Anda di halaman 1dari 36

KAJIAN HISTORIS PIONER (TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN)

MAKALAH
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Kajian Pedagogik

Dosen Pengampu :
Dr. Babang Robandi, M.Pd.

oleh :
Diagnesia Tambunan (2002574)
Asita Al Mufida (2010227)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan pada Allah SWT., karena atas rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam senantiasa
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, keluarga serta umatnya hingga
akhir zaman.
Makalah tentang “Kajian Historis Pioner (Tokoh-tokoh Pendidikan)” ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kajian Pedagogik pada
Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia.
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sepenuhnya mencapai
kesempurnaan, hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan wawasan kami
yang masih perlu banyak belajar. Oleh karena itu jika terdapat kekurangan dan
kesalahan kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
kami dalam membuat karya tulis di waktu yang akan datang. Kami berharap semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bandung, 04 Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Makalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Makalah
D. Manfaat Penulisan Makalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Sekilas tentang Historis Pendidikan
B. Tokoh Pendidikan Dunia serta Implikasinya untuk Pendidikan di Indonesia
C. Tokoh Pendidikan Indonesia serta Implikasinya untuk Pendidikan Dewasa ini
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini hampir seluruh negara-negara di dunia menghadapi tantangan
pendidikan untuk mewujudkan keunggulan daya saing negaranya dalam percaturan
global. Sistem yang canggih dan berbagai pengembangan strategi pendidikan terus
diimprovisasi demi mencapai tujuan pendidikan yang telah diterapkan dan disepakati
bersama. Khusus bagi Indonesia, tujuan pendidikan telah tertuang dalam Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 yang berbunyi
sebagai berikut:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdakan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab”.
Standar nasional pendidikan diciptakan untuk membatasi kriteria minimum
tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi oleh
desentralisasi sistem pendidikan dalam kerangka pemerintahan Indonesia yang
menganut asas otonomi daerah. Terciptanya mekanisme ini tidak lepas dari
perjalanan pendidikan Indonesia yang dipengaruhi oleh berbagai kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah. Bagian ini mengarah pada historis pendidikan Indonesia yang
menganut berbagai paham, aliran, dan konsep-konsep pendidikan dari berbagai tokoh
dunia dan juga tokoh-tokoh Indonesia sendiri.
Sejak awal tahun 1970 sistem pendidikan di Indonesia mengalami perubahan
terus menerus, sejalan dengan program pembangunan di bidang pendidikan yang
mulai dilaksanakan secara terprogram sejak 40 tahun yang lalu (Suryadi, 2014).
Berbagai rintisan program dalam pelayanan pendidikan tercermin dalam kurikulum
yang dinamis dan menggambarkan periodisasi pendidikan. Perubahan zaman yang
dialami menuntut peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan dari
proses pendidikan. Sejarah perjuangan bangsa pada masa lampau juga berimplikasi
terhadap sistem pendidikan yang terjadi pada hari ini. Segala unsur yang menjadi
faktor di dalamnya membentuk penciptaan individu sebagai insan pendidikan.
Mengingat sejarah dan belajar darinya akan membuat refleksi pada sebuah
tujuan dan merupakan titik balik menuju suatu kebangkitan. Sejarah yang
dispesifikasi ke dalam kajian filsafati pendidikan akan menjadi perbandingan. Karena
perubahan akan semakin mudah bila belajar dari perbandingan dan kesalahan masa
lalu. Demikian halnya dalam aspek pendidikan, sejarah dibutuhkan sebagai bahan
pembelajaran dan refleksi untuk perbaikan sistem pendidikan yang lebih baik dan
berkualitas.

B. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang yang telah dikemukakan pada bagian
sebelumnya, penulis merumuskan masalah yang sekaligus akan menjadi batasan
dalam pembahasan makalah ini. Adapun rumusan masalah yang dimaksud, yaitu:
1. Bagaimana periodisasi dari historis pendidikan yang terjadi di dunia dan di
Indonesia?
2. Bagaimana pemikiran tokoh pendidikan dunia jika ditinjau dari aspek ontologi,
epistimologi, aksiologi, serta implikasinya untuk Pendidikan di Indonesia?
3. Bagaimana pemikiran tokoh pendidikan Indonesia jika ditinjau dari aspek
ontologi, epistimologi, aksiologi, serta implikasinya untuk Pendidikan dewasa
ini?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui periodisasi dari historis pendidikan dunia dan Indonesia sebagai
bahan tambahan wawasan dalam meningkatkan pemahaman pendidikan
2. Mengetahui tokoh-tokoh pendidikan dunia yang berkontribusi dalam
perkembangan dunia pendidikan serta implikasinya terhadap pendidikan di
Indonesia
3. Mengetahui tokoh-tokoh pendidikan Indonesia yang berkontribusi dalam
perkembangan dunia pendidikan serta implikasinya terhadap pendidikan di
Indonesia.

D. Manfaat Penulisan Makalah


Disamping tujuan yang hendak dicapai, penulis juga menginginkan
kebermanfaatan dari penulisan makalah ini. Adapun manfaat yang dimaksud, yaitu:
1. Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan pemahaman terhadap materi
yang dibahas, terutama pendalaman mengenai filsafat pendidikan para tokoh-
tokoh pendidikan di Indonesia dan di dunia.
2. Pembaca, sebagai media informasi tentang tokoh-tokoh pendidikan serta materi
perkembangan pendidikan secara khusus yang terjadi di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sekilas tentang Historis Pendidikan
1. Pendidikan Dunia
Pidarta (2007) menjelaskan tentang perjalanan pendidikan dunia yang
telah berlangsung mulai dari zaman Hellenisme (150SM.-500M.), zaman
pertengahan (500M.-1500M.), zaman Humanisme atau Renaissance, serta zaman
Reformasi (1600-an M.). Namun pendidikan pada zaman ini belum cukup
memberikan kontribusinya pada pendidikan di dunia.
Sejarah pendidikan dunia yang banyak dibahas dalam beberapa literatur
mengemukakan tentang periodisasi pendidikan dunia yang terdiri dari:
a. Zaman Realisme
 Tokoh-tokoh zaman ini ialah Francis Bacon dan Johann Amos Comenius.
 Menurut aliran ini, pengetahuan yang benar diperoleh tidak hanya melalui
penginderaan semata tetapi juga melalui persepsi pengiinderaan
(Mudyahardjo, 2008)
b. Zaman Rasionalisme
 Tokoh pada zaman ini adalah John Locke
 Aliran ini memberikan kekuasaan kepada manusia untuk berpikir sendiri
dan bertindak untuk dirinya, karena itu latihan sangat diperlukan
pengetahuannya sendiri dan bertindak untuk dirinya.
c. Zaman Naturalisme
 Tokoh pendidikan pada zaman ini ialah J.J. Rousseau
 Aliran ini menentang kehidupan yang tidak wajar seperti korupsi, gaya
hidup yang dibuat-buat dan sebagainya.
 Aliran ini menyatakan bahwa manusia didorong oleh kebutuhan-
kebutuhannya, dan dapat menemukan jalan kebenaran di dalam dirinya
sendiri.
d. Zaman Developmentalisme
 Aliran ini memandang pendidikan sebagai suatu proses perkembangan
jiwa sehingga sering disebut sebagai gerakan psikologis dalam pendidikan
 Tokohnya ialah Pestalozzi, Johan Frederich Herbart, Stanley Hall
e. Zaman Nasionalisme
 Dibentuk sebagai upaya membentuk patriot bangsa dalam
mempertahankan bangsa dari kaum imperialis
 Tokohnya adalah La Chatolais, Fichte, dan Jefferson
f. Zaman Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme
 Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan adalah alat untuk memperkuat
kedudukan penguasa/pemerintahan, dipelopori oleh Adam Smith
 Positivisme percaya kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera
sehingga kepercayaan terhadap agama semakin melemah, tokohnya
August Comte
g. Zaman Sosialisme
 Aliran ini berpendapat bahwa masyarakat memiliki arti yang lebih penting
daripada individu. Oleh karena itu pendidikan harus diabdikan untuk
tujuan-tujuan sosial
 Tokohnya Paul Nartrop, George Kerchensteiner, dan John Dewey
2. Pendidikan Indonesia
Pendidikan di Indonesia dimulai sejak zaman Hindu Budha, kemudian
diikuti oleh perkembangan pengaruh Islam, zaman penjajahan, hingga zaman
kemerdekaan. Mudyahardjo (2008) dan Nasution (2008) menguraikan masing-
masing zaman tersebut sebagai berikut:
a. Zaman Hindu Budha
Tujuan pendidikan pada zaman ini sama dengan tujuan kedua agama
tersebut. Pendidikan dilaksanakan dalam rangka penyebaran dan pembinaan
kehidupan beragama Hindu dan Budha
b. Zaman Pengaruh Islam
Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sejalan dengan
perkembangan penyebaran Islam di nusantara, baik sebagai agama maupun
sebagai arus kebudayaan. Pendidikan Islam ini tidak diselenggarakan secara
terpusat, namun banyak diupayakan secara perorangan.
c. Zaman Pengaruh Nasrani (Katolik dan Kristen)
Orde ini mempunyai organisasi pendidikan yang seragam, sama di mana
pun, dan bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat
yang ampuh untuk penyebaran agama (Nasution, 2008).
d. Zaman Kolonial Belanda
Sejalan dengan Politik Etis yang dijalankan belanda, tampak kemajuan
yang lebih pesat dalam bidang pendidikan. Tokoh-tokoh pendidik pada zaman
ini ialah Mohamad Syafei, Ki Hajar Dewantara, dan K.H Ahmad Dahlan.
e. Zaman Kolonial Jepang
Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan dari
penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi
semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas
diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di
kantor-kantor, dan dalam pergaulan sehari-hari.
f. Zaman Kemerdekaan
Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang
mengatur pendidikan.
g. Zaman Orde Lama
Pendidikan Nasional zaman ‘Orde Lama’ adalah pendidikan yang dapat
membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat menyelesaikan revolusinya
baik di dalam maupun di luar
h. Zaman Orde Baru
Menurut Orde Baru, pendidikan adalah usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam sekolah dan di luar
sekolah dan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan
rumahtangga, sekolah dan masyarakat
i. Zaman Reformasi
Dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya
Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah system pendidikan
sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu kesejahteraan tenaga
kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas
profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi
pendidikan juga diupayakan, misalnya MBS (Manajemen Berbasis Sekolah),
Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality Management).

