Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

Pengembangan Materi Akhlak


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam Mata Kuliah
Pendidikan Keagamaan Anak Usia Dini

Dosen Pengampu:
Syahrul Ismet, S.Ag., M.Pd

KELOMPOK 3 :
NUR PADILA 21022157
RAHMI ANDRE YELFI YUSUF 21022031
REZYA MUTIA ADHA 21022100
SALWA ROJA HUMAIRAH 21022107
SISRI NINGSIH 21022111

DEPARTEMEN PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, penulis selaku kelompok 3 dapat
menyelesaikan makalah ini. Salawat serta salam tidak lupa selalu kita hadiahkan
untuk baginda kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan
petunjuk Allah SWT untuk kita semua. Yang merupakan petunjuk yang paling
besar yakni syariah agama islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya
karunia paling besar bagi seluruh alam semesta. Dan juga penulis berterimakasih
pada Bapak Syahrul Ismet, S.Ag., M.Pd. selaku Dosen Pengampu mata kuliah
Pendidikan Keagamaan Anak Usia Dini yang telah memberikan tugas ini kepada
penulis.

Harapan dari penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan jika
terdapat kekurangan mohon dimaklumi dikarenakan keterbatasan pengetahuan
yang penulis miliki. Oleh karena itu, kritikan dan saran dari pembaca sangat
diharapkan oleh penulis untuk perbaikan makalah ini kedepannya.

Kamis, 9 maret 2023

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah ...............................................................................1


B. Rumusan Masalah .......................................................................................4
C. Tujuan Penulisan .........................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................6

A. Pengertian Akhlak dan Akhlak Anak ...........................................................6


B. Strategi Pembelajaran Akhlak untuk Anak Usia Dini .................................8
C. Tujuan Pendidikan Akhlak .........................................................................10
D. Metode Pembentukan Akhlak ...................................................................11
E. Peran Orang Tua dalam Pembentukan Akhlak Anak ................................14
F. Kesalahan-Kesalahan yang Harus Dihindari Orang Tua dalam
Pembentukan Akhlak Anak .......................................................................17
G. Faktor-Faktor yang Mempengaruihi Pembentukan Akhlak Anak .............18
H. Pemikiran Imam Al-Ghaazli tentang Pendidikan Akhlak pada Anak .......19

BAB III PENUTUP ..............................................................................................26

A. Kesimpulan ................................................................................................26
B. Saran ..........................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Manusia dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan tidak berdaya dan
tidak mengetahui satu apapun. Namun Allah Swt. memberikan
potensipotensi dalam diri manusia berupa panca indera, yang dapat
dikembangkan untuk mencapai tujuan akhir dari hikmah diciptakan-Nya
manusia yaitu untuk beribadah kepada-Nya (QS. Adzariyat (51):56).
Salah satu potensi dasar manusia adalah kebutuhan untuk
bersosialisasi dan berinteraksi. Sebagai makhluk sosial berarti manusia
didalam hidupnya tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh manusia lain
(Setiadi, 2006). Keinginan manusia untuk berinteraksi dan hidup
berkelompok dengan orang lain ini, membutuhkan kemampuan sosial dan
pengelolaan emosi yang baik. Kemampuan sosial dan kemampuan
pengelolaan emosi yang berhubungan dengan interaksi antar manusia
tersebut diwujudkan dalam perilaku, dan dalam Islam disebut sebagai
akhlak mulia.
Anak usia dini belajar melalui penglihatan kemudian mengikutinya.
Apa yang dicontohkan orang-orang di luar dirinya, akan membekas dalam
ingatan jangka panjang, dan akan dilakukan tanpa mengetahui baik
buruknya. Jalaluddin (2000) mengatakan bahwa ketaatan kepada ajaran
agama merupakan kebiasaan yang menjadi milik mereka yang dipelajari
melalui orang tua dan guru mereka.
Masa kanak-kanak dengan usia 3-6 tahun disebut dengan masa
prasekolah atau golden ages, merupakan masa bahagia dan masa
memuaskan kreativitas, seperti bermain boneka, bercerita, bermain drama,
menyanyi, menggambar dan lain sebagainya. Sebagai pendidik baik orang
tua maupun guru bertanggung jawab terhadap tercapainya tujuan tersebut.
Orang tua dan guru mempunyai kewenangan dalam mengarahkan perilaku
anak sesuai yang diinginkan.

1
Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini adalah mengembangkan seluruh
potensi pada diri anak sehingga kelak mereka menjadi manusia yang utuh.
Sedangkan tujuan Pendidikan Anak Usia Dini dalam pandangan Islam
adalah memelihara, membantu pertumbuhan dan perkembangan fitrah
manusia yang dimiliki oleh anak. Tujuan pendidikan ini harus tercapai
dengan harapkan jiwa anak yang lahir dalam kondisi fitrah tidak terkotori
oleh kehidupan duniawi.
Anak adalah manusia baru yang terlahir ke dunia tidak mengetahui
apapun. Anak diajarkan bagaimana bertata krama, memiliki norma, etika
dan berbagai hal tentang kehidupan. Anak juga diajarkan cara
berkomunikasi dengan orang lain dan belajar memahami orang lain.
Interaksi anak dengan benda dan orang lain diajarkan agar anak mampu
mengembangkan kepribadian, watak, dan akhlak yang mulia.
Pengembangan nilai agama dan moral pada Lembaga Pendidikan
anak usia dini masuk pada Kompetensi Inti-1 (KI-1), yaitu sikap spiritual.
Kompetensi Inti ini kemudian dijabarkan dalam kompetensi dasar sikap
spiritual, yaitu : mempercayai adanya Tuhan melalui ciptaan-Nya, dan
menghargai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar sebagai rasa
syukur kepada Tuhan.
Kompetensi dasar tersebut kemudian tidak dirumuskan dalam
bentuk indikator pencapaian perkembangan anak usia dini, tetapi
diharapkan terlaksana secara tidak langsung dalam pembelajaran untuk
Kompetensi Dasar pengetahuan dan keterampilan. Dapat disimpulkan
bahwa pemerintah mengharapkan sikap sosial emosional atau akhlak anak
usia dini terbentuk karena anak memiliki pengetahuan dan keterampilan
yang baik.
Tidak adanya indikator pencapaian perkembangan aspek sikap
spiritual tersebut, para guru kadang mengalami kesulitan dalam
melaksanakan proses pembelajaran. Guru dituntut untuk
mengembangkannya dalam kegiatan pengembangan aspek pengetahuan dan
keterampilan.

