Anda di halaman 1dari 131

KOMPETENSI PERSONAL DAN KOMPETENSI SOSIAL GURU

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI SMPN 3 TANGERANG


SELATAN

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

Aldi Syarifullah
NIM 1113011000084

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1440 H
ABSTRAK

Aldi Syarifullah (1113011000084): Kompetensi Personal dan Kompetensi Sosial


Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMPN 3 Tangerang Selatan

Skripsi ini mengkaji tentang kompetensi personal dan kompetensi sosial guru
Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMPN 3 Tangerang Selatan. Kompetensi personal
dan kompetensi sosial merupakan bagian dari profesionalisme guru yang tercantum
dalam Peraturan Mentri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007 tentang standard
kualifikasi dan kompetensi guru. Guru Pendidikan Agama Islam wajib memiliki
kompetensi personal dan sosial yang baik untuk menunjang fungsi dan tugasnya
sebagai pendidik agar tercipta proses pembelajaran yang berkualitas dan dapat
meningkatkan kualitas pendidikan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pola
pendekatan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini dilakukan dengan cara
mendeskripsikan kejadian-kejadian pada aktivitas sosial guru Pendidikan Agama
Islam, pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner (angket),
observasi non-partisipan, wawancara terstruktur, dan dokumentasi. Teknis analisis
data selama berada di lapangan dengan tahapan: pertama, mereduksi data dengan
mencatat atau merekam data yang didapat selama di lapangan. Kedua, menyajikan
data dengan uraian deskriptif dan naratif. Ketiga, menyimpulkan data dengan
mengolah data yang didapat dan menarik kesimpulan secara garis besar.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kompetensi personal dan kompetensi
sosial guru Pendidikan Agama Islam (PAI) sudah cukup baik dengan persentase diatas
40% setiap indikator yang terkandung dalam kompetensi personal dan kompetensi
sosial guru. Upaya/usaha yang dilakukan sekolah untuk meningkatkan kompetensi
personal dan kompetensi sosial adalah dengan cara mengadakan workshop
pendidikan, Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), pembinaan terhadap guru-
guru pada setiap rapat, dan lain sebagainya. Kesadaran diri pada setiap guru harus
didukung penuh oleh sekolah dengan memfasilitasi berbagai kegiatan untuk
menambah dan mengembangkan ilmunya sehingga tercipta inovasi-inovasi
pendidikan.

Kata Kunci: Kompetensi Personal dan Kompetensi Sosial Guru PAI

i
ABSTRACT

Aldi Syarifullah (1113011000084): Personal and Social Competencies of Islamic


Education Teachers (PAI) at SMPN 3 Tangerang Selatan
This graduated paper analyzes the personal and social competencies of
Islamic Education (PAI) teachers at SMPN 3 South Tangerang. Personal competence
and social competence are part of the professionalism of teachers included in the
Minister of National Education Regulation No. 16 of 2007 concerning the
qualifications and competency standards of teachers. Islamic Education teachers are
required to have good personal and social competence to support their duties and
abilities as educators in order to create fun learning process and has substance and
improves the quality of education.
The method used in this research is qualitative with descriptive analysis
research patterns. The results of this study are carried out by describing the events in
the social activities of Islamic Education teachers, data collection is carried out using
a questionnaire, non-participant observation, structured interviews and
documentation. Analysis of technical data while in the field with stages: first, reducing
data by repeating or updating the data obtained while in the field. Second, it presents
data with descriptive and narrative descriptions. Third, concluding the data by
processing the data obtained and drawing conclusions according to an outline.

The results showed that the personal competence and competence of Islamic
Education (PAI) teachers are good enough with a percentage above 40% for each
indicator contained in the teacher's personal and social competence. Efforts made by
schools to improve personal and social competence by organizing educational
workshops, Subject Teachers' Conference (MGMP), coaching of teachers at each
meeting, and else. Self-awareness in every teacher must be fully supported by school
by facilitating various activities to add and develop their knowledge so as to create
educational innovations.

Keywords: Personal Competence and Social Competence of PAI Teachers

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala bagi Allah, Tuhan semesta alam yang telah memberikan
kesempatan dan kemampuan serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan sebaik-baiknya dan semoga bisa memberi manfaat bagi semua
kalangan. Shalawat teriring salam semoga tercurah dan terlimpah kepada makhluq
paling mulia, yakni Nabi Muhammad SAW., semoga syafaatnya selalu menyertai kita
semuanya, baik di dunia maupun kelak nanti di akhirat.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak


sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat doa, perjungan,
kesungguhan hati, dorongan serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak
untuk penyelesaian skripsi ini. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih
kepada:

1. Kedua orang tua beserta keluarga besar yang selalu mendoakan penulis dan
selalu memberi dukungan kepada penulis agar dapat menyelesaikan studi dan
meraih sukses di masa depan.
2. Dr. Sururin, M.Ag., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Abdul Haris, M.Ag., Ketua Jurursan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Drs. Rusdi Jamil, M.Ag., Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. Siti Khadijah, MA., selaku dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memberi bimbingan dan arahan kepada penulis.
Semoga keberkahan, kesuksesan, serta kebahagiaan selalu menaungi dan
semoga Ibu selalu dalam lindungan-Nya.
6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang
bermanfaat dari awal hingga akhir perkuliahan. Semoga ilmu yang Bapak/Ibu
diberikan mendapat keberkahan dari Allah SWT.

iii
7. Staf Fakultas Ilmu Fakultas dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan Agama
Islam yang telah memberi kemudahan dalam pembuatan surat-surat dan
administrasi lainnya.
8. Pimpinan dan staf perpustakaan yang telah membantu penulis menyediakan
serta memberikan pinjaman literatur yang penulis butuhkan.
9. Kepala Sekolah dan Tenaga Kependidikan SMPN 3 Tangerang Selatan yang
telah mengizinkan dan membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini.
10. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2013
terutama kelas C “APACHE” semoga kesuksesa dan kebahagiaan dunia akhir
kalian dapatkan. Terimakasih banyak telah memberi warna yang indah dalan
kehidupan, kebersamaan bersama kalian akan selalu penulis rindukan.
11. Kawan-kawan di LTTQ yang selalu memberi semangat untuk terus menghafal
al-Quran agar mendapat keberkahan ilmu dan keberkahan hidup dan yang pasti
Tasmi’-an di masjid fathullah akan selalu penulis rindukan.
12. Kawan-kawan di Keluarga Mahasiswa Islam Karawang (KMIK) Jakarta yang
merupakan second family di tanah rantau, terutama pasukan tahan lapar
(Basecamp KMIK) yang selalu memberi kekonyolan dan yang terpenting
memliki solidaritas yang tinggi. Salam Pangkal Perjuangan!!!
13. Sabahat panutan, Faiz, Mukhlis, dan Vjay serta Om Zoel yang selalu memberi
dukungan dan semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi
ini.
14. BPH terkece, Una dan Tum Zainal yang selalau menemani dalam situasi dan
kondisi apapun dan saling memberi dukungan dan semangat satu sama lain.

Ucapan terimakasih juga dihaturkan kepada pihak-pihak yang tidak dapat


penulis sebutkan satu persatu, namun turut membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Penulis tidak dapat membalas dengan apapun, semoga
Allah membalasnya dengan balasan yang sebaik-baiknya.

Demikian skripsi ini dibuat, penulis sudah melakukan yang terbaik untuk
penulisan skripsi ini dan pastilah masih memiliki kekurangan yang harus
dilengkapi. Harapan besar penulis semoga skripsi ini bermanfaat untuk penulis

iv
khususnya dan umumnya untuk semua orang yang membacanya. Saran dan kritik
sangat penulis harapkan untuk melengkapi dan kesempurnaan skripsi ini.

Jakarta, 25 September 2019

Penulis

Aldi Syarifullah

v
DAFTAR ISI

ABSTRAK ……………………………………………………………….. i

ABSTRACT ………………………………………………………………. ii

KATA PENGANTAR …………………………………………………… iii

DAFTAR ISI …………………………………………………………….. iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……………………………………………………. 1


B. Identifikasi Masalah ………………………………………………. 7
C. Pembatasan Masalah ……………………………………………… 8
D. Perumusan Masalah ………………………………………………. 8
E. Tujuan Penelitian …………………………………………………. 8
F. Manfaat Penelitian ………………………………………………… 9

BAB II KAJIAN TEORITIK

A. Kajian Teori
1. Profesionalisme Guru …………………………………………. 10
2. Kompetensi Guru ……………………………………………… 17
3. Pendidikan Agama Islam ……………………………………… 21
B. Hasil Penelitian yang Relevan …………………………………….. 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian …………………………………….. 29


B. Latar Penelitian (Setting) ………………………………………….. 29
C. Metode Penelitian …………………………………………………. 30
D. Teknik Pengumpulan Data ………………………………………... 31
E. Pengecekan Keabsahan Data …………………………………….... 35
F. Teknik Analisis Data ……………………………………………… 36

vi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

A. Gambaran Umum SMPN 3 Tangerang Selatan …………………... 38


B. Pembahasan dan Analisis Data …………………………………… 49
1) Kompetensi Kepribadian (Personal) ………………………….. 50
2) Kompetensi Sosial …………………………………………….. 70
3) Usaha/Upaya Sekolah untuk Meningkatkan Kompetensi Personal dan
Kompetensi Sosial …………………………………………….. 88

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SASARAN

A. Kesimpulan ……………………………………………………….. 92
B. Implikasi …………………………………………………………... 93
C. Saran ………………………………………………………………. 93

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 95

LAMPIRAN-LAMPIRAN ……………………………………………… 97

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai
nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia adalah
pendidikan. Oleh karena itu, hampir semua negara menempatkan variabel
pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama dalam konteks
pembangunan bangsa dan negara. Begitu pun juga Indonesia yang
menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama. Hal ini
dapat dilihat dari isi pembukaan UUD 1945 alenia IV yang menegaskan
bahwa salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa.1 Cara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah
melalui pendidikan.
Abad ke-21 yang ditandai dengan globalisasi teknologi dan
informasi telah membawa dampak yang luar biasa bagi peran guru dalam
proses pendidikan dan pembelajaran. Peran lama guru sebagai satu-satunya
sumber informasi dan sumber belajar, sudah tidak dapat dipertahankan lagi.
Guru harus menemukan peran-peran baru yang lebih kontekstual dan
relevan.2
Salah satu komponen utama yang menentukan keberhasilan
pendidikan adalah guru. Peran guru sangat menentukan keberhasilan belajar
peserta didik. Keberhasilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran
ditentukan oleh sinergitas antara kompetensi yang dimiliki guru dan
kemampuan yang dimiliki peserta didik. Guru yang memiliki kompetensi
sebagai pendidik akan lebih berhasil dalam melaksanakan pembelajaran

1
Kunandar, Guru Profesional; Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 5.
2
Marselus R. Payong, Sertifikasi Profesi Guru (Konsep Dasar, Problematika, dan
Implementasinya), (Jakarta: PT. Indeks Jakarta, 2011), h. 2

1
2

dibanding dengan guru yang tidak memiliki kompetensi. Keberhasilan


dalam melaksanakan pembelajaran akan meningkatkan prestasi belajar
peserta didik yang selanjutnya akan meningkatkan kualitas pendidikan.
Oleh karena itu, usaha meningkatkan kualitas pendidikan harus dimulai dari
peningkatan kualitas guru.
Seorang guru harus selalu berusaha dan berupaya untuk
meningkatkan kompetensi dirinya. Upaya meningkatkan kompetensi guru
adalah upaya awal untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Ada pepatah
mengatakan, “anggota yang bodoh akan berguna dibawah pemimpin yang
hebat. Sebaliknya, anggota yang hebat tidak akan berguna dibawah
pemimpin yang bodoh”. Begitu juga dalam pendidikan, sehebat atau
secanggih apapun kurikulum yang dibuat/dirancang tidak akan efektif dan
berhasil jika kompetensi gurunya rendah (tidak berkualitas).

َ‫اعة‬ ّ ‫ُسن َد األَمر إىل َغ ْْي أ َْهله فَانْتَظر‬


َ ‫الس‬ ْ ‫إذَا أ‬
“Apabila suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka
tunggulah kehancurannya”.
Guru merupakan komponen utama dalam meningkatkan mutu
pendidikan. Guru mempunyai tanggung jawab yang utama karena langsung
berinteraksi dengan peserta didik dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar. Tugas guru adalah mentransfer ilmu pengetahuan, keterampilan,
dan nilai-nilai moral untuk mengantarkan anak didiknya menjadi manusia
yang mandiri, cerdas dan berilmu pengetahuan yang beriman dan bertakwa
kepada Allah SWT, sesuai dengan bakat dan kemampuannya.3 Membahas
masalah pendidikan, secara otomatis membahas juga masalah guru.
Karena guru merupakan komponen utama untuk meningkatkan kualitas
pendidikan. Sederhananya, jika ingin melihat kualitas pendidikan, maka
lihatlah kualitas gurunya.

3
Zakiyah Darajat, dkk., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara, Cet. I, 1995), h. 197.
3

Pada dasarnya ada tiga aspek yang ingin dikembangkan dalam


sebuah pendidikan, yaitu pertama, aspek kognitif yaitu meliputi
pengembangan ilmu pengetahuan, potensi, daya intelektual dan
pengembangan keterampilan yang diperlukan untuk menggunakan
pengetahuan tersebut. Kedua, aspek afektif yang meliputi penanaman nilai-
nilai moralitas dan religiusitas serta pemupukan sikap emosionalitas dan
sensitivitas. Dan ketiga, aspek psikomotorik yang meliputi peningkatan
performa dalam kehidupan berbangsa, pengembangan kemampuan,
adaptasi terhadap perubahan, pemupukan daya sensitivitas terhadap
persoalan sosial kemasyarakatan, pembinaan kapasitas diri dan
pengetahuan untuk memperluas berbagai pilihan di berbagai bidang
pekerjaan, kesehatan, kehidupan keluarga dan masalah-masalah praktis
lainnya.4
Seorang guru harus memiliki komunikasi yang baik dan efektif
kepada siapapun, baik ke peserta didik, guru sebaya, maupun lingkungan
masyarakat. Selain itu, guru juga harus memiliki sikap yang baik, sopan,
santun, bijaksana, tanggungjawab, dan lain sebagainya atau yang sering
disebut dengan akhlaqul karimah.
Menjadi guru berarti menjadikan diri sebagai sosok yang pantas
untuk digugu dan ditiru. Adagium ini menegaskan bahwa peran guru dalam
proses internalisasi nilai dan tranformasi pengetahuan kepada peserta didik.
Internalisasi nilai dan tranformasi pengetahuan membutuhkan kompetensi
yang mapan sehingga seorang guru pantas untuk digugu dan ditiru dalam
berbagai aspek kehidupan.5 Ada pepetah mengatakan, “guru kencing
berdiri, murid kencing berlari”. Maksudanya, perkataan guru akan
didengar dan perbuatannya akan dilihat yang nantinya akan mereka
impelentasikan di kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, seorang guru harus
selalu memberikan contoh yang baik. Guru yang baik (memliki kompetensi

4
Ibid.
5
Jejen Musfah, Redesain Pendidikan Guru (Teori, Kebijakan, dan Praktek), (Jakarta:
Kencana, 2015), h. 48
4

tinggi/memiliki sikap profesionalisme) akan menciptakan generasi yang


baik pula.
Di lingkungan masyarakat maupun lingkungan sekolah, secara
otomatis guru menjadi panutan yang harus dicontoh dan menjadi suri
tauladan dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, guru harus memiliki
kompetensi personal (kepribadian) dan kompetensi sosial. Kompetenti
personal (kepribadian) meliputi: tidak diskriminatif, bersikap sesuai dengan
norma agama yang dianut, berprilaku jujur, tegas, dan manusiawi, bersikap
dewasa, arif, dan berwibawa, menunjukan etos kerja dan bertanggung
jawab, serta bersikap profesional. Sedangkan kompetensi sosial meliputi:
bersikap inklusif, berkomunikasi dengan santun, empatik, dan efektif, serta
berkomunikasi melalui berbagai media.6
Komunikasi merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan
manusia. Komunikasi tidak saja dibutuhkan dalam dunia bisnis dan
ekonomi tapi juga sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan. Bahkan
komunikasi menjadi sesuatu yang tak dapat dipisahkan dari dunia yang
terakhir disebut ini. Kenapa komunikasi tidak dapat dipisahkan dari dunia
pendidikan? Sebab, melalui komunikasilah seorang guru dapat
menyampaikan pesan dan gagasannya kepada anak didik. Melalui
komunikasi pula, sikap dan perasaan siswa dapat dipahami dan
dimengerti.7 Komunikasi yang baik dan efektif akan diterima dan dipahami
dengan baik pula oleh peserta didik, sedangkan komunikasi tidak baik dan
tidak efektif akan mengakibatkan kesalahpahaman dan kesalahan dalam
berpikir. Apalagi dalam masalah agama, kesalahan komunikasi sangat
berakibat fatal. Salah satu keberhasilan Rasulullah Muhammad SAW.
dalam mendidik umatnya adalah karena diri Rasul sendiri dijadikan suri
tauladan. Allah SWT. berfirman:

6
Permendiknas No 16 Tahun 2007
7
Imam Tholkhah, Profil Ideal Guru Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Titian Pena, Cet.
I, 2008), h. 85.
5

‫اّللَ َوالْيَ ْوَم ْ ه‬


‫اْلخَر‬ ّ‫اّلل اُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لّ َم ْن َكا َن يَ ْر ُجوا ه‬
ّ‫ِف َر ُس ْول ه‬
ْ ‫لََق ْد َكا َن لَ ُك ْم‬
ّ‫َوذَ َكَر ه‬
‫اّللَ َكث ْ ًْيا‬
Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
Kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (QS. Al-Ahzab: 21) 8
Guru tidak hanya dituntut untuk menjadi orang yang baik, tetapi ia
juga harus mampu menjadi sosok yang terbaik. Seseorang bisa menjadi
yang terbaik apabila ia mampu dan sadar menjadikan dirinya sebagai sosok
yang pantas diteladani. Begitu pentingnya sikap keteladanan, Alquran
melukiskan suatu ancaman bagi mereka yang hanya berkata-kata tanpa
menjalankannya:

ّ‫َك َُُب َم ْقتًا عْن َد ه‬


‫اّلل اَ ْن تَ ُق ْولُْوا َما َْل تَ ْف َعلُ ْو َن‬
(Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang
tidak kamu kerjakan. (QS. Ash-Shaff: 3) 9
Seorang guru tidak cukup menyampaikan pengetahuan saja, tetapi
seorang guru juga harus mengimplementasikan apa yang disampaikannya.
Karena peserta didik lebih membutuhkan sosok yang mampu memberi
bimbingan moral sekaligus menjadi tauladan bagi dirinya. Karena itulah
keteladanan guru menjadi faktor yang sangat signifikan dalam pendidikan
dan proses pembelajaran untuk menciptakan peserta didik yang baik, baik
aspek kognitif maupun afektif.
Menurut Prof. Abudin Nata kualitas guru Indonesia belum
menggembirakan atau bisa dibilang masih rendah, berikut pernyataannya:
Kualitas profesi tenaga pendidik pada umumnya saat ini belum
menggembirakan. Hal ini antara lain terlihat pada masih rendahnya
mutu lulusan pendidikan di Indonesia. Rendahnya kualitas profesi
guru tersebut antara lain dapat dilihat dari masih rendahnya dalam
penguasaan proses belajar mengajar (PBM) dengan berbagai
aspeknya, yakni penguasaan terhadap pencapaian tujuan pengajaran
(kognitif, afektif dan psikomotorik), pendekatan, strategi, metode,

8
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Forum Pelayanan al-
Qur’an, Cet. I, 2013), h. 420.
9
Ibid., h. 551
6

teknik dan taktik. Untuk itu para guru perlu meningkatkan wawasan
pengetahuan, keterampilan, dan pengalamannya dalam rangka
meningkatkan mutu lulusan yang dilakukan antara lain dengan
menyediakan waktu untuk merenung, membaca, meningkatkan
perhatian, kesabaran, ketelatenan dalam membimbing peserta didik
yang tertinggal atau yang memiliki motivasi dan kecerdasan yang
tinggi, meningkatkan simpati dan empati terhadap lingkungan
sosial, serta memiliki pergaulan yang luas dengan berbagai
kalangan yang relevan.10

