Anda di halaman 1dari 89

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada hakikatnya adalah memberikan pengaruh, bantuan

atau tuntunan kepada peserta didik agar bisa tercapai kedewasaan secara

rohani dan jasmani. Dengan adanya pendidikan diharapkan dapat

mengembangkan masalah kepribadian anak agar bisa bersikap luhur dan

mulia.

Pendidikan merupakan proses membantu manusia dalam

mengembangkan dirinya dan meningkatkan harkat martabat manusia,

sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi menuju arah yang

lebih baik. Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional menyebutkan:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan


suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.1

Pendidikan Indonesia pada saat ini mengalami kemerosotan. Adapun

penyebabnya karena Indonesia tak jarang menempatkan pendidikan pada

urutan terakhir bidang yang harus diperbaiki, bahkan terkadang tanpa sadar

1
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendididikan Nasional (Cet. 2; Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 2.
1
2

bahwasanya pendidikan merupakan kunci utama dalam upaya

membangkitkan Indonesia yang tengah terpuruk.2

Pemerintah berusaha mengembangkan potensi yang dimiliki oleh

setiap masyarakat (peserta didik) agar dapat menjadi manusia yang baik, taat,

dan unggul. Selain itu, fungsi dan tujuan pendidikan dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional pada bab II Pasal 3 disebutkan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.3

Proses pendidikan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki

peserta didik menjadi manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan

yang baik. Bukan hanya taat dan unggul dalam hal duniawi, tetapi juga dalam

hal ukhrawi, terampil dan bermutu sesuai dengan kebutuhan masyarakat,

bangsa dan negara. Pentingnya pendidikan dilaksanakan dalam rangka

menumbuh kembangkan potensi peserta didik, agar dapat menjadi manusia

yang berdaya guna, menjadi rahmat untuk semesta alam.

Masalah moralitas di kalangan para pelajar kita dewasa ini merupakan

salah satu masalah pendidikan yang harus mendapatkan perhatian semua

2
Kadi Titi dan Robiatul Awwaliayah, “Inovasi Pendidikan Upaya Penyelesaian Problematika
Pendidikan di Indonesia” Islam Nusantara, (online), 1 (2),
https://jurnaljurnalnu.com/index,php/as/artiche, 2017 view (32)
3
Ibid., h. 6.
3

pihak.4 Adapun penyebabnya adalah pengaruh arus globalisasi dan

modernisasi yang tidak terfilter dengan baik, sehingga membawa pengaruh

negatif bagi pelajar juga masyarakat luas.

Sebenarnya faktor-faktor yang menimbulkan gejala-gejala

kemerosotan moral dalam masyarakat modern sangat banyak. Dan yang

terpenting diantaranya adalah kurang tertanamnya jiwa agama dalam tiap-tiap

orang. Dan tidak dilaksanakan agama dalam kehidupan sehari-hari, baik oleh

individu maupun oleh masyarakat.5

Rendahnya perilaku beragama peserta didik disekolah disebabkan

banyaknya budaya asing yang masuk dan berpengaruh buruk bagi

perkembangan perilaku beragama peserta didik.6 Salah satu contoh bentuk

rendahnya perilaku beragama peserta didik yaitu tidak melaksanakan sholat

lima waktu, tidak puasa ketika saatnya puasa Ramadhan, tidak suka

bersedekah, melawan orang tua, membantah guru dan lain sebagainya.

Peranan sekolah dalam pembentukan perilaku terutama perilaku

beragama sangat penting. Perilaku beragama pada dasarnya memang harus

dibiasakan keberadaannya di dalam diri masing masing siswa agar memiliki

dasar keimanan didalam hatinya. Sependapat dengan hal tersebut, Al Ghazali

mengemukakan bahwa perilaku seseorang termasuk perilaku beragama

berasal dari hati. Dengan demikian, perlu usaha aktif dari sekolah untuk

4
Departemen Agama RI, Op.Cit, h. 1
5
Zakiah Darajat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970),
h.65
6
Ali Noer dkk, op.cit., h. 23
4

membentuk kebiasaan (habit) sehingga sifat anak akan terukir sejak dini, agar

dapat mengambil keputusan dengan baik dan bijak serta mempraktikkannya

dalam kehidupan sehari hari.7

Menurut Wahjosumidjo pengembangan meliputi upaya perbaikan,

perluasan, pendalaman dan penyesuaian pendidikan melalui peningkatan

mutu baik penyelenggaraan kegiatan pendidikan maupun peralatannya.8

Dalam kaitannya dengan pengembangan mata pelajaran Pendidikan Agama

Islam, pengembangan ini dilaksanakan dengan tidak mengurangi

kelangsungan penyelenggaraan pendidikan pada sekolah yang bersangkutan,

tetapi menambahkan mata pelajaran lain yang berkaitan erat dan menunjang

mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

Dalam konteks pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah,

kegiatan ekstrakurikuler PAI merupakan kegiatan yang dilakukan di luar jam

pelajaran tatap muka, baik dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah agar

lebih memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan yang telah

dipelajari oleh peserta didik dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

Dengan demikian, kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler PAI yang

diselenggarakan sekolah bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan kurikuler

PAI yang mencakup lima aspek bahan pelajaran, yaitu: al-Qur’an hadis,

Aqidah, Akhlak, Fikih, dan Tarikh dan Kebudayaan Islam. Luasnya bidang

7
Agus Zaenul Fitri, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah, (Yogyakarta :
Ar-ruzz Media, 2012).
8
Wahyosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 205.
5

sasaran ekstrakurikuler PAI dapat melahirkan berbagai program/kegiatan

yang dapat dikembangkan sesuai dengan lima aspek tersebut.

Peraturan Dirjen Pendidikan Islam Depag Nomor Dj.I/12A Tahun

2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama

Islam pada Sekolah menegaskan bahwa ekstrakurikuler PAI adalah upaya

pemantapan, pengayaan dan perbaikan nilai-nilai, norma serta pengembangan

bakat, minat, dan kepribadian peserta didik dalam aspek pengamalan dan

penguasaan kitab suci, keimanan, ketaqwaan, akhlak mulia, ibadah, sejarah,

seni dan kebudayaan, yang dilakukan di luar jam intrakurikuler melalui

bimbingan guru PAI, guru mata pelajaran lain, tenaga pendidikan dan lainnya

yang berkompeten, dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah.9 Pembiasaan

yang baik di sekolah ditambah dengan lingkungan keluarga dan masyarakat

yang baik akan menunjang proses pembentukan karakter bangsa yang baik.

Dalam buku panduan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Subdit

Kesiswaan Direktorat Pendidikan Agama Islam pada Sekolah (Dit. PAIS)

dijabarkan bahwa ada delapan program/kegiatan ekstrakurikuler yang

menjadi garapan pokok subdit kesiswaan yaitu:

a. Program/kegiatan Rohani Islam (Rohis)

b. Program/kegiatan Pekan Ketrampilan dan Seni (Pentas) PAI

c. Program/kegiatan Pesantren Kilat (Sanlat)

d. Program/kegiatan Tuntas Baca Tulis al-Qur’an (TBTQ)

9
Departemen Agama R.I., Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor Dj/12A
Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Ekstrakurikuler Pendidikan Agama Islam pada
Sekolah tanggal 8 Januari 2009.
6

e. Program/kegiatan Pembiasaan Akhlak Mulia

f. Program/kegiatan Peringatan Hari Besar Islam (PHBI)

g. Program/kegiatan Ibadah Ramadhan (Irama)

h. Program/kegiatan Wisata Rohani (Wisroh).10

Pada dasarnya, masih banyak jenis kegiatan ekstrakurikuler

Pendidikan Agama Islam yang bisa dikembangkan oleh pihak sekolah sesuai

dengan situasi dan kondisi sekolah. Secara teknis pengembangan kegiatan

ekstrakurikuler atau kegiatan-kegiatan keagamaan yang ada di sekolah

biasanya dilaksanakan oleh Rohani Islam (ROHIS) atau lembaga sejenis yang

ada di setiap tingkat SLTA atau bahkan di tingkat SLTP.

Rohani Islam (ROHIS) adalah sub organisasi OSIS yang kegiatannya

mendukung intrakurikuler keagamaan, dengan memberikan pendidikan,

pembinaan dan pengembangan potensi peserta didik muslim agar menjadi

insan beriman, bertaqwa kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak

mulia dengan mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-

hari.11

Program/kegiatan ROHIS merupakan wadah dari berbagai kegiatan

keagamaan di sekolah diantaranya: Tes Baca Tulis al-Qur’an bagi peserta

didik baru, Baca Tulis al-Qur’an, Latihan Da’wah/Muhadlarah, Pesantren

Kilat (sanlat), Tadabbur dan Tafakkur Alam, Peringatan Hari Besar Islam

10
Departemen Agama R. I., Panduan Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam (Jakarta: Depag, R.I., 2008), h. 23.
11
Lihat Departemen Agama R.I., Panduan Kegiatan Rohis Tingkat SLTA (SMA/SMK)
(Jakarta: Depag R.I., 2008), h. 4.
7

(PHBI), Majalah/Buletin Keagamaan, Menerima dan mendistribusikan zakat

serta hewan qurban, dan lain-lain.12

Program-program ROHIS merupakan pengembangan dari berbagai

bentuk kegiatan ekstrakurikuler sebagaimana panduan yang penulis

kemukakan di atas dan disesuaikan dengan kondisi setempat.

ROHIS mempunyai peran yang penting dalam kegiatan

pengembangan dan bimbingan keagamaan yang dapat meningkatkan

kompetensi Agama Islam dan kualitas keimanan dan ketaqwaan siswa agar

bisa diamalkan dalam kehidupan pribadinya, baik di sekolah, rumah atau

keluarga, maupun di masyarakat sekitar.

SMA Negeri 4 merupakan salah satu sekolah unggulan yang berada di

Kota Jayapura yang banyak diminati oleh masyarakat baik didalam kota

maupun diluar kota. SMA Negeri 4 Jayapura berdiri secara resmi pada tanggal

29 Januari 1998, beralamat di Jalan Raya Abepura-Entrop Jayapura. Gedung

SMA Negeri 4 Jayapura pertama kali dibangun pada tahun 1997 di kawasan

Entrop atau lebih dikenal dengan sebutan dekat perumahan pajak entrop.

SMA Negeri 4 Jayapura mulai menjalani aktivitas, diawali dengan

penerimaan siswa baru pada tahun 1997/1998.

Karena banyaknya peminat yang ingin masuk ke dalam sekolah ini,

sehingga mendorong pengelola sekolah berupaya semaksimal mungkin untuk

mempertahankan keunggulannya tidak hanya dalam bidang pendidikan

12
Lihat Departemen Agama R.I., Panduan Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam, op. cit., h. 26.
8

umum namun juga dalam bidang keagamaan. Seperti yang disebutkan dalam

visi, misi dan tujuan dari SMA Negeri 4 Kota Jayapura berikut:

1. Visi SMA Negeri 4 Kota Jayapura: Unggul Dalam Mutu, Beriman,

Menguasai Iptek dan Menghasilkan Lulusan Yang Berakhlak Mulia,

Mandiri Dan Peduli Lingkungan.

2. Adapun Misi SMA Negeri 4 Kota Jayapura:

a) Mewujudkan peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada

tuhan yang maha esa;

b) Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif kepada

warga sekolah;

c) Meningkatkan proses pembelajaran yang aktif, komunikatif,

kreatif, inovatif, kolaboratif, berpikir kritis dan menyenangkan;

d) Meningkatkan dan mengembangkan budaya literasi;

e) Meningkatkan potensi dan bakat peserta didik yang mandiri;

f) Meningkatkan keterampilan di bidang teknologi informasi dan

bahasa asing;

g) Peduli dan berwawasan lingkungan.

3. Berdasarkan pada visi dan misi sekolah, maka tujuan yang ingin dicapai

sebagai berikut :

a) Terbentuknya peserta didik yang memiliki ketaqwaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa dan memperoleh pelayanan dalam proses

belajar mengajar yang aktif kreatif dan menyenangkan;


9

b) Meningkatnya peserta didik yang mampu mengukir prestasi

akademik yang tinggi, memiliki pengetahuan yang memadai untuk

dapat melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi, dan

meningkatnya lulusan yang diterima di perguruan tinggi Negeri;

c) Meningkatnya prestasi non akademik peserta didik melalui

aktifitas seni musik, paduan suara, teater, drama, tari tradisional

maupun modern, olah raga, bela diri, keagamaan dan organisasi

yang lainnya;

d) Dapat mengantarkan siswa menjadi juara lomba Karya Ilmiah

Remaja tingkat Nasional;

e) Memiliki tim lomba Bahasa Inggris yang menjadi juara di tingkat

Nasional;

f) Terbentuknya peserta didik yang memiliki budaya dan prilaku

hidup bersih, sehat dan peduli lingkungan hidup;

g) Meningkatnya peserta didik yang memiliki wawasan yang luas

dalam segala bidang, melalui Teknologi Informasi dan

Komunikasi, serta memiliki kompotensi dalam bahasa asing;

h) Tim Olah Raga (O2SN) dapat meraih prestasi tingkat Propinsi dan

Nasional;

i) Rasa kedisiplinan, ketaqwaan dan kepedulian siswa dan tenaga

Pendidik, Kependidikan SMA Negeri 4 Jayapura cukup tinggi

menjadi 95%, sehingga diharapkan lulusannya dapat bersaing di

dunia kerja.
10

Dalam mewujudkan visi, misi dan tujuan sekolah di SMA Negeri 4

Kota Jayapura tentunya terdapat beberapa kendala khususnya dalam

keagamaan. Berdasarkan observasi awal peneliti disekolah, peneliti

menemukan adanya peserta didik yang tidak bisa membaca Al-Qur’an di usia

yang sudah remaja, tidak melaksanakan shalat dzuhur ketika berada di

sekolah serta masih ada peserta didik yang tidak menegur sapa ketika

berpapasan dengan teman dan guru sementara sekolah telah menyiapkan

fasilitas dan juga program dalam membentuk sikap keberagamaan.

Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian

guna mengetahui seberapa besar dampak dari kegiatan Rohani Islam dalam

membentuk sikap peserta didik sehingga peneliti mengambil judul “Dampak

Kegiatan Rohani Islam (ROHIS) di SMA Negeri 4 Kota Jayapura-Papua”.

B. Fokus Penelitian dan Diskripsi Fokus

Fokus Penelitian ini adalah pada bentuk kegiatan rohani islam,

dampak kegiatan rohani islam serta faktor pendukung dan penghambat

kegiatan rohani islam di lingkungan SMA Negeri 4 Kota Jayapura – Papua.

Adapun deskripsi fokus sebagai berikut:

Tabel 1.1
Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus
No. Fokus penelitian Deskripsi fokus

1. Bentuk kegiatan rohani islam :


- Penyambutan Siswa Baru
- penyuluhan problem remaja
- studi dasar Islam
- perlombaan
- majalah dinding
- kursus membaca Al-Qur’an
- Mabit
11

- Diskusi atau Bedah Buku


- pelatihan/daurah
- penugasan
2. Dampak Kegiatan Rohani Islam (ROHIS)
a. Pengetahuan
b. Pengamalan
c. Pembiasaan
3. Faktor pendukung dan Penghambat
Dampak
internalisasi sikap keberagamaan
Kegiatan a. Faktor pendukung internal dan
1. Rohani Islam eksternal
(Rohis) di SMA 1) Faktor pendukung internal :
Negeri 4 Kota - kebutuhan terhadap agama
Jayapura-Papua - dorongan dalam diri untuk
taat kepada Allah
2) Faktor pendukung eksternal :
- lingkungan keluarga
- lingkungan sekolah
b. Faktor penghambat internal dan
eksternal
1) faktor penghambat internal :
- tempramen
- gangguan jiwa
- konflik dan keraguan
- jauh dari Tuhan
2) faktor penghambat eksternal :
- lingkungan keluarga
- lingkungan sekolah
- lingkungan masyarakat

C. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Apa saja bentuk kegiatan Rohani Islam (ROHIS) di SMA Negeri 4

Kota Jayapura – Papua ?

