Anda di halaman 1dari 89

KONSEP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK ANAK DALAM

KELUARGA MUSLIM

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiah da Keguruan (FITK)
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd.I)

FITRI NURIA RIVAH


NIM: 206011000042

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
ABSTRAK

Nama : Fitri Nuria Rivah


Nim : 206011000042
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : Konsep Pendidikan Agama Islam Untuk Anak dalam Keluarga Muslim

Pendidikan agama yang diberikan pada anak sejak dini menuntut peran serta
keluarga, karena keluarga merupakan institusi pendidikan yang pertama dan utama yang
dapat memberikan pengaruh kepada anak. Pelaksanaan pendidikan agama pada anak dalam
keluarga bertujuan untuk membimbing anak agar bertaqwa, berakhlak mulia, menjalani
ibadah dengan baik serta mencerminkan dari sikap dan tingkah laku anak dalam
hubungannya dengan Allah, diri sendiri, sesama manusia dan sesama makhluk, serta
lingkungannya.
Sesuai dengan karakteristik masalah yang diangkat dalam skripsi ini maka dalam
penulisannya, penulis menggunakan Metode Riset kualitatif, yaitu menekankan analisanya
pada data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati. Pendekatan kualitatif penulis gunakan untuk menganalisis konsep pendidikan agama
Islam untuk anak dalam keluarga muslim. Maka dengan sendirinya penganalisaan data ini
lebih difokuskan pada Penelitian Kepustakaan (Library Research), yakni dengan membaca,
menelaah dan mengkaji buku-buku dan sumber tulisan yang erat kaitannya dengan masalah
yang dibahas.
Adapun dalam pembahasannya penulis menggunakan metode deskriptif karena data
yang dikumpulkan berupa kata-kata dan bukan angka-angka. Penelitian deskriptif tidak
dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu tetapi hanya menggambarkan apa adanya
tentang sesuatu variabel, gejala atau keadaan. Selain itu semua yang dikumpulkan
berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti. Dengan demikian laporan
penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan
tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah atau dokumen lainnya.
Hasil penelitian yang penulis temukan terkait dengan konsep pendidikan agama Islam
untuk anak dalam keluarga muslim adalah keluarga merupakan peranan yang sangat penting
dalam menanamkan nilai-nilai agama pada anak. Yaitu menanamkan nilai-nilai aqidah pada
anak, pembinaan ibadah pada anak, menanamkan nilai-nilai akhlak pada anak, membina
kepribadian anak serta menanamkan intelktual pada anak. Dengan demikian anak akan
mampu tumbuh dan berkembang dan mampu menghadapi tantangan zaman modern sekarang
ini, serta mampu menjalani kehidupannya sebagai hamba Allah.

KATA PENGANTAR
 ّ ‫ ا ا ّ  ا‬
Segala puja dan puji bagi Allah SWT sebagai pagar penjaga nikmat-Nya, zat yang
Maha Menggenggam segala sesuatu yang ada dan tersembunyi di balik jagad semesta alam,
zat yang Maha Meliputi segala sesuatu yang terfikir maupun yang tidak terfikir. Shalawat
serta salam semoga senantiasa tercurah atas Nabi Muhammad SAW, keluarganya,
sahabatnya, dan bagi seluruh Umat Islam yang terlena maupun terjaga atas sunnahnya.
Alhamdulillahirrabbil‘aalamiin, penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah
SWT atas segala rahmat dan pertolongan-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Karena tanpa rahmat pertolongan-Nya tidaklah mungkin penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
Skripsi ini berjudul “Konsep Pendidikan Agama Islam untuk Anak dalam Keluarga
Muslim ” Penulis gunakan untuk memenuhi persyaratan kelulusan yang ditempuh di Jurusan
Pendidikan Agama Islam (PAI). Penulis tertarik mengangkat karya tulis ini karena berbekal
dari pendidikan merupakan jembatan bagi anak yang akan menghubungkan kehidupan dalam
keluarga dengan kehidupan masyarakat kelak. Melalui Pendidikan Islam inilah seorang anak
kelak diharapkan menjadi orang dewasa sebagai seorang warga negara dan warga masyarakat
yang baik, produktif dan memiliki kepribadian yang Islami. Lebih dari itu, sebagai manusia,
para anak pun memiliki tanggung jawab sebagai khalifah di muka bumi untuk melaksanakan
tugas kekhalifahannya dengan sebaik-baiknya serta bersosialisasi dengan etika-etika dan
norma-norma yang berlaku di lingkungan masyarakat sekitarnya sebagai bekal kehidupan di
akhirat kelak.
Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, penulisan skripsi ini tidak akan
terselesaikan bila tanpa bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril
maupun materil. Sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan serta dukungannya, sehingga penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, yang
telah memberikan kemudahan bagi mahasiswanya dalam menyelesaikan studi di Fakultas
ini.

2. Bapak Bahrissalim, M.Ag sebagai Kepala Jurusan PAI, yang juga selalu memberikan
kemudahan dalam setiap kebijakan yang beliau berikan selama penulis menjadi
mahasiswa di jurusan PAI.

3. Drs. Sapiudin Shiddiq, M.A, Dosen Penasehat Akademik Jurusan Pendidikan Agama
Islam, yang memberikan dukungan dan bimbingan kepada penulis.

4. Prof. Dr. Armai Arief selaku Dosen Pembimbing skripsi, yang tidak pernah menutup
pintu keluasan waktunya untuk membimbing dan memberikan semangat dan arahan
dalam penulisan skripsi ini.

5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), terutama
untuk Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang telah memberikan motivasi dan kontribusi,
selama penulis menjadi mahasiswa.

6. Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan FITK, yang turut
memberikan pelayanan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Kedua orang tua penulis yaitu, Ibunda (Naanih) dan Ayahanda (Muhammad Nasir
Tanjung) tercinta, adik-adik ku dan Kakak yang tercinta, keponakanku yang lucu-lucu
beserta keluarga besar yang selalu setia memberikan dukungkan kepada penulis baik
secara moril dan materil, serta kasih sayang yang besar sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi ini dengan baik dan lancar.
8. Seseorang yang memberikan inspirasi terbesar, Darmawan yang selalu ada buat penulis,
baik suka maupun duka. Love you so much…

9. Kawan-kawan seperjuangan Pendidikan Agama Islam Non-Reg angkatan 2006.


khususnya Semi, Dedes, Avni, Nurul, Astrid selalu memberi dukungan kepada penulis
untuk tetap semangat.

10. Dan kepada semua pihak yang telah membantu serta memberikan dukungan kepada
penulis baik secara moral maupun material, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya.

Jakarta 28 Januari 2011

Fitri Nuria Rivah


DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ....................................................... i


ABSTRAK ............................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................... 4
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..................................................... 4
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................................... 5
E. Metode Penelitian ........................................................................................... 6

BAB II PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


A. Pengertian Pendidikan Agama Islam ...................................................... 8
B. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam ..................................................... 12
C. Tujuan Pendidikan Agama Islam ............................................................ 14
D. Metode Pendidikan Agama Islam............................................................ 15
E. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam ............................................... 20

BAB III ANAK DAN KELUARGA MUSLIM


A. Pengertian Anak ..................................................................................... 22
B. Pengertian Perkembangan anak ............................................................... 23
C. Ciri-ciri perkembangan anak ................................................................... 24
D. Fase-fase perkembangan anak ................................................................. 25
E. Faktor yang mempengaruhi perkembangan anak ..................................... 28
F. Pengertian keluarga muslim .................................................................... 31
G. Fungsi dan Tanggung Jawab Keluarga .................................................... 34
H. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga muslim .................................. 37

BAB IV KONSEP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK ANAK DALAM


KELUARGA MUSLIM
A. Pengertian Pendidikan Menurut Al-Quran............................................... 42
B. Tipologi Pendidikan Luqman Al-hakim .................................................. 46
1. Pendidikan Aqidah ............................................................................ 46
2. Pendidikan Ibadah ............................................................................. 49
3. Pendidikan Akhlak ............................................................................ 52
C. Upaya-upaya Keluarga Muslim dalam Menumbuhkan
Pendidikan Agama Islam Pada Anak....................................................... 60
1. Menanamkan nilai-nilai Aqidah pada anak ........................................ 61
2. Pembinaan Ibadah pada anak ........................................................... 65
3. Menanamkan nilai Moral pada anak .................................................. 68
4. Membina Kepribadian anak .............................................................. 69
5. Menanamkan Intelektual pada anak................................................... 72

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................. 78
B. Saran ...................................................................................................... 79

D A F TA R P U S TA KA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 0
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Keluarga adalah merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan
utama dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan,
berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan isi serta cara-cara pendidikan di
dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya
watak, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap manusia.1
Selain itu keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan
dan pengembangan anak. Jika suasana dalam keluarga itu baik dan
menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan baik pula. Jika tidak, tentu
akan terhambatlah pertumbuhan anak tersebut. Peranan orang tua dalam
keluarga amat penting, terutama ibu. Dia lah yang mengatur, membuat rumah
tangganya menjadi surga bagi anggota keluarga, menjadi mitra sejajar yang
saling menyayangi dengan suaminya.2
Dalam hal ini peranan seorang ibu sangat besar dalam menentukan
keberhasilan karier anaknya sebagai anak yang berguna bagi keluarga,
masyarakat, agama, bangsa dan negara. Orang tua merupakan pendidik
utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak
mulai menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari

1
Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008). Cet. Ke-5, h. 57
2
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1995), cet. Ke-2, h. 47.

1
pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Dalam hal ini faktor penting
yang memegang peranan dalam menentukan kehidupan anak selain
pendidikan, yang selanjutnya digabungkan menjadi pendidikan agama.
Dalam pendidikan yang modern saat ini, kedua orang tua harus sering
berjumpa dan berdialog dengan anak-anaknya. Pergaulan dalam keluarga
harus terjalin secara mesra dan harmonis. Kekurangan kerabaan kedua orang
tua dengan anak-anaknya dapat menimbulkan kerenggangan kejiwaan yang
dapat menjerumus kepada kerenggangan secara jasmaniah misalnya akan
kurang betah dirumah dan lebih senang berada di luar rumah dengan teman-
temannya. Keadaan pergaulan yang kurang terkontrol ini akan memberi
pengaruh yang kurang baik bagi perkembangan kepribadiannya, karena
kedua orang tuanya jarang memberi pengarahan dan nasehat.3
Oleh karena itu orang tua harus menjadi teladan bagi anak-anaknya.
Apa saja yang didengarnya dan dilihat selalu ditirunya tanpa
mempertimbangkan baik dan buruknya. Dalam hal ini sangat diharapkan
kewaspadaan serta perhatian yang besar dari orang tua. Karena masa
meniru ini secara tidak langsung turut membentuk watak anak di kemudian
hari.
Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :

‫ﺩ‬‫ُﻟﻮ‬‫ﻮ‬‫ ﻛﹸﻞﱡ ﻣ‬،‫ﻠﱠﻢ‬‫ﺳ‬‫ ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋ‬‫ﻝﹸ ﺍﷲُ ﺻ‬‫ﻮ‬‫ﺳ‬‫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺭ‬‫ﻪ‬‫ﻨ‬‫ ﺍﷲُ ﻋ‬‫ﻲ‬‫ﺿ‬‫ﺓﹶ ﺭ‬‫ﻳﺮ‬‫ﺮ‬‫ ﺍﹶﺑﹺﻰ ﻫ‬‫ﻦ‬‫ﻋ‬
(‫ )ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ‬‫ﺎﻧﹺﻪ‬‫ﺴ‬‫ﺠ‬‫ﻳﻤ‬‫ ﺍﹶﻭ‬‫ﺍﻧﹺﻪ‬‫ﺮ‬‫ﺼ‬‫ﻳﻨ‬ ‫ ﺍﹶﻭ‬‫ﺍﻧﹺﻪ‬‫ﺩ‬‫ﻮ‬‫ﻳﻬ‬ ‫ﺍﻩ‬‫ﻮ‬‫ ﻓﹶﺄﹶﺑ‬‫ﺓ‬‫ﻄﹾﺮ‬‫ﻠﹶﻰ ﺍﻟﹾﻔ‬‫ ﻋ‬‫ﻟﹶﺪ‬‫ﻳﻮ‬
“Dari Abu Hurairah R.A sesungguhnya Rasullullah SAW bersabda,
tiap anak dilahirkan dalam keadaan suci. Maka kedua orang
tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi, Nasrani, atau
Majusi”. (HR.Muslim)

Hadits ini menjelaskan tentang peran, tugas dan kewajiban orang tua
dalam membimbing aqidah seorang anak. Disamping itu juga menjelaskan
bahwa perkembangan mental dan kepribadian anak dipengaruhi oleh suasana
kehidupan (segala yang mereka dengar dan mereka perhatikan) dirumah
tempat tinggal. Dengan demikian dirumah yang tidak henti-hentinya
3
Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan…, h. 66

2
disemarakan dengan dzikir, maka aktifitas tersebut akan sangat membantu
dalam membimbing bacaan kalimat tauhid
Dalam pandangan Islam, anak adalah amanat yang dibebankan oleh
Allah SWT kepada orang tuanya, karena itu orang tua harus menjaga dan
memelihara serta menyampaikan amanah itu kepada yang berhak
menerima. Karena manusia adalah milik Allah SWT, mereka harus
mengantarkan anaknya untuk mengenal dan menghadapkan diri kepada
Allah SWT. Mengingat strategisnya jalur pendidikan keluarga,
dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN, ps. 10.
5) juga disebutkan arah yang seharusnya ditempuh yakni, pendidikan
keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang
diselenggarakan dalam keluarga, dan memberikan keyakinan agama, nilai
budaya, nilai moral dan keterampilan.4
Pendidikan agama yang diberikan sejak dini menuntut peran serta
keluarga, karena telah diketahui sebelumnya bahwa keluarga merupakan
institusi pendidikan yang pertama dan utama yang dapat memberikan
pengaruh kepada anak. Pelaksanaan pendidikan agama pada anak dalam
keluarga di pengaruhi oleh adanya dorongan dari anak itu sendiri dan juga
adanya dorongan keluarga.
Setiap orang mengharapkan rumah tangga yang aman, tentram dan
sejahtera. Dalam kehidupan keluarga, setiap keluarga mendambakan anak-
anaknya menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah. Anak merupakan
amanat Allah SWT kepada orang tuanya untuk diasuh, dipelihara, dan
dididik dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian orang tua dalam
pandangan agama Islam mempunyai peran serta tugas utama dan pertama
dalam kelangsungan pendidikan anak-anaknya, baik itu sebagai guru,
pedagang, atau dia seorang petani. Tugas orang tua untuk mendidik keluarga
khusus anak-anaknya, secara umum Allah SWT tegaskan dalam al-Quran
surat At Tahrim (66) ayat :

4
Abudin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam. ( Bandung: Angkasa Bandung,
2003). Cet. Ke-1, h. 66

3
$pκöŽn=tæ äοu‘$yfÏtø:$#uρ â¨$¨Ζ9$# $yδߊθè%uρ #Y‘$tΡ ö/ä3‹Î=÷δr&uρ ö/ä3|¡àΡr& (#þθè% (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ

∩∉∪ tβρâ÷s∆÷σム$tΒ tβθè=yèøtƒuρ öΝèδttΒr& !$tΒ ©!$# tβθÝÁ÷ètƒ āω ׊#y‰Ï© ÔâŸξÏî îπs3Í×‾≈n=tΒ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.” (QS. Al-Tahrim: 6)5

Dengan demikan pendidikan dalam lingkungan keluarga sangat


memberikan pengaruh dalam pembentukan keagamaan watak serta
kepribadian anak.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis akan
membahas tentang hal yang berkaitan dengan “KONSEP PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM UNTUK ANAK DALAM KELUARGA MUSLIM”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan permasalahan yang disajikan pada latar belakang masalah
tersebut diatas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasikan sebagai
berikut :
1. Belum Efektifnya Konsep Pendidikan Agama Islam Untuk Anak
Dalam Keluarga Muslim?
2. Kurangnya Perhatian Orang Tua terhadap Pendidikan Agama Islam
Pada Anak?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah


Dalam penulisan skiripsi ini penulis merasa perlu membatasi
permasalahan yang akan dibahas mengingat keterbatasan kemampuan, waktu
dan biaya, maka penulis batasi pada:
1. Peranan keluarga terhadap pelaksanaan pendidikan agama Islam pada
anak

5
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta : 1990), h. 951

4
2. Pendidikan agama yang dimaksud disini adalah pendidikan Aqidah,
Ibadah dan pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat Al-
Luqman 12-19
3. Anak yang dimaksud disini adalah anak pada usia Sekolah Dasar

Perumusan masalah
Maka penulis merumuskan masalah ini, yaitu:
1. Bagaimana Konsep Pendidikan Islam untuk anak dalam keluarga
muslim?
2. Upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan oleh keluarga dalam
menumbuhkan pendidikan Agama Islam pada anak?

D. Tujuan Peneliti dan Manfaat


1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan beberapa permasalahan
sebagai berikut:
a) Untuk mengetahui bagaimana Konsep Pendidikan Agama Islam pada
anak dalam keluarga muslim.
b) Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan oleh
keluarga Muslim dalam Pendidikan Agama Islam pada anak.

2. Manfaat Penelitian
a) Sebagai pedoman bagi orang tua dalam mendidik anak yang
berkonsepkan Islam
b) Menjadi bahan bacaan bagi para pembaca yang membutuhkan
tentang konsep dan teori Pendidikan Agama Islam untuk anak
dalam keluarga muslim.
c) Menambah wawasan bagi penulis untuk mengetahui Pendidikan
Agama Islam untuk anak dalam keluarga muslim.

5
E. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian.
Penelitian ini bersifat Kualitatif. Riset kualitatif memproses pencarian
gambaran data dari konteks kejadian secara langsung sebagai upaya
melukiskan peristiwa sepersis kenyataannya, yang berarti membuat pelbagai
kejadiannya seperti merekat dan melibatkan perspektif yang partisipatif di
dalam pelbagai kejadian, serta menggunakan penginduksian dalam
6
menjelaskan gambaran fenomena yang diamatinya. Dengan demikian,
pendekatan kualitatif menekankan analisanya pada data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan
kualitatif penulis gunakan untuk menganalisis tentang Konsep Pendidikan
Agama Islam untuk Anak dalam Keluarga Muslim. Maka dengan sendirinya
penganalisaan data ini lebih difokuskan pada Penelitian Kepustakaan (Library
Research), yakni dengan membaca, menelaah dan mengkaji buku-buku dan
sumber tulisan yang erat kaitannya dengan masalah yang dibahas.
Sedangkan dipilihnya metode deskriptif karena data yang dikumpulkan
berupa kata-kata dan bukan angka-angka. Penelitian deskriptif tidak
dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu tetapi hanya menggambarkan
apa adanya tentang sesuatu variabel, gejala atau keadaan.7 Selain itu, semua
yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti.
Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk
memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal
dari naskah atau dokumen lainnya.

2. Teknik pengumpulan data.


Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:

6
Septiawan Santana K, Menulis Ilmiah; Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2007), ed. 1, h. 29-30
7
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 234

6
a. Studi dokumenter, yaitu studi yang dilakukan dengan mempelajari
sumber-sumber informasi milik objek yang ditulis secara langsung
tanpa perantara penulis lainnya.
b. Studi kepustakaan, yaitu studi yang dilakukan dengan mempelajari
literatur yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti dengan
mengumpulkan data-data melalui bahan bacaan seperti teks book,
jurnal ataupun artikel yang memiliki relevansi dengan penelitian ini
guna mendapatkan landasan teoritis.
3. Teknik analisis data.
Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis dekriptif yang
bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang tepat mengenai obyek
penelitian dengan tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis.8 Analisis
data dilakukan dengan cara mendeskripsikan data-data secara sistimatis
dan diformulasikan sedemikian rupa hingga diperoleh kesimpulan yang
komprehensif.
4. Sumber data penulisan.
Untuk mendapatkan data-data yang valid maka diperlukan sumber data
penelitian yang valid pula. Dalam penelitian ini ada dua sumber data yaitu:
1. Sumber Data Primer.
Yang dimaksud data primer adalah data yang diperoleh secara
langsung dari obyek yang diteliti.
2. Sumber Data Sekunder
Yang dimaksud data sekunder adalah data-data yang mendukung data
primer, yaitu buku-buku atau sumber-sumber lain yang relevan dengan
penelitian ini.