Seorang guru harusnya menjadi pembimbing bagi siswanya dalam


upaya menyampaikan pengetahuan dan menanamkan nilai-nilai kebaikan
untuk kehidupannya di masa yang akan datang. Tapi, tidak sedikit juga guru
yang melakukan hal-hal negatif yang bisa berdampak buruk bagi siswanya.
Terdapat kasus yang terjadi di Tangerang Selatan, seorang guru
privat mencabuli muridnya yang berusia 15 tahun. Korban diancam nilainya
jelek (jika tidak mau) dan diiming-imingi dengan nilai yang bagus.
Perbuatan tersebut sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang guru karena
melanggar norma agama, norma sosial, maupun norma yang berlaku di
masyarakat.11
Terjadi kasus lain yang terjadi di Kota Tangerang, seorang guru
memberi hukuman kepada siswanya berupaya push up dan kemudian
menendangnya dihadapan siswa lainnya dikarenkan siswa tersebut telat
masuk kelas usai jam istirahat. Kasus ini sempat viral karena videonya
tersebar melalui media sosial. Perbuatan tersebut sangat tidak pantas
dilakukan oleh seorang guru, selain berbahaya terhadap fisik, juga
berbahaya terhadap psikis. Dalam pemberian hukuman, seorang guru bisa
melakukannya dengan cara yang lebih mendidik dan manusiawi, seperti
merangkum, menghafal, ataupun membersihkan ruangan kelas.12

10
Abudin Nata, Menuju Sukses Sertifikasi Guru & Dosen, (Jakarta: Faza Media, Cet. I,
2009), h. 21
11
https://m.detik.com/news/berita/d-4604239/ancam-beri-nilai-jelek-guru-privat-di-
tangerang-2-tahun-cabuli-murid
12
https://m.liputan6.com/news/read/3172318/akhir-kisah-guru-tendang-murid-di-tangerang
7

Kemudian kasus yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi beredar


berita adanya diskriminasi di sekolah. Diskriminasi yang menimpa seorang
pelajar perempuan calon peserta didik SMPN 3 Genteng yang memilih
menarik berkas pendaftarannya karena merasa ada diskriminasi di sekolah
tersebut yakni menerapkan aturan menggunakan jilbab bagi siswanya,
sedangkan NWA (calon peserta didik) merupakan non-muslim.13
Dari kasus tersebut bisa penulis simpulkan bahwa kompetensi
personal dan kompetensi sosial guru harus selalu diasah dan ditingkatkan
agar tidak terjadi lagi hal-hal negatif yang dilakukan oleh guru. Guru harus
menjalankan peran dan tugas dengan sebaik-baiknya agar tercipta proses
pembelajaran yang efektif yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan.
Dari uraian diatas menjelaskan bahwa kompetensi personal dan
kompetensi sosial sangat penting dimiliki oleh seorang guru untuk
menunjang profesinya sebagai pendidik. Guru harus memiliki keilmuan
yang luas serta mendalam untuk mentranformasikan pengetahuannya
kepada peserta didik serta memiliki pribadi yang baik untuk
menginternalisasikan nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-sehari.
Tidak hanya itu, seorang guru juga harus menjadi tauladan (contoh) untuk
peserta didik, guru sebaya, dan lingkungannya.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dalam
penelitian ini akan dikaji lebih jauh dan lebih spesifik dengan judul
“KOMPETENSI PERSONAL DAN KOMPETENSI SOSIAL GURU
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI SMPN 3 TANGERANG
SELATAN”

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang ada dalam latar belakang masalah di atas,
maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:

13
https://www/google.com/amp/s/amp.kompas.com/regional/read/2017/07/16/ 23005061/
ada-diskriminasi-terhadap-siswi-non-muslim-di-banyuwangi-bupati-anas-marah
8

1. Pentingnya kompetensi sosial dan personal dimiliki dan dikuasai oleh


guru
2. Masih rendahnya kualitas profesi guru
3. Belum maksimalnya upaya/usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk
meningkatkan kompetensi sosial dan personal guru

C. Pembatasan Masalah
Dari masalah-masalah yang telah diidentifikasi di atas, nampak
bahwa masalah-masalah tersebut sangat penting untuk dijawab. Namun,
permasalahan tersebut masih sangat luas, maka perlu adanya pembatasan.
Masalah-masalah itu dibatasi pada Kompetensi Personal dan Kompetensi
Sosial Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMPN 3 Tangerang
Selatan.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan
pembatasan yang sudah dikemukakan di atas, maka rumusan masalahnya
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kompetensi personal guru Pendidikan Agama Islam (PAI)
di SMPN 3 Tangerang Selatan?
2. Bagaimana kompetensi sosial guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di
SMPN 3 Tangerang Selatan?
3. Bagaimana upaya/usaha sekolah untuk meningkatkan kompetensi
personal guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMPN 3 Tangerang
Selatan?
4. Bagaimana upaya/usaha sekolah untuk meningkatkan kompetensi
personal guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMPN 3 Tangerang
Selatan?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
9

1. Tingkat kompetensi personal guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di


SMPN 3 Tangerang Selatan
2. Tingkat kompetensi sosial guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di
SMPN 3 Tangerang Selatan
3. Sudah sejauh mana upaya/usaha sekolah untuk meningkatkan
kompetensi personal guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMPN 3
Tangerang Selatan
4. Sudah sejauh mana upaya/usaha sekolah untuk meningkatkan
kompetensi sosial guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMPN 3
Tangerang Selatan

F. Manfaat Penelitian
1. Bersifat Akademis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
lembaga-lembaga pendidikan baik formal maupun non-formal
b. Menambah kepustakaan dalam dunia pendidikan, khususnya di
jurusan Pendidikan Agama Islam dan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Bersifat Praktis
a. Bagi Guru
Selalu berusaha meningkatkan kompetensi profesinya sampai
tercipta proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas
Pendidikan.
b. Bagi Sekolah
Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak terutama pemerintah
untuk menyelenggarakan kegiatan secara rutin untuk peningkatan
kompetensi guru.
c. Bagi Penulis
Berusaha mengimplementasikan kompetensi guru secara maksimal
serta menjadi bahan acuan untuk selalu meningkatkan kompetensi
diri.
BAB II

KAJIAN TEORETIK

A. Kajian Teori
1. Profesionalime Guru
a. Pengertian Profesionalisme
Secara etimologi, profesi berasal dari kata profession yang
berarti pekerjaan. Professional artinya orang yang ahli atau tenaga
ahli. Professionalism artinya sifat professional. (John M. Echols dan
Hasaan Shadily, 1990: 449).1
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), profesi
adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian
(keterampilan, kejujuran, dan sebagainya) tertentu. Profesional
adalah sesuatu yang bersangkutan dengan profesi serta memerlukan
kepandaian khusus untuk menjalankannya. Profesionalisme adalah
mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi
atau orang yang professional.
Profesi adalah sebuah pekerjaan yang digeluti dengan penuh
pengabdiandan dedikasi dan dilandasi oleh keahlian atau
keterampilan tertentu. Menurut Sahertian, profesi pada hakikatnya
adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka (to Frofes) artinya
menyatakan bahwa seseorang mengabdikan dirinya pada suatu
jabatan atau pelayanan, karena orang tersebut merasa terpanggil
untuk menjabat pekerjaan itu. Definisi ini memperlihatkan beberapa
pengertian: 1) profesi sebagai suatu

1
Ali Mudlofir, Pendidik Profesional (Konsep, Strategi, dan aplikasinya dalam
Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 1-2

10
11

pernyataan atau janji terbuka, 2) profesi mengandung unsur


pengabdian, dan 3) profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan.2
Keahlian atau keterampilan merupakan aspek paling penting
untuk memiliki sikap profesional. Karena tidak mungkin orang yang
profesional tidak memiliki keahlian atau keterampilan dalam
bidangnya. Selain itu, sikap profesional harus dibuktikan dengan
pernyataan janji yang menyatakan bahwa seseorang mengabdikan
dirinya pada suatu jabatan serta memiliki dedikasi tinggi terhadap
apa yang sedang dikerjakannya.
Istilah profesi lazim digunakan pada suatu pekerjan yang
dijalankan seseorang dengan memenuhi berbagai kualifikasi yang
dibutuhkan dalam mempperoleh hasil sesuai standar atau tujuan
yang ditetapkan. Pada saat yang sama, profesi juga dipahami sebagai
pekerjaan yang menjadi harapan ideal seseorang yang dipercaya
mengerjakannya. Profesi merupakan pekerjaan yang dijalankan
yang sebelumnya memeperoleh pendidikan yang cukup, dan
memenuhi seluruh kualifikasi yang dibutuhkan untuk melakukan
pekerjaan itu.
Pekerjaan yang bisa menjadi sebuah profesi dan
pekerjaannya profesional harus memenuhi sejumlah kriteria.
Diantaranya, pekerjaannya hanya bisa dilakukan oleh orang dengan
pendidikan yang sesuai dengan pekerjaanya, profesionalnya sudah
mengikuti pendidikan atau pelatihan yang memungkinkannya lebih
siap terjun dalam pekerjaan profesinya itu, jenis pekerjaanya diakui
instansi yang memberikan sertifikat pengakuan bahwa pekerjaan
tersebut hanya bisa dilakukan oleh orang yang berpendidikan khusus
dan memperoleh legalitas berbentuk sertifikat atau sejenisnya.3

2
Marselus R. Payong, Sertifikasi Profesi Guru (Konsep Dasar, Problematika, dan
Implementasinya), (Jakarta: PT. Indeks Jakarta, 2011), h. 6
3
Dede Rosyada, Madrasah dan Profesionalisme Guru dalam Arus Dinamika Pendidikan
Islam di Era Otonomi Daerah, (Jakarta: UIN Jakarta, 2017), h. 216-217
12

Jadi menurut Surya (2005) yang dikutip oleh Kunandar


dalam bukunya, guru professional akan tercermin dalam
pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian
baik dalam materi maupun metode. Selain itu, juga ditunjukan
melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh
pengabdiannya. Guru professional memiliki tanggung jawab
pribadi, sosial, intelektual, moral, dan spiritual. Tanggung pribadi
mandiri yang mampu memahami dirinya, mengelola dirinya,
mengendalikan dirinya, dan menghargai dirinya serta
mengembangkan dirinya. Tanggung sosial diwujudkan melalui
kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagai bagian yang
terpisahkan dari lingkungan sosial serta memiliki kemampuan
komunikasi yang efektif. Tanggung jawab intelektual diwujudkan
dengan penguasaan terhadap berbagai perangkat pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk menunjang tugas-tugasnya.
Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan dengan
penempilan guru sebagai mahkluk beragama yang perilakunya
senantiasa tidak menyimpang dari norma-norma agama dan moral.
Guru professional adalah guru yang mengenal dirinya.
Yaitu, dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi
peserta didik untuk/dalam belajar. Guru dituntut mencari terus
menurus bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar. Maka,
apabila ada kegagalan peserta didik, guru terpanggil menemukan
penyebabnya dan mencari jalan keluar bersama peserta didik bukan
malah mendiamkannya atau malahan menyalahkannya. 4
b. Pengertian Guru
Guru menurut KBBI memiliki arti orang yang mengajar.
Dengan demikian, orang-orang yang profesinya mengajar disebut

4
Kunandar, Guru Profesional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan
Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007),h. 47-48
13

guru, baik itu guru di sekolah maupun di tempat lain. Dalam bahasa
Inggris, guru disebut juga teacher yang artinya pengajar.
Dalam permendiknas No. 74 Tahun 2008 tentang guru,
dijelaskan bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia
dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
Menurut Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata yang dikutip
oleh Najib Sulhan dalam bukunya, mengatakan bahwa pendidikan
pada dasarnya adalah interaksi antara pendidik dengan peserta didik.
Pendidik atau yang biasa disebut guru memegang peranan kunci
bagi kelangsungan kegiatan pendidikan. Pendidikan tetap berjalan
tanpa kelas, tanpa gedung, atau dalam keadaan darurat serba minim
fasilitas. Namun tanpa guru proses pendidikan hampir tidak
mungkin bisa berjalan, guru menjadi suatu kebutuhan yang tak bisa
ditawar dalam pendidikan.5
Menurut Hadari Nawawi yang di kutip oleh Ramayulis
dalam bukunya, guru adalah orang-orang yang kerjanya mengajar
atau memberikan pelajaran di sekolah. Lebih khususnya diartikan
orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang
ikut bertanggung jawab dalam membentuk dan membimbing anak-
anak mencapai kedewasaan masing-masing, baik kedewasaan
jasmani maupun rohani.6
Peran utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada setiap
jenjang pendidikan formal. Peran guru tidak bisa digantikan oleh
apapun dan siapapun, karena kunci keberhasilan pelaksanaan

5
Najib Sulhan, Karakter Guru Masa Depan, Sukses dan Bermanfaat, (Surabaya: Jaring
Pena, 2011), h. 1-3
6
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 105
14

pendidikan ada ditangan guru. Tugas guru tidak hanya menciptakan


peserta didik yang pintar saja, lebih dari itu seorang guru harus
menciptakan peserta didik yang memiliki akhlaq baik dan
kemandirian untuk mengarungi kehidupan dengan sikap dewasa dan
stabil.
c. Peran, Tugas dan Tanggung Jawab Guru
Peran guru dalam proses pembelajaran belum dapat
digantikan oleh mesin, robot, tv, radio, ataupun komputer. Hal
tersebut dikarenakan guru menjadi bintang utama yang semestinya
diidolakan para siswanya. Pendidikan bukan hanya mengisi otak
peserta didik dengan jutaan ilmu pengetahuan, lebih dari itu, peserta
didik mesti cerdas dalam sikap, emosional, dan spiritual serta
memiliki keterampilan yang bisa menopang hidupnya. Peran yang
seperti disebutkan, tidak bisa dijalankan oleh mesin atau alat
canggih modern. Dengan demikian, dalam sistem pembelajaran
manapun; guru selalu menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan
dari proses pencapaian tujuan pendidikan. Tanpa guru pendidikan
tidak akan berjalan sebagaimana menstinya.7
Guru sebagai pekerja profesi, kepadanya dibebankan tugas
besar. Sebab profesi membutuhkan keahlian yang telah terlatih
secara matang. Kematangan seorang guru terlihat dari pelaksanaan
tugas dan tanggung jawabnya di lapangan atau pada saat
berlangsungnya proses pembelajaran. Tugas dan tanggung jawab
guru bukan hanya dalam hubungannya dengan peserta didik tetapi
menyangkut semua aspek yang bisa dilakukannya untuk
menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif dan harmonis.
Peters mengemukakan ada tiga tugas dan tanggung jawab
guru, yakni; (a) sebagai pengajar; (b) sebagai pembimbing; (c)
sebagai administrator kelas. (H. Peters, at. Al. 1963:74). Sementara

7
Ramayulis, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), h. 137
15

Amstrong membagi tugas dan tanggung jawab guru menjadi lima


kategori, yakni; (a) tanggung jawab dalam pengajaran; (b) tanggung
jawab dalam memberikan bimbingan; (c) tanggung jawab dalam
mengembangkan kurikulum; (d) tanggung jawab mengembangkan
profesi; (e) tanggung jawab dalam membina hubungan dengan
masyarakat. (DG, Amstrongs, et. al., 1981: 249). 8
Tugas secara khusus adalah (a) sebagai pengajar
(intruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan
melaksanakan program yang telah disusun, dan memberikan
penilaian setelah program itu dilaksanakan; (b) sebagai pendidik
(educator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat
kedewasaan yang berkepribadian Islam, seiring dengan tujuan Allah
menciptakan manusia; (c) sebagai pemimpin (managerial), yang
memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik, dan
masyarakat yang terkait. Menyangkut upaya pengarahan,
pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, partisipasi atas
program yang dilakukan itu.9
d. Karakteristik Guru Profesional
Karakteristik guru professional adalah segala tindak tanduk
atau sikap dan perbuatan guru, baik di sekolah maupun di
lingkungan masyarakat yang berhubungan dengan pemahaman,
penghayatan, pengamalan sikap kemampuan, dan sikap
profesionalismenya seperti taat kepada peraturan perundangan-
undangan, memelihara dan meningkatkan organisasi profesi,
memelihara hubungan baik dengan teman sejawat, membimbing
peserta didik, menciptakan suasana yang baik di tempat kerja, taat

8
Kunandar, Kunandar, Guru Profesional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), h. 154-156
9
Ramayulis, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), h. 110-111
16

dan loyal terhadap pemimpin dan cinta terhadap pekerjaan. (Abu


Bakar, ddk., 2009)10
Seorang guru harus memliki empat kompetesi untuk
menunjang profesinya. Seperti yang tercantum dalam pasal 28 ayat
(3):
Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah serta anak usia dini meliputi:
1) Kompetensi pedagogik;
2) Kompetensi kepribadian;
3) Kompetensi profesional; dan
4) Kompetensi sosial.11
Keempat kompetensi tersebut harus dimiliki seorang guru
untuk menunjang profesinya agar tercipta proses pembelajaran yang
efektif dan kondusif serta dapat memberikan contoh; tauladan yang
baik untuk peserta didik, teman sebaya maupun lingkungannya.
“Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (Pasal
8). “Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
diperoleh memalui pendidikan tinggi program sarjana atau program
diploma empat. (Pasal 9).12
e. Prinsip Profesionalitas Guru
Prinsip profesionalitas guru ini dijelaskan pada pasal 7 ayat
1 UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menjelaskan
bahwa guru merupakan pekerjaan khusus yang dilandasi oleh
sembilan prinsip, yaitu:
1) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.

10
Jejen Musfah, Redesain Pendidikan Guru (Teori, Kebijakan, dan Praktek), (Jakarta:
Kencana, 2015), h. 55
11
UU No. 19 Tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan
12
Undang-undung No. 14 Tahun 2005 Pasal 8-9 tentang Guru dan Dosen
17

2) Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan,


keimanan, ketakwaan, dan akhlaq mulia.
3) Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan
sesuai bidang tugas.
4) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai bidang tugas.
5) Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas
keproesionalan.
6) Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi
kerja.
7) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan
secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
8) Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam meleksanakan
tugas keprofesionalan.
9) Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan
guru13
Dengan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
diharapkan menjadi pedoman untuk seluruh guru dan dosen untuk
terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas dirinya demi
menciptakan proses pembelajarang yang menyenangkan; kondusif
dan efektif serta demi kemajuan pendidikan di Indonesia.

2. Kompetensi Guru
Kompetensi berasal dari Bahasa Inggris “competence” yang
berarti kecakapan dan kemampuan. Menurut KBBI, kompetensi adalah
kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan) sesuatu.
Kalau kompetensi berarti kemampuan atau kecakapan, maka erat
kaitannya dengan kepemilikan pengetahuan, kecakapan atau
keterampilan guru.