B. Tokoh-Tokoh Pendidikan Dunia dan Implikasinya terhadap Dunia


Pendidikan
1. Plato
a. Biografi
Plato atau Aristokles lahir sekitar 427 SM dari keluarga terkemuka
Athena. Ayahnya bernama Ariston, dan Ibunya bernama Periktione. Plato adalah
filsuf Yunani yang sangat berpengaruh, murid Socrates dan guru dari Aristoteles
ini terkenal dengan ajarannya mengenai cita-cita. Filsafat pendidikan Plato adalah
perenialisme.
b. Tinjauan Ontologis, Epistimologi, dan Aksiologi
 Ontologis
Pendidikan merupakan suatu tindakan pembebasan dari belenggu
ketidaktahuan dan ketidakbenaran. Dengan pendidikan orang akan mengetahui
apa yang benar-apa yang tidak benar, apa yang baik-apa yang jahat, apa yang
patut-apa yang tidak patut. Maka dapat disimpulkan pendidikan menurut Plato
adalah membebaskan dan memperbaharui.
 Epistimologis
Anak laki-laki dan perempuan mendapatkan pendidikan yang sama.
Lingkungan pendidian anak harus indah, tetapi sederhana. Erawati (2012)
menguraikan kerangka pendidikan menurut Plato sebagai berikut:
1) Sejak lahir sampai usia tujuh tahun anak banyak mendapatkan pendidikan
fisik. Mereka harus menyimak dongeng dan puisi yang terpilih. Negara yang
menyensor materi yang disajikan pada anak. Mainan yang sesuai disediakan,
anak dididik dengan tegas, tetapi dengan kelembutan. Kecerdasan dan
ketangkasan fisik secara harmonis dibentuk.
2) Usia 7-13 tahun aktivitas intelektual dan fisik dijalankan secara bersamaan
3) Usia 20 tahun pendidikan khusus mulai dilakukan dengan seleksi yang ketat
4) Usia 30 tahun dilakukan seleksi lagi untuk pendidikan selanjutnya selama
lima tahun.
Materi level lebih tinggi meliputi matematika, astronomi, harmoni, dan
sains untuk 10 tahun pertama, belajar filsafat pada lima tahun terakhir. 15 tahun
kemudian mengabdi pada negara. Ketika usia 50 tahun mereka belajar filsafat
dalam sisa hidupnya. Pendidikan merupakan suatu kewajiban bagi Plato, karena
anak merupakan milik negara bukan orang tua. Plato lebih menekankan
pengembangan intelektual, kurang mengembangkan jasmaniah.
 Aksiologis
Tujuan pendidikan adalah:
1) Membentuk manusia yang utuh, yakni yang berhasil menggapai segala
keutamaan moralitas jiwa yang mengantarnya pada ide tertinggi yaitu
kebajikan, kebaikan, dan keadilan.
2) Menemukan kemampuan ilmiah setiap individu dan melatihnya sehingga
menjadi seorang warga negara yang baik, dalam suatu masyarakat yang
harmonis, melaksanakan tugasnya secara efisien menurut kelas-kelasnya.
c. Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan
Plato dengan karya terbesarnya Republik saat beliau berusia 40 tahun.
Republik menggambarkan negara yang ideal dan kerangka sistem pendidikan baik
untuk warga Sparta maupun Athena. Plato juga membagi kelompok warga negara
menjadi tiga kelas, yaitu 1) Masyarakat awan; 2) Kelompok tentara atau penjaga;
dan 3) Pemerintah.
Plato mengutarakan kutipan, yaitu “apabila pikiran dididik, maka orang
tersebut akan bisa memperhatikan jasmaninya karena jiwa yang baik
meningkatkan kondisi jasmaniah”. Plato berpendapat bahwa tujuan pendidikan
adalah untuk menghimpun seluruh kekuatan manusia menjadi kerjasama
harmonis. Hal ini memperlihatkan bahwa skema pendidikan Plato berpusat pada
gagasan mengenai warga negara adalah milik negara, dan tujuan utama
pendidikan adalah menyesuaikan kualifikasi individu untuk mengabdi pada
negara.
Plato merupakan seorang ilmuwan yang menggagas pertama kali skema
pendidikan yang sistematis dalam sejarah (first systematic of education in
history). Sedangkan Aristoteles mengumandangkan pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan menurutnya mencakup menumbuhkan jasmani, karakter, dan
intelektualitas. Pembelajaran mulai serius dimulai sejak anak berusia tujuh tahun.
Perempuan dibolehkan untuk mengenyam pendidikan supaya dapat mendidik
anak-anak.
Berdasarkan pandangan pendidikan Plato, seyogyanya pendidikan
dijadikan pijakan konkrit dalam upaya membangun karakter bangsa. Plato
menempatkan kebijakan intelektual di tempat tertinggi. Dalam rencana
pendidikannya dikemukakan dan ditekankan pula kebijakan moral dan latihan
kemauan.
2. Maria Montessori
a. Biografi
Maria Montessori lahir di Italia pada tahun 1870 di Chiaravalle. Maria
mempunyai minat dan bakat yang besar terhadap matematika, sehingga orang
tuanya mengirimnya ke Roma. Ia menekuni bidang mesin, kemudian biologi dan
akhirnya bidang kedokteran. Setelah lulus ia bekerja di klinik psikiater,
pekerjaannya banyak berhubungan dengan masalah cacat mental, sehingga
mengantarkan ia pada gagasan-gagasannya tentang pendidikan.
Pada tahun 1909 ia menerbitkan Scientific Pedagogy as Applied to Child
Education in the Children Houses. Selama hidupnya Maria Montessori yakin
bahwa pendidikan dimulai sejak bayi lahir, bahkan tahun-tahun awal
kehidupannya merupakan masa-masa formatif yang paling penting baik fisik
maupun mental anak. Dr. Montessori meninggal di Belanda pada 1952 pada umur
81 tahun. Setelah kematiannya anak laki-lakinya menggantikan kedudukannya
sebagai direksi Association Montessori Internationale yang berpusat di
Amsterdam.
b. Tinjauan Ontologis, Epistimologi, dan Aksiologi
 Ontologis
Bagi pendidikan ala Montessori manusia adalah mahluk yang aktif beraksi,
pintar, mampu berbahasa, kreatif, mahluk sosial, memiliki sensitifitas waktu,
emosional, berjenis kelamin, religious dan moralis, sadar akan diri sendiri dan
memiliki indera. Maria Montessori dari hasil penyeledikannya mempercayai
bahwa anak-anak tidak saja memiliki sifatnya masing-masing tapi juga memiliki
perkembangan karakter jiwa yang individual.
 Epistimologis
Pendekatan yang menjadi ciri khas Montessori berfokus pada tugas guru
dalam mengamati anak saat memilih materi yang dibuat untuk memahami konsep
atau keterampilan tertentu. Awalnya perhatian beliau lebih kepada anak usia pra
sekolah. Setelah mengamati perkembangan pada anak yang masuk SD, ia
mengembangkan penelitiannya pada anak-anak masa remaja hingga jenjang
menengah dan pendidikan tinggi.
Metode Montessori menekankan pada aktivitas pengerahan diri pada anak dan
pengamatan dari guru. Dalam artian menekankan pentingnya penyesuaian dari
lingkungan belajar anak dengan tingkat perkembangannya, dan peran aktivitas
fisik dalam menyerap konsep akademis dan keterampilan praktek. Kemudian ciri
lainnya adalah penggunaan peralatan otodidak untuk memperkenalkan berbagai
konsep.
 Aksiologis
Menurut Maria Montessori, jawaban tujuan pendidikan ada dalam diri anak
itu sendiri, rancang bangun individu setiap manusia harus dibiarkan berkembang
agar dengan begitu setiap manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan
dapat mengurus yang menjadi tugas kemasyarakatannya.
c. Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan
Maria Montessori seorang pendidik bekebangsaan Italia mengemukakan teori
tentang hukum masa peka pada hukum perkembangan manusia Menurutnya masa
peka merupakan masa pertumbuhan ketika suatu fungsi jiwa mudah sekali
dipengaruhi dan dikembangkan (Desmita, 2011: 17). Beliau mengemukakan teori
tentang anak, yaitu:
“Jika pendidikan mengenali nilai intrinsik dari kepribadian seorang anak,
maka memberikan nuansa yang tepat bagi pertumbuhan spiritualnya, kita
menyingkapkan anak yang sama sekali baru, dimana karakternya yang
memukau pada akhirnya dapat menyumbang kepada dunia yang lebih baik”.
Teori ini menjelaskan mengenai eksistensi anak sebagai suatu masa yang
sangat esensial bagi keseluruhan hidupnya. Beliau juga menegaskan tentang
konsep Child’s Self-Construction yang menyatakan bahwa anak membangun
sendiri perkembangan jiwanya. Sensitive period menyatakan usia anak dini adalah
masa peka, absorbent mind serta pada masa anak usia dini memiliki jiwa
penyerap berbagai pengetahuan dan pengalaman hidupnya. Teorinya
berkontribusi terutama dalam pendidikan anak usia dini.
3. B.F Skinner
a. Biografi
Burrhusm Frederic Skinner lahir di Susquehanna, Pennsylvania 20 Maret
1904, meninggal di Massachusetts, 18 Agustus 1990 pada umur 86 tahun. Beliau
adalah seorang psikolog Amerika yang terkenal dengan teori behaviorisme.
Skinner menempuh pendidikan dalam bidang bahasa inggris dari Hamilton
College. Kemudian meneruskan pendidikan dalam bidang psikologi di
Universitas Harvard.
b. Tinjauan Ontologis, Epistimologi, dan Aksiologi
 Ontologis
Setiap manusia bergerak karena mendapat rangsangan dari lingkungannya.
Sistem tersebut dinamakan “cara kerja yang menentukan” (operant conditioning)
atau teori pembiasaan perilaku. Setiap makhluk hidup pasti selalu berada dalam
proses bersinggungan dengan lingkungannya. Di dalam proses itu, makhluk hidup
menerima rangsangan atau stimulan tertentu yang membuatnya bertindak sesuatu.
 Epistimologis
Skinner membagi dua metode tentang bagaimana guru melakukan pelajaran,
