Anda di halaman 1dari 132

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan alat untuk membangun kecerdasan sekaligus

kepribadian anak menjadi lebih baik. Oleh karena itu, pendidikan secara terus-

menerus dibangun dan dikembangkan agar proses pelaksanaannya menghasilkan

generasi yang cerdas dan berkarakter. Demikian pula dengan pendidikan di

Indonesia, bangsa Indonesia tidak ingin menjadi bangsa yang bodoh dan

terbelakang, terutama dalam menghadapi era globalisasi seperti saat ini. Perbaikan

sumber daya manusia yang cerdas, terampil, mandiri, dan berakhlak mulia terus

diupayakan melalui proses pendidikan. Hal ini sejalan dengan fungsi dan tujuan

dari pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem

Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 yang berbunyi sebagai

berikut.

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi anak agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kretaif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.

Sistem pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa yang bertujuan untuk mengembangkan potensi anak agar

menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

1
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan warga negara yang

demokratis dan bertanggung jawab.

Pendidikan dipercaya dapat membangun kecerdasan sekaligus kepribadian

anak menjadi lebih baik. Apa jadinya jika pendidikan hanya mementingkan

kecerdasan intelektual tanpa membangun karakter pada anak? Hasilnya adalah

kerusakan moral dan pelanggaran nilai-nilai. Pada akhirnya, hasil pendidikan

seperti ini hanya akan seperti robot, berakal tetapi tidak berkarakter.

Proses pendidikan perlu dievaluasi dan diperbaiki untuk menghasilkan

peserta didik yang unggul. Salah satu upaya perbaikan kualitas pendidikan adalah

munculnya gagasan mengenai pentingnya pendidikan karakter dalam dunia

pendidikan di Indonesia. Gagasan ini muncul karena proses pendidikan yang

selama ini dilakukan dinilai belum sepenuhnya berhasil dalam membangun

manusia Indonesia yang berkarakter.

Kemendiknas (Haedar Nashir, 2013: 10) menjelaskan karakter adalah

watak, tabiat, akhlak atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil

internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai

landasan untuk cara pandang, berpikir bersikap dan bertindak. Sedangkan

pendidikan karakter menurut Mulyasa (Muhammad Fadlillah dan Lilif Mualifatu,

2013: 23) adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter pada anak yang

meliputi komponen kesadaran, pemahaman, kepedulian dan komitmen yang tinggi

untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Allah Tuhan Yang Maha

Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan maupun masyarakat dan bangsa secara

keseluruhan sehingga menjadi manusia sempurna sesuai dengan kodratnya.

2
Pendidikan karakter bukan hal baru bagi masyarakat Indonesia. Bahkan

sejak awal kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru, dan kini orde reformasi

telah banyak langkah-langkah yang sudah dilakukan dalam rangka pendidikan

berkarakter dengan nama dan bentuk yang berbeda-beda. Dalam UU tentang

pendidikan nasional yang pertama kali, yaitu UU 1946 yang berlaku tahun 1947

hingga UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 pendidikan karakter telah ada, namun

belum menjadi fokus utama pendidikan. Pendidikan karakter masih digabung

dalam mata pelajaran agama dan diserahkan sepenuhnya pada guru agama.

Pendidikan karakter belum menunjukkan hasil yang optimal hingga saat ini.

Hal ini terbukti dari fenomena-fenomena sosial yang menunjukkan perilaku tidak

berkarakter, seperti sering terjadinya tawuran antar pelajar, adanya pergaulan

bebas, kerusakan lingkungan yang terjadi di seluruh pelosok negeri, masih

terjadinya ketidakadilan hukum, kekerasan dan kerusuhan, korupsi yang mewabah

dan merambah pada semua sektor kehidupan masyarakat, tindakan anarkis, serta

konflik sosial lainnya.

Bung Karno, bapak pendiri bangsa menegaskan “Bangsa ini harus


dibangun dengan mendahulukan pembentukan karakter karena
pembentukan karakter inilah yang akan membuat Indonesia menjadi
bangsa yang besar, maju dan jaya serta bermartabat. Jika
pembentukan karakter tidak dilakukan, bangsa Indonesia akan
menjadi bangsa kuli” (Novan Ardy, 2013: 15).

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 Tahun 2009 membentuk

kurikulum PAUD yang berbasis KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).

Kurikulum ini merupakan salah satu acuan wajib yang harus dikembangkan oleh

guru, sehingga menghasilkan pendidikan yang berkualitas. Dalam kurikulum ini

terdapat aspek-aspek perkembangan anak, tingkat pencapaian perkembangan anak


3
dan indikator-indikatornya. Aspek-aspek perkembangan anak yang tercantum

adalah aspek nilai-nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, sosial emosional

dan bahasa.

Kurikulum yang terdapat dalam Permendiknas Nomor 58 tahun 2009

termasuk kurikulum yang menerapkan pendidikan karakter. Hal ini dapat dilihat

dari salah satu aspek yang perlu dikembangkan pada anak usia dini, yaitu aspek

nilai-nilai agama dan moral. Aspek nilai-nilai agama dan moral merupakan

perwujudan dari pendidikan karakter, karena mengacu pada pembentukan moral

pada anak usia dini. Dengan adanya kurikulum ini diharapkan mampu

membangun generasi penerus bangsa yang berkarakter, yaitu generasi penerus

bangsa yang tidak hanya cerdas intelektualnya saja, tetapi juga cerdas emosi dan

spiritualnya.

Pendidikan karakter perlu diperkenalkan sejak anak usia dini yaitu melalui

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) karena PAUD memegang peranan yang

sangat penting dan menentukan sejarah perkembangan anak selanjutnya. PAUD

merupakan pondasi bagi dasar kepribadian anak, termasuk dalam membentuk

karakter pada diri anak. Sehingga pendidikan karakter harus dimulai dari tingkat

satuan pendidikan anak usia dini dengan mengacu pada Permendiknas No. 58

tahun 2009.

Taman Kanak-kanak merupakan salah satu jenjang Pendidikan Anak Usia

Dini. Pendidikan Taman Kanak-kanak memiliki tujuan pendidikan menurut

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal 28 ayat 3

adalah membantu anak didik dalam mengembangkan berbagai potensi baik secara

4
psikis maupun fisik yang meliputi pengembangan segala aspek yaitu moral, nilai,

sosial, emosional, kognitif, bahasa, motorik, kemandirian dan seni untuk

dipersiapkan memasuki pendidikan dasar.

Fadlillah dan Mualifatu (2013: 3) mengungkapkan bahwa pembelajaran

tauhid merupakan dasar dari pendidikan karakter, karena landasan utama dalam

pembentukan karakter adalah agama. Makna dari tauhid adalah mengesakan Allah

SWT atau kuatnya kepercayaan bahwa Allah SWT hanya satu (Muhammad

Fadlillah dan Lilif Mualifatu, 2013: 117). Pembelajaran tauhid berarti

pembelajaran yang mengenalkan dan mengajarkan anak tentang Tuhannya.

Dengan mengajarkan anak untuk beragama dengan baik, secara tidak langsung

telah memerintahkan untuk berbuat kebajikan. Hal ini termasuk dari bagian

pendidikan karakter bangsa.

Sekolah yang menerapkan pembelajaran tauhid sudah mulai bermunculan di

Indonesia, salah satunya adalah PAUD yang dirintis oleh pakar otak kanan, Ippho

Santosa, yaitu TK Khalifah. TK Khalifah didirikan sejak tahun 2007. TK Khalifah

memiliki banyak cabang di seluruh Indonesia dan merupakan TK franchise. Di

Yogyakarta sendiri, TK Khalifah terdiri dari 8 cabang yang salah satunya

berlokasi di Jalan Poncowolo 24, Wirobrajan, Yogyakarta.

TK Khalifah mempunyai beberapa program pembelajaran tauhid untuk

menunjang pembentukan karakter pada anak, seperti mengenalkan Tuhannya,

nama-nama dan sifat Allah SWT, program sholat dhuha dan berlatih wudhu setiap

hari, iqro setiap hari, sedekah setiap hari, latihan puasa Senin-Kamis, manasik

haji, pengajian pada hari-hari besar agama islam, dan lain sebagainya. Program-

5
program ini diharapkan mampu memenuhi rasa agama yang ada pada anak,

sehingga menciptakan anak-anak yang berkarakter.

Kelebihan dari TK Khalifah yang telah menerapkan pembelajaran tauhid

membuat peneliti tertarik untuk mengkaji lebih mendalam tentang pelaksanaan

pembelajaran tauhid di TK Khalifah Wirobrajan. Oleh karena itu, peneliti

memiliki keinginan untuk melakukan penelitian di TK Khalifah Wirobrajan

dengan mengangkat judul “Pelaksanaan Pembelajaran Tauhid di TK Khalifah

Wirobrajan”.

B. Identifikasi Masalah

1. Pendidikan yang hanya mengembangkan aspek intelektual tanpa

mengembangkan aspek moral hanya akan membentuk generasi-generasi

robot, yaitu generasi yang berakal tetapi tidak berkepribadian.

2. Dalam UU tentang pendidikan nasional yang pertama kali, yaitu UU 1946

yang berlaku tahun 1947 hingga UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003

pendidikan karakter telah ada, namun belum menjadi fokus utama

pendidikan.

3. Proses pendidikan yang selama ini dilakukan dinilai belum sepenuhnya

berhasil dalam membangun manusia Indonesia yang berkarakter.

4. Pembelajaran tauhid merupakan salah satu penerapan dari pendidikan

karakter yang telah dilaksanakan di TK Khalifah Wirobrajan.

C. Batasan Masalah

Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka peneliti membatasi

masalah agar mendapatkan fokus penelitian. Pembatasan masalah tersebut adalah

6
pelaksanaan pembelajaran tauhid yang merupakan dasar dari pendidikan karakter

di TK Khalifah Wirobrajan.

D. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang dan batasan masalah tersebut dapat ditarik sebuah

rumusan masalah yaitu “Bagaimana pelaksanaan pembelajaran tauhid di TK

Khalifah Wirobrajan?”

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan penelitian

ini adalah untuk mengkaji lebih dalam dan mendeskripsikan tentang bagaimana

pelaksanaan pembelajaran tauhid di TK Khalifah Wirobrajan.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah hasil follow up penggunaan informasi dari hasil

penelitian. Manfaat dari kegiatan penelitian ini sebagai berikut:

1. Segi Teoritis

a. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang perkembangan nilai

agama dan moral anak usia dini.

b. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran tauhid di TK Khalifah

Wirobrajan.

c. Memperkuat teori bahwa pembelajaran tauhid merupakan dasar

pembentukan karakter anak.

7
2. Segi Praktis

a. Bagi pendidik, dengan penerapan pembelajaran tauhid di TK Khalifah

Wirobrajan, dapat menjadi contoh atau model melaksanakan pembelajaran

untuk TK lainnya.

b. Bagi pihak sekolah, dengan adanya kegiatan penelitian dapat meningkatkan

kualitas sekolah dalam proses pembelajaran.

c. Bagi peneliti,

1) Menambah pengalaman dan pembelajaran tentang keilmuan PAUD.

2) Menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang pelaksanaan pembelajaran

tauhid dalam upaya menerapkan pendidikan karakter di TK Khalifah

Wirobrajan.

8
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Kajian Tentang Teori Belajar Anak Usia Dini

Fadlillah (2012: 102) mengatakan bahwa teori pembelajaran anak usia dini

tidak jauh berbeda dengan teori-teori pendidikan yang telah ada sekarang ini.

Hanya saja yang membedakan adalah cara mengaplikasikannya dalam proses

pembelajaran. Dengan kata lain, teori-teori tersebut dikaitkan dengan karakteristik

pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini. Sedangkan Slamet Suyanto

(2005: 82) mengungkapkan bahwa teori belajar pada anak usia dini adalah suatu

pemikiran ideal untuk menerangkan apa, bagaimana dan mengapa belajar itu,

serta persoalan lain tentang belajar pada anak usia dini.

Teori belajar dikembangkan dari kenyataan bahwa manusia secara alami

memiliki kemampuan dan kemauan untuk belajar yang luar biasa. Manusia telah

mengembangkan peradaban, ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai wujud dari

proses belajar. Setiap anak memiliki cara dan hasil belajar yang berbeda-beda.

Begitu pula anak dari budaya masyarakat dan negara yang berbeda

mengembangkan kebudayaan yang berbeda pula. Jadi, aspek yang dipelajari anak

meliputi berbagai aspek kehidupan dan hasilnya sangat dipengaruhi oleh bakat,

minat, kecerdasan dan kultur budaya anak. Slamet Suyanto (2005: 82)

menambahkan bahwa teori belajar pada anak usia dini diperlukan untuk berbagai

kepentingan, seperti “untuk menyusun kegiatan pembelajaran, untuk mendiagnosa

problem yang muncul di kelas, untuk mengevaluasi hasil belajar dan sebagai

kerangka penelitian”.

9
Proses pembelajaran memiliki banyak teori yang telah diungkapkan oleh

para ahli pendidikan maupun psikolog. Teori-teori ini berkaitan dengan bagaimana

cara memperlakukan anak dalam kegiatan pembelajaran sehingga mereka mampu

menerima dan menangkap materi yang disampaikan pendidik dengan baik.

Berikut akan penulis paparkan beberapa teori belajar yang dapat diterapkan di

PAUD khsususnya Taman Kanak-kanak.

1. Teori Belajar Behaviorisme

Behaviorisme adalah aliran psikologi yang memandang bahwa manusia

belajar dipengaruhi oleh lingkungan. Belajar menurut teori behaviorisme

merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi melalui proses stimulus dan

respon yang bersifat mekanis. Oleh karena itu, lingkungan yang sistematis, teratur

dan terencana dapat memberikan pengaruh (stimulus) yang baik sehingga manusia

bereaksi terhadap stimulus tersebut dan memberikan respon yang sesuai (Sofia

Hartati, 2005: 23).

Thorndike (Asri Budiningsih, 2003: 21) mengemukakan bahwa belajar

merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus dalam hal ini

dapat berupa pikiran, perasaan atau gerakan. Perubahan tingkah laku tersebut

dapat berwujud sesuatu yang konkret yang dapat diamati atau yang tidak konkret

yang tidak bisa diamati. Namun demikian menurut Watson (Sofia Hartati, 2005:

23), stimulus dan respon tersebut memang harus dapat diamati. Hal ini

disebabkan, meskipun perubahan yang tidak diamati seperti perubahan mental itu

penting, namun menurutnya tidak menjelaskan apakah proses belajar tersebut

10
sudah terjadi atau belum. Dengan asumsi demikian, dapat diramalkan perubahan

apa yang akan terjadi pada anak.

Pavlov (Sofia Hartati, 2005: 24) mengemukakan teori classical conditioning

bahwa hampir semua organisme perilakunya terjadi secara refleks dan dibatasi

oleh rangsangan yang sederhana. Ia mengemukakan bahwa stimulus

dipersyaratkan (conditioning reflex) untuk memberikan respons yang diharapkan

oleh lingkungan sesuai dengan tuntutan lingkungan (refleks yang dikondisikan)

yang selanjutnya disebut classical conditioning (Conny R Semiawan, 2008: 3).

Teori belajar classical conditioning merupakan teori belajar kategori stimulus-

respon (S-R). Classical conditioning mempersyaratkan adanya dua stimulus yang

berpasangan, yaitu stimulus yang dinamakan stimulus berkondisi (conditioned

stimulus) dan stimulus tak terkondisi (unconditioned stimulus). Hasilnya adalah

dimulainya respon tidak terkondisi (unconditioned respon), untuk selanjutnya

menjadi respon terkondisi (conditioned respon). Dengan demikan dapat

disimpulkan bahwa stimulus tak bersyarat dan stimulus tambahan yaitu stimulus

terkondisi akan menghasilkan respon baru yaitu respon atau tanggapan terkondisi.

Skinner (Sofia Hartati, 2005: 24) yang terkenal dengan teori operant

conditioning, beranggapan bahwa perilaku manusia yang dapat diamati secara

langsung adalah akibat dari perbuatan sebelumnya. Kalau konsekuensinya

menyenangkan maka hal tersebut akan diulanginya lagi. Konsekuensi-

konsekuensi tersebut adalah penguatan (reinforcement) untuk berbuat sekali lagi

dan seterusnya. Konsekuensi bisa berubah hadiah atau hukuman.

11
Implikasi dari teori ini ialah bahwa guru harus berhati-hati dalam

menentukan jenis hadiah dan hukuman. Guru harus mengetahui benar hobi atau

kesenangan anak didiknya. Hukuman harus benar-benar sesuatu yang tidak

disukai anak dan sebaliknya, hadiah merupakan hal yang sangat disukai anak.

Jangan sampai anak yang diberi hadiah menganggapnya sebagai hukuman atau

sebaliknya, apa yang menurut guru adalah hukuman bagi anak dianggap sebagai

hadiah.

2. Teori Belajar Kognitif

Kaum kognitivis berpandangan bahwa tingkah laku seseorang lebih

bergantung kepada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada didalam suatu

situasi. Jadi, dalam proses pembelajaran teori kognitif lebih menekankan pada

kemampuan kognitif anak. Adapun ciri-ciri pembelajaran kognitif menurut

Fadlillah (2012: 102) sebagai berikut.

a. Dalam proses pembelajaran lebih menghendaki dengan pengertian daripada

hafalan, hukuman dan ganjaran (reward).

b. Pembelajaran lebih menggunakan insight untuk pemecahan masalah.

Teori kognitif memiliki banyak kelompok aliran yang dipelopori oleh para

psikolog. Diantaranya, yaitu teori dari Jean Piaget, Jerome Brunner dan David

Ausubel.

a. Jean Piaget

Piaget (Asri Budiningsih, 2003: 35) mengungkapkan bahwa proses belajar

akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi

(penyeimbangan). Proses asimilasi merupakan proses pengintegrasian atau

12
menyatukan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki oleh

individu. Proses akomodasi merupakan proses penyesuaian struktur kognitif ke

dalam situasi yang baru. Sedangkan proses ekuilibrasi adalah penyesuaian

berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.

Piaget mengungkapkan bahwa proses belajar seseorang akan mengikuti pola

dan tahap-tahap perkembangan sesuai dengan usianya. Pola dan tahap-tahap ini

bersifat hierarkis, artinya harys dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang

tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya. Piaget

(Santrock, 2007: 251) membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi

empat, yaitu:

1) Tahap sensorimotor (usia 0 sampai 2 tahun).

Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan

persepsinya yang sederhana.

2) Tahap praoperasional (usia 2 sampai 7 tahun).

Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu praoperasional dan intuitif.

a) Praoperasional (usia 2 sampai 4 tahun), anak telah mampu

menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsepnya, walaupun

masih sangat sederhana. Maka sering terjadi kesalahan dalam

memahami objek.

b) Tahap intuitif (usia 4 sampai 7 tahun), anak telah dapat memperoleh

pengetahuan berdasarkan kesan yang sudah abstrak. Dalam menarik

kesimpulan sering tidak diungkapkan dengan kata-kata. Oleh sebab

13
itu, pada usia ini anak telah dapat mengungkapkan isi hatinya secara

simbolik terutama bagi yang memiliki pengalaman yang luas.

3) Tahap operasional konkrit (usia 7 sampai 11 tahun).

Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan

benda-benda yang bersifat konkrit. Anak sudah tidak perlu coba-coba

dan membuat kesalahan, karena anak sudah dapat berfikir dengan

menggunakan model “kemungkinan” dalam melakukan kegiatan

tertentu. Anak dapat menggunakan hasil yang telah dicapai sebelumnya.

Anak mampu menangani sistem klasifikasi. Pada tahap ini, anak masih

memiliki masalah mengenai berfikir abstrak.

4) Tahap operasional formal (usia 11 sampai dewasa).

Pada tahap ini anak sudah mampu berfikir abstrak dan logis dengan

menggunakan pola berpikir “kemungkinan”. Model berpikir ilmiah

dengan tipe hipothetico-deductive sudah mulai dimiliki anak, dengan

kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan

hipotesa.

Dari tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Piaget di atas, dapat

dilihat bahwa anak usia dini masuk pada tahap sensorimotor dan praoperasional.

Sedangkan untuk anak usia Taman Kanak-kanak sendiri masuk pada tahap

praoperasional, yaitu usia 2 sampai 7 tahun.

b. Jerome Brunner

Brunner (Asri Budiningsih, 2003: 41) menekankan adanya pengaruh

kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut free

14
discovery learning, Brunner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan

dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada anak untuk

menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh

yang anak jumpai dalam kehidupannya.

Brunner (Asri Budiningsih, 2003: 41) mengungkapkan bahwa

perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh

caranya melihat lingkungan, yaitu: enactive, iconic dan symbolic.

1) Tahap enactive

Seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk

memahami lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia

sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya, melalui

gigitan, sentuhan, pegangan dan sebagainya.

2) Tahap iconic

Seseorang memahami obyek-obyek atau dunianya melalui gambar-

gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia

sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan

perbandingan (komparasi).

3) Tahap symbolic

Seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasa-gagasan abstrak

yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan

logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-

simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya. Komunikasinya

dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol.

15
Model pemahaman konsep dari Brunner menjelaskan bahwa pembentukan

konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang

berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan

mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (objek

atau peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu. Dalam

pemahaman konsep, konsep-konsep sudah ada sebelumnya, sedangkan dalam

pembentukan konsep adalah sebaliknya, yaitu tindakan untuk membentuk

kategori-kategori baru. Jadi merupakan tindakan penemuan konsep. Brunner juga

menekankan bahwa belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara seseorang mengatur

pesan atau informasi, bukan ditentukan oleh usia.

c. David Paul Ausubel

Ausubel (Asri Budiningsih, 2003: 51) mengatakan bahwa proses belajar

terjadi jika seseorang mampu mengasimilasikan pengetahuan yang telah

dimilikinya dengan pengetahuan baru. Proses belajar akan terjadi melalui tahap-

tahap memperhatikan stimulus, memahami makna stimulus, menyimpan dan

menggunakan informasi yang sudah dipahami.

Teori-teori belajar yang ada selama ini masih banyak menekankan pada

belajar asosiatif atau belajar menghafal. Belajar demikian menurut Ausubel tidak

bermakna bagi anak. belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi

anak. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan

yang telah dimiliki anak dalam bentuk struktur kognitif.

Struktur kognitif merupakan struktur organisasional yang ada dalam ingatan

seseorang yang mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah ke

16
dalam suatu unit konseptual. Struktur kognitif yang dimiliki individu menjadi

faktor utama yang mempengaruhi kebermaknaan dari perolehan pengetahuan

baru. Oleh sebab itu, maka diperlukan adanya upaya untuk mengorganisasi isi

atau materi pelajaran serta penataan kondisi pembelajaran agar dapat

memudahkan proses asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif anak

yang belajar.

Dalam kaitannya dengan pendidikan anak usia dini, teori belajar kognitif ini

dapat dilakukan dengan menciptakan pembelajaran yang mengasyikkan dan

menyenangkan sehingga anak merasa nyaman dan senang untuk mengikuti

pembelajaran, yaitu dengan metode bermain atau eksperimen. Keterlibatan anak

secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan

anak maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat

terjadi dengan baik.

Penggunaan media pembelajaran yang konkrit juga sangat diperlukan untuk

menumbuhkan pengetahuan baru bagi anak. Adanya perbedaan antar individu

anak juga haus diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan

belajar anak. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan

berpikir, pengetahuan awal dan sebagainya.

3. Teori Belajar Experiental Learning

Teori belajar experiental learning dikembangkan oleh David Kolb pada

tahun 1984. Menurut Kolb (1984: 41) “Experiental learning theory defines

learning as the process whereby knowladge is created through the transformation

of experience. Knowladge results from the combination of grasping and

17
transforming experience”. Belajar sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan

melalui transformasi pengalaman. Pengetahuan merupakan hasil perpaduan antara

memahami dan mentransformasi pengalaman. Pendapat Kolb sesuai dengan Terry

Morison (Amir Achsin, 1985: 5) bahwa:

Seseorang dapat belajar dengan sebaik-baiknya apabila ia sendiri


secara pribadi terlibat langsung didalam pengalaman belajar itu.
Pengetahuan harus ditemukan sendiri jika menginginkan ilmu itu lebih
bermakna bagi diri sendiri sehingga dapat menimbulkan perubahan
pada tingkah laku pada diri sendiri. Selain itu, keterikatan untuk
belajar menjadi lebih tinggi apabila dirinya bebas menentukan sendiri
tujuan pelajaran dan kegiatan-kegiatan untuk mencapainya.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa teori belajar experiental learning adalah

proses transfer ilmu pengetahuan melalui pengalaman langsung, yaitu dengan

memberikan kebebasan belajar dan kegiatan sehingga dapat mengubah tingkah

laku anak. Sedangkan menurut John Dewey (Tadkiroatun Musfiroh, 2005:22),

anak selalu ingin mengeksploitasi lingkungannya dan memperoleh manfaat dari

lingkungan itu. Pada saat mengeksploitasi lingkungannya itulah anak menghadapi

permasalahan pribadi dan sosial. Ini merupakan hal yang problematis yang

mendorong anak untuk mempergunakan kemampuannya untuk menyelesaikan

masalah dan memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya secara aktif.

Dewey mengungkapkan bahwa anak mempergunakan aktivitas yang

berbeda-beda pada saat belajar. Pada tingkat pertama, yakni untuk anak

prasekolah, anak-anak terlibat secara aktif dengan latihan organ-organ sensorik

dan perkembangan koordinasi fisik. Tahap kedua, anak terlibat dengan materi dan

alat-alat yang ditemukan di lingkungannya. Pada tahap ini, lingkungan yang

diperkaya dengan materi-materi belajar akan mampu menggairahkan minat anak

18
dan mendorong mereka untuk membangun, bereksperimen dan berkreasi. Tahap

ketiga, anak-anak menemukan ide-ide, menguji dan menggunakan ide-ide itu.

Pembelajaran beralih dari dorongan yang sederhana ke observasi yang hati-hati,

merencanakan dan memikirkan tentang akibat suatu tindakan.

Anak belajar melalui pengalaman, yang dalam pengalaman itulah anak

mempraktikkan suatu metode saintifik (Tadkiroatun Musfiroh, 2005:22).

a. Anak sebagai pembelajar, menghadapi pengalaman asli, yaitu


keterlibatan aktif anak dalam suatu aktivitas yang menarik bagi
mereka.
b. Didalam pengalaman ini, anak menemukan berbagai masalah yang
menstimulasi mereka untuk berpikir.
c. Anak-anak memproses informasi-informasi yang ada disekitarnya dan
melakukan serangkaian dugaan untuk mendapatkan informasi-
informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah.
d. Anak mengembangkan berbagai kemungkinan solusi atau alternatif
yang mungkin dapat menyelesaikan masalah.
e. Anak mengkaji alternatif-alternatif solusi tersebut dan menerapkannya
pada masalah yang sedang mereka hadapi. Ini merupakan suatu cara
untuk menguji sendiri kesahihan alternatif solusi tersebut.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya pengalaman,

anak telah belajar dan memperoleh pengetahuan. Ini berarti, pengetahuan

bukanlah wujud informasi yang melekat otomatis pada anak yang diperoleh tanpa

usaha. Pengetahuan merupakan suatu alat untuk menyelesaikan masalah.