8
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, h. 234

7
BAB II
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

A. Pengertian Pendidikan Agama Islam


Sebelum menguraikan tentang pengertian pendidikan agama Islam,
perlu kiranya penulis mengemukakan terlebih dahulu tentang pendidikan dan
agama Islam. Pendidikan pengertiannya dapat ditinjau dari segi bahasa dan
dari segi istilah. Dari segi bahasa “Pendidikan merupakan bentuk kata turunan
yang bentuk kata dasarnya didik dengan awalan pe dan akhiran an yang
mengandung arti cara-cara mendidik, memelihara, dan memberi latihan”.9
Sedangkan kata pendidikan yang umum di gunakan sekarang dalam
bahasa arab adalah “tarbiyah” ( ) dengan kata kerjanya Rabba (‫ )ر‬yang
berarti mendidik, mengasuh”.10 Dalam bentuk kata benda masdar, kata Rabba
digunakan pula untuk pengertian Tuhan, karena Tuhan yang bersifat
memelihara, mengasuh bahkan mencipta. Hal ini dapat dilihat dalam Quran
yang berbunyi :

∩⊄⊆∪ #ZŽÉó|¹ ’ÎΤ$u‹−/u‘ $yϑx. $yϑßγ÷Ηxqö‘$# Éb>§‘


"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua Telah mendidik Aku waktu kecil".(QS. Al-Isra, 17:24)11

9
Tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988). Cet. Ke-1, h. 204
10
Ahmad Zuhri Mudhlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, (Yogyakarya : Yayasan
Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996). Cet. Ke-1, h. 952
11
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hal. 428

8
Prof H. M. Arifin Mengatakan bahwasannya “Pendidikan itu adalah
sebagai latihan mental, moral dan fisik (jasmaniah) yang menghasilkan
manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas, kewajiban, dan
tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah, dan menumbuhkan
personalitas (kepribadian) serta menanamkan rasa tanggung jawab.”12
Sedangkan menurut D. Marimba pada kata pendidilkan adalah
“Bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama”.13
Sementara itu, dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah
”Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara”.14
Dari berbagai definisi di atas, pada dasarnya menunjukan bahwa
pendidikan adalah usaha mengembangkan dan mengarahkan potensi yang
dimiliki peserta didik untuk mencapai kedewasaan jasmani dan rohani serta
terbentuknya kepribadian yang utama memiliki pengetahuan, sikap, dan
keterampilan sesuai bidangnya. Dan usaha tersebut dilakukan secara sadar dan
sengaja ini membawa konsekuensi bahwa usaha itu harus dilaksanakan secara
teratur dan sistematis.
Kata Agama dikenal pula kata lainnya seperti Ad-din dari bahasa Arab
dan religi dari bahasa Inggris. Pengertian Din seperti yang dikemukakan oleh
Moenawar Chalil yang dikutip oleh Prof. Dr. Abudin Nata mengungkapkan
kata Din dalam masdar dari kata kerja “Dana Yadinu” yang antara lain seperti

12
M. Arifin,Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta :Bumi Aksara, 1994), Cet. Ke-3, h.10
13
Ahmad D. marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam , (Bandung : PT. Al-
Ma’rifat, 1989), Cet. Ke-8, h. 19
14
Undang-undang tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pelaksanaannya 2000-2004,
(Jakarta: CV. Taminta Utama, 2004), h. 4

9
“cara” atau “adap”, kebiasaan, peraturan, perhitungan, hari kiamat, nasihat,
dan Agama.15 Pengertian-pengertian tersebut seluruhnya memperlihatkan
muatan, sifat, fungsi, dan kedudukan agama yang secara umum dapat
dimengerti dan dipahami dari misi dan perhatian itu sendiri.
Dapat kita lihat bahwa perkataan religi menurut Harun Nasution
berasal dari bahasa latin yang asal katanya adalah relage yang berarti
“Mengumpulkan, membaca” kemudian diinterprestasikan dari sudut muatan
yang terkandung didalam agama, yaitu agama merupakan kumpulan cara
mengabdi Tuhan yang terdapat didalam kitab suci. Adapula yang berpendapat
lain bahwa religi berasal dari sifat ajaran agama yang berarti mengikat para
pengikutnya. 16 Fakta menunjukan bahwa dalam ajaran agama terdapat aspek
yang amat dominan berupa ikatan antara roh dan manusia dengan Tuhan.
Dari definisi di atas kata agama mempunyai pengertian yaitu suatu
peraturan atau norma-norma yang di tetapkan Allah melalui para Nabi yang
harus diyakini kebenarannya dan diamalkan perintahnya untuk dijadikan
sebagai pedoman hidup dan mengatur segala aspek kehidupan serta
membimbing manusia agar tunduk dan patuh terhadap peraturan Allah guna
mencapai kehidupan di dunia dan akhirat baik lahir dan batin.
Selanjutnya yang akan penulis uraikan adalah kata Islam. Islam berasal

dari bahasa Arab yaitu Aslama (‫ ) ا‬yang berarti selamat. Jadi seluruh

manusia yang dalam kehidupannya memeluk agama Islam berarti manusia


yang selamat atau yang terbaik. Sebagaimana firman Allah di dalam surat Ali
Imran ayat 110.

15
Abudin Nata Al-quran dan Hadist, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. Ke-
7, h.2
16
Harun Nasution , Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta : UI Pers, 1979),Cet.
Ke-I, h. 10

10
̍x6Ζßϑø9$# Çtã šχöθyγ÷Ψs?uρ Å∃ρã÷èyϑø9$$Î/ tβρâ÷ß∆ù's? Ĩ$¨Ψ=Ï9 ôMy_̍÷zé& >π¨Βé& uŽöyz öΝçGΖä.

ãΝßγ÷ΖÏiΒ 4 Νßγ©9 #ZŽöyz tβ%s3s9 É=≈tGÅ6ø9$# ã≅÷δr& š∅tΒ#u öθs9uρ 3 «!$$Î/ tβθãΖÏΒ÷σè?uρ

∩⊇⊇⊃∪ tβθà)Å¡≈xø9$# ãΝèδçŽsYò2r&uρ šχθãΨÏΒ÷σßϑø9$#

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,


menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi
mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik”. (QS. Ali Imran: 110)17

Untuk mengetahui lebih jelas mengenai definisi Islam, di bawah ini


akan penulis kemukakan beberapa pendapat para ahli diantaranya pendapat
Drs. Salahudin Sanusi yang dikutip oleh H. Endang Syaifudin mengatakan
“Islam adalah bersih dan selamat dari kecacatan lahir dan batin selain itu
Islam berarti perdamaian dan keamanan serta menyerahkan diri, tunduk, dan
taat.”18
Sementara itu Mahmud Syaltut yang masih dikutip oleh H. Endang
Syaifuddin mengemukakan “Islam adalah agama Allah yang diperintahkannya
untuk mengajarkannya tentang pokok-pokok serta peraturannya kepada Nabi
Muhammad SAW dan menugaskannya untuk menyampaikan agama tersebut
kepada seluruh umat manusia dan mengajak mereka untuk memeluk agama
Islam”.19
Dari pendapat-pendapat diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa
Islam adalah agama Allah yang diturunkan oleh umat manusia melalui Nabi
Muhammad SAW untuk dijadikan pedoman bagi manusia untuk mendapatkan
kehidupan yang damai, tentram, dan aman di dunia, dan mendapatkan
kebahagiaan yang abadi diakhirat kelak.
Menggabungkan ketiga pengertian di atas yakni “Pendidikan Agama
Islam itu adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik

17
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hal. 94
18
Endang Syaifuddin Ansyari, Kuliah Al-Islam ( Jakarta : CV Rajawali Pers, 1989), h.73
19
Endang Syaifuddin Ansyari, Kuliah Al-Islam, h. 74

11
untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertaqwa dan
berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran Agama Islam dari sumber
utamanya adalah Al-quran dan Al-Hadist”.
Pendidikan agama mempunyai kedudukan yang tinggi dan paling
utama karena pendidikan agama menjamin untuk memperbaiki akhlak anak
dan mengangkat mereka kederajat yang tinggi serta berbahagia dalam hidup
dan pendidikan agama membersihkan hati dan mensucikan jiwa serta
mendidik hati nurani dan mencetak mereka agar berkelakuan baik dan
mendorong mereka untuk memperkuat pekerjaan yang mulia
Pendidikan agama memelihara anak-anak, supaya mereka tidak
menuruti nafsu yang murka, dan menjaga mereka supaya jangan jatuh ke
lembah kehinaan dan kesesatan. Pendidikan agama menerangi anak-anak
supaya melalui jalan yang lurus, jalan kebaikan, jalan kesurga. Sebab itu
mereka patuh mengikuti perintah Allah, serta berhubungan baik dengan
teman sejawatnya dan bangsanya, berdasarkan cinta-mencintai, tolong-
menolong dan nasehat-menasehati.20 Oleh sebab itu pendidikan agama
harus diberikan mulai dari Taman Kanak-kanak sampai keperguruan tinggi.
Dengan demikian pendidikan agama sangat berperan dalam
memperbaiki akhlak anak-anak untuk membersihkan hati dan mensucikan
jiwa mereka. Agar mereka berkepribadian baik dalam kehidupannya.
Dengan pendidikan agama, maka anak-anak menjadi tahu dan mengerti
akan kewajibannya sebagai umat beragama, sehingga ia mengikuti
aturan yang telah ditetapkan dan menjauhi larangan agama.

B. Dasar Pendidikan Agama Islam


Setelah penulis membahas tentang pengertian pendidikan agama Islam
yang telah dipaparkan diatas, selanjutnya penulis bahas adalah dasar
pendidikan agama Islam itu sendiri. Menurut Ahmad D. Marimba dasar-dasar

20
Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta :PT Hidakarya Agung,
1992). Cet. Ke-17, h. 8

12
pendidikan agama Islam adalah “Semua ketentuan dan ajaran yang
berasal dari firman Allah SWT dan sunnah Rasul-Nya”. 21
Menurut Zuhairini dkk, yang dimaksud dengan dasar pendidikan Islam
adalah “ Dasar-dasar yang bersumber dari ajaran Islam yang tertera dalam Al-
Quran dan Hadits. Menurut ajaran agama Islam, bahwa pelaksanaan
pendidikan Agama Islam merupakan perintah dari Allah dan merupakan
Ibadah kepadanya”.22
Al-quran dan Sunnah merupakan sumber hukum dan ajaran Islam
yang menjadi pedoman hidup. Sebagaimana Allah memerintahkan kepada
orang yang beriman untuk mengikuti petunjuk Al-quran dan Sunnah.
Sebagaimana terdapat dalam surat An-Nisa ayat 59.

… ç tΑθß™§9$# (#θãè‹ÏÛr&uρ ©!$# (#θãè‹ÏÛr& (#þθãΨtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul


(nya)…” (QS.An-Nisa 59)23

Hal ini cukup beralasan karena Al-quran diturunkan kepada umat


manusia untuk memberi petunjuk kearah hidup yang lurus dalam arti memberi
bimbingan dan petunjuk ke arah jalan yang diridhoi Allah SWT. Diantara sifat
orang mukmin adalah saling menasehati untuk mengamalkan ajaran Allah
SWT yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan.
Demikian pula sunnah Rasulullah yang mengandung ajaran-ajaran dan
perilaku Rasulullah sebagai pelaksanaan hukum-hukum yang terkandung
didalam Al-Quran. Sunnah berisi petunjuk untuk kemaslahatan hidup
manusia. Semua kehidupan Rasul semata-mata untuk menjadi teladan bagi
umatnya. Ia adalah seorang guru dan pendidik utama.
Al-Quran maupun sunnah rasulullah adalah pedoman hidup yang
bersifat global, keduanya selalu membuka kemungkinan penafsiran yang
berkembang. Untuk itu diperlukan ijtihad sebagai lapangan untuk menggali

21
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, h. 41
22
Zuhairini, Metodik Khusus Islam, ( Surabaya : Usaha Nasional, 1983). Cet. Ke-8, h. 23
23
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 128

13
nilai-nilai atau hukum yang lebih terperinci yang terkandung dalam al-Quran
dan sunnah Rasulullah.
Dengan demikian yang menjadi dasar atau landasan dari pendidikan
agama Islam ialah Al-Quran sebagai pedoman hidup manusia, ditambah
dengan sunnah Nabi sebagai penyempurna serta ijtihad untuk memperjelas apa
yang sudah ada yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut dalam
pelaksanaannya.

C. Tujuan Pendidikan Agama Islam


Setiap kegiatan yang dilakukan pasti mempunyai tujuan. Apakah
kegiatan tersebut dalam proyek besar maupun kecil. Tujuan harus
dirancangkan agar sebuah rencana atau kegiatan dapat berjalan secara terarah
dan menghasilkan sesuatu.
“Pendidikan agama merupakan pendidikan yang bertujuan untuk
merealisasi idealitas Islami yaitu mengandung nilai prilaku manusia yang
didasari atau dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Allah sebagai sumber
kekuasaan mutlak yang harus ditaati”.24
Selain itu tujuan pendidikan agama Islam dikemukakan oleh M. Arifin
beliau mengatakan “Esensi tujuan pendidikan agama Islam yang sejalan
dengan tuntutan Al-Quran adalah sikap penyerahan diri secara total kepada
Allah”.25
Dan tujuan pendidikan Agama Islam lebih lanjut menurut Prof. Dr.
Abudin Nata adalah “Membimbing umat manusia agar menjadi hamba yang
bertaqwa kepada Allah SWT yakni melaksanakan segala perintahnya dan
menjauhi segala larangannya dengan penuh kesadaran dan ketulusan”.26
Tujuan ini tampaknya di dasarkan pada salah satu sifat dasar yang
cenderung menjadi orang yang baik, yakni kecenderungan untuk

24
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta : PT Bina Aksara, 1987) Cet. Ke-1, h.
119
25
M. Arifin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat, (Jakarta : Golden
Terayon, tth), h. 80
26
Abudin Nata, Pendidikan dalam perspektif Al-quran, (Jakarta : UIN Pres Jakarta,
2005). Cet. Ke-1, h. 166

14
melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi larangannya, di samping
kecenderungan untuk menjadi orang yang jahat.
Jelaslah bahwa sesungguhnya tujuan pendidikan agama Islam identik
dengan tujuan hidup seseorang muslim, yaitu manusia yang selalu beribadah
setiap gerak hidupnya. Selain itu tujuan pendidikan agama Islam adalah
menghasilkan manusia muslim yang mempunyai kepribadian sempurna
dengan pola taqwa yang berarti bahwa pendidikan agama Islam diharapkan
menghasilkan manusia yang berguna baik untuk dirinya maupun untuk
masyarakat, serta senang dan gemar mengamalkan ajaran agama Islam dalam
hubungan dengan pencipta, manusia sesamanya dengan lingkungan dan
dengan dirinya sendiri agar tercapai kebahagiaan dan keselamatan hidup
didunia dan di akhirat.

D. Metode Pengajaran Agama Islam


Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani
”metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata: yaitu ”metha” yang berarti
melalui atau melewati dan ”hodos” yang berarti jalan atau cara. sehingga
dapat dipahami metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan
bahan pelajaran agar tercapai tujuan pengajaran.27
Selanjutnya jika kata metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan
Islam, dapat berarti bahwa metode sebagai jalan untuk menanamkan
pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi obyek
dan sasaran, yaitu pribadi Islami. Selain inti metode dapat pula berarti sebagai
cara untuk memahami, menggali dan mengembangkan ajaran Islam sehingga
terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Demikianlah ilmu
pendidikan Islam merangkum metodologi pendidikan Islam yang tugas dan
fungsinya adalah memberikan cara sebaik mungkin bagi pelaksanaan
operasional dan ilmu pendidikan tersebut.

27
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), h. 40

15
Penjelasan tentang metode-metode yang dapat dipakai dalam
pendidikan dan pengajaran agama Islam, dapat dilihat sebagai berikut:
1) Metode pembiasaan
Yaitu sebuah cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan
anak didik berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan
ajaran agama Islam.28
2) Metode Keteladanan
Keteladanan dalam bahasa Arab disebut “uswah, iswah” yang
berarti perilaku baik yang dapat ditiru oleh orang lain (anak didik).
Metode keteladanan memiliki peranan yang sangat signifikan dalam
upaya mencapai keberhasilan pendidikan. Bila dicermati historis
pendidikan di zaman Rasulullah Saw. Dapat dipahami bahwa salah
satu faktor terpenting yang membawa beliau kepada keberhasilan
adalah keteladanan (uswah). Rasulullah ternyata banyak memberi
keteladanan dalam mendidik para sahabat.
3) Metode Pemberian Ganjaran
Yaitu penghargaan yang diberikan kepada anak didik, atas
prestasi, ucapan dan tingkah laku positif dari anak didik. Ganjaran
dapat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap jiwa anak
didik untuk melakukan perbuatan yang positif dan bersikap progresif.
4) Metode Pemberian Hukuman
Hukuman dalam bahasa Indonesia, diartikan dengan “siksa”
dan sebagainya yang dikenakan kepada orang yang melanggar undang-
undang. Dalam istilah bahasa Arab hukuman diistilahkan dengan
“iqab”. Perinsip pokok dalam mengaplikasikan pemberian hukuman
yaitu, bahwa hukuman adalah jalan yang terakhir dan harus dilakukan
secara terbatas dan tidak menyakiti anak didik. Tujuan utama dari
pendekatan ini adalah untuk menyadarkan peserta didik dari
kesalahan-kesalahan yang ia lakukan.

28
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, h. 110

16
5) Metode Ceramah
Yang dimaksud dengan metode ceramah adalah cara
penyampaian sebuah materi pelajaran dengan cara penuturan lisan
kepada siswa atau khlayak ramai. Sejak zaman Rasulullah metode
ceramah merupakan cara yang paling awal yang dilakukan Rasulullah
Saw dalam menyampaikan wahyu kepada umat.
6) Metode Tanya Jawab
Metode Tanya jawab ialah penyampaian pelajaran dengan cara
guru mengajukan pertanyaan dan murid menjawab. Dalam sejarah
perkembangan Islam pun dikenal metode tanya jawab, karena metode
ini sering dipakai oleh Nabi Saw dan Rasul Allah.
Firman Allah Swt:

̍ø.Ïe%!$# Ÿ≅÷δr& (#þθè=t↔ó¡sù 4 öΝÍκöŽs9Î) ûÇrθœΡ Zω%y`Í‘ āωÎ) y7Î=ö6s% ∅ÏΒ $uΖù=y™ö‘r& !$tΒuρ

∩⊆⊂∪ tβθçΗs>÷ès? Ÿω óΟçGΨä. βÎ)


“Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki
yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada
orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”
(QS. al-Nahl 12: 43)29

7) Metode Diskusi
Metode diskusi dapat diartikan sebagai jalan untuk
memecahkan suatu permasalahan yang memerlukan beberapa jawaban
alternatif yang dapat mendekati kebenaran dalam proses belajar
mengajar. Metode ini bila digunakan dalam proses belajar mengajar
akan dapat merangsang murid untuk berfikir sistematis, kritis dan
bersikap demokratis dalam menyumbangkan pikiran-pikirannya untuk
memecahkan sebuah masalah.
8) Metode Sorogan
Metode sorogan adalah metode individual dimana murid
mendatangi guru untuk mengkaji suatu kitab dan guru

29
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h 408

17
membimbingnya secara langsung. Pada prakteknya si santri diajari dan
dibimbing bagaimana cara membacanya, menghafalnya, atau lebih
jauh lagi menterjemahkan atau mentafsirkannya.
9) Metode Bandongan
Metode bandongan adalah salah satu metode pembelajaran
dalam pendidikan islam, dimana siswa/santri tidak menghadap
guru/kyai satu demi satu, tetapi semua peserta didik menghadap guru
dengan membawa buku/kitab masing-masing. Kemudian guru
membacakan, menterjemahkan menerangkan kalimat demi kalimat
dari kitab yang dipelajari, sementara santri secara cermat mengikuti
penjelasan yang diberikan oleh kyai dengan memberikan catatan-
catatan tertentu. Cara belajar seperti ini paling banyak dilakukan di
pesantren-pesantren tradisional.
10) Metode Mudzakarah
Metode mudzakarah adalah metode yang digunakan dalam
proses belajar mengajar (PMB) dengan jalan mengadakan suatu
pertemuan ilmiah yang secara khusus membahas masalah-masalah
agama saja. Metode ini banyak digunakan oleh lembaga-lembaga
pendidikan yang disebut pesantren. Diantara tujuan dari metode ini
adalah untuk melatih santri agar terlatih dalam memecahkan masalah-
masalah yang berkembang dengan menggunakan kitab-kitab klasik
yang ada.
11) Metode Kisah
Metode kisah adalah suatu penyampaian materi pelajaran
dengan cara menceritakan kronologis terjadinya sebuah peristiwa baik
benar atau berbentuk fiktif belaka saja.
12) Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas merupakan salah satu cara di dalam
penyajian bahan pelajaran kepada siswa. Guru memberikan sejumlah
tugas terhadap murid-muridnya untuk mempelajari sesuatu, kemudian
mempertangung jawabkannya.