yaitu 1) manajemen kontingensi, merupakan penggunaan penguatan positif
secara hati atau pemberian penghargaan kepada siswa merupakan kebalikan dari
pemberian hukuman; 2) pengajaran terprogram, mengarahkan siswa apa yang
harus dilakukan dan apa yang baik untuk mereka. Hakekat dari metode ini
merupakan hubungan dengan keberhasilan siswa. Skinner menyebutkan macam-
macam penguatan positif mulai sistem ‘kredit poin’ sampai dengan ungkapan
guru. Agar efektif metode ini harus memberikan penghargaan secara konsisten.
 Aksiologis
Tujuan yang tepat dari ilmu pengetahuan tentang manusia menurut Skinner
adalah memprediksi dan mengendalikan tingkah laku manusia. Pengendalian
harus dilakukan tidak kepada manusianya secara langsung tetapi kepada
lingkungannya. Jika tingkah laku merupakan sebuah respon terhadap lingkungan,
rangsangan lingkungan yang diubah akan membawa kepada tingkah laku yang
dirubah pula.
c. Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan
Dalam pandangan Skinner pemberian penghargaan hendaknya dilakukan
untuk memberikan penguatan terhadap siswa. Beliau bertahan pada pendapatnya
bahwa belajar adalah performance. Program pengajaran merinci belajar ke dalam
langkah-langkah kecil, sementara gerakan tujuan tingkah laku mempunyai target
proses pengajaran pada penampilan skala kecil.
Pada eksperimennya Skinner menggunakan seekor tikus sehingga
menghasillkan teori Stimulus Respon (S-R) dan operant conditioning. Kelemahan
dalam teori Skinner adalah proses belajar itu dipandang sebagai sesuatu yang
dapat diamati, padahal belajar adalah kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan
dari luar kecuali sebagai suatu gejala. Disamping itu proses belajar manusia yang
dianalogikan dengan perilaku hewan sangat tidak diterima mengingat
mencoloknya fisik dan psikis.
4. Jean Piaget
a. Biografi
Jean Piaget adalah seorang psikolog berkebangsaan Swiss yang tertarik pada
dunia pendidikan karena merasa tidak puas dengan teori para ahli pendidikan
yang sudah ada. Piaget lahir pada 1896 dan meninggal pada 1980. Peranan Piaget
di dunia pendidikan semakin besar setelah menduduki jabatan sebagai Direktur
International Bureau of Education (IBE) pada 1929. Sejak saat itu Piaget banyak
menulis tentang pendidikan umum.
b. Tinjauan Ontologis, Epistimologi, dan Aksiologi
 Ontologis
Pendidikan merupakan penghubung dua sisi, disatu sisi individu sedang
tumbuh dan disisi lain nilai sosial, intelektual, dan moral yang menjadi tanggung
jawab pendidik untuk mendorong individu tersebut. Individu berkembang sejak
lahir dan terus berkembang, perkembangan ini bersifat kausal (sebab akibat).
Namun terdapat komponen normatif, juga karena pendidik menuntut nilai. Nilai
ini adalah norma yang berfungsi sebagai penunjuk dalam mengindentifikasi apa
yang diwajibkan, diperbolehkan, dan dilarang. Jadi, pendidikan adalah hubungan
normatif antara individu dan nilai.
 Epistimologis
Peran guru adalah mengaktualkan yang masih kuncup dan mengembangkan
lebih lanjut apa yang sedikit atau baru sebagian teraktualisasi, semaksimal
mungkin sesuai dengan kondisi yang ada. Jean Piaget, merumuskan konsep
pendidikan dasar yaitu pendidikan yang menghasilkan, mencipta, sekalipun tidak
banyak, meskipun suatu penciptaan dibatasi oleh pembandingan dengan
penciptaan yang lain.
 Aksiologis
Pendidikan secara umum berfungsi membantu siswa dalam pengembangan
dirinya, yaitu pengembangan semua potensi, kecakapan, serta karakteristik
pribadinya ke arah yang positif, baik bagi dirinya maupun lingkungannya.
Pendidikan bukan sekedar memberikan pengetahuan atau nilai atau pelatihan
ketrampilan. Pendidikan berfungsi mengembangkan apa yang secara potensi dan
aktual telah dimiliki siswa, sebab siswa bukanlah gelas kosong yang harus diisi
dari luar. 
c. Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan
Piaget berpendapat bahwa memaksa merupakan metode mengajar yang paling
buruk, karena tanpa paksaan siswa akan merekontruksi apa yang dipelajarinya
(inquiry). Kemudian Piaget membagi tahap perkembangan kognitif manusia
menjadi 4 tahap, yaitu
1. Tahap sensori-motorik (sejak lahir sampai usia 2 tahun)
(refleks instinktif, pemikiran simbolis, pengoordinasian pengalaman)
2. Tahap pra-operasional (usia 2 sampai 7 tahun)
(mempresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar)
3. Tahap konkret-operasional (usia 7 sampai 11 tahun)
(berpikir secara logis tentang peristiwa konkret dan pengklasifikasian benda)
4. Tahap operasional-formal (usia 11 tahun ke atas)
(berpikir abstrak, logis, dan lebih idealistik)
(Desmita, 2011: 101)
Piaget sebenarnya tidak banyak menulis tentang pendidikan dan secara
langsung tidak bermaksud memberikan semacam sugesti kepada guru serta
penerapan teori-teorinya di dalam ruangan kelas. Meskipun demikian dalam
perkembangan selanjutnya teori Piaget ternyata memberikan pengaruh yang
sangat besar serta acuan penting dalam pelaksanaan proses pendidikan di sekolah.
Banyak guru mendapatkan inspirasi dari teori Piaget dalam mendesain kurikulum
dan memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan
peserta didiknya.
Teresa M.McDevitt dan Jeanne Ellis Ormod (dalam Desmita, 2011)
menyebutkan beberapa implikasi teori Piaget bagi guru-guru sekolah, yaitu
1. Memberikan kesempatan kepada peserta didik melakukan eksperimen
terhadap objek-objek fisik dan fenomena-fenomena alam
2. Mengeksplorasi kemampuan penalaran siswa dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan atau pemberian tugas-tugas pemecahan masalah
3. Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget menjadi acuan dalam
menginterpretasikan tingkah laku siswa dan mengembangkan rencana
pelajaran
4. Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget juga memberikan petunjuk bagi
para guru dalam memilih strategi pembelajaran yang lebih efektif pada tingkat
kelas yang berbeda
5. Merancang aktivitas kelompok di mana siswa berbagi pandangan dan
kepercayaan dengan siswa lain
Menurut Piaget interaksi dengan teman sebaya sangat membantu anak
memahami bahwa orang lain memiliki pandangan dunia yang berbeda dengan
pandangannya sendiri dan ide-ide mereka tidak selalu akurat dan logis. Dalam
artian interaksi dengan teman sebaya akan memungkinkan siswa menguji
pemikirannya, merasa tertantang, menerima umpan balik, dan melihat bagaimana
orang lain mengatasi masalah.
Teori Piaget cocok dengan pendidikan di Indonesia yang bercorak demokratis,
meski tidak sepenuhnya di Indonesia bisa menjalankan teori belajar
kontruktivisme sepenuhnya seperti teori Piaget. Namun Kurikulum KTSP 2006
sudah merupakan awal pembelajaran dengan konsep kontruktivisme.
5. Benjamin S. Bloom
a. Biografi
Benjamin S. Bloom lahir pada 21 Februari di Lansford Pennsylvania dan
meninggal pada 13 September 1999. Ia adalah seorang guru, penasihat pendidikan
dan ahli psikologi pendidikan. Pekerjaan pertamanya sebagai instruktur di
Departemen Pendidikan di University of Chicago pada 1944 dan menjadi
Professor pada 1970 kemudian menjabat sebagai penasihat pendidikan
pemerintah Israel, India, dan banyak negara lain. Pada tahun 2001 Bloom
bekerjasama dengan David Krathwohl dan menulis A Taxonomy for Learning,
Teaching, and Assessing.
b. Tinjauan Ontologis, Epistimologi, dan Aksiologi
 Ontologis
Manusia memiliki potensi sesuai dengan ranah atau kawasan yang ada
padanya. Kemampuan belajar tersebut dapat diasah berdasarkan ranah atau
kawasan tersebut.
 Epistimologis
Pendidikan menurut teori Benjamin S Bloom terbagi menjadi 3 yaitu Ranah
Kongnitif, Afektif dan Psikomotorik. Teori Benjamin S Bloom dijadikan acuan
untuk mengetahui tercapainya tujuan pendidikan berupa adanya perubahan
pengetahuan, sikap dan gerak pada setiap peserta didik.
 Aksiologis
Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1) Cognitive Domain (Ranah Kognitif), mengasah perilaku-perilaku yang
menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan
keterampilan berpikir.
2) Affective Domain (Ranah Afektif) membentuk perilaku-perilaku yang
menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan
cara penyesuaian diri.
3) Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) melatih perilaku-perilaku yang
menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik,
berenang, dan mengoperasikan mesin.
c. Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan
Konsep taksonomi Bloom memang sudah mengemuka di dunia
pendidikan. Teori tersebut dikembangkan dalam rangka mengklasifikasikan
tujuan pendidikan dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.
Konsep tersebut mengalammi perbaikan seiring dengan perkembangan dan
kemajuan zaman serta teknologi. Revisi yang dilakukan oleh Lorin Anderson
pada 1990 terkait perubahan kata kunci, pada kategori kata benda menjadi kata
kerja.