2
Kurikulum 2013 untuk Pendidikan Anak Usia Dini terdiri dari
beberapa program pengembangan, salah satunya adalah program
pengembangan nilai agama dan moral. Kegiatan-kegiatan yang dijelaskan
dalam kompetensi inti dan kompetensi dasar, bertujuan agar
programprogram pengembangan yang telah dirumuskan dapat tercapai.
Sikap spiritual sebagai kompetensi inti Pendidikan Anak Usia Dini,
yaitu : mempercayai adanya Tuhan melalui ciptaan-Nya, dan menghargai
diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar sebagai rasa syukur kepada
Tuhan. Nilai-nilai agama dan moral tersebut dalam Islam disebut sebagai
akhlak mulia.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Herawati (2017)
menyimpulkan bahwa akhlak pada dasarnya mengajarkan bagaimana
seseorang berhubungan dengan sang pencipta yaitu Allah SWT., dan
bagaimana berhubungan dengan sesama manusia.
Muslich (2011) menyatakan bahwa seorang anak yang mendapatkan
pendidikan akhlak yang baik mampu menghadapi dan menghindari
pengaruh buruk dari lingkungan sekitarnya. Menurut Al-Ghazali (Yunus,
1992) bahwa akhlak yang baik itu hanya dapat dicapai dengan empat syarat
yaitu; ilmu, amarah, syahwat (keinginan), dan keadilan. Amarah akan
tunduk dengan ilmu, Sedangkan syahwat tunduk di bawah isyarat ilmu,
yaitu isyarat akal dan syara’. Keadilan ialah menjaga syahwat dan amarah,
supaya menurut isyarat dan syara’.
Pelaksanaan akhlak dalam kehidupan manusia adalah melaksanakan
kewajiban-kewajiban, menjauhi segala larangan, memberikan hak kepada
yang berhak, baik yang berhubungan dengan Allah maupun yang
berhubungan dengan makhluk ciptaan-Nya, baik diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk
penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan dasar
pertumbuhan dan perkembangan (Hasan, 2009). Pertumbuhan dan
perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan keras), kecerdasan (daya

3
pikir daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), dan sosial
emosional (sikap dan prilaku serta agama bahasa dan komunikasi) yang
disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak usia dini.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) memiliki peranan penting
dalam membentuk karakter anak yang berakhlak mulia, kreatif, inovatif dan
kompetitif. Pendidikan Anak Usia Dini bukan sekedar meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan yang terkait dengan bidang keilmuan, tetapi
lebih dalam adalah mempersiapkan anak agar kelak mampu menguasai
berbagai tantangan di masa depan.
Pendidikan akhlak pada anak usia dini merupakan wahana
pembinaan manusia menuju sosok paripurna yang berakhlak terpuji,
bermoral baik, dan beriman serta bertakwa kepada Allah SWT. Oleh karena
itu, Pendidikan akhlak sangat penting untuk ditanamkan sejak dini terutama
dalam membentuk anak-anak sebagai benih bangsa yang diharapkan
akhirnya hadir sebagai sosok utuh yang memberi sumbangsih yang berarti.
Al-Ghazali (2006) mengemukakan bahwa akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang menimbulkan beraneka ragam perbuatan dengan
gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Aktivitas itu dilakukan dengan ikhlas semata-mata menuju ridha-Nya.
Akhlak merupakan prilaku yang timbul dari hasil perpaduan antara hati
nurani, perasaan, pikiran, bawaan dan kebiasaan yang menyatu, membentuk
suatu kesatuan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup. Dari kelakuan
itu lahirlah perasaan (moral) yang terdapat dalam diri manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Akhlak dan Akhlak Anak?
2. Bagaimana Strategi Pembelajaran Akhlak untuk Anak Usia Dini?
3. Apa Tujuan Pendidikan Akhlak?
4. Apa saja Metode Pembentukan Akhlak?
5. Bagaimana Peran Orang Tua dalam Pembentukan Akhlak Anak?

4
6. Apa saja Kesalahan-kesalahan yang Harus Dihindari Orang Tua dalam
Pembentukan Akhlak Anak?
7. Apa saja Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
Anak?
8. Bagaimana Pemikiran Imam Al-Ghazali tentang Pendidikan Akhlak
pada Anak?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Akhlak dan Akhlak Anak
2. Untuk Mengatahui Strategi Pembelajaran Akhlak untuk Anak Usia Dini
3. Untuk Mengetahui Tujuan Pendidikan Akhlak
4. Untuk Mengetahui Apa saja Metode Pembentukan Akhlak
5. Untuk Mengetahui Peran Orang Tua dalam Pembentukan Akhlak Anak
6. Untuk Mengetahui Kesalahan-kesalahan yang Harus Dihindari Orang
Tua dalam Pembentukan Akhlak Anak
7. Untuk Mengetahui Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan
Akhlak Anak
8. Untuk Mengetahui Pemikiran Imam Al-Ghazali tentang Pendidikan
Akhlak pada Anak.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak dan Akhlak Anak

Definisi akhlak secara bahasa berasal dari bahasa arab ‫ ی خ لق – إخ ل قا‬- ‫خ لق‬
yang merupakan asal dari isim masdar yang artinya bisa kita sebut dengan Perangai
(Al-Sajiyah) , kelakuan, tabiat, watak, dasar (ath-thabi'ah), Al- a'dat (kebiasaan,
kelaziman), Al- Muru'ah (perdaban yang baik), Al- Din (agama)12. Jadi, akhlak
merupakan suatu keadaan yang mana keadaan itu melekat pada diri seseorang yang
nantinya bisa atau dapat melahirkan perbuatan- perbuatan dengan mudah, tanpa
adanya proses pemikiran terlebih dahulu ataupun pertimbangan serta penelitian.

Akhlak adalah peraturan yang asalnya dari Allah swt dengan sumbernya atau
kalamnya yaitu Al-Qur'an dan berasal dari sunnah Nabi juga, baik peraturan yang
menyangkut hubungan dengan khaliq (Allah swt), hubungan manusia dengan
sesamanya, ataupun hubungan dengan manusia dengan lingkungannya (makhluk
lainnya). Ibnu Miskawaih, Al-Qabisi, Ibnu Sina, Al- Gazhali, Al-Zarnuji
menunjukkan bahwa tujuan adanya pendidikan akhlak yaitu terbentuknya atau
terciptanya karakter positif dalam perilaku anak didik atau peserta didik. Dan
perilaku karakter positif itu yaitu penjelmaan dari sifat- sifat Tuhan dalam
kehidupan manusia.

Pendidikan akhlak pada anak usia dini merupakan wahana pembinaan


manusia menuju sosok paripurna yang berakhlak terpuji, bermoral baik, dan
beriman serta bertakwa kepada Allah SWT. Oleh karena itu, Pendidikan akhlak
sangat penting untuk ditanamkan sejak dini terutama dalam membentuk anak-anak
sebagai benih bangsa yang diharapkan akhirnya hadir sebagai sosok utuh yang
memberi sumbangsih yang berarti.

Al-Ghazali (2006) mengemukakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam


dalam jiwa yang menimbulkan beraneka ragam perbuatan dengan gampang dan
mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Aktivitas itu dilakukan
dengan ikhlas semata-mata menuju ridha-Nya. Akhlak merupakan prilaku yang

6
timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, perasaan, pikiran, bawaan dan
kebiasaan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan akhlak yang dihayati dalam
kenyataan hidup. Dari kelakuan itu lahirlah perasaan (moral) yang terdapat dalam
diri manusia.