18
13) Metode karya Wisata
Metode karya wisata adalah suatu cara pengajaran yang
dilaksanakan dengan jalan mengajak anak didik ke luar kelas untuk
dapat memperlihatkan hal-hal atau peristiwa yang ada hubungannya
dengan bahan pelajaran.
14) Metode Eksprimen
Metode eksperimen adalah suatu metode dimana murid
melakukan pekerjaan akademis dalam mata pelajaran tertentu dengan
menggunakan media laboratorium.
15) Metode Drill/Latihan
Metode drill adalah suatu metode dalam menyampaikan
pelajaran dengan menggunakan latihan secara terus menerus sampai
anak didik memiliki ketangkasan yang diharapkan.
16) Metode Sosiodrama
Metode sosiodrama adalah salah satu bentuk metode belajar-
mengajar dengan jalan mendramakan atau memerankan sejumlah aksi.
Metode ini bertujuan bagaimana belajar memahami perasaan orang
lain, mengambarkan bagaimana seseorang memecahkan masalah serta
melukiskan bagaimana seharusnya seseorang bertindak atau bertingkah
laku dalam situasi social tertentu.
17) Metode Simulasi
Metode simulasi adalah salah satu dari sekian banyak cara
penyampaian materi pelajaran kepada anak didik dengan jalan berpura-
pura bermain tentang bagaimana seseorang merasa dan berbuat
sesuatu. Metode ini bertujuan untuk melatih siswa agar dapat
memahami dirinya dan lingkungannya sehingga mampu bersikap dan
bertindak sesuai dengan situasi yang dicapai.
18) Metode Kerja Lapangan
Metode kerja lapangan adalah suatu metode penyampaian
pelajaran dengan jalan mengajak anak didik ke lapangan sambil

19
memegang bahan dimaksud sehingga anak didik faham benar tentang
bahan tersebut.
19) Metode Demonstrasi
Metode demontrasi adalah metode mengajar dengan
menggunkan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau bahan
memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu proses pembentukan
tertentu kepada siswa.
20) Metode Kerja Kelompok
Metode kerja kelompok adalah salah satu dari sekian banyak
metode yang dapat digunakan dalam menyampaikan materi pelajaran
kepada anak didik. Metode ini dilakukan dengan cara membagi siswa
ke dalam beberapa kelompok baik kelompok kecil maupun kelompok
besar.30

E. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam


Nur Uhbiyati mengatakan bahwa ruang lingkup pendidikan Islam
adalah mencakup segala bidang kehidupan manusia di dunia di mana manusia
mampu memanfaatkan sebagai tempat menanam benih-benih amaliah yang
buahnya akan dipetik di akhirat nanti, maka pembentukan sikap dan nilai-nilai
amaliah Islamiah dalam pribadi manusia baru dapat efektif bilamana
dilakukan melalui proses kependidikan yang berjalan di atas kaidah-kaidah
ilmu pengetahuan kependidikan.31
Ruang lingkup pendidikan Islam mencakup kegiatan-kegitan
kependidikan yang dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan dalam
bidang atau lapangan hidup manusia yang meliputi:
1. Lapangan hidup keagamaan, agar perkembangan pribadi manusia sesuai
dengan norma-norma ajaran Islam.
2. Lapangan hidup berkeluarga, agar berkembang menjadi keluarga yang
sejahtera.
30
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, h. 195
31
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), cet. Ke-2,
h. 16

20
3. Lapangan hidup ekonomi, agar dapat berkembang menjadi sistem
kehidupan yang bebas dari penghisapan manusia oleh manusia.
4. lapangan hidup kemasyarakatan, agar terbina masyarakat yang adil dan
makmur di bawah ridha dan ampunan Allah SWT.
5. Lapangan hidup politik, agar tercipta sistem demokrasi yang sehat dan
dinamis sesuai dengan ajaran Islam.
6. lapangan hidup seni budaya, agar menjadi hidup manusia penuh keindahan
dan kegairahan yang tidak gersang dari nilai moral agama.
7. lapangan hidup ilmu pengetahuan, agar berkembang menjadi alat untuk
mencapai kesejahteraan hidup umat manusia yang dikendalikan oleh
iman.32
Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa ruang lingkup
materi pendidikan Islam meliputi kegamaan, kemasyarakatan, seni budaya dan
ilmu pengetahuan. Dengan demikian materi pendidikan Islam yang diberikan
di sekolah berperan untuk pengembangan potensi kreatifitas peserta didik dan
bertujuan untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Allah swt, cerdas, terampil, memiliki etos kerja yang tinggi. Berbudi pekerti
luhur, mandiri dan bertanggung jawab terhadap dirinya, agama, bangsa dan
negara.
Oleh karena itu, pendidikan agama Islam sangat bertolak belakang
dengan ilmu pendidikan non-Islam. Pengembangan pendidikan Islam adalah
upaya mengembangkan sebuah sistem pendidikan alternatif yang lebih baik
dan relatif dapat memenuhi kebutuhan umat Islam dalam menyelesaikan
semua problematika kehidupan yang mereka hadapi sehari-hari.

32
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam..., h 19-20

21
BAB III
ANAK DAN KELUARGA MUSLIM

F. Pengertian anak
Anak dalam bahasa Inggris disebut child. Dalam kamus lengkap
psikologi karangan J.P. Chaplin, child (anak; kanak-kanak) adalah seorang
anak yang belum mencapai tingkat kedewasaan bergantung pada sifat
referensinya, istilah tersebut bisa berarti seorang individu di antara kelahiran
dan masa puberitas, atau seorang individu di antara kanak-kanak (masa
pertumbuhan, masa kecil dan masa puberitas)33
Anak adalah keturunan yang kedua manusia, orang yang lahir dari
rahim ibu, baik laki-laki maupun perempuan atau khuntsa, sebagai hasil dari
persetubuhan antara dua lawan jenis.34
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia anak adalah manusia yang
masih kecil yang belum dewasa dan sedang dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan. 35 Sebagai manusia kecil yang belum dewasa, ia membutuhkan
bimbingan dan pendidikan dari orang tua dan pendidiknya dalam
perkembangannya menuju kedewasaan.
Muhammad Sa’id Mursi menjelaskan bahwa, anak-anak memiliki
karakteristik; banyak bergerak dan tidak mau diam, sangat sering meniru, suka
menentang, tidak dapat membedakan antara yang benar dan yang salah,

33
J.P. Chaplin Kamus lengkap Psikologi, terj dari Dictionary of psychology, oleh Kartini
Kartono, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004). Cet. Ke-9, h. 83
34
Tim Penyusun Ensiklopedia Hukum Islam, Ensklopedi Hukum Islam 1, (Jakarta : PT
Ictiar Baru Van Hoeve, 1996), Cet. 1, h. 112
35
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 32

22
banyak bertanya, memiliki ingatan yang tajam dan otomatis, menyukai
dorongan semangat, suka bermain dan bergembira, suka bersaing, berfikir
khayal, senang mendapatkan ketrampilan, perkembangan bahasanya cepat,
suka membuka dan menyusun kembali, berperasaan tajam.36
Beberapa ahli psikologi membagai tentang anak menjadi dua
kelompok yaitu anak awal dan anak akhir. Masa awal anak-anak adalah masa
secara umum kronologis ketika seseorang berumur antara 2-6 tahun.
Kehidupan anak pada masa ini dikategorikan sebagai masa bermain, karena
hampir seluruh waktunya digunakan untuk bermain. Masa akhir anak-anak,
yakni antara usia 6-12 tahun, di mana masa ini sering disebut sebagai masa
sekolah.37
Berikut pengertian anak yang peneliti batasi pada fase usia 6 sampai 12
tahun atau fase anak sekolah dasar. Elizabeth B. Hurlock menyebutkan “ akhir
masa kanak-kanak (late childhood) yang berlangsung dari usia enam tahun
sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Pada awal dan
akhirnya, masa akhir kanak-kanak ditandai oleh kondisi yang sangat
mempengaruhi penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial anak.38

G. Pengertian Perkembangan Anak


Istilah perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang
terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Seperti yang
dikatakan oleh Van den Daele “Perkembangan berarti perubahan secara
kualitatif” ini berarti bahwa perkembangan bukan sekedar penambahan
beberapa sentimeter pada tinggi badan seseorang atau peningkatan kemauan
seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari banyak sturktur dari fungsi
yang kompleks.39

36
Muhammad Said Mursi, Melahirkan Anak Masya Allah, terj. Dari Fan Tarbiyah al-
Aulad fi al-Islam Oleh Ali Yahya, (Jakarta: Cendekia, 2001), h. 16
37
Elfi Mu’awanah dan Rifa Hidayah, Bimbingan Konseling Islam di Sedolah Dasar,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet.2, h. 6
38
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, ( Jakarta: Erlangga, 1980), h. 146
39
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, ( Jakarta: Erlangga, 1980), h. 2

23
Perkembangan dapat juga diartikan sebagai The Progressive and
Continous change in the organism from brith to death (suatu perubahan yang
progresif dan kontinu dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati)
Perkembangan dapat juga diartikan sebagai perubahan-perubahan yang
dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau
kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan
berkesinambungan.40
Jadi, perkembangan dapat juga dikatakan sebagai suatu urutan-urutan
perubahan yang bertahap dalam suatu pola yang teratur dan saling
berhubungan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam perkembangan ini
bersifat tetap, menuju ke suatu arah, yaitu ke suatu tingkat yang lebih tinggi.
Contohnya : anak diperkenalkan bagaimana cara memegang pensil, membuat
huruf-huruf dan diberi latihan oleh orang tuanya. Kemampuan belajar menulis
akan mudah dan cepat dikuasai anak apabila proses latihan diberikan pada saat
otot-ototnya telah tumbuh dengan sempurna, dan saat untuk memahami
bentuk huruf telah diperolehnya. Dengan demikian anak akan mampu
memegang pensil dan membaca bentuk huruf. Melalui belajar anak akan
berkembang, dan akan mampu mempelajari hal hal yang baru. Perkembangan
akan dicapai karena adanya proses belajar, sehingga anak memperoleh
pengalaman baru dan menimbulkan perilaku baru.
Dari uraian pengertian perkembangan di atas perlu disadari bahwa
pertumbuhan fisik mempengaruhi perkembangan psikis individu, karena pada
suatu saat tertentu kedua istilah ini dapat digunakan secara bersamaan. Dengan
kata lain, perkembangan merupakan hasil dari pertumbuhan, pematangan
fungsi-fungsi fisik, pematangan fungsi-fungsi psikis.

H. Ciri-ciri perkembangan anak


Perkembangan yang penulis maksud disini adalah pada akhir masa
kanak-kanak yaitu masa sekolah :

40
Netty Hartati. Dkk, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT. rajagrafindo Persada, 2004) cet.
1, h. 13-14

24
1. Masa yang menyulitkan, yaitu suatu masa dimana ia lebih banyak di
pengaruhi oleh teman-teman sebaya dari pada orang tua
2. Usia yang tidak rapih, suatu masa dimana anak cenderung tidak
mempedulikan atau ceroboh dalam penampilan, meskipun peraturan
keluarga yang ketat mengenai kerapihan dan perawatan barang-barangnya.
3. Usia bertengkar, yaitu suatau masa dimana banyak terjadi pertengkaran
antar keluarga dan suasana rumah yang tidak menyenangkan bagi semua
anggota keluarga41
4. Usia penyesuaian diri karena anak-anak pada masa ini ingin meyesuaikan
diri dengan standar yang disetujui kelompok dalam penampilan, berbicara
dan prilaku lainnya penyesuaian ini dirasakan anak, sehingga apabila ia
tidak mampu dalam penyesuaian ini ia akan menjadi anak yang terisolir,
menyisihkan diri dan hidupnya tidak bahagia, merasa tidak berarti
dibandingkan dengan teman anak-anak lainnya yang popular.

Pada umur kurang lebih 12 tahun, masa anak-anak sudah berakhir


baginya. Tenaga, badanya sudah cukup berkembang, telah banyak
pengetahuan dan sudah banyak berfikir secara logis dan telah biasa menguasai
hawa nafsunya dalam beberapa hal. Ia tidak menghendaki dirinya lebih dari
kemampuannya dan biasanya merasa senang dengan kehidupannya. Demikian
anak yang berusia 12 tahun menjadi anak yang tenang dan berkesinambungan
tetapi itu tidak lama karena akan timbul kegelisahan sebagai tanda krisis baru
dalam perkembangannya.

I. Fase-fase perkembangan anak


Usia anak sekolah dasar, bukan lagi seperti anak-anak yang mau di
timang-timang dan di perlakukan seperti anak balita. Karena sekarang mereka
telah mengalami perkembangan di berbagai macam aspek, antara lain42 :

41
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, ( Jakarta: Erlangga, 1980), h. 147
42
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (PT: Remaja Rosdakarya,
2010) Cet. Ke-11, h. 178

25
1. Perkembangan Intelektual
Pada usia sekolah dasar 6-12 tahun anak sudah dapat mereaksi
rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang
menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (seperti,
membaca, menulis, dan menghitung). Sebelum masa ini yaitu masa pra
sekolah daya pikir anak masih bersifat imajinatif, berangan-angan
(berhayal) sedangkan pada usia SD daya fikirnya sudah berkembang
kepada cara berfikir konkrit dan rasional (dapat diterima akal) walau
sifatnya masih sangat sederhana. Periode ini ditandai dengan tiga
kemampuan atau kecakapan baru, yaitu mengklasifikasikan
(mengelompokan), menyusun, atau mengasosiasikan (menghubungkan
atau menghitung angka-angka atau bilangan). Kemampuan yang berkaitan
dengan perhitungan (angka) seperti menambah, mengurangi, mengalikan
dan membagi. Disamping itu, pada akhir masa ini anak sudah memiliki
kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang sederhana.
2. Perkembangan Bahasa
Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam
pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran
dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak
dengan menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang, gambar atau
lukisan. Dengan bahasa semua manusia dapat mengenal dirinya, sesama
manusia, alam sekitar, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai moral atau agama.
3. Perkembangan sosial
Maksud perkembangan social ini adalah pencapaian kematangan
dalam hubungan social. Dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk
menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral
(agama). Perkembangan social pada anak-anak sekolah dasar ditandai
dengan adanya perluasan hubungan, disamping dengan keluarga juga

26
dimulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya, teman sekelas,
sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas.43
Pada usia ini anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri
sendiri (egosentris) kepada sifat yang kooperatif (bekerja sama) atau
sosiosentris (mau memperlihatkan kepentingan orang lain). Anak dapat
berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya. Dan bertambah
kuat keinginannya untuk di terima menjadi anggota kelompok, dia merasa
tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya.
4. Perkembangan Emosi
Menginjak usia sekolah dasar, anak mulai menyadari bahwa
pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima dalam masyarakat.
Oleh karena itu dia mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol
ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui
peniruan dan latihan (pembiasaan). Dalam proses peniruan, kemampuan
orang tua dalam mengendalikan emosinya sangatlah berpengaruh. Apabila
anak dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang suasana
emosionalnya stabil, maka perkembangan keluarga cenderung stabil. Akan
tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan emosinya
kurang stabil dan kurang control (seperti, melampiaskan kemarahan
dengan sikap agresif, mudah mengeluh kecewa atau pesimis dalam
menghadapi masalah), maka perkembangan emosi anak cenderung kurang
stabil.
Untuk itu seyogyanya orang tua senantiasa menciptakan suasana
yang tenang, tentram dengan kasih sayang. Walaupun masalah tidak dapat
dijelaskan dari kehidupan ini, namun penyelesaiannya haruslah dengan
sikap yang tenang dan mencari solusinya dengan kepala dingin
5. Pengembangan Moral
Anak mulai mengenal konsep moral (mengenal benar-salah atau
baik-buruk) pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada umumnya,
mungkin anak tidak mengerti konsep moral ini, tetapi lambat laun anak

43
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, h.180

27
akan memahaminya. Usaha menanamkan konsep moral sejak usia dini
(prasekolah) merupakan hal yang seharusnya dilakukan, karena informasi
yang diterima anak mengenali benar-salah atau baik-buruk akan menjadi
pedoman pada tingkah lakunya dikemudian hari.
Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti pertautan atau
tuntutan dari orang tua dan lingkungan sekolahnya, pada akhir usia ini,
anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan.
Disamping itu anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk prilaku
dengan konsep benar-salah atau baik-buruk. Misalnya, dia memandang
atau menilai bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan tidak hormat kepada
orang tua merupakan suatu yang salah atau buruk. Sedangkan perbuatan
jujur, adil, dan bersikap hormat kepada orang tua dan guru merupakan
suatu yang benar

J. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak


Perkembangan tiap-tiap anak berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Secara garis besarnya faktor-faktor tersebut dapat dibedakan
atas tiga faktor, yaitu:
1. Faktor-faktor yang bersal dari dalam diri individu.
Diantara faktor-faktor di dalam diri yang sangat berpengaruh terhadap
perkembangan individu adalah:
a. Bakat atau pembawaan, anak dilahirkan dengan membawa bakat
tertentu. Bakat ini diumpamakan dengan bibit. Misalnya bakat musik,
seni, agama, akal yang tajam dan sebagainya. Dengan demikian
jelaslah bahwa bakat atau pembawaan mempunyai pengaruh terhadap
perkembangan individu.
b. Sifat-sifat keturunan, sifat-sifat keturunan yang individu dipusatkan
dari orang tua atau nenek moyang dapat berupa fisik dan mental.
c. Dorongan dan instink, dorongan adalah kodrat hidup yang mendorong
manusia melakukan sesuatu atau bertindak pada saatnya. Sedangkan
instink atau naluri adalah kesanggupan atau ilmu tersembunyi yang

28
menyuruh atau membisikkan kepada manusia bagaimanan cara-cara
melakasanakan dorongan batin.44

2. Faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu


Di antara faktor-faktor luar yang mempengaruhi perkembangan
individu adalah:
a. makanan, makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perkembangan individu.
b. Iklim, iklim atau keadaan cuaca juga berpengaruh terhadap
perkembangan dan kehidupan anak. Sifat-sifat iklim, alam dan udara
mempengaruhi pula sifat-sifat individu dan jiwa bangsa yang berada di
iklim yang bersangkutan.
c. Kebudayaan, latar belakang budaya suatu bangsa sedikit banyak juga
mempengaruhi perkembangan seseorang. Misalnya latar belakang
budaya desa keadaan jiwanya masih murni. Lain halnya dengan
seseorang yang hidup dalam kebudayaan kota yang sudah dipengaruhi
oleh kebudayaan asing.
d. Ekonomi, latar belakang ekonomi juga mempengaruhi perkembangan
anak. Orang tua yang ekonominya lemah, yang tidak sanggup
memenuhi kebutuhan pokok anak-anaknya dengan baik, sehingga
menghambat pertumbuhan jasmani dan perkembangan jiwa anak.
e. Kedudukan anak dalam lingkungan keluarga. Kedudukan anak dalam
lingkungan keluarga juga mempengaruhi perkembangan anak. Bila
anak itu merupakan anak tunggal, biasanya perhatian orang tua
tercurah kepadanya, sehingga ia cendrung memiliki sifat-sifat seperti,
manja, kurang biasa bergaul dengan teman-teman sebaya.

44
Desmita, Psikologi Perkembangan peserta didik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2010), cet.2, h 28

29
3. Faktor-faktor Umum
Faktor-faktor umum maksudnya unsur-unsur yang dapat digolongkan
dalam kedua penggolongan tersebut diatas, yaitu faktor dari dalam dan dari
luar diri individu.45
Diantara faktor-faktor umum yang mempengaruhi perkembangan
individu adalah:
a. Intelegensi, intelegensi merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi perkemabagan anak. Tingakat intelegensi yang erat
kaitannya dengan kecepatan perkembangan, misalnya anak yang
cerdas sudah dapat berbicara pada usia 11 bulan, anak yang rata-rata
kecerdasannya pada usia 16 bulan, bagi kecerdasan yang sangat rendah
pada usia 34 bulan, sedangkan bagi anak-anak idiot baru bisa bicara
pada usia 52 bulan.
b. Jenis kelamin, jenis kelamin juga memegang peranan yang penting
dalam perkembangan fisik dan metal seseorang. Dalam hal anak yang
baru lahir misalnya. Anak laki-laki sedikit lebih besar dari pada anak
perempuan, tetapi anak perempuan kemudian tumbuh lebih cepat dari
pada anak laki-laki.
c. Kesehatan, kesehatan juga merupakan salah satu faktor umum yang
mempengaruhi perkembangan individu mereka, kesehatan mental dan
fisiknya baik dan sempurna akan mengalami perkembangan dan
pertumbuhan yang memadai.
d. Ras, ras juga turut mempengaruhi perkembangan seseorang, misalnya
anak-anak dari ras Mediterranean (sekitar laut tengah) mengalami
perkembangan fisik lebih cepat dibandingkan dengan anak-anak dari
bangsa-bangsa Eropa Utara.46
Jadi, ketiga faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan dan
perkembangan anak untuk mencapai tingkat kematangan tergantung pada
sikap ibu dan ayah dalam menjaga dan memelihara anak dengan baik sesuai
45
Desmita, Psikologi Perkembangan peserta didik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2010), cet.2, h. 32
46
Desmita, Psikologi Perkembangan peserta didik,, h.27-33

30
kebutuhan dan perkembangannya. Hal ini tidak bisa dilakukan dengan baik
jika orang tuanya tidak memiliki pengetahuan dan tidak mengetahui hikmah
dari anak itu sendiri sebagai orang tuanya.