13
Undang-undung No. 14 Tahun 2005 Pasal 7 ayat 1 tentang Guru dan Dosen
18

Kompetensi juga merupakan perpaduan dari pengetahuan,


keterampila, nilai dan sikap yang direflesikan dalam kebiasaan berpikir
dan bertindak. Kompetensi juga dapat diartikan sebagai kemampuan,
dalam hal ini guru harus memiliki kemampuan tersendiri; khusus, guna
mencapai harapan yang kita cita-citakan dalam melaksanakan
pendidikan dan proses pembelajaran.14
Kompetensi menurut Usman (2005), adalah suatu hal yang
menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseoang, baik yang
kualitatif maupun kuantitatif. Pengertian ini mengandung makna bahwa
kompetensi itu dapat digunakan dalam dua konteks, yakni: pertama,
sebagai indikator kemampuan yang menunjukan kepada perbuatan yang
diamati. Kedua, sebagai konsep yang mencakup aspek-aspek kognitif,
afektif, serta tahap-tahap pelaksanaannya secara utuh (Joni, 1980). 15
Kompetensi merupakan perilaku rasional guna mencapai tujuan
yang dipercayakan sesuai kondisi yang diharapkan. Dengan demikian,
suatu kompetensi ditunjukan oleh penampilan atau unjuk kerja yang
dapat dipertanggungjawabkan dalam upaya mencapai suatu tujuan.
Maka dapat diambil kesimpulan bahwa kompetensi pada dasarnya
merupakan seperangkat kemampuan standar yang diperlukan untuk
menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara maksimal. Kompetensi
juga diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar
yang direflesikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.16
Guru sebagai suatu profesi menuntut setiap pendidik memiliki
empat kompetensi atau kecakapan sebagai bekal yang diperlukan dalam
menjalankan tugasnya. Agar pembahasan skripsi ini lebih fokus dan
sesuai dengan rumusan masalah, maka hanya akan dijelaskan dua

14
Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2013), h.1
15
Kunandar, Kunandar, Guru Profesional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), h. 51
16
Feralys Novauli M, “Kompetensi Guru Dalam Peningkatan Prestasi BelajarPada
SMPN Dalam Kota Banda Aceh”, Jurnal Administrasi Pendidikan, Vol. 3, 2015, h. 48
19

kompetensi saja; kompetensi personal (kepribadian) dan kompetensi


sosial, sebagai berikut:
a. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kompetensi personal
yang mencerminkan kepribadian mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, menjadi tauladan bagi peserta didik, dan berakhlak
mulia.17
Kompetensi ini adalah menyangkut setiap perkataan,
tindakan dan tingkah laku akan meningkatkan citra diri dan
kepribadian seseorang, selama hal itu dilakukan dengan penuh
kesadaran. Hal itu hanya dapat diketahui lewat penampilan, tindakan
dan ucapan ketika menghadapi sesuatu persoalan. Kepribadian ikut
menentukan apakah para guru dapat disebut sebagai pendidik yang
baik atau sebaliknya, justru menjadi perusak anak didiknya.
Kompetensi kepribadian merupakan salah satu kompetensi
yang sangat penting untuk bisa dipenuhi setiap calon guru maupun
guru yang mengajar di sekolah/madrasah agar dapat melaksanakan
tugas dengan baik. Memang, kompetensi kepribadian bukan bagian
dari bahan yang akan dan harus dimilki setiap guru, tetapi
merupakan kekuatan yang harus dimiliki setiap guru agar dapat
mengantarkan siswanya menjadi orang-orang cerdas (smart citizen).
Guru pintar tidak akan terlalu bermanfaat jika tidak memiliki
komitmen untuk mengajar dengan baik. Komitemn untuk mengajar,
membimbing, dan mendampingi siswanya untuk belajar, merupakan
bagian dari kompetensi kepribadian.18
Peraturan Mentri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007
tentang standard kualifikasi dan kompetensi guru telah

17
Jejen Musfah, Redesain Pendidikan Guru (Teori, Kebijakan, dan Praktek), (Jakarta:
Kencana, 2015), h.
18
Dede Rosyada, Dede Rosyada, Madrasah dan Profesionalisme Guru dalam Arus
Dinamika Pendidikan Islam di Era Otonomi Daerah, (Jakarta: UIN Jakarta, 2017), h. 268
20

menggarisbawahi 10 kompetensi inti yang harus dimiliki oleh guru


terkait dengan standar kompetensi kepribadian, yakni:
1) Bertindak sesuai norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan
nasional Indonesia.
2) Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia,
dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
3) Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa,
arif, dan berwibawa.
4) Menunjukan etos kerja, taggung jawab yang tinggi, rasa bangga
menjadi guru, dan rasa percaya diri.
5) Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.19

Kompetensi personal merupakan kompetensi yang


memcerminkan kepribadian seseorang. Maka, pembahasannya tidak
terlepas dari akhlak seseorang, dalam hal ini akhlak guru. Secara
bahasa akhlak, (bahasa arab: akhlaq) berarti bentuk kejadian; dalam
hal ini tentu bentuk batin seseorang. Kata akhlaq merupakan bentuk
jama’ dari kata khuluq. Dalam kamus al-munjid, kata khuluq berarti
budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Begitu juga dalam
bahasa Yunani, pengertian khuluq ini disamakan dengan kata
ethicos, yang berarti adab kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan
hati untuk melakukan perbuatan. Ethicos kemudian berubah menjadi
etika.

Menurut Pandangan masyarakat (dalam hal ini warga sekolah),


tanda-tanda adanya akhlak mulia pada seseorang dapat dilihat dari
perilaku yang ditampilkan, yaitu perilaku yang baik. Perilaku baik
tersebut berhubungan dengan ibadah dan muamalah dengan orang
lain, serta bagaimana cara melakukannya.

19
Permendiknas No. 16 Tahun 2007 Tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Guru
21

Pandangan masyarakat tentang tanda-tanda adanya akhlak


mulia adalah sebagai berikut: a) baik kepada siapapun, kenal atau
tidak; b) tidak berbuat jahat baik lisan maupun fisik; c) bersabar
ketika dizalimi orang lain; d) tidak mudah tersinggung; e)
perilakunya diterima masyarakat umu; f) setiap bertindak
mempertimbangkan segi positif dan negatifnya; g) berbicara dan
berbuat selalu berpedoman pada aturan, baik aturan agama,
pemerintah, maupun masyarakat; dan h) senang melakukan ibadah
sunnah dan wajib.20

b. Kompetensi Sosial
UU No 20 tahun 2003 pasal 4 ayat 1 mengatakan
“Pendidikan dilaksanakan secara demokratis dan berkeadilan serta
tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia,
nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa pendidikan diselenggarakan
secara demokratis dan berkeadilan oleh karena itu dalam
melaksanakan tugas sebagai pendidik mengedepankan sentuhan
sosial, dengan artian seorang profesional dalam melaksanakan tugas
harus dilandasi nilai-nilai kemanusiaan dan kesadaran dengan
memahami akan perbedaaan, melaksanakan kerjasama secara
harmonis dengan kawan sejawat, kepala sekolah dan pihak-pihak
terkait lainnya, membangun kerja tim yang kompak, melaksanakan
komonikasi yang efektif dengan seluruh warga sekolah, orang tua,
memiliki kemampuan memahami perubahan dan lain sebagainya.
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik,
sesame pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik,
dan masyarakat sekitar.21

20
21
Kunandar, Guru Profesional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan
Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), h. 77
22

Seorang guru sama halnya dengan makhluk lainnya adalah


makhluk sosial, yang dalam hidupnya berdampingan dengan
manusia lainnya. Guru diharapkan member contok baik terhadap
lingkungannya dengan menjalankan kewajibannya sebagian dari
masyarakat sekitar. Guru harus berjiwa sosial tinggi, mudah bergaul,
dan suka menolong, bukan sebaliknya.
Kompetensi sosial merupakan kemampuan pendidik sebagai
bagian dari masyarakat untuk: (a) berkomunikasi lisan dan tulisan;
(b) menggunakan teknologi informasi dan komunikasi secara
fungsional; (c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (d)
bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. (BSNP, 2006:
88)22
Peraturan Mentri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007
tentang standard kualifikasi dan kompetensi guru telah
menggarisbawahi 10 kompetensi inti yang harus dimiliki oleh guru
terkait dengan standar kompetensi sosial, sebagai berikut:
1) Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif
karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik,
latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
2) Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan
masyarakat.
3) Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik
Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.
4) Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi
lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain. 23

22
Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar
Teori dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 52
23
Permendiknas No. 16 Tahun 2007
23

3. Pendidikan Agama Islam


a. Pengertian Pendidikan Agama Islam (PAI)
Menurut bahasa (etimologi), Islam berasal dari bahasa Arab,
yaitu kata salima yang berarti selamat, sentosa dan damai. Dari asal
kata itu dibentuk kata aslama, yuslimu, islaman, yang berarti
memeliharakan dalam keadaan selamat sentosa, dan berarti juga
menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat. Sedangkan secara istilah
(terminologi), Islam berarti suatu nama bagi agama yang ajaran-
ajarannya diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seseorang
Rasul.24 Maka dapat disimpulkan bahwa Islam adalah ajaran agama
yang diwahyukan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW
sebagai Rasul yang membawa ajaran-ajaran dari berbagai sisi
kehidupan manusia, serta diarahkan mampu mewujudkan
kesejahteraan bagi seluruh alam.
Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk
menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan
mengamalkan ajaran agama Islam melalui kegiatan bimbingan,
pengarahan atau latihan dengan memerhatikan antar umat beragama
dalam masyarakat untuk mewujudkan kesatuan nasional.25
Didalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.2
Tahun 1989 Pasan 39 ayat 2 ditegaskan bahwa isi kurikulum setiap
jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat: (a) pendidikan
Pancasila, (b) pendidikan agama, dan (c) pendidikan
kewarganegaraan.26 Konklusinya adalah bahwa pendidikan agama,
baik agama Islam maupun agama lain merupakan kompetensi
utama/wajib dalam kurikulum pendidikan Indonesia.

24
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran
Kepribadian Muslim, (Bandung: PT Temaja Rosdakrya, 2011), h. 91-92
25
Akmal Hawi, Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2013), h. 19
26
UU Sindiknas No.2 Tahun 1989
24

Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan yang


memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan
keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya.
Dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran pada
semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan. 27 Sedangkan menurut
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam dapat diartikan sebagai
program yang terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk
mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran
agama Islam serta diikuti tuntunan untuk menghormati penganut
agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat
beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. 28 Begitu
sangat pentingnya pendidikan agama Islam, maka setiap jenjang
pendidikan wajib menyelenggarakannya sekurang-kurangnya satu
kali pertemuan dalam setiap minggunya dengan materi yang telah
ditentukan sesuai dengan standar kompetensi dari setiap jenjang
pendidikan. Selain itu, pelaksanaan pendidikan agama Islam yang
baik dan benar, akan menguatkan kerukunan antar umat beragama
yang saat ini menjadi salah satu fokus nasional.
Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan
umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan
suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari
betapa pentingnya peran agama dalam kehidupan setiap pribadi
menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan,
baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun
masyarakat
Pendidikan agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi
spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlaq

27
Zainuddin Ali, dkk., Pendidikan Agama Islam Kontemporer, (Jakarta: Yamiba, 2015),
h. 3
28
Muhammad Alim, op cit., h. 6
25

mulia. Akhlaq mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral


sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Peningkatan potensi
spiritual mancakup pengamalan, pemahaman, dan penanaman nilai-
nilai keagaman, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan.29
Pendidikan agama sangat penting untuk dilaksanakan, baik
dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat untuk
menciptakan peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena manusia yang yang
menjalankan ajarannya agama dengan baik, maka akan baik pula
kehidupan sosial kemasyarakatannya.
b. Tujuan Pendidikan Agama Islam (PAI)
Tujuan pendidikan agama Islma bukan semata-mata untuk
memehanuhi kebutuhan intelektual saja, melainkan segi
penghayatan, pengamalan, serta pengaplikasiannya dalam
kehidupan dan sekaligus menjadi pendoman hidup.
Selanjutnya Ahmad D. Marimba menyatakan bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah “untuk membentuk kerpibadian yang
Muslim, yakni bertaqwa kepada Allah”. Pendapat tersebut sesuai
dengan firman Allah QS. Adz-Dzariyat: 56
‫س ا َِّْل ِليَ ْعبُد ُْو ِن‬ ِ ْ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ْال ِج َّن َو‬
َ ‫اْل ْن‬
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Pakar muslim menguraikan subtansi agama dengan rumusan
singkat yaitu al-din al-Muamalah (agama adalah interaksi).
Interaksi disini menyangkut interaksi dengan Tuhan dan makhluk,
baik manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, benda-benda tak
bernyawa, bahkan diri pribadi sekalipun. Semakin baik hubungan

29
Departemen Pendidikan Nasional, Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah, (Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006), h. 51
26

itu, semakin baik juga keberagamaan seseorang. Hubungan baik


tersebut tercermin dalam akhlak.30 Nabi Muhammad saw. bersabda:

‫إمنا بعثت ألمتم مكارم األخالق‬


“sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq”.
Dengan demikian, jelas bagi kita bahwa tujuan akhir dari
pendidikan agama Islam itu karena semata-mata untuk beribadah
kepada Allah swt. dengan cara menjadi manusia yang bertaqwa;
berusaha melaksanakan semua perintah-Nya dan meninggalkan
larangan-Nya.31 Dan juga menunjukan akhlaq yang baik sebagai
implementasi dari sebuah ketaqwaan. Kecerdasan spiritual harus
diiringi dengan kecerdasan sosial begitupun sebaliknya.
Pendidikan Agama Islam di SMA/MA bertujun untuk:
1) Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan,
dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan,
pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang Agama
Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang
keimanan dan ketaqwaanna kepada Allah SWT.
2) Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dna
berakhlaq mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin
ibadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis. Berdiplisin,
bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal
dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam
komunitas sekolah.32
c. Karakteristik Ajaran Islam

30
M. Quraish Shihab, Islam yang Saya Anut; Dasar-dasar Ajaran Islam, (Tangerang
Selatan: Lentera Hati, 2018), hlm. 36
31
Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2013), h. 25
32
Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., h. 52
27

Sementara pakar mengemukakan sekian banyak karakteristik ajaran


Islam, antara lain:
1) Rabbaniyah (Ketuhanan)
Keyakinan seorang muslim tentang karakter ini
menjadikannya tegar dan konsisten melaksanakan tuntunan
Islam karena dia yakin bahwa itu pasti benar dan pasti pula
bermanfaat sebab sumbernya adalah Tuhan Yang Maha
Mengetahui lagi Mahabijaksana. Dan kesadaran seorang
muslim tentang sumber ajaran Islam adalah Allah swt. akan
menjadikannya patuh dalam melaksanakan tuntunan-Nya,
bahkan hidup tenang dan bahagia terbebaskan dari rasa takut.33
2) Insaniyah (Kemanusiaan)
Insaniyah yakni sejalan dengan kemanusiaan. Tidak satu pun
tuntunan Islam yang tidak sejalan dengan jiwa dan
kecenderungan positif manusia. Mislanya, Islam tidak
mengharamkan musik atau nyanyian dalam bahasa dan langgam
apapun karena suara indah dan lagu-lagu merdu merupakan
sesuatu yang disukai manusia secara naluriah.
3) Alamiyah (Bersifat Universal dan Mencakup Semua Aspek)
Islam ditujukan kepada semua manusia tanpa membedakan
ras, warna kulit atau status sosial. Islam menghadirkan ajaran
rahmatan lil alamin (rahmat untuk semesta alam). Islam pun
menyeluruh dalam arti tidak ada satu persoalan yang diperlukan
oleh manusia untuk kebahagiannya di dunia dan di akhirat
kecuali semua telah dihidangkan. 34
4) Washathiyah (Moderasi)
Washathiyah (Moderasi) dalam arti pertengahan
menyangkut tuntunannya, baik tentang Tuhan maupun tentang

33
M. Quraish Shihab, Islam yang Saya Anut; Dasar-dasar Ajaran Islam, (Tangerang
Selatan: Lentera Hati, 2018), hlm. 105
34
Ibid., hlm. 106
28

dunia, alam dan manusia. Islam berpandangan bahwa di


samping dunia yang nyata ada juga akhirat yang belum tampak.
Manusia tidak boleh tenggelam dalam materialisme, tidak juga
menjungjung tinggi dalam spiritualisme; seimbang. Hasilnya
adalah dunia dan akhirat dipandang sebagai satu kesatuan yang
berkesinambungan.35

B. Hasil Penelitian yang Relevan


1. Skripsi: Profesionalisme Guru Penddikan Gama Islam Hubungannya
Dengan Motivasi Belajar Siswa (Studi Kasus Di SMA PGRI 3 Jakarta),
oleh Dahriyani (204011002722), Jurusan Pendidikan Agama Islam-UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. Pada penelitian tersebut
menggunakan metode deskriptif korelasional melalui pendekatan
kuantitatif.
2. Skripsi: Profesionalisme Guru Pada Film Taare Zameen Par, oleh Ade
Firda Mas’ud (1111011000082), Jurusan Pendidikan Agama Islam-UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016. Metode yang digunakan pada
penelitian tersebut menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
deskriptif dan yang menjadi obejk penelitian adalah film Taare Zameen
Par.
3. Skripsi: Profesionalisme Guru Agama SMA Al-Izhar Pondok Labu,
oleh Wahyu (102018224118), Jurusan Pendidikan Agama Islam-UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. Metode yang digunakan
menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan
melakukan pengambilan sampel dengan dua cara, pertama stratified
sampling; dan kedua random sampling.
Dari ketiga skripsi diatas terdapat beberapa perbedaan. Dari skripsi
pertama terdapat perbedaan dari segi metode penelitian, skripsi pertama

35
Ibid., hlm. 109
29

menggunakan metode deskriptif korelasional melalui pendekatan


kuantitatif sedangkan penelitian yang akan penulis tulis menggunakan
metode deskriptif melalui pendekatan kualitatif. Dari skripsi kedua
terdapat perbedaan dari segi objek penelitian. Objek penelitian skripsi
kedua adalah film Taare Zaamen Par sedangkan penelitian yang akan
penulis tulis objek penelitiannya adalah guru Pendidikan Agama Islam
(PAI). Skripsi ketiga terdapat perbedaan dari fokus penelitian, skripsi
ketiga fokus penelitiannya hanya kompetensi sosial saja, sedangkan
penelitian yang akan penulis tulis fokus penelitiannya adalah
kompetensi personal dan kompetensi sosial.
Dengan demikian, penelitian yang ditulis oleh penulis ini bukan
merupakan plagiarisme dan diharapkan mampu menjadi pelengkap bagi
penelitian-penelitian sebelumnya.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian atau lokasi yang dijadikan objek dalam
penelitian ini adalah SMPN 3 Tangerang Selatan yang beralamat di Jl.
Ir. H. Juanda No. 1, Sempaka Putih, Kec. Ciputat Timur, Kota
Tangerang Selatan, Prov. Banten 15412.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran
2018/2019 yaitu bulan Februari 2019.

B. Latar Penelitian (Setting)


Dalam penelitian ini, penulis mengambil objek di sebuah lembaga
pendidikan negri yang berada di Kota Tangerang Selatan. Sekolah ini
berdiri sejak tahun 1977 dengan nama Kelas Jauh SMPN 2 Tangerang dan
dikukuhkan menjadi SMPN 2 Filial tahun 1979. Bulan Februari 1983
menjadi sekolah mandiri dengan nama SMP Negeri 1 Ciputat. Perubahan
nomenkelatur pada tahun 1999 untuk kecamatan Ciputat menjadikan SMPN
1 Ciputat berubah nama menjadi SMP Negeri 2 Ciputat hingga SMPN 3
Tangerang Selatan saat ini.
Penulis melakukan penyebaran angket (kuisioner) terlebih dahulu
kepada guru sebaya dan siswa untuk mengetahui penilaian terhadap
kompetensi personal dan kompetensi sosial guru Pendidikan Agama Islam
(PAI). Kemudian, penulis melakukan observasi di kelas 8 dan kelas 9 untuk
mengamati proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru Pendidikan
Agama Islam (PAI) seperti penyampaian materi, komunikasi dengan siswa,

30
31

media pembelajaran yang dipakai, dan lain sebagainya yang berkaitan


dengan kompetensi personal dan kompetensi sosial.
Setelah melakukan observasi, penulis melakukan wawancara
dengan Pak Maryono selaku kepala sekolah dan beberapa guru sebaya untuk
melengkapi data yang sudah didapatkan melalui angket dan observasi serta
untuk melakukan perpanjangan pengamatan yang berguna untuk
menguatkan data yang didapat dalam penelitian, serta untuk menguji
keabsahan suatu data yang didapat.