Kekayaan pengetahuan anak yang diperoleh melalui pengalaman-pengalaman itu

dipergunakan anak sebagai materi untuk menyelesaikan masalah.

Pada saat menjalani proses belajar, anak mungkin memiliki kualitas

pengalaman yang berbeda-beda. Anak mungkin puas karena dapat memecahkan

sebuah teka-teki dari suatu peristiwa. Anak mungkin juga terganggu dengan

kehadiran sesuatu, dan bingung ketika muncul elemen yang tidak terduga. Ada

19
kalanya anak memperoleh kejelasan dari suatu hal, mungkin mendapatkan suatu

kesenangan atau mungkin sebaliknya. Anak mungkin saja mengalami suatu

ketenangan dan diwaktu lain mungkin saja mengalami kegelisahan. Dalam suatu

waktu, anak bisa saja memperoleh kepastian keamanan dan dilain waktu

berhadapan dengan bahaya. Menurut Ziniewicz (Tadkiroatun Musfiroh, 2005:25),

apa yang dialami anak adalah kualitas pengalaman, dan semua itu dapat menjadi

sumber sekaligus akibat dari suatu masalah.

4. Teori Belajar Multiple Intelligences

Multiple Intelligences merupakan istilah yang diciptakan oleh Howard

Gardner. Menurut Gardner, kecerdasan adalah potensi biopsikologi (Tadkiroatun

Musfiroh, 2005: 48). Teori ini menandaskan bahwa setiap orang memiliki semua

kapasitas kecerdasan. Hanya saja, semua kecerdasan tersebut bekerja dengan cara

yang berbeda-beda, tetapi bersama-sama berfungsi secara khas dalam diri

seseorang.

Menurut teori Multiple Intelligences, anak belajar melalui berbagai macam

cara. Anak mungkin belajar melalui kata-kata, melalui angka-angka, melalui

gambar dan warna, melalui nada-nada suara, melalui interaksi dengan orang lain,

melalui diri sendiri, melalui alam dan melalui perenungan tentang hakikat sesuatu.

Meskipun demikian, anak pada umumnya belajar melalui kombinasi dari beberapa

cara.

Gardner (Asri Budiningsih, 2003: 115) memperkenalkan sekaligus

mempromosikan hasil penelitian Project Zero di Amerika yang berkaitan dengan

kecerdasan ganda (multiple intelligences). Teorinya menghilangkan anggapan

20
yang ada selama ini tentang kecerdasan manusia. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa tidak ada satuan kegiatan manusia yang hanya menggunakan

satu macam kecerdasan, melainkan 7 kecerdasan dan saat ini ditambahkan 2

kecerdasan menjadi 9 kecerdasan. Kecerdasan yang paling menonjol akan

mengontrol kecerdasan-kecerdasan lainnya dalam memecahkan masalah.

Gardner (Munif Chatib dan Alamsyah Said, 2012: 78) berkata, salah
besar apabila kita mengasumsikan bahwa IQ adalah suatu entitas atau
besaran tunggal dan tetap, yang bisa diukur dengan tes menggunakan
pensil dan kertas.

Gardner yang merupakan ahli syaraf di Universitas Harvard membuat

klasifikasi kecerdasan berdasarkan fakta empiris yang menyatakan bahwa otak

manusia setidaknya menyimpan sembilan jenis kecerdasan yang disepakati,

sedangkan selebihnya masih misteri, yaitu terdiri dari:

a. Kecerdasan linguistik
b. Kecerdasan logis-matematis
c. Kecerdasan spasial
d. Kecerdasan kinestetis
e. Kecerdasan musik
f. Kecerdasan interpersonal
g. Kecerdasan intrapersonal
h. Kecerdasan naturalis
i. Kecerdasan eksistensialis

Berikut ini dijelaskan bagaimana cara belajar anak dalam tiap-tiap

kecerdasan yang dimilikinya. Tiap-tiap kecerdasan memiliki kecenderungan

aktivitas yang berbeda. Aktivitas yang mengandung berbagai cara dipandang

sebagai aktivitas yang menstimulasi beberapa kecerdasan sekaligus.

21
Tabel 1. Cara Belajar Anak Berdasarkan Multiple Intelligences
Kecerdasan Cara belajar
1. Verbal/linguistik Melalui kata-kata, tulisan (membaca dan menulis),
menyimak cerita dan bercerita, deklamasi, permainan
kata, berdiskusi.

2. Logis-matematis Menghitung, mencongak, bermain dengan angka,


memecahkan teka-teki, mencoba (bereksperimen),
menelusuri sebab musabab sesuatu.

3. Spasial Membangun dan merancang miniatur bangunan,


mewarnai, mengkombinasikan warna-warna, bermain
imajinasi, memetak pikiran, mencermati bentuk,
menggambar, menyusun.

4. Kinestetis Memegang dan menyentuh benda, mendramakan,


bergerak/ beraktivitas (melompat, meniti, berguling),
membaui dan mengecap, bermain bongkar pasang,
menari, membentuk sesuatu.

5. Musikal Mengidentifikasi suara dan bunyi, menikmati berbagai


suara dan bunyi, menyanyi dan bersiul, bermain alat
musik, menikmati irama, mendengarkan lagu.

6. Interpersonal Belajar berkelompok, bekrja sama, berbagi rasa,


berbicara dengan orang lain, berbagi peran, bermain
peran, bermain tim, simulasi, berinteraksi.

7. Intrapersonal Merefleksi dan merenung, mengaitkan berbagai hal


dengan diri sendiri, mencoba sesuatu yang menantang,
membuat jadwal diri, menentukan pilihan,
mengidentifikasi dan mempergunakan emosi dan
perasaan, menentukan konsep diri.

8. Naturalis Mencermati alam sekitar, menikmati alam, berjalan-


jalan di alam terbuka, memperhatikan cuaca dan benda-
benda langit, peduli terhadap waktu, mengamati
binatang, mengamati tumbuhan, memperhatikan wujud
benda, memelihara tumbuhan, memelihara binatang.

9. Eksistensialis Mempertanyakan manfaat sesuatu, mencari sebab dari


sesuatu, mempertanyakan fungsi sesuatu,
mempertanyakan hubungan berbagai hal.

Sumber: Tadkiroatun Musfiroh (2005)

22
B. Kajian Tentang Pembelajaran Anak Usia Dini

Sebelum mengkaji tentang pembelajaran anak usia dini, akan penulis

jabarkan mengenai pengertian dari pembelajaran dan pengertian dari anak usia

dini terlebih dahulu. Selanjutnya penulis akan memaparkan tahapan-tahapan

pelaksanaan pembelajaran anak usia dini.

1. Pengertian Pembelajaran

Suyono dan Hariyanto (Muhammad Fadlillah, 2012) menyebutkan bahwa

istilah pembelajaran berasal dari kata belajar, yaitu suatu aktivitas atau suatu

proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki

perilaku, sikap dan mengukuhkan kepribadian. Pengertian ini lebih diarahkan

kepada perubahan individu seseorang, baik menyangkut ilmu pengetahuan

maupun berkaitan dengan sikap dan kepribadian dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna pembelajaran diambil dari kata

ajar, yang artinya petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui atau

diturut. Dengan kata lain, pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan menjadikan

orang atau makhluk hidup belajar.

Syaiful Sagala (2010: 61) menjelaskan bahwa pembelajaran adalah suatu

proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai

pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Sedangkan

dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan

bahwa pembelajaran ialah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

23
Berdasarkan uraian tentang pengertian pembelajaran di atas, dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses komunikasi dua arah antara orang

dewasa (pendidik) dan anak dimana terdapat perubahan tingkah laku pada diri

anak baik dari aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan psikomotor yang

dihasilkan dan pentransferan dengan cara pengkondisian lingkungan belajar serta

bimbingan untuk mengarahkan siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Setelah mengetahui pengertian dari pembelajaran, berikut penulis akan

menguraikan komponen-komponen pembelajaran menurut Waluyo Adi (2000: 23)

a. Peserta didik

Peserta didik sering disebut murid, siswa, pelajar, mahasiswa dan anak

didik. Istilah yang bermacam-macam ini pada hakikatnya peserta didik itu adalah

manusia yang memerlukan bimbingan belajar dari orang lain yang mempunyai

suatu kelebihan. Oleh sebab itu, peserta didik tidak mesti orang yang lebih muda

dari pendidik, tetapi lebih muda dilihat dari tingkatan pengetahuannya dan

kemampuannya.

b. Pendidik

Pendidik sering disebut juga pengajar, dosen, guru, pamong, pembimbing

dan widyaiswara. Namun, macam-macam istilah itu pada hakikatnya pendidik

adalah seseorang yang kemampuannya atau kelebihannya diberikan kepada orang

lain melalui proses yang disebut pendidikan. Kompetensi yang perlu dimilki

seorang pendidik meliputi kompetensi pribadi (personal), kompetensi sosial dan

kompetensi profesional.

24
c. Kurikulum

Dakir (Waluyo Adi, 2000: 31) menjelaskan kurikulum merupakan

komponen penting dalam pembelajaran, karena kurikulum adalah alat untuk

mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum ini berfungsi sebagai pedoman pendidik

dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, disamping itu

kurikulum sebagai pedoman dalam belajar bagi peserta didik.

Melihat fungsi kurikulum bagi pencapaian tujuan pendidikan, pedoman bagi

pendidik dan peserta didik, maka kurikulum merupakan komponen yang sangat

penting untuk dipelajari pendidik dan calon pendidik. Kurikulum ini sangat luas

pengertiannya karena meliputi struktur program, silabus (GBPP) dan rencana

pembelajaran (Satuan Pelajaran). Dalam GBPP (silabus) memuat tujuan mata

pelajaran, sumber bahan, luas bahan, urut-urutan bahan, sistem penyampaian

(metode dan teknik), media dan pedoman evaluasi.

Kedudukan kurikulum dalam pembelajaran sangat jelas, tanpa kurikulum

pembelajaran tidak akan terarah dan tidak sistematis bahkan sulit diadakan

pengukuran keberhasilan belajarnya. Kurikulum merupakan instrumen penting

yang harus dipelajarai dan dipahami oleh pendidik maupun calon pendidik dalam

rangka perencanaan pembelajaran.

d. Sarana dan prasarana

Komponen lain yang cukup penting dalam pembelajaran adalah sarana dan

prasarana. Prasarana terkait dengan sarana pokok seperti gedung, ruang dan lain-

lain. Sedangkan sarana sebagai kelengkapannya seperti: kapur, penghapus, spidol,

dan lain-lain. Prasarana dan sarana ini sangat membantu keberhasilan proses

25
kegiatan pembelajaran. Dapat dibayangkan pembelajaran tanpa prasarana dan

sarana, meskipun tidak lengkap akan tetapi tetap diperlukan sebagai suatu

komponen pembelajaran.

e. Lingkungan sekolah

Lingkungan disini adalah situasi dan kondisi dimana lembaga pendidikan itu

berada. Situasi akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran meliputi keadaan

masyarakat (moral, urban, semi moral atau semi urban, iklim, keadaan alam

pegunungan atau dataran tinggi, dataran rendah atau pesisir, dsb). Sedangkan

kondisi berkaitan dengan tempat dimana lembaga pendidikan itu berada (ditengah

kota, kota besar, kota kecil, desa, dekat kota), terpencil, pelosok, dekat pasar,

dekat masjid atau gereja, dekat perkampungan dan sebagainya. Lingkungan ini

akan sangat berpengaruh dalam pencapaian keberhasilan belajar. Namun,

lingkungan diatas merupakan lingkungan asli dimana lingkungan itu sukar

diadakan perubahan akan tetapi lembaga pendidikan yang harus menyesuaikan.

2. Pengertian Anak Usia Dini

NAEYC (National Assosiation Education for Young Children) (Sofia

Hartati, 2005: 8) menjelaskan bahwa anak usia dini adalah sekelompok individu

yang berada pada rentang usia 0-8 tahun. Menurut definisi ini, anak usia dini

merupakan kelompok manusia yang berada dalam proses pertumbuhan dan

perkembangan. Hal ini mengisyaratkan bahwa anak usia dini adalah individu yang

unik karena memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan dalam aspek fisik,

kognitif, sosial-emosional, kreativitas, bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai

dengan tahapan yang sedang dilalui oleh anak.

26
Anak adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses

perkembangan sangat pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya.

Anak memiliki dunia dan karakteristik sendiri yang jauh berbeda dari dunia dan

karakteristik orang dewasa. Anak sangat aktif, dinamis, antusias dan hampir selalu

ingin tahu terhadap apa yang dilihat dan didengarnya, serta seolah-olah tak pernah

berhenti belajar.

Menurut pandangan psikologis anak usia dini memiliki karakteristik yang

khas dan berbeda dengan anak lain yang berada diatas usia 8 tahun. karakteristik

anak usia dini yang khas tersebut seperti yang dikemukakan oleh Richard D.

Kellough (Sofia Hartati, 2005: 8) adalah sebagai berikut:

a. Anak bersifat egosentris

Pada umumnya anak masih bersifat egosentris. Anak cenderung melihat dan

memahami sesuatu dari sudut pandang dan kepentingannya sendiri. Hal ini dapat

dilihat dari perilakunya seperti masih berebut alat-alat mainan, menangis bila

menghendaki sesuatu yang tidak dipenuhi oleh orang tuanya, atau memaksakan

sesuatu terhadap orang lain. Karakteristik seperti ini terkait dengan perkembangan

kognitifnya seperti yang diungkapkan oleh Piaget bahwa anak usia dini sedang

berada pada fase transisi dari fase praoperasional (2-7 tahun) ke fase operasional

konkret (7-11 tahun).

b. Anak memiliki rasa ingin tahu yang besar

Menurut persepsi anak, dunia ini dipenuhi dengan hal-hal yang menarik dan

menakjubkan. Hal ini menimbulkan rasa keingintahuan anak yang tinggi. Rasa

27
keingintahuan sangatlah bervariasi, tergantung dengan apa yang menarik

perhatiannya.

c. Anak adalah makhluk sosial

Anak senang diterima dan berada dengan teman sebayanya, senang

bekerjasama dalam membuat rencana dan menyelesaikan pekerjaan, saling

memberikan semangat dengan sesama temannya. Anak membangun konsep diri

melalui interaksi sosial di sekolah. Anak akan membangun kepuasan melalui

penghargaan diri ketika diberikan kesempatan untuk bekerjasama dengan

temannya.

d. Anak bersifat unik

Anak merupakan individu yang unik dimana masing-masing memiliki

bawaan, minat, kapabilitas dan latar belakang kehidupan yang berbeda satu sama

lain. Disamping memiliki kesamaan, menurut Bredekamp, anak juga memiliki

keunikan tersendiri seperti dalam gaya belajar, minat dan latar belakang keluarga.

e. Anak umumnya kaya dengan fantasi

Anak senang dengan hal-hal yang yang bersifat imajinatif, sehingga pada

umumnya kaya dengan fantasi. Anak dapat bercerita melebihi pengalaman-

pengalaman aktualnya atau kadang bertanya tentang hal-hal gaib sekalipun. Hal

ini disebabkan imajinasi anak berkembang melebihi apa yang dilihatnya.

f. Anak memiliki daya konsentrasi yang pendek

Pada umumnya anak sulit untuk berkonsentrasi pada suatu kegiatan dalam

jangka waktu yang lama. Anak selalu cepat mengalihkan perhatian pada kegiatan

lain, kecuali memang kegiatan tersebut selain menyenangkan juga bervariasi dan

28
tidak membosankan. Daya perhatian yang pendek membuat anak masih sangat

sulit untuk duduk dan memperhatikan sesuatu untuk jangka waktu yang lama,

kecuali terhadap hal-hal yang menyenangkan.

g. Anak merupakan masa belajar yang paling potensial

Masa anak usia dini disebut sebagai masa golden age atau magic years.

NAEYC mengemukakan bahwa masa-masa awal kehidupan tersebut sebagai

masa-masanya belajar dengan slogannya sebagai berikut: “Early years are

learning years”. Hal ini disebabkan bahwa selama rentang waktu usia dini, anak

mengalami berbagai pertumbuhan danperkembangan yang sangat cepat dan pesat

pada berbagai aspek. Pada periode ini hampir seluruh potensi anak mengalami

masa peka untuk tumbuh dan berkembang secara cepat dan hebat. Oleh karena itu,

pada masa ini anak sangat membutuhkan stimulasi dan rangsangan dari

lingkungannya.

3. Pembelajaran Anak Usia Dini

Sofia Hartati (2005: 28) mengungkapkan pembelajaran anak usia dini

merupakan proses interaksi antara anak, orang tua atau orang dewasa lainnya

dalam suatu lingkungan untuk mencapai tugas perkembangan. Interaksi yang

dibangun tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan

pembelajaran yang akan dicapai. Hal ini disebabkan interaksi tersebut

mencerminkan suatu hubungan dimana anak akan memperoleh pengalaman yang

bermakna, sehingga proses belajar dapat berlangsung dengan lancar. Menurut

Vigotsky (Sofia Hartati, 2005: 29) berpendapat bahwa pengalaman interaksi sosial

29
merupakan hal yang penting bagi perkembangan proses berpikir anak. Aktivitas

mental yang tinggi pada anak dapat terbentuk melalui interaksi dengan orng lain.

Pembelajaran akan menjadi pengalaman yang bermakna bagi anak jika anak

dapat melakukan sesuatu atas lingkungannya. Dalam hal ini dapat dikatakan

bahwa pembelajaran merupakan kesempatan bagi anak untuk mengkreasi dan

memanipulasi objek atau ide. Greenberg (Sofia Hartati, 2005: 29) berpendapat

bahwa anak akan terlibat dalam belajar secara lebih intensif jika ia membangun

sesuatu daripada sekedar melakukan atau menirukan sesuatu yang dibangun oleh

orang lain. Greenbeg menggambarkan bahwa pembelajaran dapat efektif jika anak

dapat belajar melalui bekerja, bermain dan hidup bersama dengan lingkungannya.

Anak senang bermain, oleh karena itu pembelajaran pada anak usia dini

pada dasarnya adalah bermain. Sesuai dengan karakteristik anak usia dini yang

bersifat aktif dalam melakukan berbagai eksplorasi terhadap lingkungannya, maka

aktivitas bermain merupakan bagian dari proses pembelajaran. Pembelajaran

diarahkan pada pengembangan dan penyempurnaan potensi kemampuan yang

dimiliki seperti kemampuan berbahasa, sosail-emosional, fisik motorik dan

kognitif (intelektual). Bredekamp (Masitoh, Ocih Setiasih dan Heny Djoehaeni,

2005:4) mengatakan play is an important vehicle for children, social, emotional

anad cognitive development. Artinya bermain merupakan wahana yang penting

untuk perkembangan sosial, emosi dan kognitif anak yang direfleksikan pada

kegiatan.

Berdasarkan uraian di atas, maka pembelajaran anak usia dini harus

dirancang agar tidak memberikan beban dan membosankan bagi anak, suasana

30
belajar perlu dibuat secara alami, hangat dan menyenangkan. Aktivitas bermain

(playful activity) yang memberikan kesempatan pada anak untuk berinteraksi

dengan teman dan lingkungannya merupakan hal yang diutamakan. Selain itu,

karena anak merupakan individu yang unik dan sangat variatif, maka unsur variasi

individu dan minat anak juga perlu diperhatikan.

4. Tahapan Pelaksanaan Pembelajaran Anak Usia Dini

Pada pembelajaran anak usia dini, Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 dan

Fadlillah (2012: 113) telah menjabarkan tahapan-tahapan pelaksanaan

pembelajaran yaitu tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan pembelajaran.

Sedangkan Jamaludin (2014: 18) menambahkan ditahapan ketiga adalah evaluasi

pembelajaran. Berikut akan penulis uraikan tahapan-tahapan tersebut.

a. Perencanaan pembelajaran

Seorang guru atau pendidik diwajibkan untuk membuat perencanaan

pembelajaran. Fadlillah (2012: 113) mengungkapkan bahwa perencanaan

dimaksudkan untuk mengarahkan pembelajaran supaya dapat berjalan

sebagaimana mestinya guna mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.

Rencana pelaksanaan pembelajaran harus dibuat setiap kali akan melakukan

pembelajaran. Tanpa adanya perencanaan, pembelajaran akan berjalan tidak

terarah dan akan meluas kemana-mana sehingga sulit untuk dipahami anak dan

akhirnya tujuan pembelajaran pun tidak dapat tercapai dengan baik. Pada

Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 disebutkan bahwa tahap perencanaan

pembelajaran meliputi perencanaan semester, Rencana Kegiatan Mingguan

(RKM) dan Rencana Kegiatan Harian (RKH).

31
Comer dan Haynes (1997) mengatakan bahwa “Anak-anak belajar dengan lebih

baik jika lingkungan sekelilingnya mendukung, yakni orangtua, guru, dan anggota

keluarga lainnya serta kalangan masyarakat sekitar”. Sekolah tidak dapat memberikan

semua kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga diperlukan

keterlibatan bermakna oleh orangtua dan anggota masyarakat. Orangtua, guru dan

masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang baik agar program sekolah dapat

berjalan dengan baik pula.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perencanaan

pembelajaran sangat penting untuk dilakukan agar pembelajaran dapat berjalan

dengan efektif dan efisien, serta tujuan pembelajaran dapat tercapai. Selain itu, pihak

sekolah hendaknya menjalin hubungan yang baik dengan lingkungan sekolah dalam

merencanakan program pembelajaran, karena sekolah tidak dapat memberikan semua

kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan anak sendiri, sehingga diperlukan

keterlibatan bermakna oleh orangtua dan anggota masyarakat.

b. Pelaksanaan pembelajaran

Fadlillah (2012: 150) menjelaskan bahwa pada tahap pelaksanaan

pembelajaran merupakan inti dari pembelajaran itu sendiri. Sehingga, harus

dilaksanakan semaksimal mungkin supaya standar kompetensi dan kompetensi

dasar dapat tercapai dengan baik. Menurut Jamaludin (2014: 18), pada tahap

pelaksanaan pembelajaran terdapat aspek yang harus diperhatikan oleh seorang

guru, diantaranya adalah strategi dan metode pembelajaran.

1) Strategi pembelajaran

Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus

dikerjakan guru dan anak agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara

32
efektif dan efisien. Strategi pembelajaran pada dasarnya masih bersifat

konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu

pelaksanaan pembelajaran. Berikut akan penulis paparkan beberapa strategi

pembelajaran.

a) Strategi pembelajaran ekspositori

Strategi pembelajaran eksporistori adalah strategi pembelajaran yang

menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang

guru kepada sekelompok anak dengan maksud agar anak dapat menguasai

materi pelajaran secara optimal. Dalam strategi ini, materi pelajaran

disampaikan langsung oleh guru. Anak tidak dituntut untuk menemukan

materi itu. Oleh karena itu, strategi ekspositori lebih menekankan kepada

proses bertutur, maka sering juga dinamakan istilah chalk and talk (Wina

Sanjaya, 2007:179).

Terdapat beberapa karakteristik strategi pembelajaran ekspositori.

Pertama, strategi ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi

pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama

dalam melakukan strategi ini. Kedua, biasanya materi pelajaran yang

disampaikan adalah materi pelajaran yangs udah jadi, seperti data atau fakta,

konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut anak

untuk berpikir ulang. Ketiga, tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan

materi pelajaran itu sendiri. Setelah proses pembelajaran berakhir, anak

diharapkan dapat memahami dengan benar materi pelajaran yang telah

diuraikan (Wina Sanjaya, 2007: 179). Abdul Majid (2013: 217)

33
menambahkan bahwa fokus utama strategi ekspositori ini adalah

kemampuan akademik anak (academic achievement).

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran

ekspositori merupakan strategi pembelajaran yang berorientasi kepada guru

(teacher centered approach) karena dalam strategi ini guru menyampaikan

materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pembelajaran

yang disampaikan dapat dikuasai anak dengan baik.

b) Strategi pembelajaran inkuiri

Strategi pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran

yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analistis untuk mencari

dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

Proses berpikir itu biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru

dengan anak. Tujuan utama pembelajaran melalui strategi inkuiri adalah

menolong anak untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan

keterampilan berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan

mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu anak (Wina Sanjaya, 2007:

196).

Strategi pembelajaran inkuiri menekankan kepada aktivitas anak secara

maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya strategi inkuiri

menempatkan anak sebagai subjek untuk belajar. Dalam proses

pembelajaran, anak tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran

melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi anak berperan untuk

34
menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri (Abdul Majid,

2013: 222).

Berdasarkan paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa strategi

pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari strategi pembelajaran yang

berorientasi kepada anak (student centered approach), karena pada strategi

ini anak memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran.

c) Strategi pembelajaran kontekstual

Strategi pembelajaran kontekstual adalah suatu strategi pembelajaran

yang menekankan kepada proses keterlibatan anak secara penuh untuk dapat

menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi

kehidupan nyata sehingga mendorong anak untuk dapat menerapkannya

dalam kehidupan (Wina Sanjaya, 2007: 255). Proses pembelajaran

berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan anak bekerja dan mengalami,

bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke anak. Tugas guru mengelola

kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu

yang baru bagi anggota kelas (anak). Sesuatu yang baru datang dari

menemukan sendiri bukan dari apa yang dikatakan guru (Abdul Majid,

2013: 228).

Pembelajaran kontekstual bertujuan untuk membelajarkan anak dalam

memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull) yang dikaitkan

dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi,

agama, sosial, ekonomi maupun kultural. Sehingga anak memperoleh ilmu

pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer daru

35
satu konteks permasalahan yang satu ke permasalahan yang lain (Nanang

Hanafiah & Cucu Suhana, 2010: 67).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi

pembelajaran kontekstual adalah strategi pembelajaran yang mengajak anak

untuk menghubungkan materi pembelajaran yang diteraima dengan

penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, anak memperoleh

ilmu pengetahuan yang lebih bermakna karena dapat diterapkan dalam

kehidupan nyata.

d) Strategi pembelajaran aktif

Prinsip pembelajaran aktif berawal dari tokoh John Locke dengan

prinsip tabula rasa yang menyatakan bahwa knowladge comes from

experience, pengetahuan berpangkal dari pengalaman. Dengan kata lain,

untuk memperoleh pengetahuan, seseorang harus aktif mengalaminya

sendiri (Warsono & Hariyanto, 2013: 4).

