1442H/2021 A. Persoalan-Persoalan Pendidikan dalam Kajian Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat sebagai mater scientarum (induk segala pengetahuan) sejak
masa peradaban Yunani kuno hingga hari ini telah banyak mengalami perkembangan-perkembangan sering dengan peradaban manusia. Filsafat menawarkan cara atau metode dalam mengkaji “sesuatu” (Rofiq, Jurnal Studi Keislaman), yang bersifat abstrak dan tidak dipahami atau merasiokan persoalanpersoalan untuk dapat diterima oleh akal manusia. Islam sebagai agama peradaban, juga bersentuhan dengan filsafat. Masa kejayaan Islam yang ditandai dengan lahirnya pemikir-pemikir muslim dalam melaksanakan pengembangan ilmu pengetahuan agama, humaniora dan eksakta melalui gerakan penelitian, penerjemahan dan penulisan karya ilmiah di berbagai bidang keilmuan, dan gerakan karya nyata mereka di bidang peradaban artefak (Mugiono, Jurnal Ilmu Agama).
Melalui gerakan pemikiran Islam, berkembang disiplin ilmu-ilmu
agama atau ilmu-ilmu keislaman, seperti ilmu al-Qur’an, ilmu qira’at, ilmu Hadis, ilmu kalam/teologi, ilmu fiqh, ilmu tarikh, ilmu bahasa dan sastra. Di samping itu berkembang juga ilmu-ilmu sosial dan eksakta, seperti filsafat, logika, metafisika, bahasa, sejarah, matematika, ilmu alam, geografi, aljabar, aritmatika, mekanika, astronomi, musik, kedokteran dan kimia. Ilmu-ilmu eksakta melahirkan teknologi yang sangat dibutuhkan dalam menunjang peradaban umat Islam. Persinggungan filsafat dan Islam melahirkan suatu cabang ilmu baru yang dikenal dengan istilah Filsafat Pendidikan Islam. Omar Mohamad al-Toumy al-Syaibany sebagaimana dikutip oleh Rahmat Hidayat dan Henny Syafriana Nasution, menyatakan bahwa filsafat pendidikan Islam tidak lain ialah pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidah filsafat dalam bidang pendidikan yang didasarkan pada ajaran Islam. Selanjutnya, Zuhairini juga menjelaskan menjelaskan bahwa Filsafat Pendidikan Islam adalah studi tentang pandangan filosofis dan sistem dan aliran filsafat dalam Islam terhadap masalah-masalah kependidikan dan bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia muslim dan umat Islam. Selain itu Filsafat Pendidikan Islam mereka artikan pula sebagai penggunaan dan penerapan metode dan sistem filsafat Islam dalam memecahkan problematika pendidikan umat Islam yang selanjutnya memberikan arah dan tujuan yang jelas terhadap pelaksanaan pendidikan umat Islam (Rahmat dan Henny, 2016: 1). Kaitannya dengan filsafat pendidikan Islam, Jalauddin Said menurut Rahmat Hidayat dan Henny Syafriana Nasution menyatakan bahwa kajian filsafat pendidikan Islam beranjak dari kajian falsafat pendidikan yang termuat dalam al-Qur’an dan Hadis yang telah diterapkan oleh Nabi Muhammad swt., baik selama periode Makkah maupun selama periode Madinah. Falsafat Pendidikan Islam yang lahir bersamaan dengan turunnya wahyu pertama itu telah meletakkan dasar kajian kokoh, mendasar, menyeluruh serta terarah ke suatu tujuan yang jelas, yaitu sesuai dengan tujuan ajaran Islam itu sendiri (Rahmat dan Henny, 2016: 17).
