Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL PENELITIAN

Judul : PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS SISWA PADA MATA


PELAJARAN NON-PAI DI SMP H. ISRIATI SEMARANG
Penulis : Agung Kurnia
Nim : 1803016004
Prodi : Pendidikan Agama Islam

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan proses pembentukan sikap manusia baik secara kelompok


maupun individu melalui melalui pembelajaran dan pelatihan untuk mendapatkan
pengetahuan. Selain itu pendidikan adalah bagian yang terpenting dalam kehidupan
manusia sekaligus membedakan manusia dengan hewan. Manusia dikaruniai Tuhan akal
pikiran, sehingga proses belajar mengajar merupakan usaha manusia dalam masyarakat
yang berbudaya, dan dengan akal manusia mengetahui segala hakikat permasalahan dan
sekaligus membedakan antara yang baik dan buruk.1 Carter V. Good menuturkan bahwa
pendidikan adalah keseluruhan proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan,
sikap, dan bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai di dalam masyarakat dimana ia
hidup.2

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pendidikan


adalah upaya untuk mempersiapkan peserta didik agar mampu hidup dengan baik dalam
masyarakatnya, mampu mengembangkan dan meningkatkan kualitas hidupnya sendiri
serta memberikan kontribusi yang baik dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas
hidup masyarakatdan bangsanya.3 Sedangkan menurut pandangan Islam pengertian
pendidikan disimpulkan sebagai tindakan yang dilakukan secara sadar dengan tujuan
memelihara dan mengembangkan fitrah serta potensi menuju terbentuknya manusia
seutuhnya dengan proses kegiatan yang dilakukan secara bertahap, berkesinambungan dan
seirama dengan perkembangan peserta didik.4

1
Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), hlm. 1.
2
Arif Rohman, Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: C.V Aswaja Pressindo, 2014),
hlm. 6.
3
Asmaun Sahlan, “Mewujudkan Budaya Religius ...”, hlm. 1.
4
Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media, 1992), hlm. 16.

1
Tujuan adanya pendidikan yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini
sesuai dengan fungsi pendidikan nasional yang terdapat dalam Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 Bab 2 Pasal 3 yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan juga pendidikan
nasioanal bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.5

Menurut Ki Hajar Dewantoro, pendidikan tidak hanya bertujuan membentuk peserta


didik untuk pandai, pintar, berpengetahuan dan cerdas, tetapi juga berorientasi untuk
membentuk manusia yang berbudi pekerti luhur, berpribadi dan bersusila. 6 Manusia yang
memiliki budi pekerti luhur yang baik maka dalam menjalani kehidupan sehari-hari selalu
dilandasi oleh agama.

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa lepas dari kehidupan
manusia. Hal ini berarti sekolah merupakan salah satu sarana belajar yang sangat luas
untuk pendidikan karakter. Sekolah harus mengetahui bahwa sekolah memang wajib
menanamkan karakter dasar untuk peserta didiknya. Karakter dasar manusia terbentuk
sejak masa kecil dan akan melekat sepanjang hayatnya. Oleh sebab itu pendidikan karakter
memerlukan keteladanan dan contoh yang baik.

Berdasarkan realita yang ada, manusia pada saat ini memasuki kehidupan modern
dan arus globalisasi, yang ditandai dengan kehidupan serba teknikal dan profesional,
diramalkan banyak orang yang mengabaikan dimensi moral dan agama dalam kehidupan
individu maupun sosial. Dampak buruk dari adanya globalisasi ini salah satunya adalah
pada remaja. Remaja adalah harapan bangsa yang akan menentukan kehidupan keluarga,
bangsa dan negara di masa yang akan datang.

Isu globalisasi bukan hanya wacana baru dalam dunia pendidikan. Globalisasi
menjadi suatu keadaan yang harus dihadapi dengan sungguh-sungguh dan pethitungan
yang matang. Zaman modern seperti saat ini membuat segala sesuatu menjadi cepat dan
mudah. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi kumonikasi ini mempercepat akses

5
Dadan Nurulhaq dan Wawan Kurniawan, Pengembangan Karakter Religius di Sekolah, (Purwokerto:
CV Amerta Media, 2020), hlm. 2-3.
6
Dadan Nurulhaq dan Wawan Kurniawan, “Pengembangan Karakter Religius ...”, hlm. 8.

2
globalisasi. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting dalam kehidupan terutama
dalam dunia pendidikan serta menciptakan tantangan dan permasalahan baru yang harus
dipecahkan.

Globalisasi merupakan sebuah sistem yang mendunia, meliputi seluruh aspek


kehidupan, mulai dari ekonomi, politik, budaya, dan termasuk didalamnya adalah
pendidikan.7 Perkembangan teknologi informasi dan terjadinya globalisasi ini menjadi
suatu tantangan bagi suatu bangsa. Adanya globalisasi ini dapat menimbulkan dampak
positif jika dimanfaatkan dengan baik, dan juga dapat menimbulkan dampak negatif jika
tidak dapat memanfaatkan dengan baik.

Adanya realita tersebut, apabila hal tersebut dibiarkan tentu akan merusak karakter
siswa. Permasalahan tersebut tidak boleh dibiarkan terus-menerus. Dalam hal ini harus ada
solusi dalam mengatasinya, maka dari itu semua lapisan masyarakat, baik itu pemerintah,
tokoh masyarakat, tokoh agama, orang tua, dan para pendidik harus berjuang keras untuk
mengatasinya.8 Adapun salah satu solusi yang dapat ditempuh untuk mengatasi
permasalahan tersebut yaitu dengan melalui pendidikan karakter religius.

Pendidikan karakter religius sangat diperlukan, melihat semakin meningkatnya


kenakalan antar pelajar, serta bentuk-bentuk kenakalan remaja lainnya.9 Dengan
melaksanakan pendidikan karakter religius, maka dapat membentuk pribadi-pribadi yang
memiliki karakter sesuai dengan norma dan agama. Hal ini dikarenakan dalam pendidikan
karakter religius menekankan pada sikap, tabiat, dan perilaku yang menggambarkan nilai-
nilai kebaikan yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak dalam kehidupan
sehari-hari.10 Dengan begitu, mereka tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif yang
tidak sesuai dengan agama.

Proses pendidikan karakter religius tidak dapat dilakukan dalam waktu yang cepat
dan hasilnya tidak dapat langsung dilihat. Pendidikan karakter religius berkaitan dengan
periode waktu yang panjang, sehingga pendidikan karakter religius harus terlaksana dalam
kehidupan sekolah, baik dalam pembelajaran maupun kegiatan di luar kelas.
7
Musthofa Rembagy, Pendidikan Transformatif: Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah
Pusaran Arus Globalisasi, (Yogyakarta: Teras, 2010), hlm. 13.
8
Moh. Roqib dan Nurfuadi, Kepribadian Guru: Upaya Membangun Kepribadian Guru yang Sehat di
Masa Depan, (Purwokerto: STAIN Press, 2011), hlm. 1.
9
Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012), hlm. 2.
10
Syahraini Tambak, Membangun Bangsa Melalui Pendidikan: Gagasan Pemikiran Dalam
Mewujudkan Pendidikan Berkualitas untuk Kemajuan Bangsa Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm.
89.

3
Menurut Hasan indikator keberhasilan pendidikan karakter religius dalam
pembelajaran adalah mengucapkan salam, berdoa sebelum dan sesudah belajar,
melaksanakan ibadah keagamaan, dan merayakan hari raya agama. Ditinjau dari proses
pembelajaran di sekolah, ada dua asumsi yang menyebabkan gagalnya pendidikan karakter
religius dalam proses pembelajaran di sekolah. Pertama, munculnya anggapan atau
pemikiran bahwa persoalan pembentukan karakter religius adalah persoalan lama yang
penanganannya sudah menjadi bagian dari tanggung jawab guru-guru agama. Kedua,
rendahnya pengetahuan dan kemampuan guru yang berkaitan dengan strategi pendidikan
karakter religius ke dalam setiap mata pelajaran yang diajarkan.11

Menurut Abuddin Nata, sekolah harus berupaya menciptakan lingkungan yang


bernuansa religius, seperti pembiasaan melaksanakan sholat berjamaah, menegakkan
disiplin, memelihara kebersihan, ketertiban, kejujuran, tolong-menolong, dan
sebagainya.12 Hal ini akan menjadi sebuah kebiasaan, tradisi, dan budaya seluruh siswa.

Pendidikan karakter religius pada peserta didik tidak semerta-merta dilakukan oleh
guru PAI namun juga menjadi tanggung jawab seluruh guru. Karena Menurut Muhammad
Munahibun Nafis. Guru merupakan bapak ruhani bagi peserta didik, yang memberikan
ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilaku yang buruk.13 Jadi pendidikan
karakter religius pada peserta didik merupakan tanggung jawab seluruh guru yang berada
di sekolah.