Hamruni (Suyadi, 2013: 36) mengatakan bahwa pembelajaran aktif

adalah segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan anak berperan

secara aktif dalam proses pembelajaran, baik dalam bentuk interaksi anak

atau pun anak dengan guru dalam proses pembelajaran. Strategi

pembelajaran aktif atau yang lebih dikenal dengan active learning, bukanlah

transfer of knowladge tetapi lebih dari itu, transfer of values. Nilai yang

dimaksud disini adalah nilai-nilai karakter secara luas (Suyadi, 2013: 36).

Secara sederhana, strategi pembelajar aktif dapat dikatakan sebuah

strategi yang melibatkan anak berperan aktif dalam pembelajaran.

36
pembelajaran aktif mengkondisikan agar anak selalu melakukan

pengalaman belajar yang bermakna dan senantiasa berpikir tentang apa yang

dilakukannya selama pembelajaran.

e) Strategi pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif sangat dikenal melalui keunggulan dalam

membentuk perilaku dan nilai-nilai sosial. Rancangan pembelajaran

kooperatif telah digunakan sebagai strategi belajar mengajar, menurut

Jacobs dkk (Yudha M Saputra dan Rudyanto, 2005: 36) pembelajaran

kooperatif memberikan peluang kepada anak untuk berbicara, mengambil

inisiatif, membuat berbagai macam pilihan dan mengembangkan kebiasaan

belajar. Senada dengan Jacons dkk, Nurhayati (Abdul Majid, 2013: 175)

mengungkapkan bahwa strategi pembelajaran kooperatif adalah strategi

pembelajaran yang melibatkan partisipasi anak salam suatu kelompok kecil

untuk saling berinteraksi.

Pembelajaran kooperatif melibatkan tanggung jawab bersama antara

guru dan anak untuk mencapai tujuan pendidikan. Para guru menyusun

tahapan dan memberi dorongan kepada kelompok anak-anak agar bekerja

sama. Anak-anak mengerjakan tugas dalam kelompok masing-masing,

seperti dalam kelompok mewarnai gambar, sementara kelompok lainnya ada

yang menciptakan bermacam-macam bentuk bangunan dari kubus,

mengucapkan beberpa kata sederhana, mengenali bentuk-bentuk simbol

sederhana dan sebagainya.

37
Pada strategi pembelajaran kooperatif, anak-anak di kelas dibagi

menjadi beberapa kelompok oleh guru. Masing-masing kelompok akan

diberikan tugas oleh guru. anak dituntut untuk bisa saling bekerjasama

dengan teman sekelompoknya agar dapat menyelesaikan penugasan.

Strategi ini sangat cocok untuk mengembangkan keterampilan sosial anak.

2) Metode pembelajaran

Tri Mulyani (2000: 134) berpendapat bahwa metode pembelajaran

merupakan cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi pengajaran

yang benar-benar menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses

belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang memuaskan. Slamet

Suyanto (2005: 39) menamambahkan bahwa metode pembelajaran untuk

anak usia dini hendaknya menantang dan menyenangkan, melibatkan unsur

bermain, bergerak, bernyanyi dan belajar.

Metode pembelajaran digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Tujuan dirumuskan agar anak didik memiliki keterampilan tertentu, maka

metode yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai.

Metode harus menunjang pencapaian tujuan tersebut. Jadi, sebaiknya

menggunakan metode yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar,

sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang efektif untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Berikut beberapa metode pembelajaran yang yang

diungkapkan oleh Slamet Suyanto (2005: 39).

38
a) Circle time

Pada kegiatan ini, anak-anak duduk melingkar dan guru berada di

tengah lingkaran. Berbagai kegiatan seperti membaca puisi, bermain peran

atau bercerita dapat dilakukan.

b) Sistem kalender

Pembelajaran dihubungkan dengan kalender dan waktu. Guru menandai

tanggal-tanggal pada kalender yang terkait dengan berbagai kegiatan seperti

Hari Kartini, Hari Kemerdekaan, Hari Pendidikan Nasional dan Hari

Pahlawan. Dapat pula dengan kegiatan agama, seperti Ramadhan, Hari Raya

Idul Fitri, Hari Natal, Nyepi, Waisak dan lain sebagainya. Selanjutnya guru

mendesain kegiatan pembelajaran dengan menggunakan tema-tema dasar

sesuai dengan hari tersebut.

c) Show and tell

Metode ini baik digunakan untuk mengungkap kemampuan, perasaan

dan keinginan anak. Setiap hari guru dapat menyuruh dua atau tiga orang

anak untuk bercerita apa saja yang ingin diungkapkannya. Saat anak tampil

untuk bercerita, guru dapat melakukan asesmen untuk mengetahui

perkembangan anak tersebut. Guru dapat melanjutkan topik yang

dibicarakan anak tersebut untuk pembelajaran.

d) Small project

Metode ini melatih anak bertanggungjawab untuk mengerjakan

proyeknya. Proyek merupakan kegiatan investigasi dan penemuan dari suatu

topik yang memiliki nilai penting bagi anak. Investigasi ini biasanya

39
dikerjakan dalam kelompok kecil 3-4 orang atau secara individual. Metode

ini melatih anak bekerjasama, bertanggungjawab dan mengembangkan

kemampuan sosial.

e) Kelompok besar (big team)

Metode ini menggunakan kelompok besar, yaitu satu kelas penuh untuk

membuat sesuatu. Misalnya untuk mendirikan tenda yang besar didalam

kelas, semua anak memegang peran, guru bertugas memberi aba-aba. Anak

biasanya amat puas setelah sesuatu berhasil dikerjakan bersama-sama.

f) Kunjungan

Kegiatan kunjungan memberi gambaran bagi anak akan dunia kerja,

dunia orang dewasa sehingga mendorong anak untuk mengembangkan cita-

cita. Dengan metode kunjungan, pendidik dapat menyampaikan materi

dengan cara membawa anak didik langsung ke obyek di luar kelas atau

lingkungan kehidupan nyata agar anak dapat mengamati atau mengalami

secara langsung.

g) Permainan

Permainan yang menarik dan tidak banyak aturan pada umumnya

disukai anak-anak. Guru dapat menggunakan permainan untuk

membelajarkan anak. Guru dapat menambahkan muatan edukatif pada

permainan yang akan dilakukan.

40
h) Bercerita

Bercerita merupakan salah satu metode untuk mendidik anak. Berbagai

nilai-nilai moral, pengetahuan dan sejarah dapat disampaikan dengan baik

melalui cerita.

Selain 8 metode yang diungkapkan oleh Slamet Suyanto di atas,

Fadlillah (2012: 160) menambahkan 2 metode lagi, yaitu metode bernyanyi

dan metode pembiasaan.

a) Metode bernyanyi

Metode bernyanyi merupakan metode pembelajaran yang menggunakan

syair-syair yang dilagukan. Biasanya syair-syair tersebut disesuaikan dengan

materi-materi yang akan diajarkan. Bernyanyi membuat suasana belajar

menjadi riang dan bergairah sehingga perkembangan anak dapat distimulasi

secara lebih optimal (Muhammad Fadlillah, 2012: 175).

b) Metode pembiasaan

Fadlillah (2012: 166) mengungkapkan bahwa metode pembiasaan

merupakan metode pembelajaran yang membiasakan suatu aktivitas kepada

anak. pembiasaan berarti melakukan sesuatu secara berulang-ulang. Dalam

konteks ini, seorang anak dibiasakan melakukan perbuatan-perbuatan yang

positif sehingga akan tercermin dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan beberapa metode pembelajaran di atas, guru hendaknya

memilih metode yang dipandang tepat dalam kegiatan pembelajarannya,

sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai.

41
c. Evaluasi pembelajaran

Purwanto (2010: 5) mengungkapkan bahwa evaluasi selalu menyangkut

pemeriksaan ketercapaian tujuan yang ditetapkan. Pemeriksaan dilakukan untuk

mengetahui sejauh mana hasil dari proses kegiatan dapat mencapai tujuannya.

Evaluasi pembelajaran dilakukan dengan melihat sejauh mana hasil belajar anak

sudah mencapai tujuannya.

Pendidikan Anak Usia Dini menggunakan alat untuk mengevaluasi

pembelajaran yaitu dengan melakukan penilaian dan program tindak lanjut.

Penilaian digunakan sebagai patokan untuk pengambilan keputusan. Keputusan

tersebut berkaitan dengan individu atau anak, program atau kurikulum dan

sekolah secara keseluruhan. Misalnya, seorang anak ditetapkan telah mencapai

perkembangan yang baik dalam merangkai dua kata menjadi kalimat. Bisa juga

anak telah memeroleh nilai baik, cukup, atau kurang pada materi belajar tertentu

atau anak diputuskan telah berhasil menyelesaikan pendidikan di TK dan siap

melanjutkan ke SD (Anita Yus, 2005: 35).

Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 menjelaskan program tindak lanjut

dilakukan untuk memperbaiki program, metode, jenis aktivitas/ kegiatan,

penggunaan dan penataan alat permainan edukatif, alat kebersihan dan kesehatan,

serta untuk memperbaiki sarana dan prasarana termasuk untuk anak dengan

kebutuhan khusus. Selain itu, program tindak lanjut dapat dilakukan dengan

mengadakan pertemuan dengan orang tua/ keluarga untuk mendiskusikan dan

melakukan tindak lanjut untuk kemajuan perkembangan anak. Pendidik merujuk

keterlambatan perkembangan anak kepada ahlinya melalui orang tua.

42
Prinsip-prinsip penilaian menurut Penilaian Perkembangan Anak Taman

Kanak-kanak, Anita Yus (2005: 44) adalah sebagai berikut:

1) Menyeluruh

Penilaian secara menyeluruh maksudnya adalah penilaian dilakukan

baik terhadap proses maupun hasil kegiatan anak. Penilaian terhadap proses

adalah penilaian pada saat kegiatan pelaksanaan program tersebut sedang

berlangsung. Sehingga, dapat dilihat bagaimana tingkah laku, kemampuan

berbicara, gerak-gerik anak atau aspek-aspek perkembangan lainnya pada

diri anak. Penilaian terhadap hasil adalah penilaian tentang hasil kerja anak.

Penilaian proses dilakukan dengan melihat proses bagaimana anak

melakukan aktivitas untuk memperoleh hasil dari sejak awal hingga

diperoleh hasil tersebut. Penilaian proses dan hasil diharapkan dapat

menggambarkan adanya perubahan perilaku anak, baik yang menyangkut

pengetahuan, sikap, perilaku, nilai serta keterampilan. Perubahan disebut

positif apabila berangsur-angsur dari yang ada menuju ke arah yang lebih

baik.

2) Berkesinambungan

Penilaian dilakukan secara berencana, bertahap, dan terus menerus. Hal

tersebut dilakukan agar informasi yang diperoleh betul-betul berasal dari

gambaran perkembangan hasil belajar anak sebagai hasil didik dari kegiatan

pelaksanaan program. Penilaian direncanakan terlebih dahulu baik secara

harian, caturwulan, maupun tahunan. Untuk memperoleh hasil yang

masksimal, guru dapat menggunakan catatan sehingga secara bertahap hasil

43
penilaian dapat diketahui. Dengan cara demikian diharapkan diperoleh

gambaran tentang kemajuan perkembangan hasil belajar anak sebagai hasil

kegiatan pelaksanaan program. Dengan prinsip tersebut akan cepat diketahui

anak yang mengalami kesulitan atau permasalahan dalam

perkembangannya.

3) Berorientasi pada proses dan tujuan

Penilaian pada pendidikan anak TK dilaksanakan dengan berorientasi

pada tujuan dan proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Penetapan

kegiatan disesuaikan dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Masing-masing tujuan dirumuskan indikatornya sehingga lebih

memudahkan dalam memberi nilai. Guru harus benar-benar menguasai

irama dan tugas-tugas perkembangan anak usia TK baik secarra kelompok

(seusianya) maupun individual.

4) Objektif

Penilaian harus memenuhi prinsip objektitas. Penilaian objektif adalah

penilaian yang dapat memberikan informasi yang sebenarnya atau

mendekati sebenarnya tentang objek kemampuan atau perubahan

pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak. Guru harus dapat

mengenyampingkan perasaan-perasaan suka atau tidak suka, keinginan-

keinginan dan prasangka-prasangka yang tidak ada kaitannya dengan

perkembangan dan pertumbuhan anak. Di samping itu guru (penilai) juga

harus memperhatikan perbedaan-perbedaan perkembangan pada setiap anak.

44
Guru harus melihat anak sebagai individu yang unik, yang berbeda antara

satu dengan yang lain.

5) Mendidik

Hasil penilaian harus dapat membina dan mendorong timbulnya

kenginan anak untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangannya.

Oleh karena itu, hasil penilaian harus dirasakan sebaggai suatu penghargaan

bagi yang berhasil dan sebaliknya merupakan peringatan bagi yang belum

berhasil. Namun guru harus ingat bahwa pada setiap diri anak terdapat

kelebihan-kelebihan. Guru juga harus memberi penghargaan dari setiap

usaha yang telah dilakukan anak. Dengan demikian jika hasilnya nelum

maksimal guru dapat memberi nilai baik pada usaha yang telah dilakukan

anak.

6) Kebermaknaan

Hasil penilaian harus memiliki makna bagi orangtua, anak didik, dan

pihak lain yang berkepentingan dengan pertumbuhan dan perkembangan

anak. Hal tersebut akan terpenuhi jika guru dapat memberikan nilai yang

benar menggambarkan ketercapaian pertumbuhan dan perkembangan anak

dalam kurun waktu tertentu. Ketercapaian terrsebut sesuai dengan perilaku

yang menggambarkan kebiasaan anak melakukan/mencapai sesuatu dalam

kehidupan sehari-hari di rumah dan tempa lainnya. Di samping itu, guru

juga mampu mendeskripsi pertumbuhan dan perkembangan anak secara

spsifik, jelas, dan konkret dari setiap pertumbuhan dan perkembangan yang

telah dimiliki masing-masing anak.

45
7) Kesesuaian

Penilaian menunjukkan kesesuaian antara hasil atau nilai yang

diperoleh anak dengan apa yang dilakukan atau yang diajarkan guru.

Artinya, nilai yang menggambarkan kemajuan pertumbuhan dan

perkembangan anak itu memang benar-benar diperoleh dari kegiatan

pelaksanaan program yang dilakukan guru di sekolah.

C. Kajian Tentang Pembelajaran Tauhid

Pada sub bab ini penulis akan membahas tentang definisi tauhid dan definisi

pembelajaran tauhid. Selanjutnya penulis akan menjabarkan tentang pendidikan

karakter.

1. Definisi Tauhid

Tauhid dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan kata benda yang

berarti mengesakan Allah dengan menjalankan perintah Allah. Tauhid berarti

mengesakan Allah atau kuatnya kepercayaan bahwa Allah hanya satu

(Muhammad Fadlillah dan Lilif Mualifatu, 2013: 116). Tauhid berasal dari bahasa

Arab wahhada-yuwahhidu-tauhidan yang berarti mengesakan Allah dalam segala

aktivitasnya. Menurut agama islam, tauhid merupakan keyakinan tentang satu

atau esanya Tuhan dengan segala pikiran dan teori serta dalil yang menjurus

kepada kesimpulan bahwa Tuhan itu Satu (Zainuddin, 1996: 1).

Kedudukan manusia adalah sebagai hamba yang menyembah hanya kepada

Allah. Hal ini berkaitan erat dengan apa yang disebut dengan akidah, yaitu apa

yang diyakini oleh seseorang. Akidah yang benar menjadi landasan seseorang

untuk melakukan amal atau perbuatannya, karena akidah yang benar akan

46
menuntun manusia untuk berbuat yang benar sesuai norma-norma atau nilai-nilai

kebenaran. Selain itu, akidah juga merupakan fondasi keimanan seseorang kepada

Allah SWT.

Abdul Aziz (2000: 7) mengungkapkan bahwa beriman kepada Allah

meliputi empat nilai, yaitu:

a. Beriman kepada wujud Allah

Mengakui wujud Allah adalah perkara fitrah bagi manusia. Sebagian besar

manusia mengakui wujud Allah. Setiap makhluk telah diberikan fitrah untuk

beriman kepada pencipta-Nya tanpa harus diajari terlebih dahulu. Seseorang pasti

menyadari keberadaan dirinya dan alam semesta beserta isinya yang membuktikan

bahwa ada Sang Pencipta yang menciptakannya. Sebab, mustahil ada makhluk

tanpa ada yang menciptakannya, sebagaimana mustahil seorang makhluk

menciptakan dirinya sendiri.

b. Beriman kepada rububiyah Allah

Secara etimologis kata Rabb sebenarnya mempunyai banyak arti antara lain

menumbuhkan, mengembangkan, mendidik, memelihara, memperbaiki,

menanggung, mengumpulkan, mempersiapkan, memimpin, mengepalai,

menyelesaikan suatu perkara dan lain-lain. Namun, untuk lebih sederhana dalam

hubungannya dengan Rububiyatullah, arti dari Rabb adalah mencipta, memberi

rezeki, memelihara, mengelola dan memiliki Yunahar Ilyas (2005: 18). Makna

dari beriman kepada rububiyah Allah adalah kepercayaan yang pasti bahwasannya

Allah adalah Rabb yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan mengesakan Allah dengan

47
perbuatan-perbuatan-Nya, yaitu dengan meyakini bahwa Allahlah Dzat satu-

satunya yang menciptakan segala apa yang ada di alam semesta ini.

c. Beriman kepada uluhiyah Allah

Makna beriman kepada uluhiyah Allah adalah mengakui bahwa hanya Allah

Tuhan yang berhak disembah dengan penuh kecintaan dan pengagungan, yaitu

mengesakan Allah dengan segala bentuk ibadah, sehingga dalam berdoa hanya

meminta kepada Allah, tidak sujud kecuali pada Allah, tidak takut kecuali pada

Allah, tidak bertawakal kecuali pada Allah dan tidak tunduk kecuali pada Allah.

d. Beriman kepada asma’ (nama-nama) dan sifat Allah

Makna beriman kepada asma’ dan sifat Allah adalah menetapkan asma’ dan

sifat Allah berdasarkan apa yang ditetapkan oleh Allah untuk diri-Nya di dalam

Al-Qur’an maupun sunnah rasul-Nya sesuai dengan apa yang pantas bagi Allah.

Dengan mengimani asma’ dan sifat Allah, maka akan bertambah pengetahuannya

tentang Allah dan akan bertambah kuat tauhidnya kepada Allah.

2. Definisi Pembelajaran Tauhid

Sangkot Sirait (2013: 10) mengungkapkan bahwa pembelajaran tauhid dapat

diartikan sebagai proses pembelajaran (kegiatan belajar mengajar) tentang

bagaimana tauhid diajarkan. Dengan demikian, karena pembelajaran tauhid

merupakan suatu proses, maka di dalamnya terdapat berbagai macam unsur yang

saling terkait seperti guru, metode, materi, pendekatan hingga sampai kepada

yang lebih detail seperti evaluasi.

Pembelajaran tauhid untuk anak usia dini berdasarkan uraian tentang

pembelajaran anak usia dini dan pembelajaran tauhid di atas, dapat disimpulkan

48
yaitu pembelajaran (proses belajar mengajar) yang dilakukan oleh pendidik

kepada anak untuk (1) mengenalkan dan meyakinkan bahwa Allah hanya satu; (2)

menambah keimanan bahwa Allah itu ada; (3) mengajarkan kepada anak untuk

senantiasa menyembah pada Allah, takut kepada Allah dan menjalankan ibadah

hanya kepada Allah; (4) menambah keimanan anak bahwa alam semesta beserta

isinya merupakan ciptaan Allah dan (5) mengenalkan anak tentang asma’ dan

sifat-sifat Allah.

3. Pembelajaran Tauhid Dasar Dari Pendidikan Karakter

Fadlillah (2013: 3) mengungkapkan bahwa pembelajaran tauhid merupakan

dasar dari pembentukan karakter karena landasan utama dalam pendidikan

karakter adalah agama. Kill Patrick (Puji Yanti Fauziah, 2011) menjelaskan

bahwa pendidikan karakter tidak dapat terlepas dari moral absolut yaitu nilai-nilai

positif yang berasal dari berbagai agama yang menjadi sumber dalam bersikap

dan berperilaku. Maka moral absolut yang berasal dari agama ini menjadi sesuatu

yang harus ditanamkan sejak dini karena berkaitan dengan ajaran baik dan buruk

dalam berperilaku.

Pendidikan karakter merupakan proses yang sangat panjang karena

pendidikan karakter tidak hanya melakukan transfer of value tetapi menanamkan

kebiasaan yang baik sampai menajdi karakter individu yang akan turut

membentuk identitas pribadi sehingga membutuhkan proses karena dituntut tidak

hanya mengetahui tetapi warga belajar dapat mengetahui, merasakan dan pada

akhirnya mau melakukan kebiasaan positif sehingga menjadi karakter anak.

49
Untuk lebih mengetahui tentang apa itu pendidikan karakter, berikut akan

penulis jabarkan makna serta landasan pendidikan karakter di Indonesia.

a. Makna pendidikan karakter

Fakry Gaffar (Muhammad Fadlillah dan Lilif Mualifatu, 2013: 22)

menjelaskan pendidikan karakter ialah suatu proses transformasi nilai-nilai

kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga

menjadi satu dalam perilaku kehidupan seseorang. Definisi ini mengandung

pengertian bahwa dalam pendidikan karakter paling tidak mencakup transformasi

nilai-nilai kebajikan yang kemudian ditumbuhkembangkan dalam diri seseorang

(anak) dan akhirnya akan menjadi sebuah kepribadian, tabiat, maupun kebiasaan

dalam bertingkah laku sehari-hari.

Mulyasa (Muhammad Fadlillah dan Lilif Mualifatu, 2013: 23)

mengungkapkan pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-

nilai karakter pada anak yang meliputi komponen; kesadaran, pemahaman,

kepedulian dan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut,

baik terhadap Allah Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan,

maupun masyarakat dan bangsa secara keseluruhan sehingga menjadi manusia

sempurna sesuai dengan kodratnya.

Sedangkan menurut Daniel Goleman (Sutarjo Adisusilo, 2012: 79)

mengungkapkan bahwa pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai yang

mencakup sembilan nilai dasar yang saling terkait yaitu:

1) Responsibility (tanggung jawab)


2) Respect (rasa hormat)
3) Fairness (keadilan)
4) Courage (keberanian)
50
5) Honesty (kejujuran)
6) Citizenship (rasa kebangsaan)
7) Self-discipline (disiplin diri)
8) Caring (peduli)
9) Perseverance (ketekunan)

Jika pendidikan dapat menginternalisasikan kesembilan nilai dasar tersebut,

maka dalam pandangan Daniel Goleman akan terbentuk seorang pribadi yang

berkarakter, pribadi yang berwatak. Daniel Goleman juga menambahkan bahwa

pendidikan karakter dimulai di rumah, dikembangkan di lembaga pendidikan

sekolah dan diterapkan secara nyata dalam masyarakat. Dalam pandangan Daniel

Goleman, pendidikan karakter sangat penting karena menurut hasil penelitiannya,

keberhasilan atau kesuksesan hidup seseorang 80% (kecerdasan emosional,

kecerdasan sosial dan kecerdasan spiritual) ditentukan oleh karakternya dan hanya

20% ditentukan oleh kecerdasan intelektualnya.

Berdasarkan pendapat tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan

karakter adalah suatu bentuk pengarahan dan pembimbingan untuk

mentransformasikan nilai-nilai kehidupan ke dalam dirinya sehingga akan

menjadi sebuah kepribadian maupun kebiasaan yang baik dalam menjalankan

kehidupan sehari-hari. Adapun nilai-nilai kehidupan tersebut adalah nilai

responsibility (tanggung jawab), respect (rasa hormat), fairness (keadilan),

courage (keberanian), honesty (kejujuran), citizenship (rasa kebangsaan), self-

discipline (disiplin diri), caring (peduli) dan perseverance (ketekunan). Dengan

pendidikan karakter diharapkan dapat menciptakan generasi-generasi yang

berkepribadian baik dan menjunjung asas-asas kebajikan dan kebenaran dalam

kehidupan sehari-hari.

51
b. Landasan pendidikan karakter di Indonesia

Pelaksanaan pendidikan karakter di Indonesia mempunyai landasan-

landasan yang dapat dijadikan sebagai rujukan. Landasan-landasan ini

dimaksudkan agar pendidikan karakter yang diajarkan tidak menyimpang dari jati

diri masyarakat dan bangsa Indonesia. Menurut Fadlillah dan Mualifatu (2013:

32), pendidikan karakter di Indonesia didasarkan pada sembilan pilar karakter

dasar, yaitu:

a. Cinta kepada Tuhan dan semesta beserta isinya


b. Tanggung jawab, disiplin dan mandiri
c. Jujur
d. Hormat dan santun
e. Kasih sayang, peduli dan kerjasama
f. Percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah
g. Keadilan dan kepemimpinan
h. Baik dan rendah hati
i. Toleransi, cinta damai dan persatuan

Kesembilan pilar tersebut harus dikembangkan dan saling terkait dengan

landasan pendidikan karakter di Indonesia. Landasan berfungsi sebagai titik

acuan, sedangkan pilar dasar dijadikan nilai dalam pelaksanaannya. Berikut

landasan-landasan dalam melaksanakan dan mengembangkan pendidikan karakter

di Indonesia yang diungkapkan oleh Muhammad Fadlillah dan Lilif Mualifatu

(2013: 33).

1) Agama

Agama merupakan sumber kebaikan. Oleh karenanya, pendidikan

karakter harus dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai ajaran agama.

Pendidikan karakter tidak boleh bertentangan dengan agama. Landasan ini

sangat tepat bila diterapkan di Indonesia, sebab Indonesia merupakan negara

52
yang mayoritas masyarakatnya beragama, yang mana masyarakat mengakui

bahwa kebajikan dan kebaikan bersumber dari agama. Dengan demikian,

agama merupakan landasan yang pertama dan utama dalam

mengembangkan pendidikan karakter di Indonesia, khususnya pada

lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD).

2) Pancasila

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ditegakkan atas prinsip-

prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Pancasila merupakan dasar

negara Indonesia yang menjadi acuan dalam melaksanakan setiap roda

pemerintahan. Krissantono (Muhammad Fadlillah dan Lilif Mualifatu, 2013:

33) mengatakan bahwa Pancasila adalah kepribadian, pandangan hidup

seluruh bangsa Indonesia, pandangan hidup yang disetujui oleh wakil-wakil

rakyat menjelang dan sesudah proklamasi kemerdekaan. Oleh karena itu,

Pancasila ialah satu-satunya pandangan hidup yang dapat mempersatukan

bangsa.

Pancasila harus menjadi ruh dalam pelaksanaan pendidikan karakter,

artinya, Pancasila yang susunannya tercantum dalam pembukaan UUD

1945, nilai-nilai yang terkandung didalamnya menjadi nilai-nilai pula dalam

mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya dan

seni. Oleh karena itu, konteks pendidikan karakter dimaksudkan untuk

mempersiapkan anak menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga

negara yang memiliki kemampuan, kemauan dan menerapkan nilai-nilai

Pancasila dalam kehidupan sebagai warga negara.