Gambar 2.1 Perubahan Taksonomi Bloom


Sumber: Suyitno, 2009
Taksonomi Bloom mengenai sasaran pendidikan ranah kognitif merupakan
model yang sederhana untuk diterapkan dalam kerangka kurikulum, termasuk di
Indonesia. Siswa dapat mengembangkan dan menggunakan keterampilan berpikir
mereka dan guru dapat bersikap adil dengan tidak memisahkan anak berbakat dari
anak yang lain. Guru hanya perlu menyesuaikan jumlah waktu untuk setiap
tingkat taksonomi dengan tingkat kemampuan anak
6. Al Ghazali
a. Biografi
Nama lengkap Al-Ghazali adalah Muhammad bin Muhammad, mendapat
gelar Imam besar Abu Hamid Hujjatul Islam yang dilahirkan pada tahun 450 H/
1085 M, di suatu kampung Ghazalah, Thusia, suatu kota di Khurasan, Persia. Ia
keturanan Persia dan mempunyai hubungan keluarga dengan raja-raja saljuk yang
memerintah daerah Khurasan, Jibal, Irak, Persia, dan Ahwaj. Ayahnya seorang
miskin yang jujur, hidup dari usaha mandiri, bertenun kain bulu dan ia sering kali
mengunjungi rumah 'Alim ulama, menuntut ilmu dan berbuat jasa kepada mereka.
Al-Ghazali mempunyai seorang adik yang bernama Ahmad, keduanya
menjadi ulama besar dan pengagum serta pecinta ilmu. Berkat bantuan seorang
sufi sederhana dengan sedikit harta yang diwariskan oleh orang tuannya, Al-
Ghazali dan saudaranya memasuki Madrasah Tingkat Dasar (Madrasah
Ibtidaiyah) dengan memahami ilmu-ilmu dasar. Gurunya yang utama di madrasah
itu adalah Yusuf Al-Nassaj, seorang sufi yang kemudian disebut juga dengan
nama Imam Al-Haramain, Al-Nassajlah yang pertama kali meletakan dasar-dasar
pemikiran sufi pada diri Al-Ghazali (Bahri Ghazali, 2001:24). Al-Ghazali
mempelajari ilmu fiqih, mantiq, dan ushul. Ia pun mempelajari antara lain :
filsafat dari risalah-risalah ikhwanusshofa karangan Al-Farabi dan Ibnu
Maskawaih, sehingga melalui ajaran-ajaran ahli filsafat itu, Al-Ghazali dapat
menyelami faham-faham Aristoteles dan pemikir Yunani yang lain. Ia pun
mempelajari ajaaran Islam dari imam Syafi'i, Haramlah, Jambad, Al-Muhasibi,
dan lain-lain. Al-Ghazalipun berguru pada imam Abu Ali Al-Faramzi, murid Al-
Qusyairi yang terkenal dan shabat Al-Subkhi, ia memiliki jasa yang besar dalam
mengajar ilmu tasawuf pada Al-Ghazali. Suatu ketika, Al-Ghazali ikut serta
dalam perdebatan dengan sekumpulan ulama dan para intelek yang dihadiri oleh
Nidham AlMulk. Berkat penguasaan himat wawasan ilmu yang luas, kelancaran
berbahasa dan kekuatan argumentasinya. Al-Ghazali berhasil memenangkan
perbedaan ilmiah itu. Kemampuannya itu dikagumi Nizham Al-Mulk, sehingga
menteri ini berjanji akan mengangkatnya menjadi guru pada sekolah yang
didirikannya di Baghdad. Rangkaian peristiwa yang bersejarah bagi Al-Ghazali
ini tejadi pada tahun 484 H, atau 1091 M (Fathiyah Hasan Sulaiman, 1993:10).
Pada usia 33 tahun, Al-Ghazali diangkat menjadi Profesor pada Universitas
Nizhamiyah di Baghadad, dan ia memperoleh suatu kedudukan yang tinggi dalam
dunia ilmu pengetahuan pada masanya. Nizhamul Mulk makin tertarik dengan
kemampuan Al-Ghazali, maka diundangnya Al-Ghazali supaya pindah ke
Mu'askar, tempat kediaman perdana menteri itu dan tempat tinggal pembesar-
pembesar Negara serta ulama dalam bagian ilmu. Al-Ghazali dikenal sebagai
tokoh yang agung, mudah mpunyai martabat tinggi dan populer, di samping
setiap ucapan dan tulisannya mudah disimak, bahkan pada zamannya tidak ada
yang menandinginya. Namun kemasyhuran yang diperolehnya itu ditinggalkan
begitu saja oleh Al-Ghazali. Ia keluar dari lingkaran Nazahmiyah menuju
Baitullah di Mekkah untuk menunaikan ibadah haji tepatnya tahun 448 H (Hasan
Asari, 1999:21).
Sepulang dari Mekkah, Al-Ghazali menuju Damaskus, di sana ia
berkontemplasi di menara Barat, di sebuah mesjid jami' bahkan menetap disana
pula. Keadaan ini berlangsung selama sepuluh tahun sejak pindah ke Damsyik.
Dalam masa ini ia menuliskan buku-buku yang dikenal diantaranya Ihya 'Ulum
Al-Din. Karena desakan penguasa yaitu Muhammad, saudara Barkijaruk Al-
Ghazali mau kembali mengajar di sekolah Nizhamiyah di Naisabur pada tahun
499 H, tetapi pekerjaan ini hanya berlangsung dua tahun. Akhirnya ia kembali ke
kota Thus lagi. Di sana ia mendirikan sebuah sekolah untuk para fuqaha dan
sebuah biara untuk para Mutawassifin. Di kota itu pula ia meninggal dunia pada
tahun 505 H / 111 M/ dalam usia 54 tahun (M. Solihin, 2001:22).
b. Karya-karya Al-Ghazali
Dalam muqaddimah kitab "Ihya 'Ulum Al-Din. Badawi Thabana, menulis
hasil-hasil karya Al-Ghazali yang berjumlah 47 kitab, Zainudin (1991:19), telah
menyusunya menurut kelompok ilmu pengetahuan sebagai berikut :
1) Kelompok filsafat dan Ilmu Kalam, yang meliputi:
a) Maqashid al-Falasifah (tujuan para filosof)
b) Tahaful al- Falasafah (kerancuan para filosof)
c) Al-Iqtishad al-I'tiqad (moderasi dalam aqidah).
d) Al-Munqidz min al-Dhalal (pembebas dari kesesatan)
e) Al-Maqashidul asna fii m'aani asmaaillah al-Husna (arti nama tuhan yang
Hasan). 6)
f) Faishalut tafriqoh bainal Islam wa al-zindiqah (perbedaan antara Islam dan
zindiq). 7)
g) Al-Qishasul Mustaqiin (jalan untuk mengatasi perselisihan pendapat). 8)
h) Al-Mustadhiri (penjelasan-penjelasan) 9)
i) Hujaitul Haq (argument yang benar). 10)
j) Mufsilul khilaf fi ushuluddin (memisahkan perselisihan danal ushuluddin)
11)
k) Al-Muntahal fi'ilmi jidal (tata cara dalam ilmu diskusi). 12)
l) Al-Madhnun bin'Ala ghairi ahlihi (persangkaan pada bukan ahlinya). 13)
m) Mahkum nadhlar (metodologika). 14)
n) Asraar"Ilmi al-ddin (rahasia ilmu agama). 15)
o) Al-Arba'in fi ushuluddin (40 masalah ushuluddin). 16)
p) Iljam al-awam 'an al-ilmil al-kalam (menghalangi orang awam dari ilmu
kalam). 17)
q) Al-Qulu al-jamil fi ar-ar-Raddi 'ala man ghayar al-Injil (kata yang baik
untuk orangorang yang mengubah injil). 18)
r) Mi'yaaru al-'Ilmi (timbangan ilmu). 19)
s) Al-Intishar al-lam (rahasia-rahasia alam). 20)
t) Isbatun Nadhlar (pemantapan logika)
2) Kelompok Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih yang meliputi:
a) Al-BBasith (pembalasan yang mendalam)
b) Al-Wasith (perantara)
c) Al-Wajiz (surat-surat wasiat).
d) Khulashatu al-Mukhtashar (intisari ringkasan karangan).
e) Al-Mustasufa (pilihan)
f) Al-Mankhul (adat kebiasaan).
g) Syifahul 'Aah fi al-Qiyas wa at-Ta'liil (penyembuh yang baik dalam qiyas
dan ta'alil).
h) Adz-Dzari'ah ila Makaarim asy-Syari'ah (jalan kepada kemuliaan
syari'ah).
3) Kelompok ilmu akhlak dan tasawuf, yang meliputi:
a) Ilya 'Ulum al-Ddin (menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama).
b) Mizan al-Amal (timbangan amal).
c) Kimiyaa as-Sa'aadah (kandungan kebahagian).
d) Misykaat al-Anwar (relung-relung cahaya).
e) Minhaaj al-Abidin (pedoman beribadah).
f) Ad-Dharar al-Fakhirah fi kasyfi 'ulum al-Khirah (mutiara penyikap
akhirat)
g) Al-Layyini fi al-Wahdah ( lembut-lembut dalam kesatuan )
h) Al-Qurabah 'Azza Wazalla (mendekatkan diri kepada Allah)
i) Ahlu Al-abrar wa An-Najaat min Al-Asraar (ahklak yang lurus dan
menyelamatkan dari keburukan)
j) Bidaayat Al-Hidayah (permulana mencapai petunjuk)
k) Al-Mabadi wa Al-Ghaayah (permulaan dan tujuan).
l) Talbis Al-Iblis (tipu daya syaithan)
m) Nasihat Al-Mulk (nasihat untuk raja-raja)
n) Al-'Uhum Al-Laduniyyah (ilmu-ilmu ladunia)
o) Al-Risalah Al-Qudsyih (risalah suci)
p) Al-Makhadz (tempat pengambilan)
q) Al-Amali (kemuliaan)
4) Kelompok ilmu Tafsir, yang meliputi:
a) Yaquu at-Ta'wil fi tafsir at-Tanzil (metodologi ta'wil di dalam tafsir yang
diturunkan)
b) Jawaahir al-Qur'an (rahasia yang terkandung dalam al-Qur'an).
c. Konsep Pendidikan
Al Ghazali berkata: “hasil dari ilmu sesungguhnya ialah mendekatkan diri
kepada Allah, Tuhan semesta alam, dan menghubungkan diri dengan para
malaikat yang tinggi dan bergaul dengan alam arwah, itu semua adalah kebesaran,
pengaruh, pemerintahan bagi raja-raja dan penghormatan secara naluri.”
Selanjutnya dari kata-kata tersebut dapat diartikan bahwa tujuan pendidikan
menurut AlGhazali dapat dibagi menjadi dua bagian, tujujan jangka panjang dan
tujuna jangka pendek.
Tujuan pendidikan jangka panjang ialah pendekatan diri kepada Allah.