Dalam melaksanakan pendidikan karakter religius bukan hanya tugas seorang guru
PAI melaikan juga merupakan tugas dari seluruh guru non-PAI. Kontribusi yang diberikan
oleh guru non-PAI akan memilik dampak yang sangat baik dalam pendidikan karakter
religius pada peserta didik sehingga dapat terwujudnya peserta didik yang memiliki sikap
religius. Melalui pendidikan karakter religius diharapkan dapat menjadikan peserta didik
lebih memiliki nilai dan makna dalam menjalani kehidupan sehingga memberikan
uswatun hasanah bagi lingkungannya.

Peneliti dalam hal ini akan melakukan penelitian pada salah satu sekolah menengah
pertama swasta yang berada di kota Semarang, yakni SMP H Isriati. SMP H. Isriati
merupakan SMP Swasta unggulan dengan akreditasi A yang ada di kecamatan Semarang.
SMP H. Isriati adalah lembaga pendidikan dibawah naungan Yayasan Masjid Raya
11
Aris Shoimin, Guru Berkarakter untuk Implementasi Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: Gava Media,
2014), hlm. 62.
12
Muhammad Ulyan, “Budaya Religius ...”, hlm. 34.
13
Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 88.

4
Baiturrahman yang menerapkan sistem pendidikan terpadu antara kurikulum pendidikan
nasional untuk tingkat SMP dengan muatan agama Islam. Dengan menerapkan kurikulum
terpadu ini nantinya akan tercipta generasi bangsa yang menguasai IPTEK dan
berwawasan Qurani. Tentunya juga akan membentuk peserta didik yang memiliki akhlak
yang baik.

Berdasarkan pengalaman peneliti melalui kegiatan PPL pada tanggal 19 Agustus


2021 peneliti melakukan kegiatan PPL di SMP H. Isriati. Berdasarkan pengalaman yang
peneliti lakukan saat melaksanakan PPL di sekolah tersebut, peneliti menemukan beberapa
sifat peserta didik yang kurang baik seperti saat proses pembelajaran terjadinya olok-
olokan antar peserta didik dan kurangnya sopan santun terhadap guru maupun teman.
Penyimpangan sikap peserta didik tersebut bisa dikarenakan dampak negatif dari
perkembangan teknologi dan globalisasi. Oleh karena itu tentu perlu adanya pendidikan
karakter religius kepada peserta didik yang diharapkan mampu menjadi solusi dalam
menyelesaikan permasalahan tersebut.

Karakter religius sangat diperhatikan di SMP H. Isriati seperti dalam mengatasi


siswa dari perilaku-perilaku negatif, SMP H. Isriati sangat menjunjung tinggi nilai-nilai
keagamaan disertai dengan bimbingan guru yang sangat besar upayanya. Upaya yang
dilakukan pada sekolah tersebut diantaranya yaitu Sholat Zhuhur berjamaah, tanya jawab
tentang keagamaan, hafalan Al-Quran sebelum memulai pembelajaran, pembacaan
Asmaul Husna sebelum pembelajaran yang biasanya dilakukan oleh wali kelas.

Bukan hanya itu saja, di SMP H. Isriati juga sangat menjunjung tinggi nilai religius
dan memiliki banyak kegiatan keagamaan yang didalamnya melibatkan seluruh peserta
didik. Kegiatan-kegiatan keagamaan tersebut sudah rutin dilaksanakan dan menjadikan
sekolah ini memiliki perbedaan dengan sekolah pada umumnya yang hanya
mementingkan pembelajaran yang bersifat umum saja dan hanya sedikit dalam
menanamkan nilai-nilai keagamaan.

Berdasarkan berbagai permasalahan di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk


melakukan penelitian dengan judul “PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS SISWA
PADA MATA PELAJARAN NON-PAI DI SMP H. ISRIATI SEMARANG”. Penulis
berharap hasil dari penelitian ini bisa bermanfaat baik di dunia pendidikan khususnya
dalam pendidikan karakter religius pada peserta didik dan kepada para pembaca pada
umumnya.

5
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan di atas, maka rumusan masalah
yang akan di kaji dalam penelitian ini adalah: “Apa saja langkah-langkah yang dilakukan
guru-guru mata pelajaran non-PAI dalam rangka pendidikan karakter religius siswa di SMP H.
Isriati Semarang?”.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah: Mengetahui apa saja langkah-langkah yang dilakukan guru-guru mata
pelajaran non-PAI dalam rangka pendidikan karakter religius siswa di SMP H. Isriati
Semarang?

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa saja langkah-langkah yang


dilakukan guru-guru mata pelajaran non-PAI dalam rangka pendidikan karakter religius siswa
di SMP H. Isriati Semarang. Hasil penelitian yang diharapkan dapat memberikan
informasi yang jelas tentang apa saja langkah-langkah yang dilakukan guru-guru mata
pelajaran non-PAI dalam rangka pendidikan karakter religius siswa di sekolah tersebut,
sehingga dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Secara Teoritis

1) Meberikan informasi keilmuan tentang apa saja langkah-langkah yang dilakukan


guru-guru mata pelajaran non-PAI dalam rangka pendidikan karakter religius siswa di
SMP H. Isriati Semarang.

2) Penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan untuk membantu pembentukan karakter
religius siswa di sekolah.

3) Penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi kalangan akademis yang
sedang melaksanakan penelitian berikutnya maupun mengadakan riset baru
tentang pendidikan karakter religius siswa di SMP H. Isriati Semarang.

b. Secara Praktis

1) Bagi sekolah

Adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan


koreksi demi meningkatkan karakter religius siswa di sekolah.

6
2) Bagi guru

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan keilmuan terkait


tentang pendidikan karakter religius siswa pada mata pelajaran non-PAI.

3) Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada peneliti


tentang pendidikan karakter religius siswa pada mata pelajaran non-PAI , dan sebagai
syarat untuk memperolah gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi
Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di UIN
Walisongo Semarang.

D. Kajian Teori

1. Pendidikan Karakter

a. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan adalah segala upaya yang sudah direncanakan untuk memengaruhi


orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan
apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan yang bisa digunakan untuk mengubah
dunia. Watak atau karakter berasal dari kata yunani yaitu charassein yang berarti
barang atau alat untuk menggores, yang kemudian dipahami sebagai stempel. Jadi
karakter itu adalah sebuah sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang.14

Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas setiap
individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,
bangsa, dan negara. Karakter dapat dianggap sebagai sebuah nilai-nilai perilaku
manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, tata
krama, hukum, adat istiadat maupun budaya. Karakter adalah perilaku seseorang
yang terlihat dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap maupun dalam
bertindak.15

Menurut Muchlas Samani pendidikan karakter adalah proses pemberian


tuntunan kepada peserta didik untuk mejadi manusia yang seutuhnya dengan
berkarakter dalamdimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter

14
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Depok: Rajawali Pers, 2017), hlm. 229.
15
Muchlas Samani dan Hariyanto, “Konsep dan Model ...”, hlm. 41-42.

7
juga dimaknai sebagai upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik
mengenal, peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik
berperilaku sebagai insan kamil.16

Menurut Ratna Megawangi pendidikan karakter merupakan sebuah usaha


untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat memberikan kontribusi
yang positif kepada lingkungannya. Sedangkan menurut Fakry Gaffar,
mendefinisikan pendidikan karakter adalah sebuah transformasi nilai-nilai
kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga
menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu.17

Dari beberapa penjelasan diatas dapat diketahui bahwa pendidikan karakter


adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh pendidik, yang mampu mempengaruhi
karakter peserta didik. Pendidik membantu membentuk watar peserta didik,
pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang hal mana yang baik sehingga
peserta didik menjadi paham tentang mana yang benar dan salah, mampu merasakan
nilai yang baik dan terbiasa melakukannya.

b. Tujuan Pendidikan Karakter

Tujuan pendidikan karakter adalah sesuatu yang hendak dicapai dari


dilaksanakannya pendidikan karakter.18 Pendidikan karakter bertujuan untuk
meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan
karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh. Melalui pendidikan karakter
peserta didik diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan
pengetahuannya, mengkaji, dan menjalankan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia
sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

Tujuan pendidikan karakter yang diharpkan Kementrian Pendidikan dan


Kebudayaan adalah sebagai berikut:19

16
Muchlas Samani dan Hariyanto, “Konsep dan Model ...”, hlm. 45-46.
17
Dharma Kusuma. dkk, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 5.
18
Novan Ardy Wiyani, Pendidikan Karakter BerbasisTotal Quality Managemen, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2018), hlm. 100.
19
Nopan Omeri, “Pentingnya Pendidikan Karakter Dalam Dunia Pendidikan”, Jurnal Manajer
Pendidikan, (Vol. 3, No. 1,Tahun 2020), hlm. 467.