C. Metode Penelitian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode adalah cara
teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai
sesuatu dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang
ditentuakan. Sedangkan penelitian adalah kegiatan pengumpulan,
pengolahan, analisis dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis
dan obyektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu
hipotesis untuk mengembangkan prisip-prinsip umum. Dengan demikian,
metode penelitian adalah suatu cara yang teratur dan tersusun serta terpikir
baik-baik untuk mengamati suatu hal yang menjadi bahan perhatian. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif.
Metode kualitatif, yaitu metode penelitian yang berlandaskan pada
filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang
alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah
sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara
purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan triangulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.1

1
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D), (Bandung: Alfabeta, 2016), cet ke-23, h. 15
32

Dalam metode penelitian kualitatif, penulis menggunakan


pendekatan deskriptif analisis yang dirancang untuk mengumpulkan
informasi tentang keadaan nyata yang terjadi. Adapun tujuan utama dalam
menggunakan metode dan pendekatan ini adalah untuk menggambarkan
suatu keadaan yang sedang terjadi pada saat penelitian.
Peran penulis dalam penelitian ini adalah sebagai instrument kunci
yang bertugas mengumpulkan data-data melalui observasi dengan cara
mengamati langsung di sekolah, menjadi interviewer dalam proses
wawancara terhadap informan yang bersangkutan, serta mengumpulkan
dokumen-dokumen sebagai data pelengkap dalam penelitian kualitatif ini
yang ditulis berdasarkan kejadian alamiah, atau kejadian yang sebenarnya
pada suatu objek penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data dan fakta yang relevan dan akurat pada proses
penelitian, maka peneliti menggunakan beberapa instrument dalam Teknik
pengumpulan data ini. Teknik pengumpulan data pada penelitian adalah
kuesioner (angket), observasi, wawancara, dan dokumentasi.
1. Kuesioner (Angket)
Kuesioner merupakan teknik pengumpalan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawabnya.2 Penulis melakukan penyebaran
angket (kuisioner) terlebih dahulu kepada guru sebaya dan siswa untuk
mengetahui penilaian terhadap kompetensi personal dan kompetensi
sosial guru Pendidikan Agama Islam (PAI).
Kuesioner (Angket) Guru Sebaya:
Jml.
Dimensi Indikator No. Item Item

Kompetensi Bertindak sesuai dengan 4


1,2,3,4
Personal norma agama, hukum,

2
Ibid., h. 199
33

sosial, dan kebudayaan


nasional Indonesia.
Menampilkan diri
sebagai pribadi yang
jujur, berakhlak mulia, 5,6,7 3
dan teladan bagi peserta
didik dan masyarakat.
Menampilkan diri sebagai
pribadi yang mantap, 4
8,9,10,13
stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa.
Menunjukkan etos kerja,
tanggung jawab yang
tinggi, rasa bangga 11,12,14,15,16 5
menjadi guru, dan rasa
percaya diri.
Menjunjung tinggi kode 1
17
etik profesi guru.
Kompetensi Bersikap inklusif,
Sosial bertindak objektif, serta
tidak diskriminatif karena
pertimbangan jenis 18,19,20 3
kelamin, agama, ras,
kondisi fisik, latar
belakang keluarga, dan
status sosial ekonomi.
Berkomunikasi secara
efektif, empatik, dan
santun dengan sesama 3
21,22,23
pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua,
dan masyarakat.
Beradaptasi di tempat
bertugas di seluruh
wilayah Republik 24,25 2
Indonesia yang memiliki
keragaman sosial budaya.
Berkomunikasi dengan
komunitas profesi sendiri 26,27,28,29 4
dan profesi lain secara
34

lisan dan tulisan atau


bentuk lain.

Kuesioner Peserta Didik (Siswa):


Dimensi Indikator No. Item Jml. Item

Kompetensi Bertindak sesuai dengan


Personal norma agama, hukum, sosial, 2
1,2
dan kebudayaan nasional
Indonesia.
Menampilkan diri sebagai
pribadi yang jujur, berakhlak
mulia, dan teladan bagi 3,4,5,6 4
peserta didik dan
masyarakat.
Menampilkan diri sebagai
pribadi yang mantap, stabil, 7,9 2
dewasa, arif, dan berwibawa.
Menunjukkan etos kerja,
tanggung jawab yang tinggi, 8,10,11,12 4
rasa bangga menjadi guru,
dan rasa percaya diri.

Kompetensi Bersikap inklusif, bertindak


Sosial objektif, serta tidak
diskriminatif karena
pertimbangan jenis kelamin, 13 1
agama, ras, kondisi fisik,
latar belakang keluarga, dan
status sosial ekonomi.
Berkomunikasi secara
efektif, empatik, dan santun
dengan sesama pendidik, 14,15 2
tenaga kependidikan, orang
tua, dan masyarakat.
Beradaptasi di tempat
bertugas di seluruh wilayah
Republik Indonesia yang 16,17 2
memiliki keragaman sosial
budaya.
35

Berkomunikasi dengan
komunitas profesi sendiri 1
18
dan profesi lain secara lisan
dan tulisan atau bentuk lain.

2. Observasi Nonpartisipan
Dalam obervasi nonpartisipan peneliti tidak terlibat langsung dan
hanya sebagai pengamat independen. Peneliti mencatat, menganalisis,
dan selanjutnya dapat membuat kesimpulan.3
Observasi dilakukan secara langsung (direct observation) yaitu
melalui pengamatan langsung ke lokasi penelitian seraya mencermati
hal-hal yang berhubungan dengan objek penelitian, selain itu dilakukan
dengan cara door to door ke dalam kelas untuk mengetahui gambaran
riil melalui pengamatan dengan memperhatiakan situasi dan kondisi.
3. Wawancara Terstruktur
Wawancara terstruktur digunakan sebagai Teknik pengumpulan
data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti
tentang informasi apa yang akan diperoleh. Penggalian data melalui
wawancara ini dilakukan terhadap beberapa kepala sekolah dan guru
sebaya untuk memperoleh data yang lebih banyak dan mendalam untuk
melengkapi data yang sudah ada.
Pada saat wawancara, penulis menggali data melalui pertanyaan-
pertanyaan yang sesuai dengan rumusan masalah, yaitu terkait dengan
kompetensi personal dan kompetensi sosial guru Pendidikan Agama
Islam (PAI) dan upaya/usaha yang dilakukan sekolah untuk
meningkatkan kompetensi tersebut.
4. Teknik Dokumentasi
Supaya hasil penelitian dari observasi dan wawancara, akan lebih
kredibel, valid, dan dapat dipercaya kalau didukung dengan sejarah

3
Ibid., h. 205
36

pribadi kehidupan di masa keil, di sekolah, di tempat kerja, di


masyarakat, dan autobiografi.4
Untuk mendapatkan deskripsi dan pemahaman mendalam terhadap
fokus penelitian, penulis akan mengumpulkan dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan profil sekolah yang dijadikan objek penelitian, juga
dokumen-dokumen yang menjadi acuan sikap profesionalisme guru.
Dokumen-dokumen yang didapatkan sangat berguna sebagai penguat
keabsahan data kualitatif dalam penelitian. Setelah semua data
didapatkan dari berbagai sumber, maka barulah penulis menggabungkan
dan melakukan analisis data tersebut.

E. Pengecekan Keabsahan Data


1. Perpanjangan Pengamatan
Dengan memperpanjang pengamatan berarti peneliti kembali ke
lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data
yang pernah ditemui maupun yang baru.5 Peneliti mengumpulkan data
dengan lebih dari satu kali kunjungan yang bertujuan untuk melengkapi
data-data yang dibutuhkan. Proses memperpanjang pengamatan ini
berguna untuk menguatkan data yang didapat dalam penelitian, serta
untuk menguji keabsahan suatu data yang didapat.
2. Triangulasi Data
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan
berbagai waktu.6 Proses triangulasi sumber, peneliti berusaha
mewancarai lebih dari satu orang di sekolah tersebut yakni Kepala
Sekolah dan Guru Sebaya, serta mengumpulkan data-data yang
dibutuhkan dari operator sekolah seperti profil sekolah, data guru, data
siswa, dan lain sebagainya.

4
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2013), h. 329
5
Sugiyono, Opcit, h. 270
6
Ibid, h. 273
37

F. Teknik Analisis Data


Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari observasi, hasil wawancara, dan dokumentasi,
dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, melakukan sintesa,
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri
sendiri maupun orang lain.7
1. Analisis Sebelum di Lapangan
Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum peneliti
memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi
pendahuluan atau data sekunder yang akan digunakan untuk
menentukan fokus penelitian. Namun demikian fokus penelitian ini
masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti masuk
dan selama di lapangan.8 Studi pendahuluan ini dilakukan dengan
berkunjung ke SMPN 3 Tangerang Selatan untuk melihat kondisi sosial
sekolah, lalu membaca hasil penelitian yang telah dilakukan untuk
menentukan fokus penelitian agar tidak terjadi kesamaan pada hasil
penelitian yang akan diperoleh. Selain itu, peneliti juga mencari kajian
teori yang digunakan sebagai landasan berpikir, karena penelitian
kualitatif juga bertujuan untuk mengembangkan teori yang telah ada.
2. Analisis Data di Lapangan
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat
pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data
dalam periode tertentu. Berikut adalah aktivitas yang dilakukan pada
saat analisis data:
a. Reduksi Data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak.
Untuk itu, perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data.

7
Ibid., h. 335
8
Ibid., h. 336
38

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,


memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya
dan membuang yang tidak perlu.9
b. Penyajian Data
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan
dalam bentuk uraian singkat, bagam, hubungan antar kategori,
flowchart dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk
menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang
bersifat naratif.10
c. Kesimpulan dan Verifikasi
Penarikan kesimpulan dan verifikasi yang dikemukan masih
bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-
bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data
berikutnya.11

9
Ibid., h. 338
10
Ibid., h. 341
11
Ibid., h. 345
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

A. Gambaran Umum SMPN 3 Tangerang Selatan


1. Sejarah Singkat
Berdasarkan dokumen yang penulis dapatkan, bahwa sekolah ini
berdiri sejak tahun 1977 dengan nama Kelas Jauh SMPN 2 Tangerang
dan dikukuhkan menjadi SMPN 2 Filial tahun 1979. Bulan Februari
1983 menjadi sekolah mandiri dengan nama SMP Negeri 1 Ciputat.
Perubahan nomenkelatur pada tahun 1999 untuk kecamatan Ciputat
menjadikan SMPN 1 Ciputat berubah nama menjadi SMP Negeri 2
Ciputat hingga SMPN 3 Tangerang Selatan saat ini. Adapun nama
pimpinan di sekolah ini adalah:1

No Nama Masa jabatan

1 R. Soeharto 1977

2 Drs. H. Wanhar 1977 – 1989

3 Drs. H. Munadjat Indria 1989 – 1996

4 Dra. Hj. Ade Halimatusa'diah 1996 – 2000

5 Drs. H. Kuswanda M.Pd 2000 – 2006

6 Drs. H. Nurhadi MM 2006 – 2009

7 Maryono, SE., M.Pd 2009 – sekarang

Dalam kepemimpinannya, banyak kegiatan yang bertujuan untuk


meningkatkan kemampuan siswa maupun meningkatkan kompetensi

1
Dokumentasi dari Staff Administrasi Sekolah

39
40

guru. Salah satu kegiatan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam


Bahasa Inggris, SMPN 3 Tangerang Selatan pernah menyelenggarakan
pagelaran pentas seni siswa yang bertajuk “Be Brave To Speak English,
Be Ready To The Feuture” yang digelar di halaman sekolah. Pada acara
tersebut, siswa dilatih untuk lebih percaya diri menggunakan Bahasa
Inggris dalam pergaulannya sehari-hari.2

Beberapa kegiatan untuk meningkatkan kompetensi guru yang


dilakukan sekolah diantaranya seperi mengadakan Workshop
Pendidikan dan merekomendasikan guru-guru untuk mengikuti
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) tingkat gugus maupun
tingkat kota.

SMPN 3 Tangerang Selatan memiliki beberapa kategori kelas, yaitu:

1. CI-BI Akselerasi
Adalah singkatan dari Cerdas Istimewa – Bakat Istimewa. Kelas ini
adalah kelas satuan pendidikan ketuntasan belajar selama 2 (dua)
tahun.
2. Bilingual
Adalah kelas berbasis reguler dengan mengutamakan komunikasi
berbahasa asing (bahasa Inggris)
3. Reguler
Adalah kelas biasa layaknya kelas umum dibeberapa sekolah lain.

2. Visi, Misi, dan Tujuan


a. Visi
Adapun visi yang di usung oleh SMP Negeri 3 Tangerang Selatan
adalah:
1. Terunggul dalam prestasi
2. Teladan dalam bersikap dan bertindak

2
https://metro.sindonews.com/read/1254455/171/koran-sindo-dukung-siswa-smpn-3-
kota-tangsel-speak-inggris-1509785749 21.43 01-10-2019
41

3. Konsisten dalam menjalankan ajaran agama


4. Menciptakan lingkungan sehat dan hijau

Visi adalah pandangan jauh kedepan dari individu atau


kelompok (organisasi) yang berkaitan dengan tujuan yang ingin
dicapai. Beberapa Visi yang sudah dirumuskan ada yang merupakan
indikator kompetensi personal dan kompetensi sosial guru yaitu
pertama, Terunggul dalam prestasi. Kedua, teladan dalam bersikap
dan bertindak. Dan Ketiga, Konsisten dalam menjalankan ajaran
agama.

b. Misi
Adapun misi dari SMP Negeri 3 Tangerang Selatan adalah:
1. Mewujudkan peningkatan kualitas/mutu lulusan
2. Mewujudkan peningkatan jumlah lulusan yang masuk
SMA/SMK Negeri
3. Membina sikap percaya diri, semangat gotong royong dan cinta
tanah air
4. Meningkatkan prestasi kerja yang diimbangi dengan
penghargaan yang layak serta dilandasi dengan semangat
ketauladanan dan keikhlasan
5. Meningkatkan status sekolah menjadi sekolah unggulan.
Misi adalah segala sesuatu (strategi; tindakan) yang harus
dilakukan untuk mewujudkan Visi. Ada lima Misi yang menjadi
pedoman SMPN 3 Tangerang Selatan untuk mewujudkan Visi
diantaranya ada yang termasuk indikator kompetensi personal dan
sosial guru yaitu pertama, membina sikap percaya diri, semangat
gotong royong, dan cinta tanah air. Kedua, meningkatkan prestasi
kerja yang diimbangi dengan penghargaan yang layak serta
dilandasi dengan semangat ketauladanan dan keikhlasan. Dan
ketiga, meningkatkan status sekolah menjadi sekolah unggulan.
42

c. Tujuan
Adapun tujuan dari SMP Negeri 3 Tangerang Selatan adalah:
1. Meningkatkan perilaku akhlak mulia bagi peserta didik
2. Meningkatkan pengetahhuan dan keterampilan yang sesuai
dengan minat dan bakat peserta didik
3. Mengembangkan kepribadian manusia yang utuh bagi peserta
didik
4. Mempesiapkan peserta didik sebagai bagian dari anggota
masyarakat yang mandiri dan berguna
5. Mempersiapkan peserta didik dalam melanjutkan pendidikan
lebih lanjut
6. Meningkatkan pemahaman sekolah berwawasan lingkungan
sehat bagi seluruh komponen sekolah.3

3. Data Tenaga Kependidikan


a. Jenjang Pendidikan dan Status Guru4

Status
Jenis Kelamin
Tingkat Guru
No Jml Ket.
Pendidikan GT GTT Laki- Perempuan
laki

1 S3 / S2 8 1 2 7 9

2 S1 44 5 17 32 49

3 D-4 - - - - -

4 D3 2 1 3 - 3

5 D2 - - - - -

6 D1 - - - - -

7 SMA - - - - -

3
Dokumentasi dari Staff Administrasi Sekolah
4
Ibid
43

Total 54 7 22 39 61

Dari data diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa sebagain


besar guru-guru di SMPN 3 Tangerang Selatan memiliki jenjang
pendidikan Strata 1. Ini sudah sesuai dengan UU No. 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosesn Bab IV Pasal 8 dan Pasal 9 yang berbunyi
“Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (Pasal 8).
“Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
diperoleh memalui pendidikan tinggi program sarjana atau program
diploma empat. (Pasal 9).

b. Jumlah Guru dan Statusnya5

Status Guru
Jumlah
No Mata Pelajaran
Guru
PNS GTT Bantu Honor

1 Pendidikan Agama 4 1 - - 3

2 Pendidikan 3 3 - - -
Kewarganegaraan
3 Matematika 7 6 - - 1

4 Bahasa Indonesia 8 8 - - -

5 Bahasa Inggris 7 6 - - 1

6 Ilmu Pengetahuan Alam 8 8 - - -

5
Ibid
44

7 Ilmu Pengetahuan Sosial 8 8 - - -

8 Penjaskes 4 4 - - -

9 Pendidikan Seni Budaya 3 3 - - -

10 Prakarya 3 - - - 3

11 Muatan Lokal 3 3 - - -

12 BP / BK 3 2 - - 1

T o t a l 61 54 - - 7

Data diatas menunjukan bahwa guru Pendidikan Agama Islam (PAI)


berjumlah empat orang, dua orang berstatus Pegawai Negri Sipil (PNS)
dan dua orang lagi berstatus guru honorer. Perbedaan status tersebut
tidak berpengaruh terhadap fungsi dan tugasnya sebagai pendidik.

4. Data Siswa
SMP Negeri 3 Tangsel memilik banyak siswa, yang terdiri dari
beberapa kelas beserta rombel. Berikut Data Jumlah Kelas, Rombel, dan
Siswa Tahun Pelajaran 2018/2019:6

Jumlah Siswa
Jumlah
No. Data Kelas
Rombel
Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Kelas VII 9 155 171 326

2 Kelas VIII 9 169 248 417

6
Ibid
45

3 Kelas IX 9 174 221 395

4 Kelas VII 1 17 19 36
Billingual

5 Kelas VIII 1 17 23 40
Billingual

6 Kelas IX 1 18 22 40
Billingual

7 Kelas VII Aksel 1 9 16 25

8 Kelas VIII Aksel 1 8 17 25

JUMLAH 32 567 737 1304

Siswa yang beragama Islam berjumlah sekitar 1280 siswa,


beragama Kristen berjumlah 38 siswa, beragama Katholik berjumlah 6
siswa, beragama Hindu berjumlah 2 siswa, dan beragama Budha
berjumlah 3 siswa. Walaupun Islam menjadi agama mayoritas, tapi tidak
ada spesialisasi sedikpun baik dari penilaian maupun perlakuan. Nilai-
nilai toleransi selalu dijunjung tinggi oleh semua elemen sekolah, baik
guru maupun siswa, sehingga tercipta lingkungan yang damai dan aman.

5. Sarana dan Prasarana7

Jenis Ruangan Ukuran Kondisi Ket


No Jml
/Bangunan PxL Ruangan .

7
Ibid
46

B CB TB

A RUANG BELAJAR :

1 Ruang Teori / Kelas 29 8x7m 


3 6 x 10 m 

2 Ruang Perpustakaan 1 10 x 7 m 

3 Ruang Lab. Bahasa 1 8x7m 

4 Ruang Lab. IPA 1 10 x 7 m 

5 Ruang Lab. Komputer 2 8x7m 

6 Ruang Kesenian 1 6x7m 

7 Ruang Keterampilan - -

8 Ruang Serbaguna/Aula 1 12 x 7 m 

9 Ruang Multi Media 1 8x7m 

B RUANG KANTOR :

1 Ruang Kepala Sekolah 1 6x7m 

2 Ruang Wkl Kepsek 1 3x7m 

3 Ruang Guru 1 10 x 7 m 

4 Ruang Tata Usaha 1 6x7m 


47

5 Ruang Komite Sekolah 1 3x7m 

C RUANG PENUNJANG :

1 Ruang Gudang 1 6x7m 

2 Ruang BP / BK 1 6x7m 

3 Ruang U K S 1 8x7m 

4 Ruang PMR/Pramuka 1 6x4m 

5 Ruang OSIS/Paskibra 1 6x4m 

6 Ruang Ibadah / Masjid 1 10 x 11 

7 Raung WC Kepsek 1 2x2m 

8 Ruang WC Guru 1 2x2 

9 Ruang WC Siswa 21 2x1m 

10 Ruang Koperasi 1 4x7m 

11 Ruang Kantin 1 8x7m 

12 Rumah Penjaga - - -

13 Pos Jaga / Satpam 1 3x3m 

D SARANA PENUNJANG :

1 Lapangan Olah Raga :


48

a. Lapangan Futsal 1 12 x 22 

b. Lapangan Basket 1 12 x 22 

c. Lapangan Volley 1 14 x 7 m 

d. Lapangan Badminton 1 12 x 6 m 

f. Meja Pingpong 2 4x2m 

2 Lapangan Upacara 1 25 x 100 

3 Tempat Parkir 1 16 x 8 m  `

4 Kendaraan Operasional 1 Mini bus 

Dari data diatas menunjukan bahwa sarana dan prasarana yang


dimiliki SMPN 3 Tangerang Selatan sudah sangat lengkap. Sehingga
mendukung terciptanya proses pembelajaran yang baik dan proses
peningkatan kualitas pendidikan.