2. Bagaimana dampak kegiatan Rohani Islam (ROHIS) di SMA Negeri

4 Kota Jayapura – Papua ?

3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat kegiatan Rohani Islam


12

(ROHIS) di SMA negeri 4 Kota Jayapura – Papua ?

D. Definisi Operasioanal Dan Ruang Lingkup Penelitian

Tesis ini berjudul” Dampak Kegiatan Rohani Islam (ROHIS) di SMA

Negeri 4 kota Jayapura”. Dan untuk menghindari kerancuan, maka penulis

memberikan pengertian dari judul tersebut.

1. Dampak secara sederhana bisa diartikan sebagai pengaruh atau akibat.

Dalam setiap keputusan yang diambil oleh seorang atasan biasanya

mempunyai dampak tersendiri, baik itu dampak positif maupun

dampak negatif. Dampak juga bisa merupakan proses lanjutan dari

sebuah pelaksanaan pengawasan internal.

2. Rohis adalah sebuah kegiatan didalam suatu organisasi atau sekolah

untuk memperdalam dan memperkuat ajaran Agama Islam.

3. Siswa atau peserta didik yaitu anggota yang berusaha mengembangkan

potensi diri dalam proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan latihan, proses, perubahan, cara mendidik.13 Menurut

Ahmad D. Marimba, Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh

sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik

menuju terbentunya manusia yang sempurna.14

13
Darmiatun Daryanto S, Implementasi pendidikan karakter disekolah, (Yogyakarta, Gava
Media, C 1,2013), h. 17.
14
Ibid., h. 18
13

E. Kajian Pustaka

Adapun penelitian yang mirip dengan judul ini sebelumnya:

Pertama penelitian yang dilakukan oleh Dewi dalam tesisnya “Peran

program ekstrakulikuler rohani Islam (Rohis) dalam pembentukan akhlak

siswa di sekolah menengah kejuruan(SMK) Negeri 1 Lubuk Lingau

“program pascasarjana UNRAM (Universitas Mataram), Mataram tahun

2011, penelitian ini menggunakan penelitian lapangan, berkesimpulan

bahwa kegiatan ekstrakulikuler Rohis dapat membentuk Akhlak yang baik,

sikap, dan perbuatan yang berhubungan kepada masyarakat dan keluarga

serta lingkungan sekolaah. Akhlak ini meliputi sikap dan perbuatan yang

berhubungan dengan Tuhan yaitu keyakinan atau keimanan, ketakwaan,

berdoa, beribadah, berserah diri. Sikap dan perbuatan yang berhubungan

dengan diri sendiri meliputi sabar, pemaaf, rendah hati, jujur dan berani.

Sikap dan perbuatan yang berhubungan dengan keluarga yaitu meliputi

menghormati orang tua, sayang terhadap saudara dan menjaga

keharmonisan. Sikap dan perbuatan yang berhubungan dengan masyarakat,

yaitu meliputi menjaga persaudaraan, tolong menolong, adil, dermawan, dan

sikap serta perbuatan terhadap alam yaitu memperhatikan alam sekitar,

memanfaatkan dan menjaga alam.15

15
Dewi ,“Peran program ekstrakulikuler rohani Islam (Rohis) dalam pembentukan akhlak
siswa di sekolah menengah kejuruan(SMK) Negeri 1 Lubuk Lingau “,( Tesis, UNRAM 2011), h.
157.
14

Kedua penelitian yang dilakukan oleh Hasrudin Dute dalam tesisnya

Peranan Pendidikan Agama Islam (Rohis) dalam Meningkatkan Toleransi

Beragama Siswa di SMA Negeri 4 Jayapura Provinsi Papua Program

Pascasarjana UIN Alauddin Makassar, Makasar 2012, penelitian ini

menggunakan penelitian lapangan, berkesimpulan bahwa memadukan

sistem pembelajaran materi PAI dan Rohis dengan materi pelajaran lainnya

yang mengajarkan toleransi beragama. Penambahan kegiatan ekstrakurikuler

yang mendukung kegiatan Pendidikan Agama Islam. Kepada stakeholder di

sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru mata pelajaran, dan Ka.

TU), lebih mementingkan kepentingan bersama dengan meningkatkan sikap

toleran yang telah ada. Pendidikan sikap toleransi beragama dapat

diimplementasikan dalam beragam dimensi, tidak hanya melalui pendidikan

formal, tetapi juga dapat diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat

maupun keluarga.16

Ketiga penelitian yang dilakukan oleh Aiu Rofiq dalam tesisnya

Pengaruh Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan terhadap Karakter Siswa

di SMA N 1 Sumpiuh Kabupaten Banyumas. program sarjana IAIN

PURWOKERTO, Purwokerto 2018, penelitian ini menggunakan penelitian

kuantitatif, berkesimpulan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan

kegiatan ekstrakurikuler keagamaan terhadap karakter siswa di SMA N 1

16
Hasrudin Dute, Peranan Pendidikan Agama Islam(Rohis) dalam Meningkatkan Toleransi
Beragama Siswa di SMA Negeri 4 Jayapura Provinsi Papua, (Tesis UIN Alauddin, Makasar 2012),
h. 180.
15

Sumpiuh Kabupaten Banyumas yaitu 31%. Hal ini ditunjukkan dengan nilai

r sebesar 0,557, r square sebesar 0,310, harga thitung sebesar 6,289 lebih besar

dari ttabel sebesar 1,987 pada taraf signifikansi 5%. Pengaruh tersebut

ditentukan dengan persamaan garis regresi sederhana diperoleh nilai sebesar

Y=29,989+0,563X.

Keempat penelitian yang dilakukan oleh Afdiah Fidiyanti dalam

tesisnya “Peran Sie Kerohanian Islam (rohis) Dalam Upaya Meningkatkan

Perilaku Keberagamaan Siswa SMA Negeri 1 Sidoarjo” penelitian ini

membahas upaya peningkatan perilaku keberagamaan siswa dan faktor-

faktor yang mendukung dan menghambat kegiatan sie kerohanian Islam dan

bagaimana solusinya di sekolah menengah atas (SMA) Negeri 1 Sidoarjo.

Problematika yang ditemukan adalah kurangnya motivasi dalam

melaksanakan ibadah seperti shalat dhuha, dzuhur, mengucapkan salam jika

masuk kelas, bertemu dengan guru dan menghormati guru, menghargai

teman dan tolong-menolong. Hal ini dapat ditanggulangi jika sekolah

memperhatikan dan memberikan dukungan untuk terselenggaranya kegiatan

kerohanian Islam di sekolah, karena kegiatan tersebut mempunyai peranan

yang berpengaruh dalam pembinaan peserta didik dalam perilaku

keberagamaan.17

17
Afdiah Fidiyanti, Peran Sie Kerohanian Islam Dalam Upaya Meningkatkan Perilaku
Keberagamaan Siswa di SMA N.1 Sidoarjo, (Tesis UIN Maulana malik Ibrahim, Malang, 2009), h.
12.
16

Kelima penelitaian yang dilakukan oleh Ririn Astuti dalam tesisnya

“Peran Organisasi Kerohanian Dalam Membentuk Perilaku Keberagamaan

Siswa di SMA Negeri 1 Godean Sleman Yogjakarta” peneliti ini membahas

hasil yang dicapai dari pelaksanaan rohis dalam membentuk perilaku

keagamaan siswa di SMA Negeri 1 Godean Sleman Yogjakarta. Hasil

penelitian yang ditemukan adalah meningkatnya pengetahuan keagamaan

siswa, adanya peningkatan perubahan perilaku keagamaan yang dialami oleh

siswa di SMA negeri 1 Godean setelah diadakannya kegiatan-kegiatan

keagamaan di sekolah.18

Keenam penelusuran buku Asmaun Sahlan memberikan tawaran

alternatif bagaimana problematika Pendidikan Agama Islam yang dilakukan

sekolah selama ini dapat dicarikan solusinya yaitu dengan mewujudkan

budaya relegius di sekolah. Hal ini berkaitan dengan penelitian yang ada di

SMA Negeri 4 Kota Jaypura untuk memecahkan masalah yang dihadapi

siswa khususnya untuk meningkatkan sikap keberagamaan siswa.19

Dari beberapa hasil penelitian yang di diskripsikan diatas, tentunya

cukup banyak tulisan ilmiah yang senada dengan tema rohani Islam sehingga

dapat saling melengkapi satu sama lain, akan tetapi penulis belum

menemukan secara khusus yang meneliti tentang dampak kegiatan

18
Ririn Astuti, Peran Organisasi Kerohanian Islam Dalam Membentuk Perilaku Keagamaan
Siswa di SMA Negeri 1 Godean Sleman Yogjakarta, (Tesis, UIN Sunan Kalijaga, Yogjakarta, 2010),
h.15.
19
Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah ( Upaya Pengembangan PAI dari
Teori Ke Aksi).(Malang:UIN Maliki Press,2010), h. 20.
17

ekstrakurikuler terhadap sikap keberagamaan siswa di SMA Negeri 4 Kota

Jayapura – Papua. Dengan demikian penelitian ini sangat penting untuk

dilakukan mengingat fokus penelitian ini untuk mengetahui bentuk kegiatan

ekstrakurikuler yang dapat dilaksanakan, bagaimana sikap keberagamaan

siswa melalui kegiatan ekstrakulikuler rohanian Islam serta faktor pendukung

dan penghambat internalisasi sikap keberagamaan siswa.

F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian:

a. Untuk mengetahui bentuk kegiatan Rohani Islam (ROHIS) di

SMA Negeri 4 Kota Jayapura – Papua.

b. Untuk mendeskripsikan bagaimana dampak kegiatan Rohani

Islam (ROHIS) di SMA Negeri 4 Kota Jayapura – Papua.

c. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat Rohani

Islam (ROHIS) di SMA Negeri 4 Kota Jayapura – Papua.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritik dapat memberikan sumbangan pemikiran dan

literatur tentang dampak kegiatan rohani islam di lingkungan

sekolah.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi sekolah sebagai masukan yang konstruktif bagi

pengembangan kegiatan dalam membentuk sikap

keberagamaan siswa dan menambah khazanah ilmiah

tentang keadaan keberagamaan siswa sehingga dapat


18

merencanakan dan melaksanakan kegiatan keagamaan

yang bersifat pembinaan.

2) Bagi guru dan pembina Rhis, dapat memudahkan untuk

mengetahui tingkat keberhasilan dari kegiatan rohani islam

terhadap peserta didik.

3) Bagi masyarakat umum, sebagai salah satu wawasan akan

pentingnya rohani islam.

G. Kerangka Teori

Kerangka teoritis adalah rumusan yang dibuat berdasarkan proses

berfikir deduktif dalam rangka menghasilkan konsep-konsep dan proposisi

baru yang memudahkan seorang peneliti merumuskan hipotesis

penelitiannya.20 Dalam proses penelitian setelah menentukan judul, dan

merumuskan masalah selanjutnya adalah menyusun kerangka teori yang

berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. penelitian ini mengemukakan

beberapa teori berdasar pendapat para ahli yaitu teori rohani islam

Menurut Koesmarwanti dan Nugroho Widiyantoro, kata “Kerohanian

Islam” ini sering disebut dengan istilah “Kerohanian Islam” yang berarti

sebagai suatu wadah besar yang dimiliki oleh siswa untuk menjalankan

aktivitas dakwah di sekolah.21

Untuk lebih jelasnya kerangka teori dalam penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut:

20
IAIN Fattahul muluk Papua, Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah Makalah dan Tesis,
(Jayapura :, 2020), h.17
21
Koesmarwanti, Nugroho Widiyantoro, Dakwah Sekolah di Era Baru, (Solo: Era Inter
Media, 2000), h. 124.
19

Gambar 1.2

Kerangka Teori Penelitian

- UU RI Nomor 20
Bentuk Kegiatan Rohani Tahun 2003 tentang
Islam Sistem Pendidikan
Nasional BAB I Pasal
1 Ayat 1
- Al-Qur’an & Hadits
Dampak Kegiatan Rohani - Peraturan Dirjen
Islam Pendidikan Islam No:
Dj.I.12A Tahun 2009

Pengetahuan Pengalaman Pembiasaan

Faktor Pendukung
dan Penghambat
Kegiatan Rohani
Islam
20

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Dampak

Pengertian dampak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif.

Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang

ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh

adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab

akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi.22

Dampak secara sederhana bisa diartikan sebagai pengaruh atau akibat.

Dampak adalah keinginan untuk membujuk, meyakinkan, mempengaruhi

atau memberi kesan kepada orang lain, dengan tujuan agar mereka megikuti

atau mendukung keinginannya. Dampak juga bisa merupakan proses lanjutan

dari sebuah pelaksanaan pengawasan internal.

B. Pengertian Rohani Islam

Kata rohani Islam, terdiri dari kata rohani dan Islam. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata rohani berasal dari kata roh berarti

sesuatu unsur yang ada dalam jasad yang diciptakan Tuhan sebagai penyebab

adanya kehidupan, jika sudah berpisah dari badan maka berakhirlah

kehidupan seseorang.23 Sedangkan kata Islam berarti agama yang diajarkan

22
Suharno dan Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Semarang: Widya Karya, h.
243.
23
Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., h. 1179.

20
21

oleh Nabi Muhammad SAW berpedoman kepada kitab suci Al-Qur’an yang

diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah SWT.24

Istilah Rohis menurut Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Rohani

Islam (ROHIS) yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Agama Islam

pada sekolah Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementerian Agama RI

tahun 2010 adalah bagian organisasi dari organisasi siswa intrasekolah yang

kegiatannya mendukung intrakurikuler keagamaan, dengan memberikan

pendidikan, pembinaan, dan pengembangan potensi peserta didik muslim

agar menjadi insan beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan

berakhlak mulia dengan mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan

sehari-hari.25

Sedangkan menurut Koesmarwanti dan Nugroho Widiyantoro, kata

“kerohanian Islam” ini sering disebut dengan istilah “Rohis” yang berarti

sebagai suatu wadah besar yang dimiliki oleh siswa untuk menjalankan

aktivitas dakwah di sekolah.26

Adapun yang dimaksud kegiatan ekstrakurikuler keagamaan atau

rohis adalah berbagai kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka memberi

jalan bagi peserta didik untuk mengamalkan ajaran agama yang diperolehnya

melalui kegiatan belajar di luar sekolah, serta untuk mendorong pembentukan

pribadi mereka sesuai dengan nilai-nilai agama. Dengan perkataan lain, tujuan

dasarnya adalah untuk membentuk manusia terpelajar dan bertakwa kepada

24
Ibid., h. 549.
25
Badrudin, op.cit., h. 163-164.
26
Koesmarwati, Nugroho Widiyantoro, Dakwah Sekolah di Era Baru, Solo: Era Inter Media,
2000, hal, 124.
22

Allah Swt. Jadi selain menjadi manusia yang berilmu pengetahuan, peserta

didik juga menjadi manusia yang mampu menjalankan perintah-perintah

agama dan menjauhi segala laranganNya.27

C. Bentuk Kegiatan Rohani Islam

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia mengungkapkan bahwa

kegiatan berarti aktivitas, kegairahan, usaha, pekerjaan atau kekuatan dan

ketangkasan (dalam berusaha).28 Kegiatan rohis adalah suatu aktivitas yang

mengenalkan Islam secara mendalam kepada siswa, sehingga kegiatan

tersebut mampu bermanfaat dan menjadikan remaja sebagai trendcenter

Islam ditengah bergejolaknya dunia remaja.

