Pembangunan nasional dalam segala bidang yang telah dilaksanakan selama ini mengalami
berbagai kemajuan. Namun, ditengah-tengah kemajuan tersebut terdapat dampak negatif, yaitu
terjadinya pergeseran terhadap nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pergeseran sistem nilai ini nampak dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, seperti penghargaan
terhadap nilai budaya dan bahasa, nilai solidaritas sosial, musyawarah mufakat, kekeluargaan,
sopan santun, kejujuran, rasa malu, dan rasa cinta tanah air semakin memudar. (Anonim,
2010:19).
Alternatif lain yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak mengurangi masalah
budaya dan karakter bangsa yang dibicarakan itu adalah melalui pendidikan. Pendidikan
dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru
bangsa yang lebih baik.
Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara.
Pidato Mendiknas Republik Indonesia pada peringatan hari pendidikan nasional 2 Mei 2010
menyatakan, pembangunan karakter dan pendidikan karakter menjadi suatu keharusan, karena
pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik menjadi cerdas juga mempunyai budi pekerti
dan sopan santun, sehingga keberadaannya sebagai anggota masyarakat menjadi bermakna baik
bagi dirinya maupun masyarakat pada umumnya.
Ditegaskan lagi dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa (Republik Indonesia,
2010:1) situasi dan kondisi yang memprihatinkan tersebut, mendorong pemerintah untuk
mengambil inisiatif untuk memprioritaskan pembangunan karakter bangsa yang tertuang dalam
RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2010-2014 pada prioritas 2:
pendidikan, yaitu peningkatan akses pendidikan yang berkualitas, kemandirian, keluhuran budi
pekerti, dan karakter bangsa yang kuat. Oleh karena itu, substansi
bidang pendidikan adalah penerapan metodologi pendidikan yang tidak lagi berupa pengajaran
demi kelulusan ujian (Teach to test), namun pendidikan menyeluruh yang memperhatikan
kemampuan sosial, watak, budi pekerti, kecintaan terhadap budaya-bahasa Indonesia melalui
penyesuaian sistem Ujian Nasional pada 2011 dan penyempurnaan kurikulum sekolah dasar
menengah sebelum 2011 yang diterapkan di 25% sekolah pada 2012 dan 100% pada 2014.
Pembangunan karakter bangsa dijadikan arus utama pembangunan nasional. Hal itu mengandung
arti bahwa setiap upaya pembangunan harus selalu diarahkan untuk memberi dampak positip
terhadap pengembangan karakter.
Menurut Gede (dalam Irene, 2010:1) bangsa Indonesia saat ini dihadapkan pada krisis karakter
yang cukup memprihatinkan. Demoralisasi mulai merambah ke dunia pendidikan yang tidak
pernah memberikan mainstream untuk berperilaku jujur karena proses pembelajaran cenderung
mengajarkan pendidikan moral dan budi pekerti sebatas teks dan kurang mempersiapkan siswa
untuk menyikapi dan menghadapi kehidupan yang kontradiktif. Fenomena lahirnya praktek
korupsi juga berawal dari kegagalan dunia pendidikan dalam menjalankan fungsinya yang
ditandai dengan gejala tereduksinya moralitas dan nurani sebagian dari kalangan akademisi.
Hasil survei bisnis yang dirilis Political and Economic Risk Consultancy atau PERC
menyebutkan dalam survei tahun 2010, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara
terkorup dengan mencetak skor 9,07 dari nilai 10 (Kompasiana. 17 Oktober , 2010. Merdeka dari
Korupsi). Angka ini naik dari 7,69 poin tahun lalu. Posisi kedua ditempati Kamboja, kemudian
Vietnam, Filipina, Thailand, India, China, Malaysia, Taiwan, Korea Selatan, Makao, Jepang,
Amerika Serikat, Hongkong, Australia, dan Singapura sebagai
negara yang paling bersih. Selain itu, praktik pendidikan Indonesia cenderung terfokus pada
pengembangan aspek kognitif sedanglan aspek soft skill atau non akademik sebagai unsur utama
pendidikan karakter belum diperhatikan secara optimal bahkan cenderung diabaikan. Saat ini ada
kecenderungan bahwa target- terget akademik masih menjadi tujuan utama, seperti halnya Ujian
Nasional, sehingga proses pendidikan karakter masih sulit.
Sistem pembelajaran saat ini dipandang belum efektif membangun peserta didik memiliki akhlak
mulia dan karakter bangsa. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya degradasi moral seperti
penyalahgunaan narkoba. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan jumlah pengguna
narkoba di lingkungan pelajar SD, SMP, dan SMA pada tahun 2006 mencapai 15.662 anak.