53
3) Budaya

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

budaya. Di daerah mana pun pasti mempunyai kebudayaan yang berbeda-

beda. Maka, sudah menjadi keharusan apabila pendidikan karakter juga

harus berlandaskan pada budaya. Oleh karena itu, budaya yang ada di

Indonesia harus menjadi sumber nilai dalam pendidikan karakter bangsa.

Hal ini dimaksudkan agar pendidikan yang ada tidak tercabut dari akar

budaya bangsa Indonesia.

4) Tujuan Pendidikan Nasional

Rumusan pendidikan nasional secara keseluruhan telah diatur dalam

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang tersebut, disebutkan bahwa

fungsi dan tujuan pendidikan nasional ialah mengembangkan dan

membentuk wakta serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi

anak agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pada pelaksanaan pendidikan karakter, landasan ini tidak boleh

terlupakan meskipun pada anak usia dini. Pendidikan karakter harus

disesuaikan dengan tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, nilai-nilai

pendidikan karakter yang dikembangkan harus terinegrasi dengan tujuan

pendidikan nasional.

54
D. Kajian Tentang Perkembangan Nilai Agama dan Moral Anak Usia Dini

Manusia merupakan makhluk etis atau makhluk yang mampu memahami

kaidah-kaidah moral dan mampu menjadikannya sebagai pedoman dalam bertutur

kata, bersikap dan berperilaku. Kemampuan tersebut bukan merupakan

kemampuan bawaan melainkan harus diperoleh melalui proses belajar. Anak dapat

mengalami perkembangan moral jika mendapatkan pengalaman berkenaan dengan

moralitas. Moralitas merupakan fakor penting dalam kehidupan manusia, maka

sejak dini harus mendapatkan pengaruh yang positif untuk menstimulasi

perkembangan moralnya. Untuk lebih jelas, berikut akan penulis uraikan

mengenai perkembangan nilai agama dan moral anak usia dini.

1. Konsep Dasar Nilai dan Moral

Nilai (value) dan moral merupakan wujud dari ranah afektif (affective

domain) serta berada dalam diri seseorang. Secara utuh dan bulat nilai merupakan

suatu sistem dimana aneka jenis nilai (nilai keagamaan, sosial budaya, ekonomi,

hukum, etika dan lain-lain) berpadu menjadi satu kesatuan serta saling

mempengaruhi secara kuat sebagai suatu kesatuan yang utuh. Sikap nilai sangat

menentukan perilaku dan kperibadian seseorang. Jadi, anak yang disebut bermoral

itu adalah apabila tingkah lakunya sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung

tinggi oleh kelompok sosialnya (Yudha M. Saputra & Rudyanto, 2005: 175).

Piaget (Aunurrahman, 2009: 58) mengemukakan bahwa secara umum

semua anak berkembang melalui urutan yang sama, meskipun jenis dan tingkat

pengalaman mereka berbeda satu sama lainnya. Perkembangan mental anak

terjadi secara bertahap dari tahap yang satu ke tahap yang lebih tinggi. Semua

55
perubahan yang terjadi pada setiap tahap tersebut merupakan kondisi yang

diperlukan untuk mengubah atau meningkatkan tahap perkembangan moral

beriutnya.

Orang sering melihat nilai dan moral dari dua sisi yaitu baik dan buruk.

Dalam konteks pendidikan, nilai sekurang-kurangnya berada dalam bagian

refleksi nilai dalam masyarakat dimana pendidikan ambil bagian didalamnya.

Suatu kultur yang menekankan nilai-nilai seperti, disiplin diri, kerelaan berkorban

demi kebaikan atau pentingnya dukungan guru pada anak, semuanya itu

merupakan nilai-nilai budaya yang ada dalam masyarakat yang terkandung dalam

pendidikan.

Nilai merupakan sesuatu yang abstrak dan ada didalam diri seseorang,

sehingga yang mampu untuk dikaji adalah indikator-indikatornya saja. Setiap

indikator dapat menunjukkan keadaan dan tingkat keamanan kejiwaan seseorang.

Jack R Fraenkel (Yudha M. Saputra & Rudyanto, 2005: 176) menguraikan

beberapa indikator dari nilai yaitu sebagai berikut.

a. Cita atau tujuan yang dianut dan diutarakan seseorang.


b. Aspirasi yang dinyatakan.
c. Sikap yang ditampilkan.
d. Perasaan yang diutarakan.
e. Perbuatan yang dijalankannya serta kekhawatiran-kekhawatiran
yang diutarakan atau yang tampak.
Pendidikan atau pembelajaran nilai dan moral pada anak taman kanak-kanak

tidak hanya berlangsung di dalam kelas. Dalam kehidupan sehari-hari anak tidak

hanya bersinggungan dengan lingkungan sekolah saja tetapi juga dengan

lingkungan lainnya. Lebih luas lagi dalam kehidupan dan pergaulan anak dalam

keluarga, dengan kelompok teman serta dalam bermasyarakat. Pendidikan nilai

56
dan moral di taman kanak-kanak akan lebih berhasil apabila dipertautkan dengan

kehidupan di luar kelas.

Sebagai perencana, hendaknya guru tidak hanya merancang rencana

pembelajaran nilai dan moral dari sumber baku kurikulum formal, melainkan juga

dari hidden curriculum. Pembelajaran harus bermula dari potret perilaku anak dan

kehidupan tersebut menuju target nilai dan moral yang diharapkan. Tidak setiap

anak atau kelompok anak memiliki posisi nilai atau moral yang sama.

Anak ada yang berada dalam posisi belum atau tidak tahu akan suatu nilai

dan moral. Semakin hari bergeser ke arah yang lebih baik karena pengetahuan dan

kesadarannya makin meningkat. Maka tugas guru tinggal meningkatkan

kesadaran tersebut menuju tahap yakin. Apabila tahap yakin sudah dicapai, maka

tugas selanjutnya ialah memperluas cakrawala nilai dan membakukan untuk

dilaksanakan.

Sebaliknya, apabila pembelajaran diawali dengan potret nilai anak yang

negatif, maka tugas guru akan menjadi lebih berat. Seorang guru harus memulai

kembali dari menggali dan meluruskan tanggapan yang salah atau keliru, baru

kemudian membina dan mengembangkan nilai yang diharapkan.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai Agama dan


Moral

Lingkungan sangat dominan dalam menentukan perkembangan nilai dan

moral anak Taman Kanak-kanak. Anak sering memperoleh nilai dan moral dari

lingkungannya, terutama dari orang tuanya. Anak dapat belajar untuk mengenal

nilai-nilai dan moral sesuai dengan nilai dan moral yang diyakininya. Dalam

mengembangkan nilai dan moral anak, peranan prang tua sangatlah utama.
57
Menurut Yusuf (Yudha M. Saputra & Rudyanto, 2005: 178), beberapa sikap

orang tua yang perlu diperhatikan sehubungan dengan perkembangan nilai dan

moral anak TK diantaranya sebagai berikut.

a. Konsisten dalam mendidik anak

Artinya, ayah dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam

melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu kepada anak. suatu tingkah

laku anak yang dilarang oleh orang tua pada suatu waktu harus juga dilarang

apabila dilakukan kembali pada waktu lain.

b. Sikap orang tua dalam keluarga

Artinya, secara tidak langsung, sikap orang tua terhadap anak, sikap ayah

terhadap ibu, atau sebaliknya dapat mempengaruhi perkembangan nilai dan moral

anak yaitu melalui proses peniruan. Sikap orang tua yang keras atau otoriter

cenderung melahirkan sikap disiplin semu pada anak. sedangkan sikap yang acuh

tak acuh atau merasa bodoh, cenderung mengembangkan sikap kurang

bertanggung jawab dan kurang memperdulikan norma pada diri anak. sikap yang

sebaliknya dimiliki oleh orang tua adalah sikap kasih sayang, keterbukaan,

musyawarah dan konsisten.

c. Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut

Artinya, orang tua merupakan panutan atau teladan bagi anak, termasuk

panutan dalam mengamalkan ajaran agama. Orang tua yang menciptakan iklim

yang agamis, dengan cara membersihkan ajaran atau bimbingan tentang nilai-nilai

agama kepada anak, maka anak akan mengalami perkembangan moral yang baik.

58
d. Sikap konsisten orang tua dalam menerapkan norma

Artinya, orang tua yang tidak menghendaki anaknya berbohong, atau

berlaku tidak jujur, maka mereka harus menjauhkan dirinya dari perbuatan

berbohong. Apabila anak mengajarkan pada anak agar anak berperilaku jujur,

bertutur kata yang sopan, bertanggung jawab atau taat beragama, tetapi orang tua

sendiri menampilkan perilaku yang sebaliknya, maka anak akan mengalami

konflik pada dirinya. Anak akan menggunakan ketidakkonsistenan orang tua

sebagai alasan anak untuk tidak melakukan apa yang diinginkan oleh orang

tuanya, bahkan mungkin anak akan berperilaku seperti orang tuanya.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa teladan dari orang tua

sangatlah penting dalam menanamkan nilai dan moral pada anak. Begitu pula

dengan peran guru di sekolah. Guru merupakan orang tua kedua bagi anak,

sehingga ketika anak berada di sekolah, guru lah yang bertugas untuk

menanamkan nilai dan moral bagi anak. Guru harus bisa menjadi teladan yang

baik bagi anak, agar penyampaian nilai dan moral pada anak dapat berjalan

dengan baik.

3. Proses Perkembangan Nilai dan Moral Pada Anak Taman Kanak-


kanak

Guru sangat berperan penting dalam pengembangan nilai dan moral yang

akan ditanamkan pada anak. Menurut Elizabeth Flyn (Yudha M. Saputra &

Rudyanto, 2005: 179), kesadaran akan nilai seorang guru bertumpu pada lima

hal, yaitu:

a. Sadar akan adanya sistem nilai.


b. Sadar akan pentingnya memiliki sistem nilai.

59
c. Sadar akan keinginan untuk menganut atau memiliki sistem nilai
tersebut.
d. Sadar akan keharusan membina dan meningkatkan sistem nilai.
e. Sadar untuk mencobakan dan membakukannya dalam amal
perbuatan sehari-hari.

Untuk mampu mencapai hal tersebut, menurut Piaget (Yudha M. Saputra &

Rudyanto, 2005: 179) diperlukan tahapan pengkajian sebagai berikut.

a. Tahapan mengakomodasi, dimana anak memiliki kesempatan untuk

mempelajari dan menginternalisasikan nilai atau moral.

b. Tahap asimilasi atau mengintegrasikan nilai tersebut dengan sistem nilai lain

yang telah ada dalam dirinya.

c. Tehap equilibrasi atau membina keseimbangan atau memberlakukannya

sebagai sistem nilai baru yang baku.

Setiap anak pada prinsipnya memiliki hakikat sebagai insan yang belajar

sepanjang hayat (baik dari lingkungan maupun alam melalui panca inderanya dan

potensi manusiawi lainnya). Maka sepanjang kehidupan, manusia akan senantiasa

dituntut untuk selalu belajar dan mempergunakan sistem nilainya, bahkan bukan

mustahil gejolak pembaharuan sistem nilainya mengikuti alur usia kehidupan

manusia. Proses sosialisasi diri manusia merupakan proses belajar sepanjang

hayat yang sekaligus merupakan proses pembentukan sistem nilainya. Disinilah

proses panjang yang akan dijalani naik, proses imitasi dan coba-coba akan

menjadi pengalaman berharga selama hidupnya.

Yusuf (Yudha M. Saputra & Rudyanto, 2005: 180) mengungkapkan bahwa

perkembangan nilai dan moral pada anak dapat berlangsung melalui beberapa cara

yaitu sebagai berikut.

60
a. Pendidikan langsung

Melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan salah,

atau baik dan buruk oleh orang tua, guru atau orang dewasa lainnya. Disamping

itu, yang paling penting dalam pendidikan nilai dan moral adalah keteladanan dari

orang tua, guru atau orang dewasa lainnya dalam melakukan nilai-nilai moral.

Jadi, penanaman nilai dan moral akan berdampak efektif manakala orang tua di

rumah dan guru di sekolah memberi keteladanan kepada anak baik dalam bentuk

ucapan maupun perbuatan.

b. Identifikasi

Dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku

moral seseorang yang menjadi idolanya seperti orang tua, guru, kiai, artis, atau

orang dewasa lainnya. Jadi, peniruan kepada orang yang lebih dewasa sering

menjadikan anak lebih cepat tumbuh dan berkembang dewasa dalam hal

perilakunya.

c. Proses coba-coba (trial and error)

Dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba.

Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus

dikembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan

akan dihentikannya. Selama proses ini akan muncul sikap patuh karena takut pada

orang atau paksaan, patuh karena ingin dipuji, patuh karena kiprah umum, taat

atas dasar adanya aturan dan hukum serta ketertiban, taat karena dasar keuntungan

atau kepentingan, taat karena memang hal tersebut memuaskan baginya dan patuh

karena dasar prinsip etika yang bersifat umum atau lumrah.

61
Uraian-uraian di atas merupakan cara untuk menanamkan nilai dan moral

pada anak yang sudah disesuaikan dengan perkembangan anak. Dapat kita

simpulkan bahwa peran orang tua, guru dan orang dewasa lain sangat berperan

penting dalam proses penanaman nilai dan moral pada anak. Bahkan orang lain

pun apabila diidolakan oleh anak juga dapat mempengaruhi pembentukan nilai

moral anak. Adanya reward dan punishment juga dapat digunakan dalam proses

penanaman nilai dan moral pada anak.

Berkaitan dengan perkembangan moral, Kohlberg (Mansur, 2005: 46)

membagi tiga tahap yaitu sebagai berikut.

a. Tahap prakonvensional (usia 2-8 tahun)

Pada tahap ini anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral,

penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal.

Anak-anak taat karena orang-orang dewasa menuntut mereka untuk taat dan apa

yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan

hadiah.

b. Tahap konvensional (usia 9-13 tahun)

Anak mentaati standar-standar tertentu, tetapi tidak mentaati standar-standar

orang lain (eksternal), seperti orang tua atau aturan-aturan masyarakat. Anak

menghargai kebenaran, kepedulian dan kesetiaan kepada orang lain sebagai

landasan pertimbangan moral. Dalam hal ini, pertimbangan-pertimbangan moral

didasarkan atas pemahaman aturan sosial, hukum-hukum, keadilan dan

kewajiban.

62
c. Tahap pascakonvensional (usia di atas 13 tahun)

Pada tahap ini anak mengenal tindakan-tindakan moral alternatif, menjajaki

pilihan-pilihan dan kemudian memutuskan suatu kode moral pribadi. Dalam hal

ini anak diharapkan sudah membentuk keyakinan sendiri, bisa menerima bahwa

orang lain mempunyai keyakinan yang berbeda dan anak tidak mudah dipengaruhi

orang lain.

Dalam memaparkan menganai proses perkembangan nilai dan moral ini,

Syamsudin (Yudha M. Saputra & Rudyanto, 2005: 181) mengklasifikasikannya

ke dalam tiga tahapan yang akan dipaparkan melalui tabel berikut ini.

Tabel 2. Klasifikasi Proses Perkembangan Nilai dan Moral Anak


Tingkat Tahap
1. Pra Konvensional a. Orientasi hukuman dan kepatuhan.
Pada tahap ini, anak mengenal Anak menilai baik-buruk atau benar-salah dari
baik-buruk, benar-salah suatu suatu dampak yang diterimanya dari mempunyai
perbuatan, dari sudut otoritas baik orang tua atau orang dewasa lainnya.
konsekuensi (dampak/akibat) Disini anak mematuhi aturan orang tua agar
menyenangkan atau terhindar dari hukuman.
menyakitkan secara fisik, atau b. Orientasi relativis-instrumental.
enak tidaknya akibat perbuatan Perbuatan yang baik/benar adalah yang berfungsi
yang diterima. sebagai instrumen untuk memenuhi kebutuhan
atau kepuasan diri. Dalam hal ini hubungan
dengan orang lain dipandang sebagai hubungan
orang di pasar. Dalam melakukan atau
memberikan sesuatu kepada orang lain, bukan
karena rasa terima kasih, tetapi bersifat pamrih,
seperti: jika kau memberiku, maka aku akan
memberimu.
2. Konvensional: Pada tingkat ini, a. Orientasi kesepakatan antar pribadi atau orientasi
anak memandang perbuatan itu anak manis: Anak memandang suatu perbuatan itu
baik/benar, atau berharga bagi baik, atau berharga baginya apabila dapat
dirinya apabila dapat mematuhi menyenangkan, mambantu atau diterima orang
harapan keluarga, kelompok, lain.
atau bangsa. Disini berkembang b. Orientasi hukum atau ketertiban.
sikap konformitas, loyalitas atau Perilaku yang baik adalah melaksanakan atau
penyesuaian diri terhadap menunaikan tugas/kewajiban sendiri, menghormati
kelompok atau aturan sosial otoritas dan memelihara ketertiban sosial.
masyarakat.

63
Lanjutan Tabel 1...

Tingkat Tahap
3. Pasca Konvensional: Pada a. Orientasi kontrol sosial legalitas.
tingkat ini ada usaha individu Perbuatan atau tindakan yang baik cenderung
untuk mengartikan nilai-nilai dirumuskan dalam kerangka hak-hak individu
atau prinsip-prinsip moral yang yang umum dan dari segi aturan atau patokan yang
dapat diterapkan atau telah diuji secara kritis, serta disepakati oleh
dilaksanakan terlepas dari seluruh masyarakat. Dengan demikian, perbuatan
otoritas kelompok, pendukung yang baik itu adalah yang sesuai dengan
atau orang yang memegang perundang-undangan yang berlaku.
prinsip moral tersebut. Juga b. Orientasi prinsip etika universal.
terlepas apakah individu yang Kebenaran ditentukan oleh keputusan kata hati,
bersangkutan termasuk sesuai dengan prinsip-prinsip etika yang logis,
kelompok itu atau tidak. universal dan konsisten. Prinsip-prinsip etika
universal ini besifat abstrak, seperti keadilan,
kesamaan, hak asasi manusia dan penghormatan
kepada martabat manusia.
Sumber : Yudha M. Saputra & Rudyanto (2005: 181)

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada pertautan yang erat

antara tingkat kepatuhan atau kesadaran dengan motivasi dan dasar ketaatan

kesadaran. Motivasi kepatuhan menentukan tingkat kepatuhan tersebut. Konsep

diri yang menuju tingkat keyakinan atau kepercayaan harus diupayakan pada anak

TK. Sebab hanya manusia yang memiliki konsep dirilah yang akan hidup sehat

dalam bermasyarakat.

E. Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siti Nur Rohmawati (2009) yang

mengangkat judul “Integrasi Nilai-nilai Tauhid Pada Mata Pelajaran Sains di

SDIT Hidayatullah Balong Yogyakarta”. Penelitian tersebut memiliki tujuan yang

sama dengan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran

tauhid. Jenis penelitian yang dilakukan juga sama yaitu menggunakan pendekatan

kualitatif. Hasil penelitian dari Siti Nur Rohmawati adalah:

64
1. Integrasi nilai-nilai tauhid pada rencana pembelajaran mata pelajaran sains

di SDIT Hidayatullah Balong Yogyakarta ialah dengan menggunakan

bentuk kajian verifikasi yiatu mengungkapkan hasil-hasil penelitian ilmiah

yang menunjang dan membuktikan kebenaran ayat-ayat Al-Qur’an. Nilai-

nilai tauhid yang ada pada materi pelajaran sains meliputi tauhid uluhiyah,

tauhid rububiyah dan tauhid asma’ wa sifat.

2. Bentuk integrasi nilai-nilai tauhid pada pembelajaran mata pelajaran sains

ialah bentuk integrasi keilmuwan berbasis tasawuf. Pembentukan Ruhiyah

Islamiyyah yang dilakukan pada kegiatan belajar ialah dengan

menyampaikan Ulumuddin (Ilmu Pengetahuan Agama) kepada para siswa.

Materi Ulumuddin yang diberikan adalah materi dasar.

F. Alur Pikir Penelitian

Pembelajaran anak usia dini melalui tiga tahapan yaitu perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran. Sedangkan pada pembelajaran tauhid, ada

empat nilai yang diterapkan untuk mengimani Allah, yaitu beriman kepada wujud

Allah, beriman kepada asma’ dan sifat Allah, beriman kepada uluhiyah Allah serta

beriman kepada rububiyah Allah. Pada penelitian ini, peneliti akan menganalisis 4

nilai dalam beriman kepada Allah pada setiap tahapan pembelajaran.

Dari uraian tersebut, dapat digambarkan alur pikir penelitian ini yaitu

sebagai berikut.

65
Beriman kepada
wujud Allah
Perencanaan
Pembelajaran

Beriman kepada
asma’ dan sifat
Allah
Pembelajaran Pelaksanaan
Tauhid Pembelajaran

Beriman kepada
uluhiyah Allah

Evaluasi
Pembelajaran
Beriman kepada
rububiyah Allah

G. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana perencanaan pembelajaran tauhid di TK Khalifah Wirobrajan?

2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran tauhid di TK Khalifah Wirobrajan?

3. Bagaimana evaluasi pembelajaran tauhid yang dilakukan di TK Khalifah

Wirobrajan?

4. Apa yang menjadi faktor penghambat dan pendukung dalam pelaksanaan

pembelajaran tauhid di TK Khalifah Wirobrajan?

66
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Sejalan dengan fokus masalah dan tujuan penelitian, maka peneliti

menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif.

Penggunaan pendekatan penelitian kualitatif didasarkan atas pertimbangan bahwa

dalam pelaksanaan pembelajaran tauhid TK Khalifah Wirobrajan melibatkan

berbagai aspek yang harus digali lebih mendalam dan komprehensif.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku,

persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara

deksripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang

alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2007: 6).

Peneliti berharap dapat menemukan berbagai informasi yang mendukung

proses pembelajaran seperti perencanaan pembelajaran, pelaksanaan

pembelajaran, evaluasi dan program tindak lanjut. Selain beberapa hal tersebut,

alasan yang mendorong peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif adalah

peneliti ingin mengkaji lebih dalam dan mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan

pembelajaran tauhid di TK Khalifah Wirobrajan.

B. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian pada kegiatan penelitian deskriptif di TK Khalifah

Wirobrajan adalah semua orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Subjek

penelitian meliputi guru kelas (educator), anak dan kepala sekolah TK Khalifah

67
Wirobrajan. Sedangkan objek penelitian adalah pelaksanaan pembelajaran tauhid

di TK Khalifah Wirobrajan.

C. Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan di TK Khalifah Wirobrajan yang

beralamat di Jalan Poncowolo 24 Wirobrajan. Pemilihan sekolah TK Khalifah

Wirobrajan sebagai lokasi penelitian berdasarkan beberapa pertimbangan, antara

lain TK Khalifah Wirobrajan memberikan layanan pendidikan taman kanak-kanak

usia 4-6 tahun dan menerapkan pembelajaran tauhid untuk menanamkan nilai-

nilai pendidikan karakter. Peneliti memfokuskan diri pada pelaksanaan

pembelajaran tauhid di Taman Kanak-kanak yaitu kelompok A dan kelompok B.

D. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data

Sumber data dari penelitian ini yaitu guru kelas, kepala sekolah dan anak,

kegiatan pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas, dan sumber data

tertulis berupa referensi yang digunakan oleh peneliti dalam bentuk buku, jurnal,

catatan lapangan, serta foto. Sumber data digunakan untuk menelaah segi-segi

subjektif dan hasilnya dianalisis secara induktif.

Teknik pengumpulan data yang utama dalam penelitian ini adalah

wawancara, observasi dan dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan secara

alamiah pada sumber data. Teknik pengumpulan data dalam penelitian deskriptif

di TK Khalifah Wirobrajan sebagai berikut:

1. Wawancara

Wawancara ditujukan kepada sumber data yang terlibat dalam pelaksanaan

pembelajaran tauhid maupun orang-orang yang mengetahui lebih dalam tentang

68
berbagai aspek yang berhubungan dengan proses pembelajaran. Sumber data

dalam teknik wawancara adalah kepala sekolah dan guru kelas TK Khalifah

Wirobrajan. Kegiatan wawancara dilakukan di TK Khalifah Wirobrajan dengan

menggunakan pedoman wawancara yang disesuaikan dengan sumber dan peneliti.

Isi wawancara meliputi kerjasama lembaga sekolah, perencanaan pembelajaran,

pelaksanaan pembelajaran (strategi dan metode pembelajaran), evaluasi

pembelajaran, faktor penghambat dan pendukung pembelajaran tauhid.

2. Observasi

Metode observasi bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran di

TK Khalifah Wirobrajan kelompok A dan kelompok B. Kegiatan observasi

dilakukan di dalam maupun di luar kelas dengan mengamati kegiatan guru dan

anak dalam proses pembelajaran. Peneliti melaksanakan pengamatan dengan

menggunakan pedoman observasi untuk memperoleh data yang diinginkan dan

setiap informasi yang ditemukan kemudian dicatat dalam bentuk catatan lapangan.

Catatan lapangan digunakan peneliti untuk mencatat proses kegiatan pembelajaran

sebagai bukti konkret untuk menganalisis data. Peneliti juga menggunakan catatan

lapangan untuk lebih mengetahui pembelajaran tauhid yang diterapkan, metode

dan strategi yang digunakan, evaluasi pembelajaran, faktor pengambat dan

pendukung pembelajaran tauhid didalam praktiknya.

3. Dokumentasi

Metode dokumentasi digunakan sebagai sumber data karena dokumentasi

dapat dimanfaatkan untuk merekam kegiatan pembelajaran yang digunakan untuk

menganalisis data. Metode dokumentasi bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan

69
pembelajaran kelompok A dan kelompok B serta unsur-unsur yang mendukung

dalam proses pembelajaran. Dokumentasi yang digunakan peneliti berupa

dokumen lembaga sekolah yang memuat program semester (promes), RKM,

RKH, penilaian dan dokumentasi proses pembelajaran (foto atau video).

E. Instrumen Penelitian

Sugiyono (2013: 222) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, yang

menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti

kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian,

memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai

kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas

temuannya.

Sejalan dengan pikiran Sugiyono, Nasution (Sugiyono, 2013: 223) juga

menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif menjadikan manusia sebagai

instrumen peneliti utama. Karena, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk

yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, bahkan hasil yang

diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas

sebelumnya. Pada penelitian ini, peneliti mengambil data menggunakan pedoman

wawancara, lembar observasi dan tabel dokumentasi yang sewaktu-waktu dapat

berubah di lapangan (lihat lampiran 2, 3, 4 dan 5).

F. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif di TK Khalifah Wirobrajan

dilakukan sejak sebelum terjun ke lapangan, observasi, selama pelaksanaan

penelitian di lapangan dan setelah selesai penelitian di lapangan. Data penelitian

70
ini diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data

dilakukan dengan cara mengorganisasi data yang diperoleh kedalam sebuah

kategori, menjabarkan data kedalam unit-unit, menganalisis data yang penting,

menyusun atau menyajikan data yang sesuai dengan masalah penelitian dalam

bentuk laporan dan membuat kesimpulan agar mudah untuk dipahami.

Sesuai dengan jenis penelitian di atas, maka peneliti menggunakan model

interaktif dari Miles dan Huberman untuk menganalisis data hasil penelitian.

Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.

Adapun model interaktif yang dimaksud sebagai berikut:

Pengumpulan Penyajian data


data

Kesimpulan-
Reduksi data kesimpulan
Penarikan /verifikasi

Gambar 1. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif


Sumber: Miles dan Huberman (Miles, Huberman dan Saldana, 2014: 14)

Komponen-komponen analisis data model interaktif dijelaskan sebagai

berikut:

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Data yang diperoleh peneliti di lapangan melalui wawancara, observasi dan

dokumentasi direduksi dengan cara merangkum, memilih dan memfokuskan data

71
pada hal-hal yang sesuai dengan tujuan penelitian. Pada tahap ini, peneliti

melakukan reduksi data dengan cara memilah-milah, mengkategorikan dan

membuat abstraksi dari catatan lapangan, wawancara dan dokumentasi.

2. Penyajian Data (Data Display)

Penyajian data dilakukan setelah data selesai direduksi atau dirangkum.

Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi dianalisis

kemudian disajikan dalam bentuk CW (Catatan Wawancara), CL (Catatan

Lapangan) dan CD (Catatan Dokumentasi). Data yang sudah disajikan dalam

bentuk catatan wawancara, catatan lapangan dan catatan dokumentasi diberi kode

data untuk mengorganisasi data, sehingga peneliti dapat menganalisis dengan

cepat dan mudah. Peneliti membuat daftar awal kode yang sesuai dengan

pedoman wawancara, observasi dan dokumentasi. Masing-masing data yang

sudah diberi kode dianalisis dalam bentuk refleksi dan disajikan dalam bentuk

teks.

3. Kesimpulan, Penarikan atau Verifikasi (Conclusion Drawing/


Verification)

Langkah terakhir dalam analisis data kualitatif model interaktif adalah

penarikan kesimpulan dari verifikasi. Berdasarkan data yang telah direduksi dan

disajikan, peneliti membuat kesimpulan yang didukung dengan bukti yang kuat

pada tahap pengumpulan data. Kesimpulan adalah jawaban dari rumusan masalah

dan pertanyaan yang telah diungkapkan oleh peneliti sejak awal.

G. Pengujian Keabsahan Data

Uji keabsahan data pada penelitian kualitatif hanya ditekankan pada uji

validitas dan reabilitas, karena dalam penelitian kualitatif kriteria utama pada data
72
penelitian adalah valid, eliable, dan objektif. Teknik pemeriksaan keabsahan data

(Moleong, 2007: 327), yaitu “perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan,

triangulasi, pengecekan sejawat, kecukupan referensial, kajian kasus negatif,

pengecekan anggota, uraian rinci, audit kebergantungan, dan audit kepastian”.

Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini hanya

menggunakan tiga teknik, meliputi:

1. Perpanjangan Keikutsertaan

Perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti tinggal di lapangan sampai

kejenuhan pengumpulan data tercapai. Kehadiran peneliti dalam setiap tahap

penelitian kualitatif membantu peneliti untuk memahami semua data yang

dihimpun dalam penelitian bahkan sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai.

Perpanjangan keikutsertaan digunakan peneliti untuk membangun kepercayaan

para subjek terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti sendiri.

Perpanjangan keikutsertaan dilakukan dengan cara mengikuti proses pembelajaran

yang berlangsung dari pukul 07.15-16.00 WIB selama 2 minggu.

2. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi dengan

berbagai cara dalam kaitannya dengan proses analisis konstan atau tentatif.

Ketekunan pengamatan menggunakan seluruh panca indera meliputi pendengaran

dan insting peneliti sehingga dapat meningkatkan derajat keabsahan data.

Pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik ketekunan pengamatan,

dilakukan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap kegiatan dan

diskusi yang dilakukan anak.

73
3. Triangulasi

Denzin (Moleong, 2007: 178) membedakan empat macam triangulasi

sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan penggunaan

sumber, metode, penyidik dan teori. Triangulasi dengan memanfaatkan peneliti

untuk mengecek kembali derajat kepercayaan data. Hal ini dilakukan peneliti

dengan cara mengkonsultasikan hasil penelitian kepada dosen pembimbing

skripsi.

Triangulasi dengan sumber data dilakukan dengan cara membandingkan

data hasil wawancara dengan pengamatan, apa yang dikatakan dengan situasi

penelitian sepanjang waktu, pandangan dan perspektif sesorang dengan berbagai

pendapat, serta membandingkan hasil wawancara dengan dokumentasi yang

berkait.

Triangulasi dengan metode dilakukan untuk melakukan pengecekan

terhadap penggunaan metode pengumpulan data yang meliputi wawancara,

observasi dan dokumentasi. Triangulasi dengan teori dilakukan dengan mengurai

pola, hubungan, dan menyertakan penjelasan yang muncul dari analisis untuk

mencari penjelasan pembanding.

74
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada sub bab hasil penelitian ini, peneliti akan mendeskripsikan tentang TK

Khalifah Wirobrajan, perencanaan pembelajaran tauhid, pelaksanaan

pembelajaran tauhid, evaluasi pembelajaran tauhid, faktor penghambat dan faktor

pendukung pembelajaran tauhid di TK Khalifah Wirobrajan.

1. Deskripsi TK Khalifah Wirobrajan

Berikut ini gambaran umum sekolah yang menjadi tempat penelitian dan

deskripsi tentang profil TK Khalifah Wirobrajan dari hasil wawancara, observasi

dan dokumentasi yang meliputi sejarah lembaga, visi misi, sarana prasarana dan

status sekolah.

a. Sejarah TK Khalifah

TK Khalifah merupakan lembaga sekolah yang didirikan oleh seorang

pengusaha muda, Ippho Santosa. TK Khalifah pertama kali berdiri pada tahun

2007 di Kota Batam, Kepulauan Riau. Hal yang mendasari berdirinya TK

Khalifah adalah keinginan Ippho Santosa untuk mencetak generasi penerus

bangsa yang bermental entrepreneur dan bernafaskan nilai-nilai islami. Oleh

karena itu, beliau mendirikan TK yang diberi nama TK Khalifah dengan

keunggulan tauhid dan entrepreneurship (CW.1).

TK Khalifah menerapkan sistem frenchise untuk pengembangannya di

seluruh wilayah Indonesia. Saat ini, sudah mencapai delapan puluhan cabang se-

75
Indonesia. Untuk wilayah D.I.Yogyakarta sendiri sudah berdiri 8 cabang TK

Khalifah yang salah satunya adalah TK Khalifah Wirobrajan.

TK Khalifah Wirobrajan berdiri pada tanggal 3 September 2011. Letak

geografis TK Khalifah Wirobrajan berada di Jalan Poncowolo 24 Wirobrajan,

berada di barat SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta dan Pondok Pesantren

Mu’alimin Yogyakarta.

b. Visi dan Misi TK Khalifah Wirobrajan

Visi dari TK Khalifah Wirobrajan yaitu “Menuju play group dan TK favorit

di Yogyakarta” (CD.4). Sedangkan misi yang ingin diwujudkan yaitu

“Memastikan anak bercita-cita menjadi moslem entrepreneur dengan keteladanan

Nabi Muhammad SAW” (CD.4). Visi dan misi TK Khalifah Wirobrajan

diwujudkan dengan program-program yang telah dirancang selama satu tahun

oleh sekolah. Kurikulum yang digunakan merupakan kurikulum pengembangan

dari lembaga sekolah untuk mencapai visi dan misi TK Khalifah.

c. Tujuan TK Khalifah Wirobrajan

TK Khalifah Wirobrajan mempunyai beberapa tujuan yang mendukung visi

dan misi sekolah. Tujuan ini dilaksanakan untuk melengkapi program pendidikan

di TK Khalifah Wirobrajan. Diharapkan dengan tujuan yang jelas akan

mengantarkan anak-anak mendapatkan pendidikan yang tepat.

Tujuan dari TK Khalifah Wirobrajan yang pertama adalah untuk

memberikan pendidikan karakter melalui pembelajaran tauhid dan

entrepreneurship di lingkungan Wirobrajan. Kedua, untuk menanamkan

kemandirian anak sejak kecil. Ketiga, untuk membangun anak yang berakhlak

76
mulia dan bertaqwa. Keempat, untuk memberikan pengasuhan kepada anak,

terutama pada anak yang orang tuanya berkarir sehingga membutuhkan sekolah

fullday, dan yang terakhir adalah untuk mengajarkan keterampilan hidup atau life

skill sejak dini (CW.1).

Sesuai dengan misi sekolah, TK Khalifah Wirobrajan ingin membangun

anak-anak yang bercita-cita sebagai moslem entrepreneur dengan keteladanan

Nabi Muhammad SAW, sehingga selain karakter entrepreneurship, sekolah juga

mengajarkan ketauhidan kepada anak, agar dapat menjadi seorang entrepreneur

yang berakhlak mulia seperti Nabi Muhammad SAW.

d. Sarana dan Prasarana

Terdapat dua fasilitas sarana dan prasarana di TK Khalifah Wirobrajan yang

terdiri dari fasilitas umum dan fasilitas kelas. Fasilitas umum, merupakan sarana

dan prasarana yang ada di sekolah secara keseluruhan. Sedangkan fasilitas kelas

adalah seluruh sarana prasarana yang ada di dalam kelas dan berguna untuk

menunjang proses pembelajaran. Adapun sarana dan prasarana tersebut yaitu:

Tabel 3. Fasilitas Umum


Keterangan
No. Objek
Ada Tidak
1. Ruang tamu (Customer Room) √
2. Ruang guru √
3. Area bermain indoor (play ground) √
4. Area bermain outdoor √
5. Science Centre √
6. Life Skill Centre √
7. Exercise Centre √
8. Art Centre √
9. Tauhid Centre √
10. Tempat berwudhu √
11. Dapur √
12. Halaman sekolah √
13. Kamar mandi √
14. Tempat parkir √
Sumber: CD.1

77
Daftar sarana dan prasarana di atas dapat menunjukkan kelengkapan

fasilitas yang diberikan sekolah kepada anak dalam proses pembelajaran, baik

indoor maupun outdoor. Beberapa sentra yang dimiliki sekolah juga sangat

menunjang proses pembelajaran. Berkaitan dengan pembelajaran tauhid, Tauhid

Centre sangat penting keberadaannya, karena sering digunakan untuk praktik

kegiatan ketauhidan.

Sarana dan prasarana kelas adalah seluruh fasilitas yang ada di dalam kelas

dan berguna untuk menunjang proses pembelajaran. Sarana dan prasarana kelas

meliputi:

Tabel 4. Sarana dan Prasarana Kelas


Keterangan
No. Perlengkapan Kelas
Ada Tidak
1. Meja √
2. Kursi √
3. Rak APE √
4. Rak berkas √
5. Loker tas √
6. Loker helm √
7. Rak sepatu √
8. Rak buku √
9. Rak mukena √
10. Rak sejadah √
11. Papan tulis/ white board √
12. Karpet √
13. AC √
14. DVD Player √
15. TV √
16. Tape -
17. Kipas angin √
18. Jam dinding √
19. APE √
20. Alat tulis √
21. Media √
Sumber: CD.2

Daftar sarana dan prasarana di atas dapat menunjukkan kelengkapan

fasilitas yang diberikan sekolah kepada anak di dalam kelas dan digunakan dalam

78
proses bermain dan belajar. Ruang kelas (centre) tidak terlalu luas, tetapi

perbandingannya pas dengan jumlah anak yang menempatinya, sarana dan

prasarana yang terdapat di kelas juga tertata rapi sehingga suasana kelas sangat

nyaman.

2. Perencanaan Pembelajaran Tauhid

Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh data tentang perencanaan

pembelajaran sebagai berikut:

Mulai dari program semester, RKM dan RKH sudah diterima dalam
bentuk jadi dari tim Khalifah Pusat. Sehingga, TK Khalifah
Wirobrajan mengembangkan sendiri kegiatan pembelajaran yang akan
dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada (CW.1).

Data hasil wawancara tersebut menggambarkan bahwa perencanaan

pembelajaran di TK Khalifah bersifat terpusat karena disusun oleh tim Khalifah

Pusat dan didistribusikan ke TK Khalifah yang ada di wilayah seluruh Indonesia.

Jadi, TK Khalifah Wirobrajan tidak menyusun sendiri perencanaan

pembelajarannya, namun sekolah mengembangkan sendiri kegiatan-kegiatan

pembelajaran untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah.

Data wawancara tersebut diperkuat dengan analisis data dokumentasi

sebagai berikut:

Perencanaan pembelajaran dimulai dari penyusunan program


semester. Pada program semester terdapat aspek perkembangan yang
akan dicapai dalam waktu satu semester. Adapun aspek perkembangan
tersebut adalah aspek tauhid, pembiasaan tauhid, entrepreneurship
value, akhlak perilaku/ sosial emosional, keterampilan, bahasa,
english lesson, kognitif dan fisik. Dari aspek-aspek tersebut
dikembangkan menjadi indikator-indikator yang lebih terperinci
(CD.7 dan CD.8).

Indikator-indikator yang tercantum pada program semester diturunkan


di Rencana Kegiatan Mingguan (RKM). Setiap minggu, ada indikator
79
yang harus dicapai pada masing-masing aspek perkembangan. Pada
RKM sudah terperinci indikator apa saja yang harus dicapai dalam
waktu satu minggu (CD.9 dan CD.10).

Dari RKM, diturunkan lagi pada RKH. Pada RKH, terdapat tema
goals yang harus dicapai. Untuk mencapai tema goals, maka indikator-
indikator pembelajaran yang sudah ditentukan untuk hari ini harus
dicapai (CD.11 dan CD.12).

Berdasarkan hasil analisis dokumentasi, diperoleh data bahwa perencanaan

pembelajaran yang berkaitan dengan pembelajaran tauhid, pada program semester

telah tertuang secara rinci indikator-indikator pembelajaran yang hendak dicapai.

Selanjutnya, indikator-indikator tersebut diturunkan pada RKM, dan akan

diturunkan lagi pada RKH untuk mencapai tema goals.

Hasil wawancara dan dokumentasi menjabarkan bahwa perencanaan

pembelajaran bersifat terpusat karena disusun oleh tim Khalifah Pusat, yang

kemudian didistribusikan ke seluruh TK Khalifah yang ada di Indonesia.

Perencanaan pembelajaran dimulai dari penyusunan program semester, RKM dan

RKH.

Perencanaan pembelajaran merupakan tahapan yang penting dalam

pelaksanaan pembelajaran. Berikut akan peneliti paparkan masing-masing

perencanaan pembelajaran di TK Khalifah yang berkaitan dengan pembelajaran

tauhid.

a. Program Semester (Prosem)

Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh data tentang program semester

sebagai berikut:

Aspek perkembangan nilai agama dan moralnya merupakan


pengembangan dari lembaga, terutama pada pembelajaran tauhidnya.
Jadi, ada indikator pembelajaran yang khusus untuk ketauhidan.
80
Sedangkan untuk aspek yang lain mengacu pada Permendiknas
Nomor 58 Tahun 2009 tetapi tetap dengan pengembangan dari
lembaga (CW.1).

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data bahwa tim Khalifah

mengembangkan sendiri aspek perkembangan nilai agama dan moralnya. Ada

indikator-indikator khusus untuk pembelajaran tauhid.

Hasil wawancara tersebut diperkuat dengan data dokumentasi mengenai

aspek perkembangan nilai agama dan moral berikut.

Program semester (prosem) TK Khalifah memuat aspek


perkembangan dan indikator-indikator yang harus dicapai selama satu
semester. Pada prosem juga terdapat tema-tema yang sudah
direncanakan pelaksanaannya. Aspek perkembangan dan tema-tema
yang digunakan merupakan pengembangan dari lembaga (CD.7 dan
CD.8).

Untuk aspek perkembangan nilai agama dan moral tidak terdapat


dalam prosem, karena pada prosem TK Khalifah, aspek
perkembangan nilai agama dan moral dikembangkan menjadi aspek
tauhid dan aspek pembiasaan tauhid (CD.7 dan CD.8).

Data hasil dokumentasi tersebut menunjukkan bahwa tim Khalifah

mengembangkan sendiri aspek perkembangan, khususnya perkembangan nilai

agama dan moral dalam pembelajaran. Indikator-indikatornya juga dikembangan

sendiri oleh tim Khalifah.

Hasil dokumentasi dan wawancara menjabarkan bahwa tim Khalifah

mengembangkan sendiri aspek perkembangan yang diterapkan, terutama aspek

nilai agama dan moralnya, karena di TK Khalifah mengganti aspek perkembangan

nilai agama dan moral menjadi aspek tauhid dan aspek pembiasan tauhid yang

diturunkan lagi menjadi indikator-indikator khusus.

81
Selanjutnya, peneliti akan memaparkan hasil analisis dokumentasi

tentang penerapan 4 nilai beriman kepada Allah yang terdapat dalam prosem

TK Khalifah, yaitu sebagai berikut.

Berdasarkan prosem yang ada di TK Khalifah, nilai yang akan


diterapkan dalam pembelajaran adalah beriman kepada rububiyah
Allah, beriman kepada uluhiyah Allah serta beriman kepada asma’
dan sifat Allah. Beriman kepada rububiyah Allah dapat dilihat pada
indikator dari aspek tauhid yaitu “Menyebutkan beberapa ciptaan
Allah kepandaian dari Allah”. Beriman kepada uluhiyah Allah dapat
dilihat dari aspek pembiasaan tauhid yang menerapkan beberapa
kegiatan tauhid seperti hafalan surat pendek, hafalan doa harian,
thoharoh, bacaan dan gerakan sholat, kalimat thayyibah dan hafalan
hadist. Sedangkan beriman kepada asma’ dan sifat Allah terdapat
dalam aspek pembiasaan tauhid, yaitu pada kegiatan menghafal
asmaul husna dan paham asmaul husna. Pada kegiatan bernyanyi,
terdapat lagu tentang sifat-sifat Allah dan lagu asmaul husna untuk
lebih memudahkan anak dalam menghafalnya (CD.7 & CD.8).

Hasil analisis dokumentasi tersebut mendeskripsikan bahwa perencanaan

pembelajaran di TK Khalifah menerapkan 3 nilai dalam beriman kepada Allah,

yaitu beriman kepada rububiyah Allah, beriman kepada uluhiyah Allah serta

beriman kepada asma’ dan sifat Allah. Untuk mengenalkan wujud Allah belum

ada dalam perencanaan pembelajaran tauhid di TK Khalifah.

Berkaitan dengan pembelajaran tauhid, erat hubungannya dengan

pembentukan karakter untuk anak. Pada prosem yang disusun oleh tim Khalifah,

sudah tercantum beberapa nilai karakter yang hendak ditanamkan pada anak.

Berikut hasil analisis dokumentasi mengenai nilai-nilai karakter yang hendak

ditanamkan pada anak.

Berdasarkan aspek perkembangan tauhid dan pembiasaan tauhid yang


tercantum dalam prosem, dapat dilihat bahwa karakter yang hendak
dibangun adalah ketaatan terhadap Allah SWT dan meneladani
kebiasaan-kebiasaan Nabi Muhammad SAW. Sedangkan didalam
aspek akhlak perilaku/ sosial emosional, disebutkan bahwa anak harus
82
peduli terhadap sesama dan lingkungan di sekitarnya (CD.7 dan
CD.8).

Hasil dokumentasi tersebut diperkuat dengan data wawancara sebagai

berikut:

Karakter utama yang hendak dibangun adalah ketaatan kepada Allah,


yaitu untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Yang kedua adalah karakter entrepreneurship yaitu karakter
pengusaha muslim yang meneladani Nabi Muhammad dan
membangun sifat-sifat Nabi Muhammad dalam berdagang seperti
jujur, amanah, gigih dan mandiri. Kebiasaan-kebiasaan Nabi
Muhammad juga dibiasakan kepada anak, yaitu dengan sholat dhuha,
bersedekah dan berbuat baik kepada orang lain. Yang ketiga,
menjadikan anak berakhlak baik dan mengajarkan anak untuk mau
berbagi serta berempati dengan orang lain (CW.1).

Karakter yang hendak dibangun pada anak diantaranya jujur, amanah,


sabar dan tabligh, serta menjadikan anak mengidolakan dan
meneladani Rasulullah SAW (CW.3).

Karakter yang ingin kami bangun tentunya untuk menjadikan anak


yang sholeh dan sholihah, jujur, amanah dan patuh. Taat kepada Allah
dan meneladani Rasulullah (CW.4).

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data bahwa karakter yang hendak

dibangun pada anak adalah ketaatan kepada Allah dan dapat meneladani

Rasulullah. Anak-anak juga ditanamkan nilai karakter entrepreneurship seperti

yang dicontohkan oleh Rasulullah.

Nilai karakter yang akan dibangun pada pembelajaran tauhid di TK Khalifah

berdasarkan data wawancara dan data dokumentasi adalah:

1) Ketaatan kepada Allah SWT.


2) Meneladani Nabi Muhammad SAW, salah satunya dengan meneladani
kebiasaan-kebiasaan beliau seperti sholat dhuha, bersedekah dan
berbuat baik kepada orang lain.
3) Peduli terhadap sesama dan lingkungan sekitar.

83
b. Rencana Kegiatan Mingguan (RKM)

Berdasarkan hasil analisis dokumentasi, diperoleh data tentang Rencana

Kegiatan Mingguan (RKM) yang disusun oleh tim Khalifah sebagai berikut:

Pada RKM, terdapat aspek perkembangan beserta indikator-indikator


perkembangan yang diturunkan dari prosem. Waktu pelaksanaan
setiap indikator juga sudah ditentukan dengan checklist, mulai dari
hari Senin sampai hari Jumat disetiap minggunya. Khusus untuk
pembiasaan tauhid, hampir setiap hari dilakukan (CD.9 dan CD.10).

Rencana Kegiatan Mingguan (RKM) berdasarkan data dokumentasi,

merupakan seperangkat rencana kegiatan yang akan dilakukan disetiap

minggunya. Terdapat aspek perkembangan beserta indikator-indikator yang

diturunkan dari prosem. Indikator-indikator tersebut harus dicapai sesuai dengan

waktu yang telah ditentukan. Khusus untuk aspek pembiasaan tauhid, hampir

dilakukan setiap hari untuk diulang-ulang.

c. Rencana Kegiatan Harian (RKH)

Berdasarkan hasil analisis dokumentasi, diperoleh data tentang Rencana

Kegiatan Harian (RKH) yang disusun oleh tim Khalifah sebagai berikut:

RKH yang disusun oleh tim Khalifah sangat lengkap dan rinci.
Disetiap awal tema, akan ada materi singkat yang dapat digunakan
sebagai sumber ilmu pengetahuan bagi guru, dan dijadikan sebagai
sumber materi dalam proses pembelajaran. Selain itu, sebelum uraian
kegiatan dipaparkan, terlebih dahulu akan diuraikan secara khusus
indikator kemampuan yang harus dicapai dalam satu hari. Indikator
kemampuan ini diturunkan dari RKM untuk dapat mencapai tema
goal. Setelah indikator dipaparkan, selanjutnya akan diuraikan
langkah-langkah kegiatan satu hari (CD.11 dan CD.12).

Rencana Kegiatan Harian (RKH) berdasarkan data dokumentasi, merupakan

uraian kegiatan yang akan dilakukan dalam satu hari. Pada RKH, indikator-

84
indikator yang harus dicapai merupakan indikator yang diturunkan dari RKM.

Indikator ini digunakan untuk mencapai tema goals dalam satu hari.

3. Pelaksanaan Pembelajaran Tauhid

Berdasarkan hasil analisis dokumentasi, diperoleh data tentang pelaksanaan

pembelajaran di TK Khalifah yaitu sebagai berikut.

Urutan pelaksanaan pembelajaran di TK Khalifah, dimulai dari


pembukaan (pukul 08.00-09.00), kegiatan materi pagi (pukul 09.00-
09.45), istirahat (pukul 09.45-10.45), kegiatan sentra (pukul 10.45-
12.00) dengan 3 pijakan yaitu pijakan sebelum bermain, pijakan
bermain dan pijakan setelah main, kemudian dilanjutkan dengan
kegiatan shalat dhuhur (12.00-12.20) dan diakhiri dengan closing
cyrcle (pukul 12.20-12.30) (CD.11 dan CD.12).

Data hasil analisis dokumentasi tersebut menunjukkan bahwa urutan

pembelajaran di TK Khalifah dimulai dari pembukaan, kegiatan materi pagi,

istirahat, kegiatan sentra, kegiatan sholat dhuhur dan closing cyrcle.

Sedangkan dari hasil observasi, diperoleh data bahwa urutan pelaksanaan

pembelajaran di TK Khalifah Wirobrajan adalah sebagai berikut.

Terdapat kegiatan pra pembelajaran yang dimulai dari pukul 07.30


sampai pukul 08.15. Setelah itu, pukul 08.30-08.55 dilakukan kegiatan
awal (pembukaan dan apersepsi). Selanjutnya, pukul 08.55-09.20
masuk pada kegiatan inti yang pertama. Pukul 09.20 anak-anak
persiapan berwudhu. Pada pukul 09.30 sampai pukul 10.00 dilakukan
praktik sholat dhuha. Setelah sholat dhuha, anak-anak istirahat sampai
pukul 10.30. Pukul 10.30 sampai pukul 11.30 anak-anak melanjutkan
kegiatan inti kedua dan ketiga. Setelah kegiatan inti selesai, maka
dilanjutkan dengan kegiatan penutup. Setelah pembelajaran ditutup,
dilanjutkan dengan kegiatan pasca pembelajaran (CL.1-CL.10)

Berdasarkan hasil observasi, diperoleh data bahwa urutan pelaksanaan

pembelajaran di TK Khalifah Wirobrajan dimulai dari kegiatan pra pembelajaran,

kegiatan awal, kegiatan inti, istirahat, kegiatan penutup dan kegiatan pasca

pembelajaran. Sedangkan hasil dokumentasi menunjukkan bahwa TK Khalifah


85
memiliki urutan pelaksanaan yaitu pembukaan, kegiatan materi pagi, istirahat,

kegiatan sentra, kegiatan sholat dhuhur, closing cyrcle. Meskipun tahapan

pelaksanaan pembelajarannya berbeda, namun muatan aspek tauhid dan

pembiasaan tauhid yang diterapkan tetap sama.