Peran Rohis yang melibatkan seluruh peserta didik muslim di sekolah

itu akan lebih terasa ketika seluruh warga sekolah (Pimpinan, Guru dan

Karyawan) dapat berinteraksi atau melakukan hubungan timbal balik yang

baik dengan unsur Rohis, sebagai ikhtiar bersama dengan tetap menampilkan

akhlak mulia sesuai ajaran Islam. Penerapan akhlak mulia inilah yang

nantinya diharapkan menjadi school culture dan membentuk karakter budaya

bangsa.

Manajemen dan pelaksanaan Rohis perlu melibatkan Kepala Sekolah,

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, Pembina OSIS, Pembina Rohis,

atau guru yang beragama Islam, termasuk peserta didik. Demikian juga unsur

masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan (Islam) atau

27
Departemen Agama Republik Indonesi, Panduan Kegiatan Ekstakulikuler Pendidikan
Agama Islam, (Jakarta: DepagRI, 2005), h. 9.
28
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1989), h. 276.
23

Ormas/Lembaga Islam, misalnya Alumni Rohis sekolah yang bersangkutan,

Masjid atau Musholla terdekat, bahkan LSM yang sudah memiliki citra bagus

di mata masyarakat.29 Untuk yang terakhir ini membutuhkan seleksi yang

ketat, sebagai ikhtiar menghindari adanya muatan yang menyimpang dari

mainstream ajaran Islam.

Kegiatan kegiatan sie Kerohanian Islam berbeda tiap sekolah

disesuaikan dengan misinya. Menurut Koesmarwanti, dkk, kegiatan dakwah

sekolah dibagi menjadi dua macam, yakni bersifat ammah (umum) dan

bersifat khashah (khusus).

a. Dakwah ammah (umum)

Dakwah ammah adalah dakwah yang dilakukan dengan cara

yang umum. Dakwah ammah dalam sekolah adalah proses penyebaran

fitrah Islamiyah dalam rangka menarik simpati, dan meraih dukungan

dari lingkungan sekolah. Karena sifatnya demikian, dakwah ini harus

dibuat dalam bentuk yang menarik, sehingga memunculkan objek

untuk mengikutinya.30

Dakwah Ammah (umum) meliputi :

a. Penyambutan Siswa Baru

Program ini khusus diadakan untuk menyambut adik-adik yang

menjadi siswa baru, target program ini adalah mengenalkan siswa baru

29
Departemen Agama R.I., Panduan Kegiatan Rohis Tingkat SLTA (SMA/SMK), op.cit.,
h.6
30
Koesmarwanti, Nugroho Widiyantoro, Dakwah Sekolah di Era Baru, (Solo: Era Inter
Media, 2000), h. 139-140.
24

dengan berbagai kegiatan dakwah sekolah, para pengurus dan

alumninya.

b. Penyuluhan Problem Remaja

Program penyuluhan problematika remaja seperti narkoba,

tawuran, dan seks bebas. Program seperti ini juga menarik dengan

kehidupan merekadan dapat memenuhi rasa ingin tahu mereka secara

pasif.

c. Studi Dasar Islam

Studi dasar Islam adalah program kajian dasar islam yang

materinya antara lain tentang akidah, makna syahadatain, mengenal

Allah, mengenal Rasul, mengenal Islam, dan mengenal al-quran,

peranan pemudah dalam mengemban risalah, ukhuwah urgensi

tarbiyah Islamiyah dan sebagiannya.

d. Perlombaan

Program perlombaan yang biasanya di ikutkan dalam program

utama PHBI merupakan wahana menjaring bakat dan minat para siswa

dibidang keagamaan, ajang perkenalan (ta’aruf) silaturahmi antar kelas

yang berbeda dan syiar Islam

e. Majalah Meding

Majalah meding memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai

wahana informasi keislaman dan pusat informasi kegiatan Islam baik

internal sekolah maupun eksternal.


25

f. Kursus Membaca Al-Qur’an

Program ini dapat dilaksanakan melalui kerjasama dengan

pihak guru agama Islam di sekolah, sehingga mereka turut mendukung

dan menjadikannya sebagai bagian dari penilaian pelajaran agama

Islam.

b. Dakwah Khashah (khusus)

Dakwah khashah adalah proses pembinaan dalam rangka

pembentukan kader-kader dakwah dilingkungan sekolah. Dakwah

khashah bersifat selektif dan terbatasdan lebih berorientasi pada proses

pengkaderan dan pembentukan kepribadian, objek dakwah ini

memiliki karakter yang khashah, harus diperoleh melaluiproses

pemilihan dan penyeleksian. Dakwah khashah meliputi :

a. Mabit

Mabit yaitu bermalam bersama, diawali dari magrib atau isya’

dan diakhiri dengan shalat subuh.

b. Diskusi atau bedah buku (mujadalah)

Diskusi atau bedah buku ini merupakan kegiatan yang

bernuansa pemikiran (fikriyah) dan wawasan (tsaqaafiyah). Kegiatan

ini bertujuan untuk mempertajam pemahaman, memperluas wawasan

serta meluruskan pemahaman peserta tarbiyah.


26

c. Pelatihan (daurah)

Daurah/pelatihan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan

untuk memberikan pelatihan kepada siswa, misalnya daurah al-qur’an

bertujuan untuk membenarkan bacaan al-qur’an dan sebagiannya.

d. Penugasan

Penugasan yaitu suatu bentuk tugas mandiri yang diberikan

oleh peserta halaqoh, penugasan tersebut dapat berupa hafalan al-

qur’an, hadis atau penugasan dakwah.31

Selain itu, metode dakwah pada pembinaan rohani Islam adalah suatu

cara yang dipakai dalam menyampaikan ajaran materi dakwah islam,

sebagaimana Firman Allah dalam QS. An-Nahl/16: 125 :

Terjemahannya:

Seruhlah jalan Tuhan-mu dengan jalan hikmah dan pelajaran yang


baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-Nya dari jalan-Nya dan Dialah dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.32

31
Ibid, h. 159-161.
32
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya , (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka
Indonesia), h. 383.
27

Dari ayat ini, menurut M. Munir tetode dakwah ada tiga yaitu :

a) Bi al-hikmah yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan

kondisi sasaran dengan menitik beratkan pada kemampuan mereka,

sehingga di dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam selanjutnya, mereka

tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan.

b) Mau’izatul Hasanah yaitu berdakwah dengan memberikan nasehat-

nasehat atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih

sayang, sehingga nasehat dan ajaran Islam yang disampaikan dapat

menyentuh hati mereka.

c) Wajadilhum billati hiyya ahsan, yaitu berdakwah dengan cara bertukar

fikiran dan membantah dengan cara yang sebaik-baiknya dengan tidak

memberikan tekanan-tekanan yang memberatkan pada komunitas yang

menjadi sasaran dakwah.33

D. Dampak Kegiatan Rohani Islam

1. Pengetahuan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata

pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan

hal (mata pelajaran). Arti lainnya dari pengetahuan adalah segala

sesuatu yang diketahui.

Pengetahuan rohani islam adalah segala sesuatu pemahaman

yang diketahui yang berkenaan dengan pembelajaran agama islam,

33
M. Munir, Wahyu Ilahi, Managemen Dakwah, (Jakarta: Pranada Media, 2006), h. 33-34.
28

baik dalam hal baca tulis al-qur’an, sejarah kebudayaan islam, akidah

islam dan fiqihnya.

2. Pengamalan

Pengamalan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

proses, cara, perbuatan menunaikan (kewajiban, tugas). Pengamalan

merupakan perbuatan seseorang dalam menunaikan kewajiban dan

tugas sebagaimana mestinya yang telah dipelajari.

Pengamalan dari kegiatan rohani islam ialah kegiatan

mengamalkan atau menunaikan semua kewajiban yang ada di dalam

ajaran islam sesuai dengan perintahNya.

3. Pembiasaan

Secara etimologi, pembiasaan berasal dari kata “biasa”. Dalam

kamus besar Bahasa Indonesia, “biasa” berarti 1) Lazim atau umum,

2) Seperti sedia kala, 3) Sudah merupakan hal yang tidak terpisahkan

dari kehidupan sehari-hari. Dengan adanya prefiks “pe” dan sufiks

“an” menunjukkan arti proses. Sehingga pembiasaan dapat diartikan

dengan proses membuat sesuatu/seseorang menjadi terbiasa. Dalam

kaitannya dengan metode pengajaran pendidikan agama Islam, dapat

dikatakan bahwa pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan

untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap, bertindak sesuai

dengan tuntunan ajaran Islam.

Menurut istilah pembiasaan adalah kegiatan intervensi yang

difokuskan kepada pengasuh melalui partisipasi aktif, dengan


29

partisipasi tersebut akan mendukung berlangsungnya kegiatan anak

untuk mendapatkan pengalaman hingga melakukannya dengan

sendiri.

Sedangkan menurut Rebber, yang di kutip oleh Tohirin dalam

buku Psikologi Pembelajaran PAI pembiasaan/operant adalah

sejumlah perilaku atau respons yang membawa efek yang sama

terhadap lingkungan yang dekat.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembiasaan

adalah perilaku yang direncanakan untuk mempengaruhi objek, yang

dilakukan oleh seseorang secara sengaja dan berulang-ulang sehingga

menjadi suatu kebiasaan bagi objek yang dipengaruhi.

Hendaknya setiap pendidik menyadari bahwa dalam pembinaan

pribadi anak sangat dperlukan pembiasaan-pembiasaan dan latihan-

latihan yang cocok dan sesuai dengan perkembangan jiwanya. Karena

pembiasaan dan latihan tersebut akan membentuk sikap tertentu pada

anak, yang lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat,

akhirnya tidak tergoyahkan lagi, karena telah masuk menjadi bagian

dari pribadinya.

Pembiasaan dalam pendidikan agama hendaknya dimulai

sedini mungkin. Sebagaimana perintah Rasulullah SAW kepada orang

tua, dalam hal ini para pendidik agar mereka menyuruh anak-anak

mengerjakan sholat, tatkala mereka berumur tujuh tahun. Hal tersebut

berdasarkan hadits di bawah ini:


30

Artinya:

Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari datuknya berkata


:Rasulullah SAW, bersabda : “ Suruhlah anak-anak kecil
kamumelakukan sembahyang pada ( usia ) tujuh tahun, dan
pukullahmereka ( bila lalai ) atasnya pada ( usia ) sepuluh
tahun, danpisahkanlah mereka di tempat-tempat tidur ”.( H.R.
Ahmad dan AbuDaud ),( Muhammad Hamidy, dkk., 1978 :
282 ).34

Hadis di atas menggambarkan metode pembelajaran

Rasulullah Saw dalam menerapkan metode pembiasaan.

Membiasakan anak shalat, lebih-lebih dilakukan secara berjamaah itu

penting. Sebab dalam kehidupan sehari-hari pembiasaan itu

merupakan hal yang sangat penting, karena banyak dijumpai orang

berbuat dan bertingkah laku hanya karena kebiasaan semata-mata.

Tanpa itu hidup seseorang akan berjalan lambat sekali, sebab sebelum

melakukan sesuatu seseorang harus memikirkan terlebih dahulu apa

yang akan dilakukan. Mendidik anak dengan metode pembiasaan juga

didasarkan pada hadis nabi Muhammad saw, yang berbunyi:

34
Muhammad Hamidy, dkk., 1978 : 282 (H.R Ahmad dan Abu Daud)
31

Artinya:

Aku bertanya kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, apakah


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhususkan hari-
hari tertentu dalam beramal?” Dia menjawab, “Tidak. Beliau
selalu beramal terus-menerus tanpa putus. Siapakah dari kalian
yang akan mampu sebagaimana yang mampu dikerjakan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” (HR. Bukhari no.
1987 dan Muslim no. 741).35

Merujuk pada hadits tersebut, maka jelas bahwa dalam

mendidik melalui metode pembiasaan positif sangat tepat digunakan.

Zakiah Darajat berpendapat: “ Orang tua adalah Pembina pribadi yang

utama dalam hidup anak, kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup

mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak berlangsung

dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang

tumbuh. Ketika mencermati pendapat tersebut, maka pendidikan anak

dengan metode pembiasaan positif sangatlah tepat karena pada masa

ini anak sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat baik

perkembangan fisik maupun psikisnya. Pada saat ini anak masih

mudah dipengaruhi dan diajak untuk membiasakan diri pada hal-hal

yang baik. Sehingga kebiasaan-kebiasaan yang telah ditanamkan sejak

dini sangat melekat pada dirinya dan dibawa sepanjang hidupnya.

35
HR. Bukhari no. 1987 dan Muslim no. 741
32

E. Psikologi Perkembangan Jiwa Remaja

1. Pengertian Remaja

Tahapan perkembangan remaja menurut Mapiarre (dalam Moh

Ali: 2012) berlangsung antara antara umur 12 tahun sampai 22 tahun

yaitu umur 12 tahun sampai 21tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai

22 bagi pria. Rentang usia remaja ini dibagi menjadi dua bagian yaitu

remaja awal dengan rentan usia antara 12/13 tahun sampai 17/18 tahun

dan remaja akhir usia 17/18 sampai 21/22 tahun.36

Perkembangan masa remaja merupakan periode transisi atau

peralihan dari kehidupan masa kanak-kanak ke masa dewasa. periode

dimana individu dalam proses pertumbuhannya (terutama pertumbuhan

fisik) telah mencapai kematangan, Mereka tidak mau lagi diperlakukan

sebagai anak-anak namun mereka belum mencapai kematangan yang

penuh dan belum memasuki tahapan perkembangan dewasa. Secara

negatif periode ini disebut juga periode “serba tidak” (the “un” stage),

yaitu ubbalanced = tidak/belum seimbang, unstable = tidak/belum stabil

dan unpredictable = tidak dapat diramalkan. Pada periode ini terjadi

perubahan-perubahan baik dalam segi psikologis, sosial dan

intelektual.37

36
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori.,2012. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta
didik. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Hal 9
37
Dadang Sulaeman.1995. Psikologi Remaja : dimensi-dimensi perkembangan. Bandung:
Penerbit Mandar Maju. Hal 1
33

2. Perkembangan Fisik dan Kognitif

Masa remaja merupakan masa peralihan anatara masa anak-anak

ke masa dewasa. Pada masa perkembangan ini, remaja mencapai

kematangan fisik, mental, sosial dan emosional.38

Beberapa penelitian mengenai pertumbuhan fisik pada remaja

menunujukkan bahwa pertumbuhan tinggi badan pada masa remaja

lebih cepat bila dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, dan

perubahan proporsi tubuhpada remaja wanita terjadi lebih cepat dari

pada remaja laki-laki, hal ini terlihat dengan jelas bahwa wanita usia

12,13 atau 14 tahun anak wanita lebih tinggi dapi pada laki-laki.39

Pada masa perkembangan remaja juga merupakan tahapan

pubertas. Tahapan pubertas (puberty) adalah sebuah periode dimana

kematangan fisik berlangsung cepat, yang melibatkan perubahan

hormonal dan tubuh, yang terutama berlangsung dimasa remaja awal.40

Menurut Jean Piaget (dalam Moh Ali : 2012) remaja dalam

tahapan perkembangan kognitifnya memasuki tahap oprasional formal.

Tahapoprasional formal ini dialami oleh anak pada usia 11 tahun keatas.

