SKRIPSI
Oleh:
Kata Kunci: Peran Guru PAI, Pendidikan Karakter Religius, Anak Tunadaksa
i
KATA PENGANTAR
الر حيم
ّ الر حمن
ّ بسم اهلل
ii
6. Ayahanda Moh. Syahri dan Ibunda Asniah, Kakanda Adi Okta Muafiq
Rahman Syah, Siti Munawaroh dan Dwiyana Syah Fitri, serta kedua
Keponakan Dicka Ryan Irhamsyah dan Alikha Laila Musyarofah yang telah
memberikan dukungan dan doa yang tidak pernah berhenti, motivasi yang
tidak pernah terkira, dan kasih sayang yang begitu besar.
7. Bapak Heru Heriawan, M.Pd., selaku Kepala Sekolah SLB D-D1 YPAC
Jakarta, yang telah mengizinkan saya dan membantu dalam penelitian ini,
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
8. Bapak M. Mudlofir, S.Pd.I., selaku guru mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam di SLB D-D1 YPAC Jakarta yang telah bersedia membantu peneliti
dalam memperoleh data, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
9. Teman-teman siswa di SLB D-D1 YPAC Jakarta, terima kasih atas sambutan,
keramahan, kehangatan, dan penerimaan kalian. Semangat kalian menuntut
ilmu menjadi sumber inspirasi bagi peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah selalu menjaga kalian dimanapun kalian berada.
10. Kamalia Istifadati, Vica Tanzia Farsyam, Dina Aryani, tiga sahabat yang
selalu menemani, membantu, dan memberikan semangat sejak semester awal
hingga kini. Terima kasih telah menemani dan mewarnai hari-hari di UIN
Jakarta selama ini.
11. Nurafifah Astria (Aci), Eva Dianidah (Eva), Septian Hadi (Mas Hadi), Asep
Kurniawan (Kaksep), Zezen Sukrillah (Abang Zen), dan Ibrahim Hanafi
(Ibam), terima kasih karena telah membantu dalam perjalanan panjang
penelitian ini. Semoga Allah selalu memudahkan segala urusan kalian.
12. Elmiani Rahmah Hayati (Kak El), Indini Rahmawati (Teh Indin), Tunjung
Magenta (Unjung), Husnul Khatimah (Unul), Farhatul Maftuhah (Atul),
terima kasih selaku senior selalu mau membantu dan menjadi teman
berdiskusi yang baik. Semoga Allah jaga silaturrahim kita sampai akhir hayat.
13. Teman-teman PHP, Agie Anditia Felangi, Rintan Puspita Reynaldi, Tiara
Nofiana, dan Siti Maslan Ritonga, sahabat sejak masa SMA yang selalu
menjadi tempat keluh kesah dan tempat untuk mencari hiburan. Terima kasih
iii
telah menemani sampai sejauh ini. Semoga Allah jaga tali persahabatan kita
sampai jannah-Nya.
14. Teman-teman AKSARA RT 003 RW 03 yang setia membantu,
menyemangati, memotivasi dan menemani penulis dalam penyusunan skripsi
ini.
15. Teman-teman seperjuangan Pendidikan Agama Islam kelas C (APACHE)
2015 yang telah menemani saya dari awal perkuliahan hingga saat ini dan
selalu memberikan dukungan kepada saya. Terima kasih untuk semua kisah
yang kita lalui selama ini.
16. Teman-teman Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2015.
Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, peneliti
ucapkan terima kasih atas dukungan, doa, dan bantuannya. Semoga semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini mendapat balasan kebaikan
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan seluruh
tenaga pendidik khususnya, serta masyarakat pada umumnya agar dapat lebih
memahami dalam mendidik anak berkebutuhan khusus.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................. 9
C. Pembatasan Masalah ................................................................................. 9
D. Rumusan Masalah ................................................................................... 10
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................ 10
BAB II KAJIAN TEORI....................................................................................... 12
A. Guru Pendidikan Agama Islam ............................................................... 12
a. Pengertian Guru dalam Pandangan Agama Islam ........................... 12
b. Syarat-syarat Guru dalam Pendidikan Islam ................................... 13
c. Kompetensi Guru dalam Pendidikan Islam..................................... 14
d. Sifat Guru Pendidikan Agama Islam .............................................. 16
e. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Pendidikan Agama Islam ......... 17
B. Pendidikan Karakter Religius ................................................................. 19
1. Pendidikan Karakter .........................................................................19
a. Pengertian Pendidikan Karakter................................................19
b. Faktor-faktor Pembentukan Karakter.......................................24
c. Strategi Pendidikan Karakter....................................................27
d. Metode Pendidikan Karakter....................................................30
e. Nilai-nilai Pendidikan Karakter................................................33
2. Karakter Religius..............................................................................37
a. Pengertian Karakter Religius....................................................37
v
b. Aspek Karakter Religius...........................................................37
c. Komponen Karakter Religius....................................................38
d. Dimensi Karakter Religius........................................................38
e. Domain Karakter Religius.........................................................39
f. Prinsip Pendidikan Karakter Religius........................................42
C. Anak Tunadaksa...................................................................................... 43
a. Pengertian Anak Tunadaksa.............................................................43
b. Faktor Penyebab Ketunadaksaan.....................................................44
c. Klasifikasi Anak Tunadaksa.............................................................45
d. Karakteristik Anak Tunadaksa.........................................................49
D. Peran Guru PAI dalam Pendidikan Karakter..........................................52
E. Penelitian yang Relevan..........................................................................61
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 64
A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 64
B. Metode Penelitian ................................................................................... 64
C. Sumber Data............................................................................................ 65
D. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 66
E. Pemeriksaan Keabsahan Data ................................................................. 67
F. Analisis Data.............................................................................................68
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 69
A. Deskripsi Data ......................................................................................... 69
B. Pembahasan 98
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 107
A. Kesimpulan ........................................................................................... 107
B. Saran ..................................................................................................... 109
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 110
LAMPIRAN.........................................................................................................114
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 1 Dari
definisi tersebut terlihat bahwa pendidikan merupakan suatu proses bimbingan
yang dilakukan secara sengaja dengan tujuan untuk mengembangkan segala
potensi yang ada di dalam diri seseorang.
Proses pendidikan merupakan pewarisan nilai-nilai luhur suatu
bangsa yang bertujuan melahirkan generasi unggul secara intelektual dengan
tetap memelihara kepribadian dan identitasnya sebagai bangsa. Pendidikan
memiliki dua misi utama, yaitu “transfer of values” dan “transfer of
knowledge”.2 Oleh karena itu, pendidikan dikatakan sebagai agent of change
yang dapat membawa perubahan untuk menciptakan manusia yang cerdas dan
memiliki karakter.
Karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku
(behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter
meliputi sikap seperti keinginan untuk melakukan yang terbaik, kapasitas
intelektual, seperti berpikir kritis dan alasan moral, perilaku seperti jujur dan
bertanggung jawab, mempertahankan prinsip-prinsip moral dalam situasi
penuh ketidakadilan, kecakapan interpersonal dan emosional yang
memungkinkan seseorang berinteraksi secara efektif dalam berbagai keadaan,
dan komitmen untuk berkontribusi dengan komunitas dan masyarakatnya.