Akhlak sebagai gambaran dari iman seseorang yang ditunjukkan dalam


bentuk perilaku, maka draft awal konstruk akhlak mengacu pada akhlak yang
diajarkan oleh Luqman kepada anaknya ialah : (1) Akhlak anak kepada Allah
SWT.; (2) Akhlak anak kepada orang tua; (3) Akhlak anak kepada orang lain; dan
(4) Akhlak anak pada diri sendiri (Daradjat, 1995).

1. Akhlak kepada Allah, dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang
dilakukan manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya. Menurut Azmi (2006)
alasan manusia berakhlak kepada Allah antara lain; pertama, karena Allah
yang menciptakan manusia Kedua, karena Allah yang memberikan
perlengkapan panca indra berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran,
dan hati sanubari Ketiga, Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan
sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia Keempat, Allah
yang telah memuliakan manusia dengan diberikan kemampuan menguasai
daratan dan lautan.
2. Akhlak kepada sesama manusia dapat dikelompokkan menjadi akhlak
kepada orang tua dan akhlak kepada orang lain. Alasan manusia berakhlak
baik kepada sesama manusia khususnya sesama muslim karena bersaudara
(QS. An-Nisaa (4):59).
3. Akhlak terhadap diri sendiri diwujudkan dengan memelihara kesucian diri,
menutup aurat, jujur dalam perkataan dan perbuatan, ikhlas, sabar, rendah
hati, malu, tidak melakukan perbuatan jahat, menjauhi dengki, menjauhi
dendam, berlaku adil terhadap orng lain, dan menjauhi segala perrbuatan
sia-sia (Azmi, 2006).
4. Akhlak merupakan bentuk jamak dari khuluq/perbuatan-perbuatan, yaitu
keadaan jiwa yang mendorong seseorang untuk melakukan

7
perbuatanperbuatan tanpa difikirkan dan diperhitungkan sebelumnya
(Miskawaih, 2010).
B. Strategi Pembelajaran Akhlak Anak Usia Dini
Menurut Kurniasih dan Sani (2017, hlm. 80) proses pendidikan karakter
untuk peserta didik pada saat ini lebih tepat menggunakan model pembelajaran
yang didasarkan pada interaksi sosial, model pembelajaran yang didasarkan pada
hubungan sosial ini dilaksanakan dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip:
melibatkan peserta didik secara aktif dalam belajar, mensinkronksn teori dengan
praktik, menjaga komunikasi dan kerjasama di dalam proses belajar,
meningkatkan kemampuan dan keberanian anak dalam mengambil resiko dan
meningkatkan pembelajaran sambil berbuat dan bermain serta belajar dari
kesalahan. Strategi pembelajaran akhlak yang dapat diaplikasikan adalah sebagai
berikut:
1. Inkulkasi Nilai, strategi Inkulkasi ini berlawanan dengan
Indoktrinasi, contoh:
a. mengutarakan pendapat dan memberikan alasan rasional
b. adil memperlakukan pihak lain
c. menghargai pendapat berbeda
d. menghargai tata tertib/ peraturan
e. pemberian penghargaan dan hukuman yang sesuai dalam mendidik
f. berhubungan baik dengan orang yang tidak setuju dengan
pendapatnya
g. menciptakan pengalaman social dan emosional mengenai nilai-nilai
yang dikehendaki.
2. Strategi pembinaan, strategi pembinaan ini dapat diterapkan dengan
berbagai bentuk, diantaranya :
a. dengan kegiatan belajar di kelas, pembinaan dan pengembangannya
dilaksanakan dengan mengintegrasikan akhlak dengan semua mata
pelajaran. Pengembangan akhlak harus menyatu dengan proses
pembelajaran, dengan guru sebagai tujuan pendidikanserta suasana
pembelajaran yang transaksional. Suasana pembelajaran ini

8
menumbuhkan nurturan effect, memperkuat karakter serta soft skill
anak.
b. kegiatan keseharian sepertibudaya satuan pendidikan (School
Culture), sekolah berupaya memberdayakan dan memanfaatkan
semua lingkungan belajar untuk mengamalkan, memberikan
perbaikan-perbaikan, menguatkan, dan menyempurnakan secara terus-
menerus proses pendidikan akhlak disekolah.
3. Ketaladanan, menurut Suwandi pendekatan teladanan (uswah) yang
diperankan oleh guru sangat tepat dilakukan dalam pendidikan akhlak
di sekolah, terdapat strategi keteladanan internal dan keteladanan
eksternal. Dalam Keteladanan internal, guru harus dapat memberikan
contoh yang baik kepada anak didiknya, sedangkan keteladanan
eksternal adalah keteladanan yang didapatkan dari para tokoh yang panutan.
Dalam pendidikan karakter keikhlasan merupakan prinsip, namun
pendidik juga wajib memiiki bekal sebagai tokoh teladan, diantaranya:
a. guru harus mengetahui akhlak seperti apa yang harus dimiliki
peserta didik,
b. guru dapat mempelajari karakter yang bersifat universal,
c. guru mengetahui tahapan perkembangan perilaku anak agar dapat
menerapkan metode yang sesuai,
d. mengetahui tahapan mendidik akhlak,
e. mengetahui bagaimana mengajarkan pendidikan akhlak kepada anak
serta,
f. menyadari arti kehadirannya ditengah anak.

4. Strategi pengembangan keterampilan akademik dan Sosial, ada beberapa


keterampilan (soft skill) yang dibutuhkan untuk dapat mengamalkan nilai-
nilai yang dianut, sehingga berperilaku yang bersifat membina serta
bermoral dalam masyarakat, keterampilan tersebut adalah keterampilan
untuk berpikir kritis dan keterampilan mengatasi masalah. Keterampilan ini
dapat diterapkan dengan cara latihan secara terus-menerus sehingga