Rinciannya, untuk tingkat SD sebanyak 1.793 anak, SMP sebanyak 3.543 anak, dan SMA
sebanyak 10.326 anak. Berdasarkan data tersebut, yang paling mencengangkan adalah
peningkatan jumlah pelajar SD pengguna narkoba. Pada tahun 2003, jumlahnya mencapai 949
anak, namun pada tahun 2006, jumlah itu meningkat tajam menjadi 1.793 anak. Sedangkan 90%
anak usia 8-16 tahun telah membuka situs porno di internet. Rata-rata anak usia 11 tahun
membuka situs porno untuk pertama kalinya. Bahkan banyak diantara mereka yang membuka
situs porno di sela-sela mengerjakan pekerjaan rumah (Kompasiana. 12 November, 2010.
Dampak Dikotomi Pendidikan di Indonesia).
Menghadapi krisis moral yang sedang melanda bangsa ini, maka sudah seharusnya pendidikan
mengambil peranan sebagai benteng moral bangsa. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ki
Hajar Dewantara, pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi
pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelect), dan tubuh anak.
Sebagai solusinya, perlu dilakukan berbagai upaya diantaranya pengembangan budaya sekolah
untuk mendukung kebijakan nasional pembangunan karakter bangsa melalui penerapan
pendidikan karakater di satuan pendidikan dalam hal ini sekolah. Budaya sekolah merupakan
kualitas kehidupan sekolah yang tumbuh dan berkembang berdasarkan nilai-nilai tertentu yang
dianut sekolah.
Idealnya setiap sekolah memiliki spirit atau nilai-nilai tertentu, misalnya jujur, cerdas, tangguh,
dan peduli. Nilai-nilai tersebut akan mewarnai gerak langkah sekolah, membentuk kualitas
kehidupan fisiologis maupun psikologis sekolah, dan lebih lanjut membentuk perilaku sistem
(sekolah), kelompok, dan warga sekolah. Oleh karena itu diperlukan budaya sekolah yang
kondusif yang mampu memberikan pengalaman bagi tumbuh kembangnya perilaku berkarakter
sebagai perwujudan dari nilai-nilai tersebut. Budaya sekolah yang kondusif akan tampak atau
tercermin dalam kebijakan, aturan sekolah, dan perilaku warga sekolah.
Adapun untuk penerapan kosep ini sebenarnya terdapat beberapa sekolah yang telah mencoba
menerapkan dan mengembangkan sistem serta metode pendidikan alternatif seperti tersebut.
SMP Ar-Rohmah dengan program “boarding school”nya menawarkan satu model pendidikan
yang tidak didapatkan pada lembaga pendidikan lain, yang merupakan “trade mark” yang
dijanjikan, yaitu membentuk generasi taqwa, cerdas, dan mandiri. Hal tersebut sangat mungkin
tercapai karena program boarding school dengan menerapkan model pendidikan dengan sistem
“integrated activity and integrated curiculum”, yang akhirnya dapat memadukan aspek
pengetahuan dan keterampilan dengan sikap yang baik dan islami.
Apa yang dilakukan SMP Ar-Rohmah pada dasarnya merupakan upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas, yang tidak hanya mampu membentuk anak
didik berprestasi dalam aspek akademis saja tetapi juga mampu mampu membentuk anak didik
yang mempunyai karakter yang baik. Hal tersebut juga dilakukan sebagai jawaban atas
kekhawatiran orang tua atas pendidikan anaknya di era globalisasi.
Pendidikan saat ini yang lebih banyak berorientasi pada peningkatan kecerdasan intelektual
dibandingkan kecerdasan emosional dan spiritual, sehingga melahirkan pribadi-pribadi yang
memiliki karakter negatif seperti tidak peduli dengan perintah-perintah dan larangan Sang Maha
Pencipta Allah SWT, berani menentang orang tua, tega berbuat aniaya dengan teman sebayanya,
dan sebagainya.
Problematika yang dihadapi orang tua saat ini mendorong SMP Ar Rohmah hadir menjadi mitra
dalam mengantarakan anak-anak menjadi anak-anak yang bertaqwa, cerdas, dan mandiri.
Melalui model pendekatan pendidikan yang mengembangankan potensi anak secara alamiah
dengan belajar untuk mengenal Allah SWT sebagai Sang Maha Pencipta. Adapun hakikat tujuan
pendidikannya adalah membantu anak didik agar tumbuh menjadi manusia yang berkarakter.
Peserta didik belajar tidak hanya untuk mengejar nilai, tapi untuk dapat memanfaatkan ilmunya
dalam kehidupan sehari-hari. Sekolah ini, dengan keberanian para pemimpin dan kreatifitas para
gurunya, telah menerapkan model pembelajaran yang sangat berbeda dengan yang selama ini
diterapkan di sekolah lain, yang seringkali sangat terstruktur dan dipaksakan.
