Dosen Pengampu
Disusun Oleh:
Kelas : SLTP/SLTA V C
PEKANBARU
1442 H / 2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas kelompok mata Kuliah Hadits
Tarbawi.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.
i
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I............................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................3
PEMBAHASAN...........................................................................................................3
A. Pengertian Pendidikan Anak...........................................................................3
B. Aspek-aspek Pendidikan..................................................................................4
C. Pendidikan wajib dari orang tua terhadap anak..........................................9
BAB III.......................................................................................................................12
PENUTUP..................................................................................................................12
A. Kesimpulan......................................................................................................12
B. Saran................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“Husain bin Ali meriwayatkan bahwa Rasulluwah SAW bersabda, “Menuntut ilmu
itu wajib bagisetiap orang Islam.” (HR. AL-Baihaqi, Ath-Thabrani, Abu Ya’ala, Al-
Qudha’I,dan Abu Nu’aim Al- Ashbahani)1
1
Bukhari Umar, HadisTarbawi: Pendidikan dalam perspektif hadis, (Jakarta: AMZAH, 2012), hlm. 7
1
Dengan demikian, dalam makalah ini kami akan membahas tentang mendidik anak
agar dapat menciptakan generasi penerus yang mampu menjadi penerus bangsa yang
berkualitas dimasa yang akan datang.
B. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut al-Ghazali, anak adalah amanah Allah dan harus dijaga dan dididik
untuk mencapai keutamaan dalam hidup dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Kedua orang tualah yang akan mengukir dan akan membentuknya menjadi mutiara
yang berkualitas tinggi dan disenangi semua orang.4 Keluarga khususnya orang tua
2
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini, (Yogyakarta: 2009, Pustaka Pelajar), hlm. 84
3
Prof. Drs. Harsojo, Apakah Ilmu Itu dan Ilmu Gabungan Tentang Tingkah Laku Manusia, (Bandung:
1972), hlm.263
4
Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: 2013, Pustaka Riski Putra), hlm. 94
3
adalah orang yang paling berpeluang mempengaruhi perkembangan anak. Hal ini
karena keluarga adalah lingkungan pertama yang dikenal oleh anak.
Jadi, pendidikan anak adalah usaha yang sengaja dipilih untuk mempengaruhi
dan membantu anak dengan tujuan peningkatan keilmuan, jasmani dan akhlak
sehingga secara bertahap dapat mengantarkan anak kepada tujuannya yang paling
tinggi agar anak dapat hidup bahagia, serta seluruh apa yang dilakukanya menjadi
bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat.
B. Aspek-aspek Pendidikan
Berdasarkan hakikat manusia, maka kita dapati berbagai segi atau aspek pendidikan.
Diantara aspek-aspek pendidikan yang sangat penting ialah:
Budi pekerti atau akhlak adalah aspek yang sangat fundamental dalam kehidupan,
baik kehidupan sebagai individu maupun kehidupan bermasyarakat dan bangsa.
Tujuan dari pendidikan budi pekerti adalah mendidik anak agar dapat membedakan
antara baik dan buruk, sopan dan tidak sopan, terpuji dan tercela.
b. Pendidikan kecerdasan
Pendidikan kecerdasan merupakan tugas pokok dari sekolah. Tujuan dari pendidikan
kecerdasan adalah mendidik anak agar dapat berfikir secara kritis, logis, kreatif dan
reflektif.
Berfikir secara kritis berarti dengan cepat anak melihat hal-hal yang benar dan
hal-hal yang tidak benar.
Berfikir secara logis berarti dengan cepat dapat melihat hubungan masalah
yang satu dengan yang lain, menghubung-hubungkan dari beberapa masalah,
membandingkan, kemudian menarik kesimpulan.
Berfikir secara kreatif dari apa yang telah di selidiki, melakukan percobaan,
serta pengamatan yang dilakukan dapat menemukan sesuatu yang dianggap
baru.
Berfikir secara reflektif berarti anak dapat memecahkan berbagai persoalan
dengan tepat.
4
c. Pendidikan sosial atau kemasyarakatan.
Pendidikan ini berhubungan dengan pergaulan anak didik dan proses adaptasi
lingkungan. Pendidikan sosial bertujuan untuk mendidik anak agar dapat
menyesuaikan diri dalam kehidupan bermasyarakat dan dapat berpartisipasi secara
aktif didalamnya.
d. Pendidikan Kewarganegaraan
Selain keempat aspek di atas, dalam sebuah hadis dari Abi Rafi’ disebutkan
bahwa aspek-aspek pendidikan yang harus diajarkan orang tua terhadap anak adalah
menulis, berenang, memanah, mewariskan, dan mecari rizki yang halal.