9
menjadi kebiasaan. Dan keterampilan mengatasi masalah yaitu keterpauan
antara pengetahuan dasar dan keterampilan dasar.
5. Strategi fasilitasi, bagian pokok dalam strategi fasilitasi adalah
memberikan pengalaman kepada subyek didik. Dampak positif yang
terdapat dalam strategi ini adalah: dapat meningkatkan hubungan
pendidik dengan subyek didik, dapat memberikan pengalaman kepada
subyek didik untuk menyusun pendapat, mengingat kembali materi yang
disimak, dan menjelaskan kembali sesuatu yang masih diragukan, serta
menolong peserta didik untuk berpikir lebih dalam tentang nilai yang
dipelajari, memberikan pemahaman kepada pendidik tentang pikiran dan
perasaan subyek didik, sertamemotivasi subyek didik menghubungkan
persoalan nilai dengan kehidupan. (Karnasih, 2017,hlm. 123).
C. Tujuan Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak bertujuan untuk membentuk prilaku dan kepribadian anak
didik menjadi labih baik dan sesuai dengan ajaran agama. Hal ini sejalan dengan misi
Rasulullah SA W. dalam hadistnya yang diriwayatkan oleh Ahmad yang
artinya:”Bahwasanya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan keluhuran budi
pekerti. (HR. Ahmad). Karena dengan memiliki generasi yang berakhlak mulia
kehidupan akan selamat dunia dan akhirat.
Pendidikan akhlak yang baik juga dapat menyempurnakan iman seseorang
seperti yang tertuang dalam hadist Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Turmudzi
yang berbunyi: “orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah orang
sempurna budi pekertinya”. (HR. Turmudzi).
Tujuan pendidikan akhlak diberikan kepada anak supaya dapat membersihkan
diri dari perbuatan dosa dan maksiat.Karena sebagai manusia yang memiliki jasmani
dan rohani, maka jasmani dibersihkansecara lahiriah melalui fikih sedangkan rohani
dibersihkan secara bathiniah melalui akhlak. Orang yang memiliki batin yang bersih
akan melahirkan perbuatan yang terpuji sehingga dengan perbuatan terpuji maka akan
melahirkan masyarakat yang saling menghargai dan hidup rukun serta bahagia dunia
dan akhirat.

10
Akhlak diajarkan kepada anak juga betujuan agar anak mengetahui hal-hal yang
baik yang dianjurkan untuk dilakukan dalam menajalakan hidup dan mengetahui
perbuatan yang tercela serta bahayanya yang akan merugikan bagi kehidupan anak.
Dengan demikian anak akan mampu memilah hal yang mana yang boleh dilakukan
dan yang man yang harus ditinggalkan atau dijauhi untuk kehidupan yang lebih
baik.Secara singkat tujuan pendidikan akhlah adalah mendidik budi pekerti dan
pembentukan jiwa anak melalui pelajaran akhlak baik yang dilakukan di sekolah
maupun di lingkungan keluarga.

D. Metode Pembentukan Akhlak


Seorang pendidik yang bijaksana,akan mencari metode alternative yang
lebih efektif dengan menerapkan dasar-dasar pendidikan yang berpengaruh
dalam mempersiapkan anak secara mental dan moral, saintikal, spiritual, dan etos
sosial, sehingga anak dapat mencapai kematangan yang sempurna, memiliki
wawasan yang luas dan berkepribadian integral. Menurut Abdullah Nasih Ulwan
metode tersebut diantaranya:
1. Keteladanan
Salah satu metode pendidikan yang dianggap besar pengaruhnya
terhadap keberhasilan proses belajar mengajar adalah metode pendidikan
dengan keteladanan. Yang dimaksud metode keteladanan di sini yaitu
suatu metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik
kepada para peserta didik, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan.
Keteladanan dalam pendidikan merupakan bagian dari sejumlah metode
paling efektif dalam mempersiapkan dan membentuk anak secara moral,
spiritual, dan sosial. Sebab, seorang pendidik merupakan contoh ideal
dalam pandangan anak, yang tingkah laku dan sopan santunnya akan ditiru.
Disadari atau tidak, bahkan semua keteladanan itu akan melekat pada diri
dan perasaannya, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, hal yang
bersifat material, inderawi, maupun spiritual. Karenanya keteladanan
merupakan faktor penentu baik-buruknya anak didik.

11
Anak-anak akan selalu memperhatikan dan meneladani sikap dan
perilaku orang dewasa. Apabila mereka melihat kedua orangtua
berperilaku jujur, mereka akan tumbuh dalam kejujuran. Ibnu Abbas ra.
ketika melihat Rasulullah SAW melakukan shalat di malam hari, dia
langsung meniru dan mengikutibeliau. Anak ini berwudhu sama seperti
yang dilihatnya kemudian berdiri shalat.
Demikianlah suri teladan yang baik memberikan dampak pada diri
seorang anak. Kedua orangtua selalu dituntut untuk menjadi suri teladan
yang baik. Karena, seorang anak yang berada dalam masa
pertumbuhan selalu memerhatikan sikap dan ucapan kedua
orangtuanya. Dia juga bertanya tentang sebab mereka berlaku demikian.
Apabila baik, maka akan baik juga akibatnya. Abdullah bin Abi Bakrah,
memperhatikan doa-doa yang diucapkan oleh bapaknya dan
menanyakan sebabnya. Sang bapak kemudian memberikan jawaban
tentang sebab apa yang dilakukannya itu.
Kedua orangtua dituntut untuk mengerjakan perintah-perintah Allah
SWT dan sunnah-sunnah Rasul-Nya SAW dalam sikap dan perilaku selama
itu memungkinkan bagi mereka untuk mengerjakannya. Sebab, anak-anak
mereka selalu memerhatikan gerak-gerik mereka setiap saat. Kemampuan
seorang anak untuk mengingat dan mengerti akan segala hal sangat besar
sekali. Bahkan, bisa jadi lebih besar dari yang dikira, padahal anak
merupakan makhluk kecil yang tidak bisa mengerti atau mengingat.
2. Pembiasaan
Pembiasaan dalam pendidikan anak sangat penting, terutama dalam
pembentukan kepribadian, akhlak dan agama. Karena dengan pembiasaan-
pembiasaan agama, akan masuk unsur-unsur positif dalam pribadi anak
yang sedang tumbuh. Semakin banyak pengalaman agama yang
didapatnya melalui pembiasaan itu, akan semakin banyak unsur agama
dalam pribadinya dan semakin mudah anak memahami ajaran agama.
Imam Ghazali mengatakan bahwa ‚Anak-anak adalah amanah bagi kedua
orangtuanya dan hatinya yang suci adalah permata yang sangat mahal

12
harganya. Karena jika dibiasakan pada kebaikan kepadanya, maka ia
akan tumbuh pada kebaikan tersebut, dan akan berbahagialah di dunia
dan di akhirat. Untuk itu, al-Ghazali menganjurkan agar akhlak diajarkan,
yaitu dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang
mulia. Jika orangtua menghendaki anaknya menjadi pemurah, maka ia
harus dibiasakan melakukanpekerjaan yang bersifat pemurah,hingga
murah hati kelak akan menjadi tabiatnya.
3. Nasihat
Kata nasihat berasal dari kata ‚nashaha‛ yang mengandung arti,
keterlepasan dari segala kotoran dan tipuan‛. Secara lughawī kata ‚nasihat‛
itu harus terhindar dari kata kotor, tipuan, dusta, dan hal ini sejalan
dengan makna syar’i dimana nasihat itu menyangkut kebenaran dan
kebajikan yang harus jauh dari sifat tercela seperti tipuan dan dosa.
Menurut istilah, nasihat merupakan sajian gambaran tentang
kebenaran dan kebajikan, dengan maksud mengajak orang yang dinasihati
untuk menjauhkan diri dari bahaya dan membimbingnya ke jalan yang
bahagia dan berfaedah baginya. Dari sudut psikologi dan pendidikan,
pemberian nasihat itu menimbulkan beberapa perkara, diantaranya adalah:

a. Membangkitkan perasaan-perasaan ketuhanan yang telah


dikembangkan dalam jiwa setiap anak didik melalui dialog,
pengamalan, ibadah, praktik dan metode lainnya.
b. Membangkitkan keteguhan untuk senantiasa berpegang pada
pemikiran ketuhanan yang sehat, yang sebelumnya telah
dikembangkan dalam diri objek nasihat. Pemikiran ketuhanan itu
dapat berupa imajinasi sehat tentang kehidupan dunia dan
akhirat, peran dan tugas manusia di alam semesta ini,nikmat-
nikmat Allah, serta keyakinan bahwa Allahlah yang telah
menciptakan alam semesta, kehidupan, kematian, dan sebagainya.
c. Membangkitkan keteguhan untuk berpegang kepada jama’ah yang
beriman. Masyarakat yang baik dapat menjai pelancar
berpengaruh dan meresapnya sebuah nasihat ke dalam jiwa.