K. Pengertian Keluarga Muslim


Keluarga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu kerabat
yang paling mendasar dalam masyarakat yang terdiri dari ibu dan bapak
dengan anak-anaknya.47
Menurut Ibrahim Amini, keluarga adalah orang-orang yang
secara terus menerus atau sering tinggal bersama si anak, seperti
ayah, ibu, kakek, nenek, saudara laki-laki dan saudara perempuan
dan bahkan pembantu rumah tangga diantara mereka di sebabkan
mempunyai tanggung jawab menjaga dan memelihara si anak yang
menyebabkan si anak terlahir di dunia, mempunyai peranan yang
sangat penting dan kewajiban yang lebih besar bagi pendidikan si
anak.48

Salah satu tujuan syariat Islam adalah memelihara kelangsungan


keturunan melalui perkawinan yang sah menurut agama. Diakui oleh
undang-undang dan diterima sebagai dari budaya masyarakat. Keyakinan ini
sangat bermakna untuk membangun subuah keluarga yang dilandasi nilai-
nilai moral agama. Pada intinya lembaga keluarga terbentuk melalui
pertemuan suami dan istri yang permanen dalam masa yang cukup lama,
sehingga berlangsung proses reproduksi. Dalam bentuknya yang paling
umum dan sederhana, keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak.49
Firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21

Ÿ≅yèy_uρ $yγøŠs9Î) (#þθãΖä3ó¡tFÏj9 %[`≡uρø—r& öΝä3Å¡àΡr& ôÏiΒ /ä3s9 t,n=y{ ÷βr& ÿϵÏG≈tƒ#u ôÏΒuρ

∩⊄⊇∪ tβρ㍩3xtGtƒ 5Θöθs)Ïj9 ;M≈tƒUψ y7Ï9≡sŒ ’Îû ¨βÎ) 4 ºπyϑômu‘uρ Zο¨Šuθ¨Β Νà6uΖ÷t/

47
Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, Kamu Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta : Balai Pustaka, 1991) Cet. Ke-3, h. 471
48
Ibrahim Amini, Agar Tak Salah Mendidik (Jakarta : Al-Huda, 2006). Cet. Ke-1, h. 107
49
Fuaduddin TM, Pengasuh Anak dalam Keluarga Islam, (Jakarta:Lembaga kajian
Agama dan Jender, 1999) h. 4-5

31
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda bagi kaum yang berfikir”.(QS. Ar-Rum : 21)50

Keluarga dalam dimensi hubungan sosial ini mencakup keluarga


psikologis dan keluarga pendagogis, keluarga psikologis merupakan
sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan
masing-masing anggota memiliki pertautan batin sehingga terjadi saling
mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri.
Sedangkan keluarga pendagogis adalah suatu persekutuan hidup yang dijalin
oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan dengan
pernikahan, dengan maksud untuk saling menyempurnakan diri. Menurut Ali
Turkamani keluarga adalah “unit dasar dan unsur fundamental masyarakat,
yang dengan itu kekuatan-kekuatan yang tertip dalam komunitas sosial
dirancang dalam masyarakat”.51
Pada pengertian keluarga di atas bila dikaitkan dengan muslim, bahwa
muslim itu adalah penganut agama Islam, maka keluarga muslim dapat
diartikan sebagai suatu kesatuan yang didalamnya terdapat ayah, ibu, dan anak
yang menganut agama Islam. Keluarga memiliki tempat yang strategis dalam
menanamkan nilai keagamaan ke dalam pribadi anak, baik melalui interaksi
mendidik antara orang tua dengan anak-anaknya melalui proses sosialisasi
yang berlangsung setiap waktu. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan
primer bagi anak, yaitu lingkungan yang pertama dan utama bagi
perkembangan kepribadian anak..
Dalam Undang-Undang sistem pendidikan nasional No 20 Tahun 2003
menegasakan bahwa keluarga masuk dalam katagori pendidikan informal
yang diakui oleh Negara, yaitu pasal II, “Pendidikan informal adalah jalur
pendidikan keluarga dan lingkungan”. Keluarga merupakan tempat sosialisasi

50
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya., h. 644
51
Ali Turkamani, Bimbingan Kekuarga dan Wanita Islam, (Jakarta : Pustaka Hidayah
1992). Cet ke-1 h. 30

32
yang paling dasar bagi anak dalam mengarahkan jiwa dan kehidupannya
kepada pematangan pribadi sebagai muslim.
Oleh karena itu pendidikan keluarga muslim dilakukan berdasarkan
pada ajaran Islam. Pendidikan agama Islam dalam keluarga tidak terikat oleh
kurikulum sebagaimana lazimnya dalam pendidikan formal, tetapi
berlangsung secara praktis dalam kehidupan sehari-hari. Melalui proses
bimbingan orang tua, sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai kehidupan
sehingga setiap orang mendapatkannya sejak lahir hingga meninggal dunia.
Upaya orang tua menciptakan situasi dan kondisi bermuatan nilai moral, pada
dasarnya adalah mengupayakan agar anak mempunyai kesadaran dan
berprilaku taat moral yang sesungguhnya secara otonom berada di dalam
dirinya sendiri. Dasar nilai otonom pada anak-anak adalah identifikasi dan
orientasi diri.
Oleh karena itu, pola hidup keluarga (ayah dan ibu) merupakan model
ideal bagi peniruan dan pengidentifikasian perilaku dirinya. Pada anak usia
sekolah dasar, diperlukan bantuan dan kontrol untuk mengorganisasikan
aktivitas-aktivitasnya. Sehubungna dengan hal itu, Prof. Dr. Zakiah Darajat
menyatakan bahwa :
“Hubungan orang tua sesama mereka sangat mempengaruhi
pertumbuhan jiwa anak. Hubungan yang serasi, penuh pengertian dan
kasih sayang akan membawa kepada pembinaan pribadi yang tenang,
terbuka, dan mudah dididik, karena ia mendapatkan kesempatan yang
cukup baik untuk tumbuh dan berkembang”.52

Dari beberapa penjelasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa


keluarga muslim adalah lingkungan pertama dalam pendidikan karena dalam
keluarga inilah anak pertama kalinya mendapatkan pendidikan dan bimbingan.
Dan keluarga disebut sebagai lingkungan pendidikan yang utama karena
sebagian besar hidup anak berada dalam keluarga, maka pendidikan yang
paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga.
Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam
kehidupan keluarga. Dalam hal ini faktor penting yang memegang peranan

52
Zakiah Darajat. Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : Bulan Bintang 1996). Cet. Ke-15, h. 56

33
dalam menentukan kehidupan anak selain pendidikan, yang selanjutnya
digabungkan menjadi pendidikan agama. Karena sangat pentingnya
pendidikan agama, maka para orang tua harus berusaha memberikan
pendidikan agama kepada anak-anak mereka.

L. Fungsi dan Tanggung Jawab Keluarga


Dalam kehidupan manusia, keperluan dan hak kewajiban, perasaan
dan keinginan adalah hak yang komplek Pengetahuan dan kecakapan yang
diperoleh dari keluarga sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan
diri seseorang, dan akan binasalah pergaulan seseorang bila orang tua tidak
menjalankan tugasnya sebagai pendidik.
Secara sosiologis keluarga dituntut berperan dan berfungsi
untuk menciptakan suatu masyarakat yang aman, tenteram, bahagia dan
sejahtera, yang semua itu harus dijalankan oleh keluarga sebagai lembaga
sosial terkecil. Dalam buku Keluarga Muslim dalam Masyarakat Moderen,
dijelaskan bahwa berdasarkan pendekatan budaya keluarga sekurangnya
mempunyai tujuh fungsi. yaitu, fungsi biologis, edukatif, religius, protektif,
sosialisasi, rekreatif dan ekonomis.53
1. Fungsi biologis, perkawinan dilakukan antara lain bertujuan agar
memperoleh keturunan, dapat memelihara kehormatan serta martabat
manusia sebagai makhluk yang berakal dan beradab. Fungsi biologis inilah
yang membedakan perkawinan manusia dengan binatang.
2. Fungsi edukatif, keluarga merupakan tempat pendidikan bagi semua
anggotanya dimana orang tua memiliki peran yang cukup penting untuk
membawa anak menuju kedewasaan jasmani dan rohani dalam dimensi
kognisi, afektif maupun skill, dengan tujuan untuk mengembangkan aspek
mental, spiritual, moral, intelektual, dan profesioanl.
3. Fungsi relegius, keluarga merupakan tempat penanaman nilai moral agama
melalui pemahaman, penyadaran dan praktek dalam kehidupan sehari-hari

53
Mufidah, Psikologi Keularga Islam Berwawasan Gender. (Malang : UIN Press, 2008).
Cet. Ke-1, h. 43

34
sehingga mencipta iklim keagamaan didalamnya dengan demikian keluarga
merupakan awal mula seseorang mengenal siapa dirinya dan siapa
Tuhannya.
4. Fungsi protektif, adalah dimana keluarga menjadi tempat yang aman dari
gangguan internal maupun eksternal keluarga dan untuk menangkal segala
pengaruh negatif yang masuk didalamnya. Gangguan internal dapat terjadi
dalam kaitannya dengan keragaman kepribadian anggota keluarga,
perbedaan pendapat dan kepentingan, dapat menjadi pemicu lahirnya
konflik bahkan juga kekerasan. Adapun gangguan eksternal keluarga
biasanya lebih mudah dikenali oleh masyarakat karena berada pada wilayah
publik.
5. Fungsi sosialisasi, adalah mempersiapkan anak menjadi anggota
masyarakat yang baik, mampu memegang norma-norma kehidupan secara
universal baik interrelasi dalam keluarga itu sendiri maupun dalam
menyikapi masyarakat yang pluralistic lintas suku, bangsa, ras, golongan,
agama, budaya, bahasa maupun jenis kelaminnya.
6. Fungsi rekreatif, bahwa keluarga merupakan tempat yang dapat
memberikan kesejukan dan melepas lelah dari seluruh aktifitas masing-
masing anggota keluarga. Fungsi rekreatif ini dapat mewujudkan suasana
keluarga yang menyenangkan, saling menghargai, menghormati, dan
menghibur masing-masing anggota keluarga sehingga tercipta hubungan
harmonis, damai, kasih sayang dan setiap anggota keluarga merasa
“rumahku adalah surgaku”.
7. Fungsi ekonomis, yaitu keluarga merupakan kesatuan ekonomis dimana
keluarga memiliki aktifitas mencari nafkah, pembinaan usaha, perencanaan
anggaran, pengelolaan dan bagaimana memanfaatkan sumber-sumber
penghasilan dengan baik, mendistibusikan secara adil dan proporsional,
serta dapat mempertanggung jawabkan kakayaan dan harta bendanya secara
social dan moral
Melihat beragamnya fungsi keluarga tersebut, dapat disimpulkan
bahwa keluarga adalah institusi sentral penerus nilai-nilai budaya dan agama.

35
Artinya keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi seorang anak
mulai belajar mengenal nlai-nilai yang berlaku di lingkungannya, dari hal-hal
yang sepele seperti menerima sesuatu dengan tangan kanan sampai dengan
hal-hal yang rumit seperti intepretasi yang kompleks tentang ajaran agama
atau tentang berbagai interaksi manusia.
Dasar-dasar Tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anaknya
meliputi hal-hal berikut54:
1. Adanya motivasi atau dorongan cinta kasih yang menjiwai hubungan
orang tua dan anak.
2. Pemberian motivasi kewajiban moral sebagai konsekuensi kedudukan
orang tua terhadap keturunannya. Adanya tanggung jawab moral ini
meliputi nilai-nilai agama atau nilai-nilai spiritual.
3. Tanggung jawab sosial adalah bagian dari keluarga pada gilirannya akan
menjadi tanggung jawab masyarakat, bangsa dan negara.
4. Memelihara dan membesarkan anaknya. Tanggung jawab ini merupakan
dorongan alami untuk dilaksanakan, karena ia dapat hidup secara
berkelanjutan. Disamping itu juga ia bertanggung jawab dalam hal
melindungi dan menjamin kesehatan anaknya baik secara jasmaniah
maupun rohaniah.
5. Memberikan pendidikan dengan berbagai ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang berguna bagi kehidupan anak kelak, sehingga bila ia
telah dewasa akan mampu mandiri.

Demikanlah beberapa hal yang perlu diperhatikan sabagai tanggung


jawab orang tua terhadap anak, terutama dalam konteks pendidikan.
Kesadaran akan tanggung jawab mendidik dan membina anak secara terus
menerus perlu dikembangkan kepada setiap orang tua, sehingga pendidikan
yang dilakukan tidak lagi berdasarkan kebiasaan yang dilihat dari orang tua,

54
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008).
Cet. Ke-6. h, 44-45

36
tapi telah didasari oleh tiori-tiori pendidikan modern, sesuai dengan
perkembangan zaman.

M. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga muslim


Setiap orang tua tentu mendambakan anaknya menjadi anak yang
shaleh, yang memberi kesenangan dan kebanggaan kepada mereka.
Kehidupan seorang anak tak lepas dari keluarga (orang tua), karena sebagian
besar waktu anak terletak dalam keluarga. Peran orang tua yang paling
mendasar didalam mendidik agama kepada anak-anak mereka adalah
sebagai pendidik yang pertama dan utama, karena dari orangtualah anak
pertama kali menerima pendidikan, baik itu pendidikan umum maupun
agama. Adapun peranan orang tua dapat dibedakan menjadi dua macam
yaitu 1) orang tua berfungsi sebagai pendidik keluarga 2) orang tua berfungsi
sebagai pemelihara serta pelindung keluarga.55

1. Orang tua sebagai pendidik keluarga


Dari orang tualah anak-anak menerima pendidikan, dan bentuk
pertama dari pendidikan itu terdapat dalam keluarga, oleh karena itu orang
tua memegang peranan penting dan sangat berpengaruh atas pendidikan
anak.
Agar pendidikan anak dapat berhasil dengan baik ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan orang tua dalam mendidik antara lain:
a. Mendidik dengan ketauladanan (contoh)
Ketauladanan dalam pendidikan merupakan bagian dari sejumlah
metode yang paling efektif dalam mempersiapkan dan membentuk anak
secara moral, spritual dan sosial. Seorang pendidik merupakan contoh
ideal dalam pandangan anak yang tingkah laku dan sopan santunnya

55
. M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di lingkungan sekolah
dan keluarga, (Jakarta: Bulan Bintang: 1978), Cet. IV, h. 80

37
akan ditiru, bahkan semua keteladanan itu akan melekat pada diri dan
perasaannya.
Apabila kita perhatikan cara Luqman mendidik anaknya yang
terdapat dalam surat Luqman ayat 15 bahwa nilai-nilai agama mulai dari
penampilan pribadi luqman yang beriman, beramal saleh, bersyukur
kepada Allah SWT dan bijaksana dalam segala hal, kemudian yang di
didik dan di nasehatkan kepada anaknya adalah kebulatan iman kepada
Allah Swt semata, akhlak dan sopan santun terhadap kedua orang tua,
kepada manusia dan taat beribadah.
Sehubungan dengan hal tersebut, hendaklah orang tua selaku
memberikan contoh yang ideal kepada anak-anaknya, sering terlihat oleh
anak melaksanakan sholat, bergaul dengan sopan santun. Berbicara
dengan lemah lembut dan lain- lainnya. Dan semua itu akan ditiru dan
dijadikan contoh oleh anak
b. Mendidik dengan adab pembiasaan dan latihan.
Setiap anak lahir dalam keadaan suci, artinya ia dilahirkan di atas
fitrah (kesucian) bertauhid dan beriman kepada Allah Swt. Oleh karena
itu menjadi kewajiban orang tua untuk memulai dan menerapkan
kebiasaan, pengajaran dan pendidikan serta menumbuhkan dan
mengajak anak kedalam tauhid murni dan akhlak mulia.
Hendaknya setiap orangtua menyadari bahwa dalam pembinaan
pribadi anak sangat diperlukan pembiasaan-pembiasaan dan latihan-
latihan yang cocok dan sesuai dengan perkembangan jiwanya. Karena
pembiasaan dan latihan itu akan membentuk sikap tertentu pada anak,
yang lambat laun sikap itu akan terlihat jelas dan kuat, sehingga telah
masuk menjadi bagian dari pribadinya.
Abdullah Nashih Ulwan mengemukakan bahwa, Pendidikan
dengan pembiasaan dan latihan merupakan salah satu penunjang pokok
pendidikan dan merupakan salah satu pilar terkuat dalam pendidikan
dan motode paling efektif dalam membentuk iman anak serta

38
meluruskan akhlaknya. 56 Di sinilah bahwa pembiasaan dan latihan
sebagai suatu cara atau metode mempunyai peranan yang sangat besar
sekali dalam menanamkan pendidikan pada anak sebagai upaya
membina akhlaknya. Peranan pembiasaan dan latihan ini bertujuan
agar ketika anak tumbuh besar dan dewasa, ia akan terbiasa
melaksanakan ajaran-ajaran agama dan tidak merasa berat
melakukannya.
Pembiasaan dan latihan jika dilakukan berulang-ulang maka
akan menjadi kebiasaan, dan kebiasaan itulah yang nantinya
membuat anak cenderung melakukan yang baik dan meninggalkan
yang buruk dengan mudah.
c. Mendidik dengan nasehat
Di antara mendidik yang efektif di dalam usaha membentuk
keimanan anak, mempersiapkan moral, psikis dan sosial, adalah
mendidik dengan nasehat. Sebab nasehat ini dapat membukakan mata
anak-anak tentang hakikat sesuatu dan mendorongnya menuju situasi
luhur, menghiasinya dengan akhlak mulia, serta membekalinya dengan
prinsip-prinsip Islam.57 Nasehat yang tulus berbekas dan berpengaruh
jika memasuki jiwa yang bening, hati terbuka, akal yang bijak dan
berpikir. Nasehat tersebut akan mendapat tanggapan secepatnya dan
meniggalkan bekas yang dalam. Al-Quran telah menegaskan
pengetian ini dalam banyak ayatnya, dan berulang kali menyebutkan
manfaat dari peringatan dengan kata-kata yang mengandung petunjuk
dan nasehat yang tulus. 58 Diantaranya :

∩⊂∠∪ Ó‰‹Îγx© uθèδuρ yìôϑ¡¡9$# ’s+ø9r& ÷ρr& ë=ù=s% …çµs9 tβ%x. yϑÏ9 3“tò2Ï%s! y7Ï9≡sŒ ’Îû ¨βÎ)

56
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan anak dalam Islam, (Jakarta Pustaka Amani,
1995), Cet. I, h.65
57
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan anak dalam Islam…, h. 66
58
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan anak dalam Islam..., h. 70

39
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang
menggunakan pendengarannya,sedang dia menyaksikannya”.(Q.S Qaaf:
50:37)
Nasehat sangat berperan dalam menjelaskan kepada anak
tentang segala hakekat serta menghiasinya dengan akhlak mulia.
Nasehat orang tua jauh lebih baik dari pada orang lain, karena orang
tualah yang selalu memberikan kasih sayang serta contoh perilaku
yang baik kepada anaknya. Disamping memberikan bimbingan serta
dukungan ketika anak mendapat kesulitan atau masalah, begitupun
sebaliknya ketika anak mendapatkan prestasi.
d. Mendidik dengan pengawasan
Pendidikan yang disertai pengawasan yaitu mendampingi
anak dalam upaya membentuk akidah dan moral, mengasihinya dan
mempersiapkan secara psikis dan sosial, memantau secara terus
menerus tentang keadaannya baik dalam pendidikan jasmani maupun
dalam hal belajarnya.
Mendidik yang disertai pengawasan bertujuan untuk melihat
langsung tentang bagaimana keadaan tingkah laku anak sehari-harinya
baik dilingkungan keluarga maupun sekolah. Dilingkungan keluarga
hendaknya anak tidak selalu di marahi apabila ia berbuat salah,
tetapi ditegur dan dinasehati dengan baik. Sedangkan dilingkungan
sekolah, pertama-tama anak hendaknya diantar apabila ia ingin pergi
kesekolah. Supaya ia nanti terbiasa berangkat kesekolah dengan
sendiri. Begitu pula setelah anak tiba dirumah ketika pulang dari sekolah
hendaknya ditanyakan kembali pelajaran yang ia dapat dari gurunya.