Sebagaimana yang dipaparkan di atas, peneliti tertarik untuk untuk melakukan penelitian tentang
program pendidikan karakter di SMP Ar Rohmah, khususnya permasalahan implementasi
kebijakan pendidikan karakter di SMP Ar Rohmah. Permasalahan ini dituangkan dalam sebuah
judul, ”Implememtasi Pendidikan Karakter di SMP Ar Rohmah Kabupaten Malang.” Penelitian
ini diharapkan mampu memberikan kontribusi kepada segenap praktisi pendidikan dan ikut
meningkatkan kualitas pendidikan sesuai dengan perubahan zaman yang semakin kompleks.
Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi pijakan untuk meningkatkan kualitas program
pendidikan karakter yang dapat mewujudkan ahlak mulia dan pendidikan yang lebih baik sesuai
dengan yang diharapkan masyarakat pada umumnya.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini
adalah :
2. Bagaimanakah norma yang dibuat SMP Ar Rohmah Kabupaten Malang sebagai implementasi
kebijakan?
C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan dan menganalisa ide dasar filosofis pendidikan karakter yang dikembangkan
di SMP Ar Rohmah.
2. Mendeskripsikan dan menganalisa norma yang dibuat SMP Ar Rohmah sebagai implementasi
kebijakan.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara analisis implementasi
kebijakan tentang implementasi pendidikan karakter sebagai upaya membangun akhlak mulia
kepada :
2. Secara Praktis
b. Memberikan kontribusi pemikiran untuk menggugah stakeholder dan pemerintah daerah agar
memperhatikan pendidikan karakter pada sekolah di satuan pendidikan di derahnya serta
diharapkan agar dapat berkeinginan untuk bergerak bersama memajukan pendidikan di daerah
pada khususnya dan pendidikan nasional pada umumnya.
c. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lainnya yang berminat melakukan kajian tentang
pendidikan karakter sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan.
E. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini,
perlu dikembangkan penjelasan beberapa istilah sebagai berikut:
1.ImplementasiKebijakan
Menurut Dwijowijoto (dalam Syafaruddin, 2008: 86) Implementasi kebijakan adalah cara yang
dilaksanakan agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya.
Van Meter dan Van Horn (dalam Agustino, 2008: 139), mendefinisikan implementasi kebijakan,
sebagai: ”Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat
atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan
yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.”
Berdasarkan pandangan ahli di atas, bahwa setelah kebijakan pendidikan karakter dirumuskan
oleh kepala sekolah bersama-sama dengan guru, staff, stakeholder, dan disetujui oleh pihak
yayasan Hidayatullah sebagai pengelola SMP Ar Rohah Kabupaten Malang maka langkah
selanjutnya adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan pendidikan karakter tersebut
sebagaimana yang dituangkan dalam visi dan misi sekolah, kurikulum sekolah, dan tujuan
sekolah yang ingin dicapai.
2.DasarFilosofis
Secara terminologi Sanjaya (2007: 63) menjelaskan bahwa, filsafat sering diartikan sebagai
pandangan hidup suatu masyarakat atau pendirian hidup individu. Dasar filosofis yang dimaksud
disini adalah pentingnya filsafat dalam melaksanakan, membina dan mengembangkan
pendidikan karakter di SMP Ar Rohmah.
3.Norma
Priyono ( 2007: 36) yang dimaksud dengan norma adalah kaidah-kaidah yang pada hakikatnya
merupakan petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia bertindak dan bertingkah laku di
dalam pergaulan hidup. Norma yang dimaksud di sini adalah seluruh kaidah dan peraturan yang
diterapkan di SMP Ar Rahmah melalui lingkungan sosial yang terjadi.
4.PendidikanKarakter
Menurut Foerster (dalam Elmubarok, 2008:104) Pendidikan karakter merupakan sebuah usaha
untuk menghidupkan kembali pedagogis ideal- spiritual untuk pembentukan karakter yang
terwujud dalam kesatuan esensial si subjek dengan perilaku dan sikap yang dimilikinya.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka pendidikan karakter di SMP Ar Rohmah merupakan
usaha membentuk pribadi siswa berdasarkan falsafah religius keislaman yang diharapkan agar
peserta didik mampu memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1PENGERTIAN
Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara yang sekaligus merupakan proses pengembangan keseluruhan sistem
penyelenggaraan negara untuk mewujudkan Tujuan Nasional.
Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata
material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam wadah
negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat
dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman.
2.2 CIRI-CIRI
1. Terjadinya kenaikan pendapatan per kapita yang disertai dengan pemerataan pembangunan
danpemerataan pendapatan.
2.Memerhatikan pertambahan jumlah penduduk.
3. Adanya perubahan struktur ekonomi
2.3 TUJUAN
Tujuan pembangunan karakter pada dasarnya adalah untuk membentuk generasi bangsa yang
tumbuh dan berkembang dengan karakter yang bernafaskan nilai-nilai pancasila, nilai luhur,
adat, dan agama. Unsur-unsur Karakter
lainnya.
b. Unsur-unsur Karakter
1) Sikap
2) Emosi
3) Kepercayaan
3) Kepercayaan
3) Kepercayaan
karakter seseorang.