ANTROPOLOGI
FILSAFI
Terhadap Hakikat Manusia dan Pendidikan
Putra Habib D
2002651
Pendidikan IPA
SPS UPI
Daftar Isi
01 Pendahuluan
Filsafat dan Pendidikan 02 Kajian Pandangan Filsafat
Terhadap Hakikat Manusia dan
Pendidikan
Implikasi Pandangan
03 Antropologi Filsafi
Terhadap Peranan Pendidik
dan Peserta Didik
01
Pendahuluan
Filsafat dan Pendidikan
Filsafat merupakan ilmu yang sudah sangat tua. Ilmu filsafat
terpaut jauh tertuju ke masa lampau di zaman Yunani Kuno. Pada
masa itu semua ilmu dinamakan filsafat. Dari Yunanilah kata
“filsafat” ini berasal, yaitu dari kata “philos” dan “sophia”. “Philos”
artinya cinta yang sangat mendalam dan “sophia” artinya kebijakan
atau kearifan.
Menurut Plato, setiap manusia memiliki tiga bagian jiwa, yaitu: nous (akal, fikiran)
yang merupakan bagian rasional, thumos (semangat atau keberanian), dan
epithumia (keinginan, kebutuhan atau nafsu)
Tujuan pendidikan adalah untuk membantu perkembangan pikiran (Ideas) dan diri
pribadi (self) siswa. Sekolah hendaknya menekankan aktifitas intelektual,
pertimbangan moral, pertimbangan estetis, realisasi diri, kebebasan, tanggung
jawab, dan pengendalian diri demi perkembangan pikiran dan diri (Callahan and
Clark, 1983).
Pendidikan hendaknya bersifat ideal dan spritual yang dapat menuntun kehidupan
manusia pada kehidupan yang lebih mulia, tidak membuat siswa terombang-ambing
oleh sesuatu yang bersifat relatif atau temporer.
Jadi Aristoteles bertentangan dengan gurunya Plato yang mengatakan bahwa semua
yang nampak hanyalah merupakan bayangan semata
John Locke : akal mula manusia adalah sebuah tabula rasa, manusia diibaratkan
sebagai kertas putih yang kosong
Dengan hal ini dapat dikatakan manusia mencari ilmu pengetahuan untuk dapat
melakukan proses berpikir yang sesuai dengan melihat mengamati lingkungan sekitar
Edward J. Power (1982) menyimpulkan pandangan para filsuf Realisme bahwa tujuan
pendidikan Realisme adalah untuk ”penyesuaian diri dalam hidup dan mampu
melaksanakan tanggung jawab sosial”.
Pragmatisme John Dewey, Charles Sandre Peirce, Wiliam
James, Heracleitos
Bagi Dewey, berpikir dan belajar adalah problem solving, apapun yang berkontribusi
terhadap personal ataupun social adalah value (nilai) (Ornstein et al., 2011).
Manusia tidak akan pernah menjadi manusia yang sesungguhnya jika mereka tidak
berkreasi terhadap dirinya. Manusia adalah makhluk yang dinamis dan plastis.
Dalam sepanjang hidup manusia akan terus-menerus berkembang sesuai dengan
kemampuan dan kreasinya.
Hal yang paling signifikan bagi manusia bersifat personal dan non-saintifik
(Ornstein et al., 2011).
Tidak ada satu mata pelajaran tertentu yang lebih penting daripada yang
lainnya.
Manusia adalah
“Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang
berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan
sosial”
(Ganeswara, 2007)
Pancasila dan Hakikat Pendidikan
UU No 20 tahun 2003 tentang SNP Bab 2 pasal 2:
Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
Enam ciri utama Pelajar Pancasila: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak
mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif,
03
Implikasi Pandangan
Antropologi Filsafi
Terhadap Peranan Pendidik
dan Peserta Didik
Implikasi pandangan filsafat idealisme terhadap
peranan pendidik dan peserta didik
Idealist melihat guru sebagai agen penting dalam membimbing siswa untuk
menyadari potensi intelektual mereka sepenuhnya, dan Idealist juga mendorong
guru dan siswanya untuk mempelajari dan menghargai pencapaian budaya terbaik
dan paling fenomenal.
Guru diharapkan untuk memperkenalkan siswa pada karya seni - sastra, dan musik
klasik- yang hebat dan fenomenal, sehingga mereka dapat mengalami dan berbagi
nilai budaya yang telah teruji oleh karya-karya ini. (Ornstein et al., 2011)
Para idealis cenderung melihat anak didik sebagai individu yang mempunyai potensi
akal pikir dan potensi moral berproses "becoming" menjadi lebih dekat dengan Yang
Absolut (memiliki intellectual excellence) (Ali & Yunan, 2004)
Implikasi pandangan filsafat realisme terhadap
peranan pendidik dan peserta didik
Pendidik dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai yang
sesuai pada keahlian dalam melakukan proses pembelajaran serta
akuntabilitas dalam proses pembelajaran yang positif, menyenangkan,
bermakna, dan kreatif (Gandhi, 2017).
Bagi peserta didik, dengan bimbingan dan pengawasan terbatas dari pengajarnya,
diharapkan bisa bersikap mandiri dalam memilah
pengetahuan yang bermanfaat untuk dipelajari
(Cholid, 2018).
Implikasi pandangan filsafat eksistensialisme terhadap
peranan pendidik dan peserta didik
Guru tidak boleh disamakan dengan seorang instruktur. Jika guru disamakan
dengan seorang instruktur, maka ia hanya merupakan perantara yang sederhana
antara materi pelajaran dengan siswa (Rohmah, 2019).
Siswa harus mengakui bahwa Ia adalah individu yang bebas dan kreatif dalam
memilih. Siswa juga sadar akan tanggung jawabnya untuk menentukan
kehidupan yang akan dijalani sendiri dan menciptakan definisi dirinya sendiri.
Implikasi pandangan filsafat Pancasila terhadap
peranan pendidik dan peserta didik
Pendidik yang berlatar belakang filsafat Pancasila diharapkan menjadi pendorong
perkembangan anak didik dengan menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkadung
dalam Pancasila (Semadi, 2019).