6. Struktur Organisasi8
Kepala Sekolah : H. Maryono, SE., M.Pd
Wakil Kepala Sekolah
- Bidang Pengembangan Mutu
Sekolah : Hj. Neni Supriati, M.Pd
- Bidang Kurikulum dan
Pembelajaran : Drs. Sholeh Fathoni
- Bidang Hubungan
Masyarakat : Indah Pudji Rahayu, S.Pd., M.Si
- Bidang Kesiswaan : Drs, Junaidi

8
Ibid
49

- Bidang Sarana dan Prasarana


Pendidikan : Dadang Yohana, AMD.Pd
Pembantu Kepala Sekolah
- Sekretaris Kurikulum : Sumarsih, M.Pd
- Sekretaris Kesiswaan : Mustofa, S.Pd
- Bendahara Kesiswaan/Masjid : Ida Yulia Panda, S.Pd
Kepala
- Laboratorium : Evi Syarfiarti, S.Pd
- Staff Perpustakaan : Hj. Nina Diana, S.Pd
Ayu Zalfa Risanti
- Kesejahteraan : Dedeh Kurniasih, S.Pd
- Tata Laksana : Dra, Ngesti Wulandari, M.Pd
Kaur TU & Administrasi : Iskandar, SE
Koord. Ekstra Kulikuler
- Koord. BP/BK : Dra Ngesti Wulandari, M.Pd
Hj. Amas Taufaningsih, S.Pd

- Pembina Pramuka : LA. Muhaemin


Wiwit Turtinowati, S.Pd
- Pembina UKS/PMR : Dra. Yuliani
- Pembina Mading : Hj. Eti Hernawati, S.Pd
- Pembina English Corner : Nenden Hazrianti, S,Pd
- Pembina Kesenian Band : Djamaludin Al-Afghani
- Pembina Kesenian dan
Teater : Drs. Sholeh Fathoni, M.Pd
- Pembina Basket, Futsal,
dan Volly Ball : Mustofa, S,Pd
- Pembina Sepak Takraw
dan Badminton : Karlina Maisyiala
- Pembina Bela diri/Atletik
Taekwondo/Paskibra : Nita Marginingsih, M.Pd
50

- Pembina Keputrian : Nurzaidah, S.Pd


- Pembina Rohis/Marawis : Ahmad Ansori, MA
- Sistem Database Sekolah : Rubay

Dari data diatas menunjukan bahwa guru Pendidikan Agama Islam


(PAI) tidak hanya aktif mengajar, tetapi juga aktif di ekstrakulikuler
sekolah salah satunya sebagai Pembina Rohis/Marawis dan Bimbingan
Konseling.

B. Pembahasan dan Analisis Data


1. Kompetensi Personal dan Kompetensi Sosial
Guru merupakan faktor utama dan sangat berpengaruh terhadap
proses belajar. Dalam pandangan siswa, guru memiliki otoritas, bukan
saja otoritas dalam bidang akademis melainkan juga dalam bidang non-
akademis. Oleh karena itu, pengaruh guru terhadap siswanya sangat dan
sangat menetukan.
Kepribadian guru mempunyai pengaruh langsung dan kumulatif
terhadap hidup dan kebiasaan-kebiasaan belajar. Sejumlah percobaan
dan hasil-hasil observasi menguatkan kenyataan bahwa banyak sekali
yang dipelajari oleh siswa dari gurunya. Siswa akan menyerap sikap-
skap, mereflesikan perasaan-perasaan, menyerap keyakinan-keyakinan,
meniru tingkah laku, dan mengutip pernyataan-pertanyaan gurunya.
Pengalaman menunjukan bahwa masalah-masalah seperti motivasi,
disiplin, tingkah laku sosial, prestasi, dan hasrat belajar yang terus
menerus pada diri siswa yang bersumber dari kepribadian guru.9
Selain bagian dari sekolah, guru juga merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari masyarakat. Guru harus memiliki ketajaman hati
terhadap persoalan-persoalan masyarakat. Interaksi utamanya dengan
siswa, orang tua siswa, sesama guru/staf, atasan atau bawahan,

9
Suyanto & Asep Jihad, Menjadi Guru Profesional (Strategi Meningkatkan Kualifikasi
dan Kualitas Guru di Era Global), (Jakarta: Esesnsi Erlangga Grup, 2013), hlm. 16
51

masyarakat sekitar sekolah, dan sekitar tempat tinggalnya membuat


sosok guru harus memiliki kepekaan sosial. Kepekaan sosial ini
terbangun dari sikap/perilaku peduli, empati, senang menolong,, dan
ikhlas. Guru yang memiliki jiwa sosial yang tinggi akan senang
membantu tanpa pamrih dan pandang bulu (ikhlas) terhadap siswa,
sesame guru, atas/bawahan, orangtua siswa, dan masyarakat sekitar.
Kemmampuan menjalin hubungan intrapersonal dan antarpersonal
harus terus dikembangkan, kemudia ditransformasikan kepada siswa.10
1) Kompetensi Kepribadian (Personal)
a) Bertindak Sesuai dengan Norma Agama, Hukum, Sosial, dan
Kebudayaan Nasional Indonesia
Berdasarkan angket yang disebar kepada 15 guru sebaya
menunjukan bahwa 53,3% menyatakan bahwa guru Pendidikan
Agama Islam selalu bertindak dan berucap sesuai dengan norma
agama yang dianut.
P1 = Guru PAI bertindak dan berucap sesuai dengan norma
agama yang dianut
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 8 53,3%
Sering 7 46,7%
Kadang-kadang 0 0%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 15 100%

Secara sederhana norma agama bisa diartikan sebagai


petunjuk hidup yang berasal dari Tuhan yang disampaikan
melalui perantara utusan-Nya yang berisi perintah dan larangan-
larangan. Dalam ajaran Islam Nabi Muhammad sebagai utusan-

10
Ibid., hlm. 29
52

Nya serta al-Quran dan as-Sunnah sebagai petunjuk-Nya,


begitupun dengan agama lain. Maka ucapan dan tindakan
seorang guru (khususnya guru Pendidikan Agama Islam) harus
sesuai pentunjuk hidup yaitu al-Quran dan as-Sunnah.
Pelaksanaan Norma Agama bertujuan untuk mewujudkan Visi
SMPN 3 Tangerang Selatan yaitu konsisten dalam menjalankan
ajaran agama.

Kemudia 53,3% menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama


Islam selalu bertindak dan berucap sesuai dengan norma hukum
yang berlaku.

P2 = Guru PAI bertindak dan berucap sesuai dengan norma hukum


yang berlaku
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 8 53,3%
Sering 7 46,7%
Kadang-kadang 0 0%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 15 100%

Norma hukum merupakan suatu ketentuan atau aturan-


aturan yang diciptakan oleh lembaga berwenang yang sifatnya
memaksa dan mengikat. Tujuannya untuk melindungi
kepentingan masyarakat dan juga sebagai tata tertib dalam
kehidupan bermasyarakat agar tercipta kehidupan yang damai
dan sejahtera.11

11
guruppkn.com, 01/10/2019
53

Selain norma agama dan norma hukum, dan 66,7%


menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Islam juga selalu
bertindak dan berucap sesuai dengan norma sosial masyarakat.

P3 = Guru PAI bertindak dan berucap sesuai dengan norma sosial


masyarakat
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 10 66,7%
Sering 5 33,3%
Kadang-kadang 0 0%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 15 100%

Norma sosial merupakan seperangkat aturan disertai sanksi-


sanksi baik tertulis maupun tidak. Norma ini berfungsi
memandu kehidupan sosial anggota masyarakat.12 Guru adalah
bagian dari masyarakat dan terikat dengan norma sosial yang
tidak bisa dipisahkan dari aktivitas kehidupannya sehari-hari.
Maka, sudah selayaknya seorang guru membimbing dan
memberi tauladan kepada anggota masyarakat untuk selalau
menaati aturan-aturan yang terkandung dalam norma sosial
yang berlaku tersebut.

Selanjutnya 73,% menyatakan bahwa guru Pendidikan


Agama Islam selalu bertindak dan berucap sesuai dengan norma
yang berlaku di lingkungan sekolah.

P4 = Guru PAI bertindak dan berucap sesuai dengan norma yang


berlaku di lingkungan sekolah
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase

12
Sosiologi.com, 01/10/2019
54

Selalu 11 73,3%
Sering 4 26,7%
Kadang-kadang 0 0%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 15 100%

Data diatas dikuatkan dengan hasil wawancara dengan


kepala sekolah yang mengatakan:

“Bukan saja guru Pendidikan Agama Islam, Alhamdulillah


semua guru sudah bersikap dan bertindak sesuai dengan
norma-norma yang berlaku. Tidak ada satupun guru yang
melanggar norma apapun.”.13
Hal serupa disampaikan oleh Bapak Ahmad Zarkasih selaku
guru PKN, beliau mengatakan:
“Setau saya tidak pernah terlibat kasus apapun. Guru PAI
kan belajar dan mengajarkan Budi Pekerti kepada para
siswa. Jadi menurut saya Guru PAI di sekolah ini sudah
menjalankan Budi Pekerja dalam kehidupannya, cara dia
bersikap ataupun cara dia berucap sudah sesuai dengan
norma yang berlaku.” 14
Sikap seperti ini harus selalu ditingkatkan oleh semua guru
untuk menunjang profesinya sebagai pendidik. Karena seorang
pendidik tindak-tanduk bahkan gerak-geriknya akan menjadi
tauladan/roll model untuk siswa dan lingkungannya. Karena ada
pepatah yang berbunyi “guru kencing berdiri, murid kencing
berlari”.

b) Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak


mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat

13
Wawancara dengan Pak Maryono selaku Kepala Sekolah
14
Wawncara dengan Pak Ahmad Zarkasih selaku Guru PKN
55

Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari hasil


penilaian guru sebaya menunjukan bahwa 40% guru
Pendidikan Agama Islam selalu menampilkan diri sebagai
pribadi yang jujur.

P5 = Guru PAI menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur


Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 6 40%
Sering 9 60%
Kadang-kadang 0 0%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 15 100%

Berbeda dengan penilaian siswa dengan persentase yang


lebih besar yaitu 73% guru Pendidikan Agama Islam selalu
menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur.

P3 = Guru PAI menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur


Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 44 73%
Sering 14 23%
Kadang-kadang 2 3,3%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 60 100%

Selain menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, 73%


guru sebaya menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama
56

Islam selalu menampilkan diri sebagai pribadi yang


berakhlak mulia.

P6 = Guru PAI menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak


mulia
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 11 73,3%
Sering 4 26,7%
Kadang-kadang 0 0%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 15 100%

Persentase tersebut hampir sama dengan penilian siswa


yaitu 75% menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama
Islam selalu menampilkan diri sebagai pribadi yang
berakhlak mulia.

P4 = Guru PAI menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak


mulia
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 45 75%
Sering 12 20%
Kadang-kadang 3 5%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 60 100%

Data tersebut sudah sesuai dengan salah satu tujuan SMPN


3 Tangerang Selatan yaitu meningkatkan perilaku akhlak mulia
bagi peserta didik. Jika guru sudah menampilakan diri sebagai
57

pribadi yang berakhlaq mulia, maka siswa pun akan


meneladaninya.

Selain menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur dan


berakhlak mulia, 53% guru sebaya menyatakan juga bahwa
guru Pendidikan Agama Islam juga selalu menampilkan diri
sebagai tauladan bagi siswa dan lingkungannya.
P7 = Guru PAI menampilkan diri sebagai pribadi yang menjadi
teladan bagi peserta didik dan masyarakat sekolah
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 8 53,3%
Sering 7 46,7%
Kadang-kadang 0 0%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 15 100%

Data tersebut dikuatkan juga oleh hasil penilian siswa, 67%


siswa menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Islam selalu
menampilkan diri sebagai pribadi yang menjadi tauladan bagi
peserta didik dan masyarakat sekolah.

P5 = Guru PAI menampilkan diri sebagai pribadi yang menjadi


teladan bagi peserta didik dan masyarakat sekolah
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 40 67%
Sering 19 32%
Kadang-kadang 1 1,7%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 60 100%
58

Data tersebut sudah sesuai dengan Visi Kedua SMPN 3


Tangerang Selatan yaitu teladan dalam bersikap dan bertindak.
Dari Visi tersebut semua tenaga kependidikan bersikap dan
berucap yang baik dan sesuai dengan norma agar bisa diteladani
oleh siswa sehingga siswa memiliki kemampuan afektif dan
mengimplementasikan dalam kehidupannya sehari-hari.
Kemudian dalam Wawancaranya, Pak Maryono selaku
Kepala Sekolah menyampaikan:
“Karena sampai saat ini tidak pernah ada satupun guru
yang melanggar aturan yang berlaku di sekolah, maka saya
menyimpulkan bahwa guru PAI sudah menunjukan akhlaq
yang baik dan itu akan menjadi tauladan untuk para
siswa”.15

Baik guru sebaya maupun siswa memiliki penilain yang


relatif sama terhadap guru Pendidikan Agama Islam bahwa guru
Pendidikan Agama Islam di SMPN 3 Tangerang Selatan selalu
menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia,
dan menjadi tauladan bagi siswa dan masyarakat sekolah.
Contoh sederhananya ketika melaksanakan sholat dzuhur
berjama’ah, guru Pendidikan Agama Islam datang lebih awal ke
masjid untuk memberi contoh baik (tauladan) kepada siswa dan
masyarakat sekolah. Ini merupakan pengamatan penulis ketika
melakukan observasi.
Guru PAI menjadi tauladan bagi siswa dan guru-guru
lainnya. Seperti yang disampaikan Pak Ahmad Zarkasih dalam
wawancaranya:
“Seperti yang sudah saya jelaskan tadi, guru PAI dalam
bersikap dan berucap sudah baik dan sesuai norma. Atas
dasar itulah sikap dan ucapan guru PAI dapat diteladani
oleh siswa maupun guru-guru lain.”16

15
Wawancara dengan Pak Maryono selaku Kepala Sekolah
16
Wawncara dengan Pak Ahmad Zarkasih selaku Guru PKN
59

Pakar muslim menguraikan subtansi agama dengan rumusan


singkat yaitu al-din al-Muamalah (agama adalah interaksi).
Interaksi disini menyangkut interaksi dengan Tuhan dan
makhluk, baik manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, benda-
benda tak bernyawa, bahkan diri pribadi sekalipun. Semakin
baik hubungan itu, semakin baik juga keberagamaan seseorang.
Hubungan baik tersebut tercermin dalam akhlak.17 Nabi
Muhammad saw. bersabda:

‫إمنا بعثت ألمتم مكارم األخالق‬


“sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq”.
Sebagai umat Nabi Muhammad saw. sudah menjadi
kewajiban kita semua untuk melakukan hal-hal terpuji terutama
memiliki akhlak mulia. Guru adalah suri tauladan untuk siswa
dan lingkungannya, ucapan, tindakan bahkan penampilannya
akan diikuti. Maka, guru harus memberikan contoh yang baik
agar siswa dan lingkungannya berprilaku sesuai dengan norma
dan yang nantinya memiliki akhlak mulia.

c) Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil,


dewasa, arif, dan berwibawa
Seorang guru sudah sepatutnya memiliki pribadi yang stabil
dan berwibawa supaya disegani/dihormati oleh siswa maupun
guru sebaya. Sekitar 33,3% guru sebaya menyatakan bahwa guru
Pendidikan Agama Islam emosinya tidak pernah terpancing jika
kondisi tidak sesuai dengan keinginannya.
P8 = Emosi guru PAI mudah terpancing jika kondisi tidak sesuai
dengan keinginannya
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase

17
M. Quraish Shihab, Islam yang Saya Anut; Dasar-dasar Ajaran Islam, (Tangerang
Selatan: Lentera Hati, 2018), hlm. 36
60

Tidak Pernah 5 33,3%


Pernah 4 26,7%
Kadang-kadang 2 13,3%
Sering 3 20%
Selalu 1 6,67%
Jumlah 15 100%

Data tersebut menunjukan bahwa guru Pendidikan Agama


Islam belum menampilkan pribadi yang stabil, karena
persentasenya masih sangat rendah, jauh dengan yang
diharapkan. Seharusnya seorang guru apalagi guru Pendidikan
Agama Islam harus memiliki pribadi yang stabil, tidak mudah
terpancing emosinya dalam keadaan apapun dan dimanapun.
Kondisi tersebut pernah dialami penulis ketika melaksanakan
penelitian. Suatu hari penulis pernah telat datang ke sekolah
untuk bertemu dengan guru Pendidikan Agama Islam, kemudian
sangat terlihat jelas ekspresi kemarahan atas keterlambatan
tersebut, tidak ada lagi senyuman dan sapaan yang terpancar di
wajahnya.
Data berbeda ditunjukan oleh penilaian siswa, sekitar 42%
siswa menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Islam
emosinya tidak pernah terpancing jika kondisi tidak sesuai
dengan keinginannya.
P9 = Emosi guru PAI mudah terpancing jika kondisi tidak sesuai
dengan keinginannya
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Tidak Pernah 25 42%
Pernah 14 23%
Kadang-kadang 16 27%
Sering 6 8,3%
61

Selalu 0 0%
Jumlah 60 100%

Pak Maryono selaku Kepala Sekolah menyampaikan:

“Selama saya memimpin sekolah ini, saya melihat guru


Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki sikap yang
bijaksana dalam kondisi dan situasi apapun, dan jika ada
masalah pasti dimusyarahkan bareng-bareng”.18
Setelah penulis amati, dalam keseharian di sekolah guru
Pendidikan Agama Islam sangat baik dan ramah kepada
siapapun termasuk kepada penulis yang notabane orang yang
baru dikenal. Guru Pendidikan Agama Islam pun seorang
manusia biasa yang memiliki nafsu (emosi). Emosinya
terpancing hanya sesekali saja, itupun jika sedang mengalami
masalah dan masih dalam tahap wajar.

d) Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa


bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.

Berdasarkan data yang penulis dapatkan, 73,3% guru sebaya


menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Islam selalu
menunjukan etos kerja yang baik.

P12 = Guru PAI menunjukkan etos kerja yang baik ketika


menjalankan tugasnya
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 11 73,3%
Sering 4 26,7%
Kadang-kadang 0 0%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%

18
Wawancara dengan Pak Maryono selaku Kepala Sekolah
62

Jumlah 15 100%

Selain menunjukan etos kerja yang baik, sekitar 65% siswa


menyatakan guru Pendidikan Agama Islam juga menunjukan
tanggung jawab yang tinggi ketika mengajar.
P11 = Guru PAI menunjukkan tanggung jawab yang tinggi ketika
mengajar.
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 39 65%
Sering 21 35%
Kadang-kadang 0 0%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 60 100%

Dari kata etos ini dikenal juga kata etika, etiket, yang hampir
mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan
dengan baik-buruk (moral), sehingga dalam etos tersebut
terkandung gairah atau semangat yang sangat kuat untuk
mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih baik, dan bahkan
berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sangat sempurna.19
Etos kerja yang baik akan sebanding lurus dengan kualitas
pembelajaran, sehingga prestasi siswa akan meningkat. Data
tersebut sudah sesuai dengan Misi Keempat SMPN 3 Tangerang
Selatan yaitu Meningkatkan prestasi kerja yang diimbangi
dengan penghargaan yang layak serta dilandasi dengan
semangat ketauladanan dan keikhlasan.
Implementasi dari etos kerja yang baik dan tanggung jawab
yang tinggi adalah selalu bersemangat ketika menjalankan tugas.

19
Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami, (Jakarta: Gema Insani Pers, 2002),
hlm. 15
63

Sekitar 60% guru sebaya menyatakan guru Pendidikan Agama


Islam tidak pernah kurang semangatnya ketika menjalankan
tugas dalam kondisi apapun.
Ketika penulis melakukan observasi didalam kelas, sangat
terlihat semangat mengajar dalam diri guru Pendidikan Agama
Islam, pakaian terlihat rapi, proses pembelajaran diawali dengan
do’a bersama, peyampaian materi yang menarik dan terkadang
ditambah cerita humor untuk mencairkan suasana.
P13 = Guru PAI kurang semangat mengajar jika sedang
mendapatkan masalah
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Tidak Pernah 9 60%
Pernah 5 33,3%
Kadang-kadang 1 6,67%
Sering 0 0%
Selalu 0 0%
Jumlah 15 100%

Data diatas dikuatkan dari penilaian siswa yang menunjukan


bahwa 78% siswa menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama
Islam (PAI) tidak pernah kurang semangatnya ketika mengajar.