Pada tahapan oprasional formal ini, anak telah mampu

mewujudkan suatu keseluruhan dalam pekerjaannya yang merupakan

hasil dari berpikir logis. Aspek perasaaan dan moralnya juga telah

38
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori.,2012. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta
didik. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Hal 67
39
Dadang Sulaeman.1995. Psikologi Remaja : dimensi-dimensi perkembangan. Bandung:
Penerbit Mandar Maju. Hal 24
40
hon W. Santroct.2011. Life-Span Development : perkembangan masa hidup jilid 1.
Jakarta: Erlangga. Hal 404
34

berkembang.41 Pada tahapan ini menurut piaget (dalam Moh Ali:2012),

dalam tahapan ini remaja mulai berinteraksi dengan lingkungan dan

semakin luas dari pada tahapan anak-anak, remaja mulai berinteraksi

dengan teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk dapat berinteraksi

dengan orang dewasa. Karena pada tahapan ini anak sudah mulai

mampu mengembangkan pikiran normalnya, mereka juga mampu

mencapai logika dan rasio serta dapat menggunakan abstraksi. Arti

simbolik dan kiasan dapat mereka mengerti. Melibatkan mereka dalam

suatu kegiatan akan lebih memberikan akaibat positif pada

perkembngan kognitifnya.42

3. Perkembangan Hubungan Sosial

Hubungan sosial adalah cara-cara individu bereaksi terhadap

orang-orang disekitarnya dan bagaimana pengaruh hubungan itu

terhadap dirinya. Hubungan sosial ini juga berkaitan dengan

penyesuaian diri terhadap lingkungan sosialnya misalnya makan dan

minum sendiri, berpakaian sendiri, menaati peraturan, membangun

komitmen bersama dalam kelompok atau organisasinya dan

sejenisnya.43

41
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori.,2012. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta
didik. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Hal 29
42
Ibid. Hal 29
43
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori.,2012. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta
didik. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Hal 85
35

Perkembangan Hubungan sosial pada masa remaja berawal dari

lingkungan rumah kemudian berkembang lebih luas lagi ke lingkungan

sekolah dan kemudian berkembang lagi pada teman-teman sebaya.44

Karakteristik hubungan sosial remaja adalah sebagai berikut:

a. Berkembangnya kesadaran akan kesunyian Dan dorongan

pergaulan. Hal ini menyebabkan remaja memiliki solidaritas

yang amat tinggi dan kuat dengan kelompok sebayanya, jauh

melebihi dengan kelompok lain, bahkan dengan orang tuanya

sekalipun.

b. Adanya upaya memilih nilai-nilai sosial. Hal Ini menyebabkan

remaja senantiasa mencari nilai-nilai yang dapat dijadikan

pegangan, jika remaja tidak menemukan nilai-nilai yang dapat

dijadikan pegangan maka remaja cenderung akan menciptakan

nilai-nilai kelompok mereka sendiri.

c. Mulai ada rasa tertarik terhadap lawan jenis, hal ini menyebabkan

remaja pada umumnya berusaha keras memiliki teman dekat dari

lawan jenisnya.

d. Pada masa remaja Mulai tanpak kecenderungannya untuk

memilih karier tertentu, meskipun sebenarnya perkembangan

karier remaja masih beradada pada tahap pencarian karier.45

44
Ibid. Hal 85
45
Ibid. Hal 92
36

F. Faktor-faktor yang mendukung dan mengambat kegiatan rohani islam

Di dalam pelaksanaan suatu program tidak terlepas dari adanya faktor

yang mempengaruhi, baik faktor pendukung maupun penghambat, kedua ini

perlu diperhatikan guna menunjang berhasilnya suatu program.

Dalam GBHN (Ketetaoan MPR No. IV/MPR/1978) berkenaan

dengan pendidikan dikemukakan antara lain sebagai berikut:

“Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam


rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan
pemerintah”.46

Dari ketiga lingkungan itulah (sekolah, keluarga dan lingkungan

masyarakat) dapat muncul berbagai faktor yang mendukung dan juga

menghambat pendidikan islam yang mana nantinya bisa membentuk

kepribadian muslim pada diri peserta didik. Faktor-faktor yang tadinya

menjadi pendukung bisa juga menjadi penghambat, manakala tidak

dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Menurut para ahli kegiatan yang bertujuan membentuk karakter

manusia selalu dihadapkan dengan faktor internal maupun eksternal yang

dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan program yang telah direncanakan,

sehingga harus dipertimbangkan unsur yang mempengaruhi perilaku baik

yang internal maupun eksternal.

Faktor internal adalah segala faktor yang berasal dari dalam diri

peserta didik, diantaranya faktor jasmaniah dan psikologis. Sedangkan faktor

46
Zakiyah daradjat, Ilmu Pendidikan…, h.34
37

eksternal adalah segala faktor dari luar diri peserta didik, diantaranya

lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat.

Adapun faktor yang dapat pendukung dan penghambat kegiatan

rohani islam baik yang bersifat internal dan eksternal sebagai berikut:

1. Faktor pendukung kegiatan rohani islam

a. Faktor yang berasal dari dalam diri (internal) meliputi:

1) Kebutuhan manusia terhadap sesama

Secara kejiwaan, manusia memeluk kepercayaan terhadap

sesuatu yang menguasai dirinya. Menurut Robert Nuttin, dorongan

beragama merupakan salah satu dorongan yang ada dalam diri

manusia, yang menuntut untuk dipenuhi sehingga pribadi manusia

mendapat kepuasan dan ketenangan, selain itu dorongan beragama

juga merupakan kebutuhan insaniyah yang tumbuhnya dari

gabungan berbagai faktor penyebab yang bersumber dari rasa

keagamaan.47

2) Adanya dorongan dalam diri manusia untuk taat, patuh dan

mengabdi kepada Allah swt.

Manusia memiliki unsur batin yang cenderung

mendorongnya kepada zat yang ghaib, selain itu manusia memiliki

potensi beragama yaitu berupa kecenderungan untuk bertauhid.

Faktor ini disebut sebagai fitrah beragama yang dimiliki oleh

semua manusia yang merupakan pemberian Tuhan untuk

47
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h. 97-98.
38

hambaNya agar mempunyai tujuan hidup yang jelas yaitu hidup

yang sesuai dengan tujuan penciptaan manusia itu sendiri yakni

menyembah (beribadah) kepada Allah. Melalui fitrah dan tujuan

inilah manusia menganut agama yang kemudian diaktualisasikan

dalam kehidupan dalam bentuk sikap kegamaan.

b. Faktor yang berasal dari luar (eksternal), meliputi:

1) Lingkungan keluarga

Kehidupan keluarga menjadi fase sosialisasi pertama bagi

pembentukan perilaku keberagamaan seseorang karena

merupakan gambaran kehidupan sebelum mengenal kehidupan

luar. Sebagaimana hadits Nani SAW:

Dari Abi Hurairah RA, beliau berkata: Nabi Saw bersabda:


Tiap anak dilahirkan atas dasar fitrah. Orang tuanya lah
yang menjadikan anak beragama Yahudi, Nasrani, atau
Majusi.48

Salah seorang ahli psikologi, Hurlock berpendapat bahwa

keluarga merupakan training center bagi penanaman nilai

48
Fatkur Rozi, Hadits Tarbawi, (Semarang: CV. Karya Abadi Jaya, 2015), h. 177.
39

(termasuk nilai agaman). Pendapat ini merupakan bahwa keluarga

mempunyai peran sebagai pusat pendidikan bagi anak untuk

memperoleh pemahaman tentang nilai-nilai (tata karma, sopan

santun atau ajaran agama) dan kemampuan untuk mengamalkan

atau menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

2) Lingkungan sekolah

Sekolah mejadi lanjutan dari pendidikan keluarga dan turut

serta memberi pengaruh dalam perkembangan dan pembentukan

perilaku keberagaman seseorang. Pengaruh itu terjadi antara lain:

a) Kurikulum dan anak, yaitu hubungan (interaksi) yang terjadi

antara kurikulum dengan materi yang dipelajari murid.

b) Hubungan guru dengan murid, yaitu bagaimana seorang guru

berperilaku terhadap muridnya atau sebaliknya yang terjadi

selama di sekolah baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

c) Hubungan antara anak, yaitu hubungan antara murid dengan

sesama temannya.

Melalui kurikulum yang berisi materi pelajaran,

keteladanan guru sebagai pendidik serta pergulatan antar teman

sekolah dinilai berperan dalam menanamkan kebiasaan yang baik

yang mana hal tersebut merupakan bagian dari pembentukan

moral yang erat kaitannya dengan perkembangan jiwa keagamaan

dan pembentukan perilaku keberagaman siswa.


40

2. Faktor penghambat kegiatan rohani islam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990-235), menjelaskan yang

dimaksud dengan penghambat adalah hal yang menjadi penyebab atau

karenanya tujuan dan keinginan tidak dapat diwujudkan.

Sebagaimana faktor pendukung, faktor penghambat pun terdiri

dari faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor internal

Dalam bukunya, Jalaluddin menjelaskan bahwa penyebab

terhambatnya perkembangan perilaku keberagaman yang berasal dari

dalam diri (faktor internal) adalah:

1) Tempramen adalah salah satu unsur yang membentuk kepribadian

manusia dan dapat tercermin dari kehidupan kejiwaanya.

2) Gangguan jiwa. Orang yang mengalami gangguan jiwa akan

menunjukkan kelainan dalam sikap dan tingkah lakunya.

3) Konflik dan keraguan. Konflik kejiwaan pada diri seseorang

dalam hal keagamaan akan memengaruhi sikap seseorang akan

agama seperti taat, fanatic atau agnostic sampai pada ateis.

4) Jauh dari Tuhan. Orang yang hidupnya jauh dari agama, dirinya

akan merasa lemah dan kehilangan pegangan ketika mendapatkan

cobaan dalam hal ini dapat berpengaruh terhadap perubahan sikap

keagamaan pada dirinya.49

49
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h. 120-121.
41

Keadaan jiwa seseorang sangat berpengaruh dalam

pembentukan perilaku. Jiwa yang resah, penuh dengan konflik,

keraguan bahkan kehilangan kepercayaan terhadap Tuhan sangat

terhambat untuk terbentuknya sebuah perilaku keberagamaan.

b. Faktor eksternal

1) Lingkungan keluarga

Lingkungan keluarga yang dapat menghambat yaitu

lingkungan keluarga yang di dalamnya tidak terdapat pendidikan

agama khususnya dari orang tua. Hal ini dapat menghambat

perkembangan perilaku keberagmaananak karena didikan dalam

keluarga terutama pendidikan agama sangat berperan untuk

perkembangan selanjutnya.

2) Lingkungan sekolah

Seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah juga

dapat menghambat pembentukan perilaku keberagamaan

seseorang. Misalnya, siswa yang salah memilih teman di sekolah

sehingga mereka terjerumus dalam pergaulan bebas.

3) Lingkungan masyarakat

Lingkungan masyarakat sangat besar pengaruhnya

terhadap pembentukan perilaku keberagamaan seseorang. Karena

sebagian besar waktunya banyak dihabiskan dalam masyarakat

sehingga segala sesuatu yang ada dalam masyarakat, baik yang


42

langsung terlihat ataupun yang disajikan melalui media, koran,

televisi ataupun media lain yang dapat mempengaruhi seseorang.50

Banyak faktor yang dapat memengaruhi perilaku keberagamaan

reamaja, namun faktor yang paling domain adalah sekolah dan teman

sebaya, karena sebagian besar waktu dan perhatian remaja mengarah pada

dua faktor itu. Remaja selalu ingin mendapat perhatian dan pengakuan dari

teman-temannya sehingga melahirkan standar tingkah laku.

Artinya:

Janganlah kalian bersahabat dengan orang yang tidak


membangkitkan semangat untuk beribadah, serta ucapan yang tidak
membawa kalian mendekati Allah Swt. Apabila kalian berbuat
salah, ia mengatakan bahwa itu adalah kebaikan, sebab bersahabat
dengan orang yang perilakunya lebih jelek dari kalian sendiri.51

50
Zakiyah Darajat, Remaja, Harapan dan Tantangan, (Jakarta: CV Ruhma, 1994), h. 84.
51
Syekh Ahmad bin Muhammad Atailah, Al-Hikam, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995), h. 101.
43

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang

berupaya memahami situasi tertentu, dengan bentuk penelitian studi

kasus (case study) yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara intensif,

terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala

tertentu.52 Data dalam penelitian berasal dari naskah wawancara,

observasi, catatan lapangan, dokumen pribadi, cacatan memo, dan

dokumen resmi lainnya dengan tujuan mendeskripsikan realitas empiris

di balik fenomena yang ada secara mendalam, rinci dan tuntas.

Menurut Moleong berdasarkan kombinasi antara pendapat

Bogdan & Biklen dengan Lincoln & Guba, karakteristik atau ciri

penelitian kualitatif dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) latar alamiah

(naturalistik); (2) manusia sebagai intrumen/alat; (3) Metode kualitatif

(wawancara, pengamatan dan dokumen); (4) analisis data secara

induktif (umum ke khusus); (5) teori dari dasar (grounded theory) dari

bawah ke atas; (6) deskriptif (yaitu data berupa kata-kata, gambar dan

ilustrasi); (7) lebih mementingkan proses dari pada hasil; (8) adanya

52
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi IV, Cet. XIV
(Jakarta: PT. Rineka Cipta Anggota IKAPI, 2018), h. 131.
43
44

batasan yang ditentukan oleh fokus; (9) adanya kriteria khusus untuk

keabsahan data (meredefinisikan validitas, reliabilitas dan objektivitas);

(10) desain yang bersifat sementara; dan (11) hasil penelitian

dirundingkan dan disepakati bersama. 53

Kemudian kegiatannya adalah mendeskripsikan secara intensif

dan terperinci tentang gejala dan fenomena yang diteliti yaitu mengenai

masalah yang berkaitan dengan dampak kegiatan ekstrakurikuler

terhadap sikap keberagamaan siswa Di SMA Negeri 4 Kota Jayapura –

Papua atau persoalan yang berkenaan dengan objek kajian penelitian ini.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 4 Kota Jayapura - Papua

dengan alamat jalan beringin No. 29 Entrop Jayapura Selatan Kota

Jayapura, dipilih karena akses gampang mendapatkan sehingga dapat

mengirit biaya, juga data yang dibutuhkan mudah diperoleh karena ada

personalia yang dapat membantu penelitian tersebut.

B. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan perspektif fenomenologis,

yaitu pengalaman subjektif (fenomenologikal) dan merupakan suatu studi

tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang, yang mana dalam hal

ini peneliti memahami dan menghayati perilaku para pelaku pendidikan

53
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Cet. XXIII (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007), h. 8-13.
45

dalam satuan pendidikan khususnya pada sekolah yang diteliti. Peneliti

berupaya mengungkap secara rinci atas suatu latar atau satu orang subjek atau

satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu, atau

penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu

kelompok, organisasi (komunitas), program atau situasi sosial.54 Studi

tersebut dilakukan secara intensif terinci dan mendalam pada suatu organisasi,

lembaga dan gejala tertentu.55 Jadi studi ini berusaha menelaah sebanyak

mungkin data mengenai subjek yang diteliti, dan ini merupakan salah satu dari

pada metode penelitian ilmu-ilmu sosial.56 Penelitian ini juga menggunakan

pendekatan deskriptif analisis karena hasil dari penelitian ini berupa data

deskriptif dalam bentuk kata tertulis atau lisan dan perilaku dari orang-orang

yang diamati (interview, observasi dan dokumentasi) serta hal-hal lain yang

berkaitan dan diperlukan dalam penelitian.

C. Sumber Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari informan,

peristiwa yang diamati dan dokumentasi. Jumlah sumber data tidak ditentukan
sebelum penelitian. Melainkan menggunakan snowball sampling. Sumber

data dipilih secara bergilir sesuai kebutuhan sampai informan yang diperoleh

sudah mencapai titik jenuh.