1
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
(http://kelembagaan.ristekdikti.go.id) dipublikasikan pada 22 Februari 2019
2
Sumarno, Peranan Guru Pendidikan Islam dalam Membangun Karakter Peserta Didik,
Jurnal Al Lubab Vo.1, 2016, h.123
1
2
3
Ngainun Naim, Character Building: Optimalisasi Peran Pendidikan dalam
Pengembangan Ilmu dan Pembentukan Karakter Bangsa, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2012), h.55
4
Ibid,.h.57
5
Hamka Abdul Aziz, Pendidikan Karakter Berpusat pada Hati, (Jakarta: Al-Mawardi
Prima. 2012), h.198
6
Muhammad Jafar Anwar dan Muhammad A. Salam, Membumikan Pendidikan
Karakter, (Jakarta: CV Suri Tatu’uw. 2015), h.8
3
7
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia. 1997), h.41
8
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
(http://kelembagaan.ristekdikti.go.id) dipublikasikan pada 22 Februari 2019
9
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), h.64
10
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1
4
bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu dan bagi warga negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan
khusus.11 Dengan kata lain, anak-anak yang memiliki kelainan dalam hal fisik
maupun mental tetap mendapatkan pelayanan pendidikan yang layak untuk
mengembangkan potensi dirinya.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan
pendidikan yang sesuai karena mereka memiliki hambatan perkembangan dan
hambatan belajar termasuk di dalamnya anak-anak penyandang cacat yang
memerlukan layanan yang bersifat khusus dalam pendidikannya, agar
hambatan belajarnya dapat berkurang bahkan dihilangkan. Adapun yang
termasuk ke dalam klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah
tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, anak
hiperaktif (ADHD), anak berbakat, tunaganda, dan autisme.12
Tunadaksa merupakan salah satu yang termasuk dalam klasifikasi
anak berkebutuhan khusus. Anak yang mengalami tunadaksa adalah anak
yang memiliki anggota tubuh yang tidak sempurna, dalam artian mereka
mengalami kelainan pada fisik dan bukan inderanya. Kelainan fisik ini
disebabkan dari luka, penyakit, atau pertumbuhan anggota tubuh yang tidak
sempurna sehingga menyebabkan ketidakmampuan anggota tubuh untuk
melaksanakan fungsinya dengan seharusnya. Anak tunadaksa memiliki
kelainan fisik pada tulang, sendi, dan otot. Mereka mengalami gangguan
gerakan akibat kelayuhan pada fungsi syaraf otak yang disebut cerebral palsy
(CP). Anak yang mengalami tunadaksa memiliki kesulitan dalam menjalankan
aktivitasnya sehari-hari. Selain itu, bagi anak-anak yang megalami kelainan
cerebral, mereka mengalami kelainan persepsi, kognisi, dan simbolisasi
sehingga menyebabkan kesulitan dalam memahami sesuatu.13
11
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
(http://kelembagaan.ristekdikti.go.id) dipublikasikan pada 22 Februari 2019
12
Asep Karyana dan Sri Widati, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunadaksa:
Peserta Didik Berkebutuhan Khusus dengan Hambatan Gerak, (Jakarta: Luxima, 2013), h.7-8
13
Ibid., h.38
5
14
Nurul Qomariyah dan Desi Nurwidawati, Perbedaan Resiliensi pada Tunadaksa
ditinjau dari Perbedaan Usia, Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, Vol.7, 2017, h.131
15
Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU, Fiqh Penguatan Penyandang Disabilitas,
(Jakarta: Lembaga Bahtsul Masail, 2018), h.3
16
Muhammad Arfan Mu’ammar, Hate Speech dan Bullying pada Anak Berkebutuhan
Khusus, Jurnal Pendidikan Islam, Vol.8, 2017, h.20
6
17
Nurul Qomariyah dan Desi Nurwidawati, Op.Cit, h.131
18
Anas Shalahudin dan Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter: Pendidikan
Berbasis Agama dan Budaya Bangsa, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h.123
19
Muhammad Jafar Anwar dan Muhammad A. Salam, Op.Cit., h.84
7
Guru dalam Islam menurut Ahmad Tafsir adalah siapa saja yag
bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik. Mereka harus dapat
mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik kognitif,
afektif, maupun psikomotorik. Potensi-potensi ini sedemikian rupa
dikembangkan secara seimbang sampai mencapai tingkat yang optimal
berdasarkan ajaran Islam.20
Dalam konsepsi Islam, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam
merupakan al-mu‟allim al-awwal (pendidik pertama dan utama), yang telah
dididik oleh Rabb al-„Alamin. Pendidik teladan dan percontohan ada dalam
pribadi Rasulullah yang telah mencapai tingkatan pengetahuan yang tinggi,
akhlak yang luhur dan menggunakan metode dan alat yang tepat. Dalam QS.
Al-Qalam ayat 4 bahkan disebutkan bahwa Rasulullah memiliki akhlak yang
agung.21 Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah merupakan sebaik-baiknya
teladan sebagai seorang pendidik. Oleh karena itu, seorang pendidik dalam
konsepsi Islam harus memilki kompetensi personal-religius (kepribadian
berdasarkan Islam), kompetensi sosial-religius (kepedulian terhadap masalah-
masalah sosial yang selaras dengan Islam), dan kompetensi profesional-
religius (kemampuan menjalankan tuggasnya secara profesional yang
didasarkan atas ajaran Islam).22 Mengingat guru sebagai orang yang harus
menjadi teladan bagi peserta didiknya dalam bersikap dan berperilaku, maka
kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial merupakan pendukung penting
agar tugas yang dilaksanakan dapat mencapai hasil yang baik.
Dapat dikatakan bahwa guru agama mempunyai tugas yang cukup
berat, yaitu ikut membina pribadi anak disamping mengajarkan pengetahuan
agama kepada anak. Guru agama harus memperbaiki pribadi anak dan
membawa anak didik kepada arah pembinaan pribadi yang sehat dan baik.
Guru agama harus menyadari bahwa segala sesuatu pada dirinya merupakan
unsur pembinaan bagi anak didik. Di samping pendidikan dan pengajaran
yang dilaksanakan dengan sengaja oleh guru agama dalam pembinaan anak
20
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), h.114
21
Ibid., h.114
22
Ibid., h.117
8
didik, yang sangat penting dan menentukan pula adalah kepribadian, sikap dan
cara hidup guru itu sendiri, bahkan cara berpakaian, cara bergaul, berbicara
dan menghadapi setiap masalah, yang secara langsung tidak tampak
hubungannya dengan pengajaran, namun dalam pendidikan atau pembinaan
pribadi si anak, hal-hal itu sangat berpengaruh.23
Salah satu sekolah luar biasa khusus yang menyelenggarakan
pendidikan bagi anak tunadaksa adalah Yayasan Pembinaan Anak Cacat
(YPAC) Jakarta. YPAC memberikan perhatian kepada anak-anak yang
memiliki cacat tubuh (tunadaksa). Anak-anak yang memiliki cacat tubuh
ketika pertama kali masuk ke yayasan ini tidak memiliki kemampuan untuk
melakukan ibadah, seperti salat, mengaji, dan berpuasa dikarenakan mereka
memiliki rasa rendah diri yang tinggi, rasa tidak percaya diri, rasa minder,
merasa dikucilkan dan dibedakan dari lingkungan sekitar, serta rendahnya
kemampuan orang tua dalam membimbing anak tunadaksa untuk melakukan
kegiatan ibadah. Hal ini tentu akan berdampak pada kondisi kejiwaan anak
tunadaksa tersebut.
Di YPAC Jakarta terdapat berbagai jenjang pendidikan bagi anak
tunadaksa, mulai dari pendidikan TKLB, SDLB, SMPLB sampai pada
SMALB. Adapun penelitian ini lebih difokuskan pada anak tunadaksa tingkat
SMPLB. Di dalam satu kelas anak tunadaksa terdiri dari 5 – 6 orang siswa.
Ketika proses pembelajaran PAI berlangsung, anak tunadaksa kadang
mengalami kesulitan dalam memahami materi yang guru sampaikan. Hal ini
dikarenakan anak tunadaksa terutama yang mengalami Cerebral Palsy (CP)
memiliki gangguan kognisi, persepsi, dan simbolisasi.
Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki peranan yang penting
untuk membentuk karakter religius pada anak tunadaksa. Adapun kegiatan
yang dapat membentuk karakter religius anak tunadaksa dengan melakukan
kegiatan seperti berdoa sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran,
menghapal surat-surat pendek, kegiatan solat berjamaah, melaksanakan puasa,
dan belajar untuk saling berbagi. Hal ini melatarbelakangi penulis untuk
23
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2010), h.68
9
B. Identifikasi Masalah
Dari realita yang ada dan berdasarkan latar belakang masalah di atas,
maka diperoleh masalah yang teridentifikasi sebagai beikut.
1. Keterhambatan gerak membuat anak tunadaksa sulit melakukan kegiatan
secara mandiri
2. Rendahnya kemampuan dan pemahaman anak tunadaksa dalam
menjalankan kegiatan keagamaan
3. Rendahnya kepercayaan diri anak tunadaksa di YPAC Jakarta
4. Rendahnya penerimaan masyarakat terhadap anak tunadaksa
5. Rendahnya pemahaman orang tua dalam membangun karakter religius
anak tunadaksa
C. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan dalam penelitian ini tidak terlalu luas, maka
peneliti membatasi masalah sebagai berikut.
1. Anak berkebutuhan khusus yang akan diteliti adalah anak dengan
gangguan tunadaksa tingkat SMPLB.
2. Pembelajaran yang akan diteliti adalah peran guru pendidikan agama
Islam sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, model dan teladan, dan
evaluator dalam pendidikan karakter religius pada anak tunadaksa.
3. Faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi guru PAI dalam
pendidikan karakter religius anak tunadaksa.
10
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana peran guru PAI dalam pendidikan karakter religius anak
tunadaksa di YPAC Jakarta?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi guru PAI
dalam pendidikan karakter religius anak tunadaksa di YPAC Jakarta?
1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
(www.jdih.kemenkeu.go.id), dipublikasikan pada 30 Desember 2005
12
13
yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri atau menjadi
pusat panutan, teladan dan konsultan bagi peserta didiknya.
Ahmad Tafsir yang dikutip Sukring mengatakan bahwa pendidik
dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh
potensi peserta didik, baik ptensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun
psikomotorik (karsa). Pendidik juga memiliki arti orang dewasa yang
bertanggung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam
perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan,
mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu
mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah
SWT., mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai
makhluk individu yang mandiri.2
2
Sukring, Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2013), h.80-81
3
Novan Ardy Wiyani dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2016), h.109
14
4
Heri Gunawan, Pendidikan Islam: Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2014), h. 172
5
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (www.kbbi..web.id) diakses pada 15 Januari 2019
6
Sukring, Op.Cit., h. 88
15
7
Rusma, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalitas Guru, (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2011), h.22-23
16
8
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), h.92-93
18
9
Sukring, Loc.Cit., h. 83-85
19
10
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya. 2013), h.10
11
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
(http://kelembagaan.ristekdikti.go.id), dipublikasikan pada 22 Februari 2019
12
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta,
2012), h. 1
20
13
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (www.kbbi..web.id) diakses pada 15 Januari 2019
14
Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Implementasinya Secara
Terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat, (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2016), h.28-29
21
15
Dalmeri, Pendidikan untuk Pengembangan Karakter (Telaah terhadap Gagasan Thomas
Lickona dalam Educating for Character), Jurnal Al-Ulum, Vol.14, 2014, h.271-272
16
Thomas Lickona, Character Matters: Persoalan Karakter Bagaimana Membantu Anak
Mengembangkan Penilaian yang Baik, Integritas, dan Kebajikan Penting Lainnya, terjemah dari
Character Matters: How to Help Our Children Develop Good Judgment, Integrity, and Other
Essensial Virtues, (Jakarta: PTBumi Aksara. 2012), h.6
17
Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya. 2011), h.44
18
Thomas Lickona, Op.Cit., h.5
22
19
Dalmeri, Op.Cit., h.273
20
Siswanto, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Religius, Jurnal Tadris, Vol. 8,
2013, h. 97
21
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2005), h. 346
22
Maswardi Muhammad Amin, Pendidikan Karakter Anak Bangsa, (Jakarta: Baduesa
Media Jakarta, 2011), h. 7
23
23
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2006), h.151
24
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: PT. Raja Gradindo, 2015),
h.37
25
Didiek Ahmad Suoadie dan Sarjuni, Pengantar Studi Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2012), h.204-205
24
26
Perpres No.87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, diakses dari
(https://www.jogloabang.com/pendidikan/perpres-no-87-tahun-2017-tentang-penguatan-
pendidikan-karakter), dipublikasikan pada 27 Februari 2018
27
Heri Gunawan, Op.Cit., h. 20
25
28
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan, (Jakarta: Kencana: 2012), h.178-179
26
29
Heri Gunawan, Loc.Cit., .h. 20-21
30
Ibid., .h. 21-22
27
31
I. B. Putera Manuaba, Memahami Teori Konstruksi Sosial, Jurnal: Masyarakat
Kebudayaan dan Politik, Vol. 21, 2008, h. 224
32
Ibid., h. 221
28
33
Thomas Lickona, Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi
Pintar dan Baik, Diterjemahkan dari Educating for Character, (Bandung: Nusa Media. 2013), h.
72
34
Fatma Laili Khoirun Nida, Intervensi Teori Perkembangan Moral Lawrence Kohlberg
dalam Dinamika Pendidikan Karakter, Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, Vol. 8,
2013, h. 274
29
35
Nuraida dan Rihlah Nur Aulia, Pendidikan Karakter untuk Guru, (Ciputat: Islamic
Research Publishing, 2010), h. 26
36
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. 2011), h.112-113
30
38
Heri Gunawan, Op.Cit., .h. 88-90
32
39
Ibid., h. 91-94
33
40
Ibid., .h. 95-96
34
41
Syamsul Kurniawan, Op.Cit., h. 39-42
35
2. Karakter Religius
42
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI-press.
1985), h.2
43
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (www.kbbi..web.id) diakses pada 8 Oktober 2019
44
Syamsul Kurniawan, Loc.Cit., h. 39
37
45
Eny Wahyu Suryanti dan Febi Dwi Widayanti, Penguatan Pendidikan Karakter
Berbasis Religius, Conference on Inovation and Application of Science and Technology
(CIASTECH 2018), Seminar Nasional Hasil Riset, 2018, h.257
46
Ahmad Thontowi. Hakekat Religiusitas, (http://www.sumsel.kemenag.go.id),
dipublikasikan pada 27 Juni 2011, h. 2-3
38
47
Ibid., h. 3
39
48
Ibid., h. 4
49
Muchlas Samani dan Hariyanto, Op.Cit., h.48-49
40
7. Beradab
8. Iman dan takwa
2. Terhadap Diri Sendiri 1. Adil
2. Jujur
3. Bijaksana
4. Kerja keras
5. Kerja cerdas
6. Mawas diri
7. Kasih sayang
8. Bertanggung jawab
3. Terhadap Keluarga 1. Jujur
2. Sabar
3. Empati
4. Pemaaf
5. Disiplin
6. Rendah hati
7. Tenggang rasa
8. Sopan santun
4. Terhadap Orang Lain 1. Sportif
2. Amanah
3. Pemurah
4. Bela rasa
5. Lembut hati
6. Ramah tamah
7. Rela berkorban
8. Bertanggung jawab
5. Terhadap Masyarakat dan 1. Tertib
Bangsa 2. Setia/loyal
3. Berinisiatif
4. Sikap hormat
41
5. Tenggang rasa
6. Kerja keras
7. Menghargai kesehatan
8. Berpikir jauh ke depan
6. Terhadap Alam dan 1. Adil
Lingkungan 2. Amanah
3. Berinisiatif
4. Kasih sayang
5. Rela berkorban
6. Bertanggung jawab
7. Berpikir konstruktif
8. Menghargai kebersihan
50
Ibid., h.79-85
43
C. Anak Tunadaksa
a. Pengertian Anak Tunadaksa
Anak tunadaksa sering disebut dengan istilah anak cacat tubuh, cacat
fisik, dan cacat ortopedi. Istilah tunadaksa berasal dari kata “tuna yang
berarti rugi atau kurang dan daksa yang berarti tubuh.” Tunadaksa adalah
anak yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna, sedangkan istilah cacat
tubuh dan cacat fisik dimaksudkan untuk menyebut anak cacat pada
anggota tubuhnya, bukan cacat inderanya. Selanjutnya istilah cacat
ortopedi merupakan terjemahan dari bahasa Inggris orthopedically
handicapped. Orthopedic mempunyai arti yang berhubungan dengan otot,
tulang dan persendian. Dengan demikian, cacat ortopedi kelainannya
terletak pada otot, tulang dan persendian atau dapat juga akibat adanya
kelainan yang terletak pada pusat pengatur sistem otot, tulang dan
persendian.52
51
Agus Setiawan, Prinsip Pendidikan Karakter dalam Islam, Jurnal Dinamika ilmu,
Vol.14, 2014, h.7
52
Asep Karyana dan Sri Widati, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunadaksa:
Peserta Didik Berkebutuhan Khusus dengan Hambatan Gerak, (Jakarta: Luxima, 2013)., h. 31
44
53
Tin Suharmini, Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional, 2007), h. 79
45
54
Ibid., h. 40-42
46
55
Asep Karyana dan Sri Widati, Op.Cit., h. 34
56
Ibid., h. 35-36
47
57
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h.111-112
49
f. Kondisi-kondisi lain:
1. Flatfeet (telapak kaki rata, tidak berteluk)
2. Kyphosis (bagian belakang sumsum tulang belakang yang
cekung)
3. Lordosis (bagian muka sumsum tulang belakang yang cekung)
4. Perthe’s disese (sendi paha yang rusak/mengalami kelainan)
5. Rickets (tulang lunak karena nutrisi, menyebabkan kerusakan
tulang dan sendi)
6. Scilosis (tulang belakang yang berputar, bahu dan paha miring).58
58
Ibid., h.113-114
50
memiliki rasa percaya diri dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosialnya.59
Anak penyandang tunadaksa sebenarnya dapat menjadi
individu yang tangguh apabila ia dapat bangkit dari masalah
keterbatasan fisiknya tersebut. Hal ini harus didasari oleh adanya rasa
optimis untuk dapat melanjutkan kehidupannya sehari-hari, mulai dari
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan lingkungan sekitar, informasi
teknologi, untuk mencapai kemandirian, kesetaraan dan kesejahteraan.