13
d. Dampak terpenting dari sebuah nasihat adalah penyucian dan
pembersihan diri yang merupakan salah satu tujuan utama dalam
pendidikan Islam. Dengan terwujudnya dampak tersebut,
kedudukan masyarakat meningkat dan menjauhi berbagai
kemungkaran dan kekejian sehingga seseorang tidak berbuat jahat
kepada orang lain. Terlebih nasihat yang diberikan sejak anak usia
dini, dengan ingatannya yang masih kuat ia akan menyimpan
nasihat nasihat orang tuanya sampai besar nanti.
e. Membantu Anak untuk berbakti dan mengerjakan ketaatan.
Mempersiapkan segala macam sarana agar anak berbakti kepada
kedua orangtua dan menaati perintah Allah SWT, dapat membantu
anak untuk berbakti dan mengerjakan ketaatan serta mendorongnya
untuk selalu menurut dan mengerjakan perintah. Menciptakan
suasana yang nyaman mendorong si anak untuk berinisiatif
menjadi orang terpuji. Selain itu, kedua orangtua berarti telah
memberikan hadiah terbesar bagi anak untuk membantunya meraih
kesuksesan.

E. Peran Orang Tua dalam Pembentuk Akhlak Anak


Keluarga merupakan tempat tumbuh kembang anak, dimana ia akan
mendapat berbagai pengaruh langsung terutama saat masa-masa emas anak.
Orangtua, terutama ibu akan memberikan pengalaman per tama dalam kehidupan
anak, yang mana pengalaman tersebut akan selalu memberikan dampak yang
istimewa dan berarti dalam kehidupannya dimasa mendatang. Dalam hadis nabi
disebutkan, “al-umm madrasatul uulaa...”. Ibu adalah madrasah (tempat belajar)
pertama bagi anak-anaknya.
Islam memandang bahwa ujung tombak dari kemakmuran suatu masyarakat,
bangsa maupun negara adalah akhlakul karimah. Tanpa adanya akhlak yang baik,
dalam masyarakat tidak akan tercipta ketenangan dan kedamaian, yang ada
kriminalitas terjadi dimana-mana. Akhlak yang baik akan membentengi masing-
masing individu dari pengaruh buruk untuk menjadi pribadi yang unggul.

14
Dengan demikian peran orang tua sangat dibutuhkan dalam pembentukan
akhlak anak. Peran tersebut ber tujuan agar anak dapat tumbuh dan berkembang
seauai dengan usianya, mampu bersosialisasi dan menjadi pribadi yang sholih
(Padjrin, 2016: 5)
Sayangnya sampai saat ini belum ada 'kurikulum' yang bisa digunakan
sebagai acuan pendidikan dalam keluarga. Menurut Dadang sebagaimana yang dikutip
Suyatno, bahwa anak yang dibesarkan dalam keluarga yang harmonis dan keluarga
yang tidak harmonis memiliki resiko yang berbeda. Resiko anak mengalami
gangguan kepribadian menjadi berkepribadian anti sosial dan berperilaku
menyimpang lebih besar berasal dari keluarga tidak harmonis dibandingkan dengan
anak yang berasal dari keluarga harmonis.
Adapun kriteria keluarga tidak harmonis yang dirangkum Slamet Suyanto
(2005: 4), sebagai berikut :
1. Keluarga tidak utuh
2. Kesibukan orang tua
3. Hubungan interpersonal keluarga yang tidak baik
4. Gangguan fisik / mental dalam keluarga
5. Substansi kasih sayang yang cenderung ke bentuk materi daripada
psikologis
6. Orang tua jarang di rumah
7. Hubungan ayah ibu yang tidak sehat
8. Sikap orang tua yang acuh pada anak
9. Sikap kontrol yang kurang konsisten
10. Kurang stimulus kognitif dan sosial.
Pada dasarnya kriteria-kriteria tersebut diatas dapat diminimalisir
resikonya dengan memberikan pengasuhan yang berkualitas. Kualitas tersebut
mengacu pada nilai stimulasi tumbuh kembang yang diberikan orang tua kepada
anak dalam waktu-waktu kebersamaannya, yakni bisa dilalui dengan berbagai
aktivitas pemberian stimulasi atau penyediaan kesempatan belajar sesuai dengan
tahap tumbuh kembang anak (Laily Hidayati, 2017: 31).

15
Dengan kata lain mendidik anak tidak bergantung pada kuantitas
kebersamaan orang tua dengan anak melainkan kualitas pengasuhan itu sendiri.
Anak yang sholih tidak dilahirkan secara alami, melainkan dengan bimbingan
dan arahan yang terprogram dan bersifat kontinu. Sebab anak memiliki
karakteristik ter tentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa. Mereka
selalu aktif, dinamis, antusias serta memiliki rasa keingintahuan yang besar
terhadap apa yang ia lihat, dengar dan rasakan (Yuliani Nurani Sudiono, 2011: 6).
Mereka akan terus berekplorasi dan belajar untuk menjawab rasa
keingintahuannya. Dalam teori belajar bandura juga dijelaskan bahwa manusia
dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif,
perilaku dan pengaruh lingkungan (Sugihar tono, 2007).
Teori bandura ini menunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru
perilaku, sikap ser ta reaksi emosi orang lain. Hal inilah yang kemudian menjadi
landasan bahwa akhlak tidak bisa diajarkan, melainkan harus ditanamkan
melalui proses imitasi dan keteladanan.
Adapun faktor model/keteladanan menurut teori Bandura (Sugiyatno, 2013:
9) memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan caramengkonsep
perilaku sejak awal kemudian mengulangi perilaku secara simbolik.
2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan dirinya.
3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model/ panutan tersebut
disukai/dihargai dan perilakunya mempunya nilai yang bermanfaat.

Oleh karenanya, orang tua haruslah membiasakan akhlak yang baik pada anak
sejak usia dini bahkan sejak dalam kandungan. Pembiasaan-pembiasaan tersebut
akan terpatri langsung dalam hati anak. Semakin banyak pembiasaan baik yang
dilakukan sejak kecil, semakin baik pula akhlaknya nanti ketika ia dewasa.