54
S. Nasution, Metode Research Penelitian Ilmiah (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 27.
55
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, h. 142
56
Robert K. Yin, Studi Kasus (Desain dan Metode) (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002), h. 201.
46

Subjek yang menjadi informan penelitian ini terdiri atas kepala

sekolah, wakasek kesiswaan, guru pembina rohis. Informan tersebut dipilih

karena pertimbangan-pertimbangan tertentu, yaitu: 1) mengetahui banyak

masalah yang diteliti, 2) menguasai secara baik masalah yang diteliti, 3)

terlibat langsung dengan objek penelitian, 4) mudah ditemui. Subjek atau

informan ditetapkan untuk mendapatkan data akurat mengenai segala sesuatu

yang menyangkut sekolah yang diteliti.

Data informan dijabarkan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 3.1

Informan Penelitian
No. Nama Jabatan

- Herlina Sineri M, M.Pd


1. Wakasek Kesiswaan
NIP. 19690907 200003 2 009

- Idam Setiawam, S.Pd.I, M.Pd


NIP. 19780906 201004 1 001
2. Guru PAI/Pembina Rohis
- Ainul Yaqin, S.Pd.I, M.Pd
NIP. 19790508 201506 1 001

- Riyan Hidayatullah
Peserta didik (Pengurus
3. - Elis Rahmawati
- Hasbi Sidik ROHIS)
- Siti Lailatul A’yuni
4. - Sri Lestari Orang tua
- Kusrini
Data yang bersumber dari informan, peristiwa-peristiwa atau aktivitas

informan, situasi yang ada di dalam latar penelitian merupakan aktivitas-

aktivitas yang terjadi di lingkungan lembaga pendidikan madrasah yang

mencerminkan pola pikir, ucapan, sikap, perasaan-perasaan, tulisan dan

dokumentasi lain.

Data berupa kata-kata orang yang diwawancarai merupakan sumber

data uatama dalam penelitian ini. Meskipun demikian, data yang bukan
47

berupa kata-kata, seperti buku, arsip, dokumen-dokumen yang berkaitan

dengan fokus penelitian ini tidak bisa diabaikan. Sumber data utama tersebut

dicatat melalui catatan tertulis, menggunakan alat bantu perekam, kemudian

dibuat transkripnya untuk dapat dipelajari dan didalami kembali. Data yang

diperoleh dalam penelitian ini dapat ditafsirkan ke dalam dua bentuk; yaitu

data primer dan data sekunder. Data primer dijaring melalui penelitian

lapangan dengan menggunakan teknik-teknik pengumpulan data dan

dokumen-dokumen yang sangat erat kaitannya dengan masalah penelitian.

Seperti dokumen tentang SMA Negeri 4 Kota Jayapura dan dukumen lainnya.

Sedangkan data skunder diperoleh melalui penelusuran buku-buku

perpustakaan dan berbagai artikel-artikel ilmiah lainnya yang sangat erat

kaitannya dengan penelitian ini.

Dalam kaitan dengan data kepustakaan, peneliti menelaah buku-buku

dan karya tulis ilmiah lainnya yang ada kaitannya dengan masalah yang

diteliti untuk dijadikan sebagai landasan teoritis pembahasan ini. Kajian-

kajian teori dari berbagai sumber yang berkaitan dengan masalah yang diteliti

untuk digunakan dalam penelitian ini. Untuk data kepustakaan, peneliti

menggunakan kartu kutipan. Kartu tersebut digunakan untuk mencacat

kutipan hasil bacaan. Pada kartu kutipan ditulis nama pengarang, nama buku,

penerbit, tempat terbit, tahun terbut dan halaman yang dikutip yang disusun

berdasarkan abjad nama pengarang. Hal ini dilakukan untuk memudahkan

mengklasifikasi serta mentabulasi data dan pembuatan daftar kepustakaan

secara alpabetis.

Data penunjang lainnya adalah foto, karena foto dapat menghasilkan

data deskriptif yang cukup berharga dan dapat digunakan untuk menelaah

segi-segi subjektif dan hasilnya dapat pula dianalisis secara induktif. Foto
48

yang digunakan dalam penelitian ini adalah foto yang diambil sendiri oleh

peneliti atau foto yang sudah tersedia di sekolah yang diteliti. Foto-foto yang

dibuat peneliti diambil selama penelitian berlangsung. Setelah mengalami

penyuntingan dan kemudian pemilihan, serta penyesuaian dengan fokus

penelitian. Foto tersebut dapat digunakan untuk menggambarkan situasi latar

penelitian.

Di samping itu, data lain yang dapat digunakan adalah data statistik

yang telah tersedia disekolah yang diteliti. Data tersebut dapat dimanfaatkan

sebagai sumber data tambahan yang dapat membantu memberi gambaran

tentang kecenderungan subjek pada latar penelitian. Misalnya, data statistik

tentang kecenderungan bertambah atau berkurangnya jumlah peserta didik

yang diterima pada tiap tahun, serta tiap semester.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan tiga yakni, pengamatan peran serta (participant observation)

dalam kegiatan ini peneliti sendiri sebagai intrumen, wawancara, dan

dokumentasi. Dalam hal ini peneliti mengutip saran yang disampaikan oleh

Wahidmurni, dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif telah

dikemukakan bahwa instrumen utamanya atau instrumen kuncinya adalah

peneliti itu sendiri. Namun demikian dalam pengumpulan data ia tetap

menggunakan instrumen penelitian lain seperti pedoman wawancara,

pedoman pengamatan, pedoman dokumentasi atau bahkan juga membutuhkan


49

kuesioner.57 Untuk itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan instrument-

instrumen penelitian dengan menggunakan tiga metode sebagai berikut:

1. Pengamatan peran serta (participant observation).

Artinya peneliti melibatkan diri pada kegiatan yang dilakukan

oleh subjek. Observasi ini merupakan suatu teknik penelitian

lapangan, di mana peneliti memainkan peranan sebagai partisipan

dalam suatu lingkaran kultural objek yang diteliti.

2. Wawancara mendalam (in-depth interview).

Artinya adalah upaya menemukan pengalaman-pengalaman

subjek penelitian dari topik tertentu atau situasi spesifik yang dikaji.

Oleh sebab itu dalam melaksanakan wawancara digunakan

pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan jawaban berupa informasi

autentik dan komprehensif.

3. Dokumentasi (documentation).

Salah satu cara penggalian data yang dilakukan dengan cara

menelaah arsip-arsip dan rekaman-rekaman berupa dokumen-

dokumen sejarah, biografi, sistem dan mekanisme kerja, teks pidato,

peraturan-peraturan yang pernah dibuat, rekaman visual dan rekaman

auditorial serta dokumen-dokumen lain yang mendukung.

E. Instrumen Penelitian

Terdapat hal utama yang sangat berpengaruh terhadap kualitas data

hasil penelitian yakni, kualitas intrumen penelitian dan kualitas pengumpulan

57
Wahid Murni, Cara Mudah Menulis Proposal dan Laporan Penelitian Lapangan (Pendekatan
Kualitatif dan Kuantitatif. Skripsi, Tesis, dan Desertasi, Cet. I (Malang: UM Press. 2008), h. 39.
50

data. Dalam penelitian kualitatif, instrumen penelitian yang utama adalah

peneliti itu sendiri (human isntrument).58 Oleh karena itu, peneliti sebagai

instrumen juga harus “divalidasi”, seberapa jauh kesiapan peneliti untuk

terjun kelapangan.59 Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi

validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan

wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti memasuki objek

penelitian baik secara akademik maupun logistiknya.

Validitas dilakukan oleh peneliti sendiri melalui evaluasi diri. Peneliti

sebagai human instrument berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih

informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai

kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan.

Sedangkan instrumen pendukung penelitian adalah pedoman observasi,

pedoman wawancara, dan acuan dokumentasi.

F. Teknik Pengelolaan dan Analisis Data

1. Data kualitatif

Analisis data bukan hanya merupakan tindak lanjut logis dari

pengumpulan data, tetapi juga merupakan proses yang tidak terpisahkan

dengan pengumpulan data yang dimulai dengan menelah seluruh data

yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu informan, hasil wawancara,

58
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Cet. IV (Bandung: ALFABETA, 2008), h. 59.
59
Sugiyono, Mamahami Penelitian Kualitatif. h. 59.
51

dan hasil pengamatan yang tercatat dalam berkas di lapangan, dan dari

hasil studi dokumen.60

Dengan demikian, analisis data merupakan suatu proses

sistematis pencairan dan penyusunan transkrip wawancara, catatan

lapangan dan materi lainya yang telah terkumpul untuk meningkatkan

pamahaman dan memungkinkan seseorang menyajikan apa-apa yang

telah ditemukannya kepada orang lain.

Sugiyono mengatakan bahwa analisis data dalam penelitian

kualitatif dilakukan sejak memasuki lapangan, selama dilapangan, dan

setelah selesai di lapangan.61 Analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini berlangsung bersamaan dengan proses pengumpulan data.

Oleh karena itu, proses analisis data penelitian ini dimulai sejak peneliti

memasuki latar penelitian dengan cara menelaah data yang

dikumpulkan, baik data yang diperbolehkan melalui observasi

partisipatif, dalam bentuk catatan lapangan, wawancara mendalam yang

sudah ditranskripsikan ke dalam bentuk ketikan komputer, dokumentasi

resmi, hasil perbicangan informal dan foto. Semua data yang sudah

dikumpulkan itu dibaca, dipelajari dan ditelaah secara hati-hati dan

mendalam.

Langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam menganaisis

data di antaranya:

60
Lexy J. Melong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 209.
61
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, h. 89.
52

a. Reduksi data, yakni proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan dan tranformasi data mentah yang muncul dari catatan-

catatan tertulis di lapangan. Data tersebut direduksi dengan cara

melakukan abstraksi berisi ringkasan inti, proses dan pernyataan-

pernyataan perlu dijaga tetap berada dalam konteksnya.

b. Penyajian data, yakni sekumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Penyajian data dilakukan dengan cara deskriptif yang didasarkan pada

aspek yang diteliti.

c. Simpulan dan verifikasi, kegiatan konfigurasi yang utuh. Kesimpulan

ini dibuat berdasarkan pada pemahaman terhadap data yang telah

disajikan dan dibuat dalam pernyataan singkat dan mudah dipahami

dengan menguji pokok permasalahan yang diteliti.

Dalam penelitian ini, analisis data yang digunakan analisis data

kualitatif model intraktif yang merupakan upaya yang berlanjut, terus-

menerus dan berulang-ulang. Menurut Miles sebagaimana dikutip oleh

Bungin. Bahwa analisis model intraktif, meliputi tiga komponen alur kegiatan

di antaranya; reduksi data, penyajian data, simpulan data atau verifikasi

data.62 Untuk lebih jelasnya, model analisis data intraktif dalam bentuk bagan

sebagai berikut:

62
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, h. 99.
53

Gambar 3.1

Teknik Analisis Data

Pengumpulan Data
Penyajian Data
(Data Collection)
(Data Display)

Reduksi Data

(Data Reduction)

Simpulan dan Verifikasi

(Conclusion drawing and verifying)

(Data Collection)

2. Data Kuantitatif

Penelitian ini pada dasarnya menggunakan data kualitatif,

namun demikian, dapat digunakan pula data kuantitatif dalam bentuk

angka-angka, misalnya jumlah sarana prasarana pendidikan, jumlah

guru, jumlah peserta didik, dan tenaga kependidikan lainnya. Namun

data-data kuantitatif tersebut tetap dianalisis dengan menggunakan

teknik analisis data kualitatif sebagaimana dijelaskan sebelumnya.

G. Pengujian Keabsahan Data

Dalam menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan.

Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas kriteria tertentu, yang


54

menurut Moleong (2007) terdapat empat (4) kriteria yaitu derajat kepercayaan

(credability), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability),

dan kepastian (confirmability).63

Penjelasan tentang teknik pemeriksaan data tersebut, sebagai berikut:

1. Derajat kepercayaan (credibility).

Pada hakekatnya, kredibilitas menggantikan konsep validitas

internal dari non-kualitatif yang berfungsi melaksanakan inkuiri

(pemeriksaan dengan sistem interview) sehingga tingkat kepercayaan

penemuannya dapat dicapai, serta menampilkan derajat kepercayaan

hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada

kenyataan ganda yang sedang diteliti.

2. Keteralihan (transferability).

Pada tahapan ini, peneliti mencari dan mengumpulkan kejadian-

kejadian empiris mengenai kesamaan konteks, sehingga dapat

bertanggungjawab guna menyediakan data deskriptif secukupnya jika

ingin membuat keputusan tentang pengalihan. Atau dengan kata lain,

dilakukan dengan cara ”uraian rinci” (thick description) untuk itu,

peneliti melaporkan hasil penelitian dengan cermat dan selengkap

mungkin untuk menggambarkan konteks dan pokok permasalahan yang

jelas.

63
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 324-325.
55

3. Kebergantungan (dependability).

Dependabilitas merupakan substitusi istilah reliabilitas dalam

penelitian yang non-kualitatif, yang ditunjukkan dengan jalan replikasi

studi. Atau kata lain, penelitian ini di upayakan dengan audit

ketergantungan. Dalam hal ini peneliti memberikan hasil dan

melaporkan proses penelitian termasuk ”berkas-berkas” kegiatan yang

digunakan.

4. Kepastian (confirmability).

Dalam hal ini peneliti lebih tekun menyaring dan memperoleh

data dari responden secara kontinyu. Kepastian ini diupayakan dengan

mempertahankan potongan catatan lapangan dan koherensi internal

laporan penelitian.64

Teknik yang digunakan dalam rangka menguji keabsahan data yaitu:

a. Teknik trianggulasi, digunakan untuk meneliti gejala dari berbagai sudut

dan melekukan pengujian temuan dengan menggunakan berbagai

sumber dari barbagai teknik. Di antaranya teknik pemeriksaan dengan

memanfaatkan sumber, metode, peneliti, situasi dan teori).

b. Pengecekan kebenaran informasi kepada informan yang telah ditulis

oleh peneliti dalam laporan penelitian (members check) dengan cara

membacakannya atau sebagainya.

64
Mudjia Rahardjo, Sosiologi Pedesaan (Studi Perubahan Sosial) (Malang: UIN Malang Press,
2007), h. 19.
56

c. Mendiskusikan dan mengkonsultasikan data yang telah diperoleh dan

dianalisis dengan berbagai pihak yang berkompeten dengan teman

sejawat termasuk koreksi di bawah para pembimbing.

d. Perpanjangan waktu penelitian, guna memperoleh bukti yang lengkap

di kala ada informasi atau data yang kurang memadai. 65

Proses pemeriksaan konfirmabilitas ini berasal dari konsep

objektivitas menurut non-kualitatif. Non-kualitatif menetapkan objektivitas

dari segi kesepakatan antar subjek, dalam artian bahwa sesuatu itu subjektif

atau tidak tergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan,

pendapat, dan penemuan seseorang.

H. Kerangka isi penelitian

Untuk mendapatkan uraian secara jelas, maka penulis akan menyusun

tulisan ini menjadi lima Bab, yang secara sistimatis ialah sebagai berikut:

Bab 1 : Pendahuluan, dalam bab ini penulis akan mendiskripsikan secara

umum dan menyeluruh tentang tesis ini, yang dimulai dari latar

belakang masalah, fokus penelitian dan diskripsi fokus, rumusan

masalah, tujuan penelitian, definisi operasional dan ruang lingkup

penelitian, kajian pustaka dan kerangka teori.