B. Persoalan Ontologi Pendidikan dalam Kajian Filsafat Pendidikan Islam
Persoalan ontologi merupakan persoalan “ada” atau hakekat, substansi
awal dalam filsafat pendidikan Islam. Lazimnya, persoalan ontologi selalu dimulai dengan pertanyaan “apa”, seperti contoh apa itu pendidikan, apa itu filsafat, dan sebagainya. Persoalan ini dianggap penting sebagai pijakan awal untuk mengkaji persoalan-persoalan yang akan muncul berikutnya. Islam sebagai agama yang kita pedomani mempersyaratkan ketauhidan sebagai awal membuka pengetahuanpengetahuan selanjutnya. Syarat ini diwujudkan dengan dua kalimat syahadat sebagai ikrar kesetiaan dan janji serta pengakuan manusia kepada sang pencipta-Nya atas pengetahuan awal yang dimilikinya. Nurcholis Madjid menurut Purwanto berpendapat makna pokok kalimat syahadat adalah pembebasan dari belenggu kepercayaan, disusul kepercayaan kepada Allah, Tuhan yang sebenarnya, demi keteguhan dan kelestarian kebebasan itu sendiri (Purwanto, Jurnal Studi Agama-Agama). Pengetahuan yang dimaksud adalah tiada Tuhan yang mencipta selain Allah Swt, dan Muhammad Saw., sebagai utusan pembawa pengetahuan tersebut ke dunia. Informasi tentang syarat yang diikrarkan oleh manusia kepada pencipta-Nya tersebut membawa ke persoalan pendidikan, tentang bagaimana bentuk setia, janji dan pengakuan manusia, dalam pendidikan Islam. Dalam Islam, kesetian, janji dan pengakuan, diwujudkan dalam tiga hal. pokok yakni, Islam, Iman, dan Ihsan. Ketiganya merupakan satu kesatuan pendidikan yang penting, dan mutlak ditanamkan pendidik kepada peserta didik sebagai berikut: Pendidikan Ber-Islam Pendidikan ber-Islam merupakan jawaban pertama atas persoalan ontologis dalam Pendidikan Islam. Ber-Islam berarti menyerahkan diri sepenuhnya dan menerima seluruh konsekuensi secara sempurna dalam ajaran Islam. Pendidikan ber-Islam berarti mengupayakan pembimbingan, pendidikan dan pembinaan dalam mengenalkan Islam secara keseluruhan kepada peserta didik. Sebagaimana hadis Rasulullah Saw:
Artinya: Ia berkata : “Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang
Islam.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukannya,” (Al Imam An-Nawawi Abu Zakariya, Hadis Arbain).
Ajaran Islam menurut Imam Suprayogo, memperkenalkan konsep
keselamatan, kedamaian, keadilan, kesejahteraan, kebersamaan, saling berkasih sayang, saling memahami dam memaafkan, menghargai, menghormati dan bahkan juga memuliakan. Islam mengajarkan pemeluknya untuk menjauhkan diri dari perbuatan yang merusak diri sendiri, merusak keluarga, lingkungan, masyarakat, dan bahkan bangsa dan negara. Sebagai bagian dari upaya menjauhkan dari kerusakan itu, Islam mengajarkan dalam mendapatkan rizki agar selektif, yakni hanya mengambil yang baik, yang halal, dan yang tidak merugikan orang atau pihak lain (Suprayogo, uin- malang.ac.id).
C. Persoalan Epistemologi Pendidikan dalam Kajian Filsafat Pendidikan
Islam Persoalan kedua adalah persoalan epistemologi.