2. Orang tua sebagai pemelihara dan pelindung keluarga


Selain mendidik, orang tua juga berperan dan bertugas melindungi
keluarga dan memelihara keselamatan keluarga, baik dari segi moril maupun
materil, dalam hal moril antara lain orang tua berkewajiban memerintahkan
anaknya untuk taat kepada segala perintah Allah Swt, seperti sholat, puasa

40
dan lain-lainnya. Sedangkan dalam hal materil bertujuan untuk kelangsungan
kehidupan, antara lain berupa mencari nafkah. 59
Menurut Abdul Rachman Shaleh, ada tida macam lingkungan
keagamaan dalam kehidupan keluarga yang sangat berpengaruh terhadap
perkembangan keagamaan dan proses belajar pendidikan agama yaitu:
Pertama, keluarga yang sadar akan pentingnya pendidikan agama bagi
perkembangan anak. Orang tua dari lingkungan keluarga yang demikan yang
akan selalu mendorong untuk kemajuan pendidikan Agama serta kebersamaan
mengajak anak untuk menjalankan agamanya. Orang tua mendatangkan guru
ngaji atau privat agama dirumah serta menyuruh anaknya untuk belajar di
Madrasah Diniyah dan mengikuti kursus Agama.
Kedua, keluarga yang acuh tak acuh terhadap pendidikan keagamaan
anak-anaknya. Keluarga yang semacam ini tidak mengambil peranan untuk
mendorong atau melarang terhadap kegiatan atau sikap keagamaan yang
dijalani anak-anaknya.
Ketiga, keluarga yang antipati terhadap dampak dari keberadaan
pendidikan agama di sekolah atau dari masyarakat sekitarnya. Keluarga yang
semacam ini akan menghalangi dan mensikapi dengan kebencian terhadap
kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh anak-anaknya dan keluarga
lainnya. 60
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa orang tua mempunyai
tanggung jawab besar dalam mendidik, khususnya didalam melindungi
keluarga dan memelihara keselamatan keluarga. Melindungi keluarga bukan
hanya memberikan tempat tinggal saja, tetapi memberikan perlindungan
supaya keluarga kita terhindar dari mala petaka baik didunia maupun di
akhirat nanti yaitu dengan cara mengajak keluarga kita kepada perbuatan-
perbuatan yang di perintahkan oleh Allah SWT dan menjauhi segala larangan-
larangannya. Memelihara keselamatan keluarga yaitu mengajarkan kita supaya

59
M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di lingkungan sekolah
dan keluarga, h. 88
60
Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, (Jakarta:
Gemawindu Pancaperkasa, 2000). Cet. I, h. 96

41
taat kepada Allah SWT, agar keluarga kita di berikan keselamatan oleh Allah
SWT baik di dunia maupun di akhirat.
Oleh karena itu pelaksanaan pendidikan Agama Islam dalam
keluarga harus benar-benar dilaksanakan. Dan sebagai orang tua harus
menjadi contoh yang baik bagi anak-anknya, karena anak itu sifatnya
menerima semua yang dilakukan, yang dilukiskan dan condong kepada semua
yang tertuju kepadanya. Jika anak itu dibiasakan dan diajari berbuat baik
maka anak itu akan hidup bahagia di dunia dan di akherat. Tetapi jika
dibiasakan berbuat jahat dan dibiarkan begitu saja, maka anak itu akan celaka
dan binasa. Maka yang menjadi ukuran dari ketinggian anak itu ialah terletak
pada yang bertanggung jawab (pendidik) dan walinya.

42
BAB IV
KONSEP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK ANAK
DALAM KELUARGA MUSLIM

A. Pengertian Pendidikan Menurut Al-quran


Berkaitan dengan istilah pendidikan dapat dipahami yaitu tarbiyah,
tazkiyah, tafaqquh, tadris, ta’lim, tadabur, dan mau’idzah. 61
Istilah-istilah tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Al-Tarbiyah, Istilah ini adalah termasuk istilah yang paling populer,
karena istilah ini termasuk yang paling banyak digunakan oleh para ahli
pendidikan. Kata al-Tarbiyah yang berasal dari kata rabb ini menurut al-
Raghib al-Asfahaniy adalah Huwa insya al-syai halan fi halan ila hadd al-
tamam yang berarti menumbuhkan/ membina sesuatu dengan setahap demi
setahap hingga mencapai batas yang sempurna.
2. Al- Tazkiyah, kata al-tazkiyah adalah isim masdar dari kata zakka yuzakki
tazkiyatan di dalam Al-Qur’an ayat yang berbunyi:

öΝÍκŽÏj.t“ãƒuρ ϵÏG≈tƒ#u öΝÍκöŽn=tã (#θè=÷Ftƒ öΝåκ÷]ÏiΒ Zωθß™u‘ z↵Íh‹ÏiΒW{$# ’Îû y]yèt/ “Ï%©!$# uθèδ

∩⊄∪ &Î7•Β 9≅≈n=|Ê ’Å∀s9 ã≅ö6s% ÏΒ (#θçΡ%x. βÎ)ρu sπyϑõ3Ïtø:$#uρ |=≈tGÅ3ø9$# ãΝßγßϑÏk=yèãƒuρ
Artinya: Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf
seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya
kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab

61
Abudin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press:
2005) cet. 1, h. 9

43
dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya
benar-benar dalam kesesatan yang nyata,

Menurut Quraish Shihab, bahwa mensucikan dapat diidentikkan dengan


mendidik, sedangkan mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak
didik dengan pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisika dan
fisika.
3. Al-Tafaqquh, di dalam al-Qur’an, kata tafaqquh diulang sebanyak 20 kali
dengan pengertian untuk arti memahami. Sebagaimana terdapat
dipotongan ayat yang berbunyi:

$ZVƒÏ‰tn tβθßγs)øtƒ tβρߊ%s3tƒ Ÿω ÏΘöθs)ø9$# ÏIωàσ‾≈yδ ÉΑ$yϑsù


Artinya: Maka Mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir
tidak memahami pembicaraan sedikitpun.
Yang dimaksud dengan pembicaraan pada ayat tersebut adalah pelajaran
dan nasehat-nasehat yang diberikan. Berdasarkan dari ayat tersebut terlihat
bahwa kata at-tafaqqahun mengandung arti memahami, mengetahui,
mengerti dan memperdalam. Pengertian ini erat kaitannya dengan kegiatan
memperoleh ilmu pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan sebagainya.
4. al-Tadris, istilah al-tadris. Menurut al-Raghib al-Ashafani bahwa kata
darasa berarti baqiya atsaruha wa baqiya al-atsar yaqtadli inmihauhu fi
nafsihi fa lizalika fussura al-durus bi al-inmiha, wa kazalika darasa al-
kitab wa darastu al-ilm tanawaltu atsaruhu fi al-hifdz. Wa lima tanawulu
dzalima bi al-mudawamah al-qira’ah ubbiria an idamah al-qira’ah bi al-
dars, yang artinya tersisa bekas, dan tersisa bekasnya ini mengharuskan
adanya usaha sungguh-sungguh, oleh karena pelajaran-pelajaran dijelaskan
dengan cara tuntas. Demikian pula mempelajari al-kitab dan mempelajari
ilmu akan tercapai dengan menghapal.
5. Al-Ta’lim, kata al-ta’lim adalah isim mashdar dari kata allama yu’allimu
ta’liman. Menurut al-Raghib al-Asfahani, kata al-ta’lim adalah al-tanbih
al-nafs litashawwur al-ma’aniy, yang artinya memperingatkan jiwa untuk
menggambar berbagai pengertian. Kata al-ta’lim terkait erat dengan proses

44
transfer of information (mengalihkan atau mengalirkan informasi) atau
transfer of knowledge ( mengalihkan atau mengalirkan ilmu pengetahuan).
6. At-Tadabbur, Kata tadabbura berasal dari kata dubura yang berarti lawan
dari kata menerima, yang berarti pula membelakangi. Kata al-tadabbur
juga serumpun dengan kata yudabbiru yang di dalam Al-Qur’an terkadang
berarti menciptakan, mengatur, memikir, dan merenungkan.
7. Al-Mau’idzah, istilah ini berasal dari kata al-wa’dz yang berarti khutbah,
nasehat, ucapan, dan setelah menjadi kata al-mau’idzah jamaknya
mawa’idz berarti pengajaran atau nasehat. Dalam Mu’jam Mufradat li
Alfadz al-Qur’an, al-Raghib al-Asfahani mengatakan “jazru muqtarinun
bitakhwif, qa al-khalil huwa al-tadzkir bi al-khair fima yariqqu luha al-
qalb, artinya: peringatan atau pencegahan yang dosertai menakut-nakuti.
Menurut al-Khalil al-wa’dzu berarti peringatan untuk berbuat baik yang
dapat menggetarkan hati nurani. 62

Dengan demikian, berbagai istilah yang terdapat di dalam Al-Qur’an


itu menghimpun berbagai jenis kegiatan pendidikan, pengajaran,
pembelajaran, penanaman dan sebagainya. Dengan demikian terlihat jelas
bahwa Al-Qur’an telah menghimpun berbagai istilah yang berkaitan dengan
pendidikan.
Pendidikan dalam perspektif Alquran dapat dilihat bagaimana Luqman
Al-Hakim memberikan pendidikan yang mendasar kepada putranya, sekaligus
memberikan contohnya, juga menunjukkan perbuatannya lewat pengamalan
dan sikap mental yang dilakukannya sehari-hari dalam rangka mendekatkan
diri kepada Allah SWT. Diantara wasiat pendidikan 'monumental' yang
dicontohkan Luqman lewat materi billisan dan dilakukannya lewat bilamal
terlebih dahulu adalah: Jangan sekali-kali menyekutukan Allah, berbuat
baiklah kepada kedua orang tua, jangan mengikuti seruan syirik, ingatlah
bahwa manusia itu pasti mati, hendaklah kita tetap merasa diawasi oleh Allah,

62
Abudin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press:
2005) cet. 1, h. 88

45
hendaklah selalu mendirikan sholat, kerjakan selalu yang baik dan tinggalkan
perbuatan keji, jangan suka menyombongkan diri, sederhanalah dalam
berpergian, dan rendahkanlah suaramu
Walaupun sederhana materi dan metode yang diajarkan Luqman Al-
Hakim kepada putranya termasuk kepada kita semua yang hidup di jaman
modern ini, namun betapa cermat dan mendalam filosofi pendidikan serta
hikmah yang dimiliki Luqman untuk dapat dipelajari oleh generasi berikutnya
sampai akhir jaman.
Jadi pendidikan dalam al-Quran sangat penting bagi kita umat Islam,
berarti berkaitan dengan mensucikan, membentuk prilaku dengan adap sopan
satun, seperti yang telah dicontohkan oleh Nabi pada umatnya.

B. Tipologi Pendidikan Menurut Luqman al-Hakim


1. Pendidikan Aqidah
Pendidikan aqidah terdiri dari pengesaan Allah, tidak
mensyarikatkan-Nya, dan mensyukuri segala nikmatnya. Larangan
mensyariatkan Allah SWT termuat dalam ayat yang berbunyi :

íΟù=Ýàs9 x8÷ŽÅe³9$# āχÎ) ( «!$$Î/ õ8Ύô³è@ Ÿω ¢o_ç6≈tƒ …çµÝàÏètƒ uθèδuρ ϵÏΖö/eω ß≈yϑø)ä9 tΑ$s% øŒÎ)ρu

∩⊇⊂∪ ÒΟŠÏàtã
“Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu
ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS.Luqman: 13)63

Pada ayat ini Luqman memberikan pendidikan dan pengajaran


kepada anaknya berupa aqidah yang mantap, agar tidak menyekutukan
Allah. Itulah aqidah tauhid, karena tidak ada Tuhan selain Allah, karena

63
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya., h 654

46
yang selain Allah adalah makhluk Allah, tidak berserikat di dalam
64
menciptakan alam ini.
Ketika menafsirkan ayat diatas, Ibnu Katsir mengatakan, “Sebagai
orang yang sangat mengasihi dan mencintai putranya. Luqman berwasiat
kepada putranya supaya menyembah Allah yang Esa dan tidak
menyekutukannya dengan sesuatu apapun. Sesungguhnya
mempersekutukan itu benar-benar merupakan kezaliman yang besar.65
Kewajiban seorang pendidik menumbuhkan anak atas dasar
pemahaman dan dasar-dasar pendidikan iman dan ajaran Islam sejak masa
pertumbuhannya. Sehingga anak akan terikat dengan Islam, baik aqidah
maupun ibadah, disamping menerapkan metode maupun peraturan. Setelah
petunjuk dan pendidikan ini ia pahami dan diamalkan, maka ia hanya akan
mengenal Islam sebagai Din-nya, Al-quran sebagai imannya dan
Rasulullah SAW, sebagai pemimpin dan teladannyaa.
Orang yang mempersekutukan Allah adalah suatu aniaya yang
besar, bahkan doa yang paling besar yang tidak ada ampunan dari Allah
walaupun ia bertaubat, karena pada dasarnya Allah mengajak manusia
agar membebaskan jiwa dan keyakinannya dari segala sesuatu selain
Allah.
Jiwa manusia adalah mulia, sebab itu hubungan manusia haruslah
langsung kepada Allah SWT. Jiwa yang di penuhi tauhid adalah jiwa yang
merdeka, tidak ada yang mengikat jiwa ini kecuali hanya dengan Allah,
bila manusia telah mempertuhankan yang lain, padahal yang lain itu
hanyalah makhluk belaka, maka manusia sendirilah yang membawa
jiwanya menjadi budak oleh makhluk yang lain
Ayat ini mendidik manusia bahwa keyakinan pertama dan utama
yang perlu di tanamkan dan di resapkan kepada anak (peserta didik) adalah
tauhid. Kewajiban ini di pikul di pundak orang tua (rumah tangga) sebagai

64
Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Pres Group 2007). Cet ke- 2, h.
185
65
Muhammad Nasib Ar-rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta, Gema Insani,
2000). Cet. Ke-3, h. 789

47
pendidik awal di dalam pendidikan informal. Demikian juga yang harus
dilaksanakan oleh pendidikan formal. Tujuannya agar anak (peserta didik)
terbebas dari perbudakan materi dan duniawi, sehingga keyakinannya
mantap dan aqidahnya kokoh, serta keyakinan itu perlu di resapkan sedini
mungkin di saat anak telah mulai banyak bertanya kepada orang tuanya.
Sedangkan perintah bersyukur dijelaskan ayat yang berbunyi :

Èβr& È÷tΒ%tæ ’Îû …çµè=≈|ÁÏùuρ 9÷δuρ 4’n?tã $—Ζ÷δuρ …絕Βé& çµ÷Fn=uΗxq ϵ÷ƒy‰Ï9≡uθÎ/ z≈|¡ΣM}$# $uΖøŠ¢¹uρuρ

∩⊇⊆∪ 玍ÅÁyϑø9$# ¥’n<Î) y7÷ƒy‰Ï9≡uθÎ9uρ ’Í< öà6ô©$#

“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada ibu-


bapanya, ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepadaku dan kepada ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah
kembalimu”. (QS. Luqman: 14)66

Pada ayat ini Tuhan memerintahkan kepada manusia agar mereka


menghormati, memuliakan dan berbuat baik kepada ibu bapaknya, sebab
karena keduanyalah manusia dilahirkan kemuka bumi. Oleh sebab itu
sudah sewajarnyalah jika keduanya dihormati dan dimuliakan. Apalagi
terhadap ibu yang sudah bersusah payah mengandung, susah bertambah
payahnya, mulai bulan pertama, tiap bertambah bulan bertambah pula
susah payahnya, sampai di puncak kepayahan sewaktu melahirkan. Lemah
sekujur tubuh kita menghejan anak keluar, kadang diikuti dengan raungan,
malah ada yang mengakibatkan kematian ibu karena melahirkan67.
Setelah anak lahir kewajiban orang tua khususnya ibu ialah,
menyusui, mengasuh, memomong, menjaga, memelihara sakit senangnya
sampai bisa tegak dan jatuh sampai bisa berjalan dalam masa dua tahun.
Ayat ini mendidik manusia agar seorang anak harus memuliakan,
menghormati, dan berbakti kepada ibu bapaknya, apalagi ibu bapaknya

66
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya., h 654
67
Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam,….h. 186-187

48
yang sudah renta. Bahkan setelah meninggalpun dianjurkan untuk
mendoakan keampunan ibu bapak terutama yang Islam
Pembinaan aqidah harus dilakukan secara bertahap tidak sekaligus
sesuai dengan kapasitas Intelektual yang mereka miliki. Sebab
bagaimanapun IQ mereka tidak sama. Disamping itu, juga diperlukan
pendidikan dengan melalui pendekatan keteladanan, sehingga mereka
tumbuh dalam rasa cinta kepada Allah
Dalam membina aqidah pada anak yang perlu diperhatikan adalah
harus dengan cara yang lembut dan penuh kasih sayang, karena
sesungguhnya Allah Maha lembut dan kasih. Selain itu kita juga harus
memahami tingkat usia mereka. Apabila hal yang kita ajarkan pada hari ini
belum dapat dimengerti maka kita harus bersabar dengan mengulanginya
pada waktu yang lain.