P7 = Guru PAI kurang semangat mengajar


Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Tidak Pernah 47 78%
Pernah 12 20%
Kadang-kadang 1 1,7%
Sering 0 0%
Selalu 0 0%
Jumlah 60 100%
64

Semangat muncul karena adanya motivasi dalam diri


(motivasi intrinsik) maupun dari luar; lingkungan (motivasi
ekstrinsik). Menurut Oemar Hamalik (1995) dalam Wina
Wijaya (2010:256) munculnya motivasi baik intriksik maupun
ekstrinsik dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu:
1) Tingkat kesadaran siswa atas kebutuhan yang mendorong
tikah laku/perbuatannya dan kesadaran atas tujuan belajar
yang hendak dicapainya.
2) Sikap guru dalam kelas, artinya guru selalu merangsang
siswa berbuat kearah tujuan yang jelas dan bermakna.
3) Pengaruh kelompok siswa. Bila pengaruh kelompok terlalu
kuat maka motivasinya cenderung ekstrinsik.
4) Suasana kelas. Suasan kebebasan yang bertanggungjawab
akan lebih merangsang munculnya motivasi intrinsik
dibandingkan dengan suasana penuh tekanan dan paksaan.20

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa


menumbuhkan motivasi belajar merupakan peran penting
seorang guru dalam proses pembelajaran. Guru harus bisa
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Ketika
seorang guru bersemangat dalam menjalankan tugasnya, maka
siswa pun akan bersemangat dalam menerima materi yang
disampaikan dan ketika siswa sudah bersemangat, maka siswa
akan paham terhadap materi yang disampaikan oleh guru.
Sekitar 42% siswa menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama
Islam menyampaikan materi pelajaran dengan baik dan
membuat siswa paham.

P10 = Guru PAI menyampaikan materi pelajaran dengan baik dan


membuat siswa paham

20
Amna Emda, Kedudukan Motivasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran, Lantanida
Journal, Vol. 5 No. 2 (2017) 93-196
65

Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase


Selalu 25 42%
Sering 31 52%
Kadang-kadang 4 6,7%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 60 100%

Dari hasil pengamatan penulis melalui observasi selama


penelitian, siswa sangat antusias mendengarkan materi yang
disampaikan guru Pendidikan Agama Islam. Proses
pembelajaran yang santai (tidak dalam tekanan) membuat siswa
nyaman mengikuti proses pembelajaran tersebut dan tanya-
jawab pun sering terjadi. Selain itu, guru Pendidikan Agama
Islam ketika menyampaikan materi pembelajaran sering
mengaitkannya dengan peristiwa yang aktual.

Berdasarkan hasil observasi, penulis menilai bahwa guru


Pendidikan Agama Islam dalam menyampaikan materi
pelajaran tidak monoton hanya menggunakan metode ceramah,
tapi sudah menggunakan berbagai macam metode salah satunya
menggunakan power point. Penulis mengamati penggunaan
power point tersebut sudah baik terbukti siswa antusias
mengikuti proses pembelajaran. Tapi penggunaan power point
tersebut belum intens.
Penulis juga melakukan wawancara kepada Pak Rendra,
beliau mengatakan:
“Saya sering memberi materi tambahan atau melakukan
ujian di aplikasi Google Classroom”.21

21
Wawancara dengan Pak Rendra salah saru guru Pendidikan Agama Islam (PAI)
66

Google Classroom merupakan sebuah fitur yang efisien,


mudah digunakan, dan membantu pengajar mengelola tugas.
Dengan Classroom, pengajar dapat membuat kelas,
mendistribusikan tugas, memberi nilai, mengirim masukan, dan
melihat semuanya disatu tempat.22

Etos kerja yang baik dan tanggung jawab yang tinggi ketika
menjalankan tugas adalah bentuk rasa bangga menjadi seorang
guru. Sekitar 73,3% guru sebaya menyatakan bahwa guru
Pendidikan Agama Islam selalu menunjukan rasa bangga
menjadi guru.

P14 = Guru PAI menunjukkan rasa bangga menjadi guru ketika di


sekolah maupun diluar sekolah
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 11 73,3%
Sering 4 26,7%
Kadang-kadang 0 0%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 15 100%

Rasa bangga menjadi guru melahirkan kepercayaan diri yang


tinggi (tidak merasa minder) ketika mengajar maupun
berkomunikasi dengan tenaga kependidikan lainnya. Sekitar
73,3% guru sebaya menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama
Islam tidak pernah merasa minder ketika berkomunikasi dengan
guru-guru lainnya dan 60% guru sebaya menyatakan guru
Pendidikan Agama Islam selalu menunjukan rasa percaya diri

22
edu.google.com
67

ketika mengajar maupun berkomunikasi dengan tenaga


kependidikan lainnya.

P15 = Guru PAI merasa minder ketika berkomunikasi dengan


guru-guru lainnya
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Tidak Pernah 11 73,3%
Pernah 3 20%
Kadang-kadang 0 0%
Sering 0 0%
Selalu 1 6,67%
Jumlah 15 100%
P16 = Guru PAI menunjukkan rasa percaya diri ketika mengajar
maupun berkomunikasi dengan tenaga kependidikan lainnya
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 9 60%
Sering 6 40%
Kadang-kadang 0 0%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 15 100%

Selain guru sebaya, sekitar 78% siswa juga menyatakan guru


Pendidikan Agama Islam tidak pernah kurang percaya diri dan
kurang berani mengambil keputusan.

P12 = Guru PAI kurang percaya diri dan kurang berani


mengambil keputusan
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Tidak Pernah 47 78%
Pernah 8 13%
68

Kadang-kadang 1 1,7%
Sering 0 0%
Selalu 4 6,7%
Jumlah 60 100%

Misi Ketiga SMPN 3 Tangerang Selatan yaitu membina


sikap percaya diri, semangat gotong royong dan cinta tanah air.
Jadi, Misi sekolah dengan kompetensi guru sudah sangat sesuai
dan beriringan.
Sudah selayaknya seorang guru memiliki etos kerja yang
baik, tanggung jawab yang tinggi, menunjukan rasa bangga
terhadap profesinya, dan selalu percaya diri ketika menjalankan
tugasnya. Semua itu harus selalu ditingkatkan dan
dikembangkan untuk kemajuan dan kualitas pendidikan.
“Dari pengamatan saya selaku Kepala Sekolah, guru
Pendidikan Agama Islam (PAI) sudah bertanggung jawab
dan menjalankan tugasnya dengan baik”. Ungkap Kepala
Sekolah dalam wawancaranya.23

Hasil dedikasinya menjalankan tugas, sekolah SMPN 3


Tangserang Selatan pernah meraih prestasi Juara III Cerdas
Cermat PAI tingkat Kota Tangerang Selatan. Berikut yang
disampaikan Kepala Sekolah ketika proses wawancara:

“Guru Pendidikan Agama Islam melatih siswa ikut lomba


Cerdas Cermat PAI, dan meraih juara III tingkat Tangerang
Selatan”.
Prestasi ini bukti bahwa guru Pendidikan Agama Islam
sudah menjalankan fungsi dan tugas dengan sebaik-baiknya.
Maka indikator kompetensi ini sudah sesuai dengan Misi
keempat SMPN 3 Tangerang Selatan yaitu meningkatkan

23
Wawancara dengan Pak Maryono selaku Kepala Sekolah
69

prestasi kerja yang diimbangi dengan penghargaan yang layak


serta dilandasi dengan semangat ketauladanan dan keikhlasan.

e) Menjunjung tinggi kode etik guru


Kode etik guru menurut Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) dalam pasal 1 ayat (1&2) menjelaskan bahwa:
1) Kode etik guru Indonesia adalah norma dan asas yang
disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai
pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas
profesinya sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga
negara.
2) Pedoman sikap dan perilaku sebagaiman yang dimaksud
pasal 1 ayat (1) adalah nilai-nilai moral yang membedakan
perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak
boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas
profesionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik, serta pergaulan sehari-hari didalam dan diluar sekolah.

Sedikitnya ada sekitar sembilan kode etik yang harus ditaati oleh
guru Indonesia:

1) Guru berbakti membimbing peserta didik seutuhnya untuk


membentuk manusia pembangunan dan berjiwa Pancasila.
2) Guru memiliki kejuruan professional dalam menerapkan
kurikulum sesuai dengan kebutuhan peserta didik masing-
masing.
3) Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta
sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan, tetapi
menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
4) Guru menciptakan suasan kehidupan sekolah dan
memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-
baiknya bagi kepentingan peserta didik.
70

5) Guru memelihara hubungan dengan masyarakat sekitar


sekolah maupun masyarakat luas untuk kepentingan
pendidikan.
6) Guru secara pribadi dan bersama-sama berusaha
mengembangkan dan meningkatnya mutu profesinya.
7) Guru menciptakan dan memelihara hubungan antar sesama
guru baik berdasarkan lingkungan maupun didalam
hubungan keseluruhan.
8) Guru Bersama-sama memelihara, membina, dan
meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana
perjuangan dan pengabdiannya.
9) Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Berdasarkan data yang penulis dapatkan, menunjukan 53%


guru sebaya menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Islam
menjunjung tinggi kode etik guru.

P17 = Guru PAI menjunjung tinggi kode etik profesi guru


dimanapun ia berada
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 8 53,3%
Sering 7 46,7%
Kadang-kadang 0 0%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 15 100%

Dari pengamatan penulis, guru Pendidikan Agama Islam


sudah menjunjung tinggi kode etik guru. Contohnya Pak
Rendra, ia membangun perpustakaan mini untuk memfasilitasi
tempat membaca untuk orang-orang dilingkungan rumahnya.
71

Fakta ini membuktikan bahwa guru Pendidikan Agama Islam


memelihara hubungan baik dengan masyarakat sekitar sekolah
maupun masyarakat luas untuk kepentingan pendidikan. Contoh
kedua Bu Amas, ia merangkap sekaligus menjadi guru
Bimbingan Konseling (BK), ia bertugas memperoleh informasi
tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan
pembinaan.

Menurut kepala sekolah dalam wawancaranya menyatakan


bahwa:

“Guru di sekolah ini sering mengikuti pelatihan guru untuk


meningkatkan kompetensinya, contohnya seperti mengikuti
MGMP, PPG, dan lain sebagainya”.24
Fakta ini juga menjadi bukti bahwa guru Pendidikan Agama
Islam secara pribadi dan bersama-sama berusaha
mengembangkan dan meningkatnya mutu profesinya.

2) Kompetensi Sosial
a) Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif
karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik,
latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi
Secara istilah inklusif berarti berusaha menggunakan sudut
pandang orang lain/kelompok lain dalam memahami masalah.
Sikap inklusif cenderung memandang positif perbedaan yang
ada, sedangkan sikap eksklusif cenderung memandang negatif
perbedaan tersebut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indoensia (KBBI) objektif
adalah keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat

24
Wawancara dengan Pak Maryono selaku Kepala Sekolah
72

atau pandangan pribadi. Dengan kata lain memiliki sikap adil


dan jujur.
Secara umum pengertian diskriminatif adalah segala sesuatu
yang bersifat diskriminasi (membeda-bedakan) antara satu
dengan yang lainnya. Begitu juga menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) diskriminatif artinya bersikap diskriminasi
(membeda-bedakan).
Berdasarkan data yang penulis dapatkan, sekitar 46,7% guru
sebaya menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Islam selalu
bersikap inklusif ketika menghadapi masalah.
P18 = Guru PAI berusaha menggunakan sudut pandang orang lain
atau kelompok lain (bersikap inklusif) dalam memahami masalah
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 7 46,7%
Sering 4 26,7%
Kadang-kadang 1 6,67%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 3 20%
Jumlah 15 100%

Dan sekitar 60% guru sebaya menyatakan bahwa guru


Pendidikan Agama Islam selalu bertindak objektif dalam
penilaian maupun perlakuan baik terhadap siswa/i maupun
tenaga kependidikan lainnya.
P19 = Guru PAI bertindak objektif dalam penilaian maupun
perlakuan baik terhadap siswa/i maupun tenaga kependidikan
lainnya.
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 9 60%
Sering 6 40%
73

Kadang-kadang 0 0%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 15 100%

Selain selalu bersikap inklusif dan objektif, guru Pendidikan


Agama Islam juga tidak pernah diskriminatif. Data yang penulis
dapatkan menunjukan bahwa 80% guru sebaya menyatakan
bahwa guru Pendidikan Agama Islam tidak pernah bersikap
diskriminatif (membeda-bedakan) terhadap siswa/i, guru
sebaya, maupun masyarakat sekolah lainnya.
P20 = Guru PAI menampilkan pribadi yang diskriminatif
(membeda-bedakan) terhadap siswa/i, guru sebaya, maupun
masyarakat sekolah lainnya
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Tidak Pernah 12 80%
Pernah 3 20%
Kadang-kadang 0 0%
Sering 0 0%
Selalu 0 0%
Jumlah 15 100%

Seperti yang disampaikan oleh Pak Mustofa selaku guru


Penjaskes, beliau menyampaikan:
“Tidak, guru PAI tidak pernah diskriminatif kepada saya
maupun kepada guru-guru yang lain. Guru PAI tetap
bersikap baik kepada siapapun tanpa melihat agamanya
ataupun sukunya”.25

Penulis juga mendapatkan data yang menunjukan bahwa


70% siswa menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Islam

25
Wawancara dengan Pak Mustofa selaku guru Penjaskes
74

menampilkan pribadi yang tidak membeda-bedakan


(diskriminatif) terhadap kemampuan dan status sosial siswa.
P13 = Guru PAI menampilkan pribadi yang tidak membeda-
bedakan kemampuan dan status sosial siswa
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 42 70%
Sering 13 22%
Kadang-kadang 4 6,7%
Pernah 1 1,7%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 60 100%

Bersikap inklusif, bertindak objektif, dan tidak diskriminatif


harus selalu dijunjung tinggi dalam berbangsa dan bernegara
untuk menjaga kesatuan dan persatuan. Sikap seperti itu harus
dimiliki seorang pendidik dalam hal ini guru. Karena sesuai
dengan Misi Ketiga SMPN 3 Tangerang Selatan yaitu membina
sikap percaya diri, semangat gotong royong dan cinta tanah air
Menurut Ratifikasi Konvensi tentang Hak-hak Anak dan
Undang-undang Dasar 1945 semua orang termasuk anak-anak
dijamin seluruh haknya tanpa diskriminasi termasuk bersekolah.
“Berhak bersekolah, bermain, berkreatif, dan memenuhi
tumbuh kembang dan dilindungi dari kekerasan,” ucap
Yohana Yembise, Mentri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (PPPA).26

Dari peristiwa diatas bisa disimpulkan bahwa siapapun


termasuk guru dilarang melakukan diskriminasi. Karena
diskriminasi merupakan perbuatan yang berbahaya yang dapat
menghancurkan sendi-sendi sosial yang berakibat pada

26
https://m.cnnindonesia.com/nasional/20170717164312-20-228414/Menteri-pppa-
siswa-ditolak-sekolah-karena-diskriminasi-agama
75

perpecahan. Diskriminasi juga bukan ajaran Islam. Islam


melarang umatnya hanya mementingkan kesukuan atau
kelompoknya.
Dalam wawancaranya Pak Maryono menyampaikan:
“Kebetulan di sekolah ini ada sebagian siswa non-muslim
dan sebagian besar adalah muslim. Meski demikian,
perbedaan agama itu tidak menjadi persoalan bagi guru
Pendidikan Agama Islam (PAI), semua siswa memdapatkan
hak dan kewajiban yang sama. Karena nilai-nilai toleransi
selalu kami implementasikan di lingkungan sekolah dengan
cara saling menghargai dan menghormati setiap perbedaan
yang ada”.27

Hasil observasi yang penulis lakukan, ada beberapa siswa/i


non-muslim disetiap kelas, ada sekitar 3-4 siswa. Proses
pembelajaran didalam kelas tidak memihak kepada siapapun
dan dalam penyampaian materi pun sering disampaikan dari dua
sudut pandang yang berbeda supaya bisa dipahami oleh semua
siswa, baik muslim ataupun non-muslim. Jadi, guru Pendidikan
Agama Islam tidak pernah bersikap diskriminatif kepada
siapapun baik terhadap siswa maupun tenaga kependidikan
lainnya.
b) Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan
masyarakat.
Komunikasi dalam dunia pendidikan dapat diartikan
menyampaikan pesan/informasi dari pendidik kepada peserta
didik. Penyampaian pesan/informasi ini memiliki banyak tujuan,
misalnya, mengubah tingkah laku, menambah pengetahuan,
menanamkan nilai-nilai kebaikan, dan lain sebagainya. Maka
dari, komunikasi antar keduanya harus berjalan baik dan
intens.28

27
Wawancara dengan Pak Maryono selaku Kepala Sekolah
28
Abdul Aziz, Komunikasi Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, IAIN
Tulungagung, Vol. 1 No.2 Juli 2017, h. 176
76

Komunikasi baik dengan siswa akan menciptakan


kenyamanan dalam proses pembelajaran dan materi yang
disampaikan akan mudah dipahami oleh siswa. Dan komunikasi
dengan tenaga kependidikan akan meningkatkan kerjasama
demi terciptanya pendidikan yang berkualitas.
Berikut data yang penulis dapatkan sekitar 77% siswa
menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Islam
berkomunikasi secara baik, menyenangkan, dan santun dengan
siswa.
P14 = Guru PAI berkomunikasi secara baik, menyenangkan, dan
santun dengan siswa
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 46 77%
Sering 14 23%
Kadang-kadang 0 0%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 60 100%

Dan sekitar 87% siswa menyatakan bahwa guru Pendidikan


Agama Islam berkomunikasi secara baik, menyenangkan, dan
santun dengan guru lain.
P15 = Guru PAI berkomunikasi secara baik, menyenangkan, dan
santun dengan guru lain
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 52 87%
Sering 7 12%
Kadang-kadang 1 1,7%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
77

Jumlah 60 100%

Data tersebut diatas dikuatkan dengan penilaian guru sebaya


yang menunjukan bahwa 66,7% guru sebaya menyatakan bahwa
guru Pendidikan Agama Islam berkomunikasi secara efektif,
empatik, dan santun dengan kepala sekolah.
P21 = Guru PAI berkomunikasi secara efektif, empatik, dan
santun dengan kepala sekolah
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 10 66,7%
Sering 4 26,7%
Kadang-kadang 0 0%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 1 6,67%
Jumlah 15 100%

Dan 73,3% guru sebaya menyatakan bahwa guru


Pendidikan Agama Islam berkomunikasi secara efektif,
empatik, dan santun dengan tenaga kependidikan lainnya.
P22 = Guru PAI berkomunikasi secara efektif, empatik, dan
santun dengan tenaga kependidikan
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 11 73,3%
Sering 4 26,7%
Kadang-kadang 0 0%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 15 100%
78

Seperti yang disampaikan oleh Ibu Nita Marginingsih selaku


guru IPS, beliau mengatakan:
“Selama saya bergabung di sekolah ini, komunikasi guru
PAI dengan saya berjalan baik begitupun dengan guru lain.
Dan komunikasinya terasa lebih santun dibanding
komunikasi dengan guru lain. Mungkin karena guru PAI
lebih paham agama kali yah”.29

Kemudian 73,3% guru sebaya menyatakan bahwa guru


Pendidikan Agama Islam berkomunikasi secara efektif,
empatik, dan santun orangtua siswa.
P23 = Guru PAI berkomunikasi secara efektif, empatik, dan
santun dengan orangtua siswa
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 10 73,3%
Sering 4 26,7%
Kadang-kadang 0 0%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 15 100%

Pak Maryono selaku kepala sekolah mengatakan dalam


wawancaranya:
“Sampai saat ini, guru Pendidikan Agama Islam (PAI)
sudah menjalin komunikasi dengan baik kepada siapaun,
baik kepada siswa, guru lainnya, maupun kepada saya
selaku kepala sekolah”.30

Beliau juga menambahkan:


“Guru PAI juga terlibat komunikasi dengan orangtua siswa
secara tidak langsung, tetapi melalui perantara wali kelas.”
31

29
Wawancara dengan Ibu Nita Marginingsih selaku Guru IPS
30
Wawancara dengan Pak Maryono selaku Kepala Sekolah
31
Ibid
79