8
a) Mengembangkan potensi nuraniatau afektif peserta didik sebagai manusia dan
warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.

b) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan
dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.

c) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai


generasi penerus bangsa.

d) Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri,


kreatif, berwawasan kebangsaan.

e) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang


aman, jujur, penuuh kreatifitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebanggan
yang tinggi dan penuh kekuatan.

c. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Proses pendidikan secara formal diwujudkan dalam kegiatan pembelajaran di


sekolah. Untuk mencapai tujuan tertentu, pembelajaran dapat dilakukan melalui
kegiatan belajar yang berkualitas.20 Dalam implementasi Kurikulum 2013
pendidikan karakter dapat dipadukan dalam seluruh kegiatan pembelajaran pada
setiap bidang studi yang terdapat dalam kurikulum. Materi pembelajaran yang
berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap bidang studi perlu untuk
dikembangkan, ditegaskan, dan dihubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari.

Pelaksanaan pendidikan karakter merupakan amanat yang telah digariskan


dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pada pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Ada delapan belas nilai pendidikan karakter yang dapat ditanamkan dan
dikembangkan ke dalam pribadi peserta didik antara lain: religius, jujur, toleransi,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat

20
Nurul Hidayah, “Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Komik Pada Mata Pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial Kelas IV MI Nurul Hidayah Roworejo Negerikaton Pesawaran”, Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Dasar, (Vol. 4, No. 1, Tahun 2017), hlm. 34.

9
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta
damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.21

d. Prinsip Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter di sekolah akan terlaksana dengan lancar, jika guru dalam
pelaksanaannya memperhatikan beberapa prinsip pendidikan karakter. Kemendiknas
2010 telah memberikan rekomendasi 11 prinsip untuk mewujudkan pendidikan
karakter yang efektif sebagai berikut:

a) Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai berbasis karakter.

b) Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran,


perasaan dan perilaku.

c) Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun


karakter.

d) Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepeduliaan.

e) Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan prilaku yang baik.

f) Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang


menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan membantu
mereka untuk sukses.

g) Mengfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi


tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama.

h) Adanya pembagaian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun


inisiatif pendidikan karakter.

i) Mengfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai tim mitra dalam usaha
membangun karakter.

j) Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter,


dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik.22

Dari penjelasan tentang prinsip pendidikan karakter di atas, harus adanya


saling kerja sama baik itu pendidik dan peserta didik agar nantinya berjalan dengan
efektif dari tujuan pendidikan karakter.
21
Dianna Ratnawati, “Kontribusi Pendidikan Karakter dan Lingkungan Keluarga Terhadap Soft Skill
Peserta Didik SMK”, Jurnal Tadris: Jurnal Kependidikan dan Ilmu Tarbiyah, (Vol. 1, No. 1, Tahun 2016), hlm. 25.
22
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 35.

10
2. Pendidikan Karakter Religius

a. Pengertian Pendidikan Karakter Religius

Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik


untuk mejadi manusia yang seutuhnya dengan berkarakter dalamdimensi hati, pikir,
raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter juga dimaknai sebagai upaya yang
terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan menginternalisasi
nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil.23

Suatu karakter akan selalu melekat dengan nilai dari perilaku. Karenanya tidak
ada perilaku anak yang tidak bebas dari nilai. Dalam kehidupan, terdapat banyak
nilai yang ada di dunia ini, sejak dahulu sampai saat ini, maupun yang akan datang.
Beberapa nilai dapat kita contoh sebagai nilai yang penting bagi kehidupan anak
baik saat ini maupun yang akan datang.24

Religius sebagai salah satu nilai karakter, adapun Kemendiknas mengartikan


karakter religius sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianut, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup
rukun dengan pemeluk agama lain. Karakter religius sangat dibutuhkan oleh siswa
dalam menghadapi perubah zaman dan degradasi moral, dalam hal ini siswa
diharapkan mampu memiliki dan berperilaku dengan ukuran baik dan buruk yang
didasarkan pada ajaran agama Islam.25

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter


religius merupakan sebuah usaha aktif untuk membentuk sikap dan perilaku yang
patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agam lain, dan hidup damai dengan pemeluk agama lain.26
Seseorang dapat dikatakan memiliki karakter religius ketika telah menaati ajaran
agama yang dianutnya dan bisa menjalin hubungan yang baik dengan pemeluk
agama lain.

b. Indikator Pendidikan Karakter Religius

23
Muchlas Samani dan Hariyanto, “Konsep dan Model ...”, hlm. 45-46.
24
Dharma Kusuma. dkk, “Pendidikan Karakter ...”, hlm. 11.
25
Megawangi, Ratna, Pendidikan Karakter Solusi Yang Tepat Untuk Membangun Bangsa, (Jakarta: BP.
Migas, 2004), hlm.5.
26
Nur Rosyid. Dkk, Pendidikan Karakter Wacana dan Kepengaturan, (Yogyakarta: Mitra Media, 2013),
hlm. 158.

11
Indikator keberhasilan pendidikan karakter, menurut Umar Sulaiman al-
Ashqar, sebagaimana yang dikutip oleh Jalaluddin dapat dilihat dari ciri-ciri sebagai
berikut:27

a) Selalu menempuh jalan hidup yang didasarkan pendidikan ketuhanan dengan


melaksanakan ibadah dalam arti luar.

b) Senantiasa berpedoman kepada petunjuk Allah untuk memperoleh pemahaman


bashirah (pemahaman batin) dan furqon (Kemampuan membedakan yang baik
dan buruk).

c) Mereka memperoleh kekuatan untuk menyerukan dan berbuat benar, dan selalu
menyampaikan kebenaran kepada agamanya.

d) Memiliki keteguhan hati untuk berpegangan kepada agamanya.

e) Memiliki kemampuan yang kuat dan tegas dalam menghadapi kebatilan.

f) Tetap tabah dalam kebenaran dalam segala kondisi

g) Memiliki kelapangan dan ketentraman hati serta kepuasan batin, hingga sabar
menerima cobaan.

h) Mengetahui tujuan hidup dan menjadikan akhirat sebagai tujuan akhir yang lebih
baik.

i) Kembali kepada kebenaran dengan melakukan tobat dari segala kesalahan yang
pernah diperbuat sebelumnya.

Untuk mengukur keberhasilan pendidikan karakter dengan melihat sejauh


mana aksi dan perbuatan seseorang dapat melahirkan dan mendatangkan manfaat
bagi dirinya dan juga bagi orang lain. Sebagaimana dalam hadis Nabi Muhammad
SAW “ sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi orang lain”.
Ketika seseorang mampu mendatangkan manfaat berarti dia sudah memiliki karakter
muslim yang ideal sesuai dengan tuntutan Islam. Kelompok yang berpotensi besar
untuk dapat menyebarkan kebaikandan manfaat untuk orang lain adalah mereka
orang-orang yang beriman dan bertaqwa. 28

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan Karakter Religius

27
Jalauddin, Teologi Pendidikan, Cet 1, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 201.
28
Jalauddin, “Teologi Pendidikan ...”, hlm. 201.

12
Pengembangan pendidikan karakter religius dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain sebagai berikut:29

a) Faktor dari dalam diri (internal)

1. Kebutuhan manusia terhadap agama

Menurut Robert Nuttin, dorongan beragama merupakan salah satu


dorongan yang ada dalam diri seseorang, yang menuntut untuk dipenuhi
sehingga pribadi manusia mendapat kepuasan dan ketenangan, selain itu
dorongan beragama juga merupakan kebutuhan insaniyah yang tumbuhnya
dari gabungan berbagai faktor penyebab yang bersumber dari rasa keagamaan.

2. Kebutuhan batin

Adanya dorongan dalam diri manusia untuk taat, patuh dan mengabdi
kepada Allah SWT. Manusia memiliki unsur batin yang cenderung
mendorongnya kepada zat yang ghaib, selain itu manusia memiliki potensi
beragama yaitu berupa kecenderungan untuk bertauhid.

b) Faktor dari luar (eksternal)

1. Lingkungan Keluarga

Kehidupan keluarga menjadi fase sosialisasi pertama bagi pembentuk


sikap keberagamaan seseorang karena merupakan gambaran kehidupan
sebelum mengenal kehidupan luar. Peran yang diberikan orang tua sangatlah
penting dalam mengembangkan kehidupan spiritual pada karakter religius
anak.