Ada beberapa faktor yang mampu mempengaruhi anak tunadaksa
menjadi tangguh menurut Reivich dan Shatte, yaitu “regulasi emosi,
pengendalian impuls, optimisme, analisis kasual empati, efikasi diri,
serta reaching out”. Sedangkan, menurut Grotberg, “kualitas
ketangguhan anak tunadaksa tidak sama, sebab kualitas tangguh
seseorang sangat ditentukan oleh tingkat usia, taraf perkembangan,
intensitas seseorang dalam menghadapi situasi-situasi yang tidak
menyenangkan, serta seberapa besar dukungan sosial dalam
pembentukan jiwa tanggah seseorang.” Dapat ditarik kesimpulan
bahwa dalam pembentukan jiwa tangguh anak tunadaksa selain
dipengaruhi oleh dirinya sendiri, faktor lingkungan juga memiliki
peranan yang sangat penting.60
3. Karakteristik Fisik/Kesehatan
Karakteristik fisik/kesehatan anak tunadaksa biasanya selain
mengalami cacat tubuh adalah kecenderungan mengalami gangguan
lain, seperti sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan,
gangguan bicara, dan lain-lain. Kelainan tambahan itu banyak
ditemukan pada anak tunadaksa sistem cerebral. Gangguan bicara
disebabkan oleh kelainan motorik alat bicara (kaku atau lumpuh),
seperti lidah, bibir, dan rahang sehingga mengganggu pembentukan
59
Asep Karyana, Loc.Cit., h. 38-39
60
Nurul Qomariyah dan Desi Nurwidawati, Perbedaan Resiliensi Pada Tuna Daksa
Ditinjau Dari Perbedaan Usia, Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, Vol.7, 2017, h. 131
52
61
Asep Karyana dan Sri Widati, Loc.Cit., h. 38-40
62
Mohammad Adib, Agen dan Struktur dalam Pandangan Bourdieu, Jurnal Biokultur,
Vol. 1, 2012, h. 105
53
peroleh melalui latihan berulang kali (inculcation); (2) lahir dari kondisi
sosial tertentu dan karena itu menjadi struktur yang sudah diberi bentuk
terlebih dahulu oleh kondisi sosial di mana dia diproduk-sikan. Dengan
kata lain, ia merupakan struktur yang distrukturkan (structured -
structures); (3) disposisi yang terstruktur ini sekaligus berfungsi sebagai
kerangka yang melahirkan dan memberi bentuk kepada persepsi,
representasi, dan tindakan seseorang dan karena itu menjadi structuring
structures (struktur yang menstrukturkan); (4) sekalipun habitus lahir
dalam kondisi sosial tertentu, dia bisa dialihkan ke kondisi sosial yang lain
dan karena itu bersifat transposable; (5) besifat pra-sadar (preconcious)
karena ia tidak merupakan hasil dari refleksi atau pertimbangan rasional.
Dia lebih merupakan spontanitas yang tidak disadari dan tak dikehendaki
dengan sengaja, tetapi juga bukanlah suatu gerakan mekanistis yang tanpa
latar belakang sejarah sama sekali; (6) bersifat teratur dan berpola, tetapi
bukan merupakan ketundukan kepada peraturan-peraturan tertentu.
Habitus tidak hanya merupakan a state of mind, tetapi juga a state of body
dan bahkan menjadi the site of incorporated history; (7) habitus dapat
terarah kepada tujuan dan hasil tindakan tertentu, tetapi tanpa ada maksud
secara sadar untuk mencapai hasil-hasil tersebut dan juga tanpa
penguasaan kepandaian yang ber-sifat khusus untuk mencapainya.63
Adapun ranah (field) lebih dipandang Bourdieu secara relasional
daripada secara struktural. Ranah adalah jaringan relasi antarposisi
objektif di dalamnya. Keberadaan relasi-relasi ini terpisah dari kesadaran
dan kehendak individu. Ranah merupakan: (1) arena kekuatan sebagai
upaya perjuangan untuk memperebutkan sumber daya atau modal dan juga
untuk memperoleh akses tertentu yang dekat dengan hirarki kekuasaan; (2)
semacam hubungan yang terstruktur dan tanpa disadari mengatur posisi-
posisi individu dan kelompok dalam tatanan masyarakat yang terbentuk
secara spontan.64
63
Ibid., h. 97
64
Ibid., h. 102
54
65
Yuli Surya Dewi dan Pambudi Handoyo, Pola Sosialisasi Pendidikan Karakter, Header
Halaman Gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal, Vol.1, 2012, h. 3
55
66
Ibid., h. 3
56
67
Sumarno, Peranan Guru Pendidikan Islam dalam Membangun Karakter Peserta Didik,
Jurnal Al Lubab Vo.1, 2016, h.129
57
68
Ibid., h.129-130
69
Ibid., h.132
58
72
Ibid., h. 283
60
73
Ibid., h. 284
61
76
Nurrotun Nangimah, Peran Guru PAI Dalam Pendidikan Karakter Religius Siswa SMA
N 1 Semarang, Skripsi, (Semarang: UIN Walisongo Semarang, 2018), h. 61
63
77
Mila Intani, Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Akhlakul
Karimah pada Peserta Didik di SMK Negeri 1 Bulukerto Kabupaten Wonogiri Tahun Pelajaran
2017/2018, Skripsi, (Surakarta: IAIN Surakarta, 2017). h. 64
78
Resna Leli Harahap, Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Membina Akhlak
Siswa di MTs Swasta Al-Ulum Medan, Skripsi, (Medan: UIN Sumatera Utara, 2017), h.63
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah suatu metode penelitian yang berlandaskan
pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi
obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci,
pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan
snowball, teknik pengumpulan dengan triangulasi, analisis data bersifat
induktif/kualitatif, dan hasil penelitiannya lebih menekankan makna
daripada generalisasi.1 Penelitian kualitatif juga memiliki arti sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.2 Jadi,
penelitian kualitatif merupakan penelitian yang lebih ditujukan pada
pembentukan teori berdasarkan data-data yang didapat secara empris.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analisis dengan
menyelidiki atau menggambarkan keadaan yang berhubungan dan data
akan ditunjang oleh data yang peneliti peroleh dari penelitian kepustakaan
maupun data yang peneliti peroleh dari lapangan, karena perhatian
1
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D), (Bandung: Alfabeta. 2015), h.15
2
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2012), h.4
64
65
C. Sumber Data
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada kondisi
yang alamiah, sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih
banyak pada observasi berperan serta, wawancara mendalam, dan
dokumentasi.4 Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang
dibutuhkan maka sumber data yang penulis gunakan terdiri dari dua
macam, yaitu data primer dan data sekunder.
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah data yang
diperoleh dari hasil wawancara di lapangan, antara peneliti dan subjek
bertemu secara langsung untuk menggali informasi yang diperlukan
untuk penelitian. Data yang diperoleh langsung dari YPAC Jakarta, di
antaranya Kepala YPAC Jakarta, Guru PAI SMPLB YPAC Jakarta,
dan siswa/i SMPLB YPAC Jakarta yang beragama Islam.
3
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikani, (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), h.35
4
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2016), h.63
66
5
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h.158
6
Sugiyono, Op.Cit., h.72
67
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.7
Instrumen ini akan menjadi penunjang bagi peneliti untuk memperkuat
data yang sudah peneliti dapatkan. Dokumentasi dapat berupa foto-
foto kegiatan pembelajaran PAI, RPP yang digunakan, keadaan guru,
serta keadaan anak tunadaksa di YPAC Jakarta.