Epistemologi merupakan ilmu yang membahas tentang hal-hal yang
bersangkutan dengan pengetahuan baik itu “bagaimana cara mendapatkan”, “bagaimana alur/seluk beluk”, atau “bagaimana metode” dalam mendapat sebuah ilmu pengetahuan dalam pendidikan. Sekaitan dengan pendidikan Islam, kajian epistemologi menekankan pada upaya, cara, atau langkahlangkah untuk mendapatkan pengetahuan pendidikan Islam. Aktivitas berfikir dalam epistemologi adalah aktivitas yang paling mampu mengembangkan kreatifitas keilmuan ke-Islaman dibanding ontologi dan aksiologi. Sistem pendidikan merupakan rangkaian dari sub sistem-sub sistem atau unsur-unsur pendidikan yang saling terkait dalam mewujudkan keberhasilannya. Ada tujuan, kurikulum, materi, metode, pendidik, peserta didik, sarana, alat, dan pendekatan (Hidayat, 2016). Keberadan satu unsur membutuhkan keberadaan unsur yang lain, tanpa keberadaan salah satu di antara unsur-unsur itu proses pendidikan menjadi terhalang, sehingga mengalami kegagalan. Ketika kita berbicara dalam tataran sistem pendidikan Islam, maka sub sistem atau ruang lingkupnya adalah tujuan pendidikan Islam, kurikulum pendidikan Islam, materi pendidikan Islam, metode pendidikan Islam, pendidik, peserta didik, sarana pendidikan Islam, alat pendidikan Islam, dan pendekatan pendidikan Islam.
D. Persoalan Aksiologi Pendidikan dalam Kajian Filsafat Pendidikan Islam
Persoalan aksiologi pendidikan dalam kajian filsafat pendidikan Islam
adalah persoalan akhir yang menyangkut tentang manfaat dan kegunaan dari mempelajari pendidikan Islam itu sendiri. Persoalan aksiologi menyangkut nilai-nilai tentang pendidikan Islam itu sendiri dengan maksud menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia, menjaga dan membina di dalam kepribadiannya baik yang bersifat spiritual maupun yang berwujud (Sarjono, 2005). Nilai dalam kaitannya dengan pendidikan Islam terdiri atas dua pendekatan yakni etika dan estetika yang memberikan makna bahwa objek kajian dan rangkaian proses yang dilakukan harus memiliki nilai dan tidak merusak nilai-nilai yang ada, baik nilai kemanusiaan, maupun nilai ketuhanan (agama). Pendekatan ini sesungguhnya merupakan alat kontrol yang efektif dalam melihat kebermaknaan dan ketidakbermaknaan atau ideal dan tidak idealnya konsep pendidikan yang ditawarkan bagi umat manusia. Sumber nilai yang berlaku dalam pranata sosial kehidupan manusia dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu (Frimayanti, 2017):
1) Nilai Ilahiyah
Nilai ilahiyah merupakan nilai yang dititahkan Tuhan melalui para
Rasul-Nya yang berbentuk takwa, iman dan adil serta diabadikan dalam wahyu Ilahi. Nilai-nilai Ilahiyah selamanya tidak mengalami perubahan Nilai Ilahiyah mempunyai 2 jalur, yaitu: a. Nilai yang bersumber dari sifat-sifat Allah sebanyak 99 yang tertuang dalam “al-Asmaul Husna” yakni nama-nama yang indah. Nama-nama itu pada hakikatnya telah menyatu pada potensi dasar manusia yang selanjutnya disebut fitrah; dan b. Nilai yang bersumber dari hukum-hukum Allah, baik berupa Quraniyah maupun kauniyah. Menurut Tobroni sebagaimana dikutip oleh Indah Husnul Khotimah, nilai-nilai yang akan diajarkan dalam pendidikan Islam dituntut mampu membentuk dasar moral dan etis kehidupan berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan (iman). Nilai moral absolut hanya pada Allah Yang Maha Kekal dan tidak terikat pada ruang dan waktu. Allah senatiasa menghendaki hamba-Nya menegakkan keadilan dan kebenaran, kasih sayang, kesucian karena Allah itu Maha Adil, Maha Benar, Maha Pengasih, Penyayang, dan Maha Suci (Khotimah, www.researchgate.net). Nilai spiritual keilahian manusia melekat erat pada pendidikan, maka hakikat pendidikan adalah masalah manusia dalam kesejatian dirinya sebagai makhluk Tuhan. Dengan sifat spiritual keilahian, manusia justru mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan dan pengembangan dirinya sebagai manusia melalui seluruh rangkaian kegiatan pendidikan berhakikat memanusiakan manusia sebagai makhluk Tuhan. Nilai-nilai dan prinsip umum yang kekal (extend) dalam perspektif Islam adalah wahyu, sesuai dengan salah satu firman Allah Swt.