Adapun kewajiban orang tua dalam pembinaan akhlak anak menurut Mansur
(2009:271) adalah sebagai berikut :

1. Memberi contoh kepada anak dalam berakhlakul karimah atau menjadi suri
tauladan yang baik.

16
2. Memberikan kesempatan pada anak untuk mempraktikkan akhlak mulia dalam
keadaan bagaimanapun.
3. Memberi tanggungjawab sesuai dengan perkembangan anak.
4. Mengawasi serta mengarahkan anak dalam pergaulan.

F. Kesalahan-kesalahan yang Harus Dihindari Orang Tua dalam Pembentukan


Akhlak Anak
Tugas orang tua dalam membesarkan dan mendidik anak tidak semudah teori
yang ada akan tetapi sangat banyak tantangan yang harus dihadapi. Apalagi sebagian
orang tua dalam mendidik anak berdasarkan pengalaman sebagai anak yang dulu
dididik dan dibesarkan oleh orang tuanya, maka pola asuh yang diterapkan adalah pola
asuh warisan (turun temurun) yang akibantnya anak diperlakukan sebagaimana
orangtuanya dahulu memperlakukannya. Padahal zaman anak dengan zaman orang
tuanya tersebut berbeda, sedangkan Rasulullah saw. menganjurkan kepada umatnya
untuk mendidik anak sesuai zaman si anak tersebut.
Sebagai orang tua kita harus mampu memahami kebutuhan anak dan
memfaslitasinya, dan mengarahkan untuk melakukan hal-hal yang mulia dengan
mencontohkan perbuatan-perbuatan yang terpuji.Agar anak mematuhi dan mau mau
mencontoh menurut Agus sutiono ada beberapa kesalahan yang dilakukan oleh orang
tua akibat ketidaktahuan dalam memberi rangsangan pada anak agar otaknya berfungsi
maksimal.
Adapun kesahan-kesalahan yang dilakukan orang tua yang menghambat
pembentukan pola prilaku anak yaitu:

1. Inkonsistensi, sebagai orang tua yang menjadi teladan bagi anak sikap
konsisten dalam segala hal harus selalu dijaga. Karena jika kita mengajarkan
kepada anak suatu kebaikan dan suatu ketika kita sendiri yang
melanggarnya didepan anak maka anak akan sulit mempercayai apa yang
kita katakan.
2. Terlalu banyak intervensi, orang tua kerap kali melakukan itervensi pada
anak yang mengakibatkan anak ketergantungan terhadap pertolongan orang
tuanya.

17
3. Membanding – bandingkan, disadari atau tidak orang tua kerap
membanding - bandingkan kondisi yang dialami dengan apa yang dirasakan
anak sekarang. Seharusnya kita mengubah sudut pandang dengan berusaha
menyelami apa yang anak-anak kita rasakan dan alami di zaman mereka
Pendidikan akhlak merupakan pendidikan nilai yang pertama didapat anak
dari keluarganya. Hasil penelitian Rohner menunjukkan bahwa pengalaman masa
kecil seseorang sangat mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Pola asuh
orang tua baik yang menerima atau yang menolak anaknya, akan mempengaruhi
perkembangan emosi, perilaku, social-kognitif, dan kesehatan fungsi psikologisnya
ketika dewasa.

Menurut Megawangi ada beberapa kesalahan orang tua dalam mendidik anak
yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosi anak yang berakibat
pada pembentukan karakternya, yaitu:

1. Kurang menunjukkan ekspresi kasih sayangbaik secara verbal maupun


fisik.
2. Kurang meluangkan waktu yang cukup untuk anak.
3. Bersikap kasar secara verbal, seperti berkata-kata kasar.
4. Bersikap kasar secara fisik, contohnya memukul.
5. Terlalu memaksa anak untuk menguasai kemampuan kognitif secara dini.
6. Tidak menanamkan “good character” kepada anak

G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak Anak


Ada tiga aliran yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan akhlak yaitu:
1. Aliran nativisme, menurut aliran ini factor yang paling berpengaruh terhadap
pembentukan diri seseorang adalah pembawaan dari dalam (kecendrungan, bakat,
akal dan lain-lain).
2. Aliran empirisme, menurut aliran ini faktor dari luar sagat berpengaruh terhadap
pembentukan diri seseorang seperti lingkungan sosial, termask pembinaan dan
pendidikan yang diberikan.

18
3. Aliran konvergensi, berpendapat bahwa pembentukan akhlak dipengaruhi oleh
factor internal yaitupembawaan si anak dan factor dari luar yaitu pendidikan dan
pembinaan yang dibuat secara khusus atau melalui interaksi dalam lingkungan
sosial.

Aliran yang ketiga sesuai dengan ajaran islam seperti yang tertuang dalam QS. Al-
Nahl ayat 78 bahwa manusia memiliki potensi untuk dididik baik penglihatan,
pendengaran dan hati yang harus disyukuri dengan diberi pendidikan.Dengan
demikian ada dua factor yang mempengaruhi pembinaan akhlak anak yaitu factor
internal dan eksternal.Factor internal yaitu factor bawaan sejak lahir seperti potensi
fisik, intelektual dan rohaniah.Sedangkan factor eksternal adalah faktor diluar diri si
anak seperti orang tua, guru, serta tokoh-tokoh masyarakat.

H. Pemikiran Imam Al-Ghazali tentang Pendidikan Akhlak pada Anak


Adapun konsep pemikiran Imam Al Ghazali tentang pendidikan akhlak pada
anak adalah sebagai berikut:
1. Akhlak Terhadap Allah
Orang tua dianjurkan sejak dini untuk membiasakan anak-anaknya
untuk beribadah, seperti shalat, berdoa, berpuasa di bulan Ramadhan,
sehingga secara berangsur-angsur tumbuh rasa senang melakukan ibadah
tersebut, kemudian dengan sendirinya anak akan terdorong untuk
melakukannya tanpa perintah dari luar tetapi dorongan itu timbul dari dalam
dirinya dengan penuh kesadaran tanpa paksaan. Anak harus berangsur-
angsur akan dapat memahami bahwa beribadah itu harus sesuai dengan
keyakinannya sendiri, keyakinan dengan sadar bukan paksaan. Dengan kata
lain, anak yang banyak mendapatkan kebiasaan dan latihan keagamaan,
sehingga pada waktu dewasanya akan semakin merasakan kebutuhan
terhadap pentingnya agama dalam kehidupan.
2. Akhlak Terhadap Orang Tua
Seorang anak haruslah dididik untuk selalu taat kepada kedua orang
tuanya, gurunya serta yang bertanggungjawab atas pendidikannya, dan
hendaklah ia menghormati siapa saja yang lebih tua darinya. Setelah