7
Ibid., h.82
8
Ibid., h.125-127
9
Ibid., h.128
68
F. Analisis Data
Analisis data menurut Bogdan adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan
temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.10
Penelitian ini menggunakan analisis data model Miles dan
Huberman, di mana aktivitas dalam analisis data dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga
datanya sudah jenuh. Adapun langkah-langkah dalam analisis data ini,
yaitu reduksi data, display data, dan kesimpulan/verifikasi.
a. Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan pola,
sehingga data yang diteliti memberikan gambaran yang lebih jelas dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data.
b. Data display (penyajian data) dapat dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan lain sebagainya. Melalui
penyajian data, maka akan memudahkan utuk memahami apa yang
terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah
dipahami.
c. Kesimpulan/verifikasi merupakan langkah ketiga dalam analisis data,
di mana kesimpulan ini dapat menjawab rumusan masalah yang
dirumuskan sejak awal. Namun, kesimpulan juga dapat menjadi tidak
tepat karena rumusan dalam penelitian kualitatif masih bersifat
sementara dan akan berkembang setelah peneliti di lapangan.11
10
Ibid., h.88
11
Ibid., h.91-99
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
1. Gambaran Umum SLB D-D1 YPAC Jakarta
a. Letak Geografis SLB D-D1 YPAC Jakarta
Secara geografis, SLB D-D1 YPAC Jakarta terletak di Jl.
Hang Lekiu III No. 19 RT. 006 RW. 004 Kebayoran Baru -
Jakarta Selatan, Jakarta. SLB D-D1 YPAC Jakarta merupakan
salah satu lembaga yang memberikan pelayanan pendidikan bagi
anak-anak yang mengalami kecacatan secara fisik atau disebut
dengan tunadaksa. Sekolah ini memiliki ciri-ciri fisik yaitu
dengan kondisi luas tanah seluas 8.084 m2 dan luas bangunan
sebesar 5.200 m2. Adapun jumlah ruang kelas yang terdapat di
SLB D-D1 YPAC Jakarta yaitu 22 kelas, dengan rincian sebagai
berikut1:
Jenjang Pendidikan TKLB : 3 kelas
Jenjang Pendidikan SDLB. D1 : 4 kelas
Jenjang Pendidikan SDLB. D2 : 6 kelas
Jenjang Pendidikan SMPLB. D1 : 6 kelas
Jenjang Pendidikan SMALB. D1 : 3 kelas
1
Dokumentasi Profil Sekolah SLB D-D1 YPAC Jakarta., dokumen tidak dipublikasikan
2
Sejarah YPAC, ( http://ypac-nasional.org/sejarah-ypac/ ) dipublikasikan pada 27 Maret
2013
69
70
3
Sejarah YPAC, ( http://ypac-nasional.org/sejarah-ypac/ ) dipublikasikan pada 27 Maret
2013
71
4
Sejarah YPAC, ( http://ypac-nasional.org/sejarah-ypac/ ) dipublikasikan pada 27 Maret
2013
72
5
Sejarah YPAC, ( http://ypac-nasional.org/sejarah-ypac/ ) dipublikasikan pada 27 Maret
2013
6
Dokumentasi Profil Sekolah SLB D-D1 YPAC Jakarta., dokumen tidak dipublikasikan
73
7
Dokumentasi Profil Sekolah SLB D-D1 YPAC Jakarta., dokumen tidak dipublikasikan
74
8
Dokumentasi Profil Sekolah SLB D-D1 YPAC Jakarta., dokumen tidak dipublikasikan
75
9
Dokumentasi Profil Sekolah SLB D-D1 YPAC Jakarta., dokumen tidak dipublikasikan
76
10
Buku Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Jakarta, h.9-10., dokumen tidak
dipublikasikan
77
11
Hasil observasi dan wawancara di SLB D-D1 YPAC Jakarta
12
Wawancara dengan bapak M. Mudlofir, S.Pd.I., pada tanggal 16 September 2019 di
SLB D-D1 YPAC Jakarta
78
13
Wawancara dengan bapak Heru Heriawan, M.Pd., pada tanggal 24 September 2019 di
SLB D-D1 YPAC Jakarta
14
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta,
2012), h.88
15
Hasil observasi dan wawancara di SLB D-D1 YPAC Jakarta
79
20
Wawancara dengan bapak M. Mudlofir, S.Pd.I., pada tanggal 16 September 2019 di
SLB D-D1 YPAC Jakarta
21
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2014), h.194
22
Hasil observasi dan wawancara di SLB D-D1 YPAC Jakarta
82
25
Wawancara dengan bapak M. Mudlofir, S.Pd.I., pada tanggal 16 September 2019 di
SLB D-D1 YPAC Jakarta
26
Heri Gunawan, Op.Cit., h.93
27
Hasil observasi dan wawancara di SLB D-D1 YPAC Jakarta
84
28
Wawancara dengan bapak M. Mudlofir, S.Pd.I., pada tanggal 16 September 2019 di
SLB D-D1 YPAC Jakarta
29
Hasil observasi dan wawancara di SLB D-D1 YPAC Jakarta
85
30
Wawancara dengan bapak M. Mudlofir, S.Pd.I., pada tanggal 16 September 2019 di
SLB D-D1 YPAC Jakarta
86
31
Wawancara dengan bapak M. Mudlofir, S.Pd.I., pada tanggal 16 September 2019 di
SLB D-D1 YPAC Jakarta
32
Wawancara dengan bapak M. Mudlofir, S.Pd.I., pada tanggal 16 September 2019 di
SLB D-D1 YPAC Jakarta
87
34
Hasil observasi dan wawancara di SLB D-D1 YPAC Jakarta
89
35
Wawancara dengan bapak M. Mudlofir, S.Pd.I., pada tanggal 16 September 2019 di
SLB D-D1 YPAC Jakarta
36
Wawancara dengan Olivia, pada tanggal 10 September 2019 di SLB D-D1 YPAC
Jakarta
90
37
Hasil observasi dan wawancara di SLB D-D1 YPAC Jakarta
38
Wawancara dengan bapak M. Mudlofir, S.Pd.I., pada tanggal 16 September 2019 di
SLB D-D1 YPAC Jakarta
91
39
Wawancara dengan bapak Heru Heriawan, M.Pd., pada tanggal 24 September 2019 di
SLB D-D1 YPAC Jakarta
92
40
Hasil observasi dan wawancara di SLB D-D1 YPAC Jakarta
41
Wawancara dengan bapak M. Mudlofir, S.Pd.I., pada tanggal 16 September 2019 di
SLB D-D1 YPAC Jakarta
42
Wawancara dengan bapak Heru Heriawan M.Pd., pada tanggal 24 September 2019 di
SLB D-D1 YPAC Jakarta
93
a. Faktor Pendukung
Faktor pendukung pendidikan karakter religius sangat
penting untuk diketahui, karena dengan adanya faktor pendukung
pendidikan karakter religius oleh guru bisa ditanggulangi dan bisa
berjalan sesuai yang diharapkan. Temuan data dari penilitian
menunjukkan bahwa faktor pendukung pendidikan karakter
religius siswa tunadaksa seperti yang dikatakan oleh guru PAI
SLB D-D1 YPAC Jakarta, yaitu:
“Faktor yang sangat mempengaruhi dalam pembentukan
karakter religius itu orang tua, mba. Karena pendidikan
pertama bagi anak berawal dari orang tua dan
keluarganya. Selanjutnya, faktor yang mempengaruhi itu
lingkungan sekolah, terutama wali kelas dan teman-
temannya. Untuk anak-anak berkebutuhan khusus seperti
94
43
Wawancara dengan bapak M. Mudlofir, S.Pd.I., pada tanggal 16 September 2019 di
SLB D-D1 YPAC Jakarta
44
Wawancara dengan bapak Heru Heriawan M.Pd., pada tanggal 24 September 2019 di
SLB D-D1 YPAC Jakarta
95
45
Wawancara dengan bapak M. Mudlofir S.Pd.I., pada tanggal 16 September 2019 di
SLB D-D1 YPAC Jakarta
46
Hasil observasi dan wawancara di SLB D-D1 YPAC Jakarta
96
47
Wawancara dengan bapak M. Mudlofir, S.Pd.I., pada tanggal 16 September 2019 di
SLB D-D1 YPAC Jakarta
97
48
Wawancara dengan bapak Heru Heriawan M.Pd., pada tanggal 24 September 2019 di
SLB D-D1 YPAC Jakarta
49
Hasil observasi dan wawancara di SLB D-D1 YPAC Jakarta
98
B. Pembahasan
1. Peran Guru PAI dalam Pendidikan Karakter Religius Anak
Tunadaksa di SLB D-D1 YPAC Jakarta
a. Peran Guru PAI sebagai Pendidik
Sebagai seorang pendidik guru harus memiliki cakupan
ilmu yang cukup luas. Guru merupakan pendidik yang menjadi
tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik, dan
lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar
kualitas tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa,
mandiri dan disiplin. Dalam kaitannya dengan rasa tanggung
jawab seorang guru harus mengetahui serta memahami nilai,
norma moral, dan sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat
sesuai dengan nilai dan norma tersebut.50
Selain mengajarkan ilmu pengetahuan guru juga harus
mampu menanamkan akhlak yang baik agar anak terbiasa untuk
melakukan perilaku terpuji yang sesuai dengan nilai dan norma
yang berlaku dalam agama dan masyarakat. Dalam hal ini guru
harus dapat bersikap adil, bijak, dan dapat memberikan contoh