2) Nilai Insaniyah
Nilai Insaniyah tumbuh atas kesepakatan manusia serta hidup dan
berkembang dari peradaban manusia. Nilai ini bersifat dinamis. Sedangkan keberlakuan dan kebenarannya relatif (nisbi) yang dibatasi oleh ruang dan waktu. Nilai-nilai Insaniyah yang kemudian melembaga menjadi tradisi yang diwariskan turun temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya. Karena kecenderungan tradisi tetap mempertahankan diri terhadap kemungkinan perubahan tata nilai, kenyataan ikatan-ikatan tradisional sering menjadi penghambat perkembangan peradaban dan kemajuan manusia.
E. Filsafat Islam Sebagai Landasan untuk Menjamin Keunggulan
Akademik. 1. Perkenalan Berabad-abad setelah lahirnya Islam (632 M), ulama Muslim telah mendirikan sekolah, universitas danperpustakaan. Itu telah menjadi pusat pembelajaran, termasuk bidang astronomi, fisika, seni, filsafat, dan obat- obatan. Apalagi, berbagai metode telah dirintis oleh para cendekiawan dan ilmuwan Muslim dan menjadi dasar ilmu pengetahuan modern, dan diajarkan di universitas-universitas Eropa hingga abad ke-18. Kebangkitan Umat Islam menuju peradaban dalam kurun waktu empat dasawarsa dilandasi oleh penekanan Al-Islam pada pembelajaran. Ini terlihat jelas ketika kita melihat Al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad yang penuh dengan acuan belajar, pendidikan, pengamatan, dan penggunaan akal. Filsafat Islam didasarkan pada wahyu ilahi, yaitu Al-Quran dan As- Sunnah. Berdasarkan Hassan Langgulung (1979), dasar Filsafat Islam adalah Ketuhanan (Allah) Ketuhanan penyembah, percaya pada wahyu ilahi yang telah diberikan kepada para nabi, percaya bahwa manusia memiliki potensi dalam pengembangan moralitas dan spiritualitas, keyakinan bahwa setiap individu bertanggung jawab untuk tindakannya, keyakinan akan kehidupan dan kehidupan setelah mati, serta keyakinan akan kesamaan universal di antara umat Islam.
2. Filsafat Pendidikan Islam dari Perspektif Filsafat
a. Aksiologi Aksiologi adalah teori etika yang merupakan salah satu cabang filsafat. Dalam pandangan Islam, aksiologi dapat diartikan sebagai tingkah laku yang mencakup seluruh tata krama dalam kehidupan manusia. Menurut Mohammad Qutb, pendidikan adalah proses untuk membentuk manusia yang holistik dan seimbang (Mok Soon Sang, 2004). Tujuan utama dari pendidikan adalah mengembangkan potensi akal, jasmani, emosi, dan spiritual manusia menuju tingkat kesempurnaanAda tiga cabang dalam pemikiran Islam, dan salah satunya adalah pemikiran moral dan budi pekerti. Ini cabang meliputi hal-hal yang harus diamalkan, yang berhubungan dengan akhlak dan moral manusia, seperti adil, religius, berani, bijaksana, dan dapat dipercaya. Jika manusia mengamalkan aspek-aspek yang telah ditonjolkan oleh Filsafat Pendidikan Islam seperti menjadikan Nabi Muhammad sebagai suri tauladan dalam kehidupan mereka, kedamaian universal akan dapat dicapai. b. Pragmatisme Masing-masing unsur Filsafat Pendidikan Islam sepenuhnya terfokus, karena filosofi ini menekankan pada hubungan antara pengetahuan, keyakinan, dan praktik. Berdasarkan pengertian