Berikut akan peneliti jabarkan pelaksanaan pembelajaran tauhid di TK

Khalifah Wirobrajan.

a. Kegiatan Pra Pembelajaran

Berdasarkan hasil observasi, diperoleh data bahwa kegiatan pra

pembelajaran di TK Khalifah Wirobrajan dimulai pukul 07.30 dan ada beberapa

kegiatan pembiasaan bagi anak yang diterapkan.

Anak datang dengan mengucap salam dan bersalaman dengan guru,


kemudian mengambil uang dan daily report dari tasnya. Anak-anak
bersedekah selanjutnya menyerahkan daily report kepada guru kelas.
Anak-anak dipanggil satu persatu untuk iqro’ dan latihan membaca
(CL.1).

Anak mengucap salam, bersalaman dengan guru dan meletakkan


tasnya di loker. Kemudian mengambil uang untuk sedekah dan daily
report untuk diserahkan kepada guru kelas. Anak-anak bermain sambil
menunggu dipanggil guru kelasnya untuk membaca iqro’ dan berlatih
membaca (CL.2).

Anak mengucap salam, melepas sepatu sendiri, meletakkan tas di


loker dan bersalaman dengan guru. Setelah itu, anak-anak mengambil
uang didalam tas untuk bersedekah dan mengambil daily report untuk
diserahkan kepada guru. Sambil menunggu giliran iqro’, anak-anak
boleh menonton DVD yang diputarkan oleh guru (CL.3).

Dari hasil data observasi tersebut dapat disimpulkan bahwa pada kegiatan

pra pembelajaran, pembiasaan tauhid yang dilakukan oleh anak adalah mengucap

salam, bersedekah dan membaca iqro’. Hasil observasi tersebut diperkuat dengan

86
data wawancara. “Ada banyak pembiasaan yang diterapkan, diantaranya adalah

saat pra pembelajaran yaitu membaca iqro’ dan bersedekah” (CW.3).

Berdasarkan hasil dokumentasi yang dilakukan, diperoleh data bahwa setiap

pagi anak melakukan aspek pembiasaan tauhid yaitu bersedekah dan membaca

iqro’ satu per satu.

Gambar a : Anak
bersedekah.

Gambar b : Anak membaca


iqro’ satu per satu.

Gambar 2. Pembiasan Tauhid Pada Kegiatan Pra Pembelajaran.

Hasil observasi, wawancara dan dokumentasi menunjukkan bahwa dalam

kegiatan pra pembelajaran terdapat pembiasaan tauhid, yaitu mengucap salam,

bersedekah dan membaca iqro’ satu per satu. Hal ini menunjukkan bahwa dalam

kegiatan pra pembelajaran, nilai tauhid yang diterapkan adalah beriman kepada

uluhiyah Allah, yaitu pada saat anak mengucap salam, membaca iqro’ dan

bersedekah.

87
b. Kegiatan Awal

Berdasarkan hasil observasi, diperoleh data bahwa kegiatan awal

pembelajaran di TK Khalifah Wirobrajan dimulai pukul 08.30. Ada perbedaan

kegiatan awal yang dilakukan pada hari Jumat dibandingkan dengan hari lainnya.

Guru mengajak anak ke Art Centre dan mengkondisikan anak untuk


duduk melingkar. Guru membuka pembelajaran dengan salam dan
english greetings, kemudian bercakap-cakap dan bernyanyi. Lalu
dilanjutkan dengan berdoa dan hafalan surat pendek. Guru melakukan
apersepsi (CL.1).

Guru mengkondisikan anak untuk duduk rapi di Exercise Centre.


Pembelajaran dimulai dengan salam, bercakap-cakap, kemudian
berdoa dan hafalan surat pendek. Kemudian, guru melakukan
apersepsi dengan melakukan tanya jawab kepada anak. guru
menanyakan tentang apa saja ciptaan Allah agar anak lebih paham
mana yang ciptaan Allah dan mana yang merupakan ciptaan manusia.
“Sipaya yang menciptakan pohon?” “Siapa yang menciptakan kursi?”
“Kursi terbuat dari apa ya?” “Kayu yang menciptakan siapa ya?”
Setiap pertanyaan yang diucapkan oleh guru, jawaban terakhirnya
adalah Allah yang menciptakannya. Guru menjelaskan bahwa semua
yang ada di dunia adalah ciptaan Allah, termasuk manusia, tumbuhan
dan binatang (CL.6).

Hari Jumat pembelajaran dibuka di Science Centre bersama dengan


anak-anak play group, TK A dan TK B. Guru mengkondisikan anak
untuk duduk melingkar. Semua kelas bergabung menjadi satu. Guru
membuka dengan salam dilanjutkan dengan bernyanyi dan bercakap-
cakap. Setelah itu guru memimpin berdoa. Setelah berdoa, guru
mengajak anak untuk hafalan surat pendek dan membaca hadist.
Kemudian, anak-anak diajak untuk olahraga (CL.5).

Data hasil observasi tersebut menggambarkan bahwa pelaksanaan kegiatan

awal di TK Khalifah Wirobrajan dilakukan di sentra. Pelaksanaan kegiatan awal

pada hari Jumat berbeda dengan hari-hari lainnya, karena pada hari Jumat anak-

anak dikumpulkan jadi satu untuk kegiatan awal, yaitu untuk membuka

pembelajaran dan mengawalinya dengan aktivitas fisik. Namun, pembiasaan

tauhid yang dilakukan tetap sama yaitu berdoa, hafalan surat pendek dan
88
membaca hadist. Salah satu apersepsi yang dilakukan ketika masuk pada tema

tumbuhan adalah dengan teknik tanya jawab. Guru memberikan pemahaman

tentang perbedaan ciptaan Allah dan ciptaan manusia. Semua yang diciptakan

oleh manusia asal mulanya pasti dari Allah karena Allahlah yang memiliki dan

menciptakan dunia beserta isinya.

Hasil observasi tersebut diperkuat oleh hasil dokumentasi yang dilakukan

pada kegiatan pra pembelajaran.

Gambar 3. Pembiasaan Tauhid Pada Kegiatan Awal (hari Senin sampai Kamis)

Gambar a: Pembelajaran dibuka Gambar b: Anak melakan aktivitas


dengan circle time fisik dipimpin oleh guru

Gambar 4. Pembiasaan Tauhid Pada Kegiatan Awal (hari Jumat)

89
Hasil observasi dan dokumentasi menjabarkan bahwa pada pelaksanaan

kegiatan awal, terdapat pembiasaan tauhid yaitu berdoa, hafalan surat pendek dan

membaca hadist. Pembiasaan tersebut termasuk pada penerapan nilai tauhid yaitu

beriman kepada uluhiyah Allah. Selain itu, peneliti juga menemukan penerapan

nilai beriman kepada rububiyah Allah yaitu pada saat apersepi, guru mengenalkan

kepada anak bahwa semua yang ada di dunia adalah ciptaan Allah.

c. Kegiatan Inti

Berdasarkan hasil observasi, diperoleh data bahwa kegiatan inti

pembelajaran dilakukan sebelum istirahat yaitu pukul 08.55 sampai pukul 09.20

dan dilanjutkkan setelah istirahat yaitu pukul 10.30 sampai pukul 11.30. Berikut

akan peneliti uraikan hasil observasi mengenai pelaksanaan kegiatan inti terkait

dengan pembelajaran tauhid.

Pukul 09.20 anak berwudhu, namun diawali dengan menyanyikan


lagu berwudhu dan membaca niat berwudhu. Kemudian anak praktik
wudhu dengan bimbingan dari guru. Setelah anak-anak selesai
berwudhu, mereka bersiap sholat dhuha dan membentuk shaf. Setelah
itu membaca doa selesai berwudhu dan melaksanakan sholat dhuha
ketika ada satu anak yang mengumandangkan iqamah (CL.1).

Setelah sholat dhuha, anak-anak berdzikir dan membaca doa setelah


sholat dhuha, kemudian dilanjutkan dengan menyanyikan lagu-lagu
islami dan bersalaman dengan teman-teman (CL.1).

Ada anak yang berkelahi sampai menangis, lalu guru mengajak anak
ke sudut ruang kelas dan menasihatinya, “Mas Gafra, Mas Arka, kalau
berkelahi gini sholeh enggak ya? Dilihat Allah enggak ya? Boleh
enggak kalau berkelahi kayak gini?”. Kedua anak yang berkelahi
hanya diam. Kemudian guru meminta anak untuk saling bermaafan,
tetapi Arka tidak mau memaafkan. Guru berkata lagi, “Mas Arka
nggak boleh kayak gitu, Allah membenci anak yang tidak mau
memaafkan kesalahan temennya lho. Mau dimarahin Allah?”.
Kemudian keduanya saling memaafkan (CL.3).

90
Guru selalu mengajak anak untuk membaca perintah penugasan yang
ada di LKA sebelum dikerjakan, karena pada kalimat perintah tersebut
terdapat doa yang secara tidak langsung merupakan pembelajaran
tauhid. Kalimat perintah tersebut seperti “Sebutkan bagian-bagian
tanaman yang kamu ketahui, tariklah garis sesuai dengan nama bagian
tanaman, insya Allah diberi kemudahan oleh Allah” (CL.7).

Data observasi tersebut menunjukkan adanya pembiasaan tauhid yang

dilakukan pada kegiatan inti pembelajaran, yaitu menyanyikan lagu berwudhu,

praktik berwudhu, membaca doa sehari-hari, praktik sholat dhuha, membaca

kalimat thayyibah (berdzikir), membaca doa setelah sholat dhuha dan

menyanyikan lagu-lagu islami. Selain pembiasaan-pembiasaan tauhid tersebut,

pelaksanaan kegiatan inti yang berkaitan dengan pembelajaran tauhid juga

dilakukan dengan pemberian nasihat kepada anak, guru mengajarkan anak untuk

saling memaafkan karena salah satu hal yang disukai oleh Allah adalah anak-anak

yang mau saling memaafkan. Pembelajaran tauhid juga dilakukan saat membaca

perintah sebelum mengerjakan LKA. Perintah tersebut mengandung doa dan

harapan. LKA yang digunakan di TK Khalifah Wirobrajan merupakan LKA yang

disusun oleh tim Khalifah, sehingga isi pembelajarannya terintegrasi dengan

pembelajaran tauhid.

Sedangkan hasil dokumentasi diperoleh data bahwa pelaksanaan kegiatan

inti memuat pembiasaan tauhid yaitu praktik berwudhu sholat dhuha, berdzikir,

membaca doa setelah sholat dhuha dan menyanyikan lagu-lagu islami yang

dilakukan di Tauhid Centre.

91
Gambar b: Anak
Gambar a: Anak
bersiap untuk sholat
praktik berwudhu
dhuha

Gambar d: Anak
berdzikir, doa setelah
sholat dhuha dan
bernyanyi lagu islami

Gambar e: Anak bersalaman Gambar c: Anak praktik


sambil bershalawat nabi sholat dhuha

Gambar 5. Pembiasaan Tauhid Pada Kegiatan Inti (Praktik Sholat Dhuha)

92
Hasil observasi dan dokumentasi menjabarkan bahwa dalam kegiatan inti,

ada pembiasaan tauhid yang dilakukan yaitu bernyanyi lagu islami, membaca doa

sehari-hari, praktik berwudhu, praktik sholat dhuha, membaca kalimat thayyibah

(berdzikir) dan membaca doa setelah sholat dhuha. Hal ini menunjukkan bahwa

pada kegiatan inti pembelajaran, nilai tauhid yang diterapkan adalah beriman

kepada asma’ dan sifat Allah yaitu dengan menyanyikan lagu tentang asma’ dan

sifat Allah. Selain itu terdapat penerapan dari nilai beriman kepada uluhiyah Allah

yaitu dengan menjalankan ibadah sholat dhuha, praktik berwudhu, membaca doa

sehari-hari, membaca kalimat thayyibah dan membaca dia setelah sholat dhuha.

d. Istirahat

Berdasarkan hasil observasi, diperoleh data tentang pelaksanaan istirahat

yaitu sebagai berikut.

Setelah selesai sholat dhuha, anak-anak berbuka puasa (snack time).


Namun anak-anak berdoa berbuka puasa, doa sebelum makan dan
menyanyikan lagu adab makan dalam islam terlebih dahulu. Setelah
selesai berbuka puasa, anak-anak berdoa setelah makan dan
diperbolehkan untuk bermain. Tetapi untuk anak-anak yang tadi pagi
belum membaca iqro’, pada waktu istirahat ini diminta untuk
membaca iqro’ (CL.1).

Saat snack time, anak-anak membaca doa sebelum makan terlebih


dahulu dilanjutkan dengan bernyanyi tentang adab makan dalam
islam. Setelah selesai makan, anak-anak berdoa setelah makan dan
dilanjutkan dengan bermain bebas. Untuk anak-anak yang tadi pagi
belum iqro’, saat istirahat diminta untuk membaca iqro’ terlebih
dahulu sebelum bermain (CL.2).

Anak-anak menemukan ulat yang jatuh di bawah pohon rambutan


yang ada di halaman sekolah. Anak-anak mengerumuninya. “Wah ada
ulat! Kata mamahku ini ulatnya bisa bikin gatel lhoo!” kata seorang
anak. Kemudian banyak anak-anak yang ketakutan, “Hiiii! Ayo kita
buang sajaaaa!!” Tiba-tiba ada anak yang bernama Abghan (anak
kelompok A) berkata, “Eh jangan-jangan!! Ulat itu makhluk hidup
sama kayak kita, dia tu ciptaan Allah lho!! Kamu mau dosa? Kasian
93
ulatnya kalau dibuang.” Kemudian anak-anak yang lain berkata, “Oiya
ya, yaudah ayo kita buatkan rumah saja!” Ada anak yang menjawab,
“Iya iya ayo kita kasih makan juga!” (CL.1).

Data hasil observasi tersebut menggambarkan bahwa saat istirahat, anak-

anak akan diberi snack oleh guru yang disebut dengan snack time. Namun, setiap

hari Senin dan Kamis, penyebutan snack time diganti dengan berbuka puasa

karena anak-anak sedang berlatih puasa sunah Senin Kamis. Pembiasaan tauhid

yang diterapkan pada saat istirahat ini diantaranya adalah doa sehari-hari,

menyanyikan lagu tentang adab makan dalam islam dan iqro’.

Peneliti juga menemukan kejadian menarik yang dilakukan oleh anak-anak

saat istirahat yaitu saat mereka menemukan seekor ulat. Kejadian tersebut

menunjukkan bahwa anak peduli terhadap makhluk ciptaan Allah. Anak mengerti

bahwa ulat merupakan ciptaan Allah sama seperti dirinya. Sikap peduli

merupakan salah satu yang ingin dibangun oleh guru kepada anak, dan kejadian

ini menunjukkan bahwa anak-anak telah memiliki kepedulian terhadap makhluk

ciptaan Allah.

Data observasi tersebut diperkuat dengan data dokumentasi yang peneliti

dapatkan pada saat jam istirahat.

Gambar 6. Pembiasaan Tauhid Saat Istirahat


94
Gambar a: Anak-anak Gambar b: Anak-anak
menemukan seekor ulat membuat rumah dan
memberi makan untuk ulat

Gambar 7. Anak-anak Menunjukkan Sikap Peduli Terhadap Makhluk Hidup

Hasil observasi dan dokumentasi tersebut mendeskripsikan bahwa pada

pelaksanaan istirahat, pembelajaran tauhid yang diterapkan adalah membaca doa

sehari-hari, beruka puasa (snack time), menyanyikan lagu adab makan dalam

islam dan iqro’. Peneliti juga menemukan kejadian menarik yang menunjukkan

bahwa anak-anak menunjukkan rasa kepedulian mereka terhadap makhluk ciptaan

Allah.

Pada kegiatan istirahat ini menunjukkan bahwa nilai tauhid yang teramati

adalah beriman kepada uluhiyah Allah dan beriman kepada rububiyah Allah.

Beriman kepada uluhiyah Allah ditunjukkan dengan kegiatan yang dilakukan

yaitu membaca doa sehari-hari, berlatih puasa senin dan kamis serta membaca

95
iqro’. Sedangkan nilai beriman kepada rububiyah Allah terlihat ketika anak-anak

menemukan ulat yang merupakan salah satu binatang ciptaan Allah. Anak-anak

telah memahami bahwa ulat merupakan ciptaan Allah dan harus diperlakukan

dengan baik. Anak-anak membuatkan rumah dan memberikan makan kepada ulat.

e. Kegiatan Penutup

Berdasarkan hasil observasi, diperoleh data bahwa pelaksanaan kegiatan

penutup di TK Khalifah Wirobrajan berlangsung pukul 11.30-11.45. Adapun

pembiasaan yang dilakukan saat kegiatan penutup yaitu sebagai berikut.

Guru melakukan refleksi kegiatan satu hari dilanjutkan dengan


berdoa. Doa yang dibaca ketika pulang sekolah adalah doa selesai
belajar, surat Al-Ashr, doa keluar rumah dan doa naik kendaraan
dilanjutkan dengan bernyanyi dan ikrar anak khalifah. Setelah berdoa,
guru membagikan daily report (CL.1).

Guru melakukan refleksi kegiatan satu hari, kemudian dilanjutkan


dengan berdoa selesai belajar, surat Al-Ashr, doa keluar rumah, doa
naik kendaraan kemudian bernyanyi lagu penutup pembelajaran, yaitu
lagu khalifah dan ikrar anak khalifah. Setelah itu, guru membagikan
daily report kepada anak-anak (CL.2).

Anak-anak berdoa. Doa yang dibaca adalah doa selesai belajar, surat
Al-Ashr, doa keluar rumah dan doa naik kendaraan, dilanjutkan
dengan bernyanyi dan ikrar anak khalifah. Kemudian guru
membagikan daily report dan menutup pembelajaran dengan salam.
(CL.6).

Data hasil observasi tersebut menggambarkan bahwa pelaksanaan kegiatan

penutup di TK Khalifah Wirobrajan dilakukan dengan refleksi, berdoa, bernyanyi,

ikrar anak Khalifah dan pembagian daily report. Doa yang dibaca adalah doa

selesai belajar, surat Al-Ashr, doa keluar rumah dan doa naik kendaraan.

96
Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil dokumentasi yaitu sebagai

berikut.

Gambar 8. Pembiasaan Tauhid Saat Kegiatan Penutup

Hasil observasi dan dokumentasi mendeskripsikan bahwa pelaksanaan

kegiatan penutup meliputi tanya jawab dan berdoa. Doa yang dibaca adalah doa

selesai belajar, surat Al-Ashr, doa keluar rumah/ bepergian dan doa naik

kendaraan. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam kegiatan penutup, nilai tauhid

yang diterapkan adalah beriman kepada uluhiyah Allah.

f. Kegiatan Pasca Pembelajaran (fullday class)

Berdasarkan hasil observasi, diperoleh data tentang pelaksanaan kegiatan

pasca pembelajaran (fullday class) sebagai berikut:

Anak-anak yang ketika pra pembelajaran dan istirahat belum


membaca iqro’ dan berlatih membaca, saat pulang sekolah diminta
untuk membaca. Ketika adzan dhuhur berkumandang, anak-anak
segera berwudhu dan melaksanakan sholat dhuhur berjamaah di
Tauhid Centre. Setelah melaksanakan ibadah sholat dhuhur, kegiatan
selanjutnya adalah makan siang, dan dilanjutkan dengan tidur siang.
Saat anak-anak bangun, boleh bermain terlebih dahulu di play ground.
Pada pukul 15.00 anak-anak mandi. Setelah mandi, anak-anak
menunggu jemputan (CL.1).

97
Anak-anak yang belum membaca iqro’, saat pulang sekolah diminta
untuk membaca iqro’ terlebih dahulu, namun apabila ada anak yang
tidak mau iqro’ tidak akan dipaksa oleh gurunya. Hari ini, anak-anak
makan siang lebih awal. Anak-anak berdoa terlebih dahulu sebelum
makan. Setelah makan, baru anak-anak sholat dhuhur berjamaah.
Setelah sholat dhuhur, anak-anak dikondisikan untuk tidur siang. Guru
memimpin berdoa sebelum tidur, setelah itu anak-anak diputarkan
film sebagai pengantar tidur. Setelah anak-anak bangun tidur, mereka
bermain di play ground sambil menunggu waktu mandi. Setelah tiba
waktu mandi, guru memanggil anak-anak. Setelah semua anak-anak
selesai dimandikan, mereka boleh bermain di halaman sekolah sambil
menunggu jemputan (CL.5).

Data hasil observasi tersebut menggambarkan bahwa pelaksanaan kegiatan

pasca pembelajaran meliputi membaca iqro’ bagi yang belum membaca, sholat

dhuhur berjamaah, makan siang, tidur siang dan mandi sore. Setiap anak

melakukan kegiatan tersebut, anak dibiasakan untuk membaca doa sehari-hari,

yaitu doa sebelum makan dan sesudah makan, doa sebelum tidur dan sesudah

tidur, doa masuk kamar mandi dan keluar kamar mandi dan doa berpakaian.

Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil dokumentasi yang peneliti

dapatkan berikut.

98
Gambar b: Anak-anak
berwudhu

Gambar a: Anak-anak
yang belum iqro, diminta
untuk iqro’

Gambar c: Anak-anak
Gambar d: Anak-anak sholat dhuhur berjamaah
makan siang

Gambar e: Anak-anak
tidur siang

Gambar f: Anak-anak mandi

Gambar 9. Pembiasaan Tauhid Saat Kegiatan Pasca Pembelajaran (Fullday Class)

99
Hasil observasi dan dokumentasi menjabarkan bahwa pelaksanaan kegiatan

pasca pembelajaran meliputi membaca iqro’ bagi yang belum membaca, sholat

dhuhur berjamaah, makan siang, tidur siang dan mandi sore. Hal tersebut

menunjukkan bahwa pada kegiatan pasca pembelajaran, nilai tauhid yang

diterapkan adalah beriman kepada uluhiyah Allah, yaitu pada saat melakukan

sholat dhuhur dan membaca iqro’.

Setelah mengetahui bagaimana pelaksanaan kegiatan pra pembelajaran,

kegiatan awal, kegiatan inti, istirahat, kegiatan penutup dan kegiatan pasca

pembelajaran, selanjutnya peneliti akan mendeskripsikan bagaimana peran

pendidik dalam pembelajaran tauhid di TK Khalifah Wirobrajan. Pembelajaran

tidak akan terlaksana tanpa adanya seorang pendidik. Pendidik memiliki peran

yang sangat penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Berdasarkan hasil observasi, diperoleh data bahwa peran guru dalam

pembelajaran tauhid adalah sebagai berikut.

Guru menjadi teladan bagi anak, semua pembiasaan tauhid yang


diterapkan untuk anak juga berlaku untuk guru. Selain itu, guru juga
sering memberikan nasihat kepada anak, guru menjadi motivator bagi
anak. Setiap hari, guru membimbing anak dalam berdoa, bertingkah
laku, praktik sholat dhuha, berwudhu dan membaca iqro’. Guru juga
sering memberikan pujian kepada anak apabila anak menunjukkan
perilaku yang baik (CL.1-CL.10).

Hasil observasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara yaitu sebagai

berikut:

Guru sebagai model bagi anak. Pembiasaan yang diterapkan pada


anak juga berlaku untuk guru, agar anak dapat meniru gurunya. Guru-
guru ikut bersedekah, sholat dhuha, puasa senin kamis, sholat dhuhur,
membaca doa sebelum dan sesudah melakukan suatu kegiatan. Guru
juga harus memiliki akhlak yang baik agar anak dapat menirunya
(CW.2).
100
Guru sebagai pembimbing, misalnya ketika anak praktik berwudhu
atau hafalan surat-surat pendek, guru membimbing anak yang belum
bisa, guru membenarkan apabila anak salah, dan mengamati
perkembangan anak (CW.2).

Guru sebagai motivator bagi anak. Apabila ada anak yang malas-
malasan di kelas dan tidak mau sholat dhuha, maka guru memberikan
kalimat-kalimat motivasi bagi anak agar anak mau melakukan sholat
dhuha (CW.2).
Menjadi contoh atau model bagi anak. Memberikan nasihat-nasihat
kepada anak, biasanya melalui cerita tentang Rasulullah dan
kehebatan Allah. Membimbing anak dalam melakukan pembiasaan/
kegiatan dalam pembelajaran tauhid di sekolah (CW.3).
Data hasil observasi dan wawancara di atas menjabarkan bahwa ada 3 peran

utama guru dalam pembelajaran tauhid. Yang pertama adalah sebagai model bagi

anak. Yang kedua guru menjadi pembimbing bagi anak, dan yang terakhir guru

menjadi motivator bagi anak. Selain itu, guru juga memberikan reward berupa

pujian bagi anak apabila anak menunjukkan perilaku yang baik.

g. Strategi Pembelajaran

Berdasarkan hasil observasi dan dokumentasi tentang pelaksanaan

pembelajaran mulai dari kegiatan pra pembelajaran, kegiatan awal, kegiatan inti,

istirahat, kegiatan penutup dan pasca pembelajaran, menunjukkan bahwa strategi

pembelajaran yang diterapkan di TK Khalifah berkaitan dengan pembelajaran

tauhid adalah strategi pembelajaran aktif.

Aspek tauhid dan pembiasaan tauhid yang diajarkan oleh guru


dipraktikkan langsung oleh anak, seperti bersedekah, iqro’, membaca
doa sehari-hari, hafalan surat pendek, hafalan hadist-hadist, praktik
berwudhu, praktik sholat dhuha, sholat dhuhur, latihan puasa senin
dan kamis. Guru tidak hanya mentransfer ilmu dan materi, tetapi
langsung mengajak anak untuk mempraktikkannya (CD.7 & CD.8 &
CL.1-CL.10).

101
Hasil observasi dan dokumentasi tersebut diperkuat dengan data wawancara

yaitu sebagai berikut:

Strategi yang diterapkan dalam pembelajaran tauhid adalah strategi


pembelajaran aktif. Anak aktif dalam pembelajaran seperti saat
pembiasaan mengucap salam, bersedekah, membaca doa sehari-hari,
hafalan surat dalam Al-Qur’an, membaca hadist-hadist, praktik
wudhu, sholat dhuha, sholat wajib, latihan puasa senin dan kamis,
memberikan santunan atau zakat kepada orang lain, kunjungan ke
panti asuhan, praktik manasik haji, praktik sholat ied dan praktik
berkurban (menyembelih binatang) melalui bermain peran (CW.2).

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh data bahwa strategi pembelajaran

tauhid yang diterapkan di TK Khalifah adalah strategi pembelajaran aktif.

Hasil observasi, dokumentasi dan wawancara mendeskripsikan bahwa

strategi pembelajaran tauhid yang diterapkan adalah strategi pembelajaran aktif.