yang baik kepada peserta didik. Dalam rangka mewujudkan
pendidikan karakter religius anak tunadaksa, guru PAI melakukan
pendekatan kepada siswa dengan menggunakan beberapa metode,
di antaranya yaitu:
Metode hiwar atau percakapan:
Metode qashash atau cerita
Metode uswah atau keteladanan
50
Sumarno, Peranan Guru Pendidikan Islam dalam Membangun Karakter Peserta Didik,
Jurnal Al Lubab Vo.1, 2016, h.129
99
Metode ceramah
Metode pendidikan dengan nasihat
Metode pembiasaan
51
Hasil Analisis pada tanggal 24 Oktober 2019
100
52
Sumarno, Peranan Guru Pendidikan Islam dalam Membangun Karakter Peserta Didik,
Jurnal Al Lubab Vo.1, 2016, h.129
101
53
Hasil Analisis pada tanggal 24 Oktober 2019
54
Sumarno, Peranan Guru Pendidikan Islam dalam Membangun Karakter Peserta Didik,
Jurnal Al Lubab Vo.1, 2016, h.130
55
Hasil Analisis pada tanggal 24 Oktober 2019
102
56
Sumarno, Peranan Guru Pendidikan Islam dalam Membangun Karakter Peserta Didik,
Jurnal Al Lubab Vo.1, 2016, h.132
57
Hasil Analisis pada tanggal 24 Oktober 2019
58
Sumarno, Peranan Guru Pendidikan Islam dalam Membangun Karakter Peserta Didik,
Jurnal Al Lubab Vo.1, 2016, h.137
103
59
Hasil Analisis pada tanggal 24 Oktober 2019
104
A. Kesimpulan
Berdasarkan data yang dikumpulkan dan hasil analisis yang
dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa anak
tunadaksa merupakan anak yang memiliki kebutuhan khusus karena anak
tunadaksa memiliki keterhambatan dalam motorik, persepsi, kognisi, dan
simbolisasi khususnya bagi anak tunadaksa yang mengalami kelainan
Cerebral Palsy (CP). Dalam hal ini guru PAI memiliki peranan yang
penting dalam mendidik karakter religius anak tunadaksa. Adapun terkait
peran guru PAI dalam pendidikan karakter religius anak tunadaksa di SLB
D-D1 Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Jakarta, yaitu:
107
108
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang penulis uraikan di atas maka penulis
mengajukan saran yang sekiranya dapat menjadi pertimbangan dalam
membentuk karakter religius peserta didik di SLB D-D1 YPAC Jakarta
guna perkembangan selanjutnya ke arah yang lebih baik, yaitu:
1. Kepala sekolah selaku pimpinan hendaknya menjadi motivator dan
inovator dengan mengupayakan kualitas guru agama Islam dengan
mengadakan pelatihan atau penataran tentang pendidikan agama
Islam untuk anak-anak tunadaksa, serta memberi perhatian lebih
dengan menambah guru, khususnya guru pendidikan agama Islam.
2. Guru perlu adanya persiapan yang baik dalam pelaksanaan
pembelajaran serta diperlukan kedalaman dan keluasan pengetahuan
khususnya bagi anak tunadaksa, sehingga dapat memahami
karakteristiknya agar tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam
dapat tercapai dengan baik.
3. Guru PAI perlu secara terus menerus memberikan motivasi kepada
peserta didik agar mereka terpacu untuk melaksanakan ibadah dan
selalu berakhlak yang baik.
4. Partisipasi aktif dari orang tua kepada anak tunadaksa sangat
diperlukan dalam membimbing pendidikan agama Islam pada anak
di rumah, sehingga pendidikan dalam keluarga dapat menunjang
keberhasilan pendidikan agama di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Setiawan. Prinsip Pendidikan Karakter dalam Islam. Jurnal Dinamika ilmu.
Vol.14, 2014.
Agustyawati dan Solicha. Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009.
Ahmad Suoadie, Didiek dan Sarjuni. Pengantar Studi Islam. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2012.
Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2006.
Anwar, Muhammad Jafar dan Muhammad A. Salam. Membumikan Pendidikan
Karakter. Jakarta: CV Suri Tatu’uw, 2015.
Aziz, Hamka Abdul. Pendidikan Karakter Berpusat pada Hati. Jakarta: Al-Mawardi
Prima, 2012.
Dalmeri, Pendidikan untuk Pengembangan Karakter (Telaah terhadap Gagasan
Thomas Lickona dalam Educating for Character). Jurnal Al-Ulum, Vol.14,
2014.
Daradjat, Zakiah. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT Bulan Bintang, 2010.
Daud Ali, Muhammad. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2005.
Eny Wahyu Suryanti dan Febi Dwi Widayanti, Penguatan Pendidikan Karakter
Berbasis Religius, Conference on Inovation and Application of Science and
Technology (CIASTECH 2018), Seminar Nasional Hasil Riset, 2018.
Fatma Laili Khoirun Nida, Intervensi Teori Perkembangan Moral Lawrence
Kohlberg dalam Dinamika Pendidikan Karakter, Edukasia: Jurnal Penelitian
Pendidikan Islam, Vol. 8, 2013.
Gunawan, Heri. Pendidikan Islam: Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2014.
Gunawan, Heri. Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi. Bandung:
Alfabeta, 2012.
I. B. Putera Manuaba, Memahami Teori Konstruksi Sosial, Jurnal: Masyarakat
Kebudayaan dan Politik, Vol. 21, 2008.
110
111
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jilid I. Jakarta: UI-press,
1985.
Nata, Abuddin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana, 2010.
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta: PT. Raja Gradindo,
2015.
Nuraida dan Rihlah Nur Aulia. Pendidikan Karakter untuk Guru. Ciputat: Islamic
Research Publishing, 2010.
Nurul Qomariyah dan Desi Nurwidawati. Perbedaan Resiliensi Pada Tuna Daksa
Ditinjau Dari Perbedaan Usia. Jurnal Psikologi Teori dan Terapan. Vol.7,
2017.
Perpres No.87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, diakses dari
(https://www.jogloabang.com/pendidikan/perpres-no-87-tahun-2017-tentang-
penguatan-pendidikan-karakter), dipublikasikan pada 27 Februari 2018
Rusma. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalitas Guru.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011.
Samani, Muchlas dan Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2011.
Sejarah YPAC, diakses dari http://ypac-nasional.org/sejarah-ypac/
Shalahudin, Anas dan Irwanto Alkrienciehie. Pendidikan Karakter: Pendidikan
Berbasis Agama dan Budaya Bangsa. Bandung: Pustaka Setia, 2013.
Siswanto. Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Religius. Jurnal Tadris. Vol. 8,
2013.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D). Bandung: Alfabeta, 2015.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2016.
Suharmini, Tin. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional, 2007.
Suharto, Toto. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016.
Sumarno. Peranan Guru Pendidikan Islam dalam Membangun Karakter Peserta
Didik. Jurnal Al Lubab Vo.1, 2016.
Sukring. Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam. Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2013.
113
a. Kisi-Kisi Wawancara
b. Kisi-kisi Observasi
114
115
Lampiran 2
INSTRUMEN WAWANCARA
WAWANCARA DENGAN KEPALA SEKOLAH
SLB D-D1 YPAC JAKARTA
Nama :
Tanggal Wawancara :
Pertanyaan
1. Sejak Kapan bapak memimpin yayasan ini?
Jawab: ...........................................................................................................
2. Bagaimana sejarah perkembangan YPAC Jakarta ini?
Jawab: .................................................................................................................
3. Sarana dan prasarana apa saja yang dimiliki oleh sekolah untuk menunjang
proses pembelajaran?
Jawab: ................................................................................................................
4. Ada berapa jumlah guru di YPAC Jakarta ini?
Jawab: ................................................................................................................
5. Adakah ketentuan khusus untuk mengajar di YPAC Jakarta ini?
Jawab: .................................................................................................................
6. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang kondisi Anak Tunadaksa di sekolah
ini?
Jawab: ...............................................................................................
7. Terkait dengan pendidikan karakter religius anak tunadaksa, kebijakan apa saja
yang sudah diterapkan untuk pembentukan karakter religius siswa Anak
Tunadaksa di sekolah ini?
Jawab: ..................................................................................................................
8. Apakah menurut Bapak, guru PAI sudah menjalankan perannya sebagai
pendidik?
Jawab: ...........................................................................................................
116
INSTRUMEN WAWANCARA
WAWANCARA DENGAN GURU PAI
SLB D-D1 YPAC JAKARTA
Nama :
Tanggal Wawancara :
Pertanyaan
1. Sudah Berapa lama Bapak mengajar PAI di SLB D-D1 YPAC Jakarta:
Jawab: ...................................................................................................................
2. Berapa jumlah siswa dalam satu kelas di SMP SLB D-D1 YPAC Jakarta ini?
Jawab: ...................................................................................................................
3. Terkait peran guru sebagai pendidik:
a. Apa yang bapak/ibu lakukan dalam mendidik siswa untuk meningkatkan
karakter religius pada anak tunadaksa di YPAC Jakarta?
Jawab: .............................................................................................................
b. Siapa saja yang terlibat dalam mendidik siswa untuk meningkatkan
karakter religius pada anak tunadaksa di YPAC Jakarta?
Jawab: .............................................................................................................
c. Pendekatan apa yang bapak/ibu gunakan dalam mendidik siswa untuk
meningkatkan karakter religius pada anak tunadaksa di YPAC Jakarta?
Jawab: .............................................................................................................
d. Metode apa saja yang bapak/ibu gunakan dalam mendidik siswa dalam
meningkatkan karakter religius pada anak tunadaksa di YPAC Jakarta?
Jawab: .............................................................................................................
4. Terkait peran guru sebagai pengajar:
a. Apa yang bapak/ibu ajarkan untuk meningkatkan karakter religius pada
anak tunadaksa di YPAC Jakarta?
Jawab: ............................................................................................................
118
INSTRUMEN WAWANCARA
WAWANCARA DENGAN SISWA
SLB D-D1 YPAC JAKARTA
Nama :
Tanggal Wawancara :
Pertanyaan
1. Apakah kamu menyukai pelajaran PAI? Alasannya?
Jawab: ..................................................................................................................
2. Sebelum pelajaran dimulai, kegiatan apa yang kalian lakukan?
Jawab: ..................................................................................................................
3. Materi apa saja yang pernah diberikan oleh guru PAI?
Jawab: ..................................................................................................................
4. Metode pembelajaran apa saja yang biasanya digunakan oleh guru PAI?
Jawab: ..................................................................................................................
5. Sikap apa yang dapat diteladani dari guru PAI?
Jawab: ..................................................................................................................
6. Apakah kamu pernah diberikan nasihat oleh guru PAI? Alasannya?
Jawab: ..................................................................................................................
7. Apakah kamu menerapkan nilai-nilai keislaman ketika dalam kehidupan
sehari-hari?
Jawab: ..................................................................................................................
121
Lampiran 3
Lembar Observasi
Aspek Pelaksanaan
No. Keterangan
Pengamatan B CB TB
1. Peran guru
sebagai pendidik
2. Peran guru
sebagai pengajar
3. Peran guru
sebagai
pembimbing
4. Peran guru
sebagai model
dan teladan
5. Peran guru
sebagai evaluator
6. Perubahan tingkah laku pada peserta didik:
a. sikap religius
peserta didik
b. kemandirian
peserta didik
Keterangan: B = Baik
CB = Cukup Baik
TB = Tidak Baik
122
Lampiran 4
HASIL WAWANCARA
WAWANCARA DENGAN KEPALA SEKOLAH
SLB D-D1 YPAC JAKARTA
Pertanyaan
1. Sejak Kapan bapak memimpin yayasan ini?
Jawab: Saya memimpin yayasan ini sejak tahun 2014 sampai sekarang.
3. Sarana dan prasarana apa saja yang dimiliki oleh sekolah untuk menunjang
proses pembelajaran?
Jawab: Untuk sarana dan prasarana di sekolah ini dapat dikatakan yang paling
lengkap dan memenuhi standar minimal untuk pendidikan khusus, mbak. Di
sini terdapat psikolog, terapis, klinik dan hal-hal lain yang menunjang untuk
proses pembelajaran anak.
Jawab: Untuk guru PAI di YPAC ini hanya ada satu, mbak. Jadi untuk guru
PAI di SD, SMP, dan SMA diajarkan oleh satu guru.
5. Adakah ketentuan khusus untuk guru yang mengajar di YPAC Jakarta ini?
Jawab: Minimal mereka lulusan S1 Pendidikan Luar Biasa (PLB) yang
memang mereka mengerti dan memahami betul tentang kebutuhan dan
kemampuan anak-anak luar biasa. Tetapi pada kenyataannya kan tidak bisa
seperti itu, mbak. Contohnya untuk mata pelajaran seperti PAI kita harus
menerima guru lulusan pendidikan agama, karena tidak mungkin kami
menerima lulusan PLB akan tetapi tidak memiliki pengetahuan tentang agama.
Karena memang Pendidikan Luar Biasa itu kan dalam pembelajarannya
bersifat umum, sehingga kita membutuhkan guru-guru yang menguasai secara
khusus materi mata pelajaran tertentu. Ketentuan khusus lainnya, yaitu mereka
harus memiliki keterampilan tertentu, seperti tata boga, IT, bidang olahraga,
tata rias, dan lain sebagainya.
7. Terkait dengan pendidikan karakter religius anak tunadaksa, kebijakan apa saja
yang sudah diterapkan untuk pembentukan karakter religius siswa Anak
Tunadaksa di sekolah ini?
Jawab: Untuk kebijakan mengenai kegiatan-kegiatan keagamaan saya
memberi kebebasan kepada guru PAI. Selama kegiatan tersebut positif maka
saya akan mendukung. Seperti kegiatan mengaji setelah proses pembelajaran,
atau ketika bulan Ramadhan dilaksanakan kegiatan pesantren kilat. Itu kan atas
124
10. Apakah menurut Bapak guru PAI sudah menjalankan perannya sebagai
pembimbing?
Jawab: Sebagai seorang pendidik kita harus membimbing anak tentu ke arah
yang lebih baik. Misalnya, jika anak mengalami permasalahan-permasalahan
tertentu, guru harus bisa memberikan solusi dan memberikan arahan kepada
anak agar mereka dapat menyelesaikan permasalahannya. Sejauh ini
alhamdulillah tidak pernah ada permasalahan yang serius, mbak. Biasanya
hanya masalah kecil, seperti anak tidak mau sholat di rumah, nanti orang
tuanya akan lapor kepada guru agama. Kemudian nanti guru agama akan
memberikan nasihat kepada anak agar mau sholat.
125
11. Apakah menurut Bapak guru PAI sudah menjalankan perannya sebagai model
dan teladan?
Jawab: Jika indikator model dan teladan adalah sholat tepat waktu, saya lihat
beliau sholat tepat waktu. Akan tetapi kadang tuntutan seorang guru jika ada
kegiatan-kegiatan kan tidak bisa sholat tepat waktu. Tetapi selama ini saya
melihat guru agama ketika di sekolah sudah menjadi teladan yang baik bagi
anak-anak.
12. Apakah menurut Bapak guru PAI sudah menjalankan perannya sebagai
evaluator?
Jawab: Setiap guru jika ingin menilai sejauh mana perkembangan anak pasti
akan melakukan kegiatan evaluasi. Kalau penilaian kognitif anak misalnya
dilakukan ulangan harian, ujian tengah semester atau ujian akhir semester.
Penilaian afektif anak dapat dilihat dari perubahan tingkah laku anak, awalnya
suka mengamuk jadi lebih tenang dan mudah diajak komunikasi, awalnya
malu-malu jadi lebih berani, dan lain sebagainya. Penilaian psikomotorik bisa
dilihat dari sejauh mana anak mampu untuk melakukan sesuatu. Setiap guru
pasti punya indikator tertentu dalam melakukan evaluasi dan disini kami tidak
menuntut anak harus memiliki nilai yang tinggi, tetapi kami berusaha agar
anak memilki perubahan tingkah laku yang lebih baik dan dapat mandiri.
13. Menurut Bapak apakah terjadi perubahan yang terlihat pada diri siswa setelah
diajarkan oleh guru PAI?