filsafat dari ciri-ciri filsafat, ranah filsafat adalah melihat secara mendalam terhadap fakta, nilai, pengetahuan dan Tuhan. Contohnya, aspek kebersihan sangat penting dalam Islam. Ada banyak argumen mengenai faktor yang Kebersihan telah ditekankan dalam Islam, karena terkait erat dengan keyakinan umat Islam serta kesehatan manusia Hal ini sejalan dengan prinsip pragmatisme yang meyakini bahwa media pengetahuan memiliki kualitas kebenaran jika dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari manusia. Anggota pragmatisme juga percaya bahwa pengetahuan terintegrasi antara pengetahuan yang diperoleh dan terungkap pengetahuan. Berdasarkan pengetahuan tentang kebersihan, epistemologi tentang aspek ini dinyatakan dalam Al-Qur'an dan dikenal sebagai ilmu wahyu yang shahih, sedangkan ilmu akal didasarkan pada pemikiran yang logis. Logikanya, aspek kebersihan harus diperhatikan karena kecerobohan akan menyebabkan banyak masalah dalam kehidupan kita sehari-hari. Dengan demikian, Filsafat Pendidikan Islam secara alami pragmatisme karena menggabungkan pengetahuan yang diperoleh dan terungkap pengetahuan yang tidak dapat dipisahkan. c. Metafisika Dari pandangan metafisika, pemikiran Islam berkonsentrasi pada aspek antara manusia, manusia dan Tuhan, dan manusia dengan lingkungan. Jelas, Filsafat Pendidikan Islam mengajarkan manusia untuk mengenali dirinya sendiri Pencipta, yaitu Allah, dan cara mereka harus berperilaku untuk setiap hubungan. Misalnya, berdasarkan prinsip-prinsip yang mendukung pemikiran Islam terhadap alam, disebutkan bahwa alam adalah milik Allah, bukan manusia. Oleh karena itu, alam perlu dilindungi termasuk keseimbangan ekologisnya. Manusia adalah dilarang mengeksploitasi sumber-sumber alam karena alam diciptakan oleh Allah untuk menopang kehidupan manusia. Menurut prinsip ini Filsafat Pendidikan Islam menekankan pada hubungan yang baik antara manusia dan alam. Selain itu, untuk mengatasi masalah sosial di kalangan remaja misalnya, kesadaran menuju tanggung jawab mereka sebagai khalifah Allah mampu membawa mereka ke 'jalan yang benar'.
3. Filsafat Islam Pendidikan dan Pembelajaran Holistik
Menurut Syed Muhammad al-Naquib al-Attas (1977), tujuan
utama ilmu dari Islam Perspektif tersebut adalah melalui konsep-konsep yang membentuk unsur-unsur utama dalam pendidikan Islam, yaitu konsep al-din, konsep manusia, konsep ilmu dan ma’rifah, konsep hikmah, konsep persamaan,konsep etika, dan konsep Kulliyah-Jami’ah. Masing- masing konsep saling bergantung. Lebih-lebih lagi, Syed Muhammad al- Naquib al-Attas menyatakan bahwa dari penggunaan praktis, konsep (1) didasarkan pada tujuan untuk mendapatkan pengetahuan dan keterlibatan dalam proses pendidikan; (2) berdasarkan ruang lingkup dan sasarannya; (3) berdasarkan isinya; (4) berdasarkan nilai atau kriteria mengenai yang kedua dan ketiga; (5) berdasarkan sosialisasi tentang keempat; (6) berdasarkan metode yang pertama sampai kelima; dan (7) berdasarkan cara pelaksanaan yang menyangkut semua aspek. Diterima bahwa penjelasan tentang holistic filsafat pendidikan Islam menjadi luas.