Anak-anak langsung mempraktikkan aspek tauhid dan pembiasaan tauhid yang

direncanakan oleh sekolah. Guru tidak hanya mentransfer ilmu atau materi, tetapi

langsung mengajak anak untuk mempraktikkannya.

h. Metode Pembelajaran

Berdasarkan hasil observasi, diperoleh data tentang metode pembelajaran

yang diterapkan dalam pembelajaran tauhid di TK Khalifah Wirobrajan yaitu

sebagai berikut.

Metode pembelajaran yang paling utama diterapkan adalah metode


pembiasaan. Pembiasaan tauhid yang diterapkan diantaranya, iqro’,
sedekah, membaca doa sehari-hari, hafalan surat pendek, hafalan
hadist-hadist, praktik berwudhu, praktik sholat dhuha, berdzikir
setelah sholat dhuha, membaca doa setelah sholat dhuha, sholat
dhuhur dan latihan puasa sunnah Senin dan Kamis (CL.1-CL.10).

Guru mengajak anak-anak menuju ke Art Centre. Pembelajaran


dimulai dengan circle time. Guru membuka pembelajaran dengan
salam dan english greetings, dilanjutkan dengan bercakap-cakap dan
berdoa (CL.1).
102
Hari ini guru menggunakan meja dan kursi dalam pembelajaran, tetapi
posisinya tetap melingkar. Guru membuka pembelajaran dengan
salam, english greetings dan berdoa (CL.2).

Persiapan sholat dhuha ini berupa menyanyikan lagu tahapan


berwudhu, membaca niat berwudhu dan menyincingkan lengan baju,
celana dan melepas jilbab (CL.1-CL.4 & CL.6-CL.9).

Setelah sholat dhuha, berdzikir dan membaca doa setelah sholat


dhuha, dilanjutkan dengan menyanyikan lagu-lagu islami yaitu lagu
rukun islam, lagu rukun iman, dan lagu malaikat (CL.1).

Setelah sholat dhuha, kemudian dilanjutkan dengan menyanyikan


lagu-lagu islami. Hari ini anak-anak menyanyikan lagu rukun islam,
lagu rukun iman, dan lagu tentang kitab Allah (CL.2).
Anak-anak menyanyikan menyanyikan lagu-lagu islami setelah sholat
dhuha dan menyanyikan sholawat nabi sambil bersalam-salaman
dengan teman (CL.3).

Kemudian menyanyikan sholawat nabi dan dilanjutkan dengan


menyanyikan lagu-lagu islami. Hari ini anak-anak menyanyikan lagu
asmaul husna (CL.4).

Guru memimpin anak untuk berdoa mau makan, setelah itu anak-anak
bernyanyi tentang adab makan dalam islam sambil guru membagikan
snacknya kepada anak (CL.5).

Hari ini ada seorang anak yang meminta dibacakan dongeng sebelum
tidur, guru membacakan cerita dari buku cerita terbitan Khalifah
management, cerita yang dibacakan tentang “Indahnya Berbagi”
(CL.2).

Berdasarkan hasil observasi tersebut, diperoleh data bahwa metode

pembiasaan merupakan metode utama yang digunakan dalam pembelajaran

tauhid. Pada prosem memang sudah tercantum aspek khusus dalam pembelajaran

tauhid yaitu aspek pembiasaan tauhid. Aspek ini berisi indikator-indikator yang

harus dilakukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Selain metode

pembiasaan, ada beberapa metode pembelajaran yang juga diterapkan dalam

pembelajaran tauhid yaitu metode circle time, bernyanyi dan bercerita.


103
Berdasarkan hasil observasi mengenai jenis-jenis metode pembelajaran yang

diterapkan di TK Khalifah Wirobrajan di atas, diperkuat dengan data hasil

wawancara yaitu sebagai berikut:

Metode yang paling utama digunakan adalah metode pembiasaan,


seperti membiasakan mengucap salam, bersedekah, membaca hadist-
hadist, membaca doa sebelum dan sesudah melakukan suatu kegiatan,
membaca dan menghafal surat-surat dalam Al-Qur’an, sholat dhuha,
sholat wajib (khususnya sholat dhuhur karena yang dipraktikkan saat
di sekolah hanya sholat dhuhur) dan berlatih puasa sunnah.
Metode circle time untuk membuka dan menutup pembelajaran.
Metode sistem kalender saat kegiatan yang telah disesuaikan dengan
kalender misalnya praktik sholat ied saat mendekati Hari Raya Idul
Fitri maupun Idul Adha, saat Hari Raya kurban anak-anak bermain
peran untuk menyembelih binatang dan manasik haji ketika memasuki
bulan haji.
Metode kunjungan yaitu saat kunjungan ke panti asuhan dan rumah
warga untuk membagikan santunan serta zakat.
Metode bercerita yaitu tentang kisah nabi-nabi dan cerita moral.
Metode bernyanyi tentang lagu-lagu islami.
Metode permainan yaitu permainan-permainan yang dulu biasa
dimainkan oleh Rasulullah, namun dengan sedikit inovasi dari guru
(CW.2)

Hasil wawancara tersebut menggambarkan bahwa metode pembelajaran

yang diterapkan di TK Khalifah Wirobrajan ada 7 macam, yaitu pembiasaan,

circle time, sistem kalender, kunjungan, bercerita, bernyanyi dan permainan.

Sedangkan hasil observasi menunjukkan bahwa metode pembelajaran yang

diterapkan dalam pembelajaran tauhid ada 4 macam metode yaitu pembiasaan,

circle time, bernyanyi dan bercerita.

4. Evaluasi Pembelajaran Tauhid

Pada sub subab ini, peneliti akan mendeskripsikan 2 komponen utama

dalam evaluasi pembelajaran tauhid, yaitu penilaian dan program tindak lanjut

yang dilakukan oleh TK Khalifah Wirobrajan.

104
a. Penilaian

Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh data tentang penilaian yang

dilakukan dalam proses pembelajaran sebagai berikut:

Ada 3 teknik yang digunakan dalam penilaian. Yang pertama adalah


observasi, yaitu untuk mengamati bagaimana aspek perkembangan
tauhid dan pembiasaan tauhid melalui tingkah laku anak yang terlihat.
Yang kedua wawancara yaitu untuk memastikan sejauh mana
kemampuan anak. Yang ketiga catatan anekdot yaitu untuk mencatat
tingkah laku atau sikap anak yang tidak biasanya ditunjukkan oleh
anak (CW.2).

Teknik penilaian yang dilakukan adalah dengan checklist, portofolio,


wawancara dan observasi. Checklist dilakukan untuk mengisi daily
report. Portofolio dilakukan bersamaan dengan pembagian raport
semester. Wawancara dilakukan guru untuk memastikan sejauh mana
kemampuan anak. Observasi dilakukan selama proses pembelajaran,
semua informasi ditulis pada daily report untuk dilaporkan kepada
orang tua (CW.3).

Data wawancara tersebut menggambarkan bahwa penilaian pembelajaran

tauhid di TK Khalifah Wirobrajan dilakukan dengan cara observasi, wawancara,

catatan anekdot dan portofolio. Observasi dan wawancara digunakan untuk

mengisi checklist dan anekdot dalam daily report. Sedangkan portofolio akan

dilampirkan pada saat pembagian raport semester.

Data wawancara tersebut diperkuat oleh data observasi yaitu sebagai

berikut:

Guru melakukan penilaian dengan observasi, wawancara dan catatan


anekdot. Guru mengisi checklist di daily report mengenai
perkembangan anak. Guru mengobservasi tingkah laku anak dan
perkembangan anak. Guru selalu mengamati ketika anak membaca
doa, praktik berwudhu dan praktik sholat dhuha. Hasil dari
pengamatan guru dicantumkan pada daily report. Guru melakukan
wawancara diawal pembelajaran saat kegiatan awal, yaitu
menanyakan siapa yang sudah hafal surat Al-Fiil. Sedangkan catatan
anekdot dicantumkan juga di daily report. Penilaian ini dilakukan oleh

105
guru selama proses pembelajaran kerena pada waktu akhir
pembelajaran, daily report ini dibagikan kembali pada anak (CL.2).

Berdasarkan hasil observasi diperoleh data bahwa penilaian dilakukan

dengan cara observasi, wawancara dan catatan anekdot. Hasil observasi dan

wawancara digunakan untuk mengisi checklist yang ada pada daily report dan

menuliskan tingkah laku anak diluar biasanya didalam daily report sebagai catatan

anekdot.

Hasil wawancara dan observasi menjabarkan bahwa penilaian yang

dilakukan dalam pembelajaran tauhid di TK Khalifah Wirobrajan adalah dengan

cara observasi, wawancara, catatan anekdot dan portofolio. Observasi dan

wawancara dilakukan setiap hari untuk mengisi checklist pada daily report. Guru

juga menuangkan catatan anekdot dalam daily report. Sedangkan portofolio

dibagikan saat pembagian raport semester.

b. Program Tindak Lanjut

Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh data tentang program tindak lanjut

yang dilakukan oleh sekolah apabila ada anak yang belum mencapai tingkat

pencapaian perkembangan pada aspek tauhid dan pembiasaan tauhid yaitu sebagai

berikut:

Tidak ada program khusus untuk anak yang belum mencapai TPP,
tetapi apabila ada seorang anak yang belum mencapai TPP atau
perkembangannya masih tertinggal dibandingkan dengan teman-
temannya, biasanya pihak sekolah melakukan home visit. Saat home
visit, pihak sekolah melaporkan bagaimana perkembangan anak di
sekolah dan menanyakan bagaimana tingkah laku atau perkembangan
anak di rumah. Setelah mengetahui bagaimana perkembangan anak di
rumah dan di sekolah, dilakukan diskusi untuk menemukan solusi agar
perkembangan anak dapat dioptimalkan. Biasanya pihak sekolah
memberikan saran-saran kepada orang tua (CW.2).

106
Hasil wawancara tersebut menggambarkan bahwa program tindak lanjut

secara khusus tidak ada, namun apabila ada anak yang belum mencapai TPP

terutama pada aspek tauhid dan pembiasaan tauhid, maka pihak sekolah akan

melakukan home visit. Home visit ini bertujuan untuk menyampaikan kepada

orang tua bagaimana perkembangan anaknya di sekolah, sehingga antara pihak

sekolah dan orang tua dapat berdiskusi dan dapat menemukan solusi untuk dapat

mengoptimalkan perkembangan anak.

5. Faktor Penghambat dan Pendukung Pelaksanaan Pembelajaran


Tauhid

Pada sub subab ini, peneliti akan mendeskripsikan apa saja yang menjadi

faktor penghambat dan faktor pendukung pelaksanaan pembelajaran tauhid di TK

Khalifah Wirobrajan dari hasil wawancara maupun observasi.

a. Faktor Penghambat

Berdasarkan hasil observasi, diperoleh data tentang faktor penghambat

pembelajaran tauhid yaitu sebagai berikut:

Selama observasi dilakukan, peneliti belum menemukan guru


menerapkan pembelajaran tauhid dalam mengenalkan wujud Allah
yang termasuk dalam nilai-nilai dalam beriman kepada Allah (CL.1-
CL.10)

Faktor penghambat yang teramati hari ini adalah masalah waktu,


karena masih ada anak yang belum iqro’ pada waktu pra
pembelajaran, sehingga harus iqro’ terlebih dahulu saat waktu istirahat
dan saat pulang sekolah (CL.1-CL.10).

Data observasi tersebut menunjukkan bahwa faktor penghambat

pelaksanaan pembelajaran tauhid adalah belum adanya pengenalan wujud Allah

yang merupakan nilai dalam beriman kepada Allah. Masalah yang kedua adalah

masalah waktu. Apabila ada anak yang berangkat terlambat, maka tidak ikut
107
kegiatan pra pembelajaran. sehingga waktu istirahat akan berkurang karena

digunakan untuk membaca iqro’, terkadang saat pulang sekolah pun ada anak

yang baru membaca iqro’.

Hasil obsevasi tersebut diperkuat dengan hasil wawancara mengenai faktor

penghambat pembelajaran tauhid yaitu sebagai berikut:

Yang pertama dalah waktu. Apabila anak berangkat siang, maka anak
tidak bisa ikut pra pembelajaran, terkadang anak tidak ikut sholat
dhuha apabila datangnya terlalu siang. Walaupun kegiatan iqro’ bisa
diganti ketika waktu istirahat dan pulang sekolah, namun apabila rata-
rata anak berangkat siang, maka waktunya juga akan kurang.
Yang kedua adalah kurangnya kesadaran orang tua atau tidak adanya
motivasi dari orang tua. Setiap hari pihak sekolah sudah melaporkan
perkembangan nilai moral agama dan ketauhidan anak melalui daily
report kepada orang tua, namun apabila orang tua tidak
mengulanginya saat di rumah, maka akan menghambat perkembangan
anak, terutama apabila anak memang masih belum optimal
perkembangannya. Pihak sekolah juga sudah menyampaikan kepada
orang tua tentang pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan di sekolah,
namun apabila orang tua tidak membiasakannya di rumah, maka akan
sia-sia (CW.2).

Data wawancara tersebut mengungkapkan bahwa ada dua faktor

penghambat pelaksanaan pembelajaran tauhid yaitu masalah waktu dan kurangnya

kesadaran orang tua atau tidak adanya motivasi dari orang tua.

Hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa faktor penghambat

pelaksanaan pembelajaran tauhid adalah belum adanya penerapan pembelajaran

tauhid untuk mengenalkan wujud Allah yang merupakan nilai dalam beriman

kepada Allah. Faktor penghambat kedua adalah masalah waktu pelaksanaan

pembelajaran, yaitu apabila anak terlambat ke sekolah, maka anak tidak ikut

kegiatan pra pembelajaran. Faktor penghambat ketiga diungkapkan oleh Ibu

Kepala Sekolah apabila ada orang tua yang belum memiliki kesadaran atau belum

108
ada motivasi untuk membelajarkan apa yang dipelajari di sekolah untuk

dibelajarkan di rumah. Apa yang dibiasakan di sekolah juga harus dibiasakan di

rumah, sehingga ada kesesuaian pembelajaran yang diterapkan di sekolah dengan

di rumah.

b. Faktor Pendukung

Berdasarkan hasil observasi, diperoleh data tentang faktor pendukung

pelaksanaan pembelajaran tauhid yaitu sebagai berikut:

Faktor pendukung yang teramati adalah media pembelajaran, yaitu


adanya wadah sedekah yang digunakan anak untuk bersedekah setiap
hari. Kemudian, kualitas pendidik yang baik. Guru melakukan
penilaian terhadap anak setiap waktu ketika proses pembelajaran
berlangsung, guru membimbing anak dalam berwudhu dan sholat
dhuha, guru juga membenarkan apabila bacaan doa anak masih salah.
Selanjutnya, faktor pendukung dalam pembelajaran tauhid adalah
adanya tempat berwudhu dan Tauhid Centre untuk melakukan praktik
pembelajaran tauhid (CL.1-CL.10).

Data hasil observasi tersebut menggambarkan bahwa faktor pendukung

pelaksanaan pembelajaran tauhid adalah media pembelajaran, kualitas pendidik,

sarana dan prasarana sekolah.

Hasil observasi tersebut diperkuat dengan data wawancara yaitu sebagai

berikut.

Dukungan dari lingkungan yaitu dari masyarakat dan orang tua.


Masyarakat mendukung kegiatan ketauhidan yang dilakukan, karena
masyarakat mengaku bahwa wawasannya semakin bertambah ketika
melihat anak-anak melakukan manasik haji. Masyarakat juga
menyambut positif kegiatan pemberian santunan, karena bisa
bermanfaaat bagi masyarakat. Yang kedua adalah orang tua. Orang tua
sangat mendukung program yang kami lakukan, pihak sekolah
memiliki kerjasama yang baik dalam pelaksanaan pembelajaran
tauhid.
Pendidik yang berkompeten. Guru-guru di TK Khalifah Wirobrajan
sudah menempuh pendidikan dari Tim Khalifah selama 1 tahun.
Sampai saat ini pun guru-guru masih sering mengikuti workshop,
109
seminar dan diklat yang diadakan oleh Tim Khalifah. Sehingga
pelaksanaan pembelajaran tauhid dapat dilakukan dengan baik.
Media yang mendukung seperti wadah sedekah, miniatur tempat
ibadah, buku cerita terbitan Tim Khalifah dan tempelan dinding yang
edukasi.
Sarana dan prasarana dari sekolah juga turut mendukung
berlangsungnya pembelajaran tauhid, yaitu adanya Tauhid Centre dan
tempat berwudhu khusus untuk praktik sholat (CW.2).

Hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa faktor pendukung

pelaksanaan pembelajaran tauhid di TK Khalifah Wirobrajan adalah dukungan

dari masyarakat dan orang tua, pendidik yang berkompeten, media pembelajaran

serta sarana dan prasarana.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Pada sub bab ini, peneliti akan membahas hasil penelitian yaitu mengenai

perencanaan pembelajaran tauhid, pelaksanaan pembelajaran tauhid, evaluasi

pembelajaran tauhid, faktor penghambat dan pendukung pelaksanaan

pembelajaran tauhid di TK Khalifah Wirobrajan.

1. Perencanaan Pembelajaran Tauhid

Perencanaan pembelajaran di TK Khalifah bersifat terpusat karena disusun

oleh tim Khalifah Pusat, yang kemudian didistribusikan ke seluruh TK Khalifah

yang ada di Indonesia. Jadi, perencanaan pembelajaran yang diterima oleh TK

Khalifah Wirobrajan sudah jadi satu paket berupa program semester, RKM dan

RKH. Perencanaan pembelajaran pada program semester telah tertuang secara

rinci indikator-indikator pembelajaran yang hendak dicapai. Selanjutnya,

indikator-indikator tersebut diturunkan pada RKM, dan akan diturunkan lagi pada

RKH untuk mencapai tema goals.

110
Hal tersebut sesuai dengan tahapan perencanaan pembelajaran yang

dijabarkan pada Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 bahwa tahap perencanaan

pembelajaran meliputi perencanaan semester, Rencana Kegiatan Mingguan

(RKM) dan Rencana Kegiatan Harian (RKH).

Tim Khalifah menyusun perencanaan pembelajaran untuk mencapai visi dan

misi TK Khalifah Wirobrajan. Visinya adalah menuju play group dan TK favorit

di Yogyakarta (CD.4). Sedangkan misinya yaitu memastikan anak bercita-cita

menjadi moslem entrepreneur dengan keteladanan Nabi Muhammad SAW

(CD.4). Visi dan misi tersebut mencerminkan pembelajaran tauhid dan

entrepreneurship yang menjadi keunggulan TK Khalifah. Agar sekolah dapat

mencapai pembelajaran tauhid dan entrepreneurship, maka kurikulum yang

digunakan dikembangkan sendiri oleh tim Khalifah.

Hal ini sesuai dengan teori Fadlillah (2012: 113) yang mengatakan bahwa

perencanaan dimaksudkan untuk mengarahkan pembelajaran supaya dapat

berjalan sebagaimana mestinya guna mencapai tujuan pembelajaran yang

diinginkan. Rencana pelaksanaan pembelajaran harus dibuat setiap kali akan

melakukan pembelajaran. Tanpa adanya perencanaan, pembelajaran akan berjalan

tidak terarah dan akan meluas kemana-mana sehingga sulit untuk dipahami oleh

anak dan akhirnya tujuan pembelajaran pun tidak dapat tercapai dengan baik.

Berkaitan dengan pembelajaran tauhid, Tim Khalifah mengembangkan

sendiri aspek perkembangan yang diterapkan, terutama aspek nilai agama dan

moralnya, karena di TK Khalifah mengganti aspek perkembangan nilai agama dan

111
moral menjadi aspek tauhid dan aspek pembiasan tauhid yang diturunkan lagi

menjadi indikator-indikator khusus.

Pada perencanaan pembelajaran tauhid, ada 3 nilai dalam beriman kepada

Allah yang diterapkan, yaitu beriman kepada asma’ dan sifat Allah, beriman

kepada rububiyah Allah dan beriman kepada uluhiyah Allah. Nilai-nilai ini

direncanakan dalam program semester TK Khalifah yang diulas secara terperinci

pada indikator dalam aspek tauhid dan aspek pembiasaan tauhid. Hal ini sesuai

dengan apa yang diungkapkan oleh Abdul Aziz (2000: 7) yang mengungkapkan

bahwa dalam beriman kepada Allah meliputi empat nilai yaitu beriman kepada

wujud Allah, beriman kepada rububiyah Allah, beriman kepada uluhiyah Allah

serta beriman kepada asma’ dan sifat Allah. Namun, pada perencanaan

pembelajaran ini, tim Khalifah belum mencantumkan perencanaan pembelajaran

untuk mengenalkan wujud Allah.

Perkembangan nilai agama dan moral anak erat hubungannya dengan

pembentukan karakter untuk anak. Pada prosem yang disusun oleh tim Khalifah,

sudah tercantum beberapa nilai karakter yang hendak ditanamkan pada anak.

Berikut nilai karakter yang akan ditanamkan pada anak di TK Khalifah

Wirobrajan:

a. Ketaatan kepada Allah SWT.


b. Meneladani Nabi Muhammad SAW, salah satunya dengan meneladani
kebiasaan-kebiasaan beliau seperti sholat dhuha, bersedekah dan
berbuat baik kepada orang lain.
c. Peduli terhadap sesama dan lingkungan sekitar.

112
Karakter-karakter tersebut termasuk dalam 9 pilar karkater dasar yang

hendak ditanamkan pada anak melalui pendidikan sekolah di Indonesia yang

diungkapkan oleh Fadlillah dan Mualifatu (2013: 32) berikut:

a. Cinta kepada Tuhan dan semesta beserta isinya


b. Tanggung jawab, disiplin dan mandiri
c. Jujur
d. Hormat dan santun
e. Kasih sayang, peduli dan kerjasama
f. Percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah
g. Keadilan dan kepemimpinan
h. Baik dan rendah hati
i. Toleransi, cinta damai dan persatuan

Sehingga dapat dikatakan bahwa pembelajaran tauhid yang diterapkan di

TK Khalifah merupakan pembelajaran yang menanamkan pendidikan karakter.

Karakter yang dibangun merupakan 9 pilar karakter yang hendak ditanamkan

pada anak melalui pendidikan.

Landasan penerapan pendidikan karakter di TK Khalifah Wirobrajan adalah

agama. Terlebih dengan keunggulan TK Khalifah yang menerapkan pembelajaran

tauhid, pihak sekolah ingin mengenalkan Allah sebagai Tuhannya dan

mengajarkan hal-hal yang diperintahkan oleh Allah serta hal-hal yang dilarang

oleh-Nya. Karakter utama yang hendak dibangun pada anak adalah ketaatan

kepada Allah SWT dan menjadikan anak untuk meneladani Rasulullah SAW.

Hal ini sesuai dengan teori Fadlillah dan Mualifatu (2013: 33) yang

mengungkapkan bahwa agama merupakan sumber kebaikan. Oleh karenanya,

pendidikan karakter harus dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai ajaran agama.

Pendidikan karakter tidak boleh bertentangan dengan agama. Dengan demikian,

agama merupakan landasan yang pertama dan utama dalam mengembangkan

113
pendidikan karakter di Indonesia, khususnya pada lembaga pendidikan anak usia

dini (PAUD).

2. Pelaksanaan Pembelajaran Tauhid

Pelaksanaan pembelajaran di TK Khalifah Wirobrajan merupakan suatu

proses belajar dan mengajar dimana belajar dilakukan oleh anak dan mengajar

dilakukan oleh guru. Guru di TK Khalifah Wirobrajan tidak hanya mentransfer

ilmu, tetapi mentransfer nilai-nilai dan membimbing anak. Ada 3 peran utama

guru dalam pembelajaran tauhid yaitu menjadi model, pembimbing, dan motivator

bagi anak.

Hal ini sesuai dengan teori Waluyo Adi (2000: 2) yang mengungkapkan

bahwa didalam proses pembelajaran terdapat dua aktivitas, yaitu belajar dan

mengajar. Belajar dilakukan oleh anak, sedangkan mengajar dilakukan oleh

pendidik. Pada aktivitas belajar, anak mengetahui hal-hal yang sebelumnya belum

ia ketahui, anak dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya belum dapat ia

lakukan, serta anak akan mendapatkan pengalaman yang lebih banyak, sehingga

pengetahuan dan keterampilannya bertambah. Sedangkan pada aktivitas mengajar,

guru mentransfer nilai-nilai dan ilmu serta memfasilitasi anak dalam proses

pembelajaran.

Pelaksanaan pembelajaran tauhid di TK Khalifah Wirobrajan masuk pada

tahap pengenalan tentang Tuhan dan agamanya. Anak-anak dibiasakan untuk

melakukan hal-hal yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Selain pengenalan tentang Tuhan, guru juga mengajarkan anak untuk senantiasa

percaya bahwa Allah itu ada, percaya bahwa Allahlah yang menciptakan dan

114
memiliki alam beserta isinya, mengajak anak untuk beribadah menyembah Allah

dan mengenal nama-nama indah Allah melalui lagu Asmaul Husna. Kegiatan-

kegiatan ini dibuktikan dengan penerapan aspek tauhid dan pembiasaan tauhid

dari lembaga yang dilakukan sehari-hari.

Hal ini sejalan dengan teori pembelajaran tauhid yang diungkapkan

Fadlillah dan Mualifatu, 2013: 116) yang mengatakan bahwa tauhid berarti

mengesakan Allah atau kuatnya kepercayaan bahwa Allah hanya satu. Kedudukan

manusia adalah sebagai hamba yang menyembah hanya kepada Allah. Selain itu,

sesuai juga dengan teori yang diungkapkan oleh Abdul Aziz (2000: 7) yang

mengungkapkan bahwa beriman kepada Allah meliputi empat nilai yaitu beriman

kepada wujud Allah, beriman kepada rububiyah Allah, beriman kepada uluhiyah

Allah serta beriman kepada asma’ dan sifat Allah. Namun, guru belum

memberikan pembelajaran mengenai wujud Allah.

Pembelajaran tauhid termasuk pada aspek perkembangan nilai agama dan

moral pada pendidikan anak usia dini. Menurut Yusuf (Yudha M. Saputra &

Rudyanto, 2005: 180), perkembangan nilai dan moral pada anak dapat

berlangsung melalui beberapa cara yaitu sebagai berikut.

a. Pendidikan langsung

Melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan salah,

atau baik dan buruk oleh orang tua, guru atau orang dewasa lainnya. Disamping

itu, yang paling penting dalam pendidikan nilai dan moral adalah keteladanan dari

orang tua, guru atau orang dewasa lainnya dalam melakukan nilai-nilai moral.

Jadi, penanaman nilai dan moral akan berdampak efektif manakala orang tua di

115
rumah dan guru di sekolah memberi keteladanan kepada anak baik dalam bentuk

ucapan maupun perbuatan.

