Anda di halaman 1dari 29

KAJIAN

ANTROPOLOGI
FILSAFI
Terhadap Hakikat Manusia dan Pendidikan

Putra Habib D
2002651

Pendidikan IPA
SPS UPI
Daftar Isi

01 Pendahuluan
Filsafat dan Pendidikan 02 Kajian Pandangan Filsafat
Terhadap Hakikat Manusia dan
Pendidikan

Implikasi Pandangan

03 Antropologi Filsafi
Terhadap Peranan Pendidik
dan Peserta Didik
01
Pendahuluan
Filsafat dan Pendidikan
Filsafat merupakan ilmu yang sudah sangat tua. Ilmu filsafat
terpaut jauh tertuju ke masa lampau di zaman Yunani Kuno. Pada
masa itu semua ilmu dinamakan filsafat. Dari Yunanilah kata
“filsafat” ini berasal, yaitu dari kata “philos” dan “sophia”. “Philos”
artinya cinta yang sangat mendalam dan “sophia” artinya kebijakan
atau kearifan.

(Rukiyati & Puswastuti, 2015)


Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
PENDIDIKAN MENURUT UU No. 20
Tahun 2003 tentang SISDIKNAS
02
Kajian Filsafat
Idealisme, Realisme,
Pragmatisme,
Eksistensialisme, Pancasila
Idealisme Plato, Elea dan Hegel, Immanuel Kant, David
Hume, dan al-Ghazali

Menurut para filsuf Idealisme, hakikat realitas bersifat metafisik


daripada bersifat materil, atau bersifat mental daripada bersifat
fisik.
Nilai adalah absolut dan tidak berubah, seperti apa yang
dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak
berubah dari generasi ke generasi

Parmenides : “What cannot be thought cannot be real”

Schoupenhauer: “The world is my idea”


Idealisme dan Hakikat Manusia
Manusia hidup dalam dunia dengan suatu aturan moral yang jelas – yang
diturunkan dari Yang Absolut

Hakikat manusia bersifat spiritual atau kejiwaan

Menurut Plato, setiap manusia memiliki tiga bagian jiwa, yaitu: nous (akal, fikiran)
yang merupakan bagian rasional, thumos (semangat atau keberanian), dan
epithumia (keinginan, kebutuhan atau nafsu)

“Hakikat manusia bukanlah badannya, melainkan jiwa atau rohnya, manusia


adalah makhluk berpikir, mampu memilih atau bebas hidup dengan suatu
aturan moral yang jelas dan bertujuan.”
Idealisme dan Hakikat Pendidikan
Latent Knowledge: manusia memiliki pengetahuan terpendam yang ideal

Tujuan pendidikan adalah untuk membantu perkembangan pikiran (Ideas) dan diri
pribadi (self) siswa. Sekolah hendaknya menekankan aktifitas intelektual,
pertimbangan moral, pertimbangan estetis, realisasi diri, kebebasan, tanggung
jawab, dan pengendalian diri demi perkembangan pikiran dan diri (Callahan and
Clark, 1983).

Pendidikan hendaknya bersifat ideal dan spritual yang dapat menuntun kehidupan
manusia pada kehidupan yang lebih mulia, tidak membuat siswa terombang-ambing
oleh sesuatu yang bersifat relatif atau temporer.

“Pendidikan bertujuan untuk membantu pengembangan karakter serta


mengembangkan bakat manusia dan kebajikan sosial”
(Edward J. Power, 1982)
Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc
Realisme Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David
Hume, John Stuart Mil

Realitas bersifat objektif, artinya bahwa realitas berdiri


sendiri, tidak tergantung atau tidak bersandar kepada
pikiran/jiwa/spirit/roh.

Merupakan filsafat yang memandang realitas secara


dualistis (Fisik dan Metafisika).