Bab II : Kajian teori yang berisi tentang dampak kegiatan Rohani Islam di

SMA Negeri 4 Kota Jayapura. Pembahasan yang dibahas yaitu:

A. Pengertian Dampak

65
Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif (Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal dan Laporan
Penelitian) (Malang: UMM Press, 2005), h. 82.
57

B. Pengertian Rohani Islam

C. Bentuk-bentuk Kegiatan Ekstrakurikuler Rohis

1. Dakwah Ammah (Umum)

2. Dakwah Khashah (Khusus)

D. Dampak Kegiatan Rohani Islam

1. Pengetahuan

2. Pengamalan

3. Pembiasaan

E. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat internalisasi

sikap keberagamaan

1. Faktor pendukung kegiatan Rohani Islam

2. Faktor penghambat kegiatan Rohani Islam

Bab III : Metodologi Penelitian yang berisi tentang:


A. Jenis Penelitian

B. Pendekatan Penelitian

C. Sumber Data

D. Metode Pengumpulan Data

E. Instrumen Penelitian

F. Teknik Pengumpulan dan Analisa Data

G. Pengujian Keabsahan Data

H. Kerangka Isi Penelitian

Bab IV : Bab ini mencakup:

A. Hasil Penelitian
58

B. Analisis Data

Bab V : Penutup, dalam bab ini berisi tentang uraian kesimpulan dan

implikasi penelitian.
59

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini di lakukan di SMA Negeri 4 Jayapura yang dimulai pada

tanggal 12 April 2021 sampai 28 Mei 2021 selama lima kali pertemuan, yaitu

pertemuan pertama pada tanggal 12 April 2021 dan pertemuan terakhir pada

tanggal 27 Mei 2021 untuk mengetahui dampak kegiatan Rohani Islam di

SMA Negeri 4 Kota Jayapura Papua.

Adapun hasil penelitian yang diperoleh sebagai berikut:

1. Bentuk Kegiatan Rohani Islam Di SMA Negeri 4 Kota Jayapura

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan ibu Herlina Sineri M,

M.Pd selaku Wakasek SMA Negeri 4 Kota Jayapura, beliau mengatakan

bahwa:

“Sekalipun Rohis berada di bawah OSIS, namun pembina tetap


mengikuti setiap kegiatan untuk membimbing dan mengawasi serta
memberikan evaluasi setiap kegiatan”.66

Adapun bentuk kegiatan ROHIS di SMA N 4 antara lain:

a) Penyambutan Siswa Baru (PSB)

Menurut Bapak Idam Setiawan, penyambutan Siswa Baru (PSB)

di SMA Negeri 4 Jayapura dilaksanakan untuk mengenalkan siswa baru

dengan berbagai kegiatan rohani islam di sekolah dan melatih peserta

didik dalam menumbuhkan jiwa kepemimpinan yang bertujuan untuk

mempersiapkan regenerasi kepemimpinan Rohis. PSB juga bertujuan

66
Herlina Sineri, wawancara, Jayapura, 19 April 2021
59
60

untuk mengenalkan kepengurusan Rohis di SMA Negeri 4. Teknis

pelaksanaan PSB adalah dengan menyaring peserta didik yang

duduk di kelas X dengan menyiapkan mereka sebagai generasi pelanjut

dalam kepengurusan Rohis.67

b) Studi Dasar Islam

Menurut Idam Setiawan, Studi dasar islam dilakukan dalam

bentuk pengajian. Bentuk kegiatan pengajian yang dilaksanakan di

SMA Negeri 4 Jayapura sangat variatif, mulai dari pengajian biasa

dengan mengundang penceramah dari berbagai kalangan, nonton bareng

film-film bernilai edukatif dan Islami hingga kegiatan outbond dan

games yang tidak lepas dari materi-materi keislaman.

c) Perlombaan

Bentuk kegiatan perlombaan di SMA Negeri 4 Jayapura meliputi

seni (marawis/qasidah) dan pidato. Kegiatan yang belum bisa diikuti

adalah tilawah al-Qur’an seperti yang disampaikan oleh Ainul Yaqin

yang mengatakan bahwa:

“untuk tilawatil qur’an, kami belum bisa sepenuhnya karena di


sini kami masih memfokuskan bagaimana anak-anak bisa lancar
dalam membaca al-qur’an terlebih dahulu. Akan tetapi untuk
seni dan pidato insyaAllah sudah mulai berjalan baik”.68

d) Baca Tulis Al-Qur’an (BTA)

Program belajar membaca al-Qur’an untuk peserta didik yang

belum lancar atau belum mampu membaca al-qur’an. Mereka yang

67
Idam Setiawan, wawancara. Jayapura 22 April 2021
68
Ainul Yaqin, wawancara. Jayapura 19 April 2021
61

mampu membaca al-qur’an tetap dilatih bacaan tajwid dan makhrajnya.

Kegiatan BTA didampingi langsung oleh guru-guru agama dan Pembina

ROHIS dan bantuan dari Learning Qur’an.

Berdasarkan wawancara peneliti dengan bapak Ainul Yaqin,

S.Pd.I., M.Pd selaku guru PAI dan pembina Rohis SMA Negeri 4

Jayapura mengungkapkan bahwa :

“kompetensi al-Qur’an merupakan salah satu hal yang harus di


capai dalam pembelajaran, namun di sisi lain masih banyak juga
peserta didik yang belum lancar membaca al-Qur’an. Sehingga
kami sebagai pembina di sini tetap berupaya agar siswa bisa
membaca al-Qur’an. Setidaknya mereka mau mempelajarinya
dengan serius.69

e) Majalah Meding

Di SMA Negeri 4 terdapat majalah meding yang berisikan

informasi tentang program kegiatan-kegiatan rohani islam yang telah

dilakukan.

f) Mabit

Dalam pelaksanaannya, mabit di SMA Negeri 4 dilakukan

dengan bermalam sehari di sekolah. Kegiatan ini biasa di laksanakan

pada hari sabtu (malam minggu).

Hal ini berdasarkan wawancara peneliti dengan bapak Idam

Setiawam, S.Pd.I, M.Pd selaku Pembina Rohis di SMA Negeri 4 Kota

Jayapura, beliau mengatakan bahwa :

“kegiatan mabit di SMA Negeri 4 Kota Jayapura biasa


dilaksanakan pada malam minggu mengingat hari itu hari libur,
tapi hal ini juga kita dikondikan dengan situasi dan kita

69
Ainul Yaqin, wawancara, Jayapura, 19 April 2021
62

laksanakan kalau ada waktu luang”.70

g) Diskusi atau bedah buku

Menurut Bapak Idam Setiawan dan Bapak Ainul Yaqin, kegiatan

diskusi atau bedah buku dilakukan pada saat kegiatan kajian islam atau

pengajian berlangsung.

h) Pelatihan/Daurah

Pelatihan atau daurah di SMA Negeri 4 tidak jauh berbeda

dengan kegiatan BTA. Pada kegiatan pelatihan membaca al-qur’an,

SMA Negeri 4 bekerja sama dengan Learning Qur’an. Hal ini

berdasarkan hasil waancara dengan Bapak Ainul Yaqin yang

mengatakan:

“untuk belajar membaca al-qur’an kami dampingi langsung dari


Pembina rohis dan dibantu dengan guru-guru muslim serta kami
juga bekerja sama dengan learning qur’an dalam mendampingi
siswa-siswi di sini”.71

i) Penugasan

Menurut Bapak Idam Setiawan, penugasan dalam menghafal

ayat-ayat suci al-Qur’an dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung.

Di mana peserta didik diberikan tugas untuk menghafal surat-surat

pendek yang terdapat dalam materi pembelajaran.

Selain bentuk kegiatan di atas, SMA Negeri 4 Jayapura juga

mengadakan aktivitas Rohis lainnya antara lain: pelaksanaan shalat dzuhur

70
Idam Setiawan, wawancara, Jayapura, 22 April 2021
71
Ainul Yaqin, wawancara , Jayapura, 19 April 2021
63

dan jum’at berjamaah di sekolah.

Dalam kepengurusan rohis terdiri dari anggota rohis yang sudah

memenuhi kriteria, dipilih melalui Musyawarah Besar (MUBES) anggota

untuk masa jabatan selama satu tahun sedangkan keanggotaan kegiatan

Rohis di SMA Negeri 4 Jayapura terdiri dari:

1) Anggota biasa yaitu anggota Rohis hasil perekrutan melalui proses

seleksi yang terdiri dari kelas X (sepuluh) dan kelas XII (sebelas). Masa

keanggotaan pada umumnya selama 4 (empat) semester.

SMA Negeri 4 Jayapura yang termasuk anggota biasa terdiri

dari: kelas X jumlah siswa Muslim ada 192, yang aktif mengikuti

kegiatan Rohis sebanyak 154 siswa sedangkan yang tidak aktif hanya

38 siswa. Kelas XI jumlah siswa Muslim ada 208, yang aktif mengikuti

kegiatan Rohis sebanyak 166 siswa dan yang tidak aktif hanya 42

siswa.

2) Anggota luar biasa (anggota kehormatan) yang terdiri dari aktivis Rohis

senior (kelas XII) yang masih turut aktif dalam Rohis.

SMA Negeri 4 Jayapura yang termasuk anggota luar biasa dari

kelas XII dengan jumlah siswa Muslim ada 196, yang masih aktif dalam

kegiatan Rohis sebanyak 157 sedangkan yang tidak aktif hanya 39

siswa.

2. Dampak Kegiatan Rohani Islam di SMA Negeri 4 Kota Jayapura

Hasil dari kegiatan pendidikan dipandang bermutu jika mampu

melahirkan keunggulan akademik dan rohis pada peserta didik yang


64

dinyatakan lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program

pembelajaran tertentu. Keunggulan akademik dinyatakan dengan nilai yang

dicapai oleh peserta didik. Keunggulan kegiatan rohis dinyatakan dengan

aneka jenis keterampilaan yang diperoleh peserta didik selama mengikuti

program rohis. Di luar kerangka itu, mutu tamatan peserta didik juga dapat

dilihat dari nilai-nilai hidup yang dianut, moralitas, dorongan untuk maju dan

lain-lain yang diperoleh peserta didik selama menjalani pendidikan.

Dampak dari kegiatan rohani islam bagi peserta didik di SMA Negeri

4 Kota Jayapura diantaranya adalah:

a. Peserta didik sudah bisa membaca Al-Qur’an

Dengan adanya kegiatan rohis belajar membaca al-qur’an, hal

ini tentunya memberi dampak yang sangat baik bagi peserta didik. Ini

bisa dilihat dari adanya peserta didik yang awalnya tidak bisa membaca

al-qur’an sedikit demi sedikit sudah bisa membaca al-qur’an walaupun

belum sepenuhnya lancar.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Riyan Hidayatullah selaku

pengurus ROHIS di SMA Negeri 4 Kota Jayapura, mengatakan:

“kegiatan ROHIS sangat bagus, karena walaupun kami sekolah


Negeri tapi tidak kalah dengan sekolah swasta, teman-teman
yang tidak bisa membaca al-qur’an dan mungkin malu kalau
belajar di masjid atau di musholah sekarang bisa belajar di
sekolah. Apalagi pada saat pelajaran PAI biasanya terdapat
hafalan membaca ayat, Alhamdulillah teman-teman jadi mau
belajar BTA walaupun tidak semuanya”.72

72
Riyan Hidayatullah, wawancara. Jayapura
65

Adanya dampak pun dirasakan langsung oleh salah satu orang

tua wali murid. Beliau mengatakan:

“saya sebenarnya sangat mendukung adanya kegiatan rohis di


sekolah, anak saya di masukkan dalam SMA N 4 karena
mutunya bagus, tapi walaupun sekolah negeri tapi anak saya bisa
belajar agama juga di sana dan itu juga menjadi salah satu
programnya. Apalagi di sana ada program baca tulis al-qur’an
yang katanya bekerja sama dengan lembaga jadi anak saya bisa
belajar al-qu’an di sana. Maklum anak saya laki-laki jadi kadang
agak susah kalau disuruh ke masjid belajar kalau dengan
gurunya di sekolah pasti nurut dan Alhamdulillah sudah mulai
bisa hafalan anak saya”.73

b. Peserta didik lebih disiplin dalam melaksanakan salat berjamaah

Dengan adanya kajian-kajian islam yang terus menerus di

sampaikan oleh guru salah satunya tentang kewajiban melaksanakan

shalat peserta didik di SMA Negeri 4 Kota Jayapura terlihat disiplin

dalam melaksanakan kegiatan shalat berjamaah. Meskipun kegiatan

tersebut masih dikoordinir oleh guru Pendidikan Agama Islam dan

dibantu oleh guru-guru baik yang muslim dan nonmuslim. Untuk

mengkoordinir shalat berjamaah baik shalat dzuhur maupun shalat

jum’at biasanya dilakukan absen shalat. Hal ini disampaikan langsung

oleh salah satu pengurus rohit. Dia mengatakan:

“supaya siswa tertib dalam melaksanakan shalat berjamaah di


sekolah ada absennya. Jadi, bisa kelihatan mana siswa yang rajin
dan tidak rajin. Dan biasanya juga ada guru-guru akan mengecek
ke kelas-kelas kalau waktu shalat”.74

73
Kusrini, wawancara. Jayapura, 21 Mei 2021
74
Elis Rahmawati, wawancara. Jayapura, 24 Mei 2021
66

Hal ini serupa dengan pendapat Habib Rizki yang merupakan

anggota rohis lainnya, beliau mengatakan:

“untuk shalatnya Alhamdulillah kalau dilihat dari absen sudah

banyak yang melaksanakan biasanya yang perempuan itu susah kalau di

ajak shalat kebanyakan pasti bilangnya halangan dan lain-lain. Tapi

semakin kesini sudah mulai ada peningkatan dari sebelum-sebelumnya

mungkin karena ada control kelas juga dari bapak/ibu guru”.75

c. Tumbuhnya Sikap Sosial Terhadap Sesama Manusia

Selain kedisiplinan yang merupakan tujuan diadakannya

kegiatan, sikap terhadap sesama manusia merupakan tujuan selanjutnya

dari kegiatan. Hal ini terlihat dari hasil observasi, sikap peserta didik

ketika bertemu dengan orang yang lebih tua baik orang tua ataupun

kakak tingkatnya dan ketemu bapak/ibu guru sopan santunnya nampak,

rasa menghormati kelihatan.

Menurut Siti Lailatul A’yuni, kegiatan rohani islam secara tidak

langsung ada dampaknya terhadap perilaku teman-teman. Biasanya

adek-adek kelas kalau ketemu dengan kakak kelasnya cuek asal lewat-

lewat saja tapi kalau ikut kegiatan terus pasti lebih bagus supan

santunnya walaupun kadang masih ada beberapa ade tingkat yang belum

berubah sikapnya.76

75
Hasbi Sidik, wawancara. Jayapura, 21 Mei 2021
76
Siti Lailatul A’yuni, wawancara. Jayapura, 24 Mei 2021
67

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Sri Lestari selaku

orang tua dari salah satu siswi di SMA Negeri 4 Kota Jayapura, beliau

mengatakan:

“kegiatan rohani islam di sekolah memiliki dampak yang baik


dari tutur sapa dan sopan santun juga sudah mulai kelihatan,
budaya salam ketika ketemu dengan guru juga sudah bisa
terlihat, biasanya kan anak-anak malu kalau ketemu di jalan
terus mau samperin gurunya untuk salam, tapi saya perhatikan
untuk anak saya sih ya Alhamdulillah pak”.77

3. Faktor Pendukung dan Penghambat Kegiatan Rohani Islam Negeri 4

Kota Jayapura

a. Faktor pendukung antara lain :

1) Adanya kesadaran dari peserta didik untuk mengikuti kegiatan

rohis

2) Adanya dukungan dan kerjasama dengan orang tua dalam

mengsuseskan kegiatan rohani islam

3) Bentuk-bentuk kegiatan yang di programkan sekolah menjadi

salah satu faktor yang dapat mempengaruhi dan tersedianya sarana

dan prasarana di sekolah yang mendukung terlaksananya kegiatan

rohis

b. Faktor penghambat antara lain:

1) Masih ada beberapa peserta didik yang masih susah mengikuti

kegiatan dan harus sembunyi-sembunyi ketika kegiatan rohis

berlangsung

77
Sri Lestari, wawancara. Jayapura, 25 Mei 2021
68

2) Masih ada orang tua yang kurang memperhatikan perkembangan

peserta didik di rumah setelah mengikuti kegiatan rohis di sekolah

karena sibuk bekerja dan ada juga yang kurang faham akan

kegiatan rohani islam

3) Sekolah yang bersifat umum (terdapat beberapa agama) membuat

peserta didik masih lari-lari bersama teman yang agama lain dalam

mengikuti kegiatan terutama siswa laki-laki

4) Lingkungan masyarakat yang padat akan penduduk menjadi salah

satu faktor penghambat karena pergaulan peserta didik yang

sedikit bebas di luar sekolah apalagi dengan peserta didik yang

orang tuanya sibuk bekerja dan jarang memperhatikan putra-

putrinya.