Menurut Syamsu Yusuf keluarga merupakan lingkungan pertama dan


utama bagi anak,oleh karena itu peranan orang tua dalam pengembangan
kesadaran beragama anak sangatlah dominan. Peranan keluarga ini terkait
dengan upaya-upaya orang tua dalam menanamkan nilai-nilai agama kepada
anak yang prosesnya berlangsung pada masa dalam kandungan dan setelah
lahir.30 Pentingnya penanaman nilai agama pada masa dalam kandungan,
didasarkan kepada pengamatan para ahli psikologi terhadap orang-orang yang
mengalami gangguan jiwa. Bahwa gangguan jiwa mereka dipengaruhi oleh

29
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 94-95.
30
Jalaluddin, “Psikologi Agama ...”, hlm. 35.

13
keadaan emosi atau sikap orang tua terutama ibu pada masa mereka berada
dalam kandungan.

2. Lingkungan Sekolah

Sekolah menjadi lanjutan dari pendidikan dan turut serta dalam


memberikan pengaruh dalam perkembangan dan pembentukan sikap
keberagamaan seserang. Pengaruh itu terjadi antara lain: kurikulum dan anak,
yaitu hubungan interaksi yang terjadi antara kurikulum dengan materi yang
dipelajari peserta didik, hubungan guru dengan murid, yaitu bagaimana
seorang guru bersikap terhadap muridnya atau sebaliknya yang terjadi selama
di seolah baik di dalam kelas maupun di luar kelas dan hubungan antara anak,
yaitu hubungan murid dengan temannya. Melalui kurikulum yang berisi
materi pelajaran, sikap keteladanan guru sebagai pendidik serta pergulatan
antara teman sekolah dinilai berperan dalam menanamkan kebiasaan yang baik
merupakan bagian dari pembentukan moral yang erat kaitannya dengan
perkembangan jiwa keagamaan, pembentukan sikap dan pengembangan
karakter.

Menurut Syamsu Yusuf sekolah merupakan lembaga pendidikan formal


yang mempunyai program yang sistematik dalam melaksanakan bimbingan,
pengajaran dan latihan kepada anak (siswa) agar mereka berkembang sesuai
dengan potensinya secara optimal, baik menyangkut aspek fisik, psikis
(intelektual dan emosional), sosial, maupun moral spiritual. 31

3. Lingkungan Masyarakat

Lingkungan masyarakat yang dimaksud disini adalah situasi atau kondisi


interaksi sosial yang secara potensional berpengaruh terhadap perkembangan
fitrah beragama atau kesadaran beragama individu. Dalam masyarakat, anak
atau remaja melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya atau anggota
masyarakat lainnya. Apabila teman sepergaulan itu menampilkan perilaku
yang sesuai dengan nilai-nilai agama atau berakhlak mulia, maka anak
cenderung berakhlak mulia. Namun apabila sebaliknya yaitu jika perilaku
teman sepergaulannya menunjukkan kerusakan moral, maka anak cenderung

31
Jalaluddin, “Psikologi Agama ...”, hlm. 39.

14
akan terpengaruh untuk berperilaku seperti temannya. Hal ini terjadi, apabila
anak kurang mendapar bimbingan agama dari orang tuanya.32

3. Mata Pelajaran Non-PAI

a. Pengertian Mata Pelajaran

Mata pelajaran adalah seperangkat alat pembelajaran yang berisikan materi


pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Mata pelajaran menurut
Mulyasa adalah sesuatu yang mengandung pesan pembelajaran baik berupa khusus
maupun umum.33 Sedangkan menurut Iskandarwassid dan Dadang Sukendar
menyatakan bahwa mata pelajaran adalah seperangkat informasi yang diberikan
kepada peserta didik untuk memperoleh pembelajaran yang menyenangkan.

Berdasarkan berbagai pendapat diatas menyimpulkan mata pelajaran adalah


alat yang digunakan guru sebagai pedoman dalam menyampaikan materi
pembelajaran kepada siswa.

b. Mata Pelajaran Non-PAI

Menurut Zakiyah Daradjat pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk
membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam
seara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan
serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.34

Macam-macam mata pelajaran non-PAI yaitu:

a) Mata Pelajaran Bahasa Inggris

Pendidikan karakter yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa inggris


adalah religius, disiplin dan kejujuran. Religius yang dimaksud adalah dimana
setiap awal tatap muka diberikan kesempatan untuk berdoa dalam bahasa inggris.
Jujur yang diajarkan adalah selalu berbuat jujur dalam mengerjakan tugas atau
ujian harian dimana guru selalu menekankan untuk berlaku jujur sesuai
kemampuan masing-masing. Terakhir disiplin dimana setiap tugas yang telah

32
Jalaluddin, “Psikologi Agama ...”, hlm. 41.
33
Mulyasa E, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hlm.
255.
34
Abdul Majib dan Dian Andayani, “Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep dan
Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 130.

15
diberikan harus dikumpul sesuai dengan batasan waktu yang telah ditentukan dan
apabila lalai maka ada konsekwensi yang diberikan.35

b) Mata Pelajaran Matematika

Matematika adalah suatu bidang ilmu yang mengglobal. Ia hidup di alam


tanpa batas. Matematika merupakan ilmu yang selalu berkembang sesuai dengan
tuntutan kebutuhan manusia akan teknologi. Oleh sebab itu matematika
merupakan suatu mata pelajaran yang diajarkan disetiap jenjang dan jenis
pendidikan.36

Pendidikan karakter yang ada di dalam mata pelajaran matematika adalah


religius, kejujuran, disiplin, tanggung jawab dan kemandirian. Dalam
mengerjakan matematika siswa harus mengutamakan kejujuran dengan
mengerjakan soal sesuai dengan kemampuan, lalu juga disiplin, dan siswa juga
diarahkan dalam memecahkan persoalan secara bersama-sama dengan saling
menghargai hasil akhir meski berbeda setiap siswanya.37

c) Mata Pelajaran Prakarya

Pendidikan karakter yang ada dalam mata pelajaran prakarya adalah


religius, jujur, kerja keras dan tanggung jawab. Keempat nilai karakter ini
diterapkan dalam proses pembelajaran pada mata pelajaran prakarya. Peserta
didik tidak hanya menguasai ilmu prakarya saja akan tetapi juga menguasai nilai-
nilai yang baik dan menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-hari.

d) Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

Pendidikan karakter juga diterapkan dalam mata pelajaran IPS seperti


religius, jujur, disiplin dan bertanggung jawab. Pada pembelajaran IPS siswa
diminta untuk dapat mengenal dan menyadari tentang kebersamaan/sosial. Tidak
hanya itu saja pada mata pelajaran IPS juga diajari tentang disiplin. Disiplin
mutlak adanya, karena dengan disiplin siswa akan terbiasa dengan beban yangdi
emban sebagai pelajar yaitu menjadi pelajar yang cerdas dan berakhlak.38

35
Triyatimini, “Manajemen Pembelajaran Pendidikan Karakter Pada Mata Pelajaran Umum di SMAN 1
Murung Kabupaten Murung Raya”, Jurnal Ilmu Pendidikan, (Vol. 08, No. 01, Tahun 2021), hlm. 19.
36
Kamarullah, “Pendidikan Matematika di Sekolah Kita”, Jurnal Penddikan dan Pembelajaran
Matematika, (Vol. 1, No. 1, Tahun 2017), hlm. 21.
37
Triyatimini, “Manajemen Pembelajaran Pendidikan Karakter ...”, hlm. 19.
38
Triyatimini, “Manajemen Pembelajaran Pendidikan Karakter ...”, hlm. 21.