4. Implementasi Aspek Filsafat Pendidikan Islam dalam Melihat Masalah
Sosial.
Metafisika Islam membahas prinsip-prinsip Islam terhadap alam.
Filsafat Pendidikan Islam mendorong seluruh manusia untuk mempertimbangkan dan memikirkan tindakan mereka, karena setiap tindakan memiliki balasan dari Allah. Dengan demikian, dengan mempersiapkan para remaja dengan aspek ini, mereka akan menghargai pikiran mereka dan menggunakannya untuk tindakan yang benar. Ada hadits Nabi Muhammad tentang pentingnya ilmu dalam Islam filsafat Pendidikan.
Dari aspek aksiologi, permasalahan sosial yang terjadi dikalangan
remaja saat ini dapat disimpulkan sebagai: terjadi karena mereka kurang pengetahuan dan terhadap ajaran Islam. Sebagian besar remaja tidak mengikuti aturan Islam yang membuat mereka kehilangan tujuan hidup. Dengan demikian, melalui apresiasi terhadap konsep Taqwa sebagai cara hidup mampu membantu mereka untuk membedakan antara pro dan kontra dalam hidup mereka. Ini Konsep ini menekankan pada pengertian takut kepada Allah yang mendorong manusia ke arah mengamalkan yang halal dan mencegah diri dari yang haram. Selain itu, etika Islam harus diterapkan secara menyeluruh termasuk keyakinan,spiritual, fisik, intelektual, emosi dan lain-lain. Diantara ciri-ciri akhlak islami adalah; setiap cara tidak bertentangan dengan sifat penciptaan manusia, seperti itu sejajar dengan kecenderungan alami manusia. Ini menyangkut tanggung jawab manusia dalam memproduksi orang yang objektif. Lebih jauh lagi, tujuan kesempurnaan diri juga dipusatkan dalam Islam, seiring dengan masyarakat yang berkembang. Dinyatakan bahwa jika perilaku moral dipraktikkan oleh unit masyarakat; itu bisa menghasilkan masyarakat yang berkualitas dan unggul. Mengenai masalah sosial di kalangan remaja, dapat disimpulkan bahwa masalah tersebut tidak hanya mempengaruhi kehidupan mereka, tetapi juga mencakup dan mempengaruhi masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, tujuan menuju perilaku moralitas antar manusia dapat diperoleh melalui kemurnian spiritual dan kekuatan keyakinan. Setiap manusia harus bertanggung jawab atas tindakan mereka dalam mendapatkan hasil yang lebih baik sebagai seorang Muslim. Secara holistik, Islam akan memelihara manusia menuju kehidupan yang prima.
5. Kesimpulan
Pendidikan berbasis Islam memiliki kontribusi yang signifikan
terhadap kehidupan manusia. Hal ini telah dibuktikan melalui wahyu ilahi kepada Nabi Suci Muhammad P.B.U.H. tentang perintah mengenal Allah S.W.T, untuk menemukan fenomena alam, serta mengenali perkembangan diri termasuk aspek aqidah, pengetahuan dan praktik. Prinsip ini telah menjadi inti dari Filsafat Pendidikan Islam dan sepenuhnya terfokus karena menyoroti kontribusi pengetahuan, keyakinan, dan praktik dalam kehidupan manusia. Islami Filsafat Pendidikan adalah media pendidikan holistik, yang mencakup aspek komprehensif pengetahuan. Berdasarkan Filsafat Holistik, manusia diyakini sebagai bagian dari alam. Filsafat Islam juga menekankan pada konsep bahwa setiap aspek secara bersamaan saling berhubungan (realitas yang saling berhubungan). Dari aspek kurikulum, mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang telah diterapkan dari Filsafat Pendidikan Islam yang komprehensif dan integratif.