“Diceritakan dari Abi Rafi’ dia berkata : aku berkata wahai Rasullah apakah
ada kewajiban kita terhadap anak, seperti kewajiban mereka terhadap kita? Beliau
menjawab: ya, kewajiban orang tua terhadap anak yaitu mengajarkan menulis,
berenang, memanah, mewariskan dan tidak memberikan rizki kecuali yang baik.”
(Hadits ini dhoif, dari beberapa syeikh yang diingkari haditsnya. Di dhoifkan oleh
Yahya bin Mu’in, al-Bukhari dan lainya. Bab mengikat kuda untuk berperang dijalan
Allah azza wajalla).6
a. Pendidikan menulis
b. Pendidikan berenang
5
http://ariastriyandi.blogspot.com/2012/11/aspek-aspek-pendidikan.html
6
Ahmad bin al-Husain bin ‘Ali bin Musa Abu Bakar al-Baihaqy, Sunan al-Baihaqy al-Kubra, Makkah
al-Mukarramah: Maktabah dar al-Baz, Juz 10, 1414, 1994, h. 15.
5
Inti dari berenang adalah untuk mempertahankan hidup, kecakapan untuk
melindungi diri, dimana mental dilatih untuk tidak tenggelam, tidak mudah
menyerah, dan harus tetap berenang hingga ketepian. Sama saja dengan hidup ini,
seseorang harus tegar, tidak mudah tenggelam dan mempunyai visi dan misi hidup.
c. Pendidikan memanah
Pendidikan ini bertujuan agar anak menjadi orang yang teguh dan cinta
kepada tanah air, selain itu juga untuk menjaga diri dari musuh dan melatih untuk
membidik tepat sasaran, dengan kata lain menetukan keputusan dengan tepat
Pendidikan ini bertujuan agar terhindar dari makanan yang haram, dengan makanan
yang baik dan halal seseorang akan terarah pada kebaikan, begitu pula sebaliknya,
makanan yang haram akan membawa kepada kebatilan.
“Abu Huraira ra meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Setiap anak itu
dilahirakan atas fitrah (Potensi beragama islam). Selanjutnya orang tuanyalah yang
membelokkannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi bagaikan binatang
melahirkan binatang, apakah kamu melihat kekurangan padanya?”7 lalu Abu Huraira
ra berkata, “Fitrah Allah di mana manusia telah diciptakan tidak ada perubahan pada
fitrah Allah itu. Itulah agama yang lurus.”(HR. Bukhari)
Hadis tersebut menjelaskan tentang pentingnya peran keluarga atau orang tua
dalam perkembangan anak. Kata Yuhawwidaanihi dalam hadis di atas berarti kedua
orang tua mengajar dan menggiringnya menjadi orang yahudi. Kata Yunassiranihi
berarti bahwa kedua orang tua pula yang mengajar dan menggiring anak menjadi
nasrani. Peluang besar yang mempengaruhi anak harus dimanfaatkan orang tua
7
Bukhari Umar, Hadis Tarbawi, (Jakarta: 2012, AMZAH), hal. 168
6
dengan maksimal. Mereka harus menciptakan kondisi yang kondusif agar potensi
yang dimiliki anak dapat berkembang dengan optimal. Apabila orang tua tidak
mendidik anaknya atau melaksanakan pendidikan anak tidak dengan sungguh-
sungguh, maka akibatnya anak tidak akan berkembang sesuai dengan harapan.8
a. Bersyukur kepada Allah atas anugerah dan amanah yang diberikan berupa
anak.