16
4. Pendidikan Karakter Religius di Sekolah

a. Tujuan Pendidikan Karakter Religius di Sekolah

Adapun tujuan pendidikan karakter religius di sekolah adalah sebagai


berikut:39

a) Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai religius sehingga menjadi


kepribadian peserta didik yang baik sebagaimana nilai-nilai religius tersebut.
Penguatan dan pengembangan memiliki makna bahwa pendidikan di sekolah
bukan sekedar dogmatisasi nilai kepada peserta didik, tetapi sebuah proses yang
membawa peserta didik untuk memahami dan merefleksi bagaiamana nilai
religius menjadi penting untuk diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.

b) Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak sesuai dengan nilai-nilai religius
yang dikembangkan oleh sekolah. Hal ini memiliki bahwa pendidika karakter
memiliki sasaran untuk meluruskan berbagai perilaku anak yang negatif menjadi
positif. Proses pelurusan yang dimaknai sebagai pengkoreksian dimaknai sebagai
proses yang pedagogis, bukan suatu yang pemaksaan atau pengkondisian yang
tidak mendidik.

c) Membangun koneksi yang harmonis dengan keluarga dan masyarakat dalam


memerankan tanggung jawab pendidikan karakter bersama. Tujuan ini memiliki
makna bahwa proses pendidikan karakter di sekolah harus dihubungkan dengan
proses pendidikan di keluarga. Jika pendidikan karakter di sekolah hanya
bertumpu pada interaksi antara peserta didik dengan guru di kelas dan sekolah,
maka pencapaian berbagai karakter yang diharapkan akan sulit diwujudkan.

b. Metode Pendidikan Karakter di Sekolah

Terdapat 4 metode pendidikan karakter yang bisa diterapkan dalam lingkungan


sekolah, yaitu:

a) Mengajarkan

Mengajarkan merupakan pemberian pemahaman yang jelas tentang


kebaikan, keadilan dan nilai, sehingga murid memahami. Fenomena yang
terkadang muncul, individu tidak memahami arti kebaikan, keadilan dan nilai

39
Dharma Kusuma dkk, “Pendidikan Karakter ...”, hlm. 9.

17
secara kontekstusl, namun dia mampu mempraktekkan hal tersebut dalam
kehidupan mereka tanpa disadari.40

Salah satu unsur penting dalam pendidikan karakter adalah mengajarkan


nilai-nilai itu sehingga anak didik memiliki gagasan konseptual tentang nilai-nilai
pemandu perilaku yang bisa dikembangkan dalam mengembangkan karakter
pribadinya. Pemahaman konseptual ini juga mesti menjadi bagian dari
pemahaman pendidikan karakter itu sendiri. Sebab, anak-anak akan banyak
belajar dari pemahaman dan pengertian tentang nilai-nilai yang dipahami oleh
para guru dan pendidik dalam setiap perjumpaan mereka.41

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa keberhasilan suatu


pendidik dalam memberikan pengajaran yaitu peserta didik mampu
melaksanakan, kedisiplinan, keadilan, kebaikan dan mereka dapat lakukan setiap
hari tanpa mereka sadari perubahan yang terjadi pada diri mereka. Faktor
pendidik disini mempunyai peran utama karena pendidik menjadi tempat
bertanya bagi peserta didik sebelum mereka melakukan sesuatu agar ketika
melalukan segala aktifitas mempunyai tujuan.

b) Menentukan Prioritas

Lembaga pendidikan memiliki prioritas dan tuntutan dasar atas karakter


yang ingin diterapkan di lingkungan mereka. Pendidikan karakter menghimpun
banyak kumpulan nilai yang dianggap penting bagi pelaksanaan dan realisasi dan
visi lembaga pendidikan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan harus menentukan
tuntutan standr atas karakter yang akan ditawarkan kepada peserta didik sebagai
bagian dari kinerja kelembagaan mereka.42 Setiap sekolah memiliki prioritas
karakter. Pendidikan karakter menghimpun banyak kumpulan nilai yang dianggap
sangat penting bagi pelaksanaan dan realisasi atas visi dan misi sekolah.

Menurut penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sekolah


memang harus memiliki tujuan yang jelas untuk peserta didik, agar nantinya
peserta didik mempunyai tujuan utama dalam proses pembelajaran diinstansi

40
M. Mahbubi, Pendidikan Karakter: Implementasi Aswaja Sebagai Nilai Pendidikan Karakter,
(Yogyakarta: Pustaka Ilmu yogyakarta, 2012), hlm. 49-50.
41
Doni Koesoema Albertus, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta: PT
Grasindo, 2007), hlm. 213.
42
Doni Koesoema Albertus, “Pendidikan Karakter ...”, hlm. 213.

18
sekolah tersebut, karena setiap sekolah mempunyai karakter masing-masing,
komitmen yang harus dijaga agar nantinya dapat dilaksanakan kesemua pihak
yang terkait.

c) Praksis Prioritas

Unsur lain yang sangat penting bagi pendidikan karakter adalah bukti
dilaksanakannya prioritas nilai pendidikan karakter tersebut. Berkaitan dengan
tuntutan lembaga pendidikan atas prioritas nilai yang menjadi visi kinerja
pendidikannya, lembaga pendidikan harus mampu membuat verifikasi sejauh
mana visi sekolah telah dapat direalisasikan dalam lingkungan pendidikan
melalui berbagai unsur yang ada dalam lembaga pendidikan tersebut.43

Berdasarkan uraian di atas, bahwasanya lembaga pendidikan harus adanya


evaluasi terkait untuk melihat seberapa visi sekolah terlaksanakan. Bagaimana
pihak sekolah dan pendidik melakukan evaluasi terhadap aktifitas yang
berlangsung disekolah dan lingkungan sekolah, bagaimana sikap sekolah
terhadap pelanggaran atas kebijakan sekolah dan bagaimana sanksi itu
dilaksanakansecara langsung terhadap pelanggar kebijakan.

d) Refleksi

Refleksi merupakan sifat sadar khas manusiawi. Dengan kemampuan sadar


ini, manusia diharapkan dapat mengatasi diri dan meningkatkan kualitashidupnya
dengan lebih baik. Jadi, setelah tindakan dan prasis pendidikan karakter itu
terjadi, perlulah diadakan semacam pendalaman, refleksi, untuk melihat sejauh
mana lembaga pendidikan telah berhasil atau gagal dalam melaksanakan
pendidikan karakter.44

Berdasarkan penjelasan di atas, bahwasanya refleksi adalah hasil dari


keberhasilan metode pendidikan karakter, untuk melihat sejauh mana
keberhasilan metode yang digunakan selama ini. Kemudia peserta didik diajarkan
untuk mengambil sebuah hikmah dalamsetiap perjalanan hidup.

c. Langkah-Langkah Pendidikan Karakter Religius di Sekolah

43
Doni Koesoema Albertus, “Pendidikan Karakter ...”, hlm. 216.
44
Doni Koesoema Albertus, “Pendidikan Karakter ...”, hlm. 217.

19
Perencanaan pengembangan pendidikan budaya dan karater bangsa dapat
dilakukan melalui langkah-langkah dalam pembentukan karakter melalui kegiatan
sehari-hari, diantaranya melalui kegiatan-kegiatan berikut:45

a) Kegiatan Rutin

Kemendiknas menyebutkan bahwa kegiatan rutin merupakan kegiatan yang


dilakukan siswa secara terus menerus dan konsisten dari waktu kewaktu. Manfaat
dari adanya kegiatan rutin salah satunya adalah membentuk suatu kebiasaan baik
kepada siswa sehingga secara tidak langsung sudah tertanam dalam diri mereka.46

b) Kegiatan Spontan

Kegiatan spontan merupakan kegiatan yang dilakukan pada waktu itu juga.
Kegiatan ini biasanya dilakukan guru apabila melihat siswa melakukan perbuatan
yang kurang baik, guru dengan spontan akan memberikan nasihat berupa
pengarahan dan pemahaman kepada siswa bahwa hal tersebut kurang baik dan
memberikan contoh yang seharunya. Kegiatan spontan dilakukan tidak hanya
mengenai perilaku siswa yang negatif, namun juga pada kegiatan siswa yang
positif. Kegiatan ini dilakukan oleh guru tanpa adanya perencanaan terlebih
dahulu dan dilakukan seketika saat itu juga.47

c) Keteladanan

Keteladanan di lingkungan sekolah dilakukan oleh semua warga sekolah


yang dapat dijadikan contoh oleh siswa. Guru sebagai bagian dari tenaga
kependidikan memiliki kedudukan yang sangat penting dalam pencapaian dan
sebagai teladan bagi peserta didik di sekolah. Keteladanan merupakan perilaku
dan sikap guru dan tenaga kependidikan yang lain dalam memberikan contoh
terhadap tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan dapat menjadi panutan
bagi siswa untuk dapat mencontohnya. Tindakan yang baik sehingga diharapkan
menjadi panutan bagi siswa untuk dapat menirunya dalam kehidupan sehari-
hari.48

d) Pengkodisian

45
Masyur Ramly. dkk, Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter: Berdasarkan Pengalaman di
Satuan Pendidikan Rintisan, (Jakarta: Puskurbuk, 2011), hlm. 8.
46
Masyur Ramly. dkk, “Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter ...”, hlm. 8.
47
Masyur Ramly. dkk, “Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter ...”, hlm. 8.
48
Mawi Khusni Albar, Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta: Prudents Media, 2013), hlm. 23.

20
Pengkodisian adalah membuat suasana sekolah dikondisikan sedemikian
rupa untuk mendukung terwujudnya internalisasi nilai karakter ke dalam diri
siswa. Kondisi sekolah yang mendukung menjadikan proses penanaman nilai-
nilai pendidikan karakter di sekola menjadi lebih mudah.49

Karakter setiap manusia terbentuk melalui 5 tahap yang saling berhubungan.


