Anda di halaman 1dari 2

Teori Koneksionisme

Teori belajar koneksionisme ini ditemukan dan dikembangkan oleh Edward Thorndike di
Amerika Serikat. Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon.
Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran,
perasaan atau hal-hal yang dapat diterapkan melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu reaksi
yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atau
tindakan.

Eksperimen yang dilakukan oleh Thorndike menggunakan hewan kucing yang sedang
lapar ditaruh dalam kandang, agar diketahui bahwa tercapai hubungan antara stimulus dan
respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui percobaan-
percobaan dan kegagalan terlebih dahulu. Dalam melaksanakan percobaan ini kucing yang telah
lapar mencoba keluar dari dalam kandang, yang mana di luar kandang telah dikasih ikan. Untuk
bisa keluar dari kandang, kucing itu harus tahu bagaimana membuka pintu kandang tersebut.
Pertama-tama lucing itu mencakar ataupun menggigit pintunya tapi tak membuahkan hasil.
Akhirnya secara tidak sengaja kucing menginjak tombol yang membuat pintu kandang terbuka.
Saat kucing dikembalikan ke kandang dia melakukan aktivitas acak sampai dia bisa menginjak
tombol itu sekali lagi. Pada percobaan berikutnya kucing itu semakin sedikit melakukan gerakan
acak, sampai akhirnya dia bisa langsung menginjak tombol itu untuk membuka pintu.

Keadaan dalam kandang itu merupakan stimulus yang dapat merangsang kucing untuk
bereaksi melepaskan diri dan memperoleh makanan yang ada di depan pintu. Walau sebelumnya
kucing mengeong, mencakar dan berlarian namun gagal membuka pintu untuk memperoleh
makanan yang ada di depannya, tapi akhirnya secara kebetulan kucing itu berhasil menekan
tombol untuk membuka pintu kandang. Percobaan tersebut menghasilkan teori trial and error,
bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan
coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan tingkahnya yang tidak
menghasilkan.

Hukum-hukum teori koneksionisme Edward Thorndike

1. Hukum kesiapan (the law of readiness)

Pada intinya hokum ini menyatakan bahwa belajar akan berhasil apabila peserta didik
benar-benar siap untuk belajar. Dengan kata lain, apabila suatu materi pelajaran diajarkan kepada
anak yang belum siap untuk mempelajari materi tersebut maka tidak aka nada hasilnya.

2. Hukum latihan (the law of exercise)

Jika ikatan antara stimulus dan respon lebih sering terjadi, maka ikatan itu akan terbentuk
semakin kuat. Semakin sering suatu pengetahuan dan pengalaman yang telah terbentuk akibat
adanya asosiasi antara stimulus dan respon yang terus dilatih, maka ikatan tersebut akan semakin
kuat. Hukum ini menunjukkan prinsip utama belajar adalah pengulangan. Semakin sering suatu
materi pelajaran diulangi maka materi pelajaran tersebut akan semakin kuat tersimpan dalam
ingatan.

3. Hukum akibat (the law of effect)

Apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan
maka asosiasi akan semakin meningkat. Jika suatu respon yang diberikan oleh seseorang
terhadap suatu stimulus adalah benar dan ia mengetahuinya, maka kepuasan akan tercapai dan
asosiasi akan diperkuat. Misalkan seorang siswa diminta untuk menyelesaikan suatu soal fisika,
setelah ia kerjakan ternyata jawabannya benar, maka dalam dirinya ia akan merasa puas dan
akibatnya antara soal dan jawabannya yang benar itu akan kuat tersimpan dalam ingatannya.

///G:/TEORI%20KONEKSIONISME%20E.L%20THORNDIKE%20DALAM%20PEM
BELAJARAN%20MATEMATIKA%20%20%20elbasya29.htm

///G:/mEnjaDi%20MaHASiswa%20Sukses%20Dunia%20AkhirAT%20%20%20%20T
EORI%20BELAJAR%20KONEKSIONISME%20MENURUT%20EDWARD%20LEE%20TH
ORNDIKE.htm

///G:/ILMUKU%20DUNIAKU%20%20%20TEORI%20BELAJAR%20KONEKSIONIS
ME.htm

Anda mungkin juga menyukai