Terbinanya hubungan dan komunikasi baik di lingkungan


sekolah akan menciptakan kerjasama yang baik sehingga akan
tercipta kreativitas dan inovasi-inovasi untuk kemajuan
pendidikan. Maka dari itu, hubungan dan komunikasi baik
merupakan suatu keharusan dan kewajiban untuk menjunjang
kinerjanya sebagai pendidik.
c) Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik
Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.
Berdasarkan data yang penulis dapatkan menunjukan bahwa
80% guru sebaya meyatakan bahwa guru Pendidikan Agama
Islam tidak pernah kesulitan beradaptasi di tempat tugas atau
lingkungan kerja.
P24 = Guru PAI sulit beradaptasi di tempat tugas atau lingkungan
kerja dengan baik
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Tidak Pernah 12 80%
Pernah 2 13,3%
Kadang-kadang 1 6,67%
Sering 0 0%
Selalu 0 0%
Jumlah 15 100%

Seperti yang disampaikan oleh Ibu Herlina selaku guru


Bahasa Inggris, beliau menyampaikan:
“Saya pernah mengikuti pelatihan guru bersama guru PAI,
menurut saya adaptasi guru PAI dengan lingkungan baru
sangat cepat, guru PAI langsung bisa menyesuaikan diri.”32

32
Wawancara dengan Ibu Herlina selaku guru Bahasa Inggris
80

Selain guru sebaya, penilaian siswa juga menunjukan bahwa


53% guru Pendidikan Agama Islam beradaptasi dengan siswa
secara cepat dan akrab.
P17 = Guru PAI beradaptasi dengan siswa secara cepat dan akrab
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 32 53%
Sering 22 37%
Kadang-kadang 6 10%
Pernah 0 1,7%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 60 100%

Kemampuan adaptasi yang dimiliki oleh guru Pendidikan


Agama Islam sangat terasa ketika penulis melakukan penelitian.
Walaupun penulis merupakan orang yang baru dikenalnya, tapi
ketika mengobrol sangat hangat dan terasa akrab, ditambah
sikapnya yang sedikit humoris.
Kemudian adaptasi dengan lingkungan masyarakat pun
sangat baik, terbukti aktif dalam kegiatan-kegiatan di sekitar
rumahnya. Contohnya Pak Anshori, hampir setiap jumat beliau
sering mengisi khutbah jumat di masjid-masjid. Kemudian Pak
Rendra, beliau mendirikan perpustakaan mini di rumahnya
untuk memfasilitasi masyarakat di sekitar rumahnya untuk
membaca.
Kemampuan adaptasi juga menjadikan guru Pendidikan
Agama Islam aktif dalam kegiatan lain; seperti Rohis, Pramuka,
ataupun kegiatan ekstrakulikuler lainnya. Data yang penulis
dapatkan menunjukan bahwa 68% siswa menyatakan hal
tersebut.
81

P17 = Guru PAI tidak aktif dalam kegiatan lain seperti; Rohis,
Pramuka, ataupun kegiatan ekstrakulikuler lainnya
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Tidak Pernah 41 68%
Pernah 7 12%
Kadang-kadang 3 5%
Sering 6 10%
Selalu 3 5%
Jumlah 60 100%

Data tersebut diatas dikuatkan dengan 60% guru sebaya


menyatakan hal yang sama.
P25 = Guru PAI tidak aktif dalam kegiatan lain seperti; Rohis,
Pramuka, ataupun kegiatan ekstrakulikuler lainnya
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Tidak Pernah 9 60%
Pernah 3 20%
Kadang-kadang 2 13,3%
Sering 1 6,67%
Selalu 0 0%
Jumlah 15 100%

Salah satu penunjang untuk mempererat hubungan dan


komunikasi anatra guru dengan siswa adalah melalui kegiatan
diluar kelas, seperti kegiatan ekstrakulikuler. Salah satu guru
Pendidikan Agama Islam yaitu Pak Anshori aktif dan menjadi
Pembina Rohis/Marawis.
Dalam wawancaranya Pak Maryono menyatakan:
82

“Ya memang Pak Anshori sering izin setiap hari Jumat


untuk mengisi Khutbah di masjid. Tapi, setelah selesai
menjalankan tugasnya langsung kembali lagi ke sekolah”.33

Bisa disimpulkan bahwa Pak Anshori cepat beradaptasi


dengan lingkungan baru. Beliau melanjutkan,
“Pak Anshori juga menjadi pembina Rohis karena sesuai
dengan bidangnya”.

Jadi, guru Pendidikan Agama Islam di SMPN 3 Tangerang


Selatan sudah beradaptasi dengan efektif, baik di sekolah
maupun di lingkungan masyarakat.
d) Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain
secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.
Berdasarkan data yang penulis dapatkan menunjukan bahwa
60% guru sebaya menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama
Islam aktif berkomunikasi dengan komunitas profesi untuk
meningkatakn kualitas pendidikan secara lisan atau tulisan.
P26 = Guru PAI aktif berkomunikasi dengan komunitas profesi
untuk meningkatakn kualitas pendidikan secara lisan atau tulisan
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 9 60%
Sering 6 40%
Kadang-kadang 0 0%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 15 100%

Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGPM) merupakan


wadah untuk saling bertukar informasi tentang pembelajaran
agar guru mengusai secara mendalam mata pelajaran yang

33
Wawancara dengan Pak Maryono selaku Kepala Sekolah
83

diajarkan dan cara mengajarkannya. Guru Pendidikan Agama


Islam sering mengikuti MGPM untuk saling berkomunikasi
dengan komunitas profesi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan. Seperti yang disampaikan oleh Pak Maryono selaku
Kepala Sekolah:
“Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan
kompetensi personal dan sosial guru adalah mengikuti
MGPM, baik tingkat gugus maupun tingkat kota”.34

Bisa disimpulkan bahwa dalam kegiatan tersebut terjalin


komunikasi dengan guru-guru lain untuk meningkatkan kualitas
pendidikan.
Selain aktif berkomunikasi dengan komunitas profesi lain,
data yang penulis temukan juga menunjukan bahwa 73,3% guru
sebaya menyatakan bahwa guru Pendidikan Agama Islam selalu
berkoordinasi dengan guru lain untuk meningkatkan kualitas
pendidikan.
P27 = Guru PAI berkoordinasi dengan guru lain untuk
meningkatkan kualitas pendidikan baik secara lisan atau tulisan
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 11 73,3%
Sering 4 26,7%
Kadang-kadang 0 0%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 15 100%

Kemudian 73,3% guru sebaya menyatakan bahwa guru


Pendidikan Agama Islam selalu mengomunikasikan hasil-hasil
inovasi pembelajaran kepada pihak sekolah.

34
Wawancara dengan Pak Maryono selaku Kepala Sekolah
84

P28 = Guru PAI mengomunikasikan hasil-hasil inovasi


pembelajaran kepada pihak sekolah
Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase
Selalu 11 73,3%
Sering 4 26,7%
Kadang-kadang 0 0%
Pernah 0 0%
Tidak Pernah 0 0%
Jumlah 15 100%

Koordinasi dengan guru lain dan mengomunikasikan hasil-


hasil inovasi pembelajaran dengan pihak sekolah berjalan ketika
dilaksanakannya rapat kerja (raker) yang diselenggarakan setiap
tahun sekali dan rapat bulanan untuk evaluasi proses
pembelajaran. Seperti yang disampaikan Pak Maryono dalam
wawancaranya:
“Ketika rapat kerja (raker) para guru dituntut
menyampaikan ide dan gagasannya untuk menyusun dan
merencanakan inovasi-inovasi baru untuk kemajuan
pendidikan terutama kemajuan sekolah ini”.35

Beliau juga menambahkan:


“Dalam rapat bulanan kami selalu melakukan evaluasi
kegaiatan-kegaiatan yang sudah berjalan”.

Menyusun dan merencanakan inovasi-inovasi baru bertujuan


untuk mewujudkan Misi Kelima SMPN 3 Tangerang Selatan
yaitu meningkatkan status sekolah menjadi sekolah unggulan.
Seorang guru wajib memiliki kemampuan komunikasi yang
baik. Karena komunikasi digunakan untuk memahami dan tukar
menukar pesan verbal maupun non-verbal antara guru sebagai

35
Wawancara dengan Pak Maryono selaku Kepala Sekolah
85

pengirim informasi dan siswa sebagai penerima informasi. Dan


komunikasi yang baik juga dapat menciptakan situasi dan
kondisi yang kondusif di lingkungan sekolah agar dapat
memperlancar pelaksanaan tugas dan mewujudkan sekolah
unggulan.
Terlepas dari itu semua, SMPN 3 Tangerang Selatan sudah
dilengkapi fasilitas yang memadai, seperti yang disampaikan
oleh Pak Maryono:
“Alhamdulillah di sekolah kami sudah dilengkapi sarana
dan prasarana yang memadai salah satunya adalah
proyektor yang sudah terpasang hampir di setiap kelas,
kurang lebih sekitar 80%”. 36

Kompetensi personal dan kompetensi sosial merupakan


bagian dari Profesionalisme Guru. Guru profesional adalah guru
yang memahami peran dan tugasnya sebagai pendidik, menjadi
tauladan bagi siswa maupun masyarakat sekitarnya, dan terus
menerus belajar untuk mengasah kemampuannya supaya
tercipta inovasi-inovasi untuk perkembangan pendidikan.
Dari pembahasan dan analisis data diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa kompetensi personal dan kompetensi sosial
guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMPN 3 Tangerang
Selatan sudah cukup baik. Ada beberapa indikator yang
menunjukan persentase tertinggi dan ada beberapa indikator
yang menunjukan persentase terendah. Berikut diagram untuk
menggambarkan persentase tersebut:

36
Wawancara dengan Pak Maryono selaku Kepala Sekolah
86

Persentase Tertinggi Kompetensi Personal


P7 = Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) kurang semangat
mengajar. (Peserta Didik)

Tidak Pernah 78% Pernah 20% Kadang-Kadang 1%

P12 = Guru PAI kurang percaya diri dan kurang berani


mengambil keputusan. (Peserta Didik)

Tidak Pernah 78% Pernah 13%


Kadang-kadang 1,7% Selalu 6,7%

P6 = Guru PAI menampilkan diri sebagai pribadi yang


berakhlak mulia. (Guru Sebaya)

Selalu 73,3% Sering 26,7


87

Persentase Terendah Kompetensi Personal


P8 = Emosi guru PAI mudah terpancing jika kondisi tidak
sesuai dengan keinginnannya. (Guru Sebaya)

Tidak Pernah 33,3% Pernah 26,7% Kadang-kadang 13,3%


Sering 20% Selalu 6,67

P9 = Emosi guru PAI mudah terpancing jika kondisi tidak


sesuai dengan keinginannya. (Peserta Didik)

Tidak Pernah 42% Pernah 23%


Kadang-kadang 27% Sering 8,3%
88

Persentase Tertinggi Kompetensi Sosial


P15 = Guru PAI berkomunikasi secara baik, menyenangkan,
santun dengan guru lain. (Peserta Didik)

Selalu 87% Sering 12% Kadang-kadang 1,7%

P20 = Guru PAI menampilkan pribadi yang diskriminatif


(membeda-bedakan) terhadap siswa/i, guru sebaya, maupun
masyarakat sekolah lainnya. (Guru Sebaya)

Tidak Pernah 80% Pernah 20%

Persentase Terendah Kompetensi Sosial


P18 = Guru PAI berusaha menggunakan sudut pandang
orang lain atau kelompok lain (bersikap inklusif) ketika
menghadapi masalah. (Guru Sebaya)

Selalu 46,7% Sering 26,7%


Kadang-kadang 6,67% Tidak Pernah 20%
89

2. Usaha/upaya Sekolah untuk Meningkatkan Kompetensi Personal


dan Kompetensi Sosial
Upaya yang dilakukan sekolah untuk meningkatkan kompetensi
personal dan kompetensi sosial adalah dengan cara pembinaan melalui
kegiatan rapat. Kepala sekolah selalu memberikan pembinaan yang
berupa pembinaan moral, kedisiplinan, pemberian motivasi melalui
kegiatan rapat guru. Motivasi guru dan tenaga kependidikan lainnya
merupakan kekuatan yang mendorong efektivitas dan efesiensi
pencapaian tujuan, karena melalui motivasi akan meningkatkan prestasi
dan kualitas pendidikan. Dengan adanya motivasi kepala sekolah, maka
guru akan lebih semangat menjalankan tugasnya.
Membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas yaitu
melalui kegiatan rapat guru dan organisasi profesi merupakan salah satu
bentuk upaya yang sangat membantu dalam meningkatkan kompetensi
guru dalam bidang komunikasi. Karena lewat kegiatan tersebut guru
akan belajar bagaimana berkomunikasi yang baik dengan teman
sejawat. Selain itu, melalui kegiatan ini guru dapat membangun jaringan
kerja, sehingga guru dapat memperoleh akses terhadap inovasi-inovasi
di bidang profesinya. Kemudian untuk membangun komunikasi dengan
siswa supaya lebih akrab dengan cara aktif dalam ekstrakulikuler.
Karena dalam kegiatan tersebutlah guru dan siswa akan berkomukasi
lebih banyak dan intens sehingga tercipta komunikasi yang akrab.37
Selain hal-hal yang sudah disebutkan diatas, sekolah juga
mengikutsertakan guru-guru dalam kegiatan Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP) sesuai dengan mata pelajaran yang diselenggarakan
oleh Dinas Pendidikan, baik tingkat gugus ataupun tingkat
kota/kabupaten. Dan sekolah juga melakukan kegiatan Diklat untuk
meningkatkan kompetensi personal dan kompetensi sosial guru. Diklat

37
Anindhita Chumaida, Upaya Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru PAI yang
Belum Tersertifikasi di MA Al-Hikmah Langkapan Srengat Blitar, IAIN Tulungagung, Vol. 2 No.4
November 2017, h. 477-479
90

itu sendiri merupakan salah satu bentuk kegiatan untuk pengembangan


sumberdaya manusia diantaranya realisasi diri (kesadaran),
pertumbuhan pribadi, dan pengembangan pribadi.

3. Faktor Pendukung dan Penghambat Kompetensi Personal dan


Kompetensi Sosial
1) Faktor Pendukung
Faktor pendukung dalam peningkatan kompetensi personal dan
kompetensi sosial guru di SMPN 3 Tangerang Selatan adalah
motivasi setiap guru untuk terus meningkatkan kompetensinya
(faktor internal) dan dukungan penuh dari pihak sekolah dalam hal
ini kebijakan Kepala Sekolah (faktor eksternal). Berikut hasilnya:
a) Motivasi diri sendiri dan lingkungan sosial yang saling
mendukung
b) Terus mengasah diri dengan cara belajar terus menerus di
berbagai forum
c) Mengikuti workshop pendidikan atau kegiatan peningkatan
kompetensi lainnya.

Berikut hasil wawancara melalui kuesioner (angket) dengan


beberapa guru terkait faktor internal:

“Keinginan/motivasi dari diri sendiri, lingkungan sosial yang


harmonis, dan suasana kerja yang nyaman” (Ibu Nita Marginingsih,
Guru IPS).
“Terus belajar, baik sendiri maupun melalui forum MGMP dan
mengikuti berbagai kegiatan peningkatan profesionalisme guru”
(Ibu Nuril Istiqomah, Guru PKN).
“Mengikuti diklat atau pelatihan yang diadakan oleh MGMP atau
mengikuti kegiatan-kegiatan pengembangan diri lainnya” (Ibu
Herlina Yulyanti, Guru B. Inggris).
91

Berikut hasil wawancara dengan beberapa guru terkait faktor


eskternal:
“Untuk peningkatan kompetensi personal dan sosial guru, sekolah
sering mengadakan rapat kerja (raker), workshop pendidikan, dan
lain sebagainya” (Bapak Ahmad Zarkasih, Guru PKN)
“Mengaktifkan MGMP sekolah per mata pelajaran, mengadakan
pelatihan dengan mengundang narasumber yang kompeten” (Ibu
Nuril Istiqomah, Guru PKN).
Kerjasama yang dilaksanakan oleh guru dan pihak sekolah
adalah bertujuan untuk meningkatkan kompetensi guru agar
terciptanya proses pembelajaran yang efektif yang bisa melahirkan
generasi-generasi unggul yang siap menghadapi perkembangan
zaman. Kerjasama ini berlandaskan kebersamaan, kepercayaan, dan
dilaksanakan secara bersama-sama.
2) Faktor Penghambat
Faktor penghambat yang menjadi kendala peningkatan
kompetensi guru di SMPN 3 Tangerang Selatan berdasarkan hasil
wawancara dengan beberapa guru adalah:
“Sebagai istri dan seorang ibu waktunya tidak memungkinkan dan
terkadang malas”. (Nita Marginingsih, Guru IPS)
“Kegiatan peningkatan mutu biasanya di hari efektif belajar
sehingga tidak semua guru bisa hadir dan mengikuti kegiatan”.
(Nurul Istiqomah, Guru PKN)
Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
pada tahun 2019 telah mengalokasikan dana sebesar Rp. 900 M
untuk pelatihan guru. Hal ini dilakukan dalam upaya meningkatkan
kompetensi dan profesionalisme tenaga pendidik (guru). 38
Hambatan dana yang disampaikan Pak Ahmad Zarkasih

38
m.republik.co.id 02.33 wib “Kemendikbud Alokasikan Dana Rp. 900 M untuk
Pelatihan Guru”
92

kemungkinan besar akan hilang dengan adanya bantuan dana yang


cukup besar dari pemerintah.
Menurut beberapa sumber, malas adalah rasa ketidakinginan
seseorang untuk melakukan sesuatu baik yang sudah menjadi
rutinasnya maupun yang menjadi aktivitas barunya. Malas akan
hilang jika ada motivasi yang kuat dalam diri dan lingkungan yang
mendukung.
Pelaksanaan peningkatan kompetensi guru dalam hal ini
workshop pendidikan ataupun pelatihan lainnya harus di
musyawarahkan terlebih dahulu dengan semua guru agar semua
guru bisa mengikuti dan mendapat hasil maksimal sehingga
meningkatkan kompetensi guru.
BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah semua tahap penelitian dilakukan, pada akhirnya penulis
dapat menyimpulkan hasil penelitian yang didapat tentang Kompetensi
Personal dan Kompetensi Sosial Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di
SMPN 3 Tangerang Selatan. Kesimpulan dari penelitian ini dibuat untuk
menjawab pertanyaan yang terdapat dalam rumusan masalah yang telah
dituliskan diawal, yakni sebagai berikut:
Kompetensi personal dan kompetensi sosial guru Pendidikan
Agama Islam (PAI) di SMPN 3 Tangerang Selatan berada dalam kategori
cukup baik. Hampir semua persentase setiap indikator diatas 40%, baik dari
penilaian guru sebaya maupun siswa. Yang masuk kategori kurang baik
hanya satu indikator, yaitu, Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap,
stabil, dewasa, arif, dan berwibawa (yang merupakan salah satu indikator
kompetensi personal), yang hanya menunjukan 33,3% pada penilaian guru
sebaya.
Kekurangan yang masih ada harus segera dilengkapi oleh guru
Pendidikan Agama Islam (PAI) dengan cara lebih banyak lagi mengikuti
MPGP, Diklat, dan lain sebagainya yang bisa meningkatkan kompetensi
guru agar menjalankan fungsi dan tugasnya lebih maksimal dan lebih
optimal. Kemudian, untuk indikator yang masuk kategori baik agar tetap
dipertahankan bahkan harus ditingkatkan dan dikembangkan demi
terciptanya pendidikan yang berkualit dan berkarakter.
Upaya sekolah untuk meningkatkan kompetensi personal dan sosial
guru Pendidikan Agama Islam adalah dengan cara pembinaan melalui
kegiatan rapat, membangun hubungan kesejawatan yang baik, aktif dalam
ekstrakulikuler, mengikutsertakan guru-guru dalam kegiatan Musyawarah

93
94

Guru Mata Pelajaran (MGMP) sesuai dengan mata pelajaran yang


diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan, dan Diklat yang merupakan salah
satu bentuk kegiatan untuk pengembangan sumberdaya manusia.

B. Implikasi
Hasil penelitian ini memberikan beberapa implikasi, antara lain:
1) Implikasi terhadap guru untuk selalu berusaha meningkatkan kualitas
dirinya
2) Implikasi terhadap sekolah untuk selalu menyelenggarakan kegiatan
yang dapat meningkatkan kompetensi guru
3) Implikasi terhadap pemerintah agar lebih memperhatikan lagi
pendidikan di Indonesia terutama kesejahteran guru.