2. Pendidikan Ibadah
Pendidikan ibadah mencakup segala tindakan dalam kehidupan
sehari-hari, baik berhubangan dengan Allah seperti shalat, maupun dengan
sesama manusia. Pembinaan Ibadah merupakan penyempurnaan dari
pembinaan aqidah. Sebab ibadah memberikan santapan bagi aqidah
dengan ruhnya. Ia juga memberikan cerminan dari aqidah. Ketika seorang
anak memenuhi panggilan Rabbnya dan melaksanakan perintah-
perintahnya, maka hal itu berarti ia menyambut kecendrungan fitrah yang
ada dalam jiwanya sehingga ia akan menyiraminya.
Membentuk kesadaran beribadah akan lebih sempurna setelah
membangun dasar aqidah. Aqidah tetap kokoh maka perlu dipupuk dan
disiram dengan ibadah. Jadi ibadah dan aqidah merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan kepada Allah swt, dalam bentuk
shalat ini dinyatakan oleh QS Luqman ayat 17:

49
( y7t/$|¹r& !$tΒ 4’n?tã ÷ŽÉ9ô¹$#uρ ̍s3Ζßϑø9$# Çtã tµ÷Ρ$#uρ Å∃ρã÷èyϑø9$$Î/ öãΒù&uρ nο4θn=¢Á9$# ÉΟÏ%r& ¢o_ç6≈tƒ

∩⊇∠∪ Í‘θãΒW{$# ÇΠ÷“tã ôÏΒ y7Ï9≡sŒ ¨βÎ)


“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan
yang mungkar, dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa
kamu. Sesunggunya yang demikian itu termaksud hal-hal yang
diwajibkan oleh (Allah)”. (QS; Luqman: 17)68

Pada ayat ini Allah mengabadikan empat bentuk nasihat Luqman


untuk menetapkan jiwa anaknya, yaitu dirikanlah shalat, menyuruh berbuat
yang baik,(ma’ruf), mencegah berbuat munkar,dan bersabarlah atas segala
musibah. Inilah empat modal hidup yang diberikan Lukman kepada
anaknya dan diharapkan menjadi modal hidup bagi kita semua yang
disampaikan Muhammad kepada umatnya.
Ibnu Kasir menjelaskan, yang dimaksud dengan mendirikan shalat
adalah melaksanakan shalat sesuai dengan syarat dan rukunnya serta
menjaga waktu waktunya”. Menegakan shalat juga berarti mengamalkan
nilai-nilai yang terkandung dibalik simbol gerakan dan bacaan dalam
shalat, seperti keikhlasan, disiplin dan tawadhu. Inilah yang perlu
ditegakan dalam kehidupan sehari-hari.69
Perbuatan yang makruf adalah perbuatan baik menurut garis agama
(syara) dan akal serta diterima baik oleh masyarakat. Sedangkan perbuatan
munkar adalah perbuatan maksiat yang diharamkan menurut agama
(syara), tercela menurut penilaian akal, dimarahi Allah, tidak diterima baik
oleh masyarakat, serta diancam dengan siksaan neraka. 70
Pembinaan ketaatan beribadah pada anak di mulai dari dalam
keluarga. Anak yang masih kecil kegiatan ibadah yang lebih menarik
baginya adalah yang mengandung gerak. Anak-anak suka melakukan
shalat, meniru orang tuanya, kendatipun ia tidak mengerti apa yang

68
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya., h 655
69
Muhammad Nasib Ar-rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir…, h. 792
70
Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam…h. 190

50
dilakukannya itu. Pengalaman keagamaan yang menarik bagi anak di
antaranya shalat berjamaah, lebih-lebih lagi bila ia ikut shalat di dalam
shaf bersama orang dewasa. Di samping itu anak senang melihat dan
berada di dalam tempat ibadah (masjid, mushalla,surau dan sebagainya)
yang bagus rapi dan di hiasi dengan lukisan atau tulisan yang indah.71
Pengalaman yang tidak mudah lupa dilupakan oleh anak, suasana
shalat tarawih pada bulan ramadhan di masjid tempat tinggal dan shalat
hari raya, dimana ia berpakaian baru bersama teman-temannya, orang
tuanya dan orang banyak yang tampak bergembira.
Pada bulan Ramadhan anak-anak senang ikut berpuasa dengan
orang tuanya, walaupun ia belum kuat untuk melaksanakan ibadah puasa
itu seharian penuh, kegembiraan yang dirasakannya karena dapat berbuka
bersama dengan ibu bapak dan seluruh anggota keluarga.
Semua pengalaman keagamaan tersebut merupakan unsur-unsur
positif di dalam pembentukan kepribadiannya yang sedang tumbuh dan
berkembang.
Masa kanak-kanak bukan merupakan suatu masa pembebanan atau
pemberian kewajiban, akan tetapi merupakan suatu masa persiapan, latihan
dan pembiasaan untuk menyambut masa pembebanan kewajiban ketika ia
telah baligh nanti.
Dengan demikian pelaksanaan kewajiban nantinya akan terasa
mudah dan ringan, disamping juga sudah memiliki kesiapan yang matang
dalam mengarungi kehidupan dengan penuh keyakinan.
Rasulullah SAW memberikan kabar gembira yang besar kepada
anak-anak yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah. Imam Thabrani
meriwayatkan dari Abu Umammah ra. Bahwa ia berkata, Rasulullah SAW
bersabda:

‫ ﺑﻦ‬‫ﻔﹶﺮ‬‫ﻌ‬‫ﺎ ﺟ‬‫ﺛﹶﻨ‬‫ﺪ‬‫ ﺣ‬،‫ﺎﻧﹺﻲ‬‫ﻤ‬‫ ﺍﳊ‬‫ﻲ‬‫ﻳﺤ‬ ‫ﺎ‬‫ﺛﹶﻨ‬‫ﺪ‬‫ ﺣ‬،‫ﺮﹺﻱ‬‫ﺴﺘ‬‫ ﺍﻟﺘ‬‫ﺎﻕ‬‫ﺤ‬‫ ﺑﻦ ﺇﺳ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺎ ﺍﳊﹸﺴ‬‫ﺛﹶﻨ‬‫ﺪ‬‫ﺣ‬


‫ﻮﻝﹸ‬‫ﺳ‬‫ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺭ‬:‫ ﻗﹶﺎﻝﹶ‬،‫ﺔ‬‫ﺎﻣ‬‫ ﻋﻦ ﺃﰊ ﺃﻣ‬،‫ﻝﹴ‬‫ﻮ‬‫ﻜﹾﺤ‬‫ ﻣ‬‫ﻦ‬‫ ﻋ‬،ّ‫ﺎﻣﻲﹺ‬‫ ﺍﻟﺸ‬‫ﺎﻥ‬‫ﻨ‬‫ ﺃﰊ ﺳ‬‫ﻦ‬‫ ﻋ‬،‫ﺎﻥﹶ‬‫ﻠﹶﻴﻤ‬‫ﺳ‬
71
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, h. 61

51
‫ﻄﺎ ﻩ‬‫ ﺃﻋ‬‫ﻮﺕ‬‫ﻳﻤ‬ ‫ﱴ‬‫ ﺍﷲِ ﺣ‬‫ﺓ‬‫ﺎﺩ‬‫ﺒ‬‫ﻠﹶﻰ ﻋ‬‫ﺄ ﻋ‬‫ﺸ‬‫ ﻧ‬‫ﺊ‬‫ﺎﺷ‬‫ﺎ ﻧ‬‫ﻳﻤ‬‫ "ﺃ‬:‫ﻠﱠﻢ‬‫ﺳ‬‫ ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋ‬‫ﺍﷲِ ﺻ‬
."‫ ﻳﻘﺎ‬‫ ﺻﺪ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﻌ‬‫ﺴ‬‫ﺗ‬‫ ﻭ‬‫ﺔ‬‫ﻌ‬‫ﺴ‬‫ ﺗ‬‫ﺍﷲُ ﺃﺟﺮ‬
“Tidaklah seorang anak yang tumbuh dalam ibadah sampai ajal
menyemputnya melainkan Allah akan memberikan pahala
kepadanya serta dengan sembilan puluh sembilan Shiddiq (orang
yang benar/jujur)”.

Oleh karena itu orang tua harus memiliki peran yang utama dan
dominan terhadap anak dalam persiapan memasuki usia baligh dengan
bekal pengetahuan yang cukup tentang ibadah sebagai tujuan penciptaan
manusia.

3. Pendidikan Akhlak
Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam
Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah-satu misi kerasulan Nabi
Muhammad saw, yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia. Dalam salah-satu haditsnya beliau menegaskan:

 ْ‫ﺜﹾـ‬‫ﻌ‬‫ﺄﹶ ﺑ‬‫ﻤ‬‫ﻧ‬‫ﺍ‬
‫ﻼﹶ ﻕﹺ‬‫ ﺍ ﻟﹾﺎﹶ ﺧ‬‫ﻜﹶﺎ ﺭﹺ ﻡ‬‫ ﻣ‬‫ﻢ‬‫ﻤ‬‫ﺄﹸ ﺗ‬‫ﺖ ﻟ‬
“Hanya saja aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia”

Perhatian Islam yang demikian terhadap pembinaan akhlak ini


dapat pula dilihat dari perhatian Islam terhadap pembinaan jiwa yang
harus didahulukan dari pada pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik
inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik yang pada tahap
selanjutnya akan mempermudah menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan
pada seluruh kehidupan manusia, lahir dan bathin. Cara yang dapat
ditempuh untuk pembinaan akhlak adalah dengan pembiasaan yang
dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara kontinyu. Berkenaan dengan
itu pada dasarnya manusia dapat menerima segala usaha pembentukan
melalui pembiasaan dan melalui keteladanan.

52
Prof. Dr. Jalaludin mengaitkan akhlak dengan kepribadian Muslim,
Menurutnya,
kepribadian dalam konteks ini dapat diartikan sebagai identitas
yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas dari keseluruhan tingkah
laku sebagai muslim, baik yang ditampilkan dalam tingkah laku
lahiriah maupun batiniah. Tingkah laku lahiriah seperti cara
berkata-kata, berjalan, makan, minum, berhadapan dengan teman,
orang tua, teman sejawat, sanak family dan lain-lainnya.
Sedangkan sikap batin seperti sabar, tekun, disiplin, jujur, amanat,
ikhlas, toleran, dan berbagai sikap terpuji lainnya sebagai cermin
dari akhlaqul al-karimah.72

Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran,


instruksi, dan larangan, sebab tabi’at jiwa untuk menerima keutamaan itu
tidak cukup dengan hanya mengatakan jangan kerjakan ini dan jangan
kerjakan itu. Menanamkan sopan-santun memerlukan pendidikan yang
panjang dan harus ada pendekatan yang lestari. Pendekatan itu tidak akan
sukses, melainkan jika disertai dengan pemberian contoh teladan yang
baik dan nyata.73
Tujuan pendidikan akhlak dalam Islam itu untuk membentuk
orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara
dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana,
sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci.74 Tujuan akhlak
hendak menciptakan manusia sebagai mahluk yang tinggi dan sempurna
dan membedakannya dari mahluk-mahluk lainnya. Akhlak hendak
menjadikan orang berakhlak baik terhadap manusia, sesama makhluk dan
terhadap Tuhan.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa pendidikan akhlak
adalah pendidikan yang terpenting dalam Islam. Karena dengan akhlak
yang baik akan menjadikan kehidupan seseorang menjadi lebih baik. Dan
pendidikan akhlak sebaiknya dilakukan sejak kecil dengan cara

72
Jalaludin, Teologi Pendidikan , (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2002), cet. Ke-2, h.
194-195
73
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), cet. ke-6,
h. 165
74
Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam,… h.109

53
pembiasaan dan pemberian teladan secara berkesinambungan agar dapat
melekat pada diri anak hingga dewasa.
Akhlak adalah implementasi dari iman dalam bentuk perilaku.
Diantara contoh akhlak yang diajarkan oleh Luqman kepada anaknya
adalah:
a. Akhlak terhadap kedua ibu-bapak.
Dengan berbuat baik kepada keduanya, dan diingatkan Allah
bagaimana susah dan payahnya ibu mengandung dan menyusukan
anak sampai umur dua tahun. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah
SWT. (Qs. Al-Luqman:14).

È÷tΒ%tæ ’Îû …çµè=≈|ÁÏùuρ 9÷δuρ 4’n?tã $—Ζ÷δuρ …絕Βé& çµ÷Fn=uΗxq ϵ÷ƒy‰Ï9≡uθÎ/ z≈|¡ΣM}$# $uΖøŠ¢¹uρuρ

∩⊇⊆∪ 玍ÅÁyϑø9$# ¥’n<Î) y7÷ƒy‰Ï9≡uθÎ9uρ ’Í< öà6ô©$# Èβr&


“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada
dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu
bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu”. (QS. Luqman: 14)75

Bahkan anak harus tetap hormat dan memperlakukan kedua orang


tuanya dengan baik, kendatipun mereka mempersekutukan Tuhan, hanya
dilarang adalah mengikuti ajakan mereka untuk meninggalkan iman-
tauhid. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah swt, Qs. Al-Luqman:15.

( $yϑßγ÷èÏÜè? Ÿξsù ÖΝù=Ïæ ϵÎ/ y7s9 }§øŠs9 $tΒ ’Î1 š‚͍ô±è@ βr& #’n?tã š‚#y‰yγ≈y_ βÎ)ρu

¥’n<Î) ¢ΟèO 4 ¥’n<Î) z>$tΡr& ôtΒ Ÿ≅‹Î6y™ ôìÎ7¨?$#uρ ( $]ùρã÷ètΒ $u‹÷Ρ‘‰9$# ’Îû $yϑßγö6Ïm$|¹uρ

∩⊇∈∪ tβθè=yϑ÷ès? óΟçFΖä. $yϑÎ/ Νà6ã∞Îm;tΡé'sù öΝä3ãèÅ_ötΒ


“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan
Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka
janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di

75
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya., h 654

54
dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-
Ku, Kemudian Hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka
Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan”. (QS.
Luqman: 15)76

Dari uraian tersebut jelas dipahami bahwa seburuk apapun tingkah


laku yang diperbuat oleh orang tua, sebagai anak harus tetap menghormati
orang tua. Karena beliaulah yang telah melahirkan dan mendidik anak-
anaknya. Beberapa hal pula yang harus dilakukan oleh orang tua guna
pelaksanaan pendidikan akhlak dalam keluarga, yaitu diantaranya:
1) Menanamkan akidah yang sehat
2) Latihan beribadah
3) Mengajarkan kepada anak sesuatu yang halal dan yang haram
4) Belajar
5) Hukuman
6) Persahabatan orang tua dan anak
7) Membiasakan anak meminta izin
8) Adil terhadap anak-anak
9) Saling menopang keluarga
10) Membantu anak yatim.77

Dengan pembiasaan dan keteladanan sikap-sikap tersebut akan


membentuk akhlak anak menjadi akhlak al-karimah. Sehingga sifat dan
sikap yang telah tertanam sejak kecil akan terus melekat dalam dirinya dan
akan terus menjadi kebiasan yang akan ia lakukan dalam kehidupan
sehari-hari.
Selain itu agar pelaksanaan pendidikan dilingkungan keluarga
dapat berhasil sebagaimana yang diharapkan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh orang tua:

76
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya., h 654
77
Syaikh M. Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2007), cet. ke-2, h. 125-148.

55
1) Usahakan terciptanya suasana yang baik dan harmonis dalam
lingkungan keluarga, yaitu suasana kasih sayang, tolong menolong
antara anggota keluarga sehingga tercipta suasana rasa tentram dan
bahagia penuh kegembiraan.

2) Tiap-tiap anggota keluarga harus berpegang pada hak dan tugas


kewajibannya masing-masing.

3) Orang tua dan orang dewasa lain dalam keluarga harus mengetahui
dan memahami tabiat dan sifat-sifat anak.

4) Hindarkan segala sesuatu yang dapat merusak pertumbuhan atau


perkembangan jiwa si anak.

5) Biarkan anak bermain dan bergaul dengan teman-teman sebayanya


di lingkungan keluarga.78

Dengan memperhatikan beberapa hal yang telah di uraikan di atas,


orang tua dapat memetik dari hasil pembinaan akhlak, yakni terhindarnya
anak-anak dari tabiat-tabiat tercela dan sebagai langkah penanggulangan
terhadap timbulnya kenakalan remaja. Dengan demikian pembinaan
akhlak menurut Ibnu Maskawih dapat memberi sumbangan positif bagi
ketentraman dan keamanan masyarakat dari kejahatan pada umumnya,
terutama gangguan kenakalan remaja. Sebab pada hakikatnya penjahat
yang sudah dewasa merupakan perkembangan lebih lanjut dari kebiasaan
melakukan kejahatan di waktu kecil.79 Dengan pembinaan akhlak dari
kecil yang ditanamkan oleh orang tua, akan menjadikan anak berbudi-
pekerti luhur yang tidak hanya ditujukan kepada orang tuanya saja,
melainkan juga kepada orang tua lainnya.
b. Akhlak terhadap orang lain.

78
Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Press, 2005), h.26.
79
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), cet.
ke-2, h. 149.

56
Selain penanaman akhlak terhadap kedua orang tua, pendidikan
akhlak dalam keluarga juga perlu menanamkan akhlak terhadap orang lain.
Akhlak terhadap orang lain, mencakup adab, sopan santun dalam bergaul,
tidak sombong dan tidak angkuh, serta berjalan sederhana dan bersuara
lembut.80 Hal ini dijelaskan dalam firman Allah swt, Qs. Al-Luqman:18-
19

=Ïtä† Ÿω ©!$# ¨βÎ) ( $—mttΒ ÇÚö‘F{$# ’Îû Ä·ôϑs? Ÿωuρ Ĩ$¨Ζ=Ï9 š‚£‰s{ öÏiè|Áè? Ÿωuρ

ts3Ρr& ¨βÎ) 4 y7Ï?öθ|¹ ÏΒ ôÙàÒøî$#uρ šÍ‹ô±tΒ ’Îû ô‰ÅÁø%$#uρ ∩⊇∇∪ 9‘θã‚sù 5Α$tFøƒèΧ ¨≅ä.

∩⊇∪ ΎÏϑptø:$# ßNöθ|Ás9 ÏN≡uθô¹F{$#


“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia
(karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi
dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu
dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-
buruk suara ialah suara keledai”. (QS. Luqman: 18-19)81

Pendidikan akhlak di dalam keluarga dilaksanakan dengan contoh


dan teladan dari orang tua. Perilaku dan sopan santun orang dalam
berhubungan dan pergaulan antara ibu dan bapak, perlakuan orang tua
terhadap anak-anak mereka, dan perlakuan orang tua terhadap orang lain
di dalam lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat akan menjadi
teladan bagi anak-anak.82 Bila kedua orang tuanya memiliki hubungan
yang baik dengan orang lain, niscaya anak-anaknya pun akan memiliki
hubungan yang baik pula. Hal ini dikarenakan anak-anak pada masa-masa
tertentu masih mengikuti ataupun mengimitasi hal-hal yang dilakukan oleh
kedua orang tuanya. Oleh karena itulah, orang tua hendaknya menjadi
teladan yang baik bagi anak-anaknya.

80
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1995), cet. Ke-2, h. 59.
81
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya., h 655
82
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, h. 59-60.

57
c. Akhlak dalam penampilan diri.
Selain harus memperhatikan pembinaan akhlak terhadap orang tua
dan orang lain, orang tua juga tidak boleh mengabaikan pembinaan akhlak
yang harus dilakukan oleh seorang anak terhadap penampilan dirinya
sendiri. Hendaknya orang tua memberikan contoh dalam berpakaian yang
sesuai dengan aturan agama, yaitu menutup aurat dan tidak berlebih-
lebihan dalam berpakaian maupun berpenampilan. Karena sesuatu yang
berlebih-lebihan itu di larang dalam agama, pernyataan ini dijelaskan
dalam firman Allah swt, Qs. Al-Isra: 26.

#—ƒÉ‹ö7s? ö‘Éj‹t7è? Ÿωuρ È≅‹Î6¡¡9$# tø⌠$#uρ tÅ3ó¡Ïϑø9$#uρ …絤)ym 4’n1öà)ø9$# #sŒ ÏN#uuρ

∩⊄∉∪
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan
haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan
dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros”. (QS. Luqman: 26)83

Dalam ayat di atas telah dijelaskan bahwa janganlah menghambur-


hamburkan harta untuk hal-hal yang tidak terlalu dibutuhkan. Dari ayat
tersebut pula orang tua dapat menerangkan kepada anak-anak agar tidak
berlebih-lebihan dalam berpenampilan. Dan sebaiknya uang yang berlebih
dapat disumbangkan kepada saudara-saudara seiman yang lebih
membutuhkan, hal ini juga dapat menanamkan sifat dermawan dan
pembiasaan beramal kepada diri anak.
Pendidikan akhlak dengan cara mempergunakan petunjuk,
tuntunan, nasehat, menyebutkan manfaat dan bahaya-bahayanya sesuatu,
menjelaskan hal-hal yang manfaat dan yang tidak, menuntun yang tinggi
dan menghindari hal-hal yang tercela. Dapat lebih efektif dilakukan oleh
orang tua terhadap anaknya sejak usia dini, dikarenakan anak-anak pada

83
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya., h 654

58
usia tersebut masih sangat mengidolakan kedua orang tuanya. Sehingga
mereka masih mengikuti dan menirukan apa yang dikatakan dan diperbuat
oleh kedua orang tuanya.

Selain itu, wasiat-wasiat yang baik dalam bidang pendidikan


akhlak anak-anak dapat disebutkan sebagai berikut:

1) Sopan-santun adalah warisan yang terbaik

2) Budi-pekerti yang baik adalah teman yang sejati

3) Mencapai kata mufakat adalah pimpinan yang terbaik

4) Ijtihad adalah perdagangan yang menguntungkan

5) Akal adalah harta yang paling bermanfaat

6) Tidak ada bencana yang lebih besar dari kejahilan

7) Tidak ada kawan yang lebih buruk dari mengagungkan diri


sendiri.84

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa pendidikan akhlak dalam


keluarga harus dimulai sejak kecil, dikarenakan anak masih menirukan dan
mengikuti apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya, oleh sebab itulah
orang tua hendaknya menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Oleh
karenanya pendidikan dan pembinaan akhlak yang dilakukan sejak dini
lebih efektif jika dibandingkan melakukan pendidikan dan pembinaan
akhlak ketika anak sudah memasuki usia remaja.

Keluarga juga perlu menciptakan suasana yang nyaman dan


tentram bagi anak-anaknya agar pembinaan akhlak dapat terlaksana dan
terwujud dengan baik. Pendidikan akhlak dalam keluargapun tidak hanya
mencakup akhlak anak terhadap orang tua, akhlak anak terhadap orang

84
Moh. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1970), h. 111

59
lain, melainkan pula akhlak terhadap penampilan dirinya sendiri. Dengan
tiga pendidikan akhlak yang ditanamkan oleh keluarga inilah, diharapkan
agar terwujudnya anak-anak yang berakhlak mulia hingga mereka dewasa,
tidak hanya dilingkungan keluarganya saja juga di lingkungan masyarakat
tempat mereka bergaul dan berkehidupan.