Lima tahapan tersebut adalah:

a) Adanya nilai yang diserap seseorang dari berbagai sumber, seperti agama,
ideology, pendidikan, dll.

b) Nilai membentuk pola pikir seseorang yang secara keseluruhan keluar dalam
bentuk rumusan visi.

c) Visi turun ke wilayah hati membentuk suasana jiwa yang keseluruhan membentuk
mentalitas.

d) Mentalitas mengalir memasuki wilayah fisik dan melahirkan tindakan yang secara
keseluruhan disebut sikap.

e) Sikap-sikap dominan dalam diri seseorang yang secara keseluruhan mencitrai


dirinya adalah apa yang disebut sebagai karakter atau kepribadian.

Proses pembentukan karakter tersebut menunjukkan hubungan antara fikiran,


perasaan dan tindakan. Dari akal terbentuk pola pikir, dari fisik terbentukperilaku.
Cara berfikir menjadi visi, cara merasa menjadi mental dan cara berperilaku menjadi
karakter. Apabila hal ini terlaksana secara terus menerus makan akan menjadi
sebuah kebiasaan.

E. Kajian Pustaka Relevan

Pada kajian pustaka ini, penulis akan memaparkan beberapa penelitian terdahulu
yang relevan dengan apa yang akan diabahas dalam penelitian ini. Penulis mengambil
beberapa kajian pustaka sebagai rujukan perbandingan yang diantaranya adalah sebagai
berkut:

Pertama, skripsi yang ditulis oleh Ma’aayisi mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan IAIN Purwokerto dengan judul “Pembentukan Karakter Religius Pada Siswa
Melalui Kegiatan Boarding School di SMA Ma’arif NU 1 Ajibarang Kabupaten

49
Masyur Ramly. dkk, “Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter ...”, hlm. 9.

21
Banyumas”.50 Pada skripsi yang ditulis oleh Ma’aayisi jenis penelitian yang digunakan
yaitu penelitian lapapangan dengan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Hasil penelitian skripsi ini menunjukkan bahwa pembentukan karakter religius pada siswa
melalui kegiatan boarding school di SMA Ma’arif NU Ajibarang Kabupaten Banyumas
yaitu : (1) dengan melakukan langkah-langkah seperti adanya kegiatan harian, mingguan,
tahunan dan spontan. (2) kurikulum yang dirancang dalam boarding school meliputi
kurikulum yang tergolong tekstual dan kontekstual.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilaksanakan yaitu


sama-sama menggunakan penelitian kualitatif dengan metode wawancara, observasi, dan
dokumentasi serta sama-sama membahas tentang karakter religius. Perbedaan penelitian
terdahulu dengan yang akan dilaksanakan yaitu pada penelitian saudara Ma’aayisi
membahas pembentukan karakter religius sedangkan penelitian yang akan dilaksankan
membahas pendidikan karakter religius.

Kedua, skripsi yang ditulis oleh M. Zainul Labib mahasiswa jurusan Pendidikan
Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah dengan judu
“Implementasi Pendidikan Karakter dan Pengaruhnya Terhadap Perilaku Akademik Siswa
Kelas VI SD Negeri Jombang 1 Ciputat”. 51 Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
dengan metode penelitian deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh
yang kuat dan tinggi implementasi pendidikan karakter terhadap perilaku akademik siswa
dengan korelasi 0,812 dan koefisien determinasi sebesar 67%.

Persamaan penelitan terdahulu dengan penelitian yang akan dilaksanakan terdapat


pada sama-sama membahas pendidikan karakter. Sedangkan perbedaannya, pada
penelitian terdahulu menggunakan angket serta fokus penelitian yaitu implementasidan
pengaruh pendidikan karakter serta pengaruhnya terhadap perilaku sedangkan penelitian
yang akan dilaksanakan menggunakan wawancara dan fokus penelitian pada pendidikan
karakter religius.

Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Rizka Saputri mahasiswa STAIN Purwokerto yang
berjudul “Pelaksanaan Pendidikan Karakter Berbasis Pendidikan Agama Islam di SD

50
Ma’ayisi, (Pembentukan Karakter Religius Pada Siswa Melalui Kegiatan Boarding School di SMA
Ma’arif NU 1 Ajibarang Kabupaten Banyumas), Skripsi, (Purwokerto: IAIN Purwokerto, 2018).
51
Zainul Labib, (Implementasi Pendidikan Karakter dan Pengaruhnya Terhadap Perilaku Akademik
Siswa Kelas VI SD Negeri Jombang 1 Ciputat), Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2014).

22
Islam Ta’alumul Huda Bumiayu Tahun Pelajaran 2013/2014”.52 Hasil dari penelitian
tersebut yaitu pelaksanaan pendidikan karakter berbasis agama Islam menekankan pada
nilai-nilai karakter secara menyeluruh seperti amanah, jujur, disiplin, peduli, tanggung
jawab, dan menghormati, yang dilaksanakan melalui mata pelajaran pendidikan agama
Islam.

Persamaan penelitian terhadulu dengan penelitian yang akan dilaksanakan terletak


pada sama-sama membahas pendidikan karakter serta sama-sama menggunakan metode
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sedangkan perbedaan terdahulu dengan
penelitian yang akan dilaksanakan yaitu pada penelitian terdahulu fokus penelitian pada
pelaksanaan pendidikan karakter berbasis pendidikan agama Islam sedangkan penelitian
yang akan dilaksanakan berfokus pada pendidikan karakter religius siswa pada mata
pelajaran non-PAI.

Keempat, skripsi yang ditulis oleh Masyud mahasiswa IAIN Purwokerto yang
berjudul “Pendidikan Karakter di Madrasah Ibtidayah Ma’arif NU 2 Langgongsari
Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas Tahun Pelajaran 2014/2015”.53 Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Masyud adalah di sekolah tersebut telah melaksanakan
pendidikan karakter seperti disiplin, mandiri, rajin, jujur melalui metode pembiasaan,
keteladanan, dan nasehat.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilaksanakan yaitu


sama-sama membahas tentang pendidikan karakter disekolah, sedangkan perbedaannya
adalah pada penelitian terdahulu membahas tentang nilai-nilai karakter secara menyeluruh,
sementara penelitian yang akan dilaksanakan lebih berfokus pada salah satu nilai yaitu
karakter religius, pendekatan-pendekatan, metode-metod, dan strategi yang digunakan
dalam proses pendidikan karakter religius di sekolah.

Kelima, Jurnal yang ditulis oleh saudara Wayan Eka Santika yang berjudul
“Pendidikan Karakter pada Pembelajaran Daring”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui inovasi yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran di rumah agar tetap
menyenangkan dan mampu memenuhi tujuan pembelajaran terutama dalam pendidikan
karakter.54 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wayan menunjukkan bahwa pendidikan
52
Rizka Saputri, (Pelaksanaan Pendidikan Karakter Berbasis Pendidikan Agama Islam di SD Islam
Ta’alimul Huda Bumiayu Tahun Pelajaran 2013/2014), Skripsi, (Purwokerto: STAIN Purwokerto, 2013).
53
Masyud, (Pendidikan Karakter di Madrasah Ibtidayah Ma’arif NU 2 Langgongsari Kecamatan
Cilongok Kabupaten Banyumas Tahun Pelajaran 2014/2015), Skripsi, (Purwokerto: IAIN Purwpkerto, 2015).
54
Wayan Eka Saputra, “Pendidikan Karakter pada Pembelajaran Daring”, Jurnal Indonesian Values and
Character Education, (Vol. 3, No. 1, tahun 2020).

23
karakter melalui multiple intelligences pada setiap mata pelajaran, pengalaman langsung
serta internalisasi di masyarakat menciptakan pembelajaran yang bermakna.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilaksanakan adalah


sama-sama menggunakan penelitian kualitatif dan sama-sama membahas pendidikan
karakter. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilaksankan yaitu
pada penelitian terdahulu membahas pendidikan karakter pada pembelajaran daring
sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan membahas pendidikan karakter religius
siswa pada mata pelajaran non-PAI.

F. Kerangka Berpikir

Dalam sebuah lembaga pendidikan tentu ada yang namanya masalah yang
menyebabkan ketidakberhasilan mencapai tujuan pendidikan. Masalah dapat ditemukan
dalam subjek yaitu orang atau kelompok yang bertugas untuk memberikan pengetahuan,
maupun objek yaitu peserta didik. Ketidakberhasilan bukan hanya sekedar rendahnya nilai
yang didapatkan dari ujian mata pelajaran, melainkan rendahkan karakter religius peserta
didik.

