adalah aksiologi. Aksiologi
merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai secara umum, juga dipahami
sebagai bidang keilmuan yang membahas kegunaan pengetahuan. Ilmu
pengetahuan mengenai aksiologi dalam Pendidikan Islam adalah untuk dibangun
dan dirumuskan, serta mengkaitkan posisi ilmu dengan kaidah-kaidah moral atau
akhlak. Secara umum, aksiologi dipahami sebagai bidang keilmuan yang
membahas kegunaan pengetahuan.

Aksiologi Pendidikan Islam adalah hal-hal yang berkaitan dengan tujuan,


target, dan nilai-nilai yang ingin dicapai dalam pendidikan Islam. Adapun
mengenai tujuan pendidikan Islam yang bertujuan untuk mewujudkan manusia
yang saleh, taat beribadah dan rajin beramal untuk tujuan akhirat. Serta lebih
mengenal Allah SWT. melalui segala sesuatu yang Dia ciptakan, terdapat pada
Surat Ali Imran Ayat 190-191:

Artinya: "(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau


duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan
ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka."

Berdasarkan sifatnya nilai yang terdapat pada pendidikan Islam, dibedakan


sebagai berikut:

1. Imanen dan Subjektif

Disimpulkan bahwasannya nilai itu imanen dan subjektif jika


eksistensinya, maknanya, dan validitasnya tergantung pada reaksi subyek yang
memberikan penilaian, tanpa adanya pertimbangan apakah ini bersifat fisik
ataupun psikis.

2. Universal dan Objektif

Karakteristik nilai universal dan objektif dapat juga disimpulkan tanpa


memperhatikan pemilahan dan penilaian manusia berdasarkan fakta dan situasi
nyata, sebab nilai tersebut merupakan realitas alam yang berlaku umum. Dalam
dunia pendidikan, pendidikan dan mendidik merupakan dua hal yang yang urgent,
yang memiliki nilai objektif karena tanpa dinilai oleh manusia pun, pendidikan
dan mendidik secara inheren adalah baik, dan siapapun akan mengakui dan
menyatakan bahwa pendidikan adalah berharga.

3. Absolut

Suatu nilai dikatakan absolut atau abadi, apabila nilai yang berlaku
sekarang dan saat ini sudah berlaku sejak masa dahulu, dan nilai itu berlaku serta
diakui sepanjang masa, nilai tersebut berlaku bagi siapa pun tanpa memandang ras
maupun kelas sosial. Misalnya, Allah Maha Pengampun, merupakan nilai absolut
yang dimiliki-Nya, dan yang diyakini oleh umat beragama pada umumnya.

4. Relatif
Bahwasannya semua nilai relatif, hal ini dikarenakan sesuai dengan
keinginan dan harapan manusia. Sebagai contoh, Allah itu Maha Pengampun, hal
ini berlaku bagi setiap insan beragama, tapi belum tentu bagi seorang ilmuan, atau
bahkan akan disangkal dan dipandang sebagai kebodohan oleh seorang atheistik
Jika dilihat dari sumbernya, nilai dapat dikelompokkan menjadi dua macam,
diantaranya:

1) Nilai Ilahiyah

Yaitu nilai yang lahir dari keyakinan, yang berupa petunjuk dari
supernatural. Nilai Ilahiyyah di bagi atas tiga hal, yaitu nilai keimanan, nilai
ubudiyah, dan nilai mu’amalah. Nilai Ilahiyah mempunyai 2 jalur, yaitu:
Pertama, nilai yang bersumber dari sifat-sifat Allah sebanyak 99 yang tertuang
didalam Asmaul Husna yakni nama-nama yang indah. Kedua, nilai-nilai yang
bersumber dari hukum-hukum Allah, baik berupa nilai-nilai quraniyah
maupun nilai-nilai kauniyah.

2) Nilai Insaniyah

Produk budaya yaitu nilai yang lahir dari kebudayaan masyarakat, baik
secara individu maupun kelompok, yang kemudian nilai ini terbagi menjadi
tiga macam yaitu nilai etika, nilai sosial dan nilai estetika. Nilai-nilai yang kita
pahami dalam pendidikan sejatinya merupakan hasil deduksi dari sumber
pendidikan yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah yang dapat dikembangkan untuk
penerapan ilmu Pendidikan.

D. Aliran-aliran Filsafat Pendidikan Islam

Menurut analisis Jawwad Ridha, setidaknya ada tiga aliran utama dalam
pemikiran filosofis pendidikan Islam, yaitu: (1) aliran Agama-Konservatif, (2)
aliran Religius-Rasional, dan (3) aliran Pragmatis-Instrumental. Penjabaran
tentang ketiga aliran tersebut dapat dilihat berikut ini.

1. Aliran Konservatif (al-Muhafidz)

Para ulama yang termasuk dalam kategori aliran pemikiran


pendidikan ini adalah Al-Ghazali, Zarnuji, Nasiruddin al-Thusi, Ibnu
Jama‟ah, Sahnun, Ibnu Hajar al-Haitami, dan Abdul Hasan Ali bin
Muhammad bin Khalaf (Al-Qabisi).
Menurut aliran konservatif, ilmu dapat dibagi menjadi sebagai
berikut. Pertama, ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap individu, yaitu
ilmu tentang tata cara melakukan kewajiban yang sudah tiba saatnya
dan ilmu ilmu tentang kewajiban-kewajiban agama (Ulum al-Fara‟id
al-Diniyah). Kedua, ilmu yang wajib kifayah untuk dipelajari, yaitu
ilmu yang dibutuhkan demi tegaknya urusan kehidupan dunia,
misalnya: ilmu kedokteran yang sangat krusial bagi pemeliharaan
kesehatan badan, dan ilmu hitung.

2. Aliran Religius-Rasional (al-Diniy al-‘Aqlaniy)


Tokoh-tokoh aliran ini adalah Ikhwan al-Shafa, al-Farabi, Ibnu
Sina, dan Ibnu Miskawaih. Aliran ini dijuluki “pemburu” hikmah
Yunani di belahan dunia Timur, dikarenakan pergumulan intensifnya
dengan rasionalitas Yunani.

Anda mungkin juga menyukai