Mengetahui adalah terdiri dari konseptualisasi berdasarkan


indra dan abstraksi

Nilai adalah absolut dan abadi, berdasarkan hukum alam


yang universal
Realisme dan Hakikat Manusia
Bukanlah manusia pada umumnya yang ada, melainkan manusia ini, itu, dan lain-
lain. Semuanya ada. Sebagai makhluk rohani, manusia sadar ia akan menuju pada
proses yang lebih tinggi yang menuju kepada manusia ideal.

Individu berkembang secara bulat, totalitas. Aspek-aspek jasmaniah, emosi, dan


intelek sama dikembangkan, walaupun ia mengakui bahwa kebahagiaan tertinggi
ialah kehidupan berpikir (Kristiawan, 2016)

Jadi Aristoteles bertentangan dengan gurunya Plato yang mengatakan bahwa semua
yang nampak hanyalah merupakan bayangan semata

“Manusia adalah makhluk materi dan rohani sekaligus.”


Aristoteles
Realisme dan Hakikat Pendidikan
Aristoteles : pendidikan harus menyertakan fakta-fakta di lingkungan sekitar yang
dapat ditangkap oleh alat indera merupakan cara untuk mendapatkan pengetahuan
dan kebenaran

John Locke : akal mula manusia adalah sebuah tabula rasa, manusia diibaratkan
sebagai kertas putih yang kosong

Dengan hal ini dapat dikatakan manusia mencari ilmu pengetahuan untuk dapat
melakukan proses berpikir yang sesuai dengan melihat mengamati lingkungan sekitar

Edward J. Power (1982) menyimpulkan pandangan para filsuf Realisme bahwa tujuan
pendidikan Realisme adalah untuk ”penyesuaian diri dalam hidup dan mampu
melaksanakan tanggung jawab sosial”.
Pragmatisme John Dewey, Charles Sandre Peirce, Wiliam
James, Heracleitos

Pragmatisme berasal dari perkataan ‘pragma artinya praktik atau


aku berbuat. Instrumentalisme dan eksperimentalisme adalah
sebutan lain dari pragmatism.

Hakikat realitas adalah segala sesuatu yang dialami manusia


(pengalaman); bersifat plural (pluralistic); dan tentatif.

Realitas adalah sebagaimana dialami melalui pengalaman setiap


individu (Callahan and Clark, 1983)

“Hanya realitas fisik yang ada, teori umum tentang realitas


tidak mungkin dan tidak diperlukan”
(Edward J. Power, 1982)
Pragmatisme dan Hakikat Manusia
Manusia tidak terpisah dari realitas pada umumnya, sebab manusia adalah bagian
daripadanya dan terus menerus bersamanya.

Bagi Dewey, berpikir dan belajar adalah problem solving, apapun yang berkontribusi
terhadap personal ataupun social adalah value (nilai) (Ornstein et al., 2011).

Manusia tidak akan pernah menjadi manusia yang sesungguhnya jika mereka tidak
berkreasi terhadap dirinya. Manusia adalah makhluk yang dinamis dan plastis.
Dalam sepanjang hidup manusia akan terus-menerus berkembang sesuai dengan
kemampuan dan kreasinya.

“Manusia laki-laki dan perempuan – adalah hasil evolusi biologis, psikologis,


dan sosial” (Edward J. Power, 1982)
Pragmatisme dan Hakikat Pendidikan
Hakekat pendidikan Pragmatis adalah memanusiakan manusia.

Pendidikan adalah proses eksperimental – metode untuk memecahkan masalah


bagi siswa selama mereka berinteraksi dengan dunia -.

Pendidikan bertujuan agar siswa dapat memecahkan permasalahan hidup individual


maupun sosial. Tidak ada tujuan akhir pendidikan.

Kurikulum pendidikan hendaknya berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji,


yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa (child centered) dan berpusat pada
aktifitas siswa (activity centered)

“Education is the proses without end” - John Dewey


Jean Paul Sartre, Soren Kierkegaard, Martin
Eksistensialisme Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril
Marcel, Paul Tillich

Eksistensialisme memberi individu suatu jalan berpikir mengenai


kehidupan, apa maknanya bagi saya, apa yang benar untuk saya.