Oleh sebab itu, maka penelitian yang akan dilaksanakan menitikberatkan kepada
proses bagimana pendidikan karakter religius siswa sebagai suatu hal yang harus
diupayakan sekaligus menjadi salah satu tujuan oleh subjek pendidikan yang mana dalam
penelitian ini yang akan diteliti sebagai subjek adalah guru non-PAI.

Yang dimaksud guru non-PAI sebagai subjek adalah guru non-PAI akan menjadi
pemeran dalam pendidikan karakter religius pada mata pelajaran non-PAI di SMP H
Isriati. Guru non-PAI akan berupaya dalam membentuk karater religius siswa. Sedangkan
guru membutuhkan proses yang dimana proses ini merupakan jalan cerita dari pendidikan
karakter religius siswa pada mata pelajaran non-PAI. Maka perlu diperhatikan apakah
guru sudah menjalankan tugasnya sebagai mana mestinya yaitu sebagai contoh ataupun
teladan bagi peserta didiknya. Misalnya, guru mengajar dengan setulus hati dengan tidak
mengharapkan gaji dan apakah guru sudah menerapkan karater religius daat pembelajaran
berlangsung. Kemudian peserta didik sebagai objek atau sasaran diberlakukannya
pembelajaran. Dalam penelitian ini akan ada dua macam peserta didik. Pertama, peserta
didik yang memiliki karakter religius yang sangat tinggi. Peserta didik seperti ini akan
diupayakan sebagai contoh dan efek baik bagi peserta didik lainnya. Kedua, peserta didik

24
dengan karakter religius yang rendah. Ini akan menjadi tugas utama subjek pendidik yaitu
guru dalam pendidikan karakter religius.

Melalui pendidikan karakter religius siswa pada mata pelajaran non-PAI diharapkan
siswa mampu meningkatkan dan mengamalkan karakter religius dalam kehidupan sehari-
hari dan dapat menjadikan peserta didik lebih memiliki karakter yang baik dan makna
dalam menjalani kehidupan sehingga memberikan uswatun hasanah bagi lingkungannya.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif. Penelitian jenis ini
digunakan untuk memperoleh data berdasarkan sesuatu yang terjadi di lapangan.
Penelitian kualitatif adalah mencari pengertian yang mendalam tentang suatu gejala,
fakta atau realita.55 Menurut Creswell penelitian kualitatif adalah sebagai suatu
gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan
melakukan studi pada situasi alami.56

Pendekatan yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini menggunakan


pendekatan deskriptif, yaitu pendekatan penelitian yang berusaha mendiskripsikan
suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang. 57 Penelitian deskriptif
memusatkan perhatian pada masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian
berlangsung. Oleh karena itu, peneliti dalam memperoleh data dalam penelitian
kualitatif ini perlu untuk terjun langsung ke lapangan untuk dapat melihat secara
langsung dan detail secara fakta di lapangan.

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP H Isriati Semarang yang beralamat di Kel.


Kalipancur, Kec. Ngaliyan, Kota Semarang, Jawa Tengah. Penelitian ini akan dimulai
pada semester ganjil tahun 2021.

3. Sumber Data

Sumber data penelitian adalah subyek darimana data diperoleh. Adapun sumber
data yang diambil penulis dalam penelitian ini adalah sumber data utama yang berupa
55
J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif (jenis, karakteristik, dan keunggulan), (Jakarta: Grasindo,
2013), hlm. 1.
56
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah, (Jakarta:
Prenamedia Grup, 2011), hlm. 34.
57
Juliansyah Noor, “Metodologi penelitian ...”, hlm. 34.

25
kata-kata dan tindakan atau pengamatan, serta sumber data tambahan yang berupa
dokumen-dokumen.

Sumber data dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, waka kesiswaan, waka
kurikulum, guru mata pelajaran non-PAI, siswa dan pihak-pihak yang terkait dengan
proses pembelajaran di SMP H. Isriati Semarang, yang berkaitan dengan pendidikan
karakter religius. Dari beberapa sumber data yang penulis sebutkan diharapkan
nantinya penulis akan menemukan data apakah pendidikan karakter religius sudah
terlaksana dengan baik di sekolah tersebut dan untuk mengumpulkan data-data seperti:
sejarah berdirinya SMP H. Isriati Semarang, keadaan guru dan siswa di sekolah
tersebut, dan keadaan sarana prasarana. Sumber data tersebut nantinya diharapkan
dapat menjawab rumusan masalah pada penelitian ini dan menjadi bahan dalam
menyeleasaikan masalah yang terjadi.

4. Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada proses pendidikan karakter


religius siswa pada mata pelajaran non-PAI. Dalam penelitian ini akan mengkaji
bagaimana proses pendidikan karakter religius siswa pada mata pelajaran non-PAI.

Adapun data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini seperti data tentang
gambaran-gambaran umum di SMP H Isriati Semarang meliputi: Letak geografis, visi,
misi dan tujuan, struktur organisasi, keadaan guru maupun siswa dan karyawan,
kemudian data bagaimana proses pendidikan karakter religius siswa pada mata
pelajaran non-PAI di SMP H Isriat Semarang. Semua data tersebut bisa didapatkan dari
kepala sekolah, guru, dewan guru, dan siswa melalui wawancara, observasi dan
dokumentasi.

5. Teknik Pengumpulan data

Untuk memperoleh data yang menjadi faktor utama dalam penelitian ini, maka
dalam penelitian ini dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan berbagai
metode berikut:

a. Wawancara

Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data dengan cara memberikan


pertanyaan-pertanyaan mengenai hal yang berkaitan dengan penelitian yang
dilakukan dan diajukan secara lisan (pengumpul data bertatap muka dengan

26
responden).58 Wawancara disini tentu saja memerlukan pertanyaan-pertanyaan yang
secara umum tidak terstruktur dan bersifat terbuka yang dirancang untuk
memunculkan pandangan dan opini dari para partisipan. Pertanyaan-pertanyaan
yang ditanyakan adalah pertanyaan yang relevan dengan penelitian yang sedang
berlangsung.

Metode wawancara digunakan untu mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan


proses pendidikan karakter religius siswa. Dengan metode wawancara ini peneliti
berharap dapat memperoleh data yang relevan tentang bagaimana proses pendidikan
karakter religius siswa di SMP H. Isriati, sedangkan yang akan peneliti wawancarai
yaitu: Kepala Sekolah, Waka kesiswaan, Waka Kurikulum, guru mata pelajaran non-
PAI, dan peserta didik.

b. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan


langsung terhadap subjek, dimana mereka sehari-hari berada dan melakukan
aktivitasnya.59 Data yang di observasi dapat berupa gambaran tentang sikap,
kelakuan, perilaku, tindakan, keseluruhan interaksi antara manusia. Data observasi
juga dapat berupa interaksi dalam suatu organisasi atau pengalaman para anggota
dalam organisasi.60 Observasi akan dilakukan ditempat penelitian yaitu di SMP H
Isriati Semarang.

Teknik observasi inu digunakan peneliti dalam memperoleh data yang benar
tentang keadaan sekolah dalam menerapkan pendidikan karakter religius di sekolah.
Observasi yang peneiti lakukan adalah observasi langsung pada saat sebelum jam
pembelajaran dimulai, saat pelaksanaan pembelajaran dan aktifitas yang terjadi di
lingkungan sekolah.

Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipan dan
observasi non partisipan. Pengamatan pastisipan dilakukan peneliti dengan ikut
langsung dalam kegiatan yang dilakukan dalam menanamkan nilai-nilai religius.
Sedangkan pengamatan non partisipan juga dilakukan peneliti dengan mengamati
setelah kegiatan dilaksanakan, kejadian apa yang ada dan apa yang ditimbulkan dari

58
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm. 52.
59
Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2017), hlm.
90.
60
J.R. Raco, “Metode Penelitian ...”, hlm. 112.

27
kegiatan penanaman nilai-nilai religius. Kedua teknik observasi ini digunakan agar
data yang dihasilkan dalam observasi menyeluruh dan baik.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan


mengumpulkan dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,
gambar, maupun elektronik. Dalam melaksanakan metode dokumentasi menyelidiki
benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, asrip, transkip, dokumen,
peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya.61 Teknik
dokumentasi ini yang akan dilakukan oleh penulis untuk mengumpulkan data segala
sesuatu yang berkaitan dengan proses penelitian dalam bentuk, teks catatan, foto,
video, dan rekaman pada objek penelitian yang berlangsung di SMP H Isriati
Semarang agar memudahkan penulis dalam meneliti dan menganalisis dari berbagai
jenis dokumentasi di atas.

Penggunaan metode dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk


memperoleh data tentang sejarah berdirinya SMP H. Isriati Semarang, keadaan guru
dan siswa SMP H. Isriati Semarang, dan keadaan sarana prasarana SMP H. Isriati
Semarang.

6. Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data dalam kategori, menjabarkan ke unit-unit, melakukan sintesa,
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan
membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.62

Menurut pendapat Miles dan Huberman bahwa analisis data kualitatif dilakukan
secara interaktif melalui proses sebagai berikut:

1). Data Reduksi (Data Reduction)

Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya sangat banyak, untuk itu perlu
dicatat secara teliti dan rinci. Oleh karenanya, segera dilakukan analisis data melalui
reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting. Reduksi data dapat dibantu dengan
61
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hlm. 201.
62
Sugiyono, “Metode Penelitian ...”, hlm. 335.

28
peralatan elektronik seperti komputer mini, memberikan kode pada aspek-aspek
tertentu.63

Metode ini akan penulis gunakan untuk mereduksi data tentang bagaimana
guru dalam pendidikan karakter religius. Kemudian data tersebut dianalisis dengan
memilih data yang diperlukan dalam penelitian, sehingga data yang telah direduksi
akan memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana pendidikan karakter
religius siswa yang dilakukan oleh guru non-PAI di SMP H. Isriati Semarang.

2). Penyajian Data (Data Display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.


Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat bagan, hubungan antar
kategori dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam
penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.64

Dalam penelitian ini penulis gunakan untuk menyajikan data atau informasi
yang telah diperoleh dalam bentuk deskriptif tentang pendidikan karakter religius
siswa pada mata pelajaran non-PAI sehingga penulis dan pembaca dapat memahami
dan memperoleh gambaran berdasarkan deskripsi tersebut.

3). Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Penarikan kesimpulan merupakan hasil penelitian yang menjawab fokus


penelitian berdasarkan hasil analisis data.65 Penarikan kesimpulan menjadi sebuah
garis besar mengenai penelitian yang telah dilakukan di lapangan melalui berbagai
proses-proses penelitian. Namun, kesimpulan ini perlu dikaji kembali dengan
berbagai instrumen yang mendukung penelitian.

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan


berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat untuk mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada
tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat penelitian
kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan
merupakan kesimpulan krediebel. Agar kesimpulan tidak kabur dan tidak diragukan,

63
Sugiyono, “Metode Penelitian ...”, hlm. 245.
64
Sugiyono, “Metode Penelitian ...”, hlm. 335.
65
Miles B. Mathew dan Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-
Metode Baru, (Jakarta: UIP, 1992), hlm. 18.

29
maka pada tahap analisis kesimpulan itu harus diverifikasi, dan dengan
bertambahnya data yang diperoleh, kesimpulan bisa lebih baik.66

Dalam penelitian ini penarikan kesimpulan oleh peneliti dilakukan selama


proses penelitian. Setelah data di peroleh di cari makna data yang terkumpul dengan
mencari hubungan, persamaan, dan perbedaan maka dapat di ambil kesimpulan dan
setelah data benar-benar lengkap maka dapat diambi kesimpulan akhir.

H. Kepustakaan

Achmadi. 1992. Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media.
Albar, Mawi Khusni. 2013. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Prudents Media.
Albertus, Doni Koesoema. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman
Global. Jakarta: PT Grasindo.
Arikunto, Suharsimi. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Aris Shoimin, Aris. 2014. Guru Berkarakter untuk Implementasi Pendidikan Karakter.
Yogyakarta: Gava Media.
Faisal, Sanapiah. 2008. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajawali Pers.
Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung:
Alfabeta.
Hasbullah. 2011. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Depok: Rajawali Pers.
Hidayah, Nurul. 2017. “Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Komik Pada Mata
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas IV MI Nurul Hidayah Roworejo
Negerikaton Pesawaran”. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Dasar. Vol. 4, No.
1.
Jalaluddin. 2006. Psikologi Agama, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Mulyasa
E, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
-------. 2001. Teologi Pendidikan. Cet 1. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kamarullah. 2017. “Pendidikan Matematika di Sekolah Kita”. Jurnal Penddikan dan
Pembelajaran Matematika. Vol. 1, No. 1.
Kusuma,Dharma, dkk. 2013. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Labib, Zainul, 2014. (Implementasi Pendidikan Karakter dan Pengaruhnya Terhadap
Perilaku Akademik Siswa Kelas VI SD Negeri Jombang 1 Ciputat). Skripsi. Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah.
Ma’ayisi. 2018. (Pembentukan Karakter Religius Pada Siswa Melalui Kegiatan Boarding
School di SMA Ma’arif NU 1 Ajibarang Kabupaten Banyumas). Skripsi.
Purwokerto: IAIN Purwokerto.
Mahbubi, M. 2012. Pendidikan Karakter: Implementasi Aswaja Sebagai Nilai Pendidikan
Karakter. Yogyakarta: Pustaka Ilmu yogyakarta.
66
Hengki Wijaya, Analisis Data Kualitatif Ilmu Pendidikan Teologi, (Sulawesi Selatan: Sekolah Tinggi
Theologi Jaffray, 2018), hlm. 55.

30
Majib, Abdul dan Dian Andayani. 2005. “Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi:
Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Masyud. 2015. (Pendidikan Karakter di Madrasah Ibtidayah Ma’arif NU 2 Langgongsari
Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas Tahun Pelajaran 2014/2015). Skripsi.
Purwokerto: IAIN Purwpkerto.
Mathew, Miles B. dan Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber
Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: UIP.
Nafis, Muhammad Muntahibun. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras.
Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya
Ilmiah. Jakarta: Prenamedia Grup.
Nurulhaq, Dadan dan Wawan Kurniawan. 2020. Pengembangan Karakter Religius di
Sekolah. Purwokerto: CV Amerta Media.
Omeri, Nopan. 2020. “Pentingnya Pendidikan Karakter Dalam Dunia Pendidikan”. Jurnal
Manajer Pendidikan. Vol. 3, No. 1.
Raco, J.R. 2013. Metode Penelitian Kualitatif (jenis, karakteristik, dan keunggulan).
Jakarta: Grasindo.
Ramly, Masyur, dkk. 2011. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter: Berdasarkan
Pengalaman di Satuan Pendidikan Rintisan.Jakarta: Puskurbuk.
Ratna, Megawangi. 2004. Pendidikan Karakter Solusi Yang Tepat Untuk Membangun
Bangsa. Jakarta: BP. Migas.
Ratnawati, Diana. 2016. “Kontribusi Pendidikan Karakter dan Lingkungan Keluarga
Terhadap Soft Skill Peserta Didik SMK”. Jurnal Tadris: Jurnal Kependidikan dan
Ilmu Tarbiyah. Vol. 1, No. 1.
Rembagy, Musthofa. 2010. Pendidikan Transformatif: Pergulatan Kritis Merumuskan
Pendidikan di Tengah Pusaran Arus Globalisasi. Yogyakarta: Teras.
Rohman, Arif. 2014. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: C.V
Aswaja Pressindo.
Roqib, Moh dan Nurfuadi. 2011. Kepribadian Guru: Upaya Membangun Kepribadian
Guru yang Sehat di Masa Depan. Purwokerto: STAIN Press.
Rosyid, Nur, Dkk. 2001. Pendidikan Karakter Wacana dan Kepengaturan, (Yogyakarta:
Mitra Media, 2013),
Sahlan, Asmaun. 2010. Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah. Malang: UIN-Maliki
Press.
Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2013. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Saputra, Wayan Eka. 2020. “Pendidikan Karakter pada Pembelajaran Daring”. Jurnal
Indonesian Values and Character Education. Vol. 3, No. 1.
Saputri, Rizka. 2013. (Pelaksanaan Pendidikan Karakter Berbasis Pendidikan Agama
Islam di SD Islam Ta’alimul Huda Bumiayu Tahun Pelajaran 2013/2014). Skripsi.
Purwokerto: STAIN Purwokerto.
Satori, Djam’an dan Aan Komariah. 2017. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Alfabeta.

31
Tambak, Syahraini. 2013. Membangun Bangsa Melalui Pendidikan: Gagasan Pemikiran
Dalam Mewujudkan Pendidikan Berkualitas untuk Kemajuan Bangsa Indonesia.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Triyatimini. 2021. “Manajemen Pembelajaran Pendidikan Karakter Pada Mata Pelajaran
Umum di SMAN 1 Murung Kabupaten Murung Raya”. Jurnal Ilmu Pendidikan.
Vol. 08, No. 01.
Wijaya, Hengki. 2018. Analisis Data Kualitatif Ilmu Pendidikan Teologi. Sulawesi
Selatan: Sekolah Tinggi Theologi Jaffray.
Wiyani, Novan Ardy. 2018. Pendidikan Karakter BerbasisTotal Quality Managemen.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

32

Anda mungkin juga menyukai