)١٢( َولَقَ ْد آتَ ْينَا لُ ْق َمانَ ْال ِح ْك َمةَ َأ ِن ا ْش ُكرْ هَّلِل ِ َو َم ْن يَ ْش ُكرْ فَِإنَّ َما يَ ْش ُك ُر لِنَ ْف ِس ِه َو َم ْن َكفَ َر فَِإ َّن هَّللا َ َغنِ ٌّي َح ِمي ٌد
12. Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu,
"Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah), maka
sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa tidak bersyukur
(kufur), maka sesungguhnya Allah Maha kaya lagi Maha Terpuji
13. Dan ingatlah ketika luqman berkata kepada anaknya, ketika memberi pelajaran
kepadanya, “wahai anakku janganlah kamu menyekutukan Allah, sesungguhnuya
mnyekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar”
b. Beraqiqah
Setelah hari pertama bayi diperdengarkan kalimat tauhid, setelah hari ketujuh
anak diberikan nama yang baik sekaligus di aqiqahi sebagai bukti kasih sayang
orangtua dan sebagai penebus gadaian yang berbentuk ibadah.9Karena anak pada
8
Bukhari Umar, Hadis Tarbawi, (Jakarta: 2012, AMZAH), hal. 169
9
Sayid Usman, Fariyasan Bagus, hlm. 174
7
hakikatnya tergadai dan tebusan satu-satunya adalah dengan aqiqah. Hal ini seperti
yang tertera dalam hadis:
ُ َ َّمى َويُحْ ـلƒوْ َم السَّـابِ ِع َوي َُسƒƒَهُ يƒذبَ ُح َع ْنƒْ ƒُصلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ْال ُغال ُم ُمرْ تَهَ ٌن بِ َعقِيقَتِ ِه ي
ق َ ِ ع َْن َس ُم َرةَ قَا َل قَا َل َرسُو ُل هَّللا
)رْأسُـه أخرجه الترمذي في كتاب االضاحي َ
Dari Samurah ra ia berkata bahwa Rasullulah SAW bersabda: “setiap anak kecil
(belum baligh) tergadai (dan) ditebus dengan mengaqiqahkannya, disembelih kurban
pada hari ketujuh kelahirannya, diberi nama, dan di cukur rambutnya” (HR. at-
Tirmizi)
Secara fitrah bayi yang baru lahir membutuhkan makanan dan minuman yang
paling tepat yaitu ASI. Adapun masa waktu menyusui yang dianjurkan dalam islam
adalah dua tahun. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Qs.Al-Baqarah ayat 233:
َوتُه َُّنƒƒهُ ِر ْزقُه َُّن َو ِك ْسƒƒَو ِد لƒƒُا َعةَ َو َعلَى ْال َموْ لƒƒَّض َ ا ِملَ ْي ِن لِ َم ْن َأ َرا َد َأ ْن يُتِ َّم الرƒƒ وْ لَي ِْن َكƒƒ ْعنَ َأوْ ال َده َُّن َحƒƒض ُ دƒƒَِو ْال َوال
ِ َْات يُر
ِإ ْن َأ َرادَاƒَكَ فƒƒِ ُل َذلƒث ِم ْث ِ ار َ ƒضا َّر َوالِ َدةٌ بِ َولَ ِدهَا َوال َموْ لُو ٌد لَهُ بِ َولَ ِد ِه َو َعلَى ْال
ِ وƒ َ ُُوف ال تُ َكلَّفُ نَ ْفسٌ ِإال ُو ْس َعهَا ال ت ِ بِ ْال َم ْعر
َأ
ضعُوا وْ ال َد ُك ْم فَال ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم ِإ َذا َسلَّ ْمتُ ْم َما َأ َأ
ِ ْاض ِم ْنهُ َما َوتَ َشا ُو ٍر فَال جُ نَا َح َعلَ ْي ِه َما وَِإ ْن َر ْدتُ ْم ْن تَ ْستَر ٍ صاال ع َْن تَ َر َ ِف
صي ٌر هَّللا َأ هَّللا
ِ َُوف َواتَّقُوا َ َوا ْعلَ ُموا َّن َ بِ َما تَ ْع َملُونَ ب ْ
ِ آتَ ْيتُ ْم بِال َم ْعر
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah member Makan dan
pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan
karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban
demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan
keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.
d. Mengkhitannya
8
ب ِ ار َوقَصُّ ال َّش
ِ ار ْ ط َر ِة – ْال ِختَانُ َوا ِال ْستِحْ دَا ُد َونَ ْتفُ اِإل ب ِْط َوتَ ْقلِ ْي ُم اَأل
ِ َ ظف ْ ِط َرةُ خَ ْمسٌ – َأوْ خَ ْمسٌ ِمنَ ْالف
ْ ِْالف
“Perkara fithrah itu ada lima–atau lima hal berikut ini termasuk dari perkara fithrah-
yaitu khitan, istihdad (menghilangkan rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan),
mencabut bulu ketiak, menggunting kuku, dan memotong kumis. (HR. Bukhari no.