B. Analisis penelitian

Berdasarkan hasil penelitian, maka analisis yang dapat dilakukan oleh

peneliti sebagai berikut:

1. Bentuk Kegiatan Rohani Islam Di SMA Negeri 4 Kota Jayapura

Kegiatan kegiatan sie Kerohanian Islam berbeda tiap sekolah

disesuaikan dengan misinya. Menurut Koesmarwanti, dkk, kegiatan dakwah

sekolah dibagi menjadi dua macam, yakni bersifat ammah (umum) dan

bersifat khashah (khusus).

a. Dakwah ammah (umum)

Dakwah ammah adalah dakwah yang dilakukan dengan cara

yang umum. Dakwah ammah dalam sekolah adalah proses penyebaran


69

fitrah Islamiyah dalam rangka menarik simpati, dan meraih dukungan

dari lingkungan sekolah. Karena sifatnya demikian, dakwah ini harus

dibuat dalam bentuk yang menarik, sehingga memunculkan objek

untuk mengikutinya.78

Adapun kegiatan yang merupakan dakwah amah (umum) yang

berlangsung di SMA Negeri 4 Kota Jayapura antara lain:

1) Penyambutan Siswa Baru (PSB)

Penyambutan Siswa Baru (PSB) di SMA Negeri 4 Jayapura

dilaksanakan untuk mengenalkan siswa baru dengan berbagai kegiatan

rohani islam di sekolah dan melatih peserta didik dalam menumbuhkan

jiwa kepemimpinan yang bertujuan untuk mempersiapkan regenerasi

kepemimpinan Rohis. PSB juga bertujuan untuk mengenalkan

kepengurusan Rohis di SMA Negeri 4. Teknis pelaksanaan PSB adalah

dengan menyaring peserta didik yang duduk di kelas X dengan

menyiapkan mereka sebagai generasi pelanjut dalam kepengurusan

Rohis.

Menurut peneliti, kegiatan ini sangat bagus karena dalam

kegiatan ini peserta didik bisa saling mengeal satu dengan yang lainnya.

baik antara peserta didik dan guru dan junior dan senior di antara peserta

didik. Sehingga, untuk memulai komunikasi akan terasa lebih mudah

seperti pepatah yang mengatakan “tak kenal maka tak sayang”.

78
Koesmarwanti, Nugroho Widiyantoro, Dakwah Sekolah di Era Baru, (Solo: Era Inter
Media, 2000), h. 139-140.
70

2) Studi Dasar Islam

Studi dasar Islam adalah program kajian dasar islam yang

materinya antara lain tentang akidah, makna syahadatain, mengenal

Allah, mengenal Rasul, mengenal Islam, dan mengenal al-quran,

peranan pemudah dalam mengemban risalah, ukhuwah urgensi tarbiyah

Islamiyah dan sebagiannya.

Studi dasar islam di SMA Negeri 4 dilaksanakan dengan

kegiatan pengajian, mulai dari pengajian biasa dengan mengundang

penceramah dari berbagai kalangan, nonton bareng film-film bernilai

edukatif dan Islami hingga kegiatan outbond dan games yang tidak lepas

dari materi-materi keislaman.

Pengajian yang dilaksanakan di sekolah merupakan hal yang

sangat bagus, karena untuk zaman sekarang sangat susah untuk

mengajak anak-anak remaja untuk pergi ke pengajian.

3) Perlombaan

Program perlombaan yang biasanya di ikutkan dalam program

utama PHBI merupakan wahana menjaring bakat dan minat para siswa

dibidang keagamaan, ajang perkenalan (ta’aruf) silaturahmi antar kelas

yang berbeda dan syiar Islam

Bentuk kegiatan perlombaan di SMA Negeri 4 Jayapura meliputi

seni (marawis/qasidah) dan pidato. Untuk yang lainnya belum bisa


71

terlaksana dengan maksimal.

4) Baca Tulis Al-Qur’an (BTA)

Program ini dapat dilaksanakan melalui kerjasama dengan pihak

guru agama Islam di sekolah, sehingga mereka turut mendukung dan

menjadikannya sebagai bagian dari penilaian pelajaran agama Islam.

Program belajar membaca al-Qur’an untuk peserta didik yang

belum lancar atau belum mampu membaca al-qur’an. Mereka yang

mampu membaca al-qur’an tetap dilatih bacaan tajwid dan makhrajnya.

Kegiatan BTA didampingi langsung oleh guru-guru agama dan Pembina

ROHIS dan bantuan dari Learning Qur’an.

5) Majalah Meding

Di SMA Negeri 4 terdapat majalah meding yang berisikan

informasi tentang program kegiatan-kegiatan rohani islam yang telah

dilakukan.

Majalah meding memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai

wahana informasi keislaman dan pusat informasi kegiatan Islam baik

internal sekolah maupun eksternal. Dalam melaksanakan kegiatan

selalunya memiliki dokemntasi hal ini diperuntuhkan untuk mengajak

minat peserta didik yang lain untuk tertarik melakukan kegiatan yang

sama. Sekaligus menjadi penyemangat bagi peserta didik yang sukses

melakukan suatu kegiatan.


72

Majalah dinding juga dalam menjadi sarana untuk

menampilkan karya-karya yang berkaitan dengan agama islam. Baik

poster, karya tulis dan sebagainya.

b. Dakwah Khashah (khusus)

Dakwah khashah adalah proses pembinaan dalam rangka

pembentukan kader-kader dakwah dilingkungan sekolah. Dakwah

khashah bersifat selektif dan terbatasdan lebih berorientasi pada proses

pengkaderan dan pembentukan kepribadian, objek dakwah ini memiliki

karakter yang khashah, harus diperoleh melaluiproses pemilihan dan

penyeleksian. Dakwah khashah meliputi:

a) Mabit

Mabit yaitu bermalam bersama, diawali dari magrib atau isya’

dan diakhiri dengan shalat subuh.

Dalam pelaksanaannya, mabit di SMA Negeri 4 dilakukan

dengan bermalam sehari di sekolah. Kegiatan ini biasa di laksanakan

pada hari sabtu (malam minggu).

Kegiatan mabit bertujuan untuk mempererat silaturrahmi dan

kerjasama di anatar peserta didik. Dalam kegiatan mabit juga peserta

didik dilatih untuk bisa mandiri dan bisa bersosialisasi dengan teman-

temannya dan bisa lebih dewasa karena terpisah dengan orang tua.

Kegiatan mabit sendiri tidak berlangsung lama dan dalam pengawasan

langsung oleh bapak/ibu guru dan Pembina rohis.


73

b) Diskusi atau bedah buku

Diskusi atau bedah buku ini merupakan kegiatan yang bernuansa

pemikiran (fikriyah) dan wawasan (tsaqaafiyah). Kegiatan ini bertujuan

untuk mempertajam pemahaman, memperluas wawasan serta

meluruskan pemahaman peserta tarbiyah.

Kegiatan bedah buku di SMA Negeri berupa diskusi yang

dilakukan pada saat kegiatan kajian islam atau pengajian berlangsung.

Dengan adanya bedah buku ini dapat melengkapi pengetahuan tentang

agama islam yang mungkin sekiranya tidak bisa tercapai dalam

pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang terjadwal.

c) Pelatihan/Daurah

Daurah/pelatihan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan

untuk memberikan pelatihan kepada siswa, misalnya daurah al-qur’an

bertujuan untuk membenarkan bacaan al-qur’an dan sebagiannya.

Pelatihan atau daurah di SMA Negeri 4 tidak jauh berbeda

dengan kegiatan BTA. Pada kegiatan pelatihan membaca al-qur’an,

SMA Negeri 4 bekerja sama dengan Learning Qur’an.

Dengan adanya kerjasama dengan pihak lain merupakan bentuk

perhatian dari sekolah untuk meningkatkan kualitas peserta didik dalam

membaca al-qur’an sehingga diharapkan dalam usia yang remaja ini

peserta didik sudah mampu untuk membaca al-qur’an dengan benar.

d) Penugasan

Penugasan yaitu suatu bentuk tugas mandiri yang diberikan oleh


74

peserta halaqoh, penugasan tersebut dapat berupa hafalan al-qur’an,

hadis atau penugasan dakwah.

Penugasan di SMA Negeri 4 biasa diberikan dalam bentuk

hafalan ayat-ayat suci al-Qur’an dilakukan pada saat pembelajaran

berlangsung. Di mana peserta didik diberikan tugas untuk menghafal

surat-surat pendek yang terdapat dalam materi pembelajaran.

Selain bentuk kegiatan di atas, SMA Negeri 4 Jayapura juga

mengadakan aktivitas Rohis lainnya antara lain: pelaksanaan shalat dzuhur

dan jum’at berjamaah di sekolah.

2. Dampak Kegiatan Rohani Islam di SMA Negeri 4 Kota Jayapura

Hasil dari kegiatan pendidikan dipandang bermutu jika mampu

melahirkan keunggulan akademik dan rohis pada peserta didik yang

dinyatakan lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program

pembelajaran tertentu. Keunggulan akademik dinyatakan dengan nilai yang

dicapai oleh peserta didik. Keunggulan kegiatan rohis dinyatakan dengan

aneka jenis keterampilaan yang diperoleh peserta didik selama mengikuti

program rohis. Di luar kerangka itu, mutu tamatan peserta didik juga dapat

dilihat dari nilai-nilai hidup yang dianut, moralitas, dorongan untuk maju dan

lain-lain yang diperoleh peserta didik selama menjalani pendidikan.

Berdasarkan kerangka teori, dampak dibedakan menjadi 3 yaitu

pengetahuan, pengamalan, dan pembiasaan. Dampak dari kegiatan rohani

islam bagi peserta didik di SMA Negeri 4 Kota Jayapura berdasarkan teori

diantaranya adalah:
75

a. Pengetahuan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata

pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal

(mata pelajaran). Arti lainnya dari pengetahuan adalah segala sesuatu

yang diketahui.

Pengetahuan rohani islam adalah segala sesuatu pemahaman

yang diketahui yang berkenaan dengan pembelajaran agama islam, baik

dalam hal baca tulis al-qur’an, sejarah kebudayaan islam, akidah islam

dan fiqihnya.

Dampak yang di peroleh setelah melakukan kegiatan rohani

islam di SMA Negeri 4 yaitu bertambahnya pengetahuan peserta didik

dalam mengenal ilmu agama islam serta bertambahnya ilmu baca tulis

al-qur’an peserta didik. Hal ini tentu akan mendorong minat peserta

didik yang lain untuk mengikuti kegiatan BTA apalagi mengingat ujia

mereka yang sudah remaja ini biasanya akan terdorong oleh rasa

malunya sehingga akan berusaha untuk bisa melakukan sesuatu seperti

teman-teman sebayanya.

b. Pengamalan

Pengamalan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

proses, cara, perbuatan menunaikan (kewajiban, tugas). Pengamalan

merupakan perbuatan seseorang dalam menunaikan kewajiban dan

tugas sebagaimana mestinya yang telah dipelajari.


76

Pengamalan dari kegiatan rohani islam ialah kegiatan

mengamalkan atau menunaikan semua kewajiban yang ada di dalam

ajaran islam sesuai dengan perintahNya.

Dengan adanya kajian-kajian islam yang terus menerus di

sampaikan oleh guru salah satunya tentang kewajiban melaksanakan

shalat peserta didik di SMA Negeri 4 Kota Jayapura terlihat disiplin

dalam melaksanakan kegiatan shalat berjamaah. Meskipun kegiatan

tersebut masih dikoordinir oleh guru Pendidikan Agama Islam dan

dibantu oleh guru-guru baik yang muslim dan nonmuslim. Untuk

mengkoordinir shalat berjamaah baik shalat dzuhur maupun shalat

jum’at biasanya dilakukan absen shalat.

c. Pembiasaan

Secara etimologi, pembiasaan berasal dari kata “biasa”. Dalam

kamus besar Bahasa Indonesia, “biasa” berarti 1) Lazim atau umum, 2)

Seperti sedia kala, 3) Sudah merupakan hal yang tidak terpisahkan dari

kehidupan sehari-hari. Dengan adanya prefiks “pe” dan sufiks “an”

menunjukkan arti proses. Sehingga pembiasaan dapat diartikan dengan

proses membuat sesuatu/seseorang menjadi terbiasa. Dalam kaitannya

dengan metode pengajaran pendidikan agama Islam, dapat dikatakan

bahwa pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan untuk

membiasakan anak didik berfikir, bersikap, bertindak sesuai dengan

tuntunan ajaran Islam.


77

Menurut istilah pembiasaan adalah kegiatan intervensi yang

difokuskan kepada pengasuh melalui partisipasi aktif, dengan partisipasi

tersebut akan mendukung berlangsungnya kegiatan anak untuk

mendapatkan pengalaman hingga melakukannya dengan sendiri.

Berdasarkan teori, pembiasaan di SMA Negeri 4 terlihat dari

sikap peserta didik ketika bertemu dengan orang yang lebih tua baik

orang tua ataupun kakak tingkatnya dan ketemu bapak/ibu guru sopan

santunnya nampak, rasa menghormati kelihatan.

3. Faktor Pendukung dan Penghambat Kegiatan Rohani Islam Negeri 4

Kota Jayapura

a. Faktor pendukung antara lain:

Faktor pendukung dalam melaksanakan kegiatan rohani islam terdiri

dari faktor pendukung internal dan eksternal. berikut merupakan faktor

yang mendukung kegiatan rohani islam di SMA Negeri 4 Kota

Jayapura:

1) Faktor pendukung internal

Faktor pendukung internal merupakan faktor yang berasal

dari dalam jiwa peserta didik itu sendiri.

Menurut Jean Piaget (dalam Moh Ali : 2012) remaja dalam

tahapan perkembangan kognitifnya memasuki tahap oprasional

formal. Tahap oprasional formal ini dialami oleh anak pada usia

11 tahun keatas.
78

Pada tahapan oprasional formal ini, anak telah mampu

mewujudkan suatu keseluruhan dalam pekerjaannya yang

merupakan hasil dari berpikir logis. Aspek perasaaan dan

moralnya juga telah berkembang.79 Pada tahapan ini menurut

piaget (dalam Moh Ali:2012), dalam tahapan ini remaja mulai

berinteraksi dengan lingkungan dan semakin luas dari pada

tahapan anak-anak, remaja mulai berinteraksi dengan teman

sebayanya dan bahkan berusaha untuk dapat berinteraksi dengan

orang dewasa. Karena pada tahapan ini anak sudah mulai mampu

mengembangkan pikiran normalnya, mereka juga mampu

mencapai logika dan rasio serta dapat menggunakan abstraksi. Arti

simbolik dan kiasan dapat mereka mengerti. Melibatkan mereka

dalam suatu kegiatan akan lebih memberikan akaibat positif pada

perkembngan kognitifnya.80

Berdasarkan teori di atas dengan usia yang sudah

menginjak remaja peserta didik sudah memiliki logika dan rasio

yang sudah mulai mampu untuk mengembangkan oikiran

normalnya sehingga peserta didik memiliki kesadaran untuk

mengikuti kegiatan rohis yang dilaksanakan di sekolah.