Sumber pengetahuan yang utama adalah pengalaman pribadi


berdasaran pilihan pribadi

Nilai adalah bebas dipilih oleh siapapun

Individualisme adalah pilar utama eksistensialisme, sehingga menolak


Idealisme, Realisme, maupun Pragmatisme.

“eksistensi mendahului esensi”


Eksistensialisme dan Hakikat Manusia
Manusia dengan kesadaran akalnya berada, secara totalitas dan selalu terkait
dengan kemanusiaan, suatu arti yang diberikan manusia dalam kebebasan
menentukan perbuatannya sendiri.

Manusia dihadapkan pada keharusan mutlak untuk membuat pilihan-pilihan yang


dapat dipertanggungjawabkan. Hukum-hukum alam berubah selama manusia
menempeli alam dengan beragam makna. (Knight, 2007)

Hal yang paling signifikan bagi manusia bersifat personal dan non-saintifik
(Ornstein et al., 2011).

“Manusia adalah apa yang ia pilih untuk ada.” . (Knight, 2007)


Eksistensialisme dan Hakikat Pendidikan
Kurikulum yang ideal adalah kurikulum yang memberi para siswa kebebasan
individual yang luas dan mensyaratkan mereka untuk mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, melaksanakan pencarian-pencarian mereka sendiri,
dan menarik kesimpulan-kesimpulan mereka sendiri (Sadulloh, 2012).

Tidak ada satu mata pelajaran tertentu yang lebih penting daripada yang
lainnya.

“Tujuan pendidikan adalah untuk memunculkan kesadaran akan


kebebasan manusia dalam memilih dan menciptakan kesadaran terhadap
keaslian diri kita sendiri” (Ornstein et al., 2011)
Pancasila
Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk
mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila

Sila-sila dalam Pancasila menggambarkan tentang pedoman dasar


hidup berbangsa dan bernegara bagi manusia Indonesia
seluruhnya dan seutuhnya (Semadi, 2019)

Hakikat dasar Pancasila adalah manusia, sebab manusia


merupakan subjek hukum pokok dari Pancasila (Ganeswara, 2007) .
Pancasila dan Hakikat Manusia

Manusia adalah

“Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang
berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan
sosial”

(Ganeswara, 2007)
Pancasila dan Hakikat Pendidikan
UU No 20 tahun 2003 tentang SNP Bab 2 pasal 2:
Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945

1. Manusia memiliki fitrah dan potensi untuk berpengetahuan


2. Pengetahuan dapat diperoleh dari:
• Wahyu
• Intuitif
• Rasio
• Empiris
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020, “Pelajar Pancasila” adalah
perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global
dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila (Ismail et al., 2021),

Enam ciri utama Pelajar Pancasila: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak
mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif,
03
Implikasi Pandangan
Antropologi Filsafi
Terhadap Peranan Pendidik
dan Peserta Didik
Implikasi pandangan filsafat idealisme terhadap
peranan pendidik dan peserta didik
Idealist melihat guru sebagai agen penting dalam membimbing siswa untuk
menyadari potensi intelektual mereka sepenuhnya, dan Idealist juga mendorong
guru dan siswanya untuk mempelajari dan menghargai pencapaian budaya terbaik
dan paling fenomenal.