5889 , 5891, 6297 dan Muslim no. 597)10
e. Menikahkan
Setelah anak memiliki cukup umur, sudah ada jodohnya serta sudah siap lahir
dan batin dan sanggup berkeluarga, maka orangtua dianjurkan untuk menikahkan
anaknya.11Hal ini sesuai dengan Hadist riwayat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu
‘anhu, bahwasanya ia berkata :
Terdapat beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadis yang merintahkan para orang tua
untuk menyuruh atau mengajarkan anak-anaknya melaksanakan shalat. 13Hal ini
terdapat dalam Qs. Al-Lukman ayat 17 yang berbunyi:
10
http://asysyariah.com/sunnah-sunnah-fithrah-masalah-khitan/
11
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: REMAJA ROSDAKARYA, 2008), hlm 75-84
12
HR. Bukhari dan Muslim
13
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: REMAJA ROSDAKARYA, 2008), hlm 91-92
9
)١٧(ور ك ِمن ع ِ ُأل
َ ِك ِإ َّن َذل َ ُوف َوا ْنهَ َع ِن ال ُمن َك ِر َواصبِر َعلَى َما َأ َّ ي َأقِ ِم ال
ِ صالَةَ َوأ ُمر بِال َم ْعر َّ َيَابُن
ِ َزم ا ُم َ َصاب
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah)”.
“Dari ‘Amar bin Syu’aib, dari ayahnya dari kakeknya ra., ia berkata: Rasulullah saw.
Bersabda: “perintahlah anak-anakmu mengerjakan salat ketika berusia tujuh tahun,
dan pukullah mereka karena meninggalkan salat bila berumur sepuluh tahun, dan
pisahlah tempat tidur mereka (laki-laki dan perempuan)!”. (HR.Abu Daud dalam
kitab sholat)”.
Pada usia tujuh tahun anak diperintahkan untuk shalat agar mereka terbiasa
dan merasa nyaman melakukan shalat. Setelah sampai usia sepuluh tahun orang tua
boleh memukul ketika anak meninggalkan shalat karena mereka sudah baligh atau
mendekati baligh. Adapun diperbolehkannya memukul terhadap anak usia sepuluh
tahun karena pada usia tersebut merupakan batas usia seorang anak sudah bisa atau
tahan menerima pukulan. Pukulan yang dimaksud adalah pukulan yang tidak
menyakitkan dan menghindari wajah.
10
e. Tidak memukul ketika sang anak menyebut nama Allah
f. Tidak memukul sebelum anak mencapai usia sepuluh tahun. Syarat dalam
memukul adalah bertujuan mendidik, bukan karena marah, dendam, atau
kebencian dan hendaklah hal itu merupakan bagian dari sebuah pendidikan.14
BAB III
PENUTUP
14
Muhammad Nabil Kazhim, Sukses mendidik anak, (Solo: 2011, Pustaka Arafah), hal.33
11
A. Kesimpulan
Anak merupakan titipan yang diberikan Allah kepada orang tua yang
diamanahkan untuk menjaganya, merawat dengan penuh kasih sayang dengan
sepenuh hati pula. Dengan demikian kita harus mensyukuri nikmat Allah yang sangat
besar ini dengan merawat dan menjaganya dengan baik.
Selain itu, bentuk rasa kasih sayang bisa dilakukan dengan mengaqiqahi
anaknya. Karena anak pada hakikatnya tergadai dan tebusan satu-satunya adalah
dalam bentuk ibadah yaitu dengan aqiqah. Hal ini seperti yang tertera dalam hadis
yang berbunyi:
ُ َ َّمى َويُحْ ـلƒوْ َم السَّـابِ ِع َوي َُسƒƒَهُ يƒذبَ ُح َع ْنƒْ ƒُصلَّى هَّللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ْال ُغال ُم ُمرْ تَهَ ٌن بِ َعقِيقَتِ ِه ي
ق َ ِ ع َْن َس ُم َرةَ قَا َل قَا َل َرسُو ُل هَّللا
)َرْأسُـه( أخرجه الترمذي في كتاب االضاحي
Selain itu, anak juga harus diberikan pelajaran-pelajaran wajib yang harus
diketahui sesuai dengan jenjang umurnya. Misalnya, ketika anak sudah berusia tujuh
tahun maka orang tua wajib melatih anaknya untuk shalat, dengan melatih dan
mengajarkan anak untuk melakukan shalat pada usia dini maka akan menjadi
kebiasaan rutinitas yang baik untuk anak.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
12
Kazhim, Muhammad Kazhim. 2011. Sukses Mendidik Anak. Solo: Pustaka
Arafah.
Harsojo. 1972. Apakah Ilmu Itu dan Ilmu Gabungan Tentang Tingkah Laku
Manusia, Bandung.
http://asysyariah.com/sunnah-sunnah-fithrah-masalahkhitan/
13