C. Upaya-upaya Keluarga Muslim Dalam Menumbuhkan Pendidikan


Agama Islam Pada Anak
Sebagaimana dikatakan Hj. Mufidah tentang keluarga yaitu “sebuah
institusi terkecil di dalam masyarakat yang berfungsi sebagai wahana untuk
mewujudkan kehidupan yang tentram, aman, damai, dan sejahtera dalam
suasana cinta dan kasih sayang diantara anggotanya”.85 Jadi keluarga disini
berfungsi sebagai wadah pembinaan anak-anak. Karena masa kanak-kanak
manusia berlangsung lebih lama di bandingkan makhluk lainnya. Itu karena
fase kanak-kanak manusia merupakan tahapan persiapan, pembinaan dan
penggemblengan agar mereka sanggup memainkan peran yang di bebankan
kepadanya dalam fase berikutnya, karena itu kebutuhan kanak-kanak akan
kedekatan kepada orang tuanya adalah lebih besar dibandingkan dengan
kebutuhan anak-anak binatang. Keluarga yang mapan, tenang, dan nyaman
merupakan sarana pembinaan terbaik. Kaluarga yang demikian telah mampu
membesarkan manusia yang sanggup memainkan perannya dalam kehidupan
ini.
Pendidikan dan Pembinaan anak dalam keluarga berbeda dengan
pendidikan diluar keluarga. Diluar keluarga bisa-bisa si anak malah tersesat
pada lingkungan yang tidak kondusif dan tidak patut pembinaan dan
penyiapan mereka. Islam membangun system keluarga diatas asas yang kuat,
cermat dan berangkat dari realitas kehidupan. Aturan yang ditawarkannya
menjamin terbinanya keluarga bahagia, lantaran nilai kebenaran yang di
kandungnya serta keserasiannya yang dalam dengan fitrah manusia. Kita dapat
dengan mudah menemukan ayat-ayat Al-Quran yang berisi aturan-aturan dan

85
Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender…, h. 37

60
sendi-sendi yang merupakan pilar penopang bagi terbinanya sebuah keluarga
ideal.
Al-quran membangun sebuah keluarga yang kuat untuk membentuk
suatu tatanan masyarakat yang sanggup memelihara aturan-aturan Allah dalam
kehidupan seorang muslim harus mempersiapkan pengabdiaanya ditengah
masyarakat dalam lingkunagn keluarga. Didalamnya dia dipersiapkan dan di
gembleng sedemikan rupa agar sanggup mengurangi kehidupan di lingkungan
masyarakat yang lebih luas. Oleh karena itu Islam lebih intens memperhatikan
keluarga membinanya diatas asas yang kokoh sejalan dengan tuntunan fitrah
dasar, serta menjaganya agar tidak ternoda oleh kekejian dan kecendrungan
untuk meremehkan hal-hal yang di larang agama.
Adapun upaya-upaya yang dilakukan keluarga dalam hal menanamkan
pendidikan keagamaan bagi anak, penulis membatasi dalam hal sebagai
berikut:
1. Menanamkan Nilai-Nilai Aqidah Pada Anak.
Anak yang baik merupakan harapan bagi setiap orang tuanya.
Untuk menjadi anak yang baik, Islam memiliki tuntunan tersendiri
dengan berdasarkan Al-Quran, Hadits, atau Sunnah Rasulullah SAW,
dan kebijakan para ulama:
Diantara tuntunan yang ada penulis hanya memilih beberapa hal
yang paling esensi, antara lain:
a. Nilai Tauhid
Nilai tauhid merupakan nilai yang sangat utama dalam
pendidikan Islam, nilai ini mutlak di miliki oleh setiap umat Islam
dan di jadiakan landasan keimanan untuk mengakui keesaan sang
maha pencipta, karena utamanya Allah menurunkan ayat nya dalam
surat Al-Ikhlas untuk melihat keberadaan Allah SWT. Rasulullah
SAW menganjurkan agar setiap anak yang baru saja dilahirkan,
hendaklah di perdengarkan kalimat tauhid dengan suara azan dan

61
Iqamat.86 Dengan demikian seorang anak ketika ia di lahirkan akan
mendapatkan lantunan kalimat yang menyatakan kebesaran Allah
dan kesaksian Islam. Azan ini memiliki pengaruh yang sangat kuat
dan maksud yang sangat agung di hati kedua orang tua anak
tersebut.87 . hal ini dilakukan agar suara pertama kali yang didengar
dan direkam dalam memori anak tidak lain hanyalah kalimah-
kalimah yang indah atau thayyibah, yang memuat pengagungan dan
mengesakan Allah, pengakuan kerasulan Muahammad serta ajakan
shalat agar anak menjadi orang yang beruntung.
Bagi anak usia sekolah penanaman nilai tauhid merupakan
landasan keimanan agar kelak dapat terhindar dari penyimpangan
aqidah Islam, misalnya sirik. Dan upaya agar nilai tersebut dapat
mengena dihati anak, baik sekali jika penanaman nilai tauhid ini
dikaitan dengan bentuk realita. Misalnya dengan menunjukan ke-
Esaan Allah SWT, membiasakan anak meminta atau berdoa hanya
kepada-nya. Hal ini diarahkan agar anak menyadari akan hakikat
kehidupan di dunia.
Menanamkan kalimat Tauhid kepada anak sangat penting
sebab kalimat tauhid merupakan fondasi pertama dalam ajaran Islam,
sehingga siapa saja yang mengucapkan kalimat tauhid dengan penuh
keikhlasan (bebas dari berbagai kepentingan ataupun rekayasa
spiritual), maka akan dipastikan ia akan masuk surga. Sebab kalimat
tersebut mampu melenyapkan, membebaskan dan membersihkan
pikiran kita dari berbagai kebimbangan dan keragu-keraguan yang
tidak beralasan. Pada saat yang bersamaan akan membantu akal
untuk merenungkan sang khalik melalui ayat-ayat seluruh ciptaannya
yang bertebaran dijagat raya ini.

86
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2207). Cet. Ke-9, h. 137
87
Syekh Muhammad Jamaludin Mahfuzh, psikologi anak dan remaja muslim. (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar 2001). Cet-ke 1, h. 125

62
Para keluarga muslim, di berbagai kesempatan (bersama
anak-anak) harus terus mengupayakan membaca dan menanamkan
kalimat tauhid kepada anak-anaknya, disamping berupaya untuk
menciptakan semacam keterikatan antara mereka dengan
penciptanya. Dengan semangat dan upaya tersebut pelan-pelan
namun pasti, mereka akan melebur dengan kalimat tersebut sehingga
mereka mudah mengamalkan lainnya.
b. Membina rasa cinta kepada Allah
Setiap anak mempunyai permasalahan sendiri-sendiri baik
yang berkaitan dengan masalah psikologi, sosial, ekonomi, maupun
masalah pendidikan. Yaitu seperti masalah dalam perkembangan
jiwa anak atau mental, masalah dalam lingkungan bermain yang
terkadang anak sulit untuk membuka diri untuk bersosialisasi,
masalah dalam ekonomi keluarga yang kurang ketika ia ingin
memperoleh sesuatu anak sulit untuk mendapatnya karna faktor
keluarga yang kurang akan ekonomi. Dan terakhir masalah dalam
pendidikan berkaitan dengan masalah ekonomi yang kurang banyak
anak yang ingin bersekolah tapi karena faktor ekonomi membuat
anak putus dalam pendidikannya Permasalahan-permasalahan
tersebut berbeda antara anak dengan yang satu dengan yang lainnya.
Seorang anak terkadang ada yang dapat mengungkapkan
permasalahan-permasalahannya dengan penuh perasaan, namun
sebagian yang lain tidak demikian.
Oleh karena itu orang tua harus mempunyai cara untuk
meringankan beban deritanya. Dengan cara orang tua menanamkan
kecintaan kepada Allah, memohon pertolongan dari-Nya, selalu
merasa diawasi, dan beriman kepada Allah. Jika seseorang anak telah
memahami hal tersebut dengan baik maka ia akan dapat
menyelesaikan permasalahn-permasalahan dalam kehidupannya.

63
Sebagai hamba yang selalu mengingat Allah, Luqman
berwasiat kepada putranya agar menyadari keberadaan Allah. Allah
berfirman dalam surat Al-Luqman ayat 16 yaitu :

’Îû ÷ρr& >οt÷‚|¹ ’Îû ä3tFsù 5ΑyŠöyz ôÏiΒ 7π¬6ym tΑ$s)÷WÏΒ à7s? βÎ) !$pκ¨ΞÎ) ¢o_ç6≈tƒ

∩⊇∉∪ ׎Î7yz ì#‹ÏÜs9 ©!$# ¨βÎ) 4 ª!$# $pκÍ5 ÏNù'tƒ ÇÚö‘F{$# ’Îû ÷ρ&r ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$#
“Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan)
seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau
di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya
(membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus.” (QS.
Luqman: 16)88

Di dalam tafsir Ibn Katsir, beliau mengatakan bahwa


sesungguhnya walaupun ia seberat biji sawi. Maksudnya jika
kezaliman atau kesalahan itu seberat biji sawi, niscaya Allah akan
menampilkannya pada hari kiamat lalu membalasnya. Jika yang
seberat biji sawi itu kebaikan maka dibalas dengan kebaikan dan bila
berupa keburukan maka dibalas dengan keburukan pula.
Sesungguhnya Allah maha halus lagi maha mengetahui.89
Dengan menyadari bahwa Allah adalah zat yang maha halus
dan maha mengetahui segala sesuatu, manusia akan menyadari
bahwa dirinya selalu dalam pengawasan Allah. Kecerdasan seperti
ini perlu ditanamkan sejak dini kepada anak sehingga ia memiliki
etika otonom, yaitu etika yang berangkat dari kesadaran bahwa
dirinya selalu dalam pengawasan Allah.
c. Mengajarkan sesuatu yang Halal dan yang Haram
Orang tua diwajibkan mengajarkan yang halal dan haram
kepada anak. Seperti halnya memakan makanan yang halal yang
dibolehkan untuk dimakan oleh anak dalam syariat Islam. Dan cara
memberikan makanan yang halal juga berdampak dari bagaimana
keluarga memberikan makanan yang halal dari hasil uang yang halal

88
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya., h 655
89
Muhammad Nasib Ar-rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir…, h. 792

64
pula. Jadi orang tua pula harus bisa memberikan suatu yang terbaik
dalam keluarga yaitu terutama kepada anak. Dan mengajarkan yang
haram yaitu tidak boleh memakan dan meminum makanan yang
dilarang dalam agama seperti, anjing, babi, minuman-minuman keras
yang dapat memabukan dan semua yang dilarang dalam islam. Dan
bukan hanya makanan dan minuman yang haram yag tidak boleh
dilakukan oleh seorang anak tetapi perbuatan yang tidak baik seperti
mencuri dan mengambil barang bukan hak sipemilik, ini pula
diharamkan untuk dilakukan.
Maka keluarga wajib untuk mengajarkan kepada anak hal
yang halal dan haram yang baik untuk anak yang bisa membawa
mereka kedalam hidup yang baik. Disinilah keluarga berperan
penting di dalam menentukan nilai Tauhid yang ditanamkan dalam
keluarga.

2. Pembinaan Ibadah Pada Anak


a. Membiasakan Shalat
Sejak dini seorang anak sudah harus dilatih ibadah, diperintah
melakukannya, dan diajarkan hal-hal yang haram serta yang halal.
Dengan membiasakan shalat sejak anak balita, kelak besar ia akan
rajin. Cahaya shalatpun akan lekat di hatinya, sehingga shalat selain
menjadi kewajiban juga menjadi kebutuhan untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT demi memperoleh kebahagiaan diakhirat.
Islam menekankan kepada kaum muslimin untuk
memerintahkan anak-anak mereka menjalankan shalat ketika mereka
telah berusia tujuh tahun.90 Dalam kehidupan di duniapun insya
Allah ia akan terhindar dari perbuatan-perbuatan munkar, karena
fungsi shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Demikian
sebuah jaminan Allah bagi orang-orang yang selalu mengerjakan
shalat.

90
Syekh Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim…, h.128

65
Di sinilah perlunya peran orang tua dalam pembinaan ibadah
(khususnya shalat) pada anak. Sebagai ayah-pendidik, luqman selalu
mengarahkan dan menasehati putranya tentang ibadah shalat dan
kebaikan, sebagaimana firmannya, “Hai anakkku, dirikanlah shalat
dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka
dari perbuatan yang munkar...”(QS-Luqman: 17)
Cara sederhana untuk membiasakan anak melakukan shalat
dapat di lakukan dengan mengajaknya shalat berjamaah, baik
dirumah maupun dimasjid. Sebelum shalat akan lebih baik jika dia di
ajari dan di biasakan berwudhu. Karena fungsi wudhu sebagai
penentu sahnya shalat juga perlu di tanamkan dalam hatinya
walaupun ia masih belum di wajibkan untuk melakukannya.
Mengingat shalat adalah penyangga tegaknya agama, maka
setidaknya anak-anak terlatih dan terbiasa mengerjakan shalat.
Yaitu menyuruh mengerjakan shalat. Langkah ini bisa
dengan mengajak mereka agar ikut berdiri di samping ayah dan
ibunya, ketika keduanya sedang shalat dirumah. Tahap ini dimulai
pada usia sekitar dua tahun yaitu saat mereka sudah mulai mengenal
arah kiri dan kanan atau pada saat mereka sudah mulai mengenal
sesuatu yang ada di sekeliling mereka. Hal ini tergantung kepada
potendi intelektual masing-masing
b. Mengajari Membaca Al-Quran
Islam menaruh perhatian khusus dan istimewa terhadap
pendidikan Al-Quran untuk anak-anak, melalui membaca hingga
menghafalkannya. Dengan Al-Quran lidah mereka akan menjadi
lincah, jiwa-jiwa mereka akan berkembang dengan subur, hati
mereka akan memiliki daya konsentrasi (khusuk) yang tinggi dan
pada akhirnya kualitas keimanan yang tinggi akan benar-benar
mengakar dalam jiwa mereka sejak mereka masih dalam jiwa kanak-
kanak. Selain membaca sangat penting anak di ajari menghafal surat-
surat pendek seperti surat Al-Fatihah, Al-Ikhlas, Al-falaq, An-Nas,

66
dan Al-Kautsar, serta surat-surat pendek yang mudah di hafalkan.
Akan lebih bermakna dan memiliki nilai yang tinggi jika semua itu
di jelaskan artinya sesuai dengan kemampuan berfikir anak, karena
dengan penjelasan ini anak akan memahami apa yang di maksudkan-
Nya, serta mengerti maksud doa yang diucapkannya.
Dengan demikian keikhlasan mengajari anak membaca Al-
Quran, buahnya akan dapat dirasakan di hari kemudian, karena ilmu
yang di berikan akan memberi manfaat bagi yang di ajarinya.
c. Melatih berpuasa
Puasa termaksud rangkaian ibadah wajib. Melatih anak-anak
berpuasa berarti mengajak mereka melaksanakan ibadah yang
diwajibkan oleh Allah, sehingga ketika mereka sampai pada usia
taklif, mereka sanggup mengerjakan ibadah puasa. Sebaliknya
apabila mereka tidak dilatih dan dibiasakan mengerjakan ibadah
puasa maka ketika mereka memasuki usia taklif akan merasakan
kesulitan untuk melaksanakannya
Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah:

šÏ%©!$# ’n?tã |=ÏGä. $yϑx. ãΠ$u‹Å_Á9$# ãΝà6ø‹n=tæ |=ÏGä. (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# $y㕃r'‾≈tƒ

∩⊇∇⊂∪ tβθà)−Gs? öΝä3ª=yès9 öΝà6Î=ö7s% ÏΒ


“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa.” (QS.Al-Baqarah: 183)91

Jadi, dalam sebuah rumah tangga orang tua harus menjadi


contoh yang baik bagi anak-anaknya. Dengan mengkondisikan mereka
dalam suasana beribadah, dan akan menimbulkan dampak psikologis
yang sangat besar di dalam diri anak

91
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya., h44

67
3. Menanamkan Nilai Moral Pada Anak
Istilah moral berasal dari bahasa latin ‘mos’ yang berarti adat
istiadat, kebiasaan, peraturan atau nilai-nilai atau tata cara kehidupan.
Nilai-nilai moral itu seperti seruan untuk berbuat baik kepada orang lain,
memelihara ketertipan dan keamanan larangan mencuri, berzina,
membunuh, meminum-minuman keras dan berjudi. Seseorang dapat
dikatakan bermoral apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan
nilai yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya.92
Selanjutnya istilah moral lebih sering digunakan untuk
menunjukan kode tingkah laku dari individu atau kelompok, seperti
apabila seseorang membicarakan tentang moral orang lain. Di sini moral
sama artinya dengan kata dalam bahasa Yunani ethos dan kata latin
mores (Runes: 1977:202). Moral adalah hal yang mendorong manusia
untuk melakukan tindakan yang baik sebagai kewajiban atau norma.
Moral dapat diartikan sebagai sarana untuk mengukur benar tidaknya
atau baik tidaknya tindakan manusia.93
Jadi penulis dapat simpulkan bahwa tingkah laku yang bermoral
artinya tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai tata cara atau adat
yang ada dalam suatu kelompok. Nilai-nilai moral bukanlah sesuatu
yang sudah ada, tetapi hendaklah ini harus ditanamkan sejak dini,
dengan cara anak harus diajarkan bertingkah laku yang sesuai dengan
apa yang menjadi norma-norma yang berlaku. Sebagaimana dijelaskan
oleh Prof. Dr. Zakiah Daradjat bahwa: “pembinaan moral terjadi melalui
pengalaman-pengalaman dan kebiasaan-kebiasaan yang ditanamkan
sejak kecil oleh orang tua yang mulai dengan pembiasaan hidup sesuai
dengan nilai-nilai moral yang ditirunya oleh orang tua dan mendapat
latihan-latihan untuk itu”.94

92
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja…. h. 132
93
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: PT Bumi Aksara 2008). Cet. Ke-
2. h. 27
94
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta; Bulan Bintang, 1996). Cet. Ke-13, h. 83

68
Segala sesuatu yang dilakukan keluarga atau orang tua kepada
anak merupakan pembinaan kebiasaan pada anak yang akan tumbuh
menjadi tindakan moral di kemudian hari (Moral Behavior). Dengan kata
lain, setiap pengalaman anak baik yang diterima melalui penglihatan,
pendengaran, atau perlakuan terhadap anak pada waktu kecil akan
merupakan pembinaan kebiasaan yang tumbuh menjadi tindakan moral
di kemudian hari.
Tingkah laku anak tidak hanya dipengaruhi oleh bagaimana sikap
orang-orang yang berada di dalam rumah, melainkan juga bagaimana
sikap orang-orang yang berada di luar rumah atau masyarakat dalam
mengadakan atau melakukan hubungan social antar sesamanya. Dalam
hal ini orang tua mempunyai peranan penting untuk mengetahui apa
yang dibutuhkan anak dalam rangka perkembangan nilai-nilai moral
serta bagaimana orang tua dapat mempengaruhi hal tersebut.
Sebagai orang tua untuk dapat mengarahkan nilai-nilai moral
pada anak dengan baik, maka tidak terlepas dari pada peranan agama
dalam pembinaan nilai moral itu. Sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Dr.
Zakiah Daradjat bahwa “agama mempunyai peranan penting karena
nilai-nilai moral yang datang dari agama tetap tidak berubah oleh waktu
dan tempat”.95
Karena itu agama mempunyai peranan penting dalam
mengendalikan moral seseorang, sehingga ia dapat melakukan sesuatu
atau bertingkah laku dan berbudi pekerti yang baik yang sesuai dengan
lingkungan masyarakat setempat, dengan kata lain sesuai dengan
kelompok social yang ada di sekeliling mereka.