19
menekankan pentingnya menanamkan rasa hormat anak terhadap orang tua,
Imam Al Ghazali juga menjelaskan perlunya menerapkan hukuman dan
memberi hadiah, dipuji di depan orang banyak kemudian jika suatu saat ia
melakukan hal-hal yang berlawanan, sebaiknya kita berpura-pura tidak
mengetahui, agar tidak membuka rahasianya.
3. Akhlak Kepada Diri Sendiri
a. Adab Makan
Menurut Al Ghazali sifat pertama yang paling menonjol pada anak-
anak ialah kerakusannya terhadap makanan, karena itu hendaknya
diajarkan tentang adab makan dan minum, misalnya anak harus diajari
membaca basmallah sebelum makan, tidak mengambil makanan kecuali
dengan tangan kanannya, memulai dengan makanan yang lebih dekat
dengannya, tidak memulai makan sebelum orang lain memulainya, tidak
memusatkan pandangan ke arah makanan dan tidak pula ke arah orang-
orang yang sedang makan, mengunyah makanan dengan baik, tidak
memasukkan makanan ke dalam mulut sebelum menelan suapan
sebelumnya, tidak mengotori tangan dan pakaiannya dengan makanan,
hendaklah ia kadang-kadang dibiasakan makan roti tanpa lauk agar
dapat menganggap adanya lauk sebagai suatu keharusan. Di samping
itu, Al Ghazali sangat menganjurkan agar orang tua menanamkan nilai-
nilai kesederhanaan, bahkan ia membolehkan untuk memberikan
sekedar teguran atau pujian.
b. Adab Berpakaian
Imam Al Ghazali selalu menegaskan bahwa anak-anak harus
diajarkan untuk menyukai pakaian-pakaian yang berwarna putih saja,
bukan yang berwarna lain atau sutera, sebab kedua jenis pakaian seperti
itu hanya layak untuk perempuan atau orang-orang yang menyerupakan
dirinya dengan perempuan (banci) dan karenanya, laki-laki tidak pantas
memakainya. Keterangan seperti ini, hendaknya harus diulang-ulang,
bahkan jika melihat seorang anak laki-laki mengenakannya seorang
ayah mengecamnya dan menegaskan lagi bahwa yang demikian itu tidak

20
baik bagi dirinya. Hendaklah ia dijauhkan dari anak-anak yang terbiasa
hidup dalam kemewahan dan berpakaian mahal-mahal serta
melarangnya bergaul dengan anak-anak yang membiasakan dirinya
bermewah-mewah dan memakai pakaian yang membanggakan.
Ungkapan di atas sangat jelas, bahwa orang tua harus benar-benar
menjaga anaknya untuk tidak gemar berhias, mengejar kesenangan
duniawi, kemewahan dan pola hidup boros. Jika sifat ini dilakukan,
maka hal itu akan membawa pengaruh negatif terhadap perkembangan
jiwanya, misalnya kurang memiliki sikap sabar, tabah dan tahan
menderita. Di samping itu, Al Ghazali menjelaskan tentang bahayanya
senang terhadap emas dan perak, yaitu: “Hendaklah anak-anak sejak
kecil disadarkan akan buruknya perilaku kecintaan kepada emas dan
perak, serta ketamakan untuk memilikinya. Harus ditanamkan rasa takut
dari keduanya melebihi rasa takut dari ular dan kalajengking, sebab
bahaya cinta kepada emas dan perak lebih besar dari pada bahaya racun,
terhadap anak-anak maupun orang dewasa”.
c. Kesederhanaan Tidur
Imam Al Ghazali menegaskan sebaiknya anak-anak dilarang tidur
pada waktu siang hari, karena menyebabkan kemalasan. Tetapi jangan
dilarang untuk tidur pada malam hari, namun sebaiknya jangan
dibiasakan tidur di atas kasur yang empuk-empuk, supaya tubuhnya
menjadi kuat. Kebiasaan tidur siang hari pada anak-anak menyebabkan
anak menjadi pemalas, karena sebagian waktu siang bagi anak-anak
digunakan untuk bermain dan bergaul dengan teman sebaya atau bahkan
digunakan untuk belajar.
d. Sabar dan Berani
Imam Al Ghazali menjelaskan bahwa seorang anak yang dihukum
atau dipukul oleh gurunya, hendaklah tidak berteriak-teriak dan tidak
meminta pertolongan kepada siapapun, agar diselamatkan dari
hukuman. Tetapi seharusnya tetap tabah dan sabar, karena begitulah
sikap orang-orang jantan dan berani, sedangkan menangis dan berteriak-

21
teriak adalah sikap para budak atau perempuan. Jadi, anak-anak dididik
untuk sabar dan tabah dalam menerima hukuman akan membentuk
menjadi pribadi-pribadi yang sabar dan pemberani. Selain mendidik
akhlak anak-anak dengan membiasakan perbuatan-perbuatan yang baik,
juga dianjurkan agar mendidik anak-anak dengan pembiasaan dan
latihan untuk menghindarkan dari perbuatan yang tercela serta tidak
sesuai dengan norma-norma masyarakat atau ajaran agama Islam.
e. Adab Berjalan
Imam Al Ghazali menjelaskan bahwa anak-anak hendaklah
jangan diperbolehkan berjalan telalu cepat, tidak menjatuhkan kedua
tangan kebawah, tetapi diletakkan kedua tangan pada dada.
f. Larangan Bersumpah
Imam Al Ghazali menjelaskan bahwa anak-anak jangan
diperbolehkan sama sekali untuk bersumpah, dengan maksud
membiasakan anak-anak untuk tidak bersumpah agar kelak ketika
dewasa, ia tidak mudah bersumpah dan dengan seenaknya melanggar
sumpah tersebut.
g. Larangan Mencuri
Imam Al Ghazali menjelaskan, bahwa seorang anak haruslah
diajarkan untuk tidak sekali-kali mengambil barang yang bukan
miliknya walaupun sangat diinginkannya. Jika ia berasal dari keluarga
kaya, diberitahukan kepadanya bahwa kemuliaan seseorang dapat diraih
dengan memberi dan bukannya mengambil barang orang lain. Perbuatan
mengambil sesuatu yang bukan miliknya, adalah perbuatan yang tercela.
Apabila ia berasal dari keluarga miskin, maka hendaklah diyakinkan
kepadanya bahwa ketamakan dan keinginan kuat untuk mengambil
sesuatu atau diberi sesuatu oleh orang lain adalah suatu sifat yang hina
dan tidak terhormat. Perbuatannya itu sama seperti perilaku anjing, yang
menggerak-gerakkan ekornya ketika menunggu sepotong makanan
yang diinginkannya. Anak-anak sangat dianjurkan untuk suka memberi
bukan suka menerima, apalagi mengambil sesuatu yang bukan miliknya