Guru diharapkan untuk memperkenalkan siswa pada karya seni - sastra, dan musik
klasik- yang hebat dan fenomenal, sehingga mereka dapat mengalami dan berbagi
nilai budaya yang telah teruji oleh karya-karya ini. (Ornstein et al., 2011)

Para idealis cenderung melihat anak didik sebagai individu yang mempunyai potensi
akal pikir dan potensi moral berproses "becoming" menjadi lebih dekat dengan Yang
Absolut (memiliki intellectual excellence) (Ali & Yunan, 2004)
Implikasi pandangan filsafat realisme terhadap
peranan pendidik dan peserta didik
Pendidik dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai yang
sesuai pada keahlian dalam melakukan proses pembelajaran serta
akuntabilitas dalam proses pembelajaran yang positif, menyenangkan,
bermakna, dan kreatif (Gandhi, 2017).

Guru memiliki tanggung jawab untuk membawa “ideas” dari siswa


tentang duni yang berkorespondensi dengan “reality” (ilmu pasti/eksak)
yang didasarkan wawasan “expert” (Ornstein et al., 2011).

Siswa harus mengejar ketercapaian kurikulum yang akan berguna bagi


mereka untuk membuat “rational decision” berdasarkan
pengetahuan (Ornstein et al., 2011)
Implikasi pandangan filsafat pragmatisme terhadap
peranan pendidik dan peserta didik
Peran pendidik di dalam filsafat ini adalah mengawasi dan membimbing
pengalaman belajar yang dilakukan secara mandiri oleh siswa (Sadulloh, 2012).

Guru berperan untuk mentransformasi kelas menjadi komunitas yang kolaboratif


dan mendorong siswa untuk membagikan minat dan problematika mereka
(Ornstein et al., 2011).

Eksperimentalisme mengutamakan penggunaan metode pemecahan masalah


(Problem Solving Method) serta metode penyelidikan dan penemuan (Inquiry and
Discovery Method) Callahan dan Clark (1983).

Bagi peserta didik, dengan bimbingan dan pengawasan terbatas dari pengajarnya,
diharapkan bisa bersikap mandiri dalam memilah
pengetahuan yang bermanfaat untuk dipelajari
(Cholid, 2018).
Implikasi pandangan filsafat eksistensialisme terhadap
peranan pendidik dan peserta didik
Guru tidak boleh disamakan dengan seorang instruktur. Jika guru disamakan
dengan seorang instruktur, maka ia hanya merupakan perantara yang sederhana
antara materi pelajaran dengan siswa (Rohmah, 2019).

Guru bertugas untuk menstimulasi “intesitas kesadaran” siswa dengan


mendorong pencarian kebenaran pribadi melalui pengajuan pertanyaan tentang
makna kehidupan (Rohmah, 2019).

Pendidik seyogyanya menekankan refleksi personal yang mendalam terhadap


komitmen dan pilihan sendiri sebagai pencipta esensinya sendiri (Gutek, 1974).

Siswa harus mengakui bahwa Ia adalah individu yang bebas dan kreatif dalam
memilih. Siswa juga sadar akan tanggung jawabnya untuk menentukan
kehidupan yang akan dijalani sendiri dan menciptakan definisi dirinya sendiri.
Implikasi pandangan filsafat Pancasila terhadap
peranan pendidik dan peserta didik
Pendidik yang berlatar belakang filsafat Pancasila diharapkan menjadi pendorong
perkembangan anak didik dengan menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkadung
dalam Pancasila (Semadi, 2019).

Pendidik harus berupaya mantergargetkan peserta didik pada masa mendatang


menjadi masyarakat terbuka yang berkewarganegaraan global, dapat
menerima dan memanfaatkan keragaman sumber, pengalaman, serta nilai-
nilai dari beragam budaya di dunia, namun sekaligus tidak kehilangan ciri dan
identitas khasnya. (Kemendikbud, 2020).

Sedangkan peserta didik diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan dan


menggunakan pengetahuannya, mengkaji, dan menginternalisasi serta
memersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia yang diwujudkan
dalam kehidupan sehari-hari (Kemendikbud, 2020).
Thanks
CREDITS: This presentation template was created by
Slidesgo, including icons by Flaticon, and infographics
& images by Freepik.

Anda mungkin juga menyukai