Konsep stabilitas yang mencakup aspek emosi, spiritual, intuisi
dan imajinasi individu juga fokus dalam Islam Filsafat Pendidikan. Berbagai aspek diajarkan melalui mata pelajaran ini, termasuk metode praktik agar siswa dapat berpikir dan memecahkan setiap kesulitan berdasarkan Al-Qur'an. Dengan demikian, melalui implementasi Filsafat Pendidikan Islam dalam ranah pendidikan, pembelajaran yang holistik dan komprehensif dari setiap aspek kehidupan dapat dicapai. Pengajaran Pendidikan Islam sebagai pendekatan untuk menerapkan Filsafat Pendidikan Islam di kalangan siswa menjadi metode yang efektif karena mampu menghasilkan individu yang seimbang dari segi fisik, emosi, spiritual, dan intelektualitas untuk memenuhi cita-cita Filsafat Pendidikan Nasional. Oleh karena itu, itu akan menjadi upaya brilian bagi umat Islam untuk mengeksplorasi lebih jauh sifat fakultas manusia yang lebih tinggi dan menyarankan cara-cara dalam yang dapat dibangunkan dan dibina dalam proses pendidikan Islam yang autentik. Tidak hanya melalui kebangkitan ini umat Islam mampu mengubah pendidikan di dunia Muslim, tetapi juga melalui keterlibatan dengan pendidik arus utama dalam tradisi lain, yang akan memimpin kontribusi nyata bagi kebangkitan pendidikan terbaik praktek di dunia yang lebih luas dan untuk seluruh umat manusia.
F. Filsafat Pendidikan Islam oleh Prof. K. Mohammad Ayirur
Ini adalah upaya sederhana untuk menyoroti pertanyaan filosofis yang
dihadapi Islam pemikiran pendidikan. Hal ini diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pelatihan Pendidikan. Ini adalah sebuah buku jilid lembut dibagi menjadi dua bagian. Setiap bagian dibagi menjadi 12 dan 15 bab masing-masing. Pada bagian akhir, referensi dari kedua bagian diberikan diikuti dengan bibliografi singkat sarjana yang disebutkan dengan judul Lampiran bersama dengan catatan bibliografi. Kata pengantarnya dimulai dengan keterbatasan sumber di Universitas Kerala untuk menyusun buku ini yang mendorong sarjana untuk mengeksplorasi dan menyelidiki materi lebih lanjut di luar itu. Saat menyusun karya ini,penulis telah memperkenalkan banyak teori filosofis modern seperti idealisme, pragmatisme, realisme,naturalisme dan eksistensialisme, dan membahasnya dalam kaitannya dengan konteks Islam.
Buku ini dibuka dengan pemikiran “filsafat pendidikan” dalam
konteks sejarah dan dideklarasikan sama tuanya dengan keberadaan manusia di bumi. Penulis telah mengutip banyak sarjana seperti Vivekananda, Pestalozzi dll. Dalam subjudul, Pendidikan: makna dan kematian, perbedaan dibuat antara malaikat dan manusia, dan tujuan pendidikan dibahas mulai dari pengembangan potensi bawaan untuk pembentukan karakter. Ciri-ciri lain seperti kepribadian pembangunan, penyiapan insan yang dewasa dan bertanggung jawab, penguasaan dan sublimasi tata rias dasar, membentuk warga negara yang berguna bagi masyarakat seiring dengan pertumbuhan spiritual dan merangsang kebebasan kesadaran, juga dibahas.
Dalam “Sosiologi Pendidikan” hubungan antara masyarakat dan
filsafat, membangun masyarakat di atas landasan yang realistis dalam rangka memupuk budi pekerti manusia untuk membangun mental manusia fakultas dijelaskan secara singkat. Untuk tujuan ini, interaksi kelas dan sekolah ditetapkan sebagai tempat pertemuan untuk memahami peristiwa sejarah yang akan berfungsi dalam sosialisasi proses bagi peserta didik. Tujuan sosiologi pendidikan adalah untuk memperoleh dan menyebarkan pengetahuan untuk kehidupan yang progresif dan damai.