Jawab: Kami tidak menilai perubahan itu hanya tentang anak yang bisa baca
tulis hitung. Apalagi untuk anak berkebutuhan khusus yang memang
kondisinya sudah seperti itu. Maka perubahan yang kita tuju itu adalah
perubahan perilaku pada diri anak, artinya diharapkan mereka itu memiliki
kemandirian, akhlak yang baik, dan dapat berguna di lingkungan masyarakat.
126
HASIL WAWANCARA
WAWANCARA DENGAN GURU PAI
SLB D-D1 YPAC JAKARTA
Pertanyaan
1. Sudah Berapa lama Bapak mengajar PAI di SLB D-D1 YPAC Jakarta:
Jawab: Saya mengajar di sini sejak tahun 2012, mbak
2. Berapa jumlah siswa dalam satu kelas di SMP SLB D-D1 YPAC Jakarta ini?
Jawab: Jumlah anak dalam satu kelas maksimal 6 siswa. Kelas VII ada 6
siswa, kelas VIII ada 6 siswa, kelas IX ada 5 siswa.
8. Faktor apa saja yang mendukung guru PAI dalam membentuk karakter
religius pada anak tunadaksa di YPAC Jakarta?
Jawab: Faktor yang sangat mempengaruhi dalam pembentukan karakter itu
orang tua, mba. Karena pendidikan pertama bagi anak kan dari orang tuanya.
Kalau di rumah orang tua sudah membiasakan sholat, mengaji, disiplin,
mandiri, di sekolah anak lebih mudah diatur dan dibimbingnya. Selanjutnya,
faktor yang mempengaruhi itu lingkungan sekolah, terutama wali kelas dan
teman-temannya. Kalau wali kelas dan teman-temannya rajin untuk
mengingatkan dan mengajak untuk sholat, mengaji, menjaga kebersihan
kelas, maka anak akan lebih terkontrol dalam pembinaan karakter religiusnya.
Selain itu, kalau di sekolah ini sarana dan prasarananya sudah lengkap, mba.
Jadi mereka mudah untuk melaksanakan ibadah. Untuk anak-anak
berkebutuhan khusus seperti mereka kan jarang mba bergaul di lingkungan
rumah karena mungkin ada rasa malu, minder, atau kurang diterima di
lingkungan masyarakat, jadi lingkungan sekolah merupakan salah satu faktor
terpenting dalam pembentukan karakter religius.
9. Faktor apa saja yang menghambat guru PAI dalam membentuk karakter
religius pada anak tunadaksa di YPAC Jakarta
Jawab: Faktor penghambatnya pada awal masuk sekolah mereka merasa
rendah diri, minder, malu, tidak berani. Selain itu mereka itu kondisi fisiknya
tidak sama dengan anak normal lainnya. Mereka itu gampang capek, mbak.
Kalau mereka sudah merasa capek, mereka biasanya ga akan masuk sekolah.
Kadang ada juga anak yang masih harus melakukan terapi, jadi nggak bisa
ikut belajar. Kondisi kognitif mereka juga berbeda, mbak. Kadang satu materi
itu harus disampaikan 2 – 3 kali agar mereka mudah memahaminya. Jadi guru
juga harus memilki kesabaran yang ekstra dalam membimbing dan mendidik
anak-anak seperti mereka. Faktor lain yang menjadi penghambat bagi guru
PAI yaitu waktu yang sangat terbatas hanya 2 jam pelajaran setiap
minggunya.
133
HASIL WAWANCARA
WAWANCARA DENGAN SISWA
SLB D-D1 YPAC JAKARTA
Nama : Olivia
Tanggal Wawancara : 16 September
Pertanyaan
1. Apakah kamu menyukai pelajaran PAI? Alasannya?
Jawab: Iya, kak. Aku suka pelajaran PAI karena pak Mudlof ketika
menyampaikan materi itu santai, suka bercanda juga. Kadang kalau pas
belajar, aku juga suka cerita ke pak Mudlof tentang permasalahan yang aku
alami, dan alhamdulillah pak Mudlof mau memberikan solusi untuk masalah
yang aku alami itu.
4. Metode pembelajaran apa saja yang biasanya digunakan oleh guru PAI?
Jawab: Biasanya pak Mudlof itu ceramah kak kalau di kelas. Waktu itu pak
Mudlof juga pernah kasih video tentang kisah nabi Ibrahim. Terus kita
ditanya tentang hal-hal yang harus kita teladani. Kalau materi seperti surat-
surat pendek itu biasanya kita disuruh menghapal di rumah, kak. Nanti pas di
sekolah dites deh sama pak Mudlof .
134
Hasil Observasi
Aspek Pelaksanaan
No. Keterangan
Pengamatan B CB TB
1. Peran guru √ Dalam melaksanakan perannya
sebagai pendidik sebagai pendidik, guru
menggunakan metode-metode
tertentu untuk menunjang
pelaksanaan pendidikan, seperti
metode hiwar atau percakapan,
metode qishash atau cerita,
metode uswah atau keteladanan,
metode ceramah, metode
pendidikan dengan nasihat dan
metode pembiasaan.
2. Peran guru √ Guru membuat Rencana
sebagai pengajar Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), guru menggunakan
metode dan media yang sesuai
dengan materi pembelajaran,
guru melakukan evaluasi akan
tetapi instrumen penilaian tidak
dimuat di dalam perencanaan
pembelajaran.
3. Peran guru √ Guru membimbing siswa dengan
sebagai baik, seperti ketika salah seorang
pembimbing siswa memiliki permasalahan di
rumah yang berdampak pada
sikap religius, kognitif dan
kemandirian siswa kemudian
guru memberikan bimbingan
seperti nasihat dan mengontrol
siswa untuk melihat perubahan
yang terjadi.
4. Peran guru √ Guru memberikan contoh secara
sebagai model langsung kepada peserta didik
dan teladan terkait kegiatan ibadah dan
akhlak sehingga peserta didik
dapat menganalisis dan meniru
guru dengan baik.
5. Peran guru √ Sebagai evaluator, guru tidak
sebagai evaluator menuntut kemampuan kognitif
anak, tetapi guru lebih
memfokuskan pada kemampuan
afektif anak, seperti anak
tunadaksa mampu memiliki
sikap mandiri, percaya diri,
peduli terhadap lingkungan,
mampu menjalankan
kewajibannya dalam beragama,
dan memilki akhlak yang baik.
6. Perubahan tingkah laku pada peserta didik:
c. sikap religius √ Setelah diberikan
peserta didik bimbingan oleh guru,
sikap religius siswa
berubah dengan baik.
Sebelum diberikan
bimbingan oleh guru,
siswa tidak mau
melaksanakan sholat.
Setelah diberikan
bimbingan oleh guru,
peserta didik mau untuk
melaksanakan sholat.
d. kemandirian √ Di SLB D-D1 YPAC
peserta didik Jakarta terdapat
pendidikan untuk
membentuk kemandirian
anak. Setelah diberikan
pengajaran oleh guru anak
mampu untuk melakukan
kegiatan-kegiatan
sederhana secara mandiri,
seperti mencuci piring,
melipat baju, mengikat tali
sepatu, dan berwudhu.
Keterangan: B = Baik
CB = Cukup Baik
TB = Tidak Baik
Lampiran 6
Langkah-langkah Pembelajaran
- Membaca Do’a
- Salam
pendek
- Salam
Mengetahui ………………………………..
Drs.Heru Haerudin,M.Pd
Muhammad Mudlofir
NIP.195512291982032005
Rahmi Fathiyas Syah, lahir di Depok, 07 April 1998.
Penulis tinggal di Provinsi Jawa Barat tepatnya di Kota
Depok, Kecamatan Pancoran Mas, Kelurahan
Rangkapan Jaya Baru. Penulis merupakan anak keempat
dari empat bersaudara. Ayah bernama Moh. Syahri dan
Ibu bernama Asniyah. Penulis memulai pendidikan di
tingkat dasar tepatnya di MI. Sirojul Athfal YKS.
Setelah lulus dari sekolah tingkat dasar, penulis melanjutkan pendidikannya pada
tingkat menengah pertama di SMP Gelora dan menengah atas di SMA Negeri 9
Depok. Setelah lulus SMA penulis memutuskan untuk melanjutkan S1 di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Motto hidupnya adalah,
“Hidup adalah amanah. Maka jalankan amanah dengan sebaik-baiknya. Karena
tanggung jawabmu bukan hanya di dunia tetapi juga di akhirat.”