Pendidikan dalam prosesnya harus mengarahkan manusia menuju pengenalan dan
kemudian pendekatan diri kepada Tuhan pencipta alam. Menurut konsep ini,
dapat dinyatakan bahwa semakin lama seseorang duduk dibangku pendidikan,
semakin bertambah ilmu pengetahuannya, maka semakin mendekat kepada Allah.
Tentu saja, untuk menentukan itu tujuan itu bukanlah sistem pendidikan sekular
yamg memisahkan antara ilmu-illmu keduniaan dari nilai-nilai kebenaran dan
sikap religius, juga bukan sistem islam yang konservatif. Tetapi, sistem
pendidikan yang integral. Sistem inilah yang dapat membentuk manusia
melaksanakan tugas-tugas kekhalifahan.
Menurut Al-Ghazali, tujuan pendidikan jangka pendek ialah diraihnya profesi
manusia sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Selanjutnya Al-Ghazali juga
menyinggung masalah pangkat, kedudukan, kemegahan, popularitas, dan
kemulian dunia secara naluri. Semua itu bukan merupakan tujuan dasar seseorang
yang melibatkan diri di dunia pendidikan. Seorang penuntut ilmu, seorang yang
terdaptar sebagai siswa, mahasiswa, dosen, guru dan sebagainya, mereka akan
memperoleh derajat, pangkat, dan segala macam kemulian hendak meningkatkan
kualutas dirinya melalui ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan itu untuk
diamalkan. Karena itulah, Al-Ghajali bahwa langkah seseorang dalam belajar
adalah untuk mensucikan jiwa dari kerendahan budi dan sifat-sifat tercela, dan
motivasi pertama adalah untuk menghidupkan syariat dan misi Rasulallah, bukan
untuk mencari kemegahan duniawi, mengejar pangkat, atau popularitas. Dari
pemaparan diatas dapatlah disimpulkan bahwa tujuan pendidika menurut AL-
Ghazali adalah. Pertama, tercapainya kesempurnaan insani yang bermuara kepada
pendekatan diri kepada Allah, dan kedua, kesempurnaan insani yang bermuara
kepada kebahagian dunia dan akhirat.
Konsep kurikulum yang dikemukan oleh Al-Ghazali terkait erat dengan
konsep mengenai ilmu pengetahuan. Dalam Pandangan Al-Ghazali ilmu terbagi
kepada tiga bagian, sebagai berikut:
1) Ilmu-ilmu yng terkutuk baik sedikit maupun banyak, yaitu ilmu-ilmu yang
tidak ada manfaatnya, baik di dunia maupun di akhirat, seperti ilmu ilmu sihir,
ilmu nujum dan ilmu ramala.
2) Ilmu-ilmu yang terpuji baik sedikit maupun banyak, yaitu ilmu-ilmu yang erat
hubungannya dengan peribadatan dan macam-macamnya, seperti ilmu yang
berkaitan dengan kebersihan diri dari cacat dan dosa serta ilmu-ilmu yang
dapat menjadi bekal bagi seseorang untuk mengetahui yang baik dan
melaksanakannya,ilmu-ilmu yang mengajarkan manusia tentang cara-cara
mendekatkan diri kepada Allah dan melakukan sesuatu yang diridhai-Nya,
serta dapat membekalinya hidup diakhirat.
3) Ilmu-ilmu terpuji dalam kadar tertentu, atau sedikit, dan tercela jika
dipelajarinya secara mendalam, karena dengan mempelajarinya secara
mendalam dapat menyebabkan terjadinya kekacauan dan kesemarutan antara
keyakinan dan keraguan serta dapat pula membawa kepada kekafiran, seperti
ilmu filsafat.
Dalam penyusuna kurikulum pelajaran didasarkan pada dua kecenderunga
sebagai berikut:
1) Kecenderungan agama dan tasawuf. Yang artinya menempatkan ilmu-ilmu
agama di atas segalanya, dan memandangnya sebagai alat untuk mensucikan
diri dan membersihkannya dari pengaruh kehidupan dunia.
2) Kecenderungan pragmatis. Yang artinya penilaian terhadap ilmu berdasarkan
manfaatnya bagi manusia, baik kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat.
Perhatian Al-Ghazali terhadap metode pengajaran lebih dikhususkan bagi
pengajaran pendidikan agama untuk anak-anak. Untuk ini ia telah mencontohkan
suatu metode keteladanan bagi mental anak-anak, pembinaan budi pekerti, dan
penanaman sifat-sifat keutamaan pada diri mereka. Selanjutnya, sebagaimana
yang dikatakan oleh Abidin (1998: 97) bahwa ”metode pengajaran menurut Al-
Ghazali dapat dibabgi menjadi dua bagian antara pendidikan agama dan
pendidkan akhlak”. Metodik pendidikan agama menurut Al-Ghazali, pada
prinsipnya dimulai dengan hapalan dan pemahaman, kemudian dilanjutkan
dengan keyakinan dan pembenaran, setelah itu penegakan dalil-dalil dan
keterengan-keterangan yang menguatkan akidah.
d. Kriteria Guru yang Baik
Al-Ghazali tidak pernah menggunakan istilah-istilah guru dan murid dalam
arti keahlian dan akademis yang tegas. Menurut pendapatnya, Guru atau ulama
adalah seseorang yang memberikan apapun yang bagus, positif, kreatif atau
bersifat membangun kepada manusia yang sangat menginginkan, di dalam tingkat
kehidupan yang manapun, dengan jalan apapun, dengan cara apapun, tanpa
mengharapkan balasan uang kontan setimpal apapun, (Shafique Ali Khan, 2005:
62).
Al-Ghazali berpendapat bahwa bahwa pada prinsipnya guru yang sempurna
akalnya dan terpuji akhlaknya layak diberi amanat mengajar anak-anak atau
peserta didik. Guru wajib memiliki sifat-sifat yang khusus. Menurutnya guru
harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut : a)
1) Rasa kasih sayang dan simpatik ; Al-Ghazali memberi nasihat kepada guru
untuk berlaku sebagai seorang ayah terhadap anaknya, bahkan ia berpendapat
bahwa hak seorang guru itu lebih besar ketimbang seorang ayah terhadap
anaknya.
2) Tulus Ikhlas; Al-Ghazali berpendapat bahwa guru itu tidak layak menuntut
honorarium sebagai jasa tugas mengajar dan tidak patut menunggu-nunggu
pujian, ucapan terima kasih atau balas jasa dari muridnya.
3) Jujur dan terpecaya; Seorang guru seyogyanya menjadi seorang penunjuk
terpercaya dan jujur terhadap muridnya. Sebagai penunjuk (penasehat) yang
terpercaya, maka guru tidak membiarkan muridnya memulai pelajaran yang
tinggi sebelum menyelesaikan pelajaran sebelumnya. Ia selalu mengingatkan
pada muridnya bahwa tujuan akhir belajar ialah tqarrub kepada Allah, bukan
bermegah diri atau mengejar pangkat dan kedudukan.
4) Lemah lembut dalam memberi nasihat; Al-Ghazali memberi nasihat kepada
guru supaya tidak berlaku kasar terhadap murid dalam mendidik tingkah laku.
5) Berlapang dada; Al-Ghazali mengatakan, " Seorang guru tidak pantas mencela
ilmu-ilmu yang berada diluar tanggung jawabnya dihadapan murid-muridnya.
Seperti pada umumnya guru bahasa mencela ilmu fiqih menghina ilmu hadits
dan tafsir”
6) Memperlihatkan perbedaan individu; kata Al-Ghazali; "Guru hendaknya
membatasi murid kepada kecerdasan pemahamannya. Karena itu tidak boleh
memberikan pelajaran yang tidak mampu dicapai oleh kemampuan akalnya,
yang menyebabkan ia menjauhinya dan memerosotkan daya pikirnya.
7) Mengajar tuntas; tidak pelit terhadap ilmu, Al-Ghazali menganjurkan:
"Hendaknya seorang guru menyampaikan kepada muridnya yang kurang
cerdas ilmu pengetahuan secara jelas dan tuntas sesuai dengan umur
muridnya. Tidak perlu dikemukakan kepadanya panjelasan bahwa di balik
ilmu yang telah diberikan itu masih terdapat ilmu yang sangat pelik lagi rumit
yang masih tersimpan didadanya. Yang demikian ini akan melemahkan
semangatnya, menambah kebingungan, dan menimbulkan perasaan bahwa
gurunya itu kikir dalam memberikan ilmu kepadanya".
8) Mempunyai idealisme; Al-Ghazali membuat perumpamaan: "Perumpamaan
guru dengan murid adalah bagaikan ukiran dengan tanah liat dan bayang-
bayang dengan sepotong kayu, maka bagaimanakah tanah liat itu bisa terukir
indah, padahal ia material yang tidak sedia diukir dan bagaimana pula bayang-
bayang itu menjadi lurus padahal kayu yang bersinar itu bengkok" (Fatiyah
Hasan, 1964:49-56).
e. Murid yang Baik
Selanjutnya Al-Ghazali mengemukakan kriteria murid yang baik dalam kitab
Ihya 'Ulum Al-Din, Abuddinata, (2003, 99-101).
1) Seorang murid harus berjiwa bersih
2) Seorang murid yang baik jugaharus menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat
duniawi
3) Seorang murid hendaknya mempunyai sifat rendah hati atau tawadhu
4) Bagi murid yang baru jangan mempelajari ilmuyang bertentangan
5) Seorang murid yang hendaknya mepelajari yang wajib
6) Seorang murid yang baik hendaknya mempelajri ilmu secara sistimatis
7) Seorang murid hendaknya tidak mempelajari satu disiplin ilmu saja
8) Seorang murin hendaknya juga mengenal nilai-nilai ilmu yang dipelajarinya