4. Membina Kepribadian Anak


Kepribadian itu adalah ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat
khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang
diterima dari lingkungan, misalnya, keluarga pada masa kecil, dan juga

95
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama,…, h. 83

69
bawaan seseorang sejak lahir. Sedangkan perbedaannya dengan moral
itu adalah tingkah laku anak itu sendiri untuk melakukan tindakan yang
baik sebagai kewajiban atau norma
Dalam hal menanamkan kepribadian yang baik kepada anak,
keluarga merupakan salah satu wadah untuk anak dapat memiliki
kepribadian yang baik tersebut. Di mana suasana dan iklim keluarga
sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. Seorang anak
yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang harmonis dan agamis,
dalam arti orang tua memberikan curahan kasih sayang, perhatian dan
bimbingan dalam kehidupan berkeluarga, maka perkembangan
kepribadian anak tersebut cenderung positif. Adapun anak yang
dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang broken home, kurang
harmonis, orang tua bersikap keras terhadap anak atau tidak
memperhatikan nilai-nilai agama dalam keluarga, maka perkembangan
kepribadiannya cenderung akan mengalami kelainan dalam penyesuaian
dirinya.
Lebih lanjut D. Marimba menjelaskan proses-proses
pembentukan kepribadian terdiri atas tiga taraf, yaitu:
1) Pembiasaan; pembiasaan-pembiasaan ini bertujuan membentuk
aspek kejasmanian dan kepribadian. Caranya dengan mengontrol
dan mempergunakan tenaga-tenaga kejasmanian dan kejiwaan.
Misalnya, dengan jalan mengontol gerakan-gerakan anak-anak
dalam gerakan shalat, dengan membiasakan ucapan do’a dalam
shalat.
2) Pembentukan pengertian, sikap, dan minat; dengan adanya
pengertian akan terbentuklah pendirian sikap dan pandangan-
pandangan mengenai hal-hal tersebut misalnya, menjauhi dengki,
menepati janji dan sebagainya.
3) Pembentukan kerohanian yang luhur; pembentukan ini
menanamkan kepercayaan yang terdiri atas:
a) Iman akan Allah

70
b) Iman akan Malaikat-malaikatNya.
c) Iman akan Kitab-kitabNya.
d) Iman akan Rasul-rasulNya.
e) Iman akan Qadha dan Qadhar.
f) Iman akan hari akhir. 96

Pembentukan atau pembina kepribadian itu berlangsung secara


berangsur-angsur, bukanlah hal yang sekali jadi, melainkan sesuatu yang
berkembang. Oleh karena itu, pembentukan kepribadian merupakan
suatu proses. Akhir dari perkembangan itu apabila berjalan dengan baik.
Maka, akan menghasilkan suatu kepribadian yang matang dan harmonis.
Perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh
pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, baik sejak masih dalam
kandungan ibunya maupun dalam masa kanak-kanak. Anak mulai
mengenal Agama melalui orang tua dan lingkungannya. Kata-kata,
sikap, tindakan serta perhatian orang tua sangat mempengaruhi
perkembangan keagamaan dan kepribadian anak. Dalam hal ini
pembinaan kepribadian itu tidak terlepas dari pendidikan agama, karena
Agama adalah sebagai landasan untuk membentuk kepribadian.
Setiap orang tua tentunya ingin anaknya agar menjadi orang yang
baik, mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap mental yang sehat dan
akhlak yang terpuji. Semuanya itu dapat diusahakan melalui pendidikan
baik formal maupun informal. Setiap pengalaman yang dilalui anak baik
melalui pengliatan, pendengaran, maupun perlakuan yang diterimanya
akan ikut menentukan pembinaan kepribadiannya.
Orang tua terutama ibu adalah pembina pribadi yang pertama
dalam hidup anak. Kepribadian, sikap, dan cara hidup orang tua
merupakan unsur-unsur pendidikan yang secara tidak langsung akan
dapat menentukan dalam pribadi anak yang sedang berkembang tersebut.

96
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, h. 76-80

71
5. Menanamkan Intelektual pada anak
Istilah intelek berarti kekuatan mental yang menyebabkan
manusia dapat berpikir aktivitas yang berkenaan dengan proses berfikir,
atau kecakapan yang tinggi untuk berfikir.97
Islam adalah sebuah agama, mengatur kehidupan manusia untuk
mencapai di dunia dan di akhirat. Untuk mencapai kesejahteraan itu,
manusia selain dibekali dengan akal pikiran (intellect) juga diberikan
wahyu yang berfungsi untuk membimbing perjalan hidupnya. Islam
memberikan penghargaan yang tertinggi terhadap akal. Tidak sedikit
ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi yang menganjurkan dan mendorong
manusia untuk mempergunakan akalnya dan banyak berpikir guna
mengembangkan intelektualnya.98
Antara lain ayat yang berbunyi :

ÉL©9$# Å7ù=àø9$#uρ Í‘$yγ¨Ψ9$#uρ È≅øŠ©9$# É#≈n=ÏG÷z$#uρ ÇÚö‘F{$#uρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# È,ù=yz ’Îû ¨βÎ)

&!$¨Β ÏΒ Ï!$yϑ¡¡9$# zÏΒ ª!$# tΑt“Ρr& !$tΒuρ }¨$¨Ζ9$# ßìxΖtƒ $yϑÎ/ ̍óst7ø9$# ’Îû “̍øgrB

Ëx≈tƒÌh9$# É#ƒÎŽóÇs?uρ 7π−/!#yŠ Èe≅à2 ÏΒ $pκ ŽÏù £]t/uρ $pκÌEöθtΒ y‰÷èt/ uÚö‘F{$# ϵÎ/ $uŠômr'sù

∩⊇∉⊆∪ tβθè=É)÷ètƒ 5Θöθs)Ïj9 ;M≈tƒUψ ÇÚö‘F{$#uρ Ï!$yϑ¡¡9$# t÷t/ ̍¤‚|¡ßϑø9$# É>$ys¡¡9$#uρ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi silih


bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut
membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang
Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia
hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan
di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan
awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh
(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi
kaum yang memikirkan” (QS. Al-Baqarah:164)99

97
Enung Fatimah, Psikologi perkembangan, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 60
98
Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1998) cet, ke. 1, h. 37
99
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya., h 39

72
Ayat diatas berbicara tentang ciptaan Tuhan yang ada dalam
alam ini. Ia berbicara tentang bulan hari pertama, tentang matahari dan
bulan, tentang siang dan malam, tentang bumi dan apa yang dihasilkan
bumi. Al-quran juga berbicara tentang langit dan bintang-bintang yang
menghiasinya, tentang samudra dengan kapal yang dipergunakan untuk
berlayar agar manusia dapat menikmati karunia Tuhan, tentang binatang
untuk ternak dan membawa barang-barang, tentang ilmu dan semua
cabang-cabangnya yang terdapat dalam alam ini. Al-quran berbicara
tentang semua itu dan menyuruh manusia merenungkan dan
mempelajarinya, supaya manusia menikmati segala nikmatnya sebagai
tanda bersyukur kepada Allah.
Kehidupan anak-anak tidak hanya sekedar bermain, tetapi juga
menampakkan pola kehidupan yang baru, di mana pendayagunaan
kemampuan akalnya mulai kelihatan, seperti anak-anak mampu
membaca, menulis, berhitung, dan beradaptasi dengan lingkungan.
Upaya-upaya yang dilakukan orang tua dalam mengambangkan
daya pikir anak, yaitu:
a. Mengembangkan kecerdasan Linguistik-Verbal.100
Kecerdasan linguistic-verbal mengacu pada kemampuan
untuk menyusun pikiran dengan jelas dan mampu menggunakan
kemampuan ini secara kompeten melalui kata-kata untuk
mengungkapkan pikiran-pikiran ini dalam berbicara, membaca, dan
menulis. Kecerdasan ini sangat dihargai dalam dunia modern
sekarang, karena orang cendrung untuk menilai orang lain dari cara
mereka berbicara dan menulis.
Kecerdasan verbal penting bukan hanya untuk keterampilan
berkomunikasi melainkan juga penting untuk mengungkapkan
pikiran, keinginan dan pendapat seseorang

100
May Lwin, Cara mengembangkan berbagai kompenen kecerdasan, (Jakarta: PT.
indeks, 2008). Cet. Ke-2, h. 22

73
Upaya-upaya yang di lakukan orang tua dalam
mengembangkan kecerdasan Lingustik-Verbal meliputi:
1. Memberikan kesempatan untuk bercakap-cakap.
2. Mengajarkan pada anak sukacitanya membaca.
3. Memperdengarkan musik kepada anak-anak.
4. Bermain permainan kata-kata.
b. Mengembangankan kecerdasan Matematis101
Kecerdasan matematis adalah kemampuan untuk menangani
bilangan dan perhitungan. Anak-anak yang cerdas secara matematis
sering tertarik dengan bilangan dan pola dari usia yang sangat muda.
Mereka menikmati berhitung dan dengan cepat belajar menambah,
mengurangi, mengalikan dan membagi. Selain itu anak-anak yang
terampil dalam matematika cepat memahami konsep waktu. Anak-
anak yang cerdas secara matematis senang melihat pola dalam
informasi mereka, dan mereka dapat mengingat bilangan dalam
pikiran mereka untuk jangka waktu yang lebih panjang.
Ciri-ciri anak kecerdasan matematis adalah, menunjukan rasa
ingin tahu mengenai cara kerja sesuatu, menikmati permainan
computer, dan menempatkan benda-benda dengan mudah menurut
kelompoknya.
Upaya-upaya yang di lakukan orang tua dalam
mengembangkan kecerdasan matematis adalah:
1. Memperaktikkan dan mengerjakan soal-soal matematika pada
anak.
2. Melakukan percobaan dan mengembangkan pengertian
mengenai sains.
3. Mengajarkan anak menggunakan komputer.
4. Bermain logika dan permainan strategi.

c. Mengembangkan kecerdasan interpersonal

101
May Lwin, Cara mengembangkan berbagai kompenen kecerdasan,… h. 43

74
Mengembangkan kecerdasan interpersonal adalah
kemampuan untuk berhubungan dengan orang-orang sekitar kita.
Kecerdasan ini adalah kemampuan untuk memahami dan
memperkiraan perasaan, temperamen, suasana hati, maksud dan
keinginan orang lain dan menanggapinya secara layak. Kecerdasan
inilah yang memungkinkan kita untuk membangun kedekatan,
pengaruh, pimpinan dan membangun hubungan dengan masyarakat.
Oleh karena itu kecerdasan interpersonal dapat dikembangkan
melalui pembinaan dan pengajaran oleh orang tua.
Ciri-ciri anak yang interpersonal adalah: anak berteman dan
berkenalan dengan sangat mudah, suka berada di sekitar oang lain,
ingin tahu terhadap orang lain dan ramah terhadap orang asing,
mengalah kepada anak-anak lain, dan mengetahui bagaimana
menunggu giliran selama bermain.
Upaya-upaya yang di lakukan orang tua dalam
mengembangkan kecerdasan interpersonal pada anak adalah:
1. Memahami perasaan orang lain.
2. berteman dengan baik.
3. Bekerja sama dengan teman-teman
4. Belajar untuk mempercayai orang lain
5. Mengungkapkan kasih sayang pada sesama.
6. Belajar menyelesaikan masalah/perselisihan kemasyarakatan
(penyelesaian konflik)
d. Membangun kecerdasan intrapersonal
Membangun kecerdasan intrapersonal adalah kecerdasan
mengenai diri sendiri. Kecerdasan ini adalah kemampuan untuk
memahami diri sendiri dan bertanggung jawab atas kehidupannya
sendiri.
Ciri-ciri anak kecerdasan intrapersonal adalah: selalu
memanfaatkan waktu berfikir dan merefleksikan apa yang dia
lakukan, memiliki kendali diri yang baik misalnya menghindarkan

75
diri dari kemarahan, duduk sendiri beberapa saat untuk berkhayal
dan merefleksikan diri
Upaya-upaya yang di lakukan orang tua dalam
mengembangkan kecerdasan intrapersonal pada anak adalah:
1. Mangajarkan pada anak mengenai keunikan dirinya.
2. Menjalin hubungan dan merenung.
3. Membangun harga diri.
4. Memahami dan mengarahkan emosi.
5. menetapkan dan mencapai tujuan.
e. Membangun imajinasi dan cita-cita pada anak,
Yaitu upaya mengembangkan imajinasi kepada anak dapat
dilakuan dengan mengisahkan biografi atau kisah-kisah kehidupan
yang mengandung unsur-unsur tersebut. Ambillah misalnya kisah
tentang ibn Sina, al-Ghazali dan tokoh-tokoh lainnya. Mereka ini
adalah pada tokoh yang memiliki cita-cita besar, yang sangat baik
diceritakan. Kita harus menjelaskan secara logis, bagaimana orang-
orang tersebut bekerja dan menyelesaikan problemnya. Sebaliknya,
usahakan untuk tidak bercerita tentang mitos-mitos, takhayul atau
kisah-kisah sejenisnya.
Dari berbagai macam kecerdasan diatas bahwasannya kecerdasan
itu hanya alat untuk mengukur perpaduan kemampuan seorang anak
dalam mengembangkan intelektualnya. Dalam menilai anak peran orang
tua sangat penting untuk mengingat bahwasannya semua anak
mengembangkan kemampuannya dengan kecepatan yang berbeda-beda.
Setiap anak adalah seorang individu yang unik dengan ciri-ciri yang
tidak sama, tetapi setiap anak memiliki potensi yang tidak terbatas untuk
belajar.
Oleh karena itu proses penyatuan iptek dan imtaq harus
dilakukan secara terus menerus dan sedini mungkin. Proses
pembudidayaan iptek dan imtaq dapat di asosiasikan lebih efektif.
Apabila ada orang yang memiliki imtaq dan memiliki moralitas yang

76
tinggi, tetapi tidak memiliki karya nyata yang dapat disumbangkan bagi
kepentingan masyarakat, maka dia belum dianggap figur yang berhasil.
Akibatnya, perlu ditekankan sekali bahwa iptek dan imtaq tidak boleh
dibiarkan berjalan sendiri
Jadi peran orang tua dalam mengembangkan Intelektual anak
harus dalam bimbingan kedua orang tua agar tidak ada kesesatan dalam
melakukan suatu gagasan yang baru bagi anak.

77
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setiap pengalaman yang di dapat oleh anak baik melalui penglihatan,
pendengaran, maupun perlakuan yang diterimanya akan ikut menentukan
perkembangan kepribadian mereka. Untuk itu peran orang tua sangat penting
dalam memberikan pengaruh yang baik pada anaknya, sehingga anak menjadi
sosok pribadi muslim yang bertaqwa, dan semua itu dapat diberikan melalui
pembiasaan, latihan, dan bimbingan secara intensif. Sebagai penutup skripsi
ini penulis memberikan beberapa kesimpulan, yaitu:
3. Adapun konsep pendidikan Islam untuk anak dalam keluarga muslim
adalah usaha yang dilakukan oleh orang tua yang diberikan kepada
anaknya, yaitu meliputi aspek aqidah, ibadah dan akhlak serta
inteluktual anak. Pembinaan atau pendidikan yang diberikan orang tua
kepada anak-anak mereka sejak dini merupakan pondasi yang sangat
penting bagi kelangsungan pribadinya di masa yang akan datang dalam
mengatasi semua tantangan hidup. Karena semua aspek tersebut dapat
menimbulkan kepercayaan dalam hatinya, sehingga anak mempunyai
keimanan yang kokoh kepada Allah SWT
4. Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh keluarga dalam
menumbuhkan pendidikan Agama Islam pada anak yaitu, mengajarkan

78
kepada anak agar tidak mensyarikatkan Allah, mengajari untuk cinta
kepada Allah, mengajari anak untuk membiasakan shalat, mengajari
membaca Al-Qur’an, mengajari anak untuk berbuat baik kepada orang
lain serta mengembangkan daya pikir anak.

B. Saran
Dari hasil studi pustaka yang penulis lakukan, penulis merasa perlu
menyampaikan saran-saran sebagai berikut:
1. Agama Islam sangat memperhatikan aspek pendidikan anak, oleh karena
itu seharusnya bagi orang tua mampu mencurahkan perhatian yang lebih
untuk pendidikan anak-anaknya. Jangan sampai kesibukan orang tua
mengakibatkan terbengkalainya pendidikan anak. Karena pendidikan yang
diberikan oleh orang tua sejak dini sangat berpengaruh terhadap
perkembangan anak di masa yang akan datang. Selain itu perlu diingat,
bahwa anak-anak bukanlah orang dewasa, karena itu orang tua dalam
mendidik haruslah disesuaikan dengan perkembangan usia mereka,
sehingga memiliki arti yang mendalam bagi anak. Dan dalam mendidik
anak hendaklah orang tua selalu mengikuti cara yang diajarkan Rasulullah
SAW, serta cara Luqmanul Hakim dalam mendidik anak-anaknya yang
sangat memperhatikan pengajaran Aqidah, Ibadah, dan Akhlak.
2. Orang tua hendaknya lebih menyadari akan tugasnya dan peranannya
sebagai orang yang paling berpengaruh di dalam keluarga. Pada fase anak
usia sekolah dasar antara umur 6-12 tahun merupakan fase terpenting di
dalam menumbuhkan sikap keagamaan pada anak yang berisikan
keimanan, amaliah, ilmiah, akhlak intelektual, dan social yang harus
tertanam benar dalam jiwa anak.

79
DAFTAR PUSTAKA

Al-Abrasy, Athiyah, Dasar-dasar Pendidikan Islam, Jakarta :Bulan Bintang 1970


Cet. Ke-7

Amini, Ibrahim, Agar Tak Salah Mendidik, Jakarta : Al-Huda, 2006. Cet. Ke-1

Ansyari, Ending Syaifuddin, Kuliah Al-Islam Jakarta : CV Rajawali Pers, 1986

Arifin, M, Filsafat Pendidikan Islam Jakarta : PT Bina Aksara, 1987 Cet. Ke-1

______, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta :Bumi Aksara, 1994, Cet. Ke-3

______, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat, Jakarta : Golden


Terayon, tth

______, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di lingkungan


sekolah dan keluarga.

Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat
Pers, 2002

______, Reformulasi Pendidikan Islam, Jakarta: Pres Group 2007. Cet ke- 2

Ar-rifa’i Muhammad Nasib, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta, Gema Insani,
2000. Cet. Ke-3

Azra Azyumardi, Esei-esei Intelektual Muslim Pendidikan Islam, Jakarta: Logos


Wacana Ilmu, 1998. Cet. Ke-1

Daradjat, Zakiah, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1995, cet. Ke-2

______, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang 1996. Cet. Ke-15

______, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1991. Cet. Ke-2,

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya

Desmita, Psikologi Perkembangan peserta didik, Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2010. Cet. Ke-2

Fatimah Enung, Psikologi perkembangan, Bandung: Pustaka Setia, 2008.

80
Hurlock Elizabeth B., Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, 1980

Hartati, Netty. Dkk, Islam dan Psikologi, Jakarta: PT. rajagrafindo Persada, 2004.
Cet. Ke-1

Ihsan Fuad, Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008. Cet. Ke-
5

Jalaludin, Teologi Pendidikan , Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2002. Cet. Ke-2

Lwin May, Cara mengembangkan berbagai kompenen kecerdasan, Jakarta: PT.


indeks, 2008. Cet. Ke-2

Mahfuzh, Syaikh M. Jamaluddin, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, Jakarta:


Pustaka Al-Kautsar, 2007. Cet. Ke-2

Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam , Bandung : PT. Al-
Ma’rifat, 1980, Cet. Ke-4

Mar’at, Samsunuwiyati, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya, 2008. Cet. Ke-4

Mudhlor, Ahmad Zuhri, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Yogyakarya :


Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996. Cet. Ke-1

Mufidah, Psikologi Islam Berwawasan Gender. Malang : UIN Press, 2008. Cet.
Ke-1

Nata, Abudin, Al-quran dan Hadist, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000,
Cet. Ke-7

______, Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa Bandung, 2003.


Cet. Ke-1

______, Pendidikan dalam perspektif Al-quran, Jakarta : UIN Pres Jakarta, 2005
Cet. Ke-1

______, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996. Cet. ke-1

_______, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, Jakarta: UIN Jakarta Press:


2005. Cet.. Ke-1

81
Nasution, Harun , Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta : UI Pers,
1979,Cet. Ke-I

Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, Kamu Besar Bahasa Indonesia,


Jakarta : Balai Pustaka, 1991 Cet. Ke-3

Sabri, Alisuf, Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: UIN Press, 2005.

______, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996. Cet. Ke-2

Shaleh, Abdul Rachman, Pendidikan Agama dan Keagamaan, Jakarta:


Gemawindu Pancaperkasa, 2000. Cet. Ke-1

Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, Jakarta: Rineka Cipta, 1991.
Cet.
Ke-2

Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, Jakarta: PT Bumi Aksara 2008). Cet.


Ke-2

Tafsir, Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2207. Cet. Ke-9

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus


Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988 Cet. Ke-1

TM, Fuaduddin, Pengasuh Anak dalam Keluarga Islam, Jakarta:Lembaga kajian


Agama dan Jender, 1999

Turkamani, Ali, Bimbingan Kekuarga dan Wanita Islam, Jakarta : Pustaka


Hidayah 1992. Cet. ke-1

Ulwan, Abdullah Nashih, Pendidikan anak dalam Islam, Jakarta: Pustaka


Amani, 1995. Cet. Ke-I

Undang-undang tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pelaksanaannya 2000-2004,


Jakarta: CV. Taminta Utama, 2004

Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, PT: Remaja


Rosdakarya, 2010. Cet. Ke-11

Zuhairini, Metodik Khusus Islam, Surabaya: Usaha Nasional, 1983. Cet. Ke-8

82

Anda mungkin juga menyukai