Dalam Bab “Tujuan Filsafat Pendidikan Islam” manusia direfleksikan
sebagai khalifahTuhan di bumi (hal.90). Semua perkembangan seseorang tergantung pada kognitif, afektif dan ranah psikomotorik agar tumbuh mahir. Domain-domain ini dibagi lagi ke dalam subkategori sebagai; tubuh, pikiran, spiritualitas, organ indera, intelek, kebijaksanaan, kepercayaan, kesalehan,kekuatan karakter, perilaku dan keterampilan bawaan. Tujuannya adalah pembangunan yang terintegrasi, seimbang dan kepribadian yang kuat dengan kesadaran politik untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja.Hakikat manusia, watak kehidupan, sumber dan tujuan hidup serta tanggung jawab manusia adalah dibahas panjang lebar. Untuk itu, keterampilan, karakter perlu ditingkatkan dan distimulasi naluri manusia untuk mengejar pengetahuan. Tujuan pendidikan dan filsafat Islam adalah untuk membimbing dan membentuk kodrat manusia sebagai tujuan hidup.
Sumber pendidikan Islam, “Quran dan Sunnah Nabi Muhammad
(saw)” adalah diberikan dengan cara yang baik untuk mengembangkan semua bidang kehidupan manusia. Pentingnya Quran, dan menjadi sumber informasi yang memadai, dijelaskan dengan bantuan Quran ayat dan sunnah Nabi Muhammad SAW. Konsep filsafat pendidikan Islam adalah dibahas lebih lanjut di bawah konsep dan istilah tertentu seperti, Iman, Kufur dan Iblis. Untuk sebagian besar,tiga pendekatan, normatif, analitis dan deskriptif dibahas. Aksiologi dari Islam Perspektif dikategorikan menjadi dua komponen etika dan estetika. Tujuan keduanya adalah didefinisikan dalam parameter perilaku manusia dan ekspresi kreatif dari sifat manusia.Dalam kerangka kerja kedua komponen ini, aksiologi telah diberikan landasan seperti: sebagai lima kebajikan, kebenaran, keadilan, keindahan dan cinta. Rincian dari lima yayasan ini diberikan dengan bantuan ayat Al-Qur'an dan hadits.
Tujuan utama pendidikan Islam adalah untuk memenuhi keinginan
ilahi untuk mengaktifkan kebajikan, persatuan dan kesatuan dalam masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, metodologi pembelajaran dimulai dari pangkuan ibu hingga tingkat internasional. Menurut Ibn Khuldun, Abul Kalam Azad dll., kebutuhan mendasar untuk melanjutkan tujuan pendidikan dan filosofi dimulai secara rinci secara berkala dari ibu, ayah, anak, suku, kota, nasional, ras dan internasional. Itu dibagi menjadi tiga filosofi dasar dan deskripsi lengkap diberikan mengenai filosofi ini dan dicapai melalui kebebasan dan disiplin.
Metode pengukuran dan evaluasi modern perlu diterapkan untuk
menilai kemampuan siswa.pengembangan yang berkisar pada teknik kualitatif dan kuantitatif. Relevansi dari filsafat pendidikan, pandangan ulama dikutip berbeda dari perbudakan fisik perbudakan rezim otoriter. Sebagai penutup, peran pendidikan adalah mengembangkan secara inheren keterampilan, pengembangan kepribadian dan pemurnian kualitas bawaan. Semua ini disebutkan dalam mengacu pada peristiwa dan insiden yang menantang pendidikan dan pemikiran modern.Selanjutnya, ayat Al-Qur'an bertekad untuk mencapai falah dengan penerapan evaluator metode seperti observasi struktural, tes lisan, tes tertulis dan wawancara. Berturut-turut, untuk Mengatasi masalah modern, pendidikan moral dan etika Islam memiliki peran yang baik untuk dimainkan dalam reformasi publik.