7. Ibnu Kholdun
a. Biografi
Ibnu Khaldun, seorang cendikiawan muslim yang sangat populer ini
mempunyai nama lengkap Abdu Ar-Rahman bin Al-Hasan bin Khaldun,
dilahirkan di Tunisia pada tahun 732 H/1332 M dan wafat di Mesir pada tahun
808 H (1406). Nama lengkapnya Abu Zaid Abdurahman Ibnu Muhammad Ibnu
Khaldun Waliyudin al Tunisi al Hadramy al Asbili al Miliki. Dia berasal dari
keluarga Andalusia yang berdomisili di Silvia. Nenek moyangnya berasal dari
kabilah bani Wa-il yang berasal dari negeri Hadramaut Yaman, yang diduga
berhijrah ke Andalusia pada abad ke-3 H. Pada abad ke-7 H keluarga Ibnu
Khaldun dari Silvia ke Tunis. Ibnu Khaldun dibesarkan di Tunis. Sejak kecil
beliau telah mendapat didikan langsung dari orang tuanya untuk mempelajari
dasar-dasar pemahan Al-qur’an. Tidak sedikit guru-guru yang telah beliau timba
ilmunya, antara lain: Syaikh Abu Abdilah bin Araby Al-Hashoyiry, Abu Abdillah
Muhammad bin Asy-Syawas Az Zarzaly, Abu Al-Abbas Ahmad bin Al-Qashar
dan Abu Abdillah Muhammad bin Bahr. Mereka semua merupakan guru- guru
yang mengajarkan bahasa arab. Hal ini tidak mengherankan jika Ibnu Khaldun
termasuk pemikir yang interaktif dan mudah diterima hasil-hasil pemikirannya
karena kepiawaian beliau dalam menggunakan bahasa.
b. Teori dan Prinsip-prinsip Pemikiran Ibnu Khaldun
1) Adanya penahanan dan pengulangan secara berproses
2) Seorang guru dalam melaksanakan tugas kependidikannya harus mengerti
psikologi murid-muridnya
3) Dalam menyajikan materi pelajaran, hendaknya guru memfoluskan pada
satu masalah, jangan mencampuraduk
4) Dalam menyajikan materi pelajaran, hendaknya seorang guru jangan
terlalu lama mengulur waktu sehingga menganggu jadwal belajar
seharusnya. Ini akan menimbulkan sifat pelupa pada anak, sehingga
memutuskan berbagai ilmu yang di pelajari.
5) Utamakan pemahaman pelajaran, jangan hanya hafalan
6) Seorang guru hendaknya bersikap kasih sayang terhadap anak didiknya.
c. Mengkritisi Pemikiran Tokoh Pendidikan
Pokok-pokok pekiran yang telah dikemukakan oleh Ibnu Khaldun sungguh
sangat brilian, di mana pada saat tokoh-tokoh lain belum sampai pada kajian ini,
beliau dengan sangat yakin menjelaskan pemikirannya.
Namun pada pokok pikiran pertama Ibnu Khaldun, hendak menjadikan siswa
tersebut benar-benar menguasai materi tertentu sebelum materi lain di berikan.
Hal ini, barangkali memegang prinsip ”sedikit tetapi mengerti”. Pada kondisi
sekarang pengulangan yang terlalau lama pada satu tema tertentu dapat memakan
waktu dan tentunya juga biaya penyelanggaraan pendidikan menjadi besar. Selain
itu juga proses belajar mengajar seperti ini lebih berpusat pada teacher center,
bukan pada siswa aktif.
Jadi, peran guru memang sangat dituntut untuk memberikan pembelajaran
paripurna, peran guru tidak hanya terbatas sebagai madiator namaun juga sebagai
executor yang menentukan berhasil tidakanya belajar anak didik tersebut. Selain
itu juga ada pendapat yang dikemukakan Ibnu Khaldun yang tidak relevan dengan
dunia pendidikan modern, seperti tidak memperbolehkan memberi selang waktu
ketika pelajaran sedang diajarkan, hal ini menurutnya dapat mengakibatkan
pelajaran terpisah-pisah sehingga pelajar cepat lupa. Sementara para ahli didik
modern memberikan tenggang waktu untuk istirahat dalam pemberian pelajaran,
terutama diantara dua mata pelajaran yang berbeda untuk menghilangkan rasa
kejenuhan dan untuk memantapkan mata pelajaran yang baru diberikan ke dalam
jiwa siswa, disamping itu pula pelajaran harus bervariasi supaya pelajar lebih
rekreatif.
d. Kesimpulan
Prinsip-prinsip metode pengajaran yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun
masih banyak yang relevan dengan kondisi pendidikan yang sekarang khususnya
untuk Pendidikan Dasar. Di mana Ibnu Khaldun menekankan proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus secara bertahap dan pengulangan
materi. Dalam hal ini diharapkan ilmu pengetahuan yang diajarkan mengarah
dalam bentuk pengajaran tuntas.
Karena Ibnu Khaldun mengutamakan pemahaman terhadap suatu bidang ilmu
yang dipelajari, sebelum betul-betul memahaminya belum boleh pindah ke bidang
ilmu yang lain. Kemudian, Ibnu Khaldun juga menekankan sikap yang lemah
lembut dan kasih sayang terhadap anak didiknya, dan melarang sikap keras dan
kasar terhadap anak didiknya terutama untuk Pendidikan Dasar. Tindakan kasar
dan kekerasan adalah alternatif terakhir jika sikap kasih sayang tidak
memecahkan masalah.
Selain itu juga ada pula prinsip Ibnu Khaldun yang tidak relevan dengan
pendapat para ahli pendidikan sekarang, seperti pengulangan yang terlalu lama
pada satu tema tertentu dapat memakan waktu dan tentunya juga biaya
penyelanggaraan pendidikan menjadi lebih besar, selain itu juga proses
pembelajarannya berpusat pada guru, bukan pada siswa aktif. Ibnu Khaldun tidak
memperbolehkan memberi selang waktu ketika proses pembelajaran berlangsung
karena dapat mengakibatkan sifat lupa.
C. Tokoh-Tokoh Pendidikan di Indonesia dan Implikasinya terhadap
Pendidikan di Indonesia
1. R. A Kartini
a. Biografi
Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara, 21 Apil 1879. Beliau adalah seorang
tokoh pahlawan nasional Indonesia dari suku Jawa. Raden Ajeng Kartini berasal
dari bangsa priyayi. Kartini bersekolah di ELS (Europese Lagere School) sampai
usia 12 tahun. Di sisi lain Kartini belajar Bahasa Belanda. Ia juga banyak
membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia
juga menerima leestrommel paket majalah yang diedarkan took buku kepada