C. Saran
Berdasarkan penelitian tentang Kompetensi Personal dan Kompetensi
Sosial Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMPN 3 Tangerang Selatan
yang telah penulis lakukan dengan berbagai tahap kesimpulan.
Terdapat beberapa saran yang ingin penulis sampaikan diantaranya:
1) Kepada seluruh guru-guru (terutama guru PAI) untuk selalu berusaha
meningkatkan kualitas dirinya dengan berbagai cara, seperti mengikuti
MGMP, Diklat, dan pelatihan lain yang dapat meningkatkan kompetensi
agar proses pendidikan lebih berkualitas, baik penyampaian materi
maupun penanaman nilai-nilai kebaikan kepada siswa
2) Mengikuti perkembangan zaman yang semakin canggih. Selain
mengusai bidang keilmuan, kuasai juga teknologi dan komunikasi.
3) Kepada sekolah untuk selalu konsisten dan komitmen dalam
meningkatkan kompetensi guru. Bangun koordinasi dan komunikasi
baik dengan pemerintah supaya bisa bekerjasama untuk kepentingan
pendidikan.
95

4) Kepada pemerintah selaku pembuatan kebijakan, berikan pelayanan


terbaik kepada seluruh sekolah yang merupakan pelaksana pendidikan
agar terjadi kerjasama yang baik.
96

DAFTAR PUSTAKA

Kunandang. Guru Profesional; Implementasi Kurikulunm Tingkat Satuan


Pendidikan (KTSP) dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo,
2007
Payong, R. Marselus, Sertifikasi Profesi Guru (Konsep Dasar,
Problematika, dan Implementasinya). Jakarta: PT Indeks Jakarta, 2011
Darajat, Zakiyah. dkk. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta:
Bumi Aksara, Cet.1, 1995
Musfah, Jejen. Redesain Pebdidikan Guru (Teori, Kebijakan, dan Praktek).
Jakarta: Kencana, 2015
Tholkhah, Imam. Profil Ideal Guru Pendidikan Agama Islam. Jakarta:
Titian Pena, Cet. I, 2008
Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya. Jakarta: Forum
Pelayanan Al-Quran, Cet. I, 2013
Nata, Abudin. Menuju Sukses Sertifikasi Guru dan Dosen. Jakarta: Faza
Media, Cet. I, 2009
Mudlofir, Ali. Pendidik Profesional (Konsep, Strategi, dan Aplikasinya
dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2012
Rosyada, Dede. Madrasah dan Profesionalisme Guru dalam Arus
Dinamika Pendidikan Islam di Era Otonomi Daerah. Jakarta: UIN Jakarta, 2011
Sulhan, Najib. Karakter Guru Masa Depan, Sukses dan Bermanfaat.
Surabaya: Jaring Pena, 2011
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2002
Ramayulis, Dasar-dasar Pendidikan. Jakarta: Kalam Mulia, 2015
Undang-undang No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Hawi, Akmal. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2013
Novauli, M Feralys. Kompetensi Guru dalam Peningkatan Prestasi Belajar
di SMPN Kota Banda Aceh. Aceh: Vol. 3, 2015
97

Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik


dan Kompetensi Guru
Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan
Pemikiran Kepribadian Muslim. Bandung: PT Temaja Rosdakarya, 2011
Ali, Zainuddin., dkk. Pendidikan Agama Islam Kontemporer. Jakarta:
Yamiba, 2015
Depantemen Pendidikan Nasional, Standar Isi untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006
Shihab, Quraish. Islam yang Saya Anut; Dasar-dasar Ajaran Agama Islam.
Tangerang Selatan: Lentera Hati, 2018
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2016
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2013
Jihad, Asep & Suyanto. Menjadi Guru Profesional (strategi Meningkatkan
Kualifikasi dan Kualitas Guru di Era Global. Jakarta: Esensi Erlangga Grup, 2013
Tasmara, Toto. Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta: Gema Insani
Pres, 2002.
Emda, Amna. Kedudukan Motivasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran.
Lantanida Jurnal, Vol. 5, 2017
Aziz, Abdul. Komunikasi Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan
Islam. Tulungagung: IAIN Tulungagung, Vol. I, 2017
Chumaida, Anindhita. Upaya Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi
Guru PAI yang Belum Tersertifikasi di MA. Al-Hikmah Langkapan Srengat Blitar.
Tulungagug: IAIN Tulungagung Vo. II, 2017
https://www/google.com/amp/s/amp.kompas.com/regional/read/2017/07/16/
23005061/ada-diskriminasi-terhadap-siswi-non-muslim-di-banyuwangi-bupati-
anas-marah (diakses pada 5 Oktober 2018

https://metro.sindonews.com/read/1254455/171/koran-sindo-dukung-siswa-smpn-
3-kota-tangsel-speak-inggris-1509785749 (diakses pada 01 Oktober 2019)
98

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1

KUESIONER INSTRUMEN PENELITIAN

GURU SEBAYA

Nama : ________________________________________

Jabatan : ________________________________________

Bidang Studi : ________________________________________

Lama masa kerja : ________________________________________

Lulusan : ________________________________________

Berilah tanda ceklis () pada bobot nilai alternatif jawaban yang merefleksikan
persepsi Bapak/Ibu pada setiap pernyataan.

Untuk jawaban Selalu (SL) diberi nilai 5, Sering (SR) diberi nilai 4, Kadang-kdang
(KD) diberi nilai 3, Pernah (P) diberi nilai 2, dan Tidak Pernah (TP) diberi nilai 1.

Alternatif Jawaban
No Daftar Pernyataan SL SR KD P TP
5 4 3 2 1
Guru PAI bertindak dan berucap sesuai dengan
1
norma agama yang dianut
Guru PAI bertindak dan berucap sesuai dengan
2
norma hukum yang berlaku
Guru PAI bertindak dan berucap sesuai dengan
3
norma sosial masyarakat
99

Guru PAI bertindak dan berucap sesuai dengan


4
norma yang berlaku di lingkungan sekolah
Guru PAI menampilkan diri sebagai pribadi
5
yang jujur
Guru PAI menampilkan diri sebagai pribadi
6
yang berakhlak mulia
Guru PAI menampilkan diri sebagai pribadi
7 yang menjadi teladan bagi peserta didik dan
masyarakat sekolah
Emosi guru PAI mudah terpancing jika
8
kondisi tidak sesuai denga keinginannya
Guru PAI menampilkan diri sebagai sosok
9
yang arif dan bijaksana
Guru PAI kurang percaya diri dan kurang
10
berani mengambil keputusan
Guru PAI menggunakan metode ceramah
11
dalam mengajar
Guru PAI menunjukkan etos kerja yang
12
baik ketika menjalankan tugasnya
Guru PAI kurang semangat mengajar, jika
13
sedang mendapatkan masalah
Guru PAI menunjukkan rasa banggsa menjadi
14
guru ketika di sekolah maupun diluar sekolah
Guru PAI merasa minder ketika berkomunikasi
15
dengan guru-guru lainnya
Guru PAI menunjukkan rasa percaya diri
16 ketika mengajar maupun berkomunikasi
dengan tenaga kependidikan lainnya
Guru PAI menjunjung tinggi kode etik profesi
17
guru dimanapun ia berada
100

Guru PAI berusaha menggunakan sudut


18 pandang orang lain atau kelompok lain
(bersikap inklusif) dalam memahami masalah
Guru PAI bertindak objektif dalam penilian
19 maupun perlakuan baik terhadap siswa/i
maupun tenaga kependidikan lainnya
Guru PAI menampilkan pribadi yang
diskriminatif (membeda-bedakan) terhadap
20
siswa/i, guru sebaya, maupun masyarakat
sekolah lainnya
Guru PAI berkomunikasi secara efektif,
21
empatik, dan santun dengan kepala sekolah
Guru PAI berkomunikasi secara efektif,
22 empatik, dan santun dengan tenaga
kependidikan
Guru PAI berkomunikasi secara efektif,
23
empatik, dan santun dengan orang tua siswa/i
Guru PAI sulit beradaptasi di tempat tugas
24
atau lingkungan kerja dengan baik
Guru PAI tidak aktif dalam kegiatan lain
25 seperti; Rohis, Pramuka, ataupun kegiatan
ekstrakuler lainnya
Guru PAI aktif berkomunikasi dengan
26 komunitas profesi untuk meningkatkan
kualitas pendidikan secara lisan atau tulisan
Guru PAI berkoordinasi dengan guru lain
27 untuk meningkatkan kualitas pendidikan baik
secara lisan atau tulisan
101

Guru PAI mengkomunikasikan hasil-hasil


28 inovasi pembelajaran yang saya lakukan
kepada pihak sekolah

Tangerang Selatan, ___,___, 2019

___________________________
(Nama Guru)
102

Lampiran 2

KUESIONER INSTRUMEN PENELITIAN

PESERTA DIDIK (SISWA)

Nama : ________________________________________

Kelas : ________________________________________

Usia : ________________________________________

Berilah tanda ceklis () pada bobot nilai alternatif jawaban yang merefleksikan
persepsi Bapak/Ibu pada setiap pernyataan.

Untuk jawaban Selalu (SL) diberi nilai 5, Sering (SR) diberi nilai 4, Kadang-kdang
(KD) diberi nilai 3, Pernah (P) diberi nilai 2, dan Tidak Pernah (TP) diberi nilai 1.

Alternatif Jawaban
No Daftar Pernyataan SL SR KD P TP
5 4 3 2 1
Guru PAI memulai pembelajarn dengan
1
berdo’a Bersama
2 Saya memulai pembelajaran tepat waktu
Guru PAI menampilkan diri sebagai pribadi
3
yang jujur
Guru PAI menampilkan diri sebagai pribadi
4
yang berakhlak mulia
Guru PAI menampilkan diri sebagai pribadi
5
yang menjadi teladan bagi siswa
Guru PAI menampilkan diri sebagai sosok
6
yang berwibawa dan tegas
7 Guru PAI kurang semangat mengajar
103

Guru PAI menyampaikan materi pelajaran


8
dengan menyenangkan
Emosi guru PAI mudah terpancing jika
9
kondisi tidak sesuai denga keinginannya
Guru PAI menyampaikan materi pelajaran
10
dengan baik dan membuat siswa paham
Guru PAI menunjukkan tanggung jawab yang
11
tinggi ketika mengajar di kelas
Guru PAI kurang percaya diri dan kurang
12
berani mengambil keputusan
Guru PAI menampilkan pribadi yang tidak
13 membeda-bedakan kemampuan dan status
sosial siswa
Guru PAI berkomunikasi secara baik,
14
menyenangkan dan santun dengan siswa
Guru PAI berkomunikasi secara baik,
15
menyenangkan dan santun dengan guru lain
Guru PAI tidak aktif dalam kegiatan lain
16 seperti; Rohis, Pramuka, ataupun kegiatan
ekstrakuler lainnya
Guru PAI beradaptasi dengan siswa secara
17
cepat dan akrab

Tangerang Selatan, ___,___, 2019

___________________________
(Nama Siswa)
104

Lampiran 3

PEDOMAN WAWANCARA GURU SEBAYA

1. Apakah guru PAI pernah terlibat kasus yang melanggar norma yang
berlaku?
Jawab:
____________________________________________________________
____________________________________________________________
2. Apakah guru PAI sudah menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak
mulia dan sebagai teladan bagi siswa ataupun guru sebaya?
Jawab:
____________________________________________________________
____________________________________________________________
3. Apakah guru PAI sudah berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun
kepada guru sebaya?
Jawab:
____________________________________________________________
____________________________________________________________
4. Apakah guru PAI diskriminatif terhadap siswa maupun guru sebaya?
Jawab:
____________________________________________________________
____________________________________________________________
5. Apakah guru PAI beradaptasi dengan efektif di sekolah maupun lingkungan
baru?
Jawab:
____________________________________________________________
____________________________________________________________
6. Menurut Bapak/Ibu bagaimanakah seharusnya guru yang ideal dan
profesional?
105

Jawab:
____________________________________________________________
____________________________________________________________
7. Apa yang telah Bapak/Ibu lakukan terkait dengan peningkatan
profesionalitas guru?
Jawab:
____________________________________________________________
____________________________________________________________
8. Apa saja upaya yang Bapak/Ibu lakukan untuk meningkatkan kompetensi
personal dan kompetensi sosial?
Jawab:
____________________________________________________________
____________________________________________________________
9. Apa saja kegiatan atau pelatihan yang dilakukan sekolah untuk
meningkatkan kompetensi personal dan kompetensi sosial guru-guru?
Jawab:
____________________________________________________________
____________________________________________________________
10. Apa saja faktor yang menghambat peningkatan kompetensi personal dan
kompetensi sosial guru-guru?
Jawab:
____________________________________________________________
____________________________________________________________
11. Apa saja faktor yang mendukung peningkatan kompetensi personal dan
kompetensi sosial guru-guru?
Jawab:
____________________________________________________________
____________________________________________________________
106

12. Menurut Bapak/Ibu, apakah pemerintah sudah mendukung peningkatan


kompetensi personal dan kompetensi sosial guru-guru? Jika ya, apa saja
bentuk programnya?
Jawab:
____________________________________________________________
____________________________________________________________

Tangerang Selatan, ___,___, 2019

___________________________
(Nama Guru)
107

Lampiran 4

PEDOMAN WAWANCARA KEPALA SEKOLAH

1. Apakah guru PAI pernah terlibat kasus yang melanggar norma yang
berlaku?
Jawab:
Bukan saja guru Pendidikan Agama Islam, Alhamdulillah semua guru sudah
sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Tidak ada satupun guru yang
melanggar norma apapun.
2. Apakah guru PAI sudah menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak
mulia dan sebagai teladan bagi siswa ataupun guru sebaya?
Jawab:
Karena sampai saat ini tidak ada satupun guru yang melanggar norma/aturan
yang berlaku di sekolah, maka saya menyimpulkan bahwa guru PAI sudah
menunjukan akhlaq yang baik dan itu akan menjadi tauladan untuk para
siswa.
3. Bagaimana sikap guru PAI ketika menghadapi suatu masalah yang
dihadapi?
Jawab:
Selama saya memimpin sekolah ini, saya melihat guru Pendidikan Agama
Islam (PAI) memiliki sikap yang bijaksana dalam kondisi dan situasi
apapun, dan jika ada masalah pasti dimusyarahkan bareng-bareng.
4. Menurut Bapak, apakah guru PAI sudah menjalankan tugasnya dengan
baik?
Jawab:
Dari pengamatan saya selaku Kepala Sekolah, guru Pendidikan Agama
Islam (PAI) sudah bertanggung jawab dan menjalankan tugasnya dengan
baik.
5. Prestasi apa yang pernah diraih oleh guru PAI? Sebagai bukti menjalankan
tugasnya dengan baik!
Jawab:
108

Guru Pendidikan Agama Islam melatih siswa ikut lomba Cerdas Cermat
PAI, dan meraih juara III tingkat Tangerang Selatan.
6. Kegiatan apa saja yang dilakukan oleh guru PAI untuk meningkatkan
kompetensinya?
Jawab:
Guru-guru di sekolah ini, tidak hanya guru PAI sering mengikuti pelatihan
guru untuk meningkatkan kompetensinya, contohnya seperti mengikuti
MGMP, PPG, dan lain sebagainya. Itu semua sudah difasilitasi oleh
sekolah.
7. Apakah guru PAI sudah beriskap inklusif, bertindak objektif, dan tidak
diskriminatif terhadap siswa maupun guru sebaya?
Jawab:
Kebetulan di sekolah ini ada sebagian siswa non-muslim dan sebagian besar
adalah muslim. Meski demikian, perbedaan agama itu tidak menjadi
persoalan bagi guru Pendidikan Agama Islam (PAI), semua siswa
memdapatkan hak dan kewajiban yang sama. Karena nilai-nilai toleransi
selalu kami implementasikan di lingkungan sekolah dengan cara saling
menghargai dan menghormati setiap perbedaan yang ada.
8. Apakah guru PAI sudah berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun
kepada siapapun?
Jawab:
Sampai saat ini, guru Pendidikan Agama Islam (PAI) sudah menjalin
komunikasi dengan baik kepada siapaun, baik kepada siswa, guru lainnya,
maupun kepada saya selaku kepala sekolah. Guru PAI juga terlibat
komunikasi dengan orangtua siswa secara tidak langsung, tetapi melalui
perantara wali kelas.
9. Apakah guru PAI aktif berkomunikasi dengan komunitas profesi untuk
meningkatakn kualitas pendidikan?
Jawab:
109

Ya, salah satu kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kompetensi


personal dan sosial guru adalah mengikuti MGPM, baik tingkat gugus
maupun tingkat kota
10. Apakah guru PAI mengomunikasikan hasil-hasil inovasi pembelajaran
kepada Bapak selaku Kepala Sekolah?
Jawab:
Ya, tepatnya ketika rapat kerja (raker). Para guru dituntut menyampaikan
ide dan gagasannya untuk menyusun dan merencanakan inovasi-inovasi
baru untuk kemajuan pendidikan terutama kemajuan sekolah ini. Dalam
rapat bulanan kami juga selalu melakukan evaluasi kegaiatan-kegaiatan
yang sudah berjalan.
11. Bagaimana sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah untuk menunjang
proses pembelajaran dan pendidikan?
Jawab:
Alhamdulillah di sekolah kami sudah dilengkapi sarana dan prasarana yang
memadai salah satunya adalah proyektor yang sudah terpasang hampir di
setiap kelas, kurang lebih sekitar 80%.

Tangerang Selatan, ___,___, 2019

Maryono, SE., M.Pd


110

Lampiran 5

LEMBAR OBSERVASI AKTIVITAS GURU PAI

Nama Guru :

Hari/Tanggal :

Pukul :

Pilihan
No Aspek yang Diamati Jawaban
Ya Tidak
1 Guru PAI mengawali pembelajaran dengan do’a bersama
2 Guru PAI memulai pembelajaran tepat waktu
Guru PAI bertindak dan berucap sesuai dengan norma sosial
3
masyarakat
Guru PAI mematuhi semua peraturan yang diterapkan di
4
sekolah
5 Guru PAI menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur
Guru PAI menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak
6
mulia
Guru PAI menampilkan diri menjadi teladan bagi peserta
7
didik dan masyarakat sekolah
Emosi Guru PAI mudah terpancing jika kondisi tidak
8
sesuai denga keinginan saya
Guru PAI menampilkan diri sebagai sosok yang arif dan
9
bijaksana
Guru PAI kurang percaya diri dan kurang berani mengambil
10
keputusan
11 Guru PAI menggunakan metode ceramah dalam mengajar
Guru PAI kurang semangat mengajar, Jika saya
12
mendapatkan masalah
111

Guru PAI menunjukkan tanggung jawab yang tinggi ketika


13
menjalankan tugas
14 Guru PAI merasa bangga menjadi guru
Guru PAI merasa minder ketika berkomunikasi dengan
15
guru-guru lainnya
Guru PAI menjunjung tinggi kode etik profesi guru
16
dimanapun saya berada
Guru PAI berusaha menggunakan sudut pandang orang lain
17 atau kelompok lain (bersikap inklusif) dalam memahami
masalah.
Guru PAI bertindak objektif dalam penilian maupun
18 perlakuan baik terhadap siswa/i maupun tenaga
kependidikan lainnya
Guru PAI menampilkan pribadi yang diskriminatif
19 (membeda-bedakan) terhadap siswa/i, guru sebaya, maupun
masyarakat sekolah lainnya
Guru PAI berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun
20
dengan kepala sekolah
Guru PAI berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun
21
dengan tenaga kependidikan
Guru PAI berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun
22
dengan orang tua siswa/i
Guru PAI tidak aktif dalam kegiatan lain seperti; Rohis,
23
Pramuka, ataupun kegiatan ekstrakuler lainnya
Guru PAI sulit beradaptasi di tempat tugas atau lingkungan
24
kerja dengan baik
25 Guru PAI beradaptasi dengan siswa secara cepat dan akrab
Guru PAI aktif berkomunikasi dengan komunitas profesi
26 untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara lisan atau
tulisan
112

Guru PAI berkoordinasi dengan guru lain untuk


27 meningkatkan kualitas pendidikan baik secara lisan atau
tulisan
Guru PAI mengkomunikasikan hasil-hasil inovasi
28
pembelajaran yang saya lakukan kepada pihak sekolah
Guru PAI menggunakan teknologi Informasi dan komunkasi
29
(TIK) dalam mengajar
113

Lampiran 6

Hasil Penilaian Peserta Didik (Siswa)


114

Lampiran 7

Hasil Penilaian Guru Sebaya


115

Lampiran 8

Anda mungkin juga menyukai