79
Mohammad Ali dan Mohammad Asrori.,2012. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta
didik. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Hal 29
80
Ibid. Hal 29
79

2) Faktor pendukung eksternal

Faktor pendukung eksternal meliputi:

a) Faktor keluarga

Kehidupan keluarga menjadi fase sosialisasi pertama bagi

pembentukan perilaku keberagamaan seseorang karena

merupakan gambaran kehidupan sebelum mengenal kehidupan

luar. Sebagaimana hadits Nani SAW:

Artinya:

Dari Abi Hurairah RA, beliau berkata: Nabi Saw bersabda:


Tiap anak dilahirkan atas dasar fitrah. Orang tuanya lah
yang menjadikan anak beragama Yahudi, Nasrani, atau
Majusi.81

Salah seorang ahli psikologi, Hurlock berpendapat bahwa

keluarga merupakan training center bagi penanaman nilai

(termasuk nilai agaman). Pendapat ini merupakan bahwa keluarga

mempunyai peran sebagai pusat pendidikan bagi anak untuk

memperoleh pemahaman tentang nilai-nilai (tata karma, sopan

81
Fatkur Rozi, Hadits Tarbawi, (Semarang: CV. Karya Abadi Jaya, 2015), h. 177.
80

santun atau ajaran agama) dan kemampuan untuk mengamalkan

atau menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan teori di atas adanya dukungan dan kerjasama

dengan orang tua merupakan hal yang sangat mempengaruhi

dalam pendidikan dan pembentukan karakter peserta didik.

b) Faktor Sekolah

Sekolah mejadi lanjutan dari pendidikan keluarga dan turut

serta memberi pengaruh dalam perkembangan dan pembentukan

perilaku keberagaman seseorang. Pengaruh itu terjadi antara lain:

b.1 Kurikulum dan anak, yaitu hubungan (interaksi) yang terjadi

antara kurikulum dengan materi yang dipelajari murid.

b.2 Hubungan guru dengan murid, yaitu bagaimana seorang guru

berperilaku terhadap muridnya atau sebaliknya yang terjadi

selama di sekolah baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

b.3 Hubungan antara anak, yaitu hubungan antara murid dengan

sesama temannya.

Melalui kurikulum yang berisi materi pelajaran,

keteladanan guru sebagai pendidik serta pergulatan antar teman

sekolah dinilai berperan dalam menanamkan kebiasaan yang baik

yang mana hal tersebut merupakan bagian dari pembentukan


81

moral yang erat kaitannya dengan perkembangan jiwa keagamaan

dan pembentukan perilaku keberagaman siswa.

Berdasarkan teori di atas, sekolah menjadi salah satu

tempat yang dapat mendukung terlaksananya kegiatan rohis di

sekolah baik dari segi sosial, sarana maupun prasarananya.

b. Faktor penghambat antara lain:

Sebagaimana faktor pendukung, faktor penghambat pun terdiri

dari faktor internal dan faktor eksternal.

c. Faktor internal

Dalam bukunya, Jalaluddin menjelaskan bahwa penyebab

terhambatnya perkembangan perilaku keberagaman yang berasal dari

dalam diri (faktor internal) adalah:

5) Tempramen adalah salah satu unsur yang membentuk kepribadian

manusia dan dapat tercermin dari kehidupan kejiwaanya.

6) Gangguan jiwa. Orang yang mengalami gangguan jiwa akan

menunjukkan kelainan dalam sikap dan tingkah lakunya.

7) Konflik dan keraguan. Konflik kejiwaan pada diri seseorang

dalam hal keagamaan akan memengaruhi sikap seseorang akan

agama seperti taat, fanatic atau agnostic sampai pada ateis.

8) Jauh dari Tuhan. Orang yang hidupnya jauh dari agama, dirinya

akan merasa lemah dan kehilangan pegangan ketika mendapatkan


82

cobaan dalam hal ini dapat berpengaruh terhadap perubahan sikap

keagamaan pada dirinya.82

Keadaan jiwa seseorang sangat berpengaruh dalam

pembentukan perilaku. Jiwa yang resah, penuh dengan konflik,

keraguan bahkan kehilangan kepercayaan terhadap Tuhan sangat

terhambat untuk terbentuknya sebuah perilaku keberagamaan.

Berdasarkan teori di atas di SMA Negeri 4 masih terdapat

beberapa peserta didik yang masih susah mengikuti kegiatan dan harus

sembunyi-sembunyi ketika kegiatan rohis berlangsung, Hal ini

diakibatkan oleh kurangnya pemahaman peserta didik tentan ilmu

agama islam.

d. Faktor Keluarga

Lingkungan keluarga yang dapat menghambat yaitu lingkungan

keluarga yang di dalamnya tidak terdapat pendidikan agama khususnya

dari orang tua. Hal ini dapat menghambat perkembangan perilaku

keberagmaananak karena didikan dalam keluarga terutama pendidikan

agama sangat berperan untuk perkembangan selanjutnya.

Berdasarkan hasil penelitian masih ada orang tua yang kurang

memperhatikan perkembangan peserta didik di rumah setelah mengikuti

kegiatan rohis di sekolah karena sibuk bekerja dan ada juga yang kurang

faham akan kegiatan rohani islam sehingga hal ini tentunya hal ini akan

mempengaruhi perkembangan peserta didik.

82
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), h. 120-121.
83

e. Lingkungan Sekolah

Seperti lingkungan keluarga, lingkungan sekolah juga dapat

menghambat pembentukan perilaku keberagamaan seseorang.

Misalnya, siswa yang salah memilih teman di sekolah sehingga mereka

terjerumus dalam pergaulan bebas.

Sekolah yang bersifat umum (terdapat beberapa agama)

membuat peserta didik masih lari-lari bersama teman yang agama lain

dalam mengikuti kegiatan terutama siswa laki-laki

f. Lingkungan masyarakat

Lingkungan masyarakat sangat besar pengaruhnya terhadap

pembentukan perilaku keberagamaan seseorang. Karena sebagian besar

waktunya banyak dihabiskan dalam masyarakat sehingga segala sesuatu

yang ada dalam masyarakat, baik yang langsung terlihat ataupun yang

disajikan melalui media, koran, televisi ataupun media lain yang dapat

mempengaruhi seseorang.83

Lingkungan masyarakat yang padat akan penduduk menjadi

salah satu faktor penghambat karena pergaulan peserta didik yang

sedikit bebas di luar sekolah apalagi dengan peserta didik yang orang

tuanya sibuk bekerja dan jarang memperhatikan putra-putrinya.

83
Zakiyah Darajat, Remaja, Harapan dan Tantangan, (Jakarta: CV Ruhma, 1994), h. 84.
84

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dari lapangan dan

disajikan serta dianalisis oleh peneliti. Maka peneliti dapat menarik suatu

kesimpulan guna menjawab rumusan masalah yang ada. Adapun kesimpulan

penelitian ialah bahwa tidak semua bentuk-bentuk kegiatan rhani islam

dilaksanakan di SMA Negeri 4. Kegiatan rohani islam yang terlaksana antara

lain Penyambutan siswa baru, Studi dasar Islam, Perlombaan, Majalah

Meding, Baca Tulis Al-Qu’an, Mabit, Diskusi/bedah buku, Pelatihan/daurah

dan Penugasan.

Dampak dari kegiatan rohani islam diantaranya: peserta didik sudah bisa

/mampu dalam membaca al-qur’an, kesadaran peserta didik untuk

melaksanakan shalat berjamaah di sekolah, sudah ditemui perilaku sopan

santun terhadap teman sebaya, orang tua dan guru.

Adapun faktor pendukung dan penghambat internalisasi sikap

keberagamaan siswa pada kegiatan ekstrakurikuler kerohanian Islam (rohis)

di SMA Negeri 4 Kota Jayapura antara lain: Adanya kesadaran dari peserta

didik untuk mengikuti kegiatan rohis, Adanya dukungan dan kerjasama

dengan orang tua dalam mengsuseskan kegiatan rohani islam, Bentuk-bentuk

kegiatan yang di programkan sekolah menjadi salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi dan tersedianya sarana dan prasarana di sekolah yang

mendukung terlaksananya kegiatan rohis.

84
85

Sedangkan faktor penghambat dari kegiatan rohani islam antara lain:

masih ada beberapa peserta didik yang masih enggan mengikuti kegiatan dan

harus sembunyi-sembunyi ketika kegiatan rohis berlangsung, masih ada orang

tua yang kurang memperhatikan perkembangan peserta didik di rumah setelah

mengikuti kegiatan rohis di sekolah karena sibuk bekerja dan ada juga yang

kurang faham akan kegiatan rohani islam, Sekolah yang bersifat umum

(terdapat beberapa agama) membuat peserta didik masih lari-lari bersama

teman yang agama lain dalam mengikuti kegiatan terutama siswa laki-laki,

lingkungan masyarakat yang padat akan penduduk menjadi salah satu faktor

penghambat karena pergaulan peserta didik yang sedikit bebas di luar sekolah

apalagi dengan peserta didik yang orang tuanya sibuk bekerja dan jarang

memperhatikan putra-putrinya.

B. Implikasi Penelitian

a. Sekolah hendaknya menyiapkan guru tilawah al-qur’an bagi siswa yang

memiliki bakat dan minat dalam seni membaca al-qur’an.

b. Adanya penerapan sanksi dari pihak sekolah bagi siswa yang mengikuti

kegiatan rohani islam serta penjelasan bagi wali murid tentang

pentingnya kegiatan tersebut dalam membentuk sikap dan perilaku

untuk mendukung program kerohanian islam

c. Program 3S (senyum, sapa dan salam) untuk lebih ditingkatkan

penerapannya khususnya pada setiap peserta didik akan memasuki

sekolah.
86

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Risa. Kamus Ilmiah Populer. Serbajaya.

Al-Shiddieqy, Hasbi. Al-Islam Jilid I, Jakarta: Bulan Bintang, 1977.

Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam; Upaya Pembentukan Pemikiran


dan Kepribadian Muslim. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.

Arikunto, Suharsimi. Pengelolaan Kelas Dan Siswa. Jakarta: CV Rajawali, 1988.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi


IV, Cet. XIV. Jakarta: PT. Rineka Cipta Anggota IKAPI, 2018.

Atailah, Syekh Ahmad bin Muhammad . Al-Hikam. Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995.

Baharuddin dan Sakin, Moh. Pendidikan Humanistik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media


2007.
Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif.

Chaplin, J.P. Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995.

Daulay, Haidar Putra. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di


Indonesia. Jakarta: Kencana, 2004.

Dewi ,“Peran program ekstrakulikuler rohani Islam (Rohis) dalam pembentukan


akhlak siswa di sekolah menengah kejuruan(SMK) Negeri 1 Lubuk Lingau “,
Tesis, UNRAM 2011.

Dubrin, J. Andrew, Essential Management, International Student Education, 1990

Dute, Hasrudin. Peranan Pendidikan Agama Islam (Rohis) dalam Meningkatkan


Toleransi Beragama Siswa di SMA Negeri 4 Jayapura Provinsi Papua
(Tesis). Makasar: UIN Alauddin Makassar, 2012.

Ghufran, M Nur dan S, Rini Risnawita. Teori-teori Psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz


Media, 2010.

Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif (Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal dan


Laporan Penelitian). Malang: UMM Press, 2005.

Hamidy, Muhammad, dkk., 1978 : 282 (H.R Ahmad dan Abu Daud)

HR. Bukhari no. 1987 dan Muslim no. 741


87

https://www.dosen Pendidikan .co.id/pengertian-keberagaman. Jakarta : 3 Januari


2020

Indonesia, Departemen Agama Republik. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta:PT.


Sinergi Pustaka Indonesia, 2012.

Indonesia, Departemen Agama Republik. Panduan Kegiatan Ekstakulikuler


Pendidikan Agama Islam. Jakarta: DepagRI, 2005.

Indonesia, Republik. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendididikan Nasional (Cet. 2). Bandung: Citra Umbara, 2010.

Jalaluddin, Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998.

Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan. Kamus Besar Bahasa Indonesia,


Jakarta: Balai Pustaka, 1989.

Koesmarwati, Nugroho Widiyantoro. Dakwah Sekolah di Era Baru, Solo: Era Inter
Media, 2000.

Mar‟at, Mutu Manusia Perubahan Serta Pengukurannya, Jakarta: Ghalia


Indonesia,1982.

Melong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif.

Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Cet. XXIII. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2007.

Muhaimin dkk, Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: Citra Media, 1996.

Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Raja


Grafindo Persada, 2005.

Muhaimin. Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,


Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: PT.Raja Grafindo, 2009.

Munir, M. dan Ilahi, Wahyu. Managemen Dakwah. Jakarta: Pranada Media, 2006.

Murni, Wahid. Cara Mudah Menulis Proposal dan Laporan Penelitian Lapangan
(Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Skripsi, Tesis, dan Desertasi, Cet. I
(Malang: UM Press. 2008)

Nasution, Metode Research Penelitian Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara, 2007.


88

Nata, Abuddin. Ilmu Pendidikan Islam (Cet. 1). Jakarta: Prenada Media Group,
2010.

Pangesti, Riyanti Lintang. Internalisasi Belajar dan Spesialis. http:/ilmu sosial


dasar-lLintang.Blogsport.com: diakses 29 Oktober 2015.

Rahardjo, Mudjia. Sosiologi Pedesaan (Studi Perubahan Sosial. Malang: UIN


Malang Press, 2007.

Riyadi, Aris. Implementasi Pendidikan Karakter melalui kegiatan Ekstrakurikuler


Rohani Islam (Rohis) dan Kegiatan Pembiasaan Keagamaan SMA Negeri
Kota Salatiga Tahun Pelajaran 2015/2016. Salatiga: Tesis IAIN
SALATIGA, 2017.

Rozi, Fatkur. Hadits Tarbawi. Semarang: CV. Karya Abadi Jaya, 2015.

S, Darmiatun Daryanto. Implementasi pendidikan karakter disekolah. Yogyakarta:


Gava Media, C 1,2013.

Salim, Peter dan Salim, Yenni. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta:
Balai Pustaka, 1995.

Sahertian, Piet A. Dimensi Administrasi Pendidikan, surabaya: usaha nasional,


1994.

Shihab, Quraish. Tafsir al-Misbah Pesan, kesan dan keserasian Al-Qur‟an.


Jakarta: Lentera Hati, 2007.

Siagian, P. Filsafat Administrasi, Jilid 1. Bandung: Penerbit Gramediana, 2006.

Slameto. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka


Cipta, 1995.

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Cet. IV. Bandung: ALFABETA, 2008.

Sururin. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Suryosubroto. Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 1997.

Syahidin. Menelusuri Metode Pendidikan Islam dalam Al-Qur’an. Bandung:


Alfabeta, 2009.
89

Titi, Kadi dan Awwaliayah, Robiatul. “Inovasi Pendidikan Upaya Penyelesaian


Problematika Pendidikan di Indonesia” Islam Nusantara, (online), 1 (2),
https://jurnaljurnalnu.com/index,php/as/artiche, 2017.

Usman, Moh. Uzer dan Setyowati, Lilis. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar
Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993.

Wahyosumidjo. Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritik dan


Permasalahannya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002

Yaqin, Husnul. Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah Makalah dan Tesis.
Jayapura: IAIN, 2020.

Yin, Robert K. .Studi Kasus (Desain dan Metode). Jakarta: PT. Raja Grafindo,
2002.

Anda mungkin juga menyukai