langganan. Diantaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahaun yang
cukup berat. Kartini banyak membuat tulisan dan mengutip kalimat. Perhatiannya
tersorot pada emansipasi wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi, dan
persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas.
b. Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan
Peran R.A Kartini dalam memajukan pendidikan di Indonesia merupakan
salah satu contoh kontribusi wanita dalam sejarah. Kartini mendobrak kondisi
yang memprihatinkan tersebut dengan membangun sekolah khusus wanita. Selain
itu beliau juga mendirikan perpustakaan bagi anak-anak. Kartini dalam
memajukan pendidikan Indonesia tertuang dalam karya nya “Door Duisternis Tot
Licht”, yang diartikan sebagai ‘habis gelap terbitlah terang’.
Kartini telah membawa banyak perubahan dan kemajuan dalam
pendidikan Indonesia. Kartini mengajarkan bahwa seorang wanita harus
mempunyai pemikiran jauh ke depan. Di mata Kartini pendidikan adalah hal
penting. Pendidikan akan mampu mengangkat derajat dan martabat bangsa.
Kartini konsisten mengemukakan pentingnya pendidikan yang mengasah budi
pekerti, atau yang kita kenal sebagai pendidikan karakter pada masa sekarang.
Kartini mengatakan bahwa pendidikan ittu janganlah hanya akal saja yang
dipertajam, tetapi budi pekerti pun harus dipertinggi. Sekolah diperlukan dalam
memajukan pendidikan. Pendidikan di sekolah juga harus dibarengi dengan
pendidikan di keluarga. Untuk para guru di sekolah, kartini berharap guru tidak
hanya mengajar semata, tetapi juga harus menjadi pendidik. Dalam notanya
berjudul ‘Berilah Orang Jawa Pendidikan’ Kartini dengan tegas mengatakan
“guru-guru memiliki tugas rangkap: menjadi guru dan pendidik! Mereka harus
melaksanakan pendidikan rangkap itu, yaitu pendidikan pikiran dan budi
pekerti”
Bagi Kartini mendidik perempuan merupakan kunci peradaban, karena
perempuan yang akan mendidik anak-anak (generasi muda). Beliau juga memiliki
pemikiran tentang kebijakan pendidikan, dimana pemerintah berkewajiban
meningkatkan kesadaran budi perempuan, mendidik perempuan, memberi
pelajaran perempuan, dan menjadikan perempuan sebagai ibu dan pendidik yang
cakap dan cerdas. Namun Kartini juga tidak lantas membatasi pendidikan yang
normatif, beliau memberi kebebasan kepada siswa untuk berpikir dan
mengutarakan pendapat. Bahan bacaan menjadi gagasan kartini juga, karena
bahan bacaan atau yang sekarang ini kita artikan sebagai sumber belajar
merupakan alat pendidikan yang diharapkan banyak mendatangkan kebajikan.
Anak-anak hendaknya diberi bahan bacaan yang mengasyikkan, bukan karangan
kering yang semata-mata ilmiah.
2. K.H Ahmad Dahlan
a. Biografi
K.H Ahmad Dahlan adalah tokoh pendidikan Indonesia sekaligus pendiri
Muhammadiyah. Muhammadiyah berdiri pada 18 November 1912. Dasar tujuan
pendidikan Muhammadiyah, yaitu ajaran Islam yang bersumber dari Al-Quran
dan Sunnah Rasul. Dalam usaha penyelenggaraan pendidikan,
b. Kontribusi dan Implikasi dalam Dunia Pendidikan
Muhammadiyah tidak tertarik untuk mendirikan pesantren, karena pada saat
itu pesantren cenderung mengisolasi diri. Sekolah-sekolah yang diselenggarakan
Muhammadiyah ada yang bercorak sekolah umum seperti sekolah yang
diselenggarakan pemerintah Belanda, dan ada sekolah-sekolah khusus keislaman.
Sekolah-sekolah yang diselenggarakan Muhammadiyah ialah pada 1921, yaitu
Al-Islamul Arqo, kemudian diubah menjadi Hooger Muhammadiyah School,
dimana pada 1923 menjadi Kweekschool Islam. Pada tahun 1924 sekolah tersebut
dipisahkan antara murid laki-laki dan perempuan, yang akhirnya pada tahun 1932
menjadi Muallimien Muhammadiyah (Sekolah Guru Islam Putra), dan Muallimat
Muhammadiyah (Sekolah Guru Muhammadiyah Putri).
Taman kanak-kanak Muhammadiyah (Bustanul Athfal) didirikan pada tahun
1926, HIS met de Quran pertama kali didirikan pada tahun 1923 di Jakarta, tahun
1926 di Kudus, dan tahun 1928 di Aceh. Selanjutnya Muhammadiyah juga
mendirikan sekolah-sekolah seperti HIS, Volschool, Verpolgschool,
Schakelschool. Jadi pada dasarnya Muhammadiyah mendirikan sekolah sesuai
dan sama dengan sekolah-sekolah Belanda.
Alasan yang melatarbelakangi sebab-sebab munculnya gagasan modernisasi
K.H Ahmad Dahlan dalam pendidikan Islam, yaitu karena lembaga pendidikan
barat yang cenderung sekuler dengan menjadikan murid sekedar bisa menjadi
pegawai pemerintah, serta lemahnya lembaga pendidikan yang dimiliki umat
Islam yang belum mampu menyiapkan generasi yang sesuai dengan tuntutan pada
zaman itu. Di dalam pendidikan dan pengajaran agama islam KH Ahmad Dahlan
menanamkan keyakinan dan faham tentang Islam yang utuh. Penerapan gagasan
modernisasi pendidikannya telah membawa hasil yang tak ternilai. Sumbangan
pemikirnnnya yaitu dengan usaha-usaha yang direalisasikan melalui (Pribadi,
2010):
1) Memasukkan pelajaran agama Islam ke dalam lembaga pendidikan milik
kolonial Belanda
2) Penerapan sistem dan mengadopsi metode pendidikan Barat dalam lembaga
pendidikan Islam
3) Memadukan antara pelajaran agama dengan pelajaran umum
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Pedagogik adalah ilmu yang mempelajari masalah membimbing anak kearah tujuan
tertentu. Pedagogik merupakan ilmu yang mengkaji bagaimana membimbing anak,
bagaimana sebaiknya pendidik berhadapan dengan anak didik, serta tugas pendidik
dalam mendidik anak agar mampu secara mandiri menyelesaikan tuga shidupnya.
Dan pedagogik juga memiliki fungsi:

1)      Fungsi deskriptif dan preskriptif

2)      Fungsi memprediksi

3)      Fungsi mengontrol

4)      Fungsi mengembangkan

B.     Saran

Dengan adanya makalah ini pembaca bisa dapat mengetahui dan memahami tentang
pedagogik sebagai ilmu pengetahuan sebagai referensi dalam menerapkan sebagai
seorang pendidik.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin. (1998). Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan. Jogyakarta: Pustaka


Pelajar
AL-Ghazali. (2003). Ihya Ulumuddin. Semarang: Asy Syfa
Ali Khan Shafique. (2005). Filsafat Pendidikan Al-Ghazali. Bandung: Pustaka setia
Desmita. (2011). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung PT Remaja
Rosdakarya
Erawati, M. (2012). Diktat Kuliah Psikologi Semester Ganjil. Tidak diterbitkan
Fokus Media Redaksi. (2005). Himpunan Peraturan Perundang-undangan Standar
Pendidikan Nasional. Bandung: Fokus Media
Pidarta, M. (2007). Landasan Pendidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak
Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Pribadi, S.A.T (2010). Kiprah K.H. Ahmad Dahlan dalam Modernisasi Pendidikan
Islam di Indonesia. Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Mudyahardjo, R. (2008). Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar-
Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di indonesia. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Nasution, S. (2008). Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Nata Abuddin. (1997). Filsafat Pendidikan Islam. Ciputat: Logos Wacana Ilmu
Nata Abuddin. (2003). Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Raja Grafindo
Persada: Jakarta
Sadulloh, U & Setiasih, O. (2009). Landasan Historis Pendidikan. Dalam Sub
Koordinator MKDP Landasan Pendidikan (hlm 143-203) Bandung: UPI
Sulaiman Hasan Fatiyah. (1993). Pendidikan Al-Ghazali. Bandung: Darul Maarif
Suryadi, A. (2014). Pendidikan Indonesia menuju 2025. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Suyitno. (2009). Tokoh-Tokoh Pendidikan Dunia. Sekolah Pascasarjana UPI: Tidak
Diterbitkan

Anda mungkin juga menyukai