Cara seperti ini, telah diterapkan pada pembelajaran tauhid di TK Khalifah

Wirobrajan. Guru memiliki peran utama sebagai model atau pemberi contoh

kepada anak tentang aspek pembiasaan tauhid yang diterapkan di sekolah. Guru

ikut bersedekah, praktik sholat dhuha, berwudhu, membaca doa sehari-hari, sholat

dhuhur dan puasa Senin Kamis. Jadi, tidak hanya anak saja yang mempraktikkan

pembiasaan tauhid tersebut, melainkan guru juga ikut melakukannya.

b. Identifikasi

Dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku

moral seseorang yang menjadi idolanya seperti orang tua, guru, kiai, artis, atau

orang dewasa lainnya. Jadi, peniruan kepada orang yang lebih dewasa sering

menjadikan anak lebih cepat tumbuh dan berkembang dewasa dalam hal

perilakunya.

Cara identifikasi ini masih erat hubungannya dengan keteladanan. Guru

telah memberikan keteladanan yang baik kepada anak. Dalam sehari-hari, guru

menampilkan tingkah laku yang baik di depan anak-anak. Hal ini dimaksudkan

agar anak dapat meniru guru dan memiliki akhlak yang baik.

c. Proses coba-coba (trial and error)

Dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba.

Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus

dikembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan

akan dihentikannya. Selama proses ini akan muncul sikap patuh karena takut pada

116
orang atau paksaan, patuh karena ingin dipuji, patuh karena kiprah umum, taat

atas dasar adanya aturan dan hukum serta ketertiban, taat karena dasar keuntungan

atau kepentingan, taat karena memang hal tersebut memuaskan baginya dan patuh

karena dasar prinsip etika yang bersifat umum atau lumrah.

Cara ini juga telah diterapkan oleh guru-guru TK Khalifah dalam

pembelajaran tauhid. Ketika ada anak yang berkelahi, guru tidak serta merta

memarahi atau mengadili anak. Terlebih dahulu, guru mengajak anak ke sudut

ruang kelas, kemudian memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada anak untuk

mengetahui siapa yang bersalah. Saat itu, satu anak tidak mau memaafkan

temannya. Kemudian, guru memberikan nasihat lagi bahwa apabila seorang anak

tidak memaafkan kesalahan orang lain, Allah tidak menyukai perbuatan tersebut.

Sehingga anak itu kemudian memaafkan temannya.

Deskripsi mengenai tindakan guru dalam menangani anak di atas,

menunjukkan bahwa guru menerapkan cara trial and error kapada anak, dimana

anak diberikan suatu nasihat supaya besok tidak diulangi lagi. Jadi guru jarang

memberikan hukuman kepada anak, tetapi untuk menyadarkan anak bahwa

tingkah lakunya salah, guru memberikan nasihat langsung kepada anak bahwa

tingkah laku yang dilakukannya salah. Sedangkan, apabila anak bertingkah laku

baik, atau menunjukkan sifat yang baik, guru akan memberikan suatu pujian atau

hadiah berupa acungan jempol.

Berkaitan dengan perkembangan moral, Kohlberg (Mansur, 2005: 46)

mengatakan bahwa anak usia dini termasuk dalam tahap prakonvensional (usia 2-

8 tahun). Pada tahap ini anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral,

117
penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal.

Anak-anak taat karena orang-orang dewasa menuntut mereka untuk taat dan apa

yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan

hadiah.

Pendapat tersebut sejalan dengan hasil penelitian mengenai pelaksanaan

pembelajaran tauhid di TK Khalifah Wirobrajan. Anak-anak menunjukkan

perilaku atau moral yang baik karena guru-guru di TK Khalifah Wirobrajan selalu

memberikan keteladanan yang baik bagi anak dan menuntut anak untuk taat pada

aturan. Bahkan pernah ditemui, seorang anak yang memanggil nama temannya

dengan nama jelek/ ejekan, anak-anak yang lain langsung membaca hadist

memanggil nama yang baik secara bersama-sama. Hal ini membuktikan bahwa

apa yang diajarkan oleh guru dicerna baik oleh anak, dan anak berusaha untuk

selalu taat pada apa yang diajarkan oleh guru.

Pembahasan selanjutnya adalah mengenai strategi pembelajaran yang

diterapkan pada pembelajaran tauhid. Strategi pembelajaran tauhid yang

diterapkan di TK Khalifah Wirobrajan adalah strategi pembelajaran aktif. Anak-

anak langsung mempraktikkan aspek tauhid dan pembiasaan tauhid yang

direncanakan oleh sekolah. Guru tidak hanya mentransfer ilmu atau materi, tetapi

langsung mengajak anak untuk mempraktikkannya. Dalam praktik yang

dilakukan, guru mentransfer nilai-nilai islami kepada anak, seperti mengenalkan

Tuhannya dan ajaran agamanya.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Hamruni (Suyadi, 2013: 36) yang

mengatakan bahwa pembelajaran aktif adalah segala bentuk pembelajaran yang

118
memungkinkan anak untuk berperan secara aktif dalam proses pembelajaran, baik

dalam bentuk interaksi anak dengan anak atau pun anak dengan guru dalam proses

pembelajaran. Strategi pembelajaran aktif atau yang lebih dikenal dengan active

learning, bukanlah transfer of knowladge tetapi lebih dari itu, transfer of values.

Nilai yang dimaksud disini adalah nilai-nilai karakter secara luas (Suyadi, 2013:

36).

Pembahasan yang terakhir pada pelaksanaan pembelajaran ini adalah

mengenai metode pembelajaran yang diterapkan pada pembelajaran tauhid di TK

Khalifah Wirobrajan. Metode pembelajaran yang diterapkan di TK Khalifah

Wirobrajan ada 7 macam, yaitu pembiasaan, circle time, sistem kalender,

kunjungan, bercerita, bernyanyi dan permainan. Hal ini sesuai dengan toeri

Muhammaf Fadlillah (2012: 166) yang mengungkapkan adanya metode

pembiasaan dan bernyanyi, dan sesuai dengan teori Slamet Suyanto (2005: 39)

yang mengungkapkan metode pembelajaran circle time, sistem kalender,

kunjungan, bercerita dan permainan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran tauhid di TK

Khalifah Wirobrajan menerapkan 7 metode pembelajaran yang tidak kesemuanya

peneliti temui saat melakukan observasi. Namun, peneliti mendapatkan tambahan

data tersebut melalui wawancara dengan kepala sekolah. Metode tersebut sangat

tepat dan cocok diterapkan dalam pembelajaran tauhid.

3. Evaluasi Pembelajaran Tauhid

Dalam pendidikan anak usia dini, salah satu alat yang digunakan untuk

mengevaluasi pembelajaran adalah dengan melakukan penilaian. Penilaian

119
digunakan sebagai patokan untuk pengambilan keputusan. Keputusan tersebut

berkaitan dengan individu atau anak, program atau kurikulum dan sekolah secara

keseluruhan (Anita Yus, 2005: 35). Setelah penilaian dilakukan, ada tindak lanjut

yang harus dilakukan oleh lembaga sekolah. Berikut akan peneliti paparkan

evaluasi dari pembelajaran tauhid di TK Khalifah Wirobrajan.

a. Penilaian

Prinsip-prinsip Penilaian menurut Penilaian Perkembangan Anak Taman

Kanak-kanak (Anita Yus, 2005: 44) adalah sebagai berikut:

1) Menyeluruh

Penilaian secara menyeluruh maksudnya adalah penilaian dilakukan baik

terhadap proses maupun hasil kegiatan anak. Penilaian terhadap proses adalah

penilaian pada saat kegiatan pelaksanaan program tersebut sedang berlangsung.

Sehingga, dapat dilihat bagaimana tingkah laku, kemampuan berbicara, gerak-

gerik anak atau aspek-aspek perkembangan lainnya pada diri anak.

Guru-guru di TK Khalifah Wirobrajan telah melakukan penilaian secara

menyeluruh, karena penilaian dilakukan selama pelaksanaan pembelajaran. Setiap

hari guru memberikan penilaian pada daily report. Guru mengisi checklist dan

catatan anekdot pada daily report yang setiap hari dibawa pulang oleh anak

sebagai laporan kepada orang tua agar orang tua mengetahui bagaimana

perkembangan anaknya di sekolah. Checklist yang dilakukan adalah dengan

memberikan tanda check (√) pada raport terkait dengan indikator yang harus

dicapai dalam aspek tauhid dan aspek pembiasaan tauhid yang merupakan

penerapan dari nilai-nilai dalam beriman kepada Allah.

120
2) Berkesinambungan

Penilaian dilakukan secara berencana, bertahap, dan terus menerus. Hal

tersebut dilakukan agar informasi yang diperoleh betul-betul berasal dari

gambaran perkembangan hasil belajar anak sebagai hasil didik dari kegiatan

pelaksanaan program. Penilaian direncanakan terlebih dahulu baik secara harian,

caturwulan, maupun tahunan.

Prinsip penilaian ini juga digunakan di TK Khalifah Wirobrajan dalam

pembelajaran tauhid. TK Khalifah Wirobrajan melaporkan perkembangan anak

secara terus menurus dengan adanya daily report. Tidak hanya daily report saja,

TK Khalifah Wirobrajan memiliki middle report yang dibagikan kepada orang tua

setiap tengah semester dan raport semester yang dibagikan kepada orang tua

setiap akhir semester. Sehingga, laporan perkembangan anak dilakukan secara

berkesinambungan.

3) Berorientasi pada proses dan tujuan

Penilaian pada pendidikan anak TK dilaksanakan dengan berorientasi pada

tujuan dan proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Penetapan kegiatan

disesuaikan dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak. Masing-

masing tujuan dirumuskan indikatornya sehingga lebih memudahkan dalam

memberi nilai. Dengan demikian guru harurs benar-benar menguasai irama dan

tugas-tugas perkembangan anak usia TK baik secarra kelompok (seusianya)

maupun individual.

Pada daily report, middle report dan raport semester yang digunakan

sebagai sarana penyampaian perkembangan anak kepada orang tua, terdapat

121
indikator-indikator dari aspek tauhid dan pembiasaan tauhid yang harus dicapai

oleh anak. Guru mengisinya dengan checklist dan menambahkan catatan-catatan

perkembangan anak. Hal ini menunjukkan bahwa penilaian yang dilakukan di TK

Khalifah Wirobrajan telah menerapkan prinsip berorientasi pada proses dan

tujuan, karena penilaian didasarkan pada indikator yang hendak dicapai dan telah

direncanakan pada program semester.

4) Objektif

Penilaian harus memenuhi prinsip objektiitas. Penilaian objektif adalah

penilaian yang dapat memberikan informasi yang sebenarnya atau mendekati

sebenarnya tentang objek kemampuan atau perubahan pertumbuhan dan

perkembangan yang dialami anak. Guru harus dapat mengenyampingkan

perasaan-perasaan suka atau tidak suka, keinginan-keinginan dan prasangka-

prasangka yang tidak ada kaitannya dengan perkembangan dan pertumbuhan

anak.

Guru-guru di TK Khalifah telah menerapkan prinsip objektif karena guru

tidak memandang latar belakang anak. Guru memberikan penilaian sesuai dengan

perkembangan dan kemampuan anak. jika anak memang belum bisa, maka guru

akan memberikan tanda (√) pada kolom “J” atau “Jarang” pada indikator aspek

tauhid dan pembiasaan tauhid pada anak. Guru akan memberikan keterangan

“Ulang” pada anak yang belum lancar membaca iqro’nya. Bahkan saat melakukan

analisis dokumentasi, ada anak yang mendapatkan keterangan “ulang” 5 kali

berturut-turut karena memang anak tersbeut masih belum menguasai.

122
5) Mendidik

Hasil penilaian harus dapat membina dan mendorong timbulnya kenginan

anak untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh karena itu,

hasil penilaian harus dirasakan sebagai suatu penghargaan bagi yang berhasil dan

sebaliknya merupakan peringatan bagi yang belum berhasil. Namun guru harus

ingat bahwa pada setiap diri anak terdapat kelebihan-kelebihan.

Guru telah menerapkannya pada penilaian pembelajaran tauhid di TK

Khalifah Wirobrajan. Guru dapat mendorong timbulnya kenginan anak untuk

meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Guru berperan sebagai

motivator bagi anak, ketika anak tidak mau melakukan pembiasaan, maka guru

memberikan kalimat-kalimat pendorong agar anak mau melakukan pembiasaan

tersebut. Misalnya, saat ada anak yang tidak mau melakukan sholat dhuha, guru

akan mendorong anak dan memotivasi anak untuk mau melaksanakan sholat

dhuha, atau saat anak belum hafal membaca surat pendek, maka guru akan

membimbing anak perlahan-lahan dan memberikan motivasi.

6) Kebermaknaan

Hasil penilaian harus memiliki makna bagi orangtua, anak didik, dan pihak

lain yang berkepentingan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal

tersebut akan terpenuhi jika guru dapat memberikan nilai yang benar

menggambarkan ketercapaian pertumbuhan dan perkembangan anak dalam kurun

waktu tertentu. Ketercapaian tersebut sesuai dengan perilaku yang

menggambarkan kebiasaan anak melakukan/mencapai sesuatu dalam kehidupan

sehari-hari di rumah dan tempat lainnya. Di samping itu, guru juga mampu

123
mendeskripsi pertumbuhan dan perkembangan anak secara spsifik, jelas, dan

konkret dari setiap pertumbuhan dan perkembangan yang telah dimiliki masing-

masing anak.

Sebenarnya prinsip ini telah dilakukan oleh guru dalam penilaian

pembelajaran tauhid di TK Khalifah Wirobrajan, namun menurut hasil

dokumentasi, guru masih kurang memberikan catatan-catatan perkembangan anak

kepada orang tua, karena masih mengandalkan checklist dari pada catatan. Catatan

yang diberikan masih kurang jelas dan kurang menggambarkan bagaimana

perkembangan anak di sekolah.

7) Kesesuaian

Penilaian menunjukkan kesesuaian antara hasil atau nilai yang diperoleh

anak dengan apa yang dilakukan atau yang diajarkan guru. Artinya, nilai yang

menggambarkan kemajuan pertumbuhan dan perkembangan anak itu memang

benar-benar diperoleh dari kegiatan pelaksanaan program yang dilakukan guru di

sekolah.

Penilaian yang dilakukan di TK Khalifah Wirobrajan sudah sesuai dengan

kegiatan yang dilakukan. Jadi, penilaian yang diberikan kepada anak memang

hasil dari pengamatan guru terhadap perkembangan anak.

b. Program Tindak Lanjut

TK Khalifah Wirobrajan tidak memiliki program tindak lanjut secara

khusus, namun apabila ada anak yang belum mencapai TPP terutama pada aspek

tauhid dan pembiasaan tauhid, maka pihak sekolah akan melakukan home visit.

Home visit ini bertujuan untuk menyampaikan kepada orang tua bagaimana

124
perkembangan anaknya di sekolah, sehingga antara pihak sekolah dan orang tua

dapat berdiskusi dan dapat menemukan solusi untuk dapat mengoptimalkan

perkembangan anak.

Hal ini sesuai dengan apa yang dijabarkan dalam Permendiknas Nomor 58

Tahun 2009 mengenai program tindak lanjut, yaitu dilakukan untuk memperbaiki

program, metode, jenis aktivitas/ kegiatan, penggunaan dan penataan alat

permainan edukatif, alat kebersihan dan kesehatan. Program tindak lanjut dapat

dilakukan dengan mengadakan pertemuan dengan orang tua/ keluarga untuk

mendiskusikan dan melakukan tindak lanjut untuk kemajuan perkembangan anak.

Pendidik merujuk keterlambatan perkembangan anak kepada ahlinya melalui

orang tua.

Dari hasil pembahasan mengenai perencanaan pembelajaran, pelaksanaan

pembelajaran dan evaluasi pembelajaran, dapat ditampilkan nilai-nilai tauhid yang

diterapkan pada masing-masing tahapan pembelajaran tersebut melalui tabel

berikut.

Tabel 5. Nilai Tauhid yang Diterapkan Pada Pelaksanaan Pembelajaran Tauhid


No Tahap Pembelajaran Pembelajaran Nilai Tauhid yang Diterapkan
Tauhid
1. Perencanaan Penyusunan - Beriman kepada rububiyah
Pembelajaran Program Semester Allah
(Prosem) - Beriman kepada uluhiyah
Allah
- Beriman kepada asma’ dan
sifat Allah
2. Pelaksanaan
Pembelajaran

- Kegiatan Pra Mengucap salam, Beriman kepada uluhiyah Allah


Pembelajaran membaca iqro’ dan
bersedekah.

125
Lanjutan tabel 5...
No Tahap Pembelajaran Pembelajaran Nilai Tauhid yang Diterapkan
Tauhid
- Kegiatan Awal Berdoa, hafalan Beriman kepada uluhiyah
surat pendek dan Allah.
membaca hadist.

- Kegiatan Inti Menyanyikan lagu Beriman kepada asma’ dan sifat


tentang asma’ dan Allah, serta beriman kepada
sifat Allah, ibadah uluhiyah Allah.
sholat dhuha,
praktik berwudhu,
membaca doa
sehari-hari,
membaca kalimat
thayyibah dan
membaca dia setelah
sholat dhuha.

- Istirahat Membaca doa Beriman kepada uluhiyah Allah


sehari-hari, berlatih dan beriman kepada rububiyah
puasa senin dan Allah.
kamis, membaca
iqro’ dan
menyayangi
binatang.

- Kegiatan Penutup Berdoa Beriman kepada uluhiyah


Allah.

- Kegiatan Pasca Sholat dhuhur dan Beriman kepada uluhiyah Allah


Pembelajaran membaca iqro’.
3. Evaluasi Pembelajaran Penilaian dan - Beriman kepada rububiyah
Program Tindak Allah
Lanjut - Beriman kepada uluhiyah
Allah
- Beriman kepada asma’ dan
sifat Allah

126
4. Faktor Penghambat dan Pendukung Pelaksanaan Pembelajaran
Tauhid

Pada pelaksanaan pembelajaran tauhid, terdapat peran kepala sekolah, guru,

orang tua dan masyarakat. Selain itu, terdapat faktor pendukung dan penghambat

dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut. Faktor pendukung dari pelaksanaan

pembelajaran tauhid adalah adanya dukungan dari masyarakat dan orang tua,

pendidik yang berkompeten, media pembelajaran serta sarana dan prasarana.

Sedangkan faktor penghambat dari pelaksanaan pembelajaran tauhid adalah (1)

belum adanya pengenalan wujud Allah yang merupakan nilai tauhid dalam

beriman kepada Allah; (2) masalah waktu dan; (3) kurangnya kesadaran atau

motivasi dari orang tua terhadap pelaksanaan pembelajaran tauhid.

Faktor penghambat yang pertama sesuai teori Abdul Aziz (2000: 7) yang

mengungkapkan bahwa dalam beriman kepada Allah meliputi empat nilai tauhid

yaitu beriman kepada wujud Allah, beriman kepada rububiyah Allah, beriman

kepada uluhiyah Allah serta beriman kepada asma’ dan sifat Allah. Tetapi yang

diterapkan di TK Khalifah baru 3 nilai yaitu beriman kepada rububiyah Allah,

beriman kepada uluhiyah Allah serta beriman kepada asma’ dan sifat Allah.

Faktor penghambat kedua sesuai dengan teori Comer dan Haynes (1997)

yang mengatakan bahwa anak-anak belajar dengan lebih baik jika lingkungan

sekelilingnya mendukung, yakni orangtua, guru, dan anggota keluarga lainnya serta

kalangan masyarakat sekitar. Sekolah tidak dapat memberikan semua kebutuhan

pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga diperlukan keterlibatan bermakna

oleh orangtua dan anggota masyarakat. Orangtua, guru dan masyarakat sebaiknya

memiliki hubungan yang baik agar program sekolah dapat berjalan dengan baik pula.

127
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai tujuan

pembelajaran, lembaga sekolah hendaknya memiliki hubungan yang baik dengan

orang tua dan masyarakat, dibutuhkan pula kerjasama dalam menjalankan

program pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. TK Khalifah

Wirobrajan telah menjalin kerjasama yang baik dengan orang tua maupun

masyarakat, sehingga pelaksanaan pembelajaran, khususnya pembelajaran tauhid

dapat terlaksana dengan baik.

Sedangkan faktor penghambat ketiga adalah kurangnya kesadaran atau

motivasi dari orang tua terhadap pelaksanaan pembelajaran tauhid. Sehingga

dapat menghambat anak dalam mencapai aspek perkembangan tauhid dan

pembiasaan tauhid yang telah direncanakan. Solusi untuk masalah kurangnya

kesadaran atau motivasi dari orang tua terhadap pelaksanaan pembelajaran tauhid

dapat dilakukan dengan sosialisasi pentingnya menyesuaikan pembelajaran yang

ada di sekolah dengan di rumah untuk para orang tua. Hal ini dapat disampaikan

saat ada rapat komite sekolah, karena kebetulan rapat komite rutin dilakukan

setiap satu bulan sekali. Pada rapat ini, guru dapat menyampaikannya kepada

orang tua.

Sedangkan solusi untuk masalah waktu pembelajaran, sebenarnya sudah

ditemukan solusinya, yaitu dengan memberikan waktu iqro’ tambahan,yaitu saat

waktu istirahat dan pulang sekolah. Tetapi akan lebih efisien lagi apabila iqro’

dilakukan secara klasikal sama seperti yang telah direncanakan dalam RKH.

Sehingga waktu yang dibutuhkan cukup dan semua anak dapat belajar bersama.

128
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pelaksanaan pembelajaran tauhid di TK Khalifah Wirobrajan dimulai dari

perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi, faktor pendukung

dan penghambat pelaksanaan pembelajaran tauhid.

1. Perencanaan Pembelajaran Tauhid

Perencanaan pembelajaran di TK Khalifah Wirobrajan bersifat terpusat

karena disusun oleh tim Khalifah Pusat, yang kemudian didistribusikan ke seluruh

TK Khalifah yang ada di Indonesia. Perencanaan pembelajaran dituangkan dalam

(1) Program Semester, (2) RKM; dan (3) RKH. Tim Khalifah mengembangkan

sendiri aspek nilai agama dan moralnya menjadi aspek tauhid dan aspek

pembiasan tauhid yang diturunkan lagi menjadi indikator-indikator khusus.

Pembelajaran tauhid yang direncanakan berkaitan dengan nilai-nilai dalam

beriman kepada Allah ada 3 nilai yaitu beriman kepada rububiyah Allah, beriman

kepada uluhiyah Allah serta beriman kepada asma’ dan sifat Allah.

Aspek tauhid yang diterapkan mencakup karakter berikut; (1) Ketaatan

kepada Allah SWT; (2) Meneladani Nabi Muhammad SAW, salah satunya dengan

meneladani kebiasaan-kebiasaan beliau seperti sholat dhuha, bersedekah dan

berbuat baik kepada orang lain; (3) Peduli terhadap sesama dan lingkungan

sekitar.

129
2. Pelaksanaan Pembelajaran Tauhid

Kegiatan awal pada pelaksanaan pembelajaran tauhid meliputi: (1)

mengucap salam, (2) bersedekah, (3) membaca iqro’ satu per satu, (4) berdoa, (5)

hafalan surat pendek dan (5) membaca hadist. Kegiatan inti pada pelaksanaan

pembelajaran tauhid meliputi: (1) bernyanyi lagu islami, (2) membaca doa sehari-

hari, (3) praktik berwudhu, (4) praktik sholat dhuha, (5) berdzikir, (6) membaca

doa setelah sholat dhuha, (7) pemberian nasihat kepada anak dan (8) dengan

membaca perintah sebelum mengerjakan LKA yang mengandung doa dan

harapan. Istirahat pada pelaksanaan pembelajaran tauhid meliputi: (1) membaca

doa sehari-hari, (2) beruka puasa (snack time), (3) menyanyikan lagu adab makan

dalam islam dan iqro’. Kegiatan penutup pada pelaksanaan pembelajaran tauhid

meliputi: (1) berdoa, (2) membaca iqro’ bagi yang belum membaca, (3) sholat

dhuhur berjamaah dan (4) membaca doa sehari-hari. Kegiatan-kegiatan yang

dilakukan pada pelaksanaan pembelajaran tauhid tersebut mengandung 3 nilai

dalam beriman kepada Allah yaitu rububiyah Allah, beriman kepada uluhiyah

Allah serta beriman kepada asma’ dan sifat Allah.

a. Evaluasi Pembelajaran Tauhid

Evaluasi pembelajaran tauhid yang dilakukan memuat 2 komponen yaitu

penilaian dan tindak lanjut. Penilaian yang dilakukan dalam pembelajaran tauhid

di TK Khalifah Wirobrajan dilakukan dengan cara (1) observasi, (2) wawancara

dan (3) portofolio. Terdapat 3 raport yang digunakan, yaitu (1) daily report, (2)

middle report dan (3) raport semester. Sedangkan untuk program tindak lanjut,

pihak sekolah melakukan home visit apabila anak belum mencapai TPP.

130
b. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembelajaran
Tauhid

Terdapat 4 faktor pendukung pelaksanaan pembelajaran tauhid di TK

Khalifah Wirobrajan yaitu (1) dari lingkungan (masyarakat dan orang tua), (2)

pendidik yang berkompeten, (3) media pembelajaran dan (4) sarana prasarana

yang tersedia. Sedangkan faktor penghambatnya adalah (1) belum menerapkan

pembelajaran untuk mengenal wujud Allah yang merupakan salah satu dari 4 nilai

dalam beriman kepada Allah, (2) waktu pelaksanaan pembelajaran dan (3) orang

tua yang belum memiliki kesadaran atau belum ada motivasi dalam menerapkan

pembelajaran tauhid pada anak.

B. Saran

Berdasarkan data hasil penelitian dan kesimpulan penelitian, sebagai bentuk

rekomendasi maka peneliti menyarankan kepada pihak-pihak yang terkait sebagai

berikut:

1. Sebaiknya dalam pembelajaran tauhid, 4 nilai dalam beriman kepada Allah

diterapkan seutuhnya. Pada nilai beriman kepada wujud Allah dapat

disampaikan dalam bentuk kegiatan konkrit.

2. Bagi Pendidik di TK Khalifah Wirobrajan, sebaiknya penyampaian

perkembangan tauhid anak ditambah dengan catatan-catatan yang

menjelaskan perkembangan anak di sekolah pada daily report secara

mendetail, sehingga orang tua dapat lebih mengetahui bagaimana dan

sampai mana perkembangan anaknya di sekolah.

131
3. Mengadakan sosialisasi tentang pentingnya menerapkan pembelajaran

tauhid di rumah agar aspek perkembangan tauhid dan aspek pembiasaan

tauhid anak dapat berkembang secara optimal.

4. Bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian di TK Khalifah

Wiorbrajan, sebaiknya melakukan penelitian pada bulan yang terdapat Hari

Besar Keagamaan, terutama pada Bulan Ramadhan atau pada Bulan Haji,

karena aspek tauhid yang diterapkan lebih banyak dan bisa mengetahui

secara langsung pelaksanaannya.

132

Anda mungkin juga menyukai