22
(mencuri). Hal ini apabila dilatih terus menerus sehingga dewasa nanti
akan menjadi seorang dermawan yang suka membantu dan menolong
orang lain.
h. Larangan Bersikap
Sembunyi-Sembunyi Imam Al Ghazali menegaskan bahwa
seorang anak harus dijaga agar tidak melakukan perbuatan secara
sembunyi-sembunyi dan harus terangterangan. Kalau ia dibiarkan
berlaku demikian, maka ia akan membiasakan dengan perbuatan jahat.
Adanya larangan untuk melakukan perbuatan secara sembunyi-
sembunyi dimaksudkan untuk menghindarkan anak yang telah
mengetahui bahwa perbuatan itu buruk, tetapi ia tetap melakukannya
secara sembunyi-sembunyi karena takut ditegur, dimarahi atau bahkan
dihukum oleh orang tuanya apabila perbuatan tersebut diketahuinya.
4. Akhlak Kepada Orang Lain
Imam Al Ghazali memberikan nasihat agar para orang tua agar
membiasakan anaknya untuk berbuat hal-hal yang patut dan sesuai dengan
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan menghindari perbuatan
yang tidak pantas. Beberapa nasihat-nasihat Al Ghazali tersebut, antara lain:
a. Adab Duduk
Imam Al Ghazali pernah berkata hendaklah anak-anak diajarkan
cara duduk yang baik dan benar, tidak meletakkan kaki yang sebelah di
atas kaki yang sebelahnya lagi. Demikian pula tidak meletakkan telapak
tangannya di bawah dagu dan tidak menegakkan kepala dengan
tangannya, sebab yang demikian itu menandakan kemalasan. Inti dari
nasihat Al Ghazali tersebut, di samping mengajarkan sopan santun pada
waktu duduk, juga menghindarkan sikap malas.
b. Adab Duduk Bersama Orang Lain
Imam Al Ghazali menegaskan hendaknya anak-anak
dibiasakan untuk tidak meludah pada tempat yang bukan
semestinya, tidak menguap dan membuang ingus di hadapan orang
lain, serta tidak membelakangi orang lain. Al Ghazali selain

23
menjelaskan mendidik sopan santun di hadapan orang lain, juga
mengajarkan untuk menjaga kebersihan. Selain itu, juga
mengajarkan untuk menghormati orang yang lebih tua, seperti yang
dijelaskannya bahwa hendaknya anak-anak dibiasakan untuk tidak
memulai pembicaraan, tetapi hanya menjawab pertanyaan yang
diajukan kepadanya dan sekedar memberikan jawaban secukupnya
saja serta diajarkan kepada mereka agar pandai-pandai
mendengarkan orang lain apabila ia berbicara, terutama jika usianya
lebih tua dari mereka.
c. Adab Berbicara
Imam Al Ghazali menegaskan bahwa anak-anak agar dijaga
dari perkataan yang sia-sia, keji, mengutuk, memaki dan bergaul
dengan orang yang lidahnya selalu berbuat demikian karena tidak
dapat dibantah bahwa yang demikian itu akan menjalar dari teman-
teman yang jahat.
d. Tawadhu’
Menurut Al Ghazali seorang anak hendaknya dilarang
membanggakan diri di depan teman-temannya, disebabkan sesuatu
yang dimiliki oleh orang tuanya, tentang kekayaan, makanan,
pakaian atau peralatan sekolahnya. Akan tetapi, dibiasakan bersikap
tawadhu’ dan memuliakan setiap orang yang bergaul dengan dia,
dan berkata dengan lemah lembut. Segala pengalaman yang dilalui
anak dengan berbagai contoh kebiasaan, latihan, anjuran dan
larangan, kemudian diberikan penjelasan dan pengertian sesuai
dengan taraf pemikirannya tentang norma dan nilai-nilali
kemasyarakatan, kesusilaan, dan keagamaan. Kemudian tumbuhkan
sikap, tindakan, pandangan, pendirian, keyakinan dan kesadaran
serta kepercayaan untuk berbuat sesuatu yang bertanggung jawab
akhirnya terbentuklah kata hati (kerohanian yang luhur) pada anak
pada masa dewasanya. Jadi, pembinaan pribadi anak dimulai dengan
menanamkan dan membina nilai-nilai kemasyarakatan, kesusilaan,

24
dan keagamaan yang padukan, sehingga terwujud sikap, mental,
akhlak, dan kepribadian yang sesuai dengan ajaran agama Islam.

25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep pendidikan akhlak menurut Imam Al Ghazali ialah pendidikan formal
dan non formal. Pendidikan non formal dilaksanakan dalam lingkup keluarga, mulai
pemeliharaan dan makanan yang dikonsumsi. Sementara untuk pendidikan formal,
Imam Al Ghazali mensyaratkan adanya seorang guru yang mempunyai kewajiban,
antara lain bertanggung jawab atas keilmuannya dan hendaklah ia membatasi pelajaran
menurut pemahaman mereka. Konsep pemikiran Imam Al Ghazali tentang pendidikan
akhlak pada anak meliputi akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap orang tua, akhlak
kepada diri sendiri, dan akhlak kepada orang lain. Adapun akhlak bersumber dari
dengan tujuan tertinggi agama dan akhlak ialah mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat, kesempurnaan jiwa bagi individu, dan menciptakan kebahagiaan, kemajuan,
kekuatan, dan keteguhan bagi masyarakat.
B. Saran
Penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, karena masih terdapat
kesalahan dari segi penulisan, bahasa dan kelengkapan materi. Kita tahu bahwa
manusia itu tidak luput dari kesalahan baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Oleh
karena itu kami dari kelompok 3 sangat membutuhkan saran atau kritikan yang
membangun untuk dapat kami jadikan sebagai batu loncatan untuk kearah yang lebih
baik

26
DAFTAR PUSTAKA

Alhadad, Bujuna dkk. 2018. “Analisis Strategi Guru Dalam Mengembangkan


Akhlak Pada Anak Usia Dini” dalam Jurnal Pendidikan Guru Pendidikan Anak
Usia Dini Vol. 8 No. 2 (hlm. 57-59).
Ayu, S. M., & Junaidah, J. (2018). Pengembangan Akhlak pada Pendidikan Anak
Usia Dini. Al-Idarah: Jurnal Kependidikan Islam, 8(2), 210-221.
Fitri, Nur Lailatul. 2017. “Peran Orangtua Dalam Membentuk Akhlak Anak Sejak
Dini” dalam Al-Hikmah: Indonesian Joernal Of Early Childhood Islamic
Education Volume 1 (hlm. 158-160).
Herawati, H. (2017). PENDIDIKAN AKHLAK BAGI ANAK USIA DINI.
Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak, 3(2), 124-136.
Juwita, D. R. (2018). Pendidikan akhlak anak usia dini di era milenial. At-Tajdid:
Jurnal Ilmu Tarbiyah, 7(2), 282-314.
Mufarohah, Lailatul dkk. 2018. “Pendidikan Akhlak Untuk Anak Usia Dini” (hlm.
101-103).
Setiawan, E. (2017). Konsep pendidikan akhlak anak perspektif imam al
ghazali. Jurnal kependidikan, 5(1), 43-54.